KERAMIK BERPORI
Kelas :B
Albite Na(Si,Al)O
Anorthite Ca(Si,Al)O
Orthoclase K(Si,Al)O
Celsian Ba(Si,Al)O
Gambar 1.4 Hasil SEM Alumina Berpori (He & Su, 2009)
b. Salt-Solvent Casting
Metode ini menggunakan garam seperti natrium klorida dan pelarut polimer
sebagai pembentuk pori. Campuran zat-zat tersebut ditambahkan ke dalam TCP
dan dicetak (pressing), kemudian dilarutkan dalam air hingga kristal garam
terlepas. Skema salt-solvent casting dapat dilihat pada Gambar 1.5. Metode ini
menghasilkan kalsium fosfat dengan diameter makro pori 100-500 µm,
interkonektivitas antar pori yang baik dan derajat porositas berkisar 87-91%
(Walsh dkk, 2008).
Gambar 1.5 Skema salt-solvent casting (Abdurrahim & Sopyan, 2008)
Gambar 1.6 Diagram alir polymeric sponge method (Haugen dkk, 2004)
d. Starch Consolidation Method
Starch merupakan zat pati yang terdiri dari jagung, sorgum, kentang, ubi
dan wheat. Umumnya starch berwarna putih, dense dan tidak larut dalam air pada
temperatur ruang. Starch consolidation merupakan metode pembentukan pori
dengan menambahkan pati pada keramik. Campuran tersebut lalu ditambahkan air
hingga membentuk suspensi dan dimasukkan ke furnace untuk sintering
(Lyckfeldt & Ferreira, 1997). Metode ini menghasilkan porositas 45-70% dengan
kuat tekan 2-15 MPa (Abdurrahim & Sopyan, 2008). Mekanisme penggabungan
starch dengan material keramik dapat dilihat pada Gambar 1.7.
Gambar 1.9 Mekanisme Sacrificial template method (Ramay & Zhang, 2003)
g. Direct Foaming Method
Pada direct foaming method, keramik berpori di produksi dengan
menggabungkan udara dengan suspensi keramik, yang kemudian dijaga agar
terbentuk gelembung udara didalam suspensi (Kingery, 1960). Total porositas dari
directly foamed ceramics sebanding dengan jumlah gas yang digabungkan
kedalam suspensi keramik selama proses foaming. Ukuran pori akan ditentukan
oleh stabilitas wet foam pada saat sebelum terbentuk gelembung udara (Kingery,
1960).
Teknik foaming ini juga dilakukan dengan penambahan zat foamer.
Foaming agent yang umumnya digunakan adalah hidrogen peroksida, garam
karbonat dan baking powder. Zat-zat tersebut dicampurkan ke dalam TCP
kemudian dikalsinasi (Woyansky dkk., 1992). Ukuran pori TCP yang dihasilkan
bervariasi dari 30-600 mikron (Aoki dkk., 2004).
Kelemahan metode ini terletak pada interkoneksi antar pori yang lemah dan
ukuran pori yang tidak seragam. Tamai dkk. (2002) mengembangkan teknik
ceramic foaming dengan adanya ikatan silang polimerisasi yang disebut gel-
casting. Gel-casting telah diterapkan oleh He & Su (2009) dalam fabrikasi
alumina berpori menggunakan protein. Protein yang dipakai adalah protein putih
telur (EWP) dan protein whey yang terisolasi (WPI). Alumina yang dihasilkan
mempunyai derajat porositas 86,5-87% dengan kuat tekan 6,36-7,87 MPa.
