TEKNOLOGI PARTIKEL
Gerak Partikel dalam Fluida
Disusun Oleh :
TEKNIK KIMIA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
Jl. Jendral Sudirman Km 3, Kotabumi, Kec. Purwakarta, Kota Cilegon, Banten 42435 Telp.
(0254) 37671
BAB I
PENGENALAN TENTANG FLUIDISASI DAN APLIKASINYA
Peralatan fluidisasi terdiri dari hamparan partikel padat dengan berbagai ukuran dan
bentuk. Pada sebagian besar untuk penggunaan pembakaran, ukuran partikel hamparan
yang dipakai umumnya lebih besar dari 1 mm. Untuk praktisnya, diameter hamparan yang
efektif dapat ditentukan dari analisa mesh yang memisahkan partikel hamparan ke dalam
beberapa ukuran yang berbeda. Diameter rata-rata dikalkulasi dari analisa mesh
berdasarkan pada rata-rata luasan permukaan partikel yang cocok. Rata-rata area
permukaan spesifik per unit volume didefinisikan sebagai
Survace Area
Ap = yi (2.1)
i
Volume i
dimana yi adalah pecahan masa dengan peningkatan i. Untuk gelembung yang setara, rasio
permukaan per volume adalah 6/dp sehingga,
y 6
Ap =6 i = (2.2)
i
di d
1
d= (2.3)
i
y
di
i
Partikel hamparan akan menempati total volume tertentu, dan akan ada fraksi ruang
kosong (void) tertentu yang hanya mengandung gas dalam volume tersebut. Fraksi ruang
kosong tersebut didefinisikan sebagai :
void volume
= (2.4)
bed volume
Pecahan volume void kira-kira sama dengan area penampang melintang void pada poin
manapun dalam dipan tersebut. Kecepatan lokal efektif melalui dipan tersebut disebut
kecepatan interstitial,
.
V
VI = (2.5)
A
dimana V adalah volume kecepatan aliran melalui dipan dan a adalah area penampang
linyang fluidized bed seperti tampak pada gambar 17.1. Kecepatan supervicial Vs adalah
kecepatan gas jika partikel-partikel dipan tidak hadir:
.
V
Vs = (2.6)
A
Contoh 2.1. Untuk analisa layar di bawah ini temukan rata-rata diameter partikel , rata-rata
area permukaan partikel per unit volume partikel, dan rata-rata area permukaan partikel per
unit volume dipan. Pecahan void diukur pada 0,40
8 2.36 0
10 1.65 60
14 1.17 80
20 0.83 40
35 0.42 20
48 0.29 0
Total 200
Jawaban. Tentukan pecahan masa pada masing-masing kisaran ukuran dan evaluasi
persamaan 2.6. Catat bahwa di = 2.00 dibawah ini datang dari (2.36 + 1.65)/2 di atas,
sebagai contoh
Tabel
Di yi yi
di
1
d= = 1.26mm
0.795
Rata-rata area permukaan partikel per unit volume fluidized bed adalah
Pada umumnya, tidaklah menjadi soal fase mana yang diandaikan diam, apakah
fluidanya atau benda padatnya, yang penting ialah kecepatan relative antara kedua fase itu.
Kekecualian terhadap hal ini terdapat dalam beberapa situasi dimana arus fluida tidak
terlebih dahulu dipengaruhi oleh dinding padat dan berada dalam kondisi aliran turbulen.
Dalam prosesi ni, skala dan intensitas keturbulenan akan merupakan dua parameter yang
penting. Dalam terowongan angin,umpamanya dimana benda padat berada dalam keadaan
diam dan arus udara dalam keadaan bergerak, ke turbulen dan dapat memberikan gaya pada
benda padat itu, yang berbeda dari gaya yang ada dalam benda padat yang bergerak dengan
kecepatan relatif yang sama di dalam massa udara tenang yang bebas dari keturbulenan.
Benda yang jatuh bebas melalui medium kontinu mungkin bergerak dalam pola spiral atau
berputar pada sumbunya, atau mengalami kedua hal tersebut sekaligus. Tetapi di sini pun,
gaya yang bekerja pada benda itu tidak akan sama bila benda itu diam dan fluidanya yang
mengalir melewatinya.
Seret. gaya pada arah aliran,yang diberikan fluida terhadap benda padat di dalam
aliran di sebut seret( drag). Menurut hukum ketiga Newton tentang gerakan, benda itu akan
memberikan pula gaya yang besarnya sama pada fluida itu, tetapi pada arah yang
berlawanan. Bila dinding benda itu sejajar dengan arah aliran, sebagaimana dalam halnya
dengan plat tipis pada Gambar 2 -10a, satu-satunya gaya seret yang bekerja ialah geser
dinding w . Akan tetapi, pada umumnya dinding benda yang berada di dalam fluida itu
membuat sudut dengan arah aliran. Dalam hal ini komponen geser dinding pada arah aliran
itulah yang membangkitkan seret. Contoh ekstirm dari situasi ini ialah seret terhadap plat
rata yang tegak lurus terhadap aliran, sebagaimana terlihat pada gambar 2-10b. Demikian
pula, tekanan fluida yang bekerja padaarah tegak lurus terhadap dinding mempunyai pula
komponen pada arah aliran, dan komponen itu ikut pula memberikan seret. Seret total pada
suatu elemen luas ialah jumlah dari kedua komponen itu. Gambar 2-1 menunjukan gaya-
gaya dari tekana dan gesesr yang bekerja pada elemen luas dA yang membuat sudut 90 o -
terhadap arah aliran. Seret pada geser dinding dalam hal ini mebjadi w sin dA , dan dari
tekanan ialah p cos dA . Seret total pada benda itu ialah jumlah integral masing-masing
besaran itu dimana masing-masingnya dihitung untuk keseluruhan permukaan benda yang
berada dalam kontak (bersentuhan) dengan fluida.
