Anda di halaman 1dari 14

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.

id

BAB II
LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka
1. Natrium Silikat hasil Roasted Pasir Kuarsa
Silikon adalah salah satu unsur yang banyak ditemukan di kerak bumi
dalam bentuk pasir silika atau yang dikenal juga dengan quartz dengan rumus
kimia SiO2. Di Indonesia, penambangan pasir silika ini dilakukan di Kalimantan
Tengah dan Jawa Tengah. Di pesisir pantai selatan Jawa juga diyakini memiliki
kandungan pasir silika. Maka dari itu silikon dari pasir kuarsa tersebut dapat
dipakai untuk keperluan semikonduktor dan sel surya, yang dimana diambil dari
hasil pemisahan Si dan O. Saat ini, penghasil silikon terbesar di dunia ialah Cina,
Amerika, Brazil, Norwegia dan Prancis. Cadangan sumber daya silika dan
ketersediaan tenaga listrik yang cukup besar menjadi alasan mengapa negara-
negara di atas memimpin dalam menghasilkan silikon (Wibowo, 2008).
Sel surya dengan berbahan baku silikon hingga saat ini masih merupakan
jenis sel surya yang paling banyak diteliti, dikembangkan serta dipasarkan. Selain
dilatarbelakangi oleh penemuan pertama sel surya, mapannya pengetahuan akan
silikon, terbuktinya kehandalan silikon dalam aplikasi sel surya, dan jumlah
cadangan silikon di perut bumi berupa pasir silika yang berlimpah menjadi
beberapa bahan pertimbangan utama pengembangan sel surya berbasis silikon.
Pada masa-masa awal industrialisasi sel surya, silikon sebagai bahan dasar sel
surya merupakan bahan buangan dari industri semikonduktor. Silikon yang tidak
terpakai pada industri semikonduktor mempunyai kadar kemurnian silikon yang
rendah, dipakai pada industri sel surya yang memang tidak terlalu membutuhkan
material silikon dengan kemurnian yang sangat tinggi. Baru pada beberapa tahun
belakangan inilah beberapa pabrik pemurnian silikon mulai memproduksi bahan
material silikon khusus untuk aplikasi sel surya dengan berkaca pada pesatnya
produksi sel surya silikon di dunia saat itu, maupun proyeksi pemasaran sel surya

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

di masa depan. Dimana saat ini, sel surya jenis silikon menempati pangsa pasar
sekitar 82-85 % pasar sel surya dunia.
Indonesia sebenarnya tidak perlu tergantung dalam hal penyediaan
silikon dengan kemurnian sangat tinggi karena memiliki potensi pasir kuarsa alam
dalam jumlah melimpah. Cadangan pasir kuarsa Indonesia sangat besar seperti
dapat dilihat pada gambar 1, di beberapa titik di Kalimantan Barat cadangannya
lebih dari 1 milyar ton dengan kualitas tinggi.

Gambar 1. Pasir Kuarsa Indonesia

Pasir kuarsa dengan kualitas tinggi tersedia di Belitung (SiO2 = 98 %),

Kendawangan (SiO2 = 99 %) , Samarinda dan Kutai Kartanegara (SiO2 = 98 %),

Mandor (SiO2 = 96 %) dan lain-lain. Untuk pasir kuarsa dengan kualitas yang
lebih rendah banyak tersebar di seluruh Indonesia seperti di Tuban, Banten yang
ada di Pulau Jawa. Pasir kuarsa yang ada di Indonesia sampai saat ini belum dapat
dimanfaatkan secara langsung untuk pembuatan bahan baku panel surya. Pasir
kuarsa di Indonesia yang ditambang pada umumnya hanya dimanfaatkan untuk
bahan baku pembuatan gelas atau kaca, industri semen dan dieksport dalam
bentuk mentah.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Kuarsa alam dari Indonesia jika ingin dimanfaatkan sebagai bahan baku
untuk industri pembuatan bahan panel surya haruslah diolah terlebih dahulu
menjadi silika dengan kemurnian 99,999 %. Kuarsa alam berwarna coklat muda
sedangkan silika dengan kemurnian 99,999 % berwarna putih seperti dapat dilihat
pada gambar 2.

