Anda di halaman 1dari 45

TUGAS 1

TEKNOLOGI PARTIKEL
Gerak Partikel dalam Fluida

Disusun Oleh :

Nurika Andana Putri 3335190078

TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman Km 3, Kotabumi, Kec. Purwakarta, Kota Cilegon, Banten 42435 Telp.
(0254) 37671
BAB I
PENGENALAN TENTANG FLUIDISASI DAN APLIKASINYA

1.1 Fundamental Fluidisasi


Fluidisasi didefinisikan sebagai suatu operasi dimana hamparan zat padat
diperlakukan seperti fluida yang ada dalam keadaan berhubungan dengan gas atau cairan
(Basu 1991). Dalam kondisi terfluidisasi, gaya grafitasi pada butiran – butiran zat padat
diimbangi oleh gaya seret dari fluida yang bekerja padanya.
Fritz Winkler, pada tanggal 16 Desember 1921 di Jerman memperkenalkan suatu
aliran gas hasil pembakaran yang dihembuskan di bawah sebuah wadah yang terdiri dari
partikel – partikel batu arang. Kejadian ini menandai dimulainya hal yang sangat penting di
dalam teknologi moderen. Winkler melihat partikel – partikel diangkat oleh tarikan gas,
dan massa partikel dilihat seperti cairan yang mendidih.
Pada proses pengkonversian energi dengan teknologi FBC (Fluidized Bed
Combustion), Awalnya ruang bakar dipanasi secara eksternal sampai mendekati
temperatrur operasi. Material hamparan (Bed Material) fluidisasi yang akan dipakai untuk
mengabsorsi panas adalah pasir silica. Pasir silica dan bara api bahan bakar bercampur dan
mengalami turbulensi di dalam ruang bakar sehingga keseragaman temperatur sistem
menjadi terjaga. Kondisi ini mampu memberikan konversi energi yang baik. Selanjutnya,
dengan bidang kontak panas yang luas disertai turbulensi partikel fluidisasi yang cepat
menyebabkan teknologi FBC bisa diaplikasikan untuk mengkonversi segala jenis bahan
bakar seperti serbuk kayu.
Kwalitas fluidisasi adalah faktor paling utama yang mempengaruhi efisiensi system
FBC. Umumnya, Serbuk kayu ( pellet ) sangat sulit difluidisasi mengingat bentuknya yang
tidak seragam. Beberapa penelitian untuk mengontrol kualitas fluidisasi telah dilakukan
dengan merubah kecepatan masuk fluidisasi pada limit tertentu sesuai dengan besarnya
ukuran partikel pentransfer panas yang digunakan.
Keseragaman temperatur pada reaktor adalah hal yang sangat penting untuk
menjaga kestabilan pembakaran, disamping itu juga berguna untuk mengurangi emisi gas
polutan seperti hidrokarbon dan NOx sebagai akibat hasil pembakaran yang tidak sempurna.

1.2 Jenis – Jenis Fluidisasi


Bila zat cair atau gas dilewatkan melalui lapisan hamparan partikel pada
kecepatan rendah, partikel-partikel itu tidak bergerak (diam). Jika kecepatan fluida
berangsur-angsur dinaikkan, partikel-partikel itu akhirnya akan mulai bergerak dan
melayang didalam fluida, serta berperilaku seakan-akan seperti fluida rapat.

Gambar 1.1 : karakteristik fluidized bed


Jika hamparan itu dimiringkan, permukaan atasnya akantetap horizontal, dan benda-
benda besar akan mengapung atau tenggelam didalam hamparan itu tergantung pada
perbandingan densitas dari partikel tersebut.
Berdasarkan jenis – jenis fluida yang digunakan, fluidisasi dapat dibedakan menjadi
dua jenis, yaitu: fluidisasi partikulat dan fluidisasi gelembung (Bubbling Fluidization)
( McCabe. Et, 1987).
1.2.1 Pencampuran fluida cair dengan partikel
Merupakan fluidisasi yang terjadi pada fluida cair, misalnya fluidisasi pasir dengan
air. Partikel – partikel ini bergerak menjauh satu sama lain dan gerakannya bertambah hebat
dengan bertambahnya kecepatan, tetapi densitas rata–rata pada suatu kecepatan tertentu
sama di segala arah hamparan. Proses fluidisasi ini bercirikan akspansi hamparan yang
cukup besar tetapi seragam pada kecepatan tinggi.
1.2.2 Pencampuran gas dengan partikel
Merupakan fluidisasi yang terjadi pada fluida gas. Pada fluidisasi ini kebanyakan
gas akan mengalir dalam gelembung atau rongga – rongga kosong yang tak berisikan zat
padat, dan hanya sebagian kecil gas itu mengalir dalam saluran – saluran yang terbentuk
diantara partikel.Partikel itu akan bergerak tanpa aturan dan didukung oleh fluida. Sifat
ketakseragaman hamparan pada mulanya diperkirakan disebabkan oleh penggumpalan atau
agregasi partikel, tetapi kenyataannya tidak ada bukti yang menunjukkan partikel itu
melekat satu sama lain. Gelembung yang terbentuk berperilaku hampir seperti gelembung
udara di dalam air atau gelembung uap di dalam zat cair yang mendidih.

1.3 Tahapan Fluidisasi


Tahapan fluidisasi dapat dikelompokkan menjadi empat tahap, yaitu: hamparan tetap
(Fixed Bed), hamparan fluidisasi gelembung (Bubbling Fluidized Bed), gelembung besar
(Slugging) dan hamparan turbulen (Turbulent Bed)

1.3.1 Hamparan Tetap (Fixed Bed)


Pada saat udara dimasukkan dibawah plat distributor dengan laju lambat, dan naik
melalui hamparan tanpa menyebabkan terjadinya gerakan pada partikel. Jika kecepatan itu
perlahan dinaikkan, penurunan tekanan pada partikel. Jika kecepatan itu perlahan dinaikkan,
penurunan tekanan akan meningkat, tetapi partikel – partikel itu masih tidak bergerak dan
tinggi hamparanpun tidak berubah. Kondisi ini dikenal dengan fixed bed (Basu & Fraser,
1991).
Gambar 1.2 Hamparan diam (Fixed Bed)

13.2 Hamparan Fluidisasi Gelembung (Bubbling Fluidized Bed)


Hamparan kecepatan aliran udara pada fixed bed meningkat sampai kecepatan udara
mencapai titik kritis yang dikenal dengan kecepatan minimum fluidisasi (Minimum
Fluidization Velocity), penurunan tekanan melintas hamparan itu akan mengimbangi gaya
gravitasi yang dialaminnya, dengan kata lain mengimbangi gaya bobot hamparan. Partikel
mulai akan bergerak dan gas yang mengalir melalui hamparan yang berbentuk gelembung,
dan disebut Bubbling Fluidized Bed (Basu & Fraser 1991).

Gambar 1.3 Bubbling Fluidized Bed


1.3. 3 Gelembung Besar (Slugging)
Bila kecepatan udara yang melalui hamparan zat padat meningkat, gelembung –
gelembung cenderung bersatu dan menjadi besar (Slug). Pada saat gelembung naik melalui
hamparan fluidisasi sebagai slug, fenomena ini diistilahkan dengan slugging. Jika
menggunakan kolom berdiameter kecil dengan hamparan zat padat yang tebal, gelembung
– gelembung yang beriringan bergerak ke puncak kolom dan dipisahkan oleh zat padat
(Basu & Fraser, 1991).

Gambar 1.4 Slugging

1.3.4 Hamparan Turbulen (Turbulent Bed)


Ketika kecepatan udara melewati Bubbling Fluidized Bed telah meningkat diatas
kecepatan minimum gelembung, hamparan partikel akan meluas. Peningkatan kecepatan
tersebut mengakibatkan perubahan pada susunan partikel. Dengan kecepatan udara yang
tinggi mengakibatkan gelembung kehilangan identitasnya dan mengubah bentuk perluasan
hamparan. Partikel kemudian terlempar ke puncak kolom diatas hamparan sehingga
mendapatkan permukaan hamparan yang tinggi. Hamparan tersebut disebut dengan
turbulent bed. Tahapan ini diaplikasikan pada Circulating Fluidized Bed (Basu & Fraser,
1991).
Gambar 1.5 Turbulent Bed

1.4 Aplikasi teknik fluidisasi


Penggunaan fluidisasi secara ekstensif dimulai pada pengolahan minyak bumi, yaitu
dengan dikembangkanya proses perengkahan katalik hamparan-fluidisa(fluid-bed catalytic
cracking). Walaupun industri dewasa ini banyak menggunakan reaktor penaik (riser) dan
pipa-transpor( transport-line) untuk. Perengkahan katalitik dan tidak lagi hamparan
fluidisasi, namun regenerasi katalis masih dilaksanakan di dalam reactor hamparan-
fluidisasi, yang besarnya sampai mencapai diameter 46 m. Fluidisasi diigunakan juga di
dalam proses katalitik lainnya, seperti sintesis akronitril, dan untuk melaksanakan reaksi zat
padat-gas. Demikian pula dewasa ini perubahan batu bara dalam hamparan fluidisasi
banyak menjadi perhatian sebagai suatu cara mengurangi biaya pembangkitan uap dan
mengurangi emisi bahan pencemar. Fluidisasi juga banyak digunakan untuk memanggang
bijih, mengeringkan zat halus, dan absorpsi gas.
Keuntungan utama dari fluidisasi ialah bahwa di sini zat padat itu diaduk keras oleh
fluida yang mengalir melalui hamparan itu dan zat padat itu bercampur dengan baik
sehingga hampir tidak ada gradien suhu di dalam hamparan, juga dalam reaksi yang sangat
eksotermik atau endotermik. Gerakan hebat zat padat juga mengakibatkan laju perpindahan
kalor yang cukup tinggi ke dinding atau ke tabung-tabung pendingin yang ditempatkan di
dalam hamparan. Oleh karena sudah mendapat sifat fluiditas, zat padat itu dapat
dipindahkan dengan mudah dari satu bejana ke bejana lain.
Kelemahan utama dari fluidisasi gas-zat padat ialah adanya kontak yang tidak
merata antara gas dan zat padat, Kebanyakan gas mengalir melalui hamparan dalam bentuk
gelembung-gelembung dan bersinggungan hanya dengan sejumlah kecil zat padat di dalam
selongsong tipis, yang dikenal dengan nama awan gelembung(bubble cloud), di sekeliling
gelembung. Sebagian kecil gas itu mengalir melalui fase rapat, yang mengandung hampir
keseluruhan zat padat. Antara gelembung dan fase rapat terdapat semacam pertukaran gas
karena difusi dan proses-proses turbulen, seperti pembelahan dan penyatuan gelembung,
tetapi konversi menyeluruh dari pada pereaksi yang berbentuk gas biasanya jauh lebih kecil
dari yang terdapat pada persentuhan seragam pada suhu yang sama, sebagaimanahalnya
dalam reaktor ailiran-sumbat(plug flow reactor) yang ideal. Tingkat pertukaran antara
gelembung dan hamparan rapat, demikian juga laju pencampuran aksial, akan berbeda jika
diameter tangki berlainan, karena ukuran gelembung tidak sama. Hal ini menyebabkan
masalah pembesaran skala terap reaktor fluidisasi seringkali mengandung banyak faktor
ketakpastian, Kerugian lain yang dapat ditangani dengan lebih mudah, yaitu dengan
melakukan perancangan yang baik, adalah erosi bagian dalam reactor atrisi (aus gesek) zat
padat. Kebanyakan hamparan fluidisasi mempunyai siklon di bagian dalam atau luarnya,
yang digunakan sebagai penangkap butir-butir halus, tetapi, kadang-kadang lain dari itu,
masih diperluka lagi filter(penyaring) atau penyerap basuh (scrubber).

