Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Keramik Konvensional dan Potensi Secara Ekonomi


Keramik yang berasal dari bahasa Yunani yaitu “keramos” yang berarti suatu
bentuk dari tanah liat yang telah mengalami atau melewati proses pembakaran.
Sehingga jadilah sebuah karya (produk) atau yang kita kenal dengan keramik. Pada
kamus dan ensiklopedia ditahun 1950-an telah mendefinisikan keramik sebagai
suatu hasil seni dan teknologi untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang
dibakar, seperti gerabah, genteng, porselin, dan lain sebagainya. Tetapi saat ini
tidak semua jenis keramik berasal dari tanah liat. Pengertian keramik terbaru
mencakup semua bahan baku bukan logam dan anorganik yang berbentuk padat
(Yusuf, 1998:2).
Industri keramik di Indonesia termasuk industri gelas dan kaca serta semen,
berkemb- ang dengan pesat sejak tahun 1980 terutama untuk industri ubin
keramik. Saat ini Indonesia menjadi produsen ubin keramik ke 5 di dunia setelah
Italia, China, Spanyol dan Brasil. Sedangkan pertumbuhan rata-rata industri
keramik dari tahun 1990 sId 1995 adalah 10 % dan dari tahun 1995 sampai 1997
kurang lebih 15 %. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor pendukung yaitu,
adanya iklim usaha yang mendukung pertumbuhan industry, Tersedianya sumber
bahan baku yang melimpah seperti tanah liat, pasir kuarsa, batu kapur, industri
keramik merupakan salah satu industri yang padat energi, Jumlah penduduk
Indonesia yang besar merupakan potensi pasar dalam negeri yang sangat
mendukung pengembangan inqustri keramik. Dari beberapa faktor tersebut
Indonesia memimiliki potensi yang cukup besar namun untuk bersaing di pasar
global suatu perusahaan harus berproduksi secara efisien (Meda Segala,1997).