(a) (b)
Gambar 2. (a). Pasir Kuarsa Indonesia; (b). Material Silika Murni, 99,999
% (Dewi, 2011)
Untuk mendapatkan silika dengan kemurnian sampai 99,999 % maka
langkah pertama adalah melakukan upaya pengembangan proses pemurnian bahan
baku pasir kuarsa alam. Diharapkan pasir kuarsa tersebut terbebas dari bahan
pengotor dan dapat dijadikan bahan baku silikon murni untuk pembuatan panel
surya. Salah satu upayanya adalah dengan proses peleburan (roasted) pasir kuarsa
dengan senyawa alkali natrium karbonat (Na2CO3) (Las et al., 2011).
Pasir kuarsa yang direaksikan dengan natrium karbonat (Na2CO3). akan
melebur membentuk natrium silikat pada suhu di atas 1200 °C. Selanjutnya
leburan didinginkan dengan cepat agar kristal yang diperoleh dapat larut dalam air
dengan mudah, reaksi yang terjadi adalah :

Na2CO3 (s) + SiO2 (s) Na2SiO3 (s) + CO2 (g)

Natrium karbonat (Na2CO3) ditambahkan ke dalam krusibel yang


sebelumnya diisi dengan pasir silika, kedua bahan akan berdisosiasi menghasilkan
natrium silikat dengan melepaskan karbon dioksida (CO2). Akhirnya, setelah
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

proses peleburan pada suhu mencapai 1200 °C, cairan didinginkan hingga suhu
kamar.
Ion natrium terperangkap di dalam jaringan dan mengurangi jumlah
+
jembatan atau ikatan antar tetrahedral. Kation Na ini berpengaruh pada ukuran
lubang atau rongga dan diperkirakan terjadinya pembentukan klaster dan kation
+
Na tidak terdistribusi secara acak dalam jaringan (Smallman et. al., 2000).
Titik leleh natrium silikat adalah sekitar 900 °C dan akan berwujud kaca
jika pendinginan melewati suhu tersebut dilakukan dengan cepat. Produknya,
yang disebut “kaca-air” bersifat larut air. Natrium silikat yang dihasilkan
kemudian dilarutkan dengan air mendidih. Hanya silikat logam-logam alkali larut
dalam air. Zat-zat ini terhidrolisis dalam larutan air dan karenanya menghasilkan
larutan basa, reaksi yang terjadi adalah :

2- -
SiO2 + 2H2O H2SiO3 + 2OH
(Las et. al., 2011)
Silika dari pasir kuarsa dapat digunakan sebagai panel surya apabila
kadar silikanya (SiO2) mencapai 99,999 %. Disamping itu diperlukan proses
eliminasi unsur boron dan fosfor sampai titik yang paling rendah. Kedua unsur
tersebut tidak boleh ada terlebih dahulu karena dalam pembuatan panel surya
harus ada komponen panel tipe N dan panel tipe P sehingga akan menghasilkan
beda potensial. Panel tipe N dan P tersebut tidak dapat dibuat jika di dalam silika
terdapat unsur boron dan fosfor terlebih dahulu (Geerlings, 2005). Spesifikasi
silika untk panel surya dijabarkan pada tabel 1 berikut :

Tabel 1. Spesifikasi logam pengotor yang masih diijinkan pada silika solar grade
(Geerlings, 2005)
No Unsur Kadar
1 Karbon ( C ) 50 ppm
2 Besi ( Fe ) 16 ppm
3 Titanium ( Ti ) 10 ppm
4 Aluminium ( Al ) 5 ppm
5 Boron ( B ) commit to user Tidak boleh ada
6 Phospor ( P ) Tidak boleh ada
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

2. Fosfor
Fosfor adalah elemen bukan logam, berada dalam golongan V (lima)
pada sistem periodik. Fosfor sendiri memiliki nomor atom 15 dan berat atom
sebesar 30,97. Fosfor mempunyai bilangan oksidasi berkisar antara -3 sampai +5
(PH3 hingga P2O5). Fosfor tidak terdapat dalam bentuk elemen bebas di alam,
tetapi terdistribusi secara luas dalam batu-batuan, mineral, tumbuhan dan makhluk
3-
hidup lainnya. Di alam banyak didominasi bentuk fosfor senyawa PO4
(phosphate; fosfat). Berdasarkan ikatan kimia dan bentuk fisiknya dibedakan
dalam beberapa klasifikasi yaitu : orthophosphate, condesed phosphate
(polyphosphate) dan organic phosphate. Bentuk fosfor sendiri dapat merupakan
asam poliprotik (polyprotic acid), yaitu asam yang dapat memberikan dua atau
lebih proton pada ionisasi (Dewi, 2003).