1.5 Aplikasi teknik fluidisasi untuk pembakaran (combustion)


1.5.1 Pembakaran dengan Fluidized Bed Combustion (FBC)
Pembakaran dengan Fluidized Bed Combustion (FBC) muncul sebagai alternatif
yang memungkinkan dan memiliki kelebihan yang cukup berarti dibanding sistim
pembakaran yang konvensional dan memberikan banyak keuntungan, rancangan yang
kompak, fleksibel terhadap bahan bakar, efisiensi pembakaran yang tinggi dan
berkurangnya emisi polutan yang merugikan seperti SOx dan NOx. Bahan bakar yang
dapat dibakar adalah batubara, barang tolakan dari tempat pencucian pakaian, sekam padi,
bagas & limbah pertanian lainnya. Fluidized bed memiliki kisaran kapasitas yang luas yaitu
antara 0.5 T/jam sampai lebih dari 100 T/jam.
Bila udara atau gas yang terdistribusi secara merata dilewatkan keatas melalui
hamparan partikel padat seperti pasir yang disangga oleh saringan halus, partikel tidak akan
mengalami pergerakan pada kecepatan yang rendah Kondisi ini masih dikategorikan
sebagai kondisi hamparan diam (fixed bed). Begitu kecepatan udaranya berangsur-angsur
naik, terbentuklah suatu keadaan dimana partikel tersuspensi dalam aliran udara dengan
hamparan tersebut yang disebut “Terfluidisasikan”.
Dengan kenaikan kecepatan udara selanjutnya, terjadi pembentukan gelembung,
turbulensi yang kuat, pencampuran cepat dan pembentukan permukaan bed yang rapat. Bed
partikel padat menampilkan sifat cairan mendidih dan terlihat seperti fluida - “bed
gelembung fluida/ bubbling fluidized bed”.
Jika partikel pasir dalam keadaan terfluidisasikan dipanaskan hingga ke suhu nyala
batubara, dan batubara diinjeksikan secara terus menerus ke bed, batubara akan terbakar
dengan cepat dan bed mencapai suhu yang seragam. Pembakaran dengan fluidized bed
(FBC) berlangsung pada suhu sekitar 840OC hingga 950OC. Karena suhu ini jauh berada
dibawah suhu fusi abu maka pelelehan abu dan permasalahan yang terkait didalamnya
dapat dihindari.
Suhu pembakaran yang lebih rendah tercapai disebabkan tingginya koefisien
perpindahan panas sebagai akibat pencampuran cepat dalam fluidized bed dan ekstraksi
panas yang efektif dari bed melalui perpindahan panas pada pipa dan dinding bed.
Kecepatan gas dicapai diantara kecepatan fluidisasi minimum dan kecepatan masuk partikel.
Hal ini menjamin operasi bed yang stabil dan menghindari terbawanya partikel dalam jalur
gas.
BAB II

KARAKTERISTIK PARTIKEL SOLID UNTUK PROSES


FLUIDISASI

2.1 Properti fisik partikel solid

Peralatan fluidisasi terdiri dari hamparan partikel padat dengan berbagai ukuran dan
bentuk. Pada sebagian besar untuk penggunaan pembakaran, ukuran partikel hamparan
yang dipakai umumnya lebih besar dari 1 mm. Untuk praktisnya, diameter hamparan yang
efektif dapat ditentukan dari analisa mesh yang memisahkan partikel hamparan ke dalam
beberapa ukuran yang berbeda. Diameter rata-rata dikalkulasi dari analisa mesh
berdasarkan pada rata-rata luasan permukaan partikel yang cocok. Rata-rata area
permukaan spesifik per unit volume didefinisikan sebagai

 Survace Area 
Ap =    yi (2.1)
i
 Volume  i

dimana yi adalah pecahan masa dengan peningkatan i. Untuk gelembung yang setara, rasio
permukaan per volume adalah 6/dp sehingga,

y  6
Ap =6  i  = (2.2)
i
 di  d

dimana d adalah diameter rata-rata permukaan yang diberikan dengan

1
d= (2.3)
 i 
y
 di 
i

Partikel hamparan akan menempati total volume tertentu, dan akan ada fraksi ruang
kosong (void) tertentu yang hanya mengandung gas dalam volume tersebut. Fraksi ruang
kosong tersebut didefinisikan sebagai :
void volume
= (2.4)
bed volume

Pecahan volume void kira-kira sama dengan area penampang melintang void pada poin
manapun dalam dipan tersebut. Kecepatan lokal efektif melalui dipan tersebut disebut
kecepatan interstitial,
.
V
VI = (2.5)
A

dimana V adalah volume kecepatan aliran melalui dipan dan a adalah area penampang
linyang fluidized bed seperti tampak pada gambar 17.1. Kecepatan supervicial Vs adalah
kecepatan gas jika partikel-partikel dipan tidak hadir:
.
V
Vs = (2.6)
A

Contoh 2.1. Untuk analisa layar di bawah ini temukan rata-rata diameter partikel , rata-rata
area permukaan partikel per unit volume partikel, dan rata-rata area permukaan partikel per
unit volume dipan. Pecahan void diukur pada 0,40

Tabel 2.1 Distribusi diameter dan berat partikel

Tyler mensh no. Diameter Weight no screen (kg)

8 2.36 0

10 1.65 60

14 1.17 80

20 0.83 40

35 0.42 20

48 0.29 0

Total 200
Jawaban. Tentukan pecahan masa pada masing-masing kisaran ukuran dan evaluasi
persamaan 2.6. Catat bahwa di = 2.00 dibawah ini datang dari (2.36 + 1.65)/2 di atas,
sebagai contoh

Tabel

Di yi yi
di

2.00 0.30 0.150

1.41 0.40 0.284

1.00 0.20 0.20

0.62 0.10 0.161

0.35 0.0 0.0

Sum 1.00 0.795

Sehingga dari persamaan 2.6, diameter rata-rata permukaan partikel adalah

1
d= = 1.26mm
0.795

Rata-rata area permukaan per unit volume partikel adalah


6
Ap = = 4762m 2 / m 3
1.26 x10 −3

Rata-rata area permukaan partikel per unit volume fluidized bed adalah

Av = A p (1-  ) = 4762 (1 – 0.4) = 2857 m −1

2.2 Klasifikasi partikel berdasarkan karakteristik fluidisasi


Pembahasan partikel-fluida dipusatkan pada hukum-hukuma aliran fluida dan
factor-faktor yang mengendalikan,perubahan tekanan dan kecepatan fluida yang mengalir
melewati batas padat, dan terutama mengenai aliran di dalam saluran tertutup.Dalam
pembahasan itu penekanan terutama diberikan pada fluidanya. Akan tetapi,dalam berbagai
masalah yang menjadi soal ialah pengaruh fluida itu pada benda padat yang berada di
dalam alirannya. Fluida itu bisa diam dan benda padat bergerak didalamnya; tetapi bias
pula benda padat itu diam sedang fluida mengalir melewatinya ;atau,bias pula kedua-
duanya bergerak. Situasi dimana terdapat benda padat yang terdapat dan terbenam di dalam
fluida itulah yang akan merupakan pokok bahasan dalam bab ini.

Pada umumnya, tidaklah menjadi soal fase mana yang diandaikan diam, apakah
fluidanya atau benda padatnya, yang penting ialah kecepatan relative antara kedua fase itu.
Kekecualian terhadap hal ini terdapat dalam beberapa situasi dimana arus fluida tidak
terlebih dahulu dipengaruhi oleh dinding padat dan berada dalam kondisi aliran turbulen.
Dalam prosesi ni, skala dan intensitas keturbulenan akan merupakan dua parameter yang
penting. Dalam terowongan angin,umpamanya dimana benda padat berada dalam keadaan
diam dan arus udara dalam keadaan bergerak, ke turbulen dan dapat memberikan gaya pada
benda padat itu, yang berbeda dari gaya yang ada dalam benda padat yang bergerak dengan
kecepatan relatif yang sama di dalam massa udara tenang yang bebas dari keturbulenan.
Benda yang jatuh bebas melalui medium kontinu mungkin bergerak dalam pola spiral atau
berputar pada sumbunya, atau mengalami kedua hal tersebut sekaligus. Tetapi di sini pun,
gaya yang bekerja pada benda itu tidak akan sama bila benda itu diam dan fluidanya yang
mengalir melewatinya.