2.2 Bahan Baku Keramik Konvensional


Bahan baku pembuatan keramik konvensional terdiri dari bahan plastis dan
bahan non-plastis. Berdasarkan fungsinya bahan-bahan itu dibagi dalam 4
kelompok, yaitu bahan plastis (plastic materials), bahan pelebur (flux materials),
bahan pengisi (filler materials), dan bahan imbuh (additive materials).
2.2.1 Bahan plastis : Tanah-tanah liat /lempung (clays).
Kelompok ini terdiri dari bahan-bahan yang memiliki sifat-sifat plastis,
yakni kemudahan dibentuk tanpa menjadi pecah atau retak. Selain itu, dalam
keadaan mentah bahan-bahan ini memiliki daya ikat terhadap bahan lain yang
bersifat non-plastis. Keduanya merupakan sifat dasar yang sangat penting dalam
pembuatan suatu keramik, yang memungkinkan campuran bahan dapat dibentuk
atau diolah sesuai dengan yang diinginkan. Setelah pembentukan, bahan ini juga
mengikat barang mentah (greenware) itu dengan kuat, sehingga pada proses
pemindahan, pengeringan dan pembakaran tidak mengalami kerusakan atau
perubahan bentuk (deformasi). Bahan-bahan ini mencakup tanah-tanah liat yang
memiliki kandungan mineral lempung sebagai komponen utamanya. Keplastisan
dan daya ikat dari tanah liat terutama diberikan oleh kandungan partikel-partikel
koloid dan bentuk mineral-mineral lempung yang pipih, sehingga jika basah
mudah menggelincir (licin) dan jika kering menjadi lengket satu sama lain. Jenis
tanah liat yang banyak digunakan dalam industri keramik yaitu ball clay, kaolin,
marls, lempung gerabah merah, lempung stoneware, fire clay, shales, bentonit,
dan lain-lain.
2.2.2 Bahan pelebur (flux) : feldspar dan batuan lain
Flux merupakan jenis bahan pelebur dalam komposisi bodi keramik yang
memiliki titik leleh jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan yang lainnya.
Bahan ini ditambahkan dalam campuran dengan tujuan untuk memudahkan
peleburan atau pembentukan fasa gelas yang setelah didinginkan akan mengikat
butiran-butiran kristal secara bersama-sama.
Untuk bodi keramik triaksial (keramik tradisional), bahan pelebur yang
digunakan adalah feldspar atau batuan felspatik. Sedangkan untuk bodi keramik
triaksial plus atau non-triaksial digunakan bahan batuan lain dengan tujuan untuk
memperoleh sifat-sifat tertentu dari bodi yang dihasilkan.
2.2.3 Bahan pengisi (filler) : kuarsa dan bahan keras lainnya
Bahan-bahan pengisi (filler) digunkaan untuk mengurangi sifat lempung
yang terlalu plastis, bahan-bahan pengisi (filler), yakni bahan-bahan keras yang
akan menurunkan keplastisannya. Bahan ini kadang-kadang disebut juga bahan
pengurus (leaning materials). Bahan pengisi yang paling umum dan murah yang
biasa dipakai adalah pasir kuarsa. Pada dalam keramik mentah (greenware),
kuarsa dengan feldspar dan bahan non-plastis lainnya akan berperan sebagai
pengisi atau agregat (untuk sementara) yang akan menurunkan susut dan
menghindari retak dalam pengeringan. Dalam pembakaran pada suhu tinggi,
sebagian besar kuarsa akan melarut dalam leburan feldspar bersama-sama oksida
lainnya membentuk silikat-silikat.
Dari leburan yang kental ini sebagian silikat akan tumbuh menjadi kristal-
kristal mineral baru dengan ukuran besar, seperti mullit sekunder misalnya, yang
akan berperan sebagai agregat dalam badan keramik hasil bakaran (fired body).
Sedangkan sebagian silikat lagi yang merupakan larutan padat encer akan mengisi
ruang-ruang kosong antar kristal (pori-pori) sebagai fasa gelas. Setelah keramik
selesai didinginkan, fasa gelas akan mengeras atau membeku dan berfungsi
sebagai perekat antar butiran atau kristal yang memberi kekuatan kepada badan
keramik itu. Tergantung pada suhu pembakaran dan lamanya proses pembakaran
itu, kuarsa bebas mungkin masih ada yang tersisa dan berperan sebagai agregat
bersama-sama kristal yang baru dalam badan keramik.
Kelemahan kuarsa sebagai bahan pengisi adalah pada saat kenaikan suhu
antara 500–600 ºC akan terjadi pengembangan volume kuarsa secara tiba-tiba
pada suhu 573 ºC, yakni pada saat terjadi inversi dari α-kuarsa ke β-kuarsa. Jika
kenaikan suhu pada daerah ini tidak terkendali dengan baik, maka barang keramik
akan mengalami retak-retak. Keretakan ini disebut “preheating crack”. Kedua,
sebaliknya pada saat pendinginan, pada daerah suhu antara 600–500 ºC sisa-sisa
kuarsa akan mengalami penyusutan secara tiba-tiba pada suhu 573ºC, yakni pada
saat terjadi inversi dari β-kuarsa ke α-kuarsa. Jika penurunan suhu pada daerah ini
kurang terkendali, juga akan menimbulkan keretakan pada keramik itu. Keretakan
seperti ini disebut “cooling crack”.
Kedua jenis keretakan itu secara visual dapat dibedakan. Preheating crack
memperlihatkan retakan yang melebar ke arah awal retakan dengan tepi retakan
yang tumpul (curvature crack edge). Sedangkan cooling crack memperlihatkan
retakan garis tipis dengan tepi retakan yang tajam (sharp crack edge). Ketiga,
kalaupun kedua hal itu tidak terjadi, sisa-sisa kuarsa masih sering menimbulkan
retak mikro pada fasa gelas yang disebut “Griffith cracks”, yang tidak bisa dilihat
dengan mata telanjang, melainkan harus di bawah mikroskop. Untuk bodi
porselen isolator listrik, retak mikro ini harus dihindari. Karena kelemahan-
kelemahan tersebut, maka peranan kuarsa sebagai bahan pengisi sering digantikan
sebagian atau seluruhnya oleh bahan-bahan lain seperti : pirofilit, samot, alumina
dan lain-lain.
2.2.4 Bahan-bahan imbuh (additive materials)
Yang dimaksud bahan imbuh adalah bahan-bahan lain di luar bahan
triaksial, yang ditambahkan dalam jumlah relatif kecil pada campuran dengan
tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat khusus baik pada massa campuran, produk
antara maupun produk akhir. Bahan-bahan ini mencakup : deflokulan, flokulan,
pemutih (whiting agents), oksidan (bahan pengoksidasi), dan sintering aids
(Yasmin, 2020).

