TEKNOLOGI PARTIKEL
MAKALAH SISTEM MULTIPLE PARTIKEL
Disusun oleh :
13
BAB I
PENDAHULUAN
Semua benda di bumi ini terdiri dari banyak partikel. Bahkan debu-pun terdiri dari
partikel-partikel. Semua yang ada di bumi ini dapat ditinjau dengan mekanika newton.
Hukum dasar mekanika terbukti mampu menjelaskan berbagai fenomena yang
berhubungan dengan sistem diskrit (partikel). Hukum dasar ini tercakup dalam formulasi
Hukum Newton tentang gerak. Pada bagian ini akan dibahas formulasi hukum mekanika
pada sistem partikel dan benda benda yang terdiri dari partikel yang kontinyu (benda
tegar).
Perbedaan mendasar antara partikel dan benda tegar adalah bahwa suatu partikel
hanya dapat mengalami gerak translasi (gerak lurus) saja, karena secara logika, jika suatu
partikel bergerak rotasi maka partikel itu tidak akan terlihat bergerak rotasi melainkan
akan tetap terlihat bergerak lurus saja. Hal ini dikarenakan partikel tersebut sangat kecil.
Sedangkan benda tegar selain dapat mengalami gerak translasi juga dapat bergerak rotasi
yaitu gerak mengelilingi suatu poros ataupun mengalami gerak keduanya secara serempak
yaitu translasi-rotasi.
14
BAB II
Sistem Partikel adalah sistem ataupun benda yang terdiri dari banyak partikel
(titik partikel) maupun benda yang terdiri dari partikel-partikel yang dianggap tersebar
secara kontinyu pada benda.
A. Pusat Massa
Pusat massa adalah lokasi rerata dari semua massa yang ada di dalam suatu sistem.
Istilah pusat massa sering dipersamakan dengan istilah pusat gravitasi, namun demikian
mereka secara fisika merupakan konsep yang berbeda. Letak keduanya memang
bertepatan dalam kasus medan gravitasi yang sama, akan tetapi ketika gravitasinya tidak
sama maka pusat gravitasi merujuk pada lokasi rerata dari gaya gravitasi yang bekerja
pada suatu benda. Hal ini menghasilkan suatu torsi gravitasi, yang kecil tetapi dapat
terukur dan harus diperhitungkan dalam pengoperasian satelit-satelit buatan.
Posisi pusat massa sebuah sistem banyak partikel didefinisikan sebagai berikut
m1 r1 +m2 r2+⋯+ mn rn 𝑚𝑖 𝑟𝑖
𝑟⃗𝑝𝑚 = = ∑𝑖 .........(1)
m1 +m2 +⋯+mn 𝑀
Dengan ⃗𝑟⃗𝑖 adalah posisi partikel ke-i di dalam sistem, dan. 𝑀=
mengganti
⃗𝑟⃗𝑖 = 𝑟⃗⃗⃗⃗⃗⃗⃗
𝑝𝑚 + ⃗𝑟⃗𝑖 di mana ⃗𝑟⃗𝑖 adalah posisi
∑ 𝑖𝑚𝑖 𝑟⃗𝑖
....(3)
𝑀
15
𝑚𝑖 (𝑟⃗𝑝𝑚 + 𝑟⃗𝑖 ) ∑ 𝑖𝑚𝑖 𝑟⃗𝑖
𝑟⃗𝑝𝑚 = ∑ 𝑖 = 𝑟⃗𝑝𝑚 + ........(4)
𝑀 𝑀
∑𝑖 𝑚𝑖 𝑟⃗𝑖 = 0 .......(5)
Bila bendanya bersifat kontinyu, maka menjadi fungsi pusat massa akan menjadi
integral :
𝑟 𝑑𝑚 𝑟𝜌(𝑟)𝑑𝑣
𝑟⃗𝑝𝑚 = ∫ =∫ ....(6)
𝑀 𝑀
∑𝑛
𝑖=1 𝑚1 𝑥1 ∑𝑛
𝑖=1 𝑚1 𝑦1 ∑𝑛
𝑖=1 𝑚1 𝑧1
𝑥𝑝𝑚 = , 𝑦𝑝𝑚 = , 𝑧𝑝𝑚 = .........(7)
𝑀 𝑀 𝑀
16
Besaran 𝑀𝑣⃗𝑝𝑚 yang dapat kita anggap sebagai momentum pusat massa, tidak lain
adalah total momentum sistem (jumlahan seluruh momentum partikel dalam sistem).