Seret. gaya pada arah aliran,yang diberikan fluida terhadap benda padat di dalam
aliran di sebut seret( drag). Menurut hukum ketiga Newton tentang gerakan, benda itu akan
memberikan pula gaya yang besarnya sama pada fluida itu, tetapi pada arah yang
berlawanan. Bila dinding benda itu sejajar dengan arah aliran, sebagaimana dalam halnya
dengan plat tipis pada Gambar 2 -10a, satu-satunya gaya seret yang bekerja ialah geser
dinding  w . Akan tetapi, pada umumnya dinding benda yang berada di dalam fluida itu
membuat sudut dengan arah aliran. Dalam hal ini komponen geser dinding pada arah aliran
itulah yang membangkitkan seret. Contoh ekstirm dari situasi ini ialah seret terhadap plat
rata yang tegak lurus terhadap aliran, sebagaimana terlihat pada gambar 2-10b. Demikian
pula, tekanan fluida yang bekerja padaarah tegak lurus terhadap dinding mempunyai pula
komponen pada arah aliran, dan komponen itu ikut pula memberikan seret. Seret total pada
suatu elemen luas ialah jumlah dari kedua komponen itu. Gambar 2-1 menunjukan gaya-
gaya dari tekana dan gesesr yang bekerja pada elemen luas dA yang membuat sudut 90 o - 
terhadap arah aliran. Seret pada geser dinding dalam hal ini mebjadi  w sin  dA , dan dari
tekanan ialah p cos  dA . Seret total pada benda itu ialah jumlah integral masing-masing
besaran itu dimana masing-masingnya dihitung untuk keseluruhan permukaan benda yang
berada dalam kontak (bersentuhan) dengan fluida.

Seret toal dar dinding, yang didapatkan dari integrasi itu disebut seret dinding (wall
drag), dan yang dari hasil integrasi tekanan disebut seret bentuk (form drag).

Dalam aliran potensian,  w = 0, dan tidak ada seret dinding. Demikian pula, seret
tekanan pada arah aliran diimbangi oleh gaya yang besarnya sama tetapi arahnya
berlawanan, dan integrasinya seret bentuk ialah nol. Jadi, tidak ada seret neto didalam
aliran potensial.

Gambar 2.1 Seret dinding dan seret bentuk pada benda yang berada di dalam aliran fluida
Fenomena yang menyebabkan seret dinding maupun seret bentuk didalam fluida yang
sebenarnya jauh lebih rumit lagi, dan pada umumnya seret itu tidak dapat diramalkan.
Untuk bola dan bentuk berturan lainya, jika kecepatan fluida rendah, pola aliran dan gaya
seretnya dapat ditaksir dengan metode-metode numerik; tetapi untuk bentuk tak beraturan
dan pada kecepatan tinggi pola aliran dan gay seret itu harus ditentukan melalui
eksperimen.

Koefisien seret. Dalam menangani masalah aliran fluida dalam saluran, suatu factor
gesek yang defenisinya rasio tegangan geser terhadap hasil-kali tinggi-tekan kecepatan dan
densitas, ternyata amat berguna. Untuk benda padat dalam aliran, digunakan koefisien
seret(drag coefisien) yang analogi dengan itu. Perhatikan sebuah pola licin di dalam aliran
fluida yang berada pada jarak yang cukup jauh dari batas padat arus itu sehingga arus-
datang itu merupakan aliran potensial. Kita definisikan luas proyeksi benda padat itu
sebagai luas yang didapatkan dengan memproyeksikan benda itu pada bidang yang tegak-
lurus terhadap arah aliran, sebagaimana terlihat pada Gambar2.1. Kita namakan luas itu Ap.
Untuk bola, luas proyeksi itu ialah luas lingkaran besar, yaitu (  / 4 ) Dp2,dimana Dp ialah
diameter bola. Jika seret total ialah FD, seret rata-rata persatuan luas proyeksi ialah FD / Ap .

Sebagaimana kita mendefinisikan faktor gesek f sebagai rasio  w terhadap hasil-kali


densitas fluida dengan tinggi-tekan kecepatan, sehingga koefisien seret C D, didefinisikan
sebagai rasio FD / Ap , terhadap hasil-kali itu, atau
FD / Ap
CD  (2.7)
u02 / 2g c

di mana uo ialah kecepataan arus datang (dengan pengandan bahwa uo konstan di


keseluruhan luas proyeksi).

Untuk partikel yang tidak berbentuk bola, kita harus terlebih dahulu menentukan
ukuran dan bentuk geometri benda itu, dan orientasinya terhadap arah aliran fluida. Satu
dimensi utamanya dipilih untuk digunakan sebagai panjang karakteristik, dan dimensi
penting lainnya diberikan sebagai rasio terhadap dimensi pilihan itu. Setiap rasio itu
dinamakan faktor bentuk (shape factor). Jadi, untuk silinder pendek, biasanya diameter
dipilih sebagai dimensi penentu, dan rasio panjang terhadap diameter sebagai faktor
bentuk. Orientasi partikel itu di dalam arus juga diketahui. Untuk silinder, kita dapat
menggunakan sudut antara sumbu silinder dan arah aliran. Jadi, luas proyeksi sudah
tertentu dan dapat dihitung. Untuk silinder yang orientasinya sedemikian rupa sehingga
sumbunya tegak-lurus terhadap aliran, Ap ialah LDp, dimana L ialah panjang silinder. Untuk

silinder yang sumbunya sejajar dengan arah aliran.Ap ialah ( / 4)D p ,sama dengan bola
2

yang diameternya sama.

Dari analisis dimensi, koefisien seret benda padat licin di dalam fluida tak-mampu-
mampat bergantun pada angka Reynold dan faktor bentuk. Untuk setiap bentuk tertentu

C D =  ( N Re , p )

Gambar 2-2 Aliran melewati bola dalam fluida

Angka Reynolds partikel di dalam fluida didefinisikan sebagai


G0 D p
N Re, p  (2.8)

Dimana Dp= panjang karakteristik

G0= 0 

Untuk setiap bentuk dan orientasi terhadap hubungan C D −VS − N Re, p yang khas. Hubungan
itu pada umumnya harus ditentukan dari eksperimen, walaupun khsus untuk bola licin pada
angka Reynolds rendah terdapat persamaan teoritis yang sudah cukup teruji. Koefisien seret
untuk fluida mampu-mampat meningkat bila angka Machnya bertambah tinggi, khususnya
bila angka Mach itu lebih dari 0,6. Koefisien pada aliran supersonic biasanya lebih besar
dari koefisien aliran subsonic.

Koefisien seret bentuk-bentuk khas. Pada Gambar 2.3 terlihat kurva-kurva C D −VS − N Re, p
untuk bola, silinder panjang, dan piring. Sumbu silinder dan muka piring tegak-Jurus
terhadap arah aliran; dan kurva-kurva itu hanya berlaku untuk orientasi demikian. Jika,
umpamanya, piring itu bergerak karena gravitasi atau gaya sentrifugal melalui fluida
tenang, benda itu akan berputar pada waktu bergerak melalui fluida itu.

Dari sifat seret yang kompleks itu, tidaklah mengherankan bila perubahanCp dengan
N Re, p , jauh lebih rumit dari pada perubaha f dengan NRe . Variasi kemiringan kurva
CD − vs , − N Re , p pada berbagai angka Reynolds adalah akibat daripada interaksa intara berbagai
faktor yang mengembalikan seret bentuk dan seret dinding. Efeknya dapat diikuti dari
pembahasan untuk kasus bola dibawah ini.

Pada angka Reynolds, rendah gaya seret untuk bola sesuai dengan persamaan
teoretis yang disebut hokum stokes, yang dapat dituliskan sebagai berikut
u D
FD = 3 0 p (2.9)
gc

Dari Pers(2-3), koefisien seret yang diramalkan oleh hokum Stokes dengan menggunakan
Pers(2 -l) ialah
24
CD = (2.10)
N Re, p

Menurut teori, hukum Stokes hanya berlaku bila N Re, p jauh lebih kecil dari satu. Dalam
kenyataannya seperti terlihat dari bagian kiri grafik pada Gambar 2-3, Pers.(2.9) dan
(2.10) dapat digunakan tanpa kesalahan terlalu besar untuk segala angka Reynolds, asal
kurang dari l. Pada kecepatan rendah, dimana hukum ini berlaku, bola itu bergerak melalui
fluida dengan membuat deformasi pada fluida itu. Geser dinding adalah akibat dari gaya-
gaya viskos semata-mata, dan gaya inersia pun dapat diabaikan. Gerakan bola itu
mempengaruhi fluida pada jarak yang agak jauh dari benda itu, dan jika dinding padat
berada di sekitar 20 atau 30 diameter bola, hukum Stokes harus dikoreksi untuk
memperhitungkan pengaruh dinding. Jenis aliran yang diperlakukan dengan hukum ini
disebut aliran mulur (creeping flow). Hukum ini sangat berguna untuk menghitung tahanan
partikel kecil, seperi debu dan kabut, yang bergerak melalui gas atau zat cair berviskositas
rendah, atau untuk gerakan partikel besar didalam zat cair yang sangat viskos

Jika angka Rynolds ditingkatkan sampai 10 atau lebih, jauh diluar jangkauan
hukum stokes, pemisahan akan terjadi pada titik persis di depan bidang ekuator bola,
sebagaimana tearlihat pada cambar 7-4a,dan dibelakang bola akan terbentuk riak Ikutan
(wake) yang meliputi seluruh hemisfer-belakang bola itu. Dalam Bab 3 telah kita tunjukan
bahwa riak ikutan itu selalu disertai oleh rugi gerak yang besar. Riak ikutan itu
membangkitkan pula seret-bentuk, yang besar, dan bahkan kebanyakan seret bentuk adalah
akibat dari adanya riak ikutan. Dalam riak ikutan, kecepatan sudut vorteks-vorteks yang
terjadi adalah besar,dan karena itu energi-kinetik rotasinya pun demikian. Tekanan di
dalam riak ikutan, sesuai dengan asas Bernoulli, kurang dari yang terdapat di dalam lapisan
batas yang memisah. Di dalam gelombang ikutan itu akan terjadi suatu isapan, dan
komponen vektor tekanan yang bekerja pada arah aliran. Seret tekanan, dan demikian pula
seret total, besar;jauh lebih besar dari pada bilamana hokum Stokes masih berlaku.

