KERAMIK KONVENSIONAL :
SEDERHANA HINGGA BERNILAI
TINGGI
DAFTAR ISI............................................................................................................1
BAB 1 PENDAHULUAN.....................................................................................2
1.1 Latar Belakang..........................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah.....................................................................................3
1.3 Tujuan........................................................................................................3
1.4 Batasan Masalah........................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA...........................................................................5
2.1 Keramik Konvensional dan Potensi Secara Ekonomi...............................5
2.2 Bahan Baku Keramik Konvensional.........................................................6
2.3 Jenis Keramik Konvensional.....................................................................8
2.4 Sifat Keramik Konvensional.....................................................................9
2.5 Proses Manufaktur Keramik Konvensional............................................10
BAB 3 PEMBAHASAN......................................................................................15
BAB 4 KESIMPULAN........................................................................................23
Daftar Pustaka........................................................................................................23
3
BAB 1
PENDAHULUAN
4
pemanfaatan dari sumber daya alam maupun manusia untuk pengembangan
produk keramik konvensional serta mengetahui sifat-sifat yang dibutuhkan.
1.3 Tujuan
Adapun tujuan pada tugas ini yaitu sebagai berikut:
1. Mengetahui komposisi memengaruhi sifat optik material keramik dan gelas
sehingga memiliki nilai jual yang berbeda di (minimal) ketiga jenis aplikasi
keramik konvensional.
2. Mengetahui sifat mekanik keramik secara umum dan mengetahui pengujian
sifatnya.
3. Mengetahui proyeksi pemanfaatan potensi baik sumber daya alam maupun
manusia untuk mengembangkan produk keramik konvensional terutama di
Kalimantan dengan perhitungan ekonomi dan ketersediaan bahan baku.
5
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
6
perubahan bentuk (deformasi). Bahan-bahan ini mencakup tanah-tanah liat yang
memiliki kandungan mineral lempung sebagai komponen utamanya. Keplastisan
dan daya ikat dari tanah liat terutama diberikan oleh kandungan partikel-partikel
koloid dan bentuk mineral-mineral lempung yang pipih, sehingga jika basah
mudah menggelincir (licin) dan jika kering menjadi lengket satu sama lain. Jenis
tanah liat yang banyak digunakan dalam industri keramik yaitu ball clay, kaolin,
marls, lempung gerabah merah, lempung stoneware, fire clay, shales, bentonit,
dan lain-lain.
2.2.2 Bahan pelebur (flux): feldspar dan batuan lain
Flux merupakan jenis bahan pelebur dalam komposisi bodi keramik yang
memiliki titik leleh jauh lebih rendah dibandingkan dengan bahan yang lainnya.
Bahan ini ditambahkan dalam campuran dengan tujuan untuk memudahkan
peleburan atau pembentukan fasa gelas yang setelah didinginkan akan mengikat
butiran-butiran kristal secara bersama-sama.
Untuk bodi keramik triaksial (keramik tradisional), bahan pelebur yang
digunakan adalah feldspar atau batuan felspatik. Sedangkan untuk bodi keramik
triaksial plus atau non-triaksial digunakan bahan batuan lain dengan tujuan untuk
memperoleh sifat-sifat tertentu dari bodi yang dihasilkan.
2.2.3 Bahan pengisi (filler): kuarsa dan bahan keras lainnya
Bahan-bahan pengisi (filler) digunkaan untuk mengurangi sifat lempung
yang terlalu plastis, bahan-bahan pengisi (filler), yakni bahan-bahan keras yang
akan menurunkan keplastisannya. Bahan ini kadang-kadang disebut juga bahan
pengurus (leaning materials). Bahan pengisi yang paling umum dan murah yang
biasa dipakai adalah pasir kuarsa. Pada dalam keramik mentah (greenware),
kuarsa dengan feldspar dan bahan non-plastis lainnya akan berperan sebagai
pengisi atau agregat (untuk sementara) yang akan menurunkan susut dan
menghindari retak dalam pengeringan. Dalam pembakaran pada suhu tinggi,
sebagian besar kuarsa akan melarut dalam leburan feldspar bersama-sama oksida
lainnya membentuk silikat-silikat.
