Anda di halaman 1dari 14

TUGAS MATA KULIAH

TEKNOLOGI PARTIKEL
MAKALAH PROSES PEMBUATAN KERAMIK

Disusun oleh :

Nurika Andana Putri (3335190078)

PROGRAM STUDI S1 ALIH JENJANG TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
CILEGON
2020
2.6. Keramik
Pada awalnya, kata keramik (ceramics) berasal dari bahasa Yunani
“keramikos/keramos” yang artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah
mengalami proses pembakaran. Kata keramikos berasal dari suatu akar kata
bahasa Sansekerta yang berarti suatu benda yang dibuat dengan bantuan api.
Kamus dan ensilkopedia tahun 1950an masih mendefenisikan keramik sebagai
suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang
dibakar, seperti gerabah, pottery, genteng dan sebagainya. Tetapi, saat ini tidak
semua keramik berasal dari tanah liat bahkan tidak semua keramik dihasilkan
melalui proses pembakaran. Defenisi pengertian keramik yang terbaru memiiki arti
yang berbeda-beda, yaitu (Erifin yundra febriantoni, Ir. Yusuf ; 1977 dan 1988) :
1. Semua bahan paduan logam dan bukan logam yang terikat secara ionik atau
kovalen, dan anorganik yang berbentuk padat.
2. Semua material yang bersifat keras, rapuh, tahan panas, tahan korosi serta
mengandung satu atau lebih unsur logam termasuk oksigen.
3. Material bahan atau mineral yang terbuat dari tanah liat yang terbakar.
Dalam pembentukan bahan keramik ini sering melalui tahap pelelehan
batas butir (sintering) atau bahkan pelelehan menyeluruh pada proses pembuatan
gelas. Campuran bahan anorganik tertentu yang mengalami proses pelelehan butir
inilah yang menentukan sifat-sifat keramik. Secara alami, senyawa anorganik
mempunyai sifat tahan panas, isolator listrik dan panas, tahan bahan kimia, kuat
dan keras akan tetapi rapuh. Dengan pemilihan campuran bahan, pengolahan
bentuk dan perlakuan panas tertentu dapat diperoleh sifat yang sangat berbeda
dengan sifat alami tadi. Sifat superelastis, superkonduktor dan ferromagnetik dapat
diberikan pada keramik tertentu yang diolah secara khusus.
Dari kajian ini maka keramik dapat didefenisikan sebagai bahan anorganik
dan metalik yang merupakan campuran metal dan non metal yang terikat secara
kovalen atau ionic. Susunannya bermacam-macam, mulai dari senyawa yang
sederhana, hingga campuran beberapa fasa kompleks. Keramik meliputi jenis-jenis
bahan seperti gelas, bata, beton, isolator dielektrik, bahan magnetic bukan logam,
bata tahan api, dan lain sebagainya.
Sifat-sifat keramik sangat tergantung pada komposisi bahan dasar, besar
butir, struktur mikro dan temperatur pemanasan. Pengelompokan bahan dasar
keramik dapat dilakukan dengan beberapa cara yaitu :
a. Berdasarkan sifat keplastisan dan non plastis
Bahan dasar keramik plastis ini contohnya ball clay, kaolin dan bentonit,
berupa tanah liat (argues) dengan kandungan mineral dan tambahan yang
berasal dari endapan kotoran. Sedangkan bahan yang non plastis contohnya
feldspar, kuarsa, kapur.
b. Bahan Pelebur (Fondan)
Bahan ini berupa feldspar, naphelin dan bahan-bahan dengan kandungan
alumina silikat alkali beraneka ragam seperti Li, Na, Ka, Ca dan Mg yang
terdiri dari :
- Orthose : (SiA1) O8 K, Potassis
- Albite : (SiAl) O8 Na, Sodis
- Anorthite : (SiAI) O8 Ca, Kalsis
c. Bahan penghilang lemak
Bahan ini berupa bahan-bahan baku, mudah dihaluskan dan koefisien
penyusutannya sangat rendah. Biasanya bahan ini berfungsi sebagai
penutup kekurangan-kekurangan yang terjadi karena plastisitas yang
ekresif dari tanah liat terdiri dan silika atau quartz yang berbeda-beda
bentuknya.
d. Bahan tahan api
Bahan ini terdiri dari bahan yang mengandung Mg dan silika alumunium.