Seret toal dar dinding, yang didapatkan dari integrasi itu disebut seret dinding (wall
drag), dan yang dari hasil integrasi tekanan disebut seret bentuk (form drag).
Dalam aliran potensian, w = 0, dan tidak ada seret dinding. Demikian pula, seret
tekanan pada arah aliran diimbangi oleh gaya yang besarnya sama tetapi arahnya
berlawanan, dan integrasinya seret bentuk ialah nol. Jadi, tidak ada seret neto didalam
aliran potensial.
Gambar 2.1 Seret dinding dan seret bentuk pada benda yang berada di dalam aliran fluida
Fenomena yang menyebabkan seret dinding maupun seret bentuk didalam fluida yang
sebenarnya jauh lebih rumit lagi, dan pada umumnya seret itu tidak dapat diramalkan.
Untuk bola dan bentuk berturan lainya, jika kecepatan fluida rendah, pola aliran dan gaya
seretnya dapat ditaksir dengan metode-metode numerik; tetapi untuk bentuk tak beraturan
dan pada kecepatan tinggi pola aliran dan gay seret itu harus ditentukan melalui
eksperimen.
Koefisien seret. Dalam menangani masalah aliran fluida dalam saluran, suatu factor
gesek yang defenisinya rasio tegangan geser terhadap hasil-kali tinggi-tekan kecepatan dan
densitas, ternyata amat berguna. Untuk benda padat dalam aliran, digunakan koefisien
seret(drag coefisien) yang analogi dengan itu. Perhatikan sebuah pola licin di dalam aliran
fluida yang berada pada jarak yang cukup jauh dari batas padat arus itu sehingga arus-
datang itu merupakan aliran potensial. Kita definisikan luas proyeksi benda padat itu
sebagai luas yang didapatkan dengan memproyeksikan benda itu pada bidang yang tegak-
lurus terhadap arah aliran, sebagaimana terlihat pada Gambar2.1. Kita namakan luas itu Ap.
Untuk bola, luas proyeksi itu ialah luas lingkaran besar, yaitu ( / 4 ) Dp2,dimana Dp ialah
diameter bola. Jika seret total ialah FD, seret rata-rata persatuan luas proyeksi ialah FD / Ap .
Untuk partikel yang tidak berbentuk bola, kita harus terlebih dahulu menentukan
ukuran dan bentuk geometri benda itu, dan orientasinya terhadap arah aliran fluida. Satu
dimensi utamanya dipilih untuk digunakan sebagai panjang karakteristik, dan dimensi
penting lainnya diberikan sebagai rasio terhadap dimensi pilihan itu. Setiap rasio itu
dinamakan faktor bentuk (shape factor). Jadi, untuk silinder pendek, biasanya diameter
dipilih sebagai dimensi penentu, dan rasio panjang terhadap diameter sebagai faktor
bentuk. Orientasi partikel itu di dalam arus juga diketahui. Untuk silinder, kita dapat
menggunakan sudut antara sumbu silinder dan arah aliran. Jadi, luas proyeksi sudah
tertentu dan dapat dihitung. Untuk silinder yang orientasinya sedemikian rupa sehingga
sumbunya tegak-lurus terhadap aliran, Ap ialah LDp, dimana L ialah panjang silinder. Untuk
silinder yang sumbunya sejajar dengan arah aliran.Ap ialah ( / 4)D p ,sama dengan bola
2
Dari analisis dimensi, koefisien seret benda padat licin di dalam fluida tak-mampu-
mampat bergantun pada angka Reynold dan faktor bentuk. Untuk setiap bentuk tertentu
C D = ( N Re , p )
G0= 0
Untuk setiap bentuk dan orientasi terhadap hubungan C D −VS − N Re, p yang khas. Hubungan
itu pada umumnya harus ditentukan dari eksperimen, walaupun khsus untuk bola licin pada
angka Reynolds rendah terdapat persamaan teoritis yang sudah cukup teruji. Koefisien seret
untuk fluida mampu-mampat meningkat bila angka Machnya bertambah tinggi, khususnya
bila angka Mach itu lebih dari 0,6. Koefisien pada aliran supersonic biasanya lebih besar
dari koefisien aliran subsonic.
Koefisien seret bentuk-bentuk khas. Pada Gambar 2.3 terlihat kurva-kurva C D −VS − N Re, p
untuk bola, silinder panjang, dan piring. Sumbu silinder dan muka piring tegak-Jurus
terhadap arah aliran; dan kurva-kurva itu hanya berlaku untuk orientasi demikian. Jika,
umpamanya, piring itu bergerak karena gravitasi atau gaya sentrifugal melalui fluida
tenang, benda itu akan berputar pada waktu bergerak melalui fluida itu.
Dari sifat seret yang kompleks itu, tidaklah mengherankan bila perubahanCp dengan
N Re, p , jauh lebih rumit dari pada perubaha f dengan NRe . Variasi kemiringan kurva
CD − vs , − N Re , p pada berbagai angka Reynolds adalah akibat daripada interaksa intara berbagai
faktor yang mengembalikan seret bentuk dan seret dinding. Efeknya dapat diikuti dari
pembahasan untuk kasus bola dibawah ini.