Dari leburan yang kental ini sebagian silikat akan tumbuh menjadi kristal-
kristal mineral baru dengan ukuran besar, seperti mullit sekunder misalnya, yang
akan berperan sebagai agregat dalam badan keramik hasil bakaran (fired body).
Sedangkan sebagian silikat lagi yang merupakan larutan padat encer akan mengisi
ruang-ruang kosong antar kristal (pori-pori) sebagai fasa gelas. Setelah keramik
selesai didinginkan, fasa gelas akan mengeras atau membeku dan berfungsi
sebagai perekat antar butiran atau kristal yang memberi kekuatan kepada badan
keramik itu. Tergantung pada suhu pembakaran dan lamanya proses pembakaran
itu, kuarsa bebas mungkin masih ada yang tersisa dan berperan sebagai agregat
bersama-sama kristal yang baru dalam badan keramik.
Kelemahan kuarsa sebagai bahan pengisi adalah pada saat kenaikan suhu
antara 500–600 ºC akan terjadi pengembangan volume kuarsa secara tiba-tiba
pada suhu 573 ºC, yakni pada saat terjadi inversi dari α-kuarsa ke β-kuarsa. Jika
7
kenaikan suhu pada daerah ini tidak terkendali dengan baik, maka barang keramik
akan mengalami retak-retak. Keretakan ini disebut “preheating crack”. Kedua,
sebaliknya pada saat pendinginan, pada daerah suhu antara 600–500 ºC sisa-sisa
kuarsa akan mengalami penyusutan secara tiba-tiba pada suhu 573ºC, yakni pada
saat terjadi inversi dari β-kuarsa ke α-kuarsa. Jika penurunan suhu pada daerah ini
kurang terkendali, juga akan menimbulkan keretakan pada keramik itu. Keretakan
seperti ini disebut “cooling crack”.
Kedua jenis keretakan itu secara visual dapat dibedakan. Preheating crack
memperlihatkan retakan yang melebar ke arah awal retakan dengan tepi retakan
yang tumpul (curvature crack edge). Sedangkan cooling crack memperlihatkan
retakan garis tipis dengan tepi retakan yang tajam (sharp crack edge). Ketiga,
kalaupun kedua hal itu tidak terjadi, sisa-sisa kuarsa masih sering menimbulkan
retak mikro pada fasa gelas yang disebut “Griffith cracks”, yang tidak bisa dilihat
dengan mata telanjang, melainkan harus di bawah mikroskop. Untuk bodi
porselen isolator listrik, retak mikro ini harus dihindari. Karena kelemahan-
kelemahan tersebut, maka peranan kuarsa sebagai bahan pengisi sering digantikan
sebagian atau seluruhnya oleh bahan-bahan lain seperti: pirofilit, samot, alumina
dan lain-lain.
2.2.4 Bahan-bahan imbuh (additive materials)
Yang dimaksud bahan imbuh adalah bahan-bahan lain di luar bahan
triaksial, yang ditambahkan dalam jumlah relatif kecil pada campuran dengan
tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat khusus baik pada massa campuran, produk
antara maupun produk akhir. Bahan-bahan ini mencakup: deflokulan, flokulan,
pemutih (whiting agents), oksidan (bahan pengoksidasi), dan sintering aids
(Yasmin, 2020).
8
membentuk massa terikat yang keras melalui reaksi hidrasi suhu lingkungan, yang
tidak membutuhkan panas. Empat senyawa utama dalam semen adalah tricalcium
silikat, dikalsium silikat, tricalcium aluminate, dan tetracalcium aluminoferrite.
2.3.4 Refaktori
Refaktori digunakan sebagai insulasi termal dalam tungku bersuhu tinggi.