2.6.1. Bahan Dasar Keramik


Pada dasarnya bahan keramik dibentuk dari berbagai bahan, antara lain
(Kepdal 02/BAPEDAL/09/1995) :
1. Bentonit
Bentonit sebagai bahan pokok untuk pembuatan keramik, merupakan salah
satu bahan yang kegunaannya sangat menguntungkan bagi umat manusia, karena
bahannya yang mudah didapat dan pemakaian hasilnya yang sangat luas. Kira-kira
70% atau lebih kulit bumi terdiri dari batuan yang merupakan sumber bentonit.
bentonit banyak ditemukan diareal pertanian terutama persawahan. Dilihat dari
sudut ilmu kimia, bentonit termasuk hidrosilikat alumina dan dalam keadaan
murni mempunyai rumus A12O3 2SiO2 2H2O dengan perbandingan berat dari
unsur-unsurnya Oksida Silinium (2SiO2) 47%, Oksida Alumunium (A12O3) 39%
dan air (2H2O) 14%.
Bentonit memiliki sifat-sifat yang khas yaitu bila dalam keadaan basah
mempunyai sifat plastis, tetapi bila dalam keadaan kering akan menjadi rapuh.
Sedangkan bila dibakar akan menjadi padat dan kuat. Pada umumnya, masyarakat
memanfaatkan bentonit sebagai bahan pembuatan bata dan gerabah.

2. Kaolin
Kaolin adalah jenis lempung yang mengandung mineral kaolinit dan
terbentuk melalui proses pelapukan. Kaolin merupakan jenis tanah liat primer
yang digunakan sebagai bahan utama dalam pembuatan keramik putih dan
mengandung mineral kaolinit sebagai bagian terbesar sehingga kaolin biasanya
disebut sebagal lempung putih.
Kaolin adalah bahan keramik yang harus dicampur dengan bahan lainnya,
misalnya ball clay, ini dilakukan untuk menambah keplastisan dan mengurangi
ketahanan api karena bahan ini bersifat kurang plastis dan sangat tahan api. Titik
lelehnya lebih kurang 1800°C. Kaolin digunakan untuk pembuatan gerabah,
porselin dan tegel (Ir. Yusup, 1988).
Kaolin berupa jenis tanah liat primer yang digunakan sebagai bahan utama
dalam pembuatan keramik putih dan mengandung mineral kaolinit sebagai bagian
yang terbesar. Tanah liat primer adalah tanah liat yang terdapat pada tempat
dimana tanah liat tersebut terjadi atau dengan kata lain tanah liat tersebut belum
berpindah tempat sejak mulai terbentuk.
Proses kaolinisasi berada dalam kondisi tertentu sehingga elemen-elemen
selain silika, alumunium, oksigen dan hidrogen mengalami perpindahan.
Gambaran proses ini seperti persamaan berikut (Adjat Sudrajat dkk, 1997).
2KA1Si3O8 + 2H2O A12(OH)4(Si2O5) + K2O + 4SiO2
Feldspar Kaolinit
Mineral yang termasuk dalam kelompok kaolin adalah kaolinit, nakrit,
dikrit dan halloysit dengan kaolinit sebagai mineral utamanya. Halloysit
(A12(OH)4SiO52H2O) mempunyai kandungan air lebih besar dan seringkali
membentuk endapan tersendiri.
Kaolin banyak dipakai dalam berbagai industri, baik sebagai bahan baku
utama (primer) maupun sebagai bahan pembantu (sekunder). Hal ini karena sifat
kaolin seperti kehalusan, kekuatan, warna, daya hantar listrik dan panas rendah
dan lain-lain. Dalam industri, kaolin dapat berfungsi sebagai pelapis (coater),
pengisi (filler), barang-barang tahan api dan isolatir. Penggunaan kaolin yang
utama adalah dalam industri-industri kertas, keramik, cat, karet/ban, plastik,
semen, pestisida, pupuk, absorbent, kosmetik, pasta gigi, detergent, tekstil dan
lain-lain.
Pada industri keramik, kaolin antara lain digunakan untuk membuat white
ware (barang-barang berwarna putih), wall tile (ubin dinding), insulatir (alat
pelekat), refraktori (pabrik) dan face brick (bila memerlukan warna putih).
Kaolin ini juga dapat dipakai sebagai bahan konstruksi seperti :
a. Keramik halus (gerabah putih atau white earthenware) dan porelin, baik
sebagai salah satu komponen dalam badan maupun sebagai glasir
(pengkilat)
b. Barang-barang tahan api dalam batu bata kaolin
c. Bahan-bahan bangunan keramik seperti tegel dalam gerabah atau porselin.
Klasifikasi kaolin untuk keramik dinyatakan dalam empat kelas, yaitu :
1. Kelas Porselin
2. Kelas Saniter
3. Kelas gerabah halus (stone ware)
4. Kelas gerabah halus tidak padat (earth ware).