Pada angka Reynolds, rendah gaya seret untuk bola sesuai dengan persamaan
teoretis yang disebut hokum stokes, yang dapat dituliskan sebagai berikut
u D
FD = 3 0 p (2.9)
gc
Dari Pers(2-3), koefisien seret yang diramalkan oleh hokum Stokes dengan menggunakan
Pers(2 -l) ialah
24
CD = (2.10)
N Re, p
Menurut teori, hukum Stokes hanya berlaku bila N Re, p jauh lebih kecil dari satu. Dalam
kenyataannya seperti terlihat dari bagian kiri grafik pada Gambar 2-3, Pers.(2.9) dan
(2.10) dapat digunakan tanpa kesalahan terlalu besar untuk segala angka Reynolds, asal
kurang dari l. Pada kecepatan rendah, dimana hukum ini berlaku, bola itu bergerak melalui
fluida dengan membuat deformasi pada fluida itu. Geser dinding adalah akibat dari gaya-
gaya viskos semata-mata, dan gaya inersia pun dapat diabaikan. Gerakan bola itu
mempengaruhi fluida pada jarak yang agak jauh dari benda itu, dan jika dinding padat
berada di sekitar 20 atau 30 diameter bola, hukum Stokes harus dikoreksi untuk
memperhitungkan pengaruh dinding. Jenis aliran yang diperlakukan dengan hukum ini
disebut aliran mulur (creeping flow). Hukum ini sangat berguna untuk menghitung tahanan
partikel kecil, seperi debu dan kabut, yang bergerak melalui gas atau zat cair berviskositas
rendah, atau untuk gerakan partikel besar didalam zat cair yang sangat viskos
Jika angka Rynolds ditingkatkan sampai 10 atau lebih, jauh diluar jangkauan
hukum stokes, pemisahan akan terjadi pada titik persis di depan bidang ekuator bola,
sebagaimana tearlihat pada cambar 7-4a,dan dibelakang bola akan terbentuk riak Ikutan
(wake) yang meliputi seluruh hemisfer-belakang bola itu. Dalam Bab 3 telah kita tunjukan
bahwa riak ikutan itu selalu disertai oleh rugi gerak yang besar. Riak ikutan itu
membangkitkan pula seret-bentuk, yang besar, dan bahkan kebanyakan seret bentuk adalah
akibat dari adanya riak ikutan. Dalam riak ikutan, kecepatan sudut vorteks-vorteks yang
terjadi adalah besar,dan karena itu energi-kinetik rotasinya pun demikian. Tekanan di
dalam riak ikutan, sesuai dengan asas Bernoulli, kurang dari yang terdapat di dalam lapisan
batas yang memisah. Di dalam gelombang ikutan itu akan terjadi suatu isapan, dan
komponen vektor tekanan yang bekerja pada arah aliran. Seret tekanan, dan demikian pula
seret total, besar;jauh lebih besar dari pada bilamana hokum Stokes masih berlaku.
Angka Reynolds dimana lapisan batas yang melekat berubah menjadi turbulen
disebuat ngka Reynolds kritis untuk seret. Kuva untuk bola yang terlihat pada Gambar 2-3
hanya berlaku bila fluida mendekati bola dalam keadaan tidak turbulen atau bila bola yang
bergerak di dalam fluida diam. Jika fluida itu mendekat dalam keadaan turbulen, angka
Reynolds kritis itu menjadi peka terhadap skala keturbulenan dan akan mengecil bila skala
itu bertambah besar. Umpamanya, jika skala keturbulenan yang didefinisikan sebagali
' 2
100 (u ) / u , besarnya 2 persen, angka Reynolds kritis itu ialah kira-kira 140,000.
Gambar 2-3 koefisien seret untuk bola, piring dan silinder [Atas perkenan, dari J.H. pery(ed). “chemical engineers
handbook” eds 5, hlm 5-62, Hak cipta, 1973, Mcgraw-Hill book company.]
Salah satu cara untuk mengukur skala keturbulenan ialah dengan menentukan angka
Reynolds kritis dan menggunakan suatu koreksi yang sudah diketahui antara kedua besaran
itu. Kurva CD − vs− N untuk silinder panjang tak-berhinga yang tegak lurus terhadap aliran
Re
hampir serupa dengan kurva untuk bola, akan tetapi, pada angka Reynolds
rendah CD tidak berubah menurut kebalikanya NRe, karena aliran mengelilingi silinder
mempunyai cirri dua dimensi. Untuk silinder pendek, seperti pelet-pelet kattalis, koefisien
seret itu mempunyai nilai diantara nilai untuk bola dan silinder panjang, dan berubah
menurut kebalikan angka Reynolds, khususnya pada angka Reynolds yang sangat rendah.
Benda berbentuk piring tidak menunjukkan adanya penurunan dalam koefisien seret pada
angka Reynolds kritis, karena jika pemisahan telah terjadi pada tepi piring, arus yang
terpisah itu tidak akan kembali ke belakang piring, dan gelombang-ikutan tidak menciut
bila lapisan batas menjadi turbulen. Benda yang menunjuk perilaku demikian disebut
benda tumpul (bluff body). Untuk piring, koefisien seret CD mempunyai nilai kira-kira satu
pada angka Reynolds di atas 2.000.