Mereka menahan degradasi oleh gas korosif, cairan, atau padatan pada suhu
tinggi. Contoh bahan tahan api adalah silika, aluminium silikat, dan magnesit.
2.3.5 Glass
Glass termasuk cermin, jendela, wadah, perlengkapan penerangan, dan serat
kaca untuk isolasi termal dan komposit. Hampir semua gelas terbuat dari silika
dengan tambahan oksida lain seperti boria, kalsia, alumina, dan bahan lainnya
(Hennicke, 1991).
9
temperatur dalam keramik selama perlakuan panas dalam fabrikasi dan
penggunaan. Hal ini sangat penting dalam memperbaiki ketahanan terhadap
tegangan termal. Konduktivitas termal yang rendah penting untuk bahan yang
digunakan sebagai isolator termal. Keramik amorf atau keramik konvensional
mengandung banyak cacat kristal menyebabkan fonon selalu terhambur sehingga
keramik konvensional merupakan konduktor panas yang buruk [ CITATION Kin76 \l
1033 ].
10
Mineral lempung bila dicampur dengan air akan menjadi sangat plastis dan
lentur serta dapat dicetak tanpa retak, namun memiliki kekuatan luluh yang sangat
rendah. Konsistensi (rasio air-tanah liat) dari massa hidroplastik harus
memberikan kekuatan luluh yang cukup untuk memungkinkan produk yang
dibentuk mempertahankan bentuknya selama handling dan pengeringan.
Teknik pembentukan hidroplastik yang paling umum adalah ekstrusi, di
mana massa keramik yang bersifat plastis didorong melalui lubang cetakan yang
memiliki penampang geometri yang diinginkan, proses ini mirip dengan ekstrusi
logam. Batu bata, pipa, balok keramik, dan ubin biasanya dibuat dengan
menggunakan pembentuk hidroplastik. Biasanya keramik plastik didorong melalui
cetakan dengan menggunakan auger yang digerakkan motor, dan udara
dikeluarkan dalam ruang vakum untuk meningkatkan kepadatan [ CITATION Cal14 \l
1033 ].
2.5.1.2 Slip Casting
Proses pembentukan lain yang digunakan untuk produk berbasis tanah liat
adalah slip casting. Slip adalah suspensi tanah liat dan/atau bahan nonplastik
lainnya di dalam air. Saat dituang ke dalam cetakan berpori (umumnya terbuat
dari plester Paris), air dari slip diserap ke dalam cetakan sehingga meninggalkan
lapisan padat pada dinding cetakan yang ketebalannya tergantung pada waktu.
Proses ini dapat dilanjutkan sampai seluruh rongga cetakan menjadi padat
(pengecoran padat). Sebagai alternatif bila dinding cetakan padat telah mencapai
ketebalan yang diinginkan maka dapat diakhiri dengan membalik cetakan dan
menuangkan kelebihan slip, ini disebut drain casting [ CITATION Cal14 \l 1033 ].
Gambar 2.1 Langkah-langkah dalam pengecoran (a) padat dan (b) slip
menggunakan plester dari cetakan Paris [ CITATION Cal14 \l 1033 ].
Sifat slip sangat penting, slip harus memiliki berat jenis yang tinggi namun
sangat cair dan dapat dituangkan. Karakteristik ini bergantung pada rasio padat-air
dan bahan lain yang ditambahkan. Tingkat pengecoran yang memuaskan
merupakan persyaratan penting. Selain itu, bagian pengecoran harus bebas dari
11
gelembung, dan harus memiliki penyusutan pengeringan yang rendah dan
kekuatan yang relatif tinggi. Bentuk keramik yang agak rumit dapat dihasilkan
dengan cara slip casting antara lain sanitary lavatory ware, benda seni, dan
perlengkapan laboratorium ilmiah khusus seperti tabung keramik [ CITATION
Cal14 \l 1033 ].