3. Kuarsa
Kuarsa (mineral silika) adalah salah satu komponen utama dalam
pembentukan keramik dan banyak terdapat dipermukaan bumi (sekitar 60%).
Bentuk umum fasa kristal kuarsa adalah tridimit, quartz dan kristobalit, tergantung
pada temperaturnya. Jenis kristal silika yang ada di alam adalah kuarsa, sedangkan
tridimit dan kristobalit jarang dijumpai. Kuarsa memiliki keplastisan rendah dan
titik leburnya tinggi sekitar 1728°C, tetapi hasil pembakarannya kuat dan keras.
Bahan baku kuarsa dapat diperoleh dari batuan atau pasir kuarsa dengan
kandungan silica tinggi (Erifin Yundra Febriantoni, 1977).

4. Feldspar
Feldspar adalah suatu kelompok mineral yang berasal dari batu karang
yang ditumbul dan dapat memberikan sampai 25% flux (pelebur) path bahan
keramik. Bila keramik dibakar, feldspar akan meleleh (melebur) dan membentuk
leburan gelas yang menyebabkan partikel tanah dan bahan lainnya melekat satu
sama lain. Pada saat membeku, bahan ini memberikan kekuatan pada badan
keramik. Feldspar tidak larut dalam air, mengandung alumina, silika dan flux yang
digunakan untuk membuat glasir suhu tinggi, tetapi agar lebih memuaskan harus
dicampur dengan kaolin. Bahan ini banyak digunakan dalam pembentukan
keramik halus, gelas dan email.

2.6.2. Sifat Keramik Konstruksi


Secara umum keramik konstruksi mempunyai sifat-sifat yang khas
fungsional dalam fisik, mekanik, termal dan elektrik. Sifat yang paling menonjol
dan sangat berpengaruh adalah sifat fisik keramik, yang meliputi densitas,
porositas dan penyerapan air. Densitas merupakan suatu ukuran massa perunit
3
volume dan dinyatakan dalam gram per centimeter kubik (gr/cm ). Bentuk-bentuk
densitas biasanya digunakan dalam berbagai variasi, seperti (Erifin yundra
febriantoni, Ir. Yusuf ; 1977 dan 1988) :
1. Densitas Kristallografi, yakni densitas ideal akan dihitung dan kisi kristal
yang bebas cacat pada suatu komposisi.
2. Berat Jenis, yakni sama dengan densitas kristallografi.
3. Densitas Teori, yakni sama dengan densitas Kristallografi, tetapi
perhitungannya ditunjukkan untuk larutan padat dan multi fasa.
4. Densitas Ruah (bulk density), yakni ukuran densitas untuk badan keramik,
dimana melibatkan semua cacat-cacat kisi, fasa dan pembentukan
porositas.
Pada keramik konstruksi yang telah diteliti sebelumnya dengan
menggunakan bahan yang unsur-unsurnya adalah, Si, Al, Mn dan Fe dengan
fasenya SiO2 dan NaAlSi3O8 ditambah unsur Fe dengan fasenya NiAS2 serta unsur
ketiga Fe dan Si yang berfase MgSiO3 dengan variasi campuran tertentu diperoleh
3
berturut-turut susut bakar antara 7,5619% - 7,8290%, densitas antara 2,6 gr/cm -
3 2
3,2 gr/cm , porositas 13,12% - 18,87%, kuat tekan 96,28 kgf7cm - 171,5 1
2 2
kgf/cm , kekerasan = 106,8 HV, dan kuat impaknya = 1,42 J/cm (Anwar Darma,
2010).