3. Kitosan-EDTA
Kitosan merupakan polimer yang terdiri atas monomer glukosamin yang
dihubungkan melalui ikatan (1 - 4) β-glikosidik (Pasaribu, 2004). Dimana kitosan
dihasilkan dari kitin melalui proses deasetilasi, yang dimana merubah gugus asetil
pada kitin menjadi gugus amino pada atom karbon kedua dari cincin molekul
kitosan (Apsari dkk, 2010). Besarnya jumlah gugus amino dan hidroksil pada
enam posisi dengan kereaktifan yang tinggi pada kitosan, memungkinkan adanya
modifikasi kimia. Dalam penelitian sebelumnya telah dicoba beberapa kitosan
termodifikasi kimia dengan gugus fungsi seperti oxine, glycine, iminodiacetic acid

(IDA), ethylene diamnine-N,N,N’,N’- tetraacetic acid (EDTA) atau diethylene


triamnine-N,N,N’,N”,N”- pentaacetic acid (DTPA) untuk mengetahui
kemampuan adsorpsinya terhadap berbagai ion logam. Kitosan termodifikasi
kimia dengan EDTA sangat berbeda dari resin pengkhelat konvensional yang
telah dikomersilkan (Inoue et al., 1999). Struktur kimia dari kompleks kitosan-
EDTA dapat dilihat pada gambar 3.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Gambar 3. Struktur Kimia dari EDTA-Kitosan

Inoue et al. (1999) menjelaskan dari hasil penelitiannya bahwa adsorpsi


Cu oleh EDTA-kitosan terjadi pada pH 0-1 sementara jika kitosan saja adsorpsi
terjadi pada pH 4-6, maka dari itu diusulkan untuk menambahkan EDTA ke dalam
kitosan agar proses adsorpsinya meningkat. Kestabilan kompleks Cu dengan
EDTA cukup baik dalam larutan dan kitosan-EDTA memiliki kemampuan
mengabsorpsi Cu dengan baik. Jumlah dari gugus karboksil dalam bentuk gel
diukur dengan titrasi asam - basa untuk mengetahui penyebaran masuknya gugus
fungsi EDTA dalam matriks polimer pada kitosan. Hasilnya adalah hampir 100 %
untuk EDTA-kitosan gangguan sterik antara rantai polimer pada kitosan lebih
kecil, sehingga hal ini sedikit mempengaruhi kemampuan adsorpsi dari Kitosan-
EDTA.
Kemampuan adsorpsi dari ion logam divalent untuk terikat adalah
Cu>Ni>>Fe, Zn, Cd, Co>>Mn dan untuk ion logam yang lainnya, Fe, In, Ga, Mo
>>V>>Al baik terhadap kitosan-EDTA. Urutan dari selektivitas ini sesuai dengan
konstanta kestabilan dari khelat logam dengan EDTA dan DTPA (Inoue et al.,
1999). Dengan mengacu hasil penelitian tersebut, kitosan-EDTA cukup baik
digunakan untuk mengikat ion logam Fe pada pasir silika yang kadarnya sangat
kecil.

commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

4. Proses Koagulasi
Koagulasi adalah penambahan dan pencampuran secara cepat suatu
koagulan, dimana akan terjadi destabilisasi dari partikel-partikel koloid yang
tersuspensi serta agregasi awal dari partikel-partikel yang terdestabilisasi
(Reynolds, 1982). Koagulasi dalam bidang pengolahan air merupakan suatu
proses dimana zat-zat halus tersupensi dan koloid di dalam air menggumpal
membentuk flok-flok. Mekanisme terjadinya gumpalan atau flok pada dasarnya
adalah terjadinya inti ion positif dari garam koagulan yang ditambahkan, sehingga
partikel-partikel bermuatan negatif akan menempel satu sama lain membentuk
gumpalan. Efektifitas koagulasi dicapai bila gumpalan yang terbentuk memiliki
ukuran dan kepadatan yang cukup sehingga menghilangkannya lebih mudah.