Dengan menderivatifkan pers.diatas terhadap waktu, diperoleh
𝑑𝑝⃗𝑖
𝑀𝑎⃗𝑝𝑚 = ∑𝑖 = ∑𝑖 𝐹⃗𝑖 ........(11)
𝑑𝑡
dengan 𝐹⃗𝑖 adalah total gaya yang bekerja pada partikel ke-i. Persamaan di atas
menunjukkan bahwa gerak pusat massa ditentukan oleh total gaya yang bekerja pada
sistem.
Gaya yang bekerja pada sistem dapat dikelompokkan menjadi dua jenis, gaya
internal yaitu gaya antar partikel di dalam sistem, dan gaya eksternal yaitu gaya yang
berasal dari luar sistem. Untuk gaya internal, antara sembarang dua partikel dalam sistem,
i dan j misalnya, akan ada gaya pada i oleh j dan sebaliknya (karena aksi-reaksi), tetapi
𝐹⃗𝑖𝑗 + 𝐹⃗𝑗𝑖 = 𝐹⃗𝑖𝑗 − 𝐹⃗𝑖𝑗 = 0 .........(12)
Sehingga jumlah total gaya internal pada sistem akan lenyap, dan
Jadi gerak pusat massa sistem hanya ditentukan oleh total gaya eksternal yang bekerja
pada sisem. Ketika tidak ada gaya eksternal yang bekerja pada suatu sistem, maka
𝑑
∑𝑖 𝑝⃗𝑖 = 0........(14)
𝑑𝑡
Vektor posisi dan kecepatan partikel ke- i dalam sistem banyak dapat dinyatakan
sebagai;
17
Dimana dan masing- masing adalah vektor posisi dan kecepataan partikel ke- i
terhadaap pusat massa. Dari persamaan- persamaan (1), (5), (14) diperoleh
Persamaan (15) dan (16) menyatakan bahwaa vektor posisi dan kecepatan sistem
terhadap pusat massanya ( terhadap dirinya sendiri) adalah nol.
Suku pertama ruas kanan persamaan berasal dari gerak pusat massanya, sering
disebut momentum sudut orbital atau lintasan, dan suku keduanya berasal dari gerak
partikel- partikel penyusun terhadap pusat massanya, sering disebut momentum sudut
spin.
Apabila ada torsi ( moment gaya) eksternal yang bekerja pada sistem makaa berlaku
persamaan,
⃗⃗̇ ...............(19)
𝜏𝑒𝑘𝑠 = ∑ 𝜏⃗𝑖 = 𝐿
Yang berarti pula jika resultan torsi eksternal nol, maka momentum sudutnya kekal,
sebagai hukum kekekalan momentum sudut.
1
𝐾 = ∑ 𝐾𝑖 = ∑ 2 𝑚𝑖 ( 𝑣⃗𝑗 . 𝑣⃗𝑖 ) .................(20)
Dengan persamaan (13) (14) (16) tenaga kinetik sistem dirumuskan menjadi,
1 1
𝐾 = 2 𝑀𝑣𝑝𝑚 + ∑ 2 𝑚𝑖 𝑣𝑖𝑝𝑚 ................(21)
Atau
𝐾 = 𝐾𝑝𝑚 + 𝐾 (𝑝𝑚) ...................(22)
18
Merupakan penjumlahan dari tenaga kinetik pusat massa dan tenaga kinetik partikel-
partikel penyusun terhadap pusat massanya.