2.6.3. Struktur Mikro Keramik


Keramik memiliki struktur anorganik dan struktur amorf seperti gelas tapi
kebanyakan keramik memiliki struktur kristal. Struktur mikro keramik
polikristallin selalu kompleks dan dibedakan oleh adanya batas butir (Grain
Boundaries), renik (pores), ketidak sempurnaan, dan kondisi multifasa yang
membuatnya lebih bervariasi. Pada daerah batas butir, energi bertambah sehingga
ketidak murnian cenderung berkumpul disana. Ketidak murnian adalah merupakan
fase kedua dan ketiga antara partikel konstituen kedalam batas butir. Dengan
adanya penambahan ketidak murnian dan zat adiktif lainnya, struktur mikro dapat
berubah, jika diamati pada batas butirannya maupun pada porositasnya.
Umumnya keramik dihasilkan dari pembentukan bahan baku dalam bentuk
powder dan melakukan sintering. Keramik yang diperoleh dengan cara ini bersifat
polikristalin, gabungan butiran polikristallin yang ha1us serta terjadinya batas
butir. Kesemua ini tidak terlepas dari pengaruh yang besar terhadap sifat-sifat fisis
dan kimianya (Krista. S. 2010).

2.7. Proses Pembuatan Keramik


Proses metalurgi serbuk merupakan salah satu proses yang digunakan
dalam membentuk suatu komponen material. Keunggulan dari proses ini antara
lain :
- Meminimalisasi proses pemesinan
- Meminimalisasi kehilangan material
- Menjaga toleransi dimensi
- Memungkinkan variasi paduan yang beragam
- Menghasilkan permukaan produk yang baik
- Menghasilkan porositas terkontrol
- Memungkinkan pembuatan bentuk yang kompleks dan unik
Proses ini pula yang mendasari pembuatan keramik. Ada beberapa tahapan
yang penting yang mempengaruhi sifat-sifat akhir produk keramik yaitu :
1. Pembuatan Serbuk
- Reaksi Padat-padat (solid-solid reaction)
- Proses Pelelehan (melting process)
- Proses Pengendapan (presipitation process)
- Pemisahan (decompotition)
- Reaksi Gas-gas (gas-gas reaction)
2. Persiapan Serbuk
- Pencampuran (mixing)
- Deaglomerasi
- Spray drying
- Freeze drying
3. Pembentukan (formating)
- Cetak kering (dry pressing)
- Slip casting (cetak tuang)
- Extrution
- Injection molding
- Impragnation
4. Pemadatan
- Sintering
- Hot Isostactic Pressing (HIP)
- Cold Isostactic Pressing (CIP)
- Hot Pressing (HP)
5. Karakterisasi/Pengujian
- Sifat Fisik (meliputi densitas, porositas, shape, ukuran dan distribusi
partikel, struktur kristal dan lain-lain)
- Sifat Mekanik (meliputi bending strength, compressive strength, tensile
strength,
kekerasan dan lain-lain)
- Sifat Listrik (meliputi break down voltage, dielectric strength dan lain-
lain)
- Sifat Kimia (meliputi chemical durability)
- Sifat Termal (meliputi thermal expansi, thermal conductivity)
Tahapan pembuatan serbuk dan persiapan serbuk dapat digolongkan pada
tahapan pra kompaksi. Tahapan ini merupakan tahapan persiapan dalam
penanganan serbuk sebelum dimasukkan ke dalam cetakan. Tahapan persiapan ini
diperlukan untuk memudahkan pembentukan (shaping) pada saat kompaksi. Hal-
hal yang perlu diperhatikan pada saat pra kompaksi adalah : jenis bahan baku (raw
material), komposisi campuran bahan baku, ukuran dan distribusi partikel bahan
baku. Beberapa proses pra-kompaksi akan dijelaskan berikut ini.
2.7.1. Pencampuran (mixing)
Proses ini penting dilakukan untuk mendapatkan campuran material dari
bahan baku keramik dengan pengaturan komposisi dan ukuran butir hingga dicapai
kehomogenannya. Selain itu proses ini juga dapat meningkatkan densitas dari
keramik dan juga mengurangi porositas yang terdapat didalam keramik tersebut.
Pada umumnya pembentukan keramik dilakukan dengan pengadukan
serbuk dengan air plastis, selanjutnya dimasukkan kedalam cetakan sampai kering