Menurut Metcalf dan Eddy (1993) banyak bahan kimia yang digunakan
sebagai koagulan antara lain : Al2(SO4)3.18H2O, FeCl3.6H2O, Fe2(SO4)3,

FeSO4.7H2O dan Ca(OH)2. Efektifitas masing-masing koagulan berbeda-beda


satu dengan yang lain tergantung pada pH, konsentrasi yang digunakan serta sifat
sampel. Oleh karena itu, dalam proses koagulasi seringkali digunakan
penambahan bahan kimia tertentu seperti kapur atau soda ash yang dimaksudkan
untuk mengatur pH, khususnya bila terjadi pada air yang tidak mempunyai sifat
alkalinitas. Batas-batas pH untuk proses koagulasi umumnya tidak terlalu besar
yaitu antara 6,5-7,5 untuk alum dan pH 9 untuk ferro sulfat, sehingga pada
pemakaian ferro sulfat diperlukan kapur sebagai bahan kimia pelengkap.

Pengadukan diperlukan untuk memperbesar koagulasi agar dapat


merusak stabilitas sistem koloid dengan terjadinya penggumpalan partikel.
Penambahan energi pengadukan sangat diperlukan agar dapat memberikan
intensitas pengadukan yang tinggi sehingga koagulan terdistribusi secara merata
yang akan memperbesar tumbukan antar partikel-partikel dalam suatu larutan
koloid.
Secara umum, koagulan yang digunakan dapat digolongkan atas dua
jenis yaitu koagulan anorganik dan polimer. Dalam banyak hal, flokulan polimer
kation dipergunakan secara tersendiri yang bertujuan untuk menetralkan muatan
commit
partikel. Polimer polikation dengan to user rendah kadang-kadang
berat molekul
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

digunakan untuk menghilangkan ligan serta logam lain. Banyak diantaranya


garam-garam bervalensi 2 dan 3 (biasanya Fe atau Al) digunakan sebagai
koagulan anorganik. Koagulasi optimal akan terjadi pada suatu harga pH tertentu
tergantung pada jenis dan air yang akan diolah, dimana pH optimal juga
ditentukan oleh percobaan (Simanungkalit, 2003).

5. Sifat-sifat Alumunium sulfat dan penggunaannya


Alumunium Sulfat (Al2(SO4)3.n H2O) atau sering disebut tawas adalah
suatu jenis koagulan yang sangat populer secara luas digunakan, sudah dikenal
bangsa Mesir pada awal tahun 2000 SM. Alumunium Sulfat digunakan sebagai
penjernih air atau penghilang unsur lain mulai diproduksi pada abad XV.
Alumunium sulfat merupakan bahan koagulan, yang paling banyak digunakan
karena bahan ini paling ekonomis, mudah didapatkan serta mudah
penyimpanannya.
Alumunium sulfat (Al2(SO4)3.18H2O) merupakan salah satu koagulan
yang efektif untuk proses penyisihan suatu fosfor. Penambahan alum ke dalam air
3+
akan bereaksi secara dissosiasi membentuk ion Al yang berfungsi sebagai
penetral dan reaksi hidroksinasi membentuk aluminuium hidroksida Al(OH)3
sebagai hasil hidrolisa dan diikuti dengan reaksi polimerisasi ion kompleks.
Proses reaksi koagulasi dengan menggunakan Al2(SO4)3 sebagai berikut

3+ 2-
Reaksi disosiasi : Al2(SO4)3 2 Al + 3 SO4
Hidrolisa : Al2(SO4)3 + 6 H2O 2 Al(OH)3 + 3 H2SO4
Reaksi polimerisasi ion komplek :
Al(H2O)6 + H2O Al(H2O)5OH + H2O
Al(H2O)5OH + H2O Al(H2O)4(OH)2+ H2O