Dalam suatu tumbukan, misalnya bola yang dihantam tongkat pemukul, tongkat
bersentuhan dengan bola hanya dalam waktu yang sangat singkat, sedangkan pada waktu
tersebut tongkat memberikan gaya yang sangat besar pada bola. Gaya yang cukup besar
dan terjadi dalam waktu yang relatif singkat ini disebut gaya impulsif.
𝑑𝑝
𝐹=
𝑑𝑡
𝑡𝑓 𝑝𝑓
∫𝑡𝑖 𝐹𝑑𝑡 = ∫𝑝𝑖 𝑑𝑝
𝑡𝑓
𝐼 = ∫𝑡𝑖 𝐹𝑑𝑡 = ∆𝑃 = 𝑖𝑚𝑝𝑢𝑙𝑠
Dilihat dari grafik tersebut, impuls dapat dicari dengan menghitung luas daerah di
bawah kurva F(t) (yang diarsir). Bila dibuat pendekatan bahwa gaya tersebut konstan,
yaitu dari harga rata-ratanya, Fr , maka
𝐼 = 𝐹𝑟 ∆𝑡 = ∆𝑝
𝐼 ∆𝑝
𝐹𝑟 = ∆𝑡 = ∆𝑡
19
E. Kekekalan Momentum dalam Tumbukan
V2
V1
m2
m1
𝑣1′ bertumb
ukan 𝑣2′
F F
m1 21
12
m2
Dua buah partikel saling bertumbukan. Pada saat bertumbukan kedua partikel
saling memberikan gaya (aksi-reaksi), F12 pada partikel 1 oleh partikel 2 dan F21 pada
partikel 2 oleh partikel 1.
𝑡𝑓
∆𝑝1 = ∫ 𝐹12 𝑑𝑡 = 𝐹𝑟12 ∆𝑡
𝑡𝑖
𝑡𝑓
∆𝑝2 = ∫ 𝐹21 𝑑𝑡 = 𝐹𝑟21 ∆𝑡
𝑡𝑖
Karena F21 = - F12 maka Fr21 = - Fr12 oleh karena itu p1 = - p2
20
∆𝑃 = ∆𝑃1 + ∆𝑃2
“Jika tidak ada gaya eksternal yang bekerja, maka tumbukan tidak mengubah
momentum total sistem”.
selama tumbukan gaya eksternal (gaya grvitasi, gaya gesek) sangat kecil
dibandingkan dengan gaya impulsif, sehingga gaya eksternal tersebut dapat diabaikan.
m1 m2 m1 m2
v1 v2 v’1 v’2
1 1 1 1
m1 v12+ 2m2 v22 = 2m1v’12 + 2m2v2’2
2
(𝑣 ′1 − 𝑣 ′ 2 )
𝑒=−
(𝑣1 − 𝑣2 )
21
b) Tumbukan Tidak Lenting Sama Sekali
m1 m2 m 1+m 2
V1
> v2
v1 v2 𝑣′
m1 v1 + m2 v2 =( m1+ m2 ) v’
m1 v1 + m2 v2 = m1v’1 + m2v’2
y sesudah
sebelum bertumbukan
m1
m v’1
1
𝜃1
𝜃2 x
22
Dari kekekalan momentum , untuk komponen gerak dalam arah x : m2 v’2
1 1 1 1
m1 v12 + 2m2 v22 = 2m1v’12 + 2 m2v2’2
2
Pada bab ini, akan diuraikan prinsip-prinsip proses sedimentasi dan jenis-jenis
peralatan pengendapan.
23
Ada empat kelas atau jenis pengendapan partikel secara umum yang didasarkan pada
konsentrasi dari partikel yang saling berhubungan. Kriteria ini secara langsung
mempengaruhi konstruksi dan desain sedimentasi.