2.3 Jenis Keramik Konvensional


Dari jenis komposisi bahan keramik tradisional dibagai menjadi 5 jenis
keramik yaitu clay, whiteware, cement, refaktori, dan glass.
2.3.1 Clay
Clay seperti batu bata, ubin, dan pipa. Produk-produk ini terdiri dari
berbagai kombinasi kebanyakan silika dan alumina, dengan sejumlah kecil oksida
lain seperti oksida besi, magnesia, titania, kalium oksida, dan natrium oksida.
2.3.2 Whiteware
Whiteware seperti periuk (peralatan makan, ubin, dan peralatan masak), cina
(peralatan makan, artware, peralatan masak, toilet), porselen (peralatan makan,
isolator listrik, gigi palsu), dan isolator listrik. Produk ini menggunakan senyawa
yang sama yang ditemukan pada produk tanah liat struktural.
2.3.3 Cement
Cement seperti beton dan mortar, merupakan campuran mineral sintetik
yang digunakan dalam pembangunan jalan, jembatan, dan gedung. Semen
membentuk massa terikat yang keras melalui reaksi hidrasi suhu lingkungan, yang
tidak membutuhkan panas. Empat senyawa utama dalam semen adalah tricalcium
silikat, dikalsium silikat, tricalcium aluminate, dan tetracalcium aluminoferrite.
2.3.4 Refaktori
Refaktori digunakan sebagai insulasi termal dalam tungku bersuhu tinggi.
Mereka menahan degradasi oleh gas korosif, cairan, atau padatan pada suhu
tinggi. Contoh bahan tahan api adalah silika, aluminium silikat, dan magnesit.
2.3.5 Glass
Glass termasuk cermin, jendela, wadah, perlengkapan penerangan, dan serat
kaca untuk isolasi termal dan komposit. Hampir semua gelas terbuat dari silika
dengan tambahan oksida lain seperti boria, kalsia, alumina, dan bahan lainnya
(Hennicke, 1991).

2.4 Sifat Keramik Konvensional


Keramik konvensional pada umumnya memiliki beberapa sifat yaitu sifat
elektrik, sifat mekanik, sifat kimia, sifat termal dan sifat optik.
2.4.1 Sifat Elektrik
Ada banyak aplikasi keramik yang mementingkan sifat konduktifitas
elektriknya. Salah satu aplikasinya yaitu sebagai isolator listrik seperti porselen
dan kaca yang digunakan untuk isolasi tegangan rendah dan tinggi. Pada keramik
konvensional memiliki sifat elektrik yang buruk. Elektron valensi terikat dalam
ikatan dan tidak bebas seperti pada logam [ CITATION Bar13 \l 1033 ].
2.4.2 Sifat Mekanik
Keramik biasanya memiliki sifat yang kuat, keras dan tahan korosi. Tetapi
keramik memiliki keterbatasan utama yaitu kerapuhannya. Penerapan bahan
keramik konvensional agak terbatas karena sifatnya yang rapuh. Penyebab
sebagian besar keramik rapuh adalah ikatan ionik-kovalen yang mengikat atom
penyusunnya sehingga partikel-partikelnya tidak mudah bergeser [ CITATION
Bar13 \l 1033 ].
2.4.3 Sifat Kimia
Salah satu sifat khas dari keramik adalah kestabilan kimia. Sebagian besar
keramik stabil di lingkungan kimia dan termal yang kuat. Salah satu aplikasinya
yaitu kaca pyrex yang digunakan secara luas di laboratorium kimia karena tahan
terhadap banyak bahan kimia korosif, stabil pada suhu tinggi (tidak melunak
sampai 1.100 °K), dan tahan terhadap guncangan termal karena koefisien muai
panasnya yang rendah. Hal ini juga banyak digunakan dalam bakeware [ CITATION
Bar13 \l 1033 ].