3+
Ion Al berperan sebagai elektrolit positif pada destabilisasi partikel
koloid. Senyawa Al(OH)3 dalam bentuk presipitat berfungsi sebagai inti dari
pembuatan flok sedangkan ion kompleks Al(H2O)4(OH)2 akan berfungsi sebagai
commit2003).
jembatan antar partikel (Simanungkalit, to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Apabila alumunium sulfat direaksikan dengan air maka akan terjadi


reaksi hidrolisis, yang sangat dipengaruhi oleh nilai pH yang bersangkutan.
Rentang pH untuk jenis koagulan alumunium sulfat adalah sebesar 5,5 sampai 7,8.
Alumunium sulfat juga dapat membentuk senyawa lain, misalnya alumunium
hidroksida (Al(OH)3). Alumunium hidroksida sendiri dapat diaplikasikan sebagai
absorben, penghilang fosfat pada sistem pengolahan air limbah (Kabayama et al.,
2003).

Dalam penggunaannya dalam air, alumunium sulfat akan bereaksi


dengan kapur atau bahan lain seperti soda abu atau natrium bikarbonat (Na2CO3),
reaksi yang akan terjadi reaksi hipotik. Reaksi tersebut antara ion Al dengan ion
OH. Alumunium sulfat tersebut akan larut di dalam air dengan reaksi sebagai
berikut :
3+ 2-
Al2(SO4)3.18H2O 2Al + 3SO4 + 18H2O
Ionisasi di air sendiri akan terbentuk ion hidoksida sebagai berikut :
+ -
H2O H + OH
3+ -
2Al + 6OH 2 Al(OH)3
Oleh karena alumunium sulfat mempunyai sifat koagulan dengan larutan maka
bila alumunium bersenyawa dengan larutan yang mengandung unsur fosfat,
sehingga terjadi reaksi
3+ 3-
Al + PO4 AlPO4 (s)
3+ 3-
Pengendapan dapat terjadi apabila hasil kali [Al ] dan [PO4 ] lebih besar dari
harga hasil kali kelarutan (Ksp) AlPO4. Untuk proses pengendapan dengan
Alummnium sulfat (Al2(SO4)3) dapat ditulis dengan reaksi :
2- 2-
Al2(SO4)3 + 2 HPO4 2 AlPO4 (s) + 3 SO4 + 2H
(Budi, 2006)

6. Sifat-sifat kalsium hidroksida dan penggunaannya


Kapur (lime) secara umum terdapat dalam dua bentuk yaitu CaO dan
Ca(OH)2. CaO adalah bahan mudah larut dalam air dan menghasilkan gugus
hidroksil yaitu Ca(OH)2, dimana bersifat basa dan disertai keluarnya panas yang
commit to user
tinggi. Penggunaan dari kapur antara lain di bidang kesehatan lingkungan,
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

pengolahan air kotor maupun industri lainnya. Pada reaksinya kapur ditambahkan
untuk mereaksikan alkalibikarbonat serta mengukur pH air sampai menyebabkan
pengendapan. Selain itu mempunyai sifat-sifat fisik dan kimia , antara lain :
a. Bentuk kristal (powder).
b. Warna, sebagian besar umumnya berwarna putih dan pada tingkat tinggi dapat
berwarna abu-abu.
c. Kepadatan, kalsium hidroksida (lime) memiliki tingkat kepadatan kira-kira 2,3
3
g/cm .
o
d. Pada air kelarutannya 1,85 g Ca(OH)2/L air pada suhu 0 C sampai 0,7 g/L
o
pada suhu 100 C.
e. Netralisasi asam, kalsium hidroksida siap bereaksi dengan asam dan gas
sehingga tentu saja berkemampuan menetralisasi asam.
f. pH, karena kalsium hidroksida adalah termasuk basa kuat, konsentrasi 0,10 g
o
Ca(OH)2/L dapat memberi pH sekitar 11,3 pada suhu 25 C.
Proses pengendapan dengan kapur sendiri dapat terjadi reaksi sebagai berikut :
2- -
5Ca(OH)2 (aq) + 3HPO4 (aq) Ca5(PO4)3OH(s) + 3H2O(aq) + 6OH
(Budi, 2006)