Ka Fd F = G - Ka – Fd . . . . . . . . . (1)
Fluida Di mana :
G = Gaya Berat
diam Ka = Gaya ke atas
F Fd = Gaya gesek
F = Gaya netto yang diterima butir padatan
F
2. Flocculant settling. Pada flocculant settling inilah konsentrasi partikel cukup tinggi
terjadi pada penggumpalan (agglomeration). Peningkatan rata-rata massa partikel ini
menyebabkan partikel karam lebih cepat. Flocculant settling banyak digunakan pada
primary clarifier. Kecepatan pengadukan dari partikel-partikel meningkat, dengan setelah
adanya penggabungan diantaranya. Tipe ini digunakan dalam proses flokulasi dan
koagulasi.
24
3. Hindered Settling. Di dalam hindered settling atau zone settling, konsentrasi partikel
relaitf tinggi (cukup) sehingga pengaruh antar partikel tidak dapat diabaikan, kemudian
partikel bercampur dengan partikel lainnya dan kemudian mereka karam bersama-
sama. hindred settling sebagian besar digunakan di dalam secondary clarifiers. Kecepatan
pengendapan dipengaruhi oleh sifat fluida, sifat fisis padatan, dan konsentrasi [1].
V= f ( µ, ρs, ρf, g, D,γ, C )
Bila jenis slurry tertentu dengan nilai µ, ρs, ρf, g, D dan γ tetap maka kecepatan
sedimentasi hanya merupakan fungsi dari konsentrasi.
V=f(C)
Contoh dari aplikasi ini adalah thickener.
4. Compression Settling. Pengendapan berada pada konsentrasi yang paling tinggi pada
suspended solid dan terjadi pada jangkauan yang paling rendah dari clarifiers.
Pengendapan partikel dengan cara memampatkan (compressing) massa partikel
dari bawah. Tekanan (compression) terjadi tidak hanya di dalam zone yang paling rendah
dari secondary clarifiers tetapi juga di dalam tangki sludge thickening.
Secara aktual sedimentasi terdiri dari rectangular dan circular. Bak single-
rectangular akan lebih ekonomis dibandingkan dengan bak circular pada ukuran yang
sama; bagaimanapun, jika banyak tangki diperlukan, unit rectangular dapat dibangun
dengan dinding pada umumnya dan menjadi yang paling hemat.
Sedimentasi Kontinu
Pada proses sedimentasi kontinu waktu detensi (t) adalah sebesar volume
basin (v) dibagi dengan laju alir (Q).
𝑣
t=𝑄
𝑄
Vo= Ap
25
Laju linier (V) mengambarkan besarnya kecepatan horizontal adalah fungsi
dari laju alir (Q) dibagi dengan luas area tegak lurus aliran
𝑄
V= 2𝐻
H= Vo t
Settler
Reaktor
Thickener sinambung
Feed, F, Cf V, Cv
L, Cu
Cu > Cf
26
volum campuran
F, L, V =
waktu
massa padatan
Cf, Cu, Cv =
volum campuran
F. Cf = L. Cu
Luas minimum :
FL = F. Cf
Sehingga :
F. Cf = L.C + A. VL . CL Dari data batch diperoleh V dan C sehingga
A = F. Cf - L. CL A dapat dihitung.
VL . CL
Pengaruh dari faktor - faktor ini akan menyebabkan terjadinya proses sebagai
berikut
27
1) Pengendapan sedimen kasar (pembentukan delta)
3) Density current
6) Resuspension
Material sedimen dengan butiran yang lebih halus akan dibawa masuk lebih
jauh ke kolam waduk dan dapat dibawa oleh density currents. Sebagian material
dengan butiran halus ini akan mengendap dan sebagian lagi akan ikut terbawa aliran
keluar waduk lewat pelimpah, pintu pengambilan dan pintu penguras bawah. Ketika
muka air waduk turun sebagian endapan delta tererosi dan terangkut lebih jauh ke
dalam waduk, pengendapan berlanjut ke arah hilir. Endapan ini akan diperbaharui
lagi sewaktu muka air tinggi ke arah hulu. Sedimen yang mengendap belakangan akan
membebani, memadatkan dan mengubah berat jenis endapan yang ditimbuninya.