Pada angka-angka Reynolds menengah vorteks-vortekts akan melepaskan diri dari


riak ikutan sebagaimana biasa, sehingga membentuk sederetan vorteks yang bergerak,yang
dinamakan “Jalan vorteks”( vortex street) di dalam fluida sebelah hilir. Pada angka
Reynolds di atas 2.500, di lain pihak vorteks itu tidaklagi lepas dari riak ikutan. Di sini
terbentuk suatu lapisan batas yang stabil yang bermula pada puncak, yaitu titik B pada
Gambar 2-4. Lapisan batas itu berkembang dan memisah, mengalir dengan bebas di
sekeliling riak ikutan sesudah pemisahan. Pada mulanya, lapisan batas itu berada dalam
aliran laminar, baik sebelum maupun sesudah pemisahan. Koefisien seret hamper konstan;
sebagaimana terlihat pada Garnbar 2-3, untuk bola dan silinder, koefisien itu meningkat
sedikit dengan pertambahan angka Reynolds. Jika angka Reynolds meningkat lebih jauh,
akan terjadi transisi ke aliran turbulen, mula-mula dalam lapisan-batas bebas, lalu dalam
lapisan batas yang masih melekat pada setengah bola bagian depan. Bila pada hemisfer-
depan itu terjadi keturbulenan, titik pemisah bergerak ke arah belakang bola itu, dan riak
ikutan pun mengecil, seperti terlihat pada Gambar 7-4b. Baik gesekan maupun seret
berkurang, dan penurunan koefisien seret secara nyata dari 0,45 menjadi 0,l0 pada angka
Reynolds sekitar 250.000 adalah disebabkan oleh pergeseran letak titik pemisahan bila
lapisan batas yang melekat pada bola itu menjadi turbulen. Pada angka Reynolds yang
lebih besar dari 300.000, koefisien seret itu hampir dapat dikatakan konstan.

Angka Reynolds dimana lapisan batas yang melekat berubah menjadi turbulen
disebuat ngka Reynolds kritis untuk seret. Kuva untuk bola yang terlihat pada Gambar 2-3
hanya berlaku bila fluida mendekati bola dalam keadaan tidak turbulen atau bila bola yang
bergerak di dalam fluida diam. Jika fluida itu mendekat dalam keadaan turbulen, angka
Reynolds kritis itu menjadi peka terhadap skala keturbulenan dan akan mengecil bila skala
itu bertambah besar. Umpamanya, jika skala keturbulenan yang didefinisikan sebagali
' 2
100 (u ) / u , besarnya 2 persen, angka Reynolds kritis itu ialah kira-kira 140,000.

Gambar 2-3 koefisien seret untuk bola, piring dan silinder [Atas perkenan, dari J.H. pery(ed). “chemical engineers
handbook” eds 5, hlm 5-62, Hak cipta, 1973, Mcgraw-Hill book company.]
Salah satu cara untuk mengukur skala keturbulenan ialah dengan menentukan angka
Reynolds kritis dan menggunakan suatu koreksi yang sudah diketahui antara kedua besaran
itu. Kurva CD − vs− N untuk silinder panjang tak-berhinga yang tegak lurus terhadap aliran
Re

hampir serupa dengan kurva untuk bola, akan tetapi, pada angka Reynolds

Gambar 2.4 Aliran melintas saatU


bola, menunjukkan pemisahan dan
Pembentukan riak ikutan :

(a) aliran laminar dalam lapisan

batas; (D) aliran turbulen dalam

lapisan batas; B, titik stagnasi; C,

titik pisah; [Atas perkenan, dari


J.C. Hunsaker dan B.G,
Rightmire,"Engineering Appllcadon of Fluld
Mechotrics," hlm. 202-203. Hak

cipta, 1947, McGrawHill BookCompany.]

rendah CD tidak berubah menurut kebalikanya NRe, karena aliran mengelilingi silinder
mempunyai cirri dua dimensi. Untuk silinder pendek, seperti pelet-pelet kattalis, koefisien
seret itu mempunyai nilai diantara nilai untuk bola dan silinder panjang, dan berubah
menurut kebalikan angka Reynolds, khususnya pada angka Reynolds yang sangat rendah.
Benda berbentuk piring tidak menunjukkan adanya penurunan dalam koefisien seret pada
angka Reynolds kritis, karena jika pemisahan telah terjadi pada tepi piring, arus yang
terpisah itu tidak akan kembali ke belakang piring, dan gelombang-ikutan tidak menciut
bila lapisan batas menjadi turbulen. Benda yang menunjuk perilaku demikian disebut
benda tumpul (bluff body). Untuk piring, koefisien seret CD mempunyai nilai kira-kira satu
pada angka Reynolds di atas 2.000.

Koefisien seret untuk partikel yang mempunyai bentuk tidak beraturan, seperti batu
bara dan pasir, tampaknya hamper sama dengan bola yang ukuran nominalnya sama, pada
angka Reynolds kurang dari 504. Namun, kurva CD − vs , − N itu mendatar pada NRe  100 ,dan
Re

nilai CD nya menjadi 2 sampa 3kali nilai untuk bola untuk angka Reynolds yang berkisaran
antara NRe=500-3,000. Hasil-hasil seperti itu telah dilaporkan pula untuk partikel isometric
seperti kubus dan tetrahedron.

2.3 Penurunan tekanan sepanjang hamparan tetap

Udara dimasukkan dibawah plat distributor (penyebar udara) dengan laju lambat,
dan naik keatas melalui hamparan tanpa menyebabakan terjadinya gerakan pada partikel.
Jika partikel itu cukup kecil, aliran didalam saluran-saluran diantara hamparan itu akan
sebanding dengan kecepatan semu Uo. jika kecepatan itu berangsur-angsur dinaikkan,
penurunan akan meninggakat tetapi tidak bergerak dan tinggi hamparanpun tidak berubah.
Kondisi ini disebut dengan fixed beds. Pada kecepatan tertentu, penuruna tekanan melintasi
hamparan itu akan mengimbangi gaya gravitasi yang dialaminya. Jika kecepatan masih
dinaikkan lagi, partikel itu akan mulai bergerak. Titik ini digambarkan oleh titik A pada
gambar 2.5. didalam hamparan zat padat

Jika kecepatan itu terus dinaikkan lagi, partikel-partikel itu akan memisah dan
menjadi cukup barjauhan satu sama lain sehingga dapat berpindah-pindah didalam
hamparan itu dan fluidisasi yang sebenarnyapun mulai terjadi (titik B). pada saat hamparan
itu sudah terfluidisasi, penurunan tekanan melintasi hamparan konstan, tetapi tinggi
hamparan bertambah terus apabila aliran ditinggikan lagi (Bubbling Fluidized Bed). Jika
laju aliran kehamparan fluidisasi itu perlahan-lahan diturunkan, penuruna tekanan tetap
sama, tetapi tinggi hamparan berkurang mengikuti garis BC.
Gambar 2.5 : Penurunan tekanan dan tinggi hamparan Vs kecepatan semu

Perilaku hamparan fluidisasi sangat bergantung pada kapasitas dan besarnya


gelembung gas, jenis partikel serta kecepatan aliaran gas. Gelembung-gelembung
cenderung bersatu dan menjadi besar (slug)pada wakti naik melalui hamparan fluidisasi.
Tahap ini disebut dengan sluging. Jika kecepatan fluida ditingkatkan lagi maka hamparan
akan berubah menjadi bergolak. Pada kondisi ini semua partikel dalam hamparan tersebut
akan terbawa ikut mengalir bersama gas saat dialirkan gas pada kecepatan tinggi. Tahapan
ini disebut dengan turbulent beds.

2.4 Kecepatan fluidisasi minimum

Persamaan mengenai kecepatan minimum fluidisasi bisa didapatkan dengan rnembuat


penurunan tekanan melintas hamparan itu sama dengan bobot hamparan per satuan luas
penampang, dengan mernperhitungkan gaya apung dari fluida yang dianjakkan:
g
p = (1 −  )(  p −  )L (2.11)
gc

Pada awal fluidisasi,  merupakan porositas minimum, atau  M .(Jika partikel itu scndiri
berpori-pori  , ialah fraksi-kosong luar pada hamparan itu.) Jadi,
p g
= (1 −  M )(  p −  ) (2.12)
L gc

Persamaan Ergun untuk penurunan tekanan pada hamparan curah [pers.( 7-20)] dapat

disusun kembali menjadi


2
pg c 150 V 0 (1 −  ) 2 1,75V 0 (1 −  )
= + (2.13)
L  2s D 2p 3 sDp 3

Jika Pers.(2.13) kita terapkan untuk titik awal fluidisasi, kita dapatkan suatu persamaan

Kuadrat untuk kecepatan fluidisasi minirnun V 0 m :