2.4.4 Sifat Termal


Sifat ini sangat penting untuk semua jenis keramik. Sifat termal penting
bahan keramik adalah kapasitas panas, koefisien ekspansi termal, dan
konduktivitas termal. Kapasitas panas dan konduktivitas termal menentukan laju
perubahan temperatur dalam keramik selama perlakuan panas dalam fabrikasi dan
penggunaan. Hal ini sangat penting dalam memperbaiki ketahanan terhadap
tegangan termal. Konduktivitas termal yang rendah penting untuk bahan yang
digunakan sebagai isolator termal. Keramik amorf atau keramik konvensional
mengandung banyak cacat kristal menyebabkan fonon selalu terhambur sehingga
keramik konvensional merupakan konduktor panas yang buruk [ CITATION Kin76 \l
1033 ].
2.4.5 Sifat Optik
Banyak sifat optik yang berbeda dari material keramik pada setiap
aplikasinya. Biasanya yang paling banyak ditemukan adalah kacamata dan kristal
optik yang digunakan sebagai jendela, lensa, prisma, filter, atau aplikasi lain yang
membutuhkan sifat optik sebagai fungsi utama dari material. Namun pada
keramik konvensional, banyak nilai dan kegunaan produk seperti ubin, peralatan
makan dan artware keramik, porcelain enamels, dan sanitary ware bergantung
pada sifat seperti warna, tembus cahaya, dan permukaan yang mengkilap.
Akibatnya, sifat optik penting untuk sebagian besar keramik [ CITATION Kin76 \l
1033 ].

2.5 Proses Manufaktur Keramik Konvensional


Sebagian besar bahan keramik konvensional atau keramik whiteware adalah
clay atau tanah liat. Keramik whiteware menjadi putih setelah pembakaran pada
temperatur tinggi. Yang termasuk dalam kelompok whiteware atau keramik
konvensional adalah porselen, gerabah, peralatan makan, china, dan perlengkapan
perpipaan (sanitary ware). Selain tanah liat, banyak dari produk ini juga
mengandung bahan nonplastik yang mempengaruhi perubahan yang terjadi
selama proses pengeringan dan pembakaran serta karakteristik bahan jadi
[ CITATION Cal14 \l 1033 ] . Adapun proses manufaktur dan fabrikasi keramik
konvensional atau keramik berbahan dasar clay sebagai berikut.
Teknik fabrikasi raw material yang ditambang biasanya harus melalui operasi
milling atau grinding di mana ukuran partikel dikurangi, prosesnya diikuti dengan
screening atau sizing untuk menghasilkan produk bubuk yang memiliki kisaran
ukuran partikel yang diinginkan. Untuk sistem multikomponen, serbuk material
harus dicampur dengan air dan mungkin bahan tambahan lainnya untuk
memberikan karakteristik yang sesuai dengan teknik pembentukan yang
digunakan. Potongan bahan yang dibentuk harus memiliki kekuatan mekanik yang
cukup untuk tetap utuh selama pengangkutan, pengeringan, dan operasi firing.
Dua teknik pembentukan yang umum digunakan untuk membentuk komposisi
berbasis tanah liat yaitu hydroplastic forming dan slip casting [ CITATION Cal14 \l
1033 ].
2.5.1 Teknik Fabrikasi
2.5.1.1 Hydroplastic Forming
Mineral lempung bila dicampur dengan air akan menjadi sangat plastis dan
lentur serta dapat dicetak tanpa retak, namun memiliki kekuatan luluh yang sangat
rendah. Konsistensi (rasio air-tanah liat) dari massa hidroplastik harus
memberikan kekuatan luluh yang cukup untuk memungkinkan produk yang
dibentuk mempertahankan bentuknya selama handling dan pengeringan.
Teknik pembentukan hidroplastik yang paling umum adalah ekstrusi, di
mana massa keramik yang bersifat plastis didorong melalui lubang cetakan yang
memiliki penampang geometri yang diinginkan, proses ini mirip dengan ekstrusi
logam. Batu bata, pipa, balok keramik, dan ubin biasanya dibuat dengan
menggunakan pembentuk hidroplastik. Biasanya keramik plastik didorong melalui
cetakan dengan menggunakan auger yang digerakkan motor, dan udara
dikeluarkan dalam ruang vakum untuk meningkatkan kepadatan [ CITATION Cal14 \l
1033 ].
2.5.1.2 Slip Casting
Proses pembentukan lain yang digunakan untuk produk berbasis tanah liat
adalah slip casting. Slip adalah suspensi tanah liat dan/atau bahan nonplastik
lainnya di dalam air. Saat dituang ke dalam cetakan berpori (umumnya terbuat
dari plester Paris), air dari slip diserap ke dalam cetakan sehingga meninggalkan
lapisan padat pada dinding cetakan yang ketebalannya tergantung pada waktu.
Proses ini dapat dilanjutkan sampai seluruh rongga cetakan menjadi padat
(pengecoran padat). Sebagai alternatif bila dinding cetakan padat telah mencapai
ketebalan yang diinginkan maka dapat diakhiri dengan membalik cetakan dan
menuangkan kelebihan slip, ini disebut drain casting [ CITATION Cal14 \l 1033 ].