Pengendapan ini juga tergantung dari kecepatan endap partikel berdasarkan kerapatan
cairan, viskositas dinamik, ukuran partikel, bentuk partikel, berat jenis partikel dan
kekasaran permuk aan partikel yang jatuh (Simon and Senturk, 1992; Mulyanto, 2008;
Jain and Singh, 2003; Simoes and Yang, 2008; Morris and Fan, 1997).
28
di waduk. Adanya perbedaan kerapatan massa antara air di kolam waduk dan aliran
air masuk waduk menyebabkan terjadinya density current. Density current bisa
ini. Turbidity current adalah density current yang disebabkan oleh kekeruhan yang
mengalir dibawah air waduk. Turbidity current sangat penting karena
mempengaruhi distribusi sedimen di waduk.
Turbidity current terjadi karena air dengan kandungan sedimen tinggi masuk ke
waduk ketika bertemu air waduk akan terjun mengalir ke bawah air waduk yang
jernih mengikuti dasar sungai asli. Titik dimana air sungai dengan kandungan
sedimen tinggi mulai terjun kebawah aliran waduk dinamakan titik terjun (plunge
point) (Simoes and Yang, 2008).
29
Makin ke dalam diameter pusaran akan semakin mengecil. Kecepatan mengitari
lingkaran pusaran (orbit) akan menimbulkan tegangan geser pada dasar waduk.
Gerusan atau resuspension sedimen dapat terjadi, tergantung besarnya tekanan dan
tipe dari sedimen dasar (Chapra, 1997).
Salah satu faktor yang mempengaruhi proses sedimentasi waduk adalah operasi
waduk. Pengaruh operasi waduk pada pengendapan sedimen di waduk terjadi pada
hal- hal sebagai berikut :
Lara and Pemberton (1963) dalam Morris and Fan (1997) mengembangkan
metode empiris untuk mengestimasi berat jenis awal dari endapan sedimen
berdasarkan analisis dari 1.300 sampel sedimen dari waduk dan sungai. Metode
ini menggabungkan dua faktor utama yang mempengaruhi berat jenis dan
koefisien untuk perhitungan berat jenis sesudah konsolidasi yaitu distribusi
ukuran butiran dan operasi waduk. Operasi waduk dikalisifikasikan menjadi 3
yaitu waduk selalu tenggelam, waduk mengalami penurunan secara periodik
dan waduk kosong normal.
30
3) Distribusi Sedimen
31
4) Pola Pengendapan Sedimen
Menurut Morris and Fan (1997) pola pengendapan sedimen antara waduk
yang satu dengan yang lainnya berbeda dan secara alami sangat komplek
karena perbedaan kondisi hidrologi, karakteristik sedimen, geometri waduk
dan operasi waduk. Berdasarkan karakteristik sedimen dan operasi waduk, pola
pengendapan sedimen membujur (longitudinal) dibedakan menjadi 4 tipe
(lihat Gambar 2-2). Endapan delta terbentuk di muara oleh sedimen berbutir
kasar atau fraksi besar dan sedimen berbutir halus seperti silt. Endapan wedge
shape terbentuk oleh sedimen halus yang diangkut ke muka bendungan oleh
turbidity current. Bentuk ini terjadi pada waduk kecil dengan inflow sedimen
halus yang besar atau waduk besar yang dioperasikan pada muka air rendah
selama banjir sehingga menyebabkan sedimen terbawa ke muka bendungan.
Endapan tapering terjadi bila waduk panjang secara normal berada pada muka
air tinggi. Dan endapan uniform terjadi pada waduk sempit dimana sering
mengalami fluktuasi muka air dan muatan sedimen halusnya kecil.