Koefisien seret untuk partikel yang mempunyai bentuk tidak beraturan, seperti batu
bara dan pasir, tampaknya hamper sama dengan bola yang ukuran nominalnya sama, pada
angka Reynolds kurang dari 504. Namun, kurva CD − vs , − N itu mendatar pada NRe 100 ,dan
Re
nilai CD nya menjadi 2 sampa 3kali nilai untuk bola untuk angka Reynolds yang berkisaran
antara NRe=500-3,000. Hasil-hasil seperti itu telah dilaporkan pula untuk partikel isometric
seperti kubus dan tetrahedron.
Udara dimasukkan dibawah plat distributor (penyebar udara) dengan laju lambat,
dan naik keatas melalui hamparan tanpa menyebabakan terjadinya gerakan pada partikel.
Jika partikel itu cukup kecil, aliran didalam saluran-saluran diantara hamparan itu akan
sebanding dengan kecepatan semu Uo. jika kecepatan itu berangsur-angsur dinaikkan,
penurunan akan meninggakat tetapi tidak bergerak dan tinggi hamparanpun tidak berubah.
Kondisi ini disebut dengan fixed beds. Pada kecepatan tertentu, penuruna tekanan melintasi
hamparan itu akan mengimbangi gaya gravitasi yang dialaminya. Jika kecepatan masih
dinaikkan lagi, partikel itu akan mulai bergerak. Titik ini digambarkan oleh titik A pada
gambar 2.5. didalam hamparan zat padat
Jika kecepatan itu terus dinaikkan lagi, partikel-partikel itu akan memisah dan
menjadi cukup barjauhan satu sama lain sehingga dapat berpindah-pindah didalam
hamparan itu dan fluidisasi yang sebenarnyapun mulai terjadi (titik B). pada saat hamparan
itu sudah terfluidisasi, penurunan tekanan melintasi hamparan konstan, tetapi tinggi
hamparan bertambah terus apabila aliran ditinggikan lagi (Bubbling Fluidized Bed). Jika
laju aliran kehamparan fluidisasi itu perlahan-lahan diturunkan, penuruna tekanan tetap
sama, tetapi tinggi hamparan berkurang mengikuti garis BC.
Gambar 2.5 : Penurunan tekanan dan tinggi hamparan Vs kecepatan semu
Pada awal fluidisasi, merupakan porositas minimum, atau M .(Jika partikel itu scndiri
berpori-pori , ialah fraksi-kosong luar pada hamparan itu.) Jadi,
p g
= (1 − M )( p − ) (2.12)
L gc
Persamaan Ergun untuk penurunan tekanan pada hamparan curah [pers.( 7-20)] dapat
Jika Pers.(2.13) kita terapkan untuk titik awal fluidisasi, kita dapatkan suatu persamaan
Untuk partikel yang sangat kecil, hanya suku aliran laminar pada persamaan Ergun yang
signifikan. Dengan N Re . p ,1, persamaan kecepatan fluidisasi minirnum menjadi
g ( p − ) M3
V 0M 2s D p2 (2.15)
150 1 − M
berlaku untuk partikel yang diameternya sampai kira-kira 300 M ; dalam berbagai
penerapan fluidisasi, partikel itu berukuran antara 30 sampai 300 M . Akan tetapi,
fluidisasi juga digunakan untuk partikel yang lebih besar dari I mm, sebagaimana dalam hal
pembakaran batu-bara dalam hamparan fluidisasi. Dengan partikel yang berukuran sangat
besar, suku aliran laminar menjadi dapar diabaikan dan V 0 m berubah sesuai dengan akar
pangkat-dua ukuran partike. Persamaan N Re, p < 103 adalah
s D p g ( p − ) M3
V 0M (2.16)
1,75
Gambar 2.6 Kecepatan fluidisasi minimum dan kecepatan terminal dengan udara pada
20C dan 1 atm atau (eM = 0,50, s = 0,8 )
Kecepatan terminal masing-masing partikel yang jatuh dalam udara tenang juga terlihat
pada Gambar 2.6. Pada angka Reynolds rendah, ut dan V 0 m masing-masing bervariasi
menurut D 2p ( p − ) , dan 1/ , sehingga rasiou u t / V 0 M bergantung terutama pada fraksi
kosong dalam keadaan fluidasi minimum. Dari pers.(2.15) dan (2.16)
ut gD p2 ( p − ) 150 1− M
=
V 0M 18 g ( p − ) s D p M3
2 2
8,33(1 − M )
= (2.17)
2s 2p
Untuk bola,dengan M 0,45,kecepatan terminal adalah 50 kali kecepatan fluida
minimum, sehingga hamparan yang berfluidisasi pada l0 mm/det barangkali dapat
beroperasi dengan kecepatan sampa 400 mm/det dengan hanya sedikit partikel yang
terbawa-bawa oleh gas keluar. Jika distribusi partikel sangat luas, butiran halus, yang,
terbawa ikut akan lebih banyak lagi, yaitu butiran yang lebih halus dari ukuran partikel
rata-rata, tetapi kebanyakan diantara butiran halus itu akan ditangkap kembali oleh
penyaring atau siklon pemisah dan dikembalikan ke dalam hamparan. Beberapa hamparan
fluidisasi dioperasikan pada kecepatan 100 kali V 0 M , dimana partikel yang terbawa ikut
cukup banyak, tetapi disertai dengan pemulihan kembali padatan yang terbawa itu.
Untuk partikel yang, tidak berbentuk bola, lebih kecil dari 1, dan pers.(2.17)
kelihatannya memberikan daerah fluidisasi yang lebih luas tanpa ada yang terbawa ikut.