2
150V 0 M (1 −  M ) 1,75V 0 M 1
+ = g ( p −  ) (2.14)
 2s D 2p  M3  s D p  M3

Untuk partikel yang sangat kecil, hanya suku aliran laminar pada persamaan Ergun yang
signifikan. Dengan N Re . p ,1, persamaan kecepatan fluidisasi minirnum menjadi

g (  p −  )  M3
V 0M   2s D p2 (2.15)
150  1 −  M

Kebanyakan persamaan empirik menyatakan bahwaV 0 m , berubah sedikit lebih kecil


dari pangkat 2,0 ukuran partikel dan tidak persis menurut kebalikan viskositas.
Penyirnpangan kecil dari eksponen yang diharapkan inii mungkin merupakan akibat dari
kesalahan pada waktu mengabaikn suku kedua persamaan Ergun, dan karena fraksi kosong
 M ,mungkin berubah menurut ukuran partikel. Untuk partikel yang dapat dianggap
berbentuk bola.  M biasanya berkisaran antara 0,40 dan 0,45, dan agak lebih besar jika
diameter partikel lebih kecil. Untuk zat padat yang bentuknya tidak beraturan, ketakpastian
dalam  M agaknya merupakan sumber utama kesalahan dalam meramalkan V 0 m dari
Pers.(2.14) atau (2.15).
Kecepatan mininum fluidisasi partikel di dalam udara yang dihitung dari pers,
(2.14) ditunjukkan pada Gambar 2.6, Perlu dicatat bahwa ketergantungan terhadap D 2p

berlaku untuk partikel yang diameternya sampai kira-kira 300  M ; dalam berbagai
penerapan fluidisasi, partikel itu berukuran antara 30 sampai 300  M . Akan tetapi,
fluidisasi juga digunakan untuk partikel yang lebih besar dari I mm, sebagaimana dalam hal
pembakaran batu-bara dalam hamparan fluidisasi. Dengan partikel yang berukuran sangat

besar, suku aliran laminar menjadi dapar diabaikan dan V 0 m berubah sesuai dengan akar
pangkat-dua ukuran partike. Persamaan N Re, p < 103 adalah
  s D p g (  p −  ) M3 
V 0M   (2.16)
1,75 

Gambar 2.6 Kecepatan fluidisasi minimum dan kecepatan terminal dengan udara pada
20C dan 1 atm atau (eM = 0,50,  s = 0,8 )
Kecepatan terminal masing-masing partikel yang jatuh dalam udara tenang juga terlihat
pada Gambar 2.6. Pada angka Reynolds rendah, ut dan V 0 m masing-masing bervariasi
menurut D 2p (  p −  ) , dan 1/  , sehingga rasiou u t / V 0 M bergantung terutama pada fraksi
kosong dalam keadaan fluidasi minimum. Dari pers.(2.15) dan (2.16)
ut gD p2 (  p −  ) 150  1−  M
=
V 0M 18 g (  p −  ) s D p  M3
2 2

8,33(1 −  M )
= (2.17)
 2s  2p
Untuk bola,dengan  M  0,45,kecepatan terminal adalah 50 kali kecepatan fluida
minimum, sehingga hamparan yang berfluidisasi pada l0 mm/det barangkali dapat
beroperasi dengan kecepatan sampa 400 mm/det dengan hanya sedikit partikel yang
terbawa-bawa oleh gas keluar. Jika distribusi partikel sangat luas, butiran halus, yang,
terbawa ikut akan lebih banyak lagi, yaitu butiran yang lebih halus dari ukuran partikel
rata-rata, tetapi kebanyakan diantara butiran halus itu akan ditangkap kembali oleh
penyaring atau siklon pemisah dan dikembalikan ke dalam hamparan. Beberapa hamparan

fluidisasi dioperasikan pada kecepatan 100 kali V 0 M , dimana partikel yang terbawa ikut
cukup banyak, tetapi disertai dengan pemulihan kembali padatan yang terbawa itu.

Untuk partikel yang, tidak berbentuk bola,  lebih kecil dari 1, dan pers.(2.17)
kelihatannya memberikan daerah fluidisasi yang lebih luas tanpa ada yang terbawa ikut.
Akan tetapi, untuk partikel yang bentuknya tak beraturan, nilai  M pada umumnya lebih

kecil dari nilai pada bola, dan untuk ,  s = 0,8 dan  M = 0,5 rasio u t / V 0 M ialah 52, yaitu
kira-kira sama dengan yang diperkirakan untuk bola. Untuk partikel besar, kecepatan
terminal diberikan oleh hukum Newton [pers. (7-45)], dan ini dapat dibandingkan dengan
V 0 M dari pers.(2.15). Dalam hal bola, dengan-NRe,p,lebih besar dari 103,
1/ 2
 gD p (  p −  )   
1/ 2
ut 1,75 
= 1,75   
V 0M    gD p (  p −  ) M3
2,32
= (2.18)
 M3 / 2

untuk  M =o,45, u t / V 0 M =7,7 , yang merupakan rasio yang jauh lebih kecil dari yang
untuk partikel halus. Hal ini mungkin agak kurang menguntungkan dibandingkan dengan
penggunaan partikel kasar dalam hamparan fluidisasi, tetapi ukuran partikel optimum pada
umumnya bergantunga pada berbagai factor lain seperti biaya penggilingan, serta
perpindahan kalor dan perpindahan massa, di samping kecepatan gas yang dikehendaki.

2.5 Teori dua fase untuk fluidisasi gelembung dan resim fluidisasi

Ergun mengkorelasikan data eksperimen untuk menunjukkan bahwa, dalam Pers.(2-


18), nilai k1 dan k2 yang memuaskan adalah masing-masingnya 150/36 dan 1,75/6 jika
nilai ini disubstitusikan ke dalam Pers.(2-18) dan nilai sp/vp, dari persamaan di itu
dieliminasi dengan bantuan Pers.(2 -19),kita dapat
pg c  s D p  3 150(1 −  )
= + 1,75 (2-20)
L  V 0 (1 −  )  s D p V 0  / 
2

Persamaan (2-20) disebut persamaan Ergun, Persamaan itu diperoleh dengan


mencocokkan data untuk bola, silinder, benda padat pecahan seperti kokas dan pasir.
Untuk cincin Raschig dan pelana Berl, yang mempunyai porositas antara 0,55 sampai 0,75,
Pers.( 2-20) menghasilkan ramalan penurunan tekanan yang lebih rendah dari yang
didapatkan dari percobaan. Persamaan itu tidak terlalu cocok untuk bahan isian menara
lainnya yang luas permukaannya besar dan porositasnya tinggi.

Faktor geskan untuk hamparan curah, didefinisikan oleh ruas kiri Pers.(2-20);
pg c s D p 3
fp = (2-21)
V 0 L(1 −  )
2

Kecuali mengenai biilangan tetap 2 , sferisitas, dan fungsi porositas  3 /(1 −  ), f p di atas
mempunyai bentuk yang sama dengan faktor gesekan f untuk pipa saluran yang
didefinisikan oleh pers.(2-21) untuk angka Reynolds partikel pers.(2-20) dapat dituliskan
sebagai
150(1 −  )
f = + 1,75 (2-22)
 s N Re , p
p

Persamaan (2 -22) memerlukan suatu penafsiran sederhana. Pada angka Reynolds


rendah, besaran 1,75 dapat diabaikan terhadap suku angka Reynolds. Hal ini berarti bahwa
dalam hal ini gaya viskos sangat penting sedang gaya inersia tidak berarti. Pers. (2-20)
dapat dituliskan untuk kasus ini sebagai
pg c  2s D 2p 3
= 150 (2-23)
LV 0  (1 −  ) 2

persamaan ini disebut persamaan Kozeny-Carman, dan jelas merupakan persamaan aliran
laminar, yang digunakan dengan angka Reynolds yang kurang dari 1,0 (kira-kira). Untuk
system tertentu persamaan ini menunjukan bahwa laju aliran berbanding lurus denngan
penurunan tekanan. Pernyataan ini juga dikenal sebagai hukum Darcy.

Untuk angka Reynolds, besar di atas kira-kira 1.000, suku pertama di ruas kanan

Pers.(7-22) dapat dihapuskan karena gaya viskos menjadi tidak berarti dan gaya inersia

menentukan. Pers(2-20)lalu menjadi


p gc  s D p 
3

= 1,75V 0 (2-24)
L V 02 1 − 

Persmaan ini dinamakan persamaan Blake-plummer.

Untuk angka Reynolds antara l dan1,000 kita harus menggunakan Pers.(2-20).

Campuran berbagai partikel, Persamaan (2-20) dapat digunakan untuk lapisan


hamparan yang terdiri dari campuran partikel dari bermacam-macam ukuran dengan
menggunakan diameter pukul-rata permukaan (surface mean-diameter) campuran Ds
sebagai penggannti Dp. Nilai pukul-rata itu dihitung dari jumlah partikel Ni di dalam setiap
jangkauan ukuranaatau traksi massa setiap jangkauan xi.
n

 i pi

N D2
i =1
Ds = n (2-25)

i =1
Ni D 2
pi

1
Ds = n (2-26)
xi

i =1 D pi

Fluida mampu-mampat. Bila perubahan densitas fluida itu kecil - dan jarang sekali
penurunan tekanan cukup besar sehingga mengakiban perubahan densitas yang menyolok
- Pers.(2-20) dapat kita gunakan dengan menghitung nilai V 0 pada waktu masuk dan waktu
keluar dengan menggunakan pukul-rata aritmetik untut V 0 dalam persamaan itu.

Banyak langkah-langkah pengolahan terutama proses pemisahan mekanik, melibatkan


gerakan partikel padat atau tetesan zat cair di dalam fluida. Fluida itu mungkin berupa gas,
mungkin zat cair, dan mungkin bergerak dan mungkin pula diam. Contoh proses demikian
ialah pemisahan debu dan asap dari udara atau gas buang, pemisahan limbah padat dari
limbah cair sebelum pembuangan ke system buangan umum dan pemulihan kabut asam
dari gas limbah pabrik asam.

Mekanika gerakan partikel. Gerakan partikel melalui fluida memerlukan bekerjanya


suatu gaya luar pada partikel itu. Gaya ini dapat disebabkan oleh perbedaan densitas antara
partikel dan fluida, atau dapat pula diakibatkan oleh adanya medan listrik atau medan
magnet. Dalam subbab ini kita hanya membahas gaya gravitasi dan gaya sentrifugal saja,
yang disebabkan oleh perbedaan densitas.

Ada tiga gaya yang bekerja pada partikel yang dalam keadaan bergerak di dalam
fluida: (l) gaya luar, gravitasi atau sentrifugal; (2) gaya apung( buoyant force), yang bekerja
sejajar dengan gaya luar, tetapi pada arah yang berlawanan; dan (3) gaya seret; yang selalu
terdapat bilamana ada gerakan relatif antara partikel dan fluida. Gaya seret itu bekerja
melawan gerakan, sejajar dengan arah gerakan tetapi berlawanan arah.