2.5.2 Drying dan Firing
2.5.2.1 Drying
Potongan keramik yang telah dibentuk secara hidroplastik atau dengan slip
casting mempertahankan porositas yang signifikan dan memiliki kekuatan yang
kurang baik untuk sebagian besar aplikasi keramik. Selain itu, mungkin masih
mengandung beberapa cairan (misalnya air) yang ditambahkan untuk membantu
operasi pembentukan. Cairan ini dihilangkan dalam proses pengeringan, Saat
produk keramik berbahan dasar tanah liat mengering, produk juga mengalami
penyusutan. Pada tahap awal pengeringan, partikel tanah liat dikelilingi oleh air
dan dipisahkan satu sama lain oleh lapisan tipis air. Saat pengeringan
berlangsung, pemisahan antar partikel menurun, yang dimanifestasikan sebagai
penyusutan.
Energi gelombang mikro juga dapat digunakan untuk mengeringkan produk
keramik. Satu keuntungan dari teknik ini adalah untuk menghindari temperatur
tinggi yang digunakan dalam metode konvensional; suhu pengeringan dapat
dijaga di bawah 50°C (120°F). Hal ini penting karena temperatur pengeringan
beberapa produk yang peka terhadap temperatur harus dijaga serendah mungkin
[ CITATION Cal14 \l 1033 ].
2.5.2.2 Firing
Setelah pengeringan, produk biasanya dibakar pada temperatur antara
900°C dan 1400°C (1650°F dan 2550°F), temperatur pembakaran tergantung pada
komposisi dan sifat yang diinginkan dari produk jadi. Selama operasi firing,
kepadatan ditingkatkan lebih lanjut dan kekuatan mekanik juga ditingkatkan.
Ketika bahan berbasis tanah liat dipanaskan hingga temperatur tinggi,
beberapa reaksi yang agak kompleks dan terlibat terjadi. Salah satunya adalah
vitrifikasi, yaitu pembentukan gelas cair secara bertahap yang mengalir dan
mengisi sebagian volume pori. Tingkat vitrifikasi tergantung pada temperatur dan
waktu pembakaran, serta pada komposisi bahan produk. Setelah mendingin, fase
gabungan ini membentuk matriks kaca yang menghasilkan benda padat dan kuat.
Jadi, mikrostruktur akhir terdiri dari fase vitrifikasi, partikel kuarsa yang tidak
bereaksi, dan beberapa porositas. Temperatur pembakaran menentukan sejauh
mana vitrifikasi terjadi, yaitu vitrifikasi meningkat seiring temperatur pembakaran
dinaikkan. Namun, pembakaran porselen yang sangat vitrifikasi, yang berbatasan
dengan tembus optik, terjadi pada suhu yang jauh lebih tinggi. Vitrifikasi lengkap
dihindari selama firing karena produk menjadi terlalu lunak dan akan hancur
[ CITATION Cal14 \l 1033 ].
2.5.3 Powder Pressing
12
Metode penting dan umum lainnya yang memerlukan perawatan singkat
adalah powder pressing. Powder pressing yaitu analog keramik dengan metalurgi
bubuk, digunakan untuk membuat komposisi tanah liat dan bukan tanah liat,
termasuk keramik elektronik dan magnetis, serta beberapa produk batu bata tahan
api. Intinya, massa bubuk biasanya mengandung sedikit air atau pengikat lainnya,
dipadatkan menjadi bentuk yang diinginkan dengan tekanan.
Ada tiga prosedur dasar powder pressing: uniaxial, isostatic (atau
hydrostatic), dan hot pressing. Untuk pengepresan uniaksial, bubuk dipadatkan
dalam cetakan logam dengan tekanan yang diterapkan dalam satu arah. Potongan
yang terbentuk mengambil konfigurasi die dan platens tempat tekanan diterapkan.
Metode ini terbatas pada bentuk yang relatif sederhana, namun tingkat produksi
tinggi dan prosesnya tidak mahal.