Akan tetapi, untuk partikel yang bentuknya tak beraturan, nilai M pada umumnya lebih
kecil dari nilai pada bola, dan untuk , s = 0,8 dan M = 0,5 rasio u t / V 0 M ialah 52, yaitu
kira-kira sama dengan yang diperkirakan untuk bola. Untuk partikel besar, kecepatan
terminal diberikan oleh hukum Newton [pers. (7-45)], dan ini dapat dibandingkan dengan
V 0 M dari pers.(2.15). Dalam hal bola, dengan-NRe,p,lebih besar dari 103,
1/ 2
gD p ( p − )
1/ 2
ut 1,75
= 1,75
V 0M gD p ( p − ) M3
2,32
= (2.18)
M3 / 2
untuk M =o,45, u t / V 0 M =7,7 , yang merupakan rasio yang jauh lebih kecil dari yang
untuk partikel halus. Hal ini mungkin agak kurang menguntungkan dibandingkan dengan
penggunaan partikel kasar dalam hamparan fluidisasi, tetapi ukuran partikel optimum pada
umumnya bergantunga pada berbagai factor lain seperti biaya penggilingan, serta
perpindahan kalor dan perpindahan massa, di samping kecepatan gas yang dikehendaki.
2.5 Teori dua fase untuk fluidisasi gelembung dan resim fluidisasi
Faktor geskan untuk hamparan curah, didefinisikan oleh ruas kiri Pers.(2-20);
pg c s D p 3
fp = (2-21)
V 0 L(1 − )
2
Kecuali mengenai biilangan tetap 2 , sferisitas, dan fungsi porositas 3 /(1 − ), f p di atas
mempunyai bentuk yang sama dengan faktor gesekan f untuk pipa saluran yang
didefinisikan oleh pers.(2-21) untuk angka Reynolds partikel pers.(2-20) dapat dituliskan
sebagai
150(1 − )
f = + 1,75 (2-22)
s N Re , p
p
persamaan ini disebut persamaan Kozeny-Carman, dan jelas merupakan persamaan aliran
laminar, yang digunakan dengan angka Reynolds yang kurang dari 1,0 (kira-kira). Untuk
system tertentu persamaan ini menunjukan bahwa laju aliran berbanding lurus denngan
penurunan tekanan. Pernyataan ini juga dikenal sebagai hukum Darcy.
Untuk angka Reynolds, besar di atas kira-kira 1.000, suku pertama di ruas kanan
Pers.(7-22) dapat dihapuskan karena gaya viskos menjadi tidak berarti dan gaya inersia
= 1,75V 0 (2-24)
L V 02 1 −
i pi
N D2
i =1
Ds = n (2-25)
i =1
Ni D 2
pi
1
Ds = n (2-26)
xi
i =1 D pi
Fluida mampu-mampat. Bila perubahan densitas fluida itu kecil - dan jarang sekali
penurunan tekanan cukup besar sehingga mengakiban perubahan densitas yang menyolok
- Pers.(2-20) dapat kita gunakan dengan menghitung nilai V 0 pada waktu masuk dan waktu
keluar dengan menggunakan pukul-rata aritmetik untut V 0 dalam persamaan itu.
Ada tiga gaya yang bekerja pada partikel yang dalam keadaan bergerak di dalam
fluida: (l) gaya luar, gravitasi atau sentrifugal; (2) gaya apung( buoyant force), yang bekerja
sejajar dengan gaya luar, tetapi pada arah yang berlawanan; dan (3) gaya seret; yang selalu
terdapat bilamana ada gerakan relatif antara partikel dan fluida. Gaya seret itu bekerja
melawan gerakan, sejajar dengan arah gerakan tetapi berlawanan arah.
Dalam situasi umum, arah gerakan partikel relatif terhadap fluida belum tentu
sejajar dengan arah gaya luar dan gaya apung, dan gaya seret mungkin membuat dengan
kedua gaya yang lain. Dalam situasi demikian, yang disebut gerakan dua demensi (two
dimension motion), seret itu harus diuraikan menjadi komponen-komponennya, hal mana
menambah rumit pengerjaan Mekanika partikel. Untuk gerakan ini sudah ada beberapa
persamaan,10 tetapi kita, dalam buku ini, hanya akan membahas kasus satu-dimensi, dimana
garis-garis kerja semua gaya yang bekerja pada partikel itu adalah kolinear.