Dalam situasi umum, arah gerakan partikel relatif terhadap fluida belum tentu
sejajar dengan arah gaya luar dan gaya apung, dan gaya seret mungkin membuat dengan
kedua gaya yang lain. Dalam situasi demikian, yang disebut gerakan dua demensi (two
dimension motion), seret itu harus diuraikan menjadi komponen-komponennya, hal mana
menambah rumit pengerjaan Mekanika partikel. Untuk gerakan ini sudah ada beberapa
persamaan,10 tetapi kita, dalam buku ini, hanya akan membahas kasus satu-dimensi, dimana
garis-garis kerja semua gaya yang bekerja pada partikel itu adalah kolinear.

Persamaan gerakan satu dimensi partikel melalui fluida. Perhatikan suatu partikel yang
massanya m yang bergerak di dalam fluida di bawah pengaruh gaya luar Fe. Umpamakan
kecepatan partikel itu, relatif terhadap fluida, ialah u. Gaya apung yang bekerja pada
partikel itu kita umpamakan Fb , sedang seret ialah FD. Gaya resultan yang bekerja pada
partikel itu ialah Fe-Fb-FD, dan percepatan partikel ialah du/dt ,
m du
= Fe − Fb − FD (2-27)
gc dt

Gaya luar dapat dinyatakan sebagai hasil kali antara massa dan percepatan ac partikel
karena gaya ini, dan

mae
Fc = (2-28)
gc

Gaya apung sesuai dengan asas Archimedes, ialah hasil kali antara massa fluida yang
dianjkakkan partikel dan percepatan karena gaya luar. Volume partikel itu ialah m/pp,
dimana pp ialah densitas partikel, dan partikel itu menganjakkan fluid yang volumenya
sama,

Massa yang diaanjakkan ialah (m/pp)  , dimana  ialah densitas fluida. Gaya apung
menjadi
mae
Fb = (2-29)
 p gc

Gaya seret, dari pers. (2-1), ialah


C Du 20A p
FD = (2-30)
2gc

di mana CD = koefisien seret tanpa dimensi

Ap = luas-proyeksi partikel diukur pada bidang tegak lurus terhadap arah

u0 =u

Substitusi gaya dari Pers.(7-28) sampai (7-30) ke Pers.(7-27) mengasilkan


du ae C D u Ap
2
 p −  C D u 2 Ap
= ac − − = ae − (2-31)
dt p 2m p 2m

Gerakan karena gaya gravitasi. Jika gaya luar itu ialah gaya gravitasi,ac ialah g,yaitu
percepatan gravitasi, dan pers.(2-31) menjadi
du  −  C D u A p
=g p − 2 (2-32)
dt p 2m

Garakan dalam medan sentrifugal. Gaya sentrifugal terdapat bilamana arah gerakan
partikel berubah. Percepatan dari gaya sentrifugal karena gerakan lingkar (sirkular) ialah

a c = r 2 (2-33)

dimana r = jari-jari atas parikel

 = kecepatan sudut (angular), rad/det

Subtitusi ke dalam pers.(7-31) menghasilkan


du 2 p −  C u 2 A
= r − (2-34)
dt  D 2m p
Dari persamaan ini, u ialah kecepatan partikel relatife terhadap fluida dan mengarah keluar
menurut jari-jari.

Kecepatan terminal. Dalam pengendapan dibawah pengaruh gaya garvitasi, g selalu


konstan. Demikian pula, seret selalu meningkat bersamaan dengan percepatan. Pers.(2-
32) menunjukan bahwa percepatan berkurang menurut waktu dan lama-lama menuju nol.
Partikel itu segera mencapai suatu kecepatan tetap, yang merupakan kecepatan maksimum
yang bias dicapai dalam kondisi itu. Kecepatan ini dinamakan kecepatan terminal (terminal
velocity) persamaan percepatan terminal ut didapatkan untuk pengendapan dibawah
pengaruh gaya gravitasi dengan membuat du/dt =0. Lalu, dari pers. (2-31)
2 g (  p −  )m
ut = (2-35)
Ap  p C D 

Dalam gerakan karena gaya sentrifugal, kecepatan bergantung pada jari-jari, dan
percepatan tidaklah konstan jika partikel itu bergerak relative terhadap fluida. Akan tetapi
dalam berbagai penggunaan praktis daru gaya sentrifugal, du/dt itu kecil bila dibandingkan
dengan kedua suku lain dalam pers.(2-34), dan jika du/dt kita abaikan maka kecepatan
terminal pada radius tertentu dapat didefenisikan dengan persamaan
2g (  p −  )m
ut =  (2-36)
Ap  p C D 

Koefisien gesekan. Penggunaan pers. (2-31) sampai (2-36) secara kuantitatif memerlukan
adanya nilai numeric dari koefisien seret CD. gambar 2-3, yang menunjukan koefisien seret
sebagai fungsi angka Reynolds memberi petunjuk tentang hubungan itu. Bagian dari kurva
CD-vs-NRe,p untuk bola digambarkan kembali pada gambar 2-6. Akan tetapi, kurva seret
dalam gambar 2-6 hanya berlaku pada kondisi tertentu saja. Partikel itu harus berupa bola
padat, harus jauh dari partikel lain dan jauh dari dinding bejana sehingga pola aliran
disekitar partikel itu tidak terganggu, dan partikel itu harus bergerak pada kecepatan
terminalnya relative terhadap fluida. Koefisien seret untuk partikel yang sedang
mengalami percepatan jauh lebih besar dari yang ditunjukan pada

Gambar 2-6 koefisien seret untuk bola


Gambar 2-6, sehingga partikel yang dijatuhkan ke dalam fluida yang tenang akan
memerlukan waktu yang lebih lama untuk mencapai kecepatan terminalnya dari pada yang
diramalkan dengan menggunakan nilai CD pada keadaan-stedi6. Partikel yang disuntikkan
ke dalam arus yang mengalir deras juga mengalami percepatan yang lebih kecil dari yang
diramalkan, dan koefisien seret dalam hal ini lebih kecil dari nilai normalnya. Akan tetapi,
untuk kebanyakan proses yang melibatkan partikel atau tetesan kecil, waktu untuk
percepatan sampai kecepatan terminal masih sangat kecil dan biasanya

Variasi bentuk partikel dapat diperhitungkan dengan mendapatkan kurva-kurva C D-


vs-N
Re,p masing-masing untuk setiap bentuk, seperti ditunjukkan pada Gambar 2-3, untuk
silinder dan piring. Tetapi, sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, kurva silinder dan
piring dalam Gambar 2-3 hanya berlaku untuk suatu orientasi tertentu saja dari partikel itu.
Pada partikel yang tidak berbentuk bola yang bergerak bebas melalui fluida, orientasi itu
selalu berubah-ubah. Perubahan ini memerlukan energi, dan meningkatkan seret efektif
pada partikel itu; disini CD, lebih besar daripada yang untuk gerakan fluida melewati
partikel stasioner. Akibatnya, kecepatan terminal, lebih-lebih dalam hal piring dan partikel
berbentuk plat; lebih kecil dari pada yang diramalkan dari kurva, untuk suatu orientasi
tertentu.

Dalam pengerjaan berikut ini, partikel itu diandaikan berbentuk bola, karena jika
koefisien seret untuk gerakan partikel bebas kita ketahui, prinsip itu akan dapat digunakan
untuk bentuk-bentuka lain.

Bila partikel itu berada pada jarak yang cukup jauh dari dinding bejana dan dari
partikel-partikel lain, sehingga proses jatuhnya tidak terpengaruh oleh dinding atau partikel
lain, maka proses itu dinamakan pengendapan bebas( free settling). Jika gerakan partikel
itu terganggu oleh partikel lain, yang dapat terjadi bila partikel itu berdekatan dengan
partikel lain, walaupun mungkin tidak berbenturan, proses itu disebut pengendapan
terganggu (hindered settling). Koefisien seret dalam pengendapan terganggu lebih besar
dari pada pengendapan bebas.

Jika paitikel-partikel itu sangat kecil, akan ada gerakan Brown. Gerakan ini
merupakan gerakan rarnbang yang terjadi pada partikel itu karena adanya benturan antara

partikel itu dengan molekul-rnolekul fluida di sekelilingnya. Efek ini menjadi cukup berarti
pada ukuran partikel 2 sarnpai 3 m , dan rnenjadi paling penting bila ukuran partikel 0,1
m atau lebih kecil lagi. Gerakan rambang partikel cenderung menekan efek

gaya gravitasi, sehingga menghalang terjadinya pengendapan. Efek relatif gerakan Brown
ini dapat diatasi dengan menerapkan gaya sentrifugal.

Gerakan partikel-berbentuk-bola. Jika partikel itu berbentul bola dengan diameter

Dp, maka
D 3p
m= p
(2-37)
6

Dan
D 3
Ap = (2-38)
4p
Substitusi m dan Ap dari Pers.(2-37) dan (2-38) ke dalamPers.(2-35) menghasilkan
persamaan untuk pengendapan gravitasi bola:
4g( p −  )Dp
ut = (2-39)
3C D 

Dalam kasus umum, kecepatan terminal dapat dicari dengan Perhitungan coba-coba setelah
menebak N Re, p untuk mendapatkan taksiran pertama te ntang CD. Untuk kasus pembatasan

dimana angka Reynolds sangat rendah atau sangat tinggi, kita bisa mendapatkan u t secara
langsung dari persamaan.

Pada angka Reynolds rendah, koefisien seret berubah menurut kebalikan N Re, p dan

persamaan untuk CD, FD dan u t adalah

24
CD = (2-40)
N Re, p

3u t D p
FD = (2-41)
gc
gD p (  p −  )
2

ut = (2-42)
18

Persamaan (2-42) dikenal sebagai hukum stokes dan berlaku untuk angka Renolds partikel
kurang dari 1,0. Pada angka Renolds sama dengan 1,0, CD = 26,5 dan bukan 24,0
sebagaimana dihitung dari pers. (2-40), dan karena kecepatan terminal bergantung pada
akar pengkat dua koefisien seret, hukum stokes mengandung kesalahan sebesar kira-kira 5
persen pada titik ini. Pers.(2-42) dapat dimodifikasi untuk meramalkan kecepatan bola kicil
dalam medan sentrufugal dengan mengganti g dengan r 2 .
Untuk 1,000 < N Re, p <200.000, koefisien seret dapat dikatakan konstan dan

persamaanya ialah
C D = 0,44 (2-43)

0,055D p2 u t2 
FD = (2-44)
gc
gD p (  p −  )
ut = 1,75 (2-45)

Persamaan (2-45) adalah hukum Newton dan berlaku hanya untuk partikel yang agak besar
yang jatuh di dalam gas atau fluida yang viskositasnya rendah.