tertentu. Ada beberapa proses atau cara pembentukan keramik, diantaranya (Erifin
Yundra Febriantoni, 1977) :
a. Dry Pressing. Metode ini merupakan pembentukan terhadap serbuk halus
yang mengandung sedikit air atau penambahan bahan organik dengan
pemberian tekanan yang dibatasi oleh cetakan menjadi produk padat yang
kuat. Pada metode ini bahan (serbuk) dicampur dengan air 7 - 10 % agar
tetap lembab sehingga menambah sifat plastis bahan. Proses pembentukan
ini banyak digunakan oleh pabrik refraktori untuk menghasilkan produk-
poduk seperti ubin, lantai dan dinding.
b. Extrusion Molding. Pembentukan keramik dengan metode ini dilakukan
dengan cara mendorong campuran massa plastis dengan kadar air antara 12
- 20 % melalui ruang kosong sehingga diperoleh bentuk dengan
penampang melintang yang tetap. Karena itu metode ini digunakan pada
pembentukan batu bata, pipa dan tegel berlubang.
c. Injection Molding. Plastik dicampur dengan bubuk dan proses pembentukan
sama dengan pada plastik.
d. Rubber Mold Pressing. Pembentukan terhadap serbuk halus dengan
menggunakan pembungkus yang terbuat dari karet serta diberi tekanan
keseluruh permukaan karet, dan menghasilkan bahan yang kompak.
e. Slip Casting. Pembentukan dengan memanfaatkan serbuk-serbuk
berjaringan halus. Suatu suspensi encer dari serbuk (slip) dicetak pada
cetakan penyerap yang biasanya disebut gips. Pencetakan dibentuk oleh
endapan dari serbuk-serbuk yang terdispersi pada dinding cetakan. Setelah
itu dibentuk dengan ketebalan dinding-dinding yang dikehendaki.
Kelebihan slip adalah pengosongannya dari cetakan (drain casting) dan
spesimen cetakan yang diperbolehkan untuk kering dan keras. Potongan-
potongan padat terbentuk oleh slip yang tetap pada cetakan panjang yang
cukup membangun cetakan padat.
Pada penelitian ini, pencampuran bahan limbah (grit, dregs & biosludge)
dengan bentonit dilakukan dengan metode dry pressing. Berikut contoh
pencetakan keramik dengan dry pressing.

2.7.2. Pengeringan
Pada umumnya, pengeringan zat padat berarti pemisahan sejumlah kecil air
atau zat cair lainnya dan bahan padat sehingga mengurangi kandungan sisa zat cair
didalam zat padat tersebut. Proses ini harus dikontrol, karena melibatkan
penekanan yang diakibatkan oleh perbedaan shrinkage atau tekanan gas dapat
menyebabkan cacat pada produk yang dihasilkan. Pada sistem pengeringan, energi
panas harus melewati permukaan produk, yang selanjutnya akan menghasilkan uap
air. Selama pengeringan pemanasan akan meningkatkan tekanan uap air dari
cairan dan kapasitas penyerapan dari udara kering.
Benda-benda yang dibakar harus dikeringkan terlebih dahulu, karena jika
pada kondisi basah dibakar, kemungkinan akan terjadi ledakan uap air sewaktu
dibakar dan ini akan menyebabkan keretakan bahan. Mengeringkan benda keramik
berarti menghilangkan apa yang disebut air plastisnya saja, sedangkan air yang
terikat dalam molekul bahan keramik (air kimia) hanya dapat dihilangkan melalui
pembakaran. Proses pengeringan juga akan diikuti dengan proses penyusutan.
Kerusakan seperti cacat/retak dapat terjadi pada saat pengeringan, karena
pencampuran badannya tidak homogen dan pengeringan yang tidak merata pada
bagian bagiannya sehingga terjadi tegangan-tegangan antara bagian-bagian
tersebut. Permukaan yang retak tersebut menunjukkan permukaan bahan yang
rapuh. Kelebihan kadar air dapat juga membuat permukaan produk menjadi
lengkung, retak dan keporiannya meningkat. Lengkungan dihasilkan oleh
pengeringan yang tidak merata dan terjadi penyusutan sehingga bentuknya
berubah. Metode konveksi dan konduksi banyak digunakan untuk pengeringan
keramik.