Gambar 1.10 Mekanisme direct foaming method (Ramay & Zhang, 2003)
Gambar 1.13 (a) Alumina berpori yang mengapung di air (b) Hasil CT-Scan
alumina berpori (He & Su, 2009)
Gambar 1.14 Pelepasan air selama drying (a) keramik basah, (b) sebagian air
telah hilang dan (c) keramik kering (Kingery, 1960)
Sintering merupakan proses pemanasan pada temperatur tinggi untuk
meningkatkan kekuatan mekanik material. Proses ini juga dapat didefinisikan
sebagai proses produksi suatu material dengan mikro struktur dan porositas yang
terkontrol. Sinteringdapat diklasifikasikan menjadi sintering fasa padat dan fasa
cair. Sintering fasa padat terjadi jika material berada dalam fasa padat pada
temperatur sinteringsedangkan sintering fasa cair terjadi apabila terdapat cairan
selama sintering berlangsung. Selama sintering berlangsung, struktur partikel
material akan tumbuh (coarsening) dan menyatu membentuk kesatuan massa
(densifikasi) (Kang, 2005). Hal ini merupakan fenomena dasar dari proses
sintering dan dapat diilustrasikan seperti pada Gambar 1.15.
Selama coarsening dan densifikasi berlangsung, terjadi pergerakan partikel
material. Pergerakan tersebut terjadi secara kompleks dan dikarenakan adanya
difusi permukaan (Ds), difusi gas (Dg), difusi kisi (Dl), difusi boundary (Db),
perbedaan viskositas (η) dan perbedaan tekanan uap (Δp) partikel.
Gambar 1.15 Fenomena dasar yang terjadi selama sintering (Kang, 2005)
METODOLOGI PERCOBAAN
HA Tepung Terigu
Wheat particles
TCP
HA Bubuk
bubuk
Ovening
Moulding
Vbs-Vas
% shrinkage 100% (2.1)
Vbs
Dimana Vbs dan Vas merupakan volum sampel sebelum dan sesudah sintering.
3.2 Pembahasan
Protein foaming-consoliadation merupakan metode pembentukan pori
dengan penambahan protein dan starch ke dalam keramik. Campuran tersebut
kemudian di cetak ke dalam molds dan di keringkan di dalam oven dan
dimasukkan ke dalam furnace untuk proses sintering (Prabhakaran dkk,2007).
Percobaan ini keramik yang dibuat dengan menggunakan 25 gram tepung HA , 30
ml air sebagai pelarut dan 30 gram tepung sagu sebagai pembentuk pori.
Campuran tersebut lalu diaduk menggunakan stirrer selama 60 menit. Selama
pengadukan berlangsung, viskositas slurry akan bertambah sehingga terbentuk
pasta, hal ini terjadi karena pengadukan mempercepat proses penyerapan air yang
dilakukan oleh tepung sagu. Pasta tersebut selanjutnya dicetak ke dalam moulds
dan dikeringkan di dalam oven selama 60 menit dengan suhu 170oC sehingga
terbentuk green bodies.
1
0.8
0.6 Sebelum di furnace
0.4
Setelah di furnace
0.2
0
90 140 190
Kecepatan pengaduk (rpm)
1.5
Tinggi (cm)
1
sebelum di furnace
0.5 Setelah di furnace
0
90 140 190
Kecepatan Pengaduk (rpm)
15
Shrinkage (%)
10
0
90 140 190
Kecepatan Pengaduk (rpm)
84
82
80
78
90 140 190
Kecepatan Pengaduk (rpm)
Affendi, Yusuf et.al. (2002). Indonesia Heritage : Seni Rupa. Jakarta. Groiler
Internasional
Aoki, S., Yamaguchi, S., Nakahira, A. & Suganuma K. (2004).Preparation
of porous calcium phosphate using a ceramic foaming technique
combined with a hydrothermal treatment and the cell response with
incorporation of osteoblast like cells. J. Cer. Soc. Jpn 112: 193-199.
Astuti, Ambar. (1997). Pengetahuan Keramik. Gadjah Mada University Press :
Yogjakarta
Hakim. (1986). Dasar-dasar Ilmu Tanah. Penerbit Universitas Lampung :
Lampung.
Haugen, H., Will, J., Kohler, A., Hopfner, U., Aigner, J. & Wintermantel, E.
(2004). Ceramic TiO2-foams: characterisation of a potential scaffold.J.