32
Sedangkan pada arah melintang (lateral) sedimen pada awalnya mengendap
pada bagian terdalam dari tiap penampang melintang. Tiga proses yang
menyebabkan sedimen terpusat di bagian terdalam dari tiap penampang melintang
:
33
elevasi muka air waduk pada saat banjir, sedimen outflow dari waduk selalu lebih kecil
dari sedimen inflow. Selama penurunan elevasi muka air waduk, sedimen outflow lebih
besar dari sedimen inflow karena erosi material dasar waduk. Kondisi yang
menguntungkan untuk melakukan sluicing adalah apabila debit inflow lebih besar dua
kalinya dari debit inflow rata-rata tahunan, waduk sempit dan pendek, banyak
mempunyai outlet bawah pada elevasi yang rendah, drawdown sampai dengan setengah
tinggi bendungan, sedimen inflow terutama merupakan suspended sediment,
pengalaman operator untuk menentukan waktu yang tepat (Morris and Fan, 1997; van
Rijn, 2013).
Beberapa penelitian terkait operasi waduk dan sedimentasi waduk akan diuraikan
sebagai penjelasan berikut. Nicklow and Mays (2000) menyatakan bahwa studi
pengelolaan waduk yang telah banyak dilakukan selama ini lebih difokuskan pada
aplikasi metode riset operasi untuk menentukan kebijakan pengoperasian waduk, belum
ada model yang dikembangkan untuk mengatasi permasalahan pengendalian sedimen.
Diperlukan alternatif pendekatan untuk mengurangi efek merugikan dari sedimentasi.
dasar waduk dilakukan dengan mencari posisi sedimen delta point . Delta point
merupakan posisi elevasi dasar waduk dengan jarak 1 m dibawah tinggi muka air
ninimum. Hasilnya adalah bila operasi longterm semakin lama maka endapan semakin
mendekati bendungan. Dengan tinggi muka air minimum yang berbeda maka pada
tinggi muka air minimum yang paling rendah endapan lebih cepat mendekati
bendungan, ketebalan endapan lebih rendah, sedimen banyak mengendap di tampungan
tidak aktif, kehilangan kapasitas total lebih kecil tetapi kehilangan kapasitas total masih
lebih besar dari kehilangan kapasitas aktif dan sedimen outflow lebih besar. Sedimen
outflow naik dengan waktu operasi longterm yang lebih lama, sedimen outflow turun
dengan turunnya tinggi muka air minimum. Komposisi sedimen inflow dan outflow
berbeda. Pada sedimen outflow, pasir mulai ada sesudah 30 tahun beroperasi dan
34
semakin naik jumlahnya. Adanya pasir pada sedimen outflow harus dipertimbangkan
terhadap abrasi outlet dan turbin. Pada penelitian Petkovsek and Roca (2014) ini
geometri waduk panjang dan sempit sehingga dapat menggunakan model 1D. Operasi
waduk ditentukan tidak dengan optimasi. Untuk bentuk geometri waduk yang berbeda
maka hasilnya juga akan berbeda dan sebaiknya operasi waduk dilakukan dengan
optimasi.
Selain itu antara pengembangan teori optimasi dan praktek pengelolaan masih ada
gap dan untuk menyelesaikan model optimasi masih diperlukan waktu komputasi
yang lama. Pada multiple reservoir network sedimen yang diangkut dari fasilitas di hulu
akan mengendap di hilir sehingga mempengaruhi pengelolaan dari komponen-komponen
di hilir. Diperlukan model optimasi untuk permasalahan pengendalian sedimen pada
jaringan sungai dan waduk. Penelitian Nicklow and Mays (2000) ini bertujuan untuk
menentukan skema penelusuran air dan sedimen yang optimal atau kebijakan pelepasan
waduk yang memfokuskan pada pengendalian gerusan dan pengendapan sedimen.
Fungsi tujuan dari penelitian ini adalah meminimalisasi elevasi dasar sungai dan waduk
pada tiap penampang melintang pada tiap waktu. Teknik discrete time optimal control
yang menggabungkan metode riset operasi dengan angkutan sedimen dipilih untuk
membantu mengatasi gap antara pengembangan teori optimasi dan praktek pengelolaan.