2.7.3. Pembakaran (sintering)


Metode sintering yang digunakan adalah metode sintering fase padat (solid
state sintering). Sintering dilakukan dengan trayek pembakaran seperti gambar 2.7
sebagai berikut :
o
T ( C)

o
900 C 15 menit

Waktu

Gambar 2.7. Trayek sintering untuk sampel keramik.

Pada proses sintering terjadi perubahan struktur bahan, seperti perubahan


pada jumlah pori, pertumbuhan butir serta peningkatan densitas. Faktor-faktor
yang mempengaruhi bahan dalam proses sinter ini antara lain adalah komposisi
bahan dan penekanan pada pencetakan bahan. Sebelum melakukan proses
sintering ini terlebih dahulu masing-masing sampel diukur volumenya dengan
mengukur panjang, lebar dan tinggi sampel dengan menggunakan jangka sorong
(Vernier Calliper). Hal ini dilakukan untuk mengetahui perubahan dimensi dari
sampel, yang menyatakan bahwa sampel mengalami proses pemadatan (Krista, S,
2010).
Selain istilah pembakaran , incenaration, pemadatan atau densification
sering juga disebut sebagai proses sintering. Proses sinter dari bahan serbuk
keramik atau logam merupakan proses yang sangat komplek dan sulit
mendefenisikannya secara pasti. J.S. Hilrshhorn, mendefenisikan sinter sebagai :
“Terjadinya ikatan kimia dari kumpulan partikel atau bakalan dan menjadi
koheren sebagai pengaruh kenaikan temperatur”.
Sedang Clauss G. Goetzel, mendefenisikan sinter sebagai :
“Mekanisme dimana partikel padatan yang diikat oleh gaya atomik akibat
adanya tekanan dengan panas”.
Jadi jelas kedua defenisi diatas keterkaitan dengan perlakuan pemberian
panas terhadap suatu bahan.
Proses sintening dipengaruhi oleh faktor-faktor ukuran partikel,
temperatur, waktu, energi permukaan dan lain-lain. Melalui proses ini terjadi
perubahan struktur mikro seperti pengurangan jumlah dan ukuran pori,
pertumbuhan butiran, peningkatan densitas dan penyusutan. Sedangkan pada
bahan keramik, terjadi perubahan pokok yaitu berkurangnya luas permukaan,
volume bulk dan meningkatnya kekuatan.
Seperti diperlihatkan pada gambar 2.7. berikut, terdapat dua permukaan
diantara setiap dua partikel sebelum pensinteran. Setelah pensinteran, terdapat
batas butir tunggal. Kedua permukaan merupakan batas-batas energi tinggi ; batas
butir memiliki energi yang jauh lebih rendah. Jadi reaksi ini terjadi dengan
sendirinya jika suhu cukup tinggi sehingga atom-atom dalam jumlah yang
signifikan dapat berdifusi. Partikel-partikel tersebut menjadi lebih rapat sehingga
menghasilkan penyusutan dan reduksi porositas. Tahap perubahan partikel pada
saat sintering ditunjukkan seperti pada gambar 2.8. berikut ini.
Gambar 2.8. Tahap perubahan Partikel pada saat sintering (a) partikel
awal, (b) tahap awal sintering, (c) tahap pertengahan sintering, (d)
tahap akhir sintering

Anda mungkin juga menyukai