Criteria rejim pengendapan. Untuk menentukan dalam daerah mana gerakan partikel itu
terketak, suku kecepatan kita eleminasi dari angka Renolds dengan mensubtitusi ut dari
pers. (2-42) sehingga didapatkan, dalam kisaran hukum stokes,
D p ut  D 3p g (  p −  )
N Re, p = = (2-46)
 18  2

Jika hukum Stokcs berlakuf N Re . p harus lebih kecil dari 1,0. Untuk mendapatkan suatu
criteria K yang enak dipakai, kita umpamakan
 g (  p −  ) 
1/ 3

K = Dp   (2-47)
 2 
Lalu, dari Pers.(2-46), N Re . p = K3/18 . Kita buat N Re . p sama dengan 1,0 dan
penyelesaiannya menghasilkan K = l81/3 = 2,6. Jika ukuran partikel diketahui, K dapat
dihitung dari Pers.(2-47). Jika K dari perhitungan itu ternyata kurang dari 2,6, maka hukum
Stokes berlaku.

Substitusi dengan u t dari Pers. (2-45) menunjukkan bahwa untuk jangkau hukum
Newton, N Re . p = l,75K1,5. Bila ini dibuat sama dengan 1.000, penyelesaiannya

manghasilkan K = 68,9. Jadi, jika K lebih besar dari 68,9 tetapi kurang dari 2,360, hukum
Newton berlaku. Bila K lebih besar dari 2.360, koefisien seret dapat berubah dengan tiba-
tiba karena perubahan kecil saja pada kecepatan fluida. Dalam kondisi ini, demikian pula
dalam daerah antara hukum Stokes dan hukum Newton, (2,6 < K<68,9), kecepatan terminal
dihitung dari Pers.( 2-39) dengan menggunakan nilai CD yang didapatkan dengan coba-
coba dari Gambar 2-6.

2.6 Pencampuran, elutriasi dan trasportaasi solid

Persamaan-persamaa yang diturunkan untuk kecepatan fluidisasi minimum berlaku baik


untuk zat cair maupun untuk gas, tetapi, di atsa V 0 M penampakan hamparan fluidisasi zat
cair mungkin sangat berbeda dari harnparan fluidisasi gas. Dalam fluidisasi pasir dengan
air, partikel-partikil itu bergerak menjauh satu sama lain dan gerakannya bertambah hebat
dengan meningkatnya kecepatan, tetapi densitas hamparan rata-rata pada suatu kecepatan
tertentu sama di segala arah hamparan. Proses ini disebut "fluidisasi partikulat"
(partiticulate fluidization) dan bercirikan ekspansi hamparaan yang cukup besar tetapi
seragam, pada kecepatan tinggi.

Hamparan zat padat yang terfluidisasi di dalam udara biasanya menunjukkan


fluidisasi yang dikenal sebagai fluidisasi agregat(aggregative fluidization) atau fluidisasi
gelembung(bubbling fluidization). Bila kecepatan semu jauh lebih besar, dari V 0 M ,
kebanyakan gas itu mengalir melalui hamparan dalam bentuk gelembung atau rongga-
rongga kosong yang tidak berisikan zat padat, dan hanya sebagian kecil gas itu mengalir
dalam saluran-saluran yang terbentuk di antara partikel, partikel itu bergerak tanpa aturan
dan didukung oleh fluida, tetapi dalam ruang-ruanga antara gelembung fraksi kosong kira-
kira sama dengan pada kondisi awal fluidisasi. Sifat ketakseragaman hamparan ini pada
mulanya diperkiran disebabkan oleh penggumpalan (agregasi) partikel, dan karena itu
digunakan istilah fluidisasi agregat , tetapi, kenyataannya tidak ada bukti yang
menunjukkan bahwa partikel itu melekat satu sama lain. Karena itu istilah fluidisasi
gelembung lebih tepat untuk memberikan fenomena ini. Gelembung yang terbentuk
berperilaku hamper seperi gelembung udara di dalam air atau gelembung uap di dalam zat
cair yang mendidih, dan karena itu fluida jenis ini kadang-kadang dinamai dengan istilah"
hamparan didih"( boiling bed). Penelitian yang menyelidiki laju perpindahan kalor atau
massa atau reaksi kimia di dalam hamparan didih biasanya termasuk bidang "teori
fluidisasi dua-fase" {two-phase theory of fluidization), di mana fase yang satu ialah
gelembung dan yang kedua hamparan rapat dari partikel yang melayang (suspensi).

Perilaku hamparan fluidisasi didih sangat bergantung pada banyaknya dan besarnya
gelembung gas, dan ini tidak mudah meramalkannya. Ukuran rata-rata gelembung itu
"bergantung pada jenis dan ukuran partikel, jenis plat distributor kecepatan kosong, dan
tebalnya hamparan. Gelembung-gelembung cenderung bersatu dan menjadi besar pada
waktu naik melalui hamparan fluidisasi itu dan ukuran maksimum gelembung stabil
berkisar antara beberapa inci sampai beberapa kaki diameternya. Jika kita menggunakan
kolom berdiameter kecil dengan hamparan zat padat yang tebal, gelembung itu mungkin
berkembang hingga memenuhi seluruh penampang. Gelembung-gelembung yang
beriringan lalu bergerak ke puncak kolom terpisah oleh zat padat yang seakan-akan sumbat.
Peristiwa ini disebut" penyumbatan(slugging) dan biasanya tidak dikehendaki karena
mengakibatkan adanya fluktuasi tekanan di dalam hamparan, meningkatkan zat padat yang
terbawa ikut, dan menimbulkan kesulitan jika kita ingin rnemperbesar skala terap(scale up)
ke unit-unit yang lebih besar.

Penyamarataan bahwa fluidisasi partikulat dari zat padat terjadi pada zat cair dan
fluidisasi gelembung pada gas tidak seluruhnya benar. Parameter yang penting ialah
perbedaan-densitas, dan zat padat yang berat mungkin menyebabkan fluiridisasi didih
dengan air, sedang gas pada tekanan tinggi mungkin menyebabkan fluidisasi partikulat
pada zat padat halus. Demikian pula, zat pada halus yang densitasnya sedang, seperti
halnya katalis perengkahan mungkin menimbulkan fluidisasi partikulat pada jangkau
kecepatan terbatas, dan kemudian fluidisasi didih pada kecepatan tinggi.

Ekspansi hamparan fluidisasi. Pada kedua jenis fluidisasi, hamparan itu mengembang
bila kecepatan semu dinaikkan, dan karena penurunan tekanan total tetap tidak berubah,
penurunan tekanan persatuan panjang tentu berkurang jika  bertambah Pers.(2-50) bila
disusun kembali akan menghasilkan
p g
= (1 −  )(  p −  ) (2-58)
L gc
Fluidisasi partikulat. Pada fluidisasi partikulat ekspansi yang terjadi adalah seragam dan

Persamaan Ergun, yang berlaku untuk hamparan diam, dapat dikatakan masih berlaku
untuk hamparan yang agak mengembang. Andaikan aliran di antara partikel-partikel itu
adalah liaminar, dengan menggunakan suku pertama Pers.(2-52) kita mendapat persamaan
berikut ini untuk hamparan yang mengalami ekspansi:
3 150V 0 
= (2-59)
1 −  g (  p −  ) 2s D 2p

Perhatikan bahwa persamaan ini serupa dengan Pers.(7-54) untuk kecepatan fluidisasi
minimum, tetapi di sini V 0 merupakan variabel bebas dan  variablel tak-bebas Pers. (2-
59) meramalkan bahwa  3 /(1 −  ) sebanding dengan V 0 untuk nilai-nilai yang lebih besar

dari V 0 . Tinggi hamparan-ekspansi bisa didapatkan dari  serta nilai L dan  pada

fluidisasi awal dengan menggunakan persamaan


1−  M
L = LM (2-60)
1− 

Data fluidisasi untuk manik-manik kecil yang terbuat dari gelas (5l0 m ) di dalam

air disajikan pada Gambar 2-7. Titik data pertama ialah untuk  M = 0,384 dan V 0 M = 1,67
mm/det, dan garis teori merupakan garis lurus melalui titik pusat dan titik ini.