7. Spektrofotometer IR (FTIR)
Spektrofotometer inframerah merupakan salah satu metode yang
digunakan untuk mengidentifikasi senyawa, baik senyawa organik maupun
senyawa anorganik, karena semua spesies molekul menyerap radiasi inframerah.
Sebagai alat analitis, spektroskopi inframerah berfungsi untuk pengenalan gugus
fungsi molekul dan identifikasi senyawa dengan membandingkan spektra standar
dengan spektra yang ada. Identifikasi gugus kitosan murni telah dilakukan oleh
Charernsriwilaiwat et al. (2012). Spektra FT IR kitosan yang diperoleh puncak-
-1
puncak spektra pada daerah 896, 1087, 1598, 1653 dan 3430 cm yang mewakili
cincin pyranosa, amina, asetamida dan gugus hidroksil. Untuk EDTA sendiri
-1
memiliki puncak yang sering muncul sekitar 1694 cm yang berasal dari gugus
karbonil (Kasapoglu et al., 2007). Kitosan-EDTA juga telah di karakterisasi oleh
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

-1
Dewi (2011) yang menghasilkan puncak-puncak 3417, 2667 dan 1695 cm yang
dimana masing-masing menunjukan gugus N-H, ikatan C-C dan karbonil.

8. Spektrofotometer UV-Visible
Spektroskopi UV-VIS digunakan terjadinya transisi elektronik yang
disebabkan penyerapan sinar UV-VIS yang mampu mengeksitasi elektron dari
orbital yang kosong. Untuk pengukuran kadar fosfor yng telah dilakukan oleh
Syafri (2009) menggunakan SNI 06-6989-2004 menggunakan alat
spektrofotometri UV-Vis. Proses pengukuran menggunakan reagen-reagen
pendukung fosfor tertentu seperti ammonium molibdat, kalium dihidrogen fosfat,
asam sulfat, asam askorbat dan kalium antimonil tartrat.
Pada penentuan kadar fosfor berprinsip pada penbentukan senyawa
kompleks fosfomolibdat yang berwarna biru. Kompleks tersebut selanjutnya
direduksi dengan asam askorbat membentuk warna biru kompleks molybdenum.
Intensitas warna yang dihasilkan sebanding dengan konsentrasi fosfor. Warna biru
yang timbul diukur dengan spektrofotometer UV-Vis pada panjang gelombang
700-880 nm (Hendrawati et al., 2010).

9. Thermogravimetric/Differential Thermal Analysis (TGA/DTA)

TGA dan DTA merupakan teknik analisa termal yaitu analisa yang
berkaitan dengann panas. Setiap perubahan akan melibatkan panas atau energi
sehingga perubahan panas atau energi dapat dijadikan dasar untuk analisa
kualitatif maupun kuantitatif. Penelitian Purnawan (2008), pada termogram
o
kitosan menunjukan perubahan massa pada suhu di bawah 120 C akibat lepasnya
molekul air yang merupakan reaksi eksotermis yang ditunjukkan puncak ke atas
o
pada termogram DTA. Perubahan massa kedua pada suhu 250-360 C akibat
hilangnya gugus asetil disertai reaksi eksotermis yang ditunjukkan puncak ke
o
bawah termogram DTA. Perubahan massa yang ketiga pada suhu 360 - 520 C
yang menunjukan proses dekomposisi kitosan disertai reaksi eksotermis. Terakhir
o
perubahan massa pada suhu di atas 530 C yang menunjukkan kitosan telah habis
commit to user
terdekomposisi.
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