Pengepresan isostatik, bahan bubuk dimasukkan dalam selubung karet dan
tekanan diterapkan secara isostatis oleh fluida (yaitu, memiliki besaran yang sama
di semua arah). Bentuk yang lebih rumit dibandingkan dengan penekanan
uniaksial, teknik isostatis lebih memakan waktu dan mahal.
Prosedur uniaksial dan isostatis, operasi firing diperlukan setelah operasi
penekanan. Selama firing, bagian bahan yang telah terbentuk menyusut dan
mengalami pengurangan porositas dan peningkatan integritas mekanis. Perubahan
ini terjadi oleh penggabungan partikel bubuk menjadi massa yang lebih padat
dalam proses yang disebut sintering [ CITATION Cal14 \l 1033 ].
Dengan hot pressing, powder pressing dan perlakuan panas dilakukan
secara bersamaan, agregat bubuk dipadatkan pada temperatur yang ditingkatkan.
Prosedur ini digunakan untuk bahan yang tidak membentuk fasa cair kecuali pada
suhu yang sangat tinggi dan tidak praktis. Proses ini adalah teknik fabrikasi yang
mahal dan memiliki beberapa keterbatasan. Keterbatasan dalam hal waktu, karena
mold dan die harus dipanaskan dan didinginkan selama setiap siklus. Selain itu,
cetakan biasanya mahal untuk dibuat dan biasanya berumur pendek[ CITATION
Cal14 \l 1033 ].
2.5.4 Tape casting
Tape casting adalah teknik fabrikasi keramik yang penting. Sesuai dengan
namanya, dalam teknik ini lembaran tipis pita fleksibel diproduksi melalui proses
pengecoran. Lembaran-lembaran ini dibuat dari slip dalam banyak hal serupa
dengan yang digunakan untuk slip casting. Jenis slip ini terdiri dari suspensi
partikel keramik dalam cairan organik yang juga mengandung bahan pengikat dan
plasticizers, yang digabungkan untuk memberikan kekuatan dan fleksibilitas pada
pita cor. Pita sebenarnya dibentuk dengan menuangkan slip ke atas permukaan
datar (dari baja tahan karat, kaca, film polimer, atau kertas), doctor blade
menyebarkan slip menjadi pita tipis dengan ketebalan yang seragam [ CITATION
Cal14 \l 1033 ].
13
BAB 3
PEMBAHASAN
1. Bahan Plastis
Kelompok ini terdiri dari bahan-bahan yang memiliki sifat-sifat plastis,
yakni kemudahan dibentuk tanpa menjadi pecah atau retak. Selain itu, dalam
keadaan mentah bahan-bahan ini memiliki daya ikat terhadap bahan lain yang
bersifat non-plastis. Bahan-bahan ini mencakup tanah-tanah liat yang memiliki
kandungan mineral lempung sebagai komponen utamanya. Keplastisan dan daya
ikat dari tanah liat terutama diberikan oleh kandungan partikel-partikel koloid dan
bentuk mineral-mineral lempung yang pipih, sehingga jika basah mudah
menggelincir (licin) dan jika kering menjadi lengket satu sama lain. Tanah-tanah
liat yang banyak digunakan dalam industri keramik adalah kaolin, ball clay,
lempung stoneware, lempung gerabah merah, marls, fire clay, shales, bentonit,
dan lain-lain.
2. Bahan Pelebur
Bahan ini ditambahkan dalam campuran dengan maksud untuk
memudahkan peleburan /pembentukan fasa gelas yang setelah didinginkan akan
mengikat butiran-butiran kristal secara bersama-sama. Golongan batuan felspar ini
14
merupakan bahan-bahan non-plastis yang terdiri dari mineral-mineral
aluminosilikat yang mengandung satu atau lebih basa alkali (Na, K, Li) atau alkali
tanah (Ca, Ba). Felspar yang paling banyak terdapat di alam adalah felspar K, Na
dan sedikit Ca.