Gambar 2.1 Langkah-langkah dalam pengecoran (a) padat dan (b) slip
menggunakan plester dari cetakan Paris [ CITATION Cal14 \l 1033 ].
Sifat slip sangat penting, slip harus memiliki berat jenis yang tinggi namun
sangat cair dan dapat dituangkan. Karakteristik ini bergantung pada rasio padat-air
dan bahan lain yang ditambahkan. Tingkat pengecoran yang memuaskan
merupakan persyaratan penting. Selain itu, bagian pengecoran harus bebas dari
gelembung, dan harus memiliki penyusutan pengeringan yang rendah dan
kekuatan yang relatif tinggi. Bentuk keramik yang agak rumit dapat dihasilkan
dengan cara slip casting antara lain sanitary lavatory ware, benda seni, dan
perlengkapan laboratorium ilmiah khusus seperti tabung keramik [ CITATION
Cal14 \l 1033 ].
2.5.2 Drying dan Firing
2.5.2.1 Drying
Potongan keramik yang telah dibentuk secara hidroplastik atau dengan slip
casting mempertahankan porositas yang signifikan dan memiliki kekuatan yang
kurang baik untuk sebagian besar aplikasi keramik. Selain itu, mungkin masih
mengandung beberapa cairan (misalnya air) yang ditambahkan untuk membantu
operasi pembentukan. Cairan ini dihilangkan dalam proses pengeringan, Saat
produk keramik berbahan dasar tanah liat mengering, produk juga mengalami
penyusutan. Pada tahap awal pengeringan, partikel tanah liat dikelilingi oleh air
dan dipisahkan satu sama lain oleh lapisan tipis air. Saat pengeringan
berlangsung, pemisahan antar partikel menurun, yang dimanifestasikan sebagai
penyusutan.
Energi gelombang mikro juga dapat digunakan untuk mengeringkan produk
keramik. Satu keuntungan dari teknik ini adalah untuk menghindari temperatur
tinggi yang digunakan dalam metode konvensional; suhu pengeringan dapat
dijaga di bawah 50°C (120°F). Hal ini penting karena temperatur pengeringan
beberapa produk yang peka terhadap temperatur harus dijaga serendah mungkin
[ CITATION Cal14 \l 1033 ].
2.5.2.2 Firing
Setelah pengeringan, produk biasanya dibakar pada temperatur antara
900°C dan 1400°C (1650°F dan 2550°F), temperatur pembakaran tergantung pada
komposisi dan sifat yang diinginkan dari produk jadi. Selama operasi firing,
kepadatan ditingkatkan lebih lanjut dan kekuatan mekanik juga ditingkatkan.
Ketika bahan berbasis tanah liat dipanaskan hingga temperatur tinggi,
beberapa reaksi yang agak kompleks dan terlibat terjadi. Salah satunya adalah
vitrifikasi, yaitu pembentukan gelas cair secara bertahap yang mengalir dan
mengisi sebagian volume pori. Tingkat vitrifikasi tergantung pada temperatur dan
waktu pembakaran, serta pada komposisi bahan produk. Fase yang menyatu ini
mengalir di sekitar partikel yang tidak meleleh dan mengisi pori-pori sebagai
akibat dari gaya tegangan permukaan (atau aksi kapiler), penyusutan juga
menyertai proses ini. Setelah mendingin, fase gabungan ini membentuk matriks
kaca yang menghasilkan benda padat dan kuat. Jadi, mikrostruktur akhir terdiri
dari fase vitrifikasi, partikel kuarsa yang tidak bereaksi, dan beberapa porositas.
Temperatur pembakaran menentukan sejauh mana vitrifikasi terjadi, yaitu
vitrifikasi meningkat seiring temperatur pembakaran dinaikkan. Namun,