Pada fluidisasi partikulat dari partikel besar di dalanr air, ekspansi hamparan itu
pada umumnya lebih besar dari yang dihitung dari Pers.(2-59), karena penurunan tekanan
bergantung sebagian pada energi kinetik fluida dan di sini diperlukan persen peningkatan

 yang lebih besar untuk mengimbangi persentase tertentu peningkatan V 0 . Data ekspansi
itu dapat dikorelasikan dengan persamaan empirik yang diusulkan oleh Lewis, Gilliland
dan Bauer:
V0 = m (2-61)
BAB III
PERPINDAHAN PANAS HAMPARAN FLUIDISASI

3.1 Perpindahan Panas Pada Fluidized Bed


Perpindahan panas yang terjadi pada penelitian ini antara lain terjadi secara
konveksi dan konduksi. Secara konveksi terjadi antara fluida(air) yang mengalir ke
pemukaan pipa dalam dan antara pemukaan pipa luar ke hamparan fluidisasi. Secara
konduksi hanya terjadi antara sisi dalam pipa ke sisi luar pipa tembaga.
Ketika dialirkan fluida(air) panas ke dalam tabung fluidisasi akan terjadi proses
perpindahan panas dari fluida (air) ke hamparan fluidisasi. Laju perpindahan panas yang
diserap oleh hamparan pada saat proses itu berlangsung dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut :
Q = ht .A.(LMTD) (W) (3.1)
dimana Q adalah laju perpindahan panas, ht adalah koefisien perpindahan panas konveksi
dari fluida (air), dimana ht merupakan gabungan dari koefesien perpindahan panas fluida
(air) ke permukaan pipa (hfs) dan koefisien perpindahan panas dari permukaan pipa ke
hamparan (hbs), atau dapat rumuskan sebagai berikut :
ht = hfs + hbs (3.2)
A adalah luas permukaan bidang kontak fluida dan LMTD adalah log temperatur rata – rata
fluida (Logaritma Mean Temperature Difference), dapat dicari dengan :
1 −  2
LMTD = (K) (3.3)
ln(1 /  2 )
Ө1 merupakan beda temperatur antara fluida (air) yang masuk ke dalam tabung fluidisasi
(Ta1) dengan temperatur hamparan (Th ) dan Ө2 adalah beda temperatur antara fluida (air)
yang keluar dari tabung fluidisasi (Ta2) dengan temperatur hamparan (Th) , sehingga rumus
LMTD dijabarkan menjadi :
(Ta1 − Th ) − (Ta 2 − Th )
LMTD =
ln((Ta1 − Th ) /(Ta 2 − Th ))
(Ta1 − Ta 2 )
= (3.3)
ln((Ta1 − Th ) /(Ta 2 − Th ))
Berikut ini akan dibahas lebih rinci tentang seluruh proses perpindahan panas yang
terjadi dari fluida(air) ke hamparan fluidisasi.

3.2 Perpindahan panas dari pipa ke hamparan fluidisasi


Seperti yang dijelaskan pada tahapan fluidisasi di atas dalam sebuah partikel padat
yang bersifat halus (solid fine), partikel-partikel menjadi satu membentuk sebuah kelompok
dan udara akan mengalir melalui kelompok partikel menuju ke atas. Ketika memasuki fase
penyebaran, sebagian besar partikel hamparan bergerak ke atas melalui inti bed, dan turun
ke bawah membentuk kelompok partikel. Kesatuan ini, yang disebut kluster, kluster –
kluster ini bersifat tidak permanen karena setelah terbentuk dapat tersebar kembali seperti
kondisi awal.

Udara
Permukaan pipa yang panas
Garis Aliran Panas

Partikel Dingin

Udara

Gambar 3.2 Arah perpindahan panas ketika partikel bed yang dingin menyentuh dinding
permukaan pipa yang panas
Dengan demikian perpindahan panas secara konveksi antara hamparan dengan
dinding ataupun pipa – pipa air dapat terjadi ketika partikel membentuk kluster dan ketika
pertikel tersebar pada kondisi terfluidisasi. Karena pada penelitian ini menggunakan
partikel yang tidak dipanaskan, maka perpindahan panas secara radiasi tidak mungkin
terjadi, hal ini disebabkan tidak ada pancaran kalor dari partikel.
Perpindahan panas konveksi antara sisi luar pipa dengan partikel koefisien
perpindahan panas konveksi terdiri dari kontribusi konveksi kluster dan fase penyebaran,
dapat dirumuskan sebagai berikut :
hbs = hpc + hgc (W/m2 K)
(3.4)
dimana hbs adalah koefisien perpindahan panas konveksi dari permukaan pipa ke bed
(W/m2 K), hpc merupakan koefisien perpindahan panas partikel hamparan dan hgc adalah
koefisien perpindahan panas udara.

Udara dingin

Elemen fluida
menuju ke

Permukaan pipa yang panas


Elemen fluida
berada di

Elemen fluida
meninggalkan

Gerakan
Konveksi

Gambar 3.3 Mekanisme perpindahan panas konveksi

Untuk hpc dapat dicari dengan rumus sebagai berikut :


hpc = 0,843Ar0,15kf /dp (W/m2K) (3.5)
dp merupakan diameter rata – rata partikel dan kf adalah konduktivitas thermal partikel
hamparan yang besarnya 4,041 x 105 kW/m.K dan Ar adalah bilangan Archimedes yang
dirumuskan sebagai berikut :
 .(  −3  ).g.d
f p f p
(3.6)
Ar =
f
dimana ρf adalah massa jenis udara yang besarnya 0,706 kg/m 3, ρf adalah massa jenis
partikel (kg/m3), g adalah percepatan gravitasi yang besarnya 9,81 m/s 2, dp merupakan
diameter partikel rata – rata hamparan (m), dan  f adalah viskositas udara yang besarnya

2,67 x 10-5 kg/m.s.


Sedangkan untuk koefisien konveksi perpindahan panas udara (hgc) dirumuskan
sebagai berikut :
hgc = 0,86Ar0,39kf /d p0,39 (3.7)

Rumus diatas digunakan apabila bilangan Reynold minimum fluidisasi (Remf) lebih
besar dari 12,5 (Remf >~12,5) dan bilangan Archimedes lebih besar dari 26000 (Ar
>~26000), dimana untuk bilangan Reynold minimum fluidisasi bisa dicari dengan rumus :
 f .U mf .d p
Remf = (3.8)
f
Sedangkan apabila bilangan Reynold minimum fluidisasi (Remf) lebih kecil dari 12,5 (Remf
<~12,5) dan bilangan Archimedes lebih kecil dari 26000 (Ar <~26000), maka hbs dicari
dengan rumus sebagai berikut :
hbs = 0,7.hmax. (W/m2 K) (3.9)
dimana nilai 70% tersebut merupakan angka prediksi untuk kondisi normal dari koefisien
perpindahan panas konveksi maksimum (hmax), untuk hmax dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut (Howard, 1986) :
hmax=35,8ρp0,2 kf0,6dp-0,36 (W/m2 K) (3.10)
dimana ρp merupakan massa jenis partikel (particle density) dari bed (kg/m), kf merupakan
konduktivitas thermal (thermal conductivity) yang besarnya 4,041 x 10-5 kW/mK, dp
merupakan diameter partikel rata – rata (m).

3.3 Perpindahan panas dari fluida (air) ke pipa


Fluida (air) yang masuk kedalam tabung fluidisasi akan mengalami kehilangan panas
akibat adanya perpindahan panas dari fluida(air) ke pipa. Koefisien perpindahan panas yang
terjadi dari fluida (air) ke permukaan dalam pipa dapat dihitung dengan rumus sebagai
berikut :
Nu fs .k
hfs = (W) (3.11)
D
dimana hfs adalah koefisien perpindahan panas konveksi (W/m2 K), D adalah diameter
dalam pipa, k adalah konduktivitas thermal fluida (air), Nu fs adalah Nusselt number aliran
fluida dalam pipa yang dapat dirumuskan sebagai berikut (Dittus – Boelter correlation):
Nu fs =0,023.Re0,8Prn (3.12)

m .D
Dimana : Re = Reynolds number =
.A

m = laju aliran massa fluida (air) (kg/detik)
D = diameter dalam pipa (m)
µ = viskositas fluida (air)
A = Luas permukaan bidang kontak (m2)
Pr = Prandtl number
n = 0,4 untuk pemanasan dan 0,3 untuk proses pendinginan.

3.4 Transfer panas dan masa

Pertimbangan transfer panas dan masa memegang peranan penting dalam disain dan
operasional pembakaran dipan terfluidisasi. Transfer panas dari gas ke partikel penting
untuk menentukan tingkat pemanasan dan devolatilisasi partikel bahan bakar padat.
Botterill mengkaji pustaka dalam bidang ini dan menyarankan ekspresi berikut untuk
jumlah partikel nusselt untuk partikel berukuran mm hingga tekanan 20 atm :

 
0.2

Nu p = 0.055 Re 0.77  g  (3.13)


 
 g0 
p
Gambar 3.4. Air distributor plate for a bubbling fluidized bed (a) nozzle stand pipe type,

and (b) bubble cap type.

Piringan distributor udara untuk dipan gelembung terfluidisasi : (a) tipe pipa nosel
berdiri, (b) tipe tutup gelembung. Dimana pgo adalah densitas udara pada tekanan atmosfir
dan pg adalah kerapatan gas pada tekanan yang digunakan. Peningkatan transfer panas
dengan peningkatan tekanan dilakukan untuk perbaikan kualitas fluidisasi akibat labih
banyaknya gas yang melewati fase rapat.

Panas yang ditransfer ke tabung terendam dalam dipan terfluidisasi meningkat


dengan penurunan ukuran partikel fluidized bed dan dengan peningkatan ukuran tabung.
Koefisien transfer panas adalah 5 – 10 kali lebih tinggi untuk permukaan pertukaran panas
gas ke permukaan konvensional, tergantung pada ukuran partikel. Sebagai contoh,dalam
pembakaran dipan terfluidisasi membakar batubara dalam dipan berukuran mm koefisien
transfer panas ke tabung air sekitar 200-350 W/m2K teramati.

Transfer masa oksigen dari gas ke partikel bahan bakar mengatur tingkat
pembakaran arang. Bagian inlet udara melewati fase gelembung dan tidak berhubungan
dengan partikel-partikel. Teori-teori transfer masal yang menghitung gelembung-
gelembung cenderung rumit. Pecahan tertentu oksigen, katakana , 20-40%, tidak bereaksi
dengan permukaan arang tetapi bereaksi dengan bahan-gahan mudah menguap dalam
fluidized bed atau pada bagian bebas. Dengan mempertimbangkan difusi pada fase rapat
(mengeluarkan gelembung-gelembung), persamaan difusi oksigen dengan mengasumsikan
gas yang relatif diam, dapat ditulis (R adalah radius), sebagai
d  2 dp O 2 
 r =0 (3.14)
dr  dr 

hD d
= Sh = 2  (3.15)
D AB

dimana ∑ f raksi void, adalah yang berasosiasi dengan fluidisasi minimum, dan umumnya
untuk aplikasi pembakaran diambil sebagai 0,4. untuk aliran yang nyata melalui fase rapat
persamaan (3.15
  Re mf 
0.5

Sh= 2  +0.6  Sc 0.33  (3.16 )
  

Anda mungkin juga menyukai