Persamaan gerakan satu dimensi partikel melalui fluida. Perhatikan suatu partikel yang
massanya m yang bergerak di dalam fluida di bawah pengaruh gaya luar Fe. Umpamakan
kecepatan partikel itu, relatif terhadap fluida, ialah u. Gaya apung yang bekerja pada
partikel itu kita umpamakan Fb , sedang seret ialah FD. Gaya resultan yang bekerja pada
partikel itu ialah Fe-Fb-FD, dan percepatan partikel ialah du/dt ,
m du
= Fe − Fb − FD (2-27)
gc dt
Gaya luar dapat dinyatakan sebagai hasil kali antara massa dan percepatan ac partikel
karena gaya ini, dan
mae
Fc = (2-28)
gc
Gaya apung sesuai dengan asas Archimedes, ialah hasil kali antara massa fluida yang
dianjkakkan partikel dan percepatan karena gaya luar. Volume partikel itu ialah m/pp,
dimana pp ialah densitas partikel, dan partikel itu menganjakkan fluid yang volumenya
sama,
Massa yang diaanjakkan ialah (m/pp) , dimana ialah densitas fluida. Gaya apung
menjadi
mae
Fb = (2-29)
p gc
u0 =u
Gerakan karena gaya gravitasi. Jika gaya luar itu ialah gaya gravitasi,ac ialah g,yaitu
percepatan gravitasi, dan pers.(2-31) menjadi
du − C D u A p
=g p − 2 (2-32)
dt p 2m
Garakan dalam medan sentrifugal. Gaya sentrifugal terdapat bilamana arah gerakan
partikel berubah. Percepatan dari gaya sentrifugal karena gerakan lingkar (sirkular) ialah
a c = r 2 (2-33)
Dalam gerakan karena gaya sentrifugal, kecepatan bergantung pada jari-jari, dan
percepatan tidaklah konstan jika partikel itu bergerak relative terhadap fluida. Akan tetapi
dalam berbagai penggunaan praktis daru gaya sentrifugal, du/dt itu kecil bila dibandingkan
dengan kedua suku lain dalam pers.(2-34), dan jika du/dt kita abaikan maka kecepatan
terminal pada radius tertentu dapat didefenisikan dengan persamaan
2g ( p − )m
ut = (2-36)
Ap p C D
Koefisien gesekan. Penggunaan pers. (2-31) sampai (2-36) secara kuantitatif memerlukan
adanya nilai numeric dari koefisien seret CD. gambar 2-3, yang menunjukan koefisien seret
sebagai fungsi angka Reynolds memberi petunjuk tentang hubungan itu. Bagian dari kurva
CD-vs-NRe,p untuk bola digambarkan kembali pada gambar 2-6. Akan tetapi, kurva seret
dalam gambar 2-6 hanya berlaku pada kondisi tertentu saja. Partikel itu harus berupa bola
padat, harus jauh dari partikel lain dan jauh dari dinding bejana sehingga pola aliran
disekitar partikel itu tidak terganggu, dan partikel itu harus bergerak pada kecepatan
terminalnya relative terhadap fluida. Koefisien seret untuk partikel yang sedang
mengalami percepatan jauh lebih besar dari yang ditunjukan pada
Dalam pengerjaan berikut ini, partikel itu diandaikan berbentuk bola, karena jika
koefisien seret untuk gerakan partikel bebas kita ketahui, prinsip itu akan dapat digunakan
untuk bentuk-bentuka lain.
Bila partikel itu berada pada jarak yang cukup jauh dari dinding bejana dan dari
partikel-partikel lain, sehingga proses jatuhnya tidak terpengaruh oleh dinding atau partikel
lain, maka proses itu dinamakan pengendapan bebas( free settling). Jika gerakan partikel
itu terganggu oleh partikel lain, yang dapat terjadi bila partikel itu berdekatan dengan
partikel lain, walaupun mungkin tidak berbenturan, proses itu disebut pengendapan
terganggu (hindered settling). Koefisien seret dalam pengendapan terganggu lebih besar
dari pada pengendapan bebas.
Jika paitikel-partikel itu sangat kecil, akan ada gerakan Brown. Gerakan ini
merupakan gerakan rarnbang yang terjadi pada partikel itu karena adanya benturan antara
partikel itu dengan molekul-rnolekul fluida di sekelilingnya. Efek ini menjadi cukup berarti
pada ukuran partikel 2 sarnpai 3 m , dan rnenjadi paling penting bila ukuran partikel 0,1
m atau lebih kecil lagi. Gerakan rambang partikel cenderung menekan efek
gaya gravitasi, sehingga menghalang terjadinya pengendapan. Efek relatif gerakan Brown
ini dapat diatasi dengan menerapkan gaya sentrifugal.
Dp, maka
D 3p
m= p
(2-37)
6
Dan
D 3
Ap = (2-38)
4p
Substitusi m dan Ap dari Pers.(2-37) dan (2-38) ke dalamPers.(2-35) menghasilkan
persamaan untuk pengendapan gravitasi bola:
4g( p − )Dp
ut = (2-39)
3C D
Dalam kasus umum, kecepatan terminal dapat dicari dengan Perhitungan coba-coba setelah
menebak N Re, p untuk mendapatkan taksiran pertama te ntang CD. Untuk kasus pembatasan
dimana angka Reynolds sangat rendah atau sangat tinggi, kita bisa mendapatkan u t secara
langsung dari persamaan.
Pada angka Reynolds rendah, koefisien seret berubah menurut kebalikan N Re, p dan
24
CD = (2-40)
N Re, p
3u t D p
FD = (2-41)
gc
gD p ( p − )
2
ut = (2-42)
18
Persamaan (2-42) dikenal sebagai hukum stokes dan berlaku untuk angka Renolds partikel
kurang dari 1,0. Pada angka Renolds sama dengan 1,0, CD = 26,5 dan bukan 24,0
sebagaimana dihitung dari pers. (2-40), dan karena kecepatan terminal bergantung pada
akar pengkat dua koefisien seret, hukum stokes mengandung kesalahan sebesar kira-kira 5
persen pada titik ini. Pers.(2-42) dapat dimodifikasi untuk meramalkan kecepatan bola kicil
dalam medan sentrufugal dengan mengganti g dengan r 2 .
Untuk 1,000 < N Re, p <200.000, koefisien seret dapat dikatakan konstan dan
persamaanya ialah
C D = 0,44 (2-43)
0,055D p2 u t2
FD = (2-44)
gc
gD p ( p − )
ut = 1,75 (2-45)
Persamaan (2-45) adalah hukum Newton dan berlaku hanya untuk partikel yang agak besar
yang jatuh di dalam gas atau fluida yang viskositasnya rendah.