Penggabungan modifikasi HEC (Hydrology Engineering Center) 6 dengan algoritma
SALQR (Successive Approximation Linear Quadratic Regulator) diperlukan untuk
menyederhanakan non linier transition constraint menjadi linier constraint dalam tahap
optimasi sehingga mengurangi waktu kompilasi. Sedangkan Fungsi Penalty diperlukan
untuk merubah permasalahan kendala menjadi perumusan tak berkendala. Model ini
diterapkan pada hypothetical three reservoir network dan Yazoo River Basin Network.
Model dapat digunakan untuk mengevaluasi pengelolaan multiple reservoir network
untuk minimasi efek merugikan sedimentasi di sungai dan waduk. Model ini
menggabungkan model operasi waduk dengan model angkutan sedimen 1-D yang
mempertimbangkan keseimbangan antara gerusan dan sedimentasi pada sistem arah
longitudinal. Model 1-D lebih sesuai apabila digunakan pada sungai atau waduk yang
sempit memanjang.
35
Neural Network (ANN) sedangkan outflow sedimen ditentukan berdasarkan
rumusan outflow sedimen yang dikembangkan untuk waduk – waduk di Cina
berdasarkan data empiris yang diambil dari Morris and Fan (1997). Evaluasi trade off
digunakan sebagai strategi untuk membangkitkan ratio target agar antara pengendalian
pengendapan sedimen dan produksi energi mempunyai tingkat kepentingan yang sama.
Studi kasus dilakukan untuk Waduk Sanmenxia di Cina selama 5 tahun operasi waduk
dan operasi pengendalian sedimen dilakukan pada musim hujan. Hasilnya adalah apabila
waduk dioperasikan tanpa pengendalian sedimen pada musim hujan, akumulasi sedimen
dalam waktu lima tahun sebesar 2.750 juta m 3 dan apabila waduk dioperasikan
dengan pengendalian sedimen dihasilkan akumulasi sedimen sebesar 500 juta m 3, terjadi
penurunan akumulasi sedimen yang cukup signifikan. Model ini dapat diaplikasikan
untuk operasi waduk pengendalian sedimentasi. Model ini hanya memprediksi volume
sedimen yang terendap di waduk tidak mempertimbangkan distribusi sedimen di waduk.
Prediksi volume sedimen yang terendap di waduk didapat berdasarkan volume sedimen
yang masuk waduk dikurangi dengan volume sedimen yang keluar waduk, sehingga
keakuratan dari prediksi ini tergantung dari model persamaan sedimen inflow dan
outflow. Hadihardaja (2009) menyarankan bahwa untuk riset selanjutnya perlu
dikembangkan besar dan waktu tempuh dari pengendapan sedimen berdasarkan
pendekatan hidrolik saat sedimen mencapai mulut inlet dan dikombinasikan dengan
operasi waduk.
Petkovsek and Roca (2014) melakukan studi dampak aturan operasi waduk
terhadap sedimentasi waduk untuk waduk yang tidak mempunyai flushing outlet
(waduk yang dibangun antara tahun 1960 – 1970). Untuk studi kasus digunakan Waduk
Tarbela dan model yang digunakan adalah model 1D RESSASS (Reservoir Survey
Analysis and Sedimentation Simulation). Operasi waduk diperoleh dengan
menyederhanakan kurva tinggi muka air waduk. Muka air waduk maksimum, muka air
waduk minimum dan durasi flushing ditentukan terlebih dahulu, antara muka air
maksimum dan minimum merupakan kurva linier, yang menurun sesuai pelepasan air
dan naik sesuai pengisian waduk. Tinggi muka air merupakan nilai target, jika tidak
tercapai maka tinggi muka air sebisa mungkin mendekati nilai target. Perubahan operasi
36
dilakukan dengan membuat 5 variasi tinggi muka air minimum waduk. Sedimen lebih
besar dari pasir tidak digunakan dalam model sedimentasi waduk. Perubahan profil
37
DAFTAR PUSTAKA
Foust,A.S.,1980, “Principles Of Unit Operations”, Jhon Wiley and Sons, New York.
Mc. Cabe and Smith, 1983, “Unit Operation of Chemical Engineering”, Mc Graw
Hill, New York
38