Eur. Ceram. Soc. 24: 661-668.
He, X., Zhou, X. & Su, B. (2009). 3D interconnective porous alumina ceramics
via direct protein foaming. Mater. Lett. 63: 830-832.
Joelianingsih. (2004). “Peningkat kualitas genteng keramik dengan penanaman
sekam padi dan daun bambu”. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kang, S-J., L. (2005). Sintering: densification, grain growth and microstructure.
Amsterdam: John Wiley & Sons.
Kingery, W. D. (1960). Introduction to ceramics. New York: John Wiley & Sons.
Lyckfeldt, O. & Ferreira, J. M. (1997). Processing of porous ceramics by starch
consolidation. J. Eur. Ceram. Soc. 18: 131-140.
Mahata, S., Nandi, M. M. & Mondal, B. (2012). Preparation of high solid loading
titania suspension in gelcasting using modified boiling rice extract
(MBRE) as binder. Ceram. Inter. 38: 909-918.
Mc Phee, K. (1959). “ An introduction to inorganic dielektriecs”. IRE transaction
of component.
Prabhakaran, K., Melkeri, A., Gokhale, N. M. & Sharma S. C. (2007).
Preparation of macroporous alumina ceramics using wheat particles
as gelling and pore agent. Ceram. Inter. 33: 77-81.
Ramay, H. R. & Zhang, M. (2003). Preparation of porous HA scaffolds by
combination of the gel-casting and polymeric sponge
method.Biomaterials 24: 3293-3302.
Sing, K. S. W., Everett, D. H., Haul, R. A. W., Moscou, L., Pierotti, R. A.,
Rouquerol, J. & Siemieniewska, T. (1985). Reporting physisorption data
for gas/solid systems with special reference to the determination of
surface area and porosity. Pure Appl. Chem. 57: 603.
Tamai, N., Myoi, A. & Tomita, T. (2002). Novel hydroxyapatite ceramics with an
interconnective porous structure exhibit superior osteoconductive in
vivo. J.Biomed. Mater. Res. 59: 110-117.
Tim Penyusun. (2017). Penuntun Praktikum Teknik Reaksi Kimia.Pekanbaru
:Program Studi D-III Teknik Kimia Fakultas Teknik : Universitas Riau.
Walsh, P. J., Buchanan, F. J., Dring, M., Maggs, C., Bell, S. & Walker, G. M.
(2008). Low-pressure synthesis and characterisation of hydroxyapatite
derived from mineralise red algae.J. Chem. Eng. 137: 173-179.
Woyansky, J. S., Scott, C. E. & Minnear, W. P. (1992). Processing of porous
ceramics. Am. Cers. Soc. Bull 71: 1674-1682.
BAB IV
4.1 KESIMPULAN
4.2 SARAN
PERHITUNGAN
Volume air : 30 ml
= 12,2 %
II. Kecepatan Pengaduk 140 rpm
Sampel
Vbs-Vas
% shrinkage 100%
Vbs
2,327−1,931
= x 100 %
2,327
= 17,01 %
III. Kecepatan Pengaduk 190 rpm
Sampel
Vbs-Vas
% shrinkage 100%
Vbs
1,425−1,460
= x 100 %
1,425
= 2,49 %
massa (gr)
Densitas sampel, s
volum (cm3 )
0,90 𝑔𝑟𝑎𝑚
= 0,18 𝑐𝑚3
= 5 gram/cm3
s
Densitas relatif, r 100%
t
𝑔𝑟
5
𝑐𝑚3
= 𝑔𝑟 ×100%
3,98 3
𝑐𝑚
= 12,56 %
Porositas 100% r
= 100% - 13,25%
= 87,44 %
Untuk perhitungan diatas berlaku pada kecepatan 140 rpm dan 190 rpm
sehingga dapat dilihat pada lampiran B.
LAMPIRAN B
HASIL PERHITUNGAN
B : Berat P : Porositas
LAMPIRAN C
LAPORAN SEMENTARA
Asisten Praktikan