Criteria rejim pengendapan. Untuk menentukan dalam daerah mana gerakan partikel itu
terketak, suku kecepatan kita eleminasi dari angka Renolds dengan mensubtitusi ut dari
pers. (2-42) sehingga didapatkan, dalam kisaran hukum stokes,
D p ut D 3p g ( p − )
N Re, p = = (2-46)
18 2
Jika hukum Stokcs berlakuf N Re . p harus lebih kecil dari 1,0. Untuk mendapatkan suatu
criteria K yang enak dipakai, kita umpamakan
g ( p − )
1/ 3
K = Dp (2-47)
2
Lalu, dari Pers.(2-46), N Re . p = K3/18 . Kita buat N Re . p sama dengan 1,0 dan
penyelesaiannya menghasilkan K = l81/3 = 2,6. Jika ukuran partikel diketahui, K dapat
dihitung dari Pers.(2-47). Jika K dari perhitungan itu ternyata kurang dari 2,6, maka hukum
Stokes berlaku.
Substitusi dengan u t dari Pers. (2-45) menunjukkan bahwa untuk jangkau hukum
Newton, N Re . p = l,75K1,5. Bila ini dibuat sama dengan 1.000, penyelesaiannya
manghasilkan K = 68,9. Jadi, jika K lebih besar dari 68,9 tetapi kurang dari 2,360, hukum
Newton berlaku. Bila K lebih besar dari 2.360, koefisien seret dapat berubah dengan tiba-
tiba karena perubahan kecil saja pada kecepatan fluida. Dalam kondisi ini, demikian pula
dalam daerah antara hukum Stokes dan hukum Newton, (2,6 < K<68,9), kecepatan terminal
dihitung dari Pers.( 2-39) dengan menggunakan nilai CD yang didapatkan dengan coba-
coba dari Gambar 2-6.
Perilaku hamparan fluidisasi didih sangat bergantung pada banyaknya dan besarnya
gelembung gas, dan ini tidak mudah meramalkannya. Ukuran rata-rata gelembung itu
"bergantung pada jenis dan ukuran partikel, jenis plat distributor kecepatan kosong, dan
tebalnya hamparan. Gelembung-gelembung cenderung bersatu dan menjadi besar pada
waktu naik melalui hamparan fluidisasi itu dan ukuran maksimum gelembung stabil
berkisar antara beberapa inci sampai beberapa kaki diameternya. Jika kita menggunakan
kolom berdiameter kecil dengan hamparan zat padat yang tebal, gelembung itu mungkin
berkembang hingga memenuhi seluruh penampang. Gelembung-gelembung yang
beriringan lalu bergerak ke puncak kolom terpisah oleh zat padat yang seakan-akan sumbat.
Peristiwa ini disebut" penyumbatan(slugging) dan biasanya tidak dikehendaki karena
mengakibatkan adanya fluktuasi tekanan di dalam hamparan, meningkatkan zat padat yang
terbawa ikut, dan menimbulkan kesulitan jika kita ingin rnemperbesar skala terap(scale up)
ke unit-unit yang lebih besar.
Penyamarataan bahwa fluidisasi partikulat dari zat padat terjadi pada zat cair dan
fluidisasi gelembung pada gas tidak seluruhnya benar. Parameter yang penting ialah
perbedaan-densitas, dan zat padat yang berat mungkin menyebabkan fluiridisasi didih
dengan air, sedang gas pada tekanan tinggi mungkin menyebabkan fluidisasi partikulat
pada zat padat halus. Demikian pula, zat pada halus yang densitasnya sedang, seperti
halnya katalis perengkahan mungkin menimbulkan fluidisasi partikulat pada jangkau
kecepatan terbatas, dan kemudian fluidisasi didih pada kecepatan tinggi.
Ekspansi hamparan fluidisasi. Pada kedua jenis fluidisasi, hamparan itu mengembang
bila kecepatan semu dinaikkan, dan karena penurunan tekanan total tetap tidak berubah,
penurunan tekanan persatuan panjang tentu berkurang jika bertambah Pers.(2-50) bila
disusun kembali akan menghasilkan
p g
= (1 − )( p − ) (2-58)
L gc
Fluidisasi partikulat. Pada fluidisasi partikulat ekspansi yang terjadi adalah seragam dan
Persamaan Ergun, yang berlaku untuk hamparan diam, dapat dikatakan masih berlaku
untuk hamparan yang agak mengembang. Andaikan aliran di antara partikel-partikel itu
adalah liaminar, dengan menggunakan suku pertama Pers.(2-52) kita mendapat persamaan
berikut ini untuk hamparan yang mengalami ekspansi:
3 150V 0
= (2-59)
1 − g ( p − ) 2s D 2p
Perhatikan bahwa persamaan ini serupa dengan Pers.(7-54) untuk kecepatan fluidisasi
minimum, tetapi di sini V 0 merupakan variabel bebas dan variablel tak-bebas Pers. (2-
59) meramalkan bahwa 3 /(1 − ) sebanding dengan V 0 untuk nilai-nilai yang lebih besar
dari V 0 . Tinggi hamparan-ekspansi bisa didapatkan dari serta nilai L dan pada
Data fluidisasi untuk manik-manik kecil yang terbuat dari gelas (5l0 m ) di dalam
air disajikan pada Gambar 2-7. Titik data pertama ialah untuk M = 0,384 dan V 0 M = 1,67
mm/det, dan garis teori merupakan garis lurus melalui titik pusat dan titik ini.