pembakaran porselen yang sangat vitrifikasi, yang berbatasan dengan tembus
optik, terjadi pada suhu yang jauh lebih tinggi. Vitrifikasi lengkap dihindari
selama firing karena produk menjadi terlalu lunak dan akan hancur [ CITATION
Cal14 \l 1033 ].
2.5.3 Powder Pressing
Metode penting dan umum lainnya yang memerlukan perawatan singkat adalah
powder pressing. Powder pressing yaitu analog keramik dengan metalurgi bubuk,
digunakan untuk membuat komposisi tanah liat dan bukan tanah liat, termasuk
keramik elektronik dan magnetis, serta beberapa produk batu bata tahan api.
Intinya, massa bubuk biasanya mengandung sedikit air atau pengikat lainnya,
dipadatkan menjadi bentuk yang diinginkan dengan tekanan.
Ada tiga prosedur dasar powder pressing: uniaxial, isostatic (atau hydrostatic),
dan hot pressing. Untuk pengepresan uniaksial, bubuk dipadatkan dalam cetakan
logam dengan tekanan yang diterapkan dalam satu arah. Potongan yang terbentuk
mengambil konfigurasi die dan platens tempat tekanan diterapkan. Metode ini
terbatas pada bentuk yang relatif sederhana, namun tingkat produksi tinggi dan
prosesnya tidak mahal.
Pengepresan isostatik, bahan bubuk dimasukkan dalam selubung karet dan
tekanan diterapkan secara isostatis oleh fluida (yaitu, memiliki besaran yang sama
di semua arah). Bentuk yang lebih rumit dibandingkan dengan penekanan
uniaksial, teknik isostatis lebih memakan waktu dan mahal.
Prosedur uniaksial dan isostatis, operasi firing diperlukan setelah operasi
penekanan. Selama firing, bagian bahan yang telah terbentuk menyusut dan
mengalami pengurangan porositas dan peningkatan integritas mekanis. Perubahan
ini terjadi oleh penggabungan partikel bubuk menjadi massa yang lebih padat
dalam proses yang disebut sintering [ CITATION Cal14 \l 1033 ].
Dengan hot pressing, powder pressing dan perlakuan panas dilakukan secara
bersamaan, agregat bubuk dipadatkan pada temperatur yang ditingkatkan.
Prosedur ini digunakan untuk bahan yang tidak membentuk fasa cair kecuali pada
suhu yang sangat tinggi dan tidak praktis. Proses ini adalah teknik fabrikasi yang
mahal dan memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan dalam hal waktu, karena
mold dan die harus dipanaskan dan didinginkan selama setiap siklus. Selain itu,
cetakan biasanya mahal untuk dibuat dan biasanya berumur pendek[ CITATION
Cal14 \l 1033 ].
2.5.4 Tape casting
Tape casting adalah teknik fabrikasi keramik yang penting. Sesuai dengan
namanya, dalam teknik ini lembaran tipis pita fleksibel diproduksi melalui proses
pengecoran. Lembaran-lembaran ini dibuat dari slip dalam banyak hal serupa
dengan yang digunakan untuk slip casting. Jenis slip ini terdiri dari suspensi
partikel keramik dalam cairan organik yang juga mengandung bahan pengikat dan
plasticizers, yang digabungkan untuk memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada
pita cor. Pita sebenarnya dibentuk dengan menuangkan slip ke atas permukaan
datar (dari baja tahan karat, kaca, film polimer, atau kertas), doctor blade
menyebarkan slip menjadi pita tipis dengan ketebalan yang seragam [ CITATION
Cal14 \l 1033 ].

Anda mungkin juga menyukai