B. Kerangka Pemikiran
Interaksi antara kristal silika dengan pengotor di dalam pasir kuarsa
melibatkan pengotor yang bersifat kecil atau minor akan menyebabkan kurang
murninya kristal silika. Beberapa pengotor minor yang mengganggu tersebut
adalah boron dan fosfor. Interaksi kompleks di dalam mineral pasir kuarsa sulit
dipisahkan dengan menggunakan proses pemisahan fisik seperti pencucian,
flotasi, magnetisasi dan lain-lain. Proses pemisahan secara fisik cenderung hanya
memisahkan antara pasir kuarsa dengan pengotor organik yang terdapat dalam
pasir kuarsa. Sehingga produk hasil pemisahan secara fisik maksimal hanya
dihasilkan kristal putih dengan kadar silika maksimal hanya sampai 99 %. Ada
beberapa cara dalam penghilangan pengotor tersebut dengan kimiawi yaitu
dengan penambahan kitosan-EDTA dan proses koagulasi.
3-
Adanya spesiasi fosfor yang berupa ion fosfat (PO4 ) maupun
+
phosphonium (PH4 ) dalam sistem koloid natrium silikat membuat berbagai
metode digunakan untuk menghilangkannya. Dengan penambahan kitosan-EDTA,
-
adanya gugus karboksil yang negatif (COO ) pada kitosan-EDTA dapat mengikat
2+ 3+ 3+ 2+
ion-ion bermuatan positif seperti logam Fe , Fe , Al , Ni dan lain-lain.
+
Diharapkan fosfor dalam bentuk phosphonium (PH4 ) melakukan interaksi
dengan gugus karbonil dari kitosan-EDTA. Karena terdapat interaksi diantara dua
muatan yang berbeda. Dalam bentuk tersebut fosfor dapat terkurangi
konsentrasinya walaupun tidak sempurna. Agar mendapatkan hasil yang lebih
maksimal dalam penurunan kadar fosfor dilanjutkan dengan metode koagulasi.
Adanya destabilisasi koloid dapat terjadi karena adanya penambahan koagulan
yang mempunyai muatan yang berbeda dengan fosfat. Dengan mudah nantinya
akan terbentuk suatu gumpalan fosfat yang mudah dipisahkan dari koloid.

Penyisihan fosfor secara kimia, juga dapat dilakukan dengan proses


koagulasi. Koagulasi merupakan proses pemisahan dengan pengendapan setelah
dilakukan penambahan suatu koagulan. Dengan menggunakan koagulan
alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18 H2O] diharapkan unsur fosfor sebagai ion fosfat
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

3-
(PO4 ) dapat terpisahkan karena reaksi dengan alumunium sulfat. Sehingga
didapatkan filtrat yang bebas dari unsur fosfor.

Gambar 4. Proses koagulasi

Proses koagulasi menggunakan alumunium sulfat [Al2(SO4)3.18 H2O]


3-
terjadi suatu penstabilan muatan negatif dari fosfat (PO4 ) dengan terjadi suatu
reaksi :

2- 2-
Al2(SO4)3 + 2 HPO4 2 AlPO4 (s) + 3 SO4 + 2H

Koagulan akan menstabilkan muatan dari fosfat setelah terjadi pengadukan pada
koagulasi. Partikel-partikel yang berbeda muatan akan berikatan satu sama lain.
Proses koagulasi dengan menggunakan koagulan kalsium hidroksida
[Ca(OH)2] akan dapat menghasilkan endapan dan filtrat natrium silikat yang
bebas dari unsur fosfor. Setelah penambahan kalsium hidroksida [Ca(OH)2], akan
2-
terjadi interaksi Ca dengan fosfor dalam bentuk fosfat (PO4 ). Dari proses
koagulasi yang dilakukan akan mendapatkan endapan kristal hydroxyapatite.
Kristal hydroxyapatite [Ca5(PO4)3OH] ini tersusun dari kalsium (Ca) sebagai
pusat kristal yang berikatan dengan fosfor (P) dan oksigen (O). Reaksi yang
terjadi pada proses koagulan Ca(OH)2 :

2- -
5Ca(OH)2 + 3HPO4 commit to user
Ca5(PO 4)3OH (s) + 3H2O + 6OH
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

Penyisihan dengan koagulasi menggunakan reaktan kalsium (Ca), akan


dipengaruhi oleh perbandingan molar Ca : PO4 sehingga perlu dilakukan variasi
konsentrasi reaktan kalsium hidroksida [Ca(OH)2] untuk mendapatkan efektifitas
penyisihan fosfor pada larutan natrium silikat.

C. Hipotesis
1. Kandungan fosfor dalam larutan natrium silikat dapat diturunkan dengan
kompleksasi menggunakan kitosan-EDTA.
2. Kandungan fosfor dalam larutan natrium silikat dapat diturunkan dengan
metode koagulasi menggunakan alumunium sulfat dan kalsium hidroksida.

commit to user

Anda mungkin juga menyukai