Pada fluidisasi partikulat dari partikel besar di dalanr air, ekspansi hamparan itu
pada umumnya lebih besar dari yang dihitung dari Pers.(2-59), karena penurunan tekanan
bergantung sebagian pada energi kinetik fluida dan di sini diperlukan persen peningkatan
yang lebih besar untuk mengimbangi persentase tertentu peningkatan V 0 . Data ekspansi
itu dapat dikorelasikan dengan persamaan empirik yang diusulkan oleh Lewis, Gilliland
dan Bauer:
V0 = m (2-61)
BAB III
PERPINDAHAN PANAS HAMPARAN FLUIDISASI
Udara
Permukaan pipa yang panas
Garis Aliran Panas
Partikel Dingin
Udara
Gambar 3.2 Arah perpindahan panas ketika partikel bed yang dingin menyentuh dinding
permukaan pipa yang panas
Dengan demikian perpindahan panas secara konveksi antara hamparan dengan
dinding ataupun pipa – pipa air dapat terjadi ketika partikel membentuk kluster dan ketika
pertikel tersebar pada kondisi terfluidisasi. Karena pada penelitian ini menggunakan
partikel yang tidak dipanaskan, maka perpindahan panas secara radiasi tidak mungkin
terjadi, hal ini disebabkan tidak ada pancaran kalor dari partikel.
Perpindahan panas konveksi antara sisi luar pipa dengan partikel koefisien
perpindahan panas konveksi terdiri dari kontribusi konveksi kluster dan fase penyebaran,
dapat dirumuskan sebagai berikut :
hbs = hpc + hgc (W/m2 K)
(3.4)
dimana hbs adalah koefisien perpindahan panas konveksi dari permukaan pipa ke bed
(W/m2 K), hpc merupakan koefisien perpindahan panas partikel hamparan dan hgc adalah
koefisien perpindahan panas udara.
Udara dingin
Elemen fluida
menuju ke
Elemen fluida
meninggalkan
Gerakan
Konveksi
Rumus diatas digunakan apabila bilangan Reynold minimum fluidisasi (Remf) lebih
besar dari 12,5 (Remf >~12,5) dan bilangan Archimedes lebih besar dari 26000 (Ar
>~26000), dimana untuk bilangan Reynold minimum fluidisasi bisa dicari dengan rumus :
f .U mf .d p
Remf = (3.8)
f
Sedangkan apabila bilangan Reynold minimum fluidisasi (Remf) lebih kecil dari 12,5 (Remf
<~12,5) dan bilangan Archimedes lebih kecil dari 26000 (Ar <~26000), maka hbs dicari
dengan rumus sebagai berikut :
hbs = 0,7.hmax. (W/m2 K) (3.9)
dimana nilai 70% tersebut merupakan angka prediksi untuk kondisi normal dari koefisien
perpindahan panas konveksi maksimum (hmax), untuk hmax dapat dicari dengan rumus
sebagai berikut (Howard, 1986) :
hmax=35,8ρp0,2 kf0,6dp-0,36 (W/m2 K) (3.10)
dimana ρp merupakan massa jenis partikel (particle density) dari bed (kg/m), kf merupakan
konduktivitas thermal (thermal conductivity) yang besarnya 4,041 x 10-5 kW/mK, dp
merupakan diameter partikel rata – rata (m).
Pertimbangan transfer panas dan masa memegang peranan penting dalam disain dan
operasional pembakaran dipan terfluidisasi. Transfer panas dari gas ke partikel penting
untuk menentukan tingkat pemanasan dan devolatilisasi partikel bahan bakar padat.
Botterill mengkaji pustaka dalam bidang ini dan menyarankan ekspresi berikut untuk
jumlah partikel nusselt untuk partikel berukuran mm hingga tekanan 20 atm :
0.2
Piringan distributor udara untuk dipan gelembung terfluidisasi : (a) tipe pipa nosel
berdiri, (b) tipe tutup gelembung. Dimana pgo adalah densitas udara pada tekanan atmosfir
dan pg adalah kerapatan gas pada tekanan yang digunakan. Peningkatan transfer panas
dengan peningkatan tekanan dilakukan untuk perbaikan kualitas fluidisasi akibat labih
banyaknya gas yang melewati fase rapat.
Transfer masa oksigen dari gas ke partikel bahan bakar mengatur tingkat
pembakaran arang. Bagian inlet udara melewati fase gelembung dan tidak berhubungan
dengan partikel-partikel. Teori-teori transfer masal yang menghitung gelembung-
gelembung cenderung rumit. Pecahan tertentu oksigen, katakana , 20-40%, tidak bereaksi
dengan permukaan arang tetapi bereaksi dengan bahan-gahan mudah menguap dalam
fluidized bed atau pada bagian bebas. Dengan mempertimbangkan difusi pada fase rapat
(mengeluarkan gelembung-gelembung), persamaan difusi oksigen dengan mengasumsikan
gas yang relatif diam, dapat ditulis (R adalah radius), sebagai
d 2 dp O 2
r =0 (3.14)
dr dr
hD d
= Sh = 2 (3.15)
D AB
dimana ∑ f raksi void, adalah yang berasosiasi dengan fluidisasi minimum, dan umumnya
untuk aplikasi pembakaran diambil sebagai 0,4. untuk aliran yang nyata melalui fase rapat
persamaan (3.15
Re mf
0.5
Sh= 2 +0.6 Sc 0.33 (3.16 )