3. Bahan Pengisi
Untuk mengurangi sifat lempung yang terlalu plastis, diperlukan bahan-
bahan pengisi (filler), yakni bahan-bahan keras yang akan menurunkan
keplastisannya. Bahan ini kadang-kadang disebut juga bahan pengurus (leaning
materials). Bahan pengisi yang paling umum dan murah yang biasa dipakai adalah
pasir kuarsa. Kuarsa bersama-sama felspar dan bahan non-plastis lainnya akan
berperan sebagai pengisi yang akan menurunkan susut dan menghindari retak
dalam pengeringan.
4. Bahan Imbuh
Yang dimaksud bahan imbuh adalah bahan-bahan lain di luar bahan
triaksial, yang ditambahkan dalam jumlah relatif kecil pada campuran dengan
tujuan untuk memperbaiki sifat-sifat khusus baik pada massa campuran, produk
antara maupun produk akhir. Bahan-bahan ini mencakup : deflokulan, flokulan,
pemutih (whiting agents), oksidan (bahan pengoksidasi), dan sintering aids.
(Yasmin,2020)
15
kacamata mungkin buram terhadap panjang gelombang cahaya
lainnya . Sementara kacamata silikat umumnya tidak tembus cahaya
dengan panjang gelombang inframerah dengan pemutusan transmisi pada 4 μm,
kaca fluorida dan kalkogenida logam berat masing-masing transparan terhadap
panjang gelombang inframerah 7 hingga 18 μm. Penambahan oksida logam
menghasilkan kaca berwarna berbeda karena ion logam akan menyerap panjang
gelombang cahaya sesuai dengan warna tertentu.
Gelas terdiri dari oksida-oksida logam dan non logam. Bahan baku pembuatan
gelas adalah :
Pasir silika (SiO2)
Soda abu (Na2CO3) yang dengan pembakaran pada suhu tinggi akan
terbentuk Na2O sehingga gelas tampak jernih .
Batu kapur (CaO) yang berfungsi untuk memperkuat gelas
Pecahan gelas (kaca) disebut cullet (calcin), untuk memudahkan proses
peleburan. Cullet kadang-kadang ditambahkan dengan persentase 15-20%.
Al2O3 dan boraksida (B2O3), titanium dan zirconium untuk
meningkatkan
ketahanan dan kekerasan gelas.
Borax oksida pada gelas boroksilikat seperti pyrex berfungsi agar gelas
lebih tahan pada suhu tinggi.
Na2SO4 atau As2O3 untuk menghaluskan dan menjernihkan.
Senyawa-senyawa kimia ini dapat dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu:
1. Bahan pembentuk gelas (glass former) yang mempunyai sifat membentuk
gelas.
2. Bahan antara (Intermediate) yang mempunyai sifat pembentuk gelas, tetapi
tidak mutlak.
3. Bahan pelengkap (modifier) yang tidak mempunyai sifat membentuk gelas.
Dari penjelasan tersebut maka dapat dipastikan bahwa material gelas lebih
memiliki sifat optik yang lebih baik di bandingkan dengan material kerammik
konvensional yaitu (tembikar, whiteware dan porcelain) hal ini dikarenkan bahan
baku utama dari keramik yaitu terbuat dari clay sedangkan pada gelas memiliki
nilai komposisi silika yang lebih banyak sehingga dapat meningkatkan sifat optik
yang baik. Sehingga dapat disimpulkan bahwa nilai jual pada gelas memiliki nilai
jual yang ebih tinggi dari tembikar yang pada dasarnya hanya terbuat dari clay.
Sedangkan pada porcelain dan whiteware memiliki nilai jual yang tinggi daripada
gelas karena pada bahan baku nya terdapat bahan baku lain selain clay dan pada
proses pembuatan juga sangat berebeda dari proses pembuatan tembikar sehingga
memiliki nilai jual yang tinggi.
16
Keramik merupakan material yang kuat, keras, getas dan juga tahan
korosi. Karena sifat getasnya, pada kurva tegangan regangan keramik membentuk
elastis sempurna. Kekerasan keramik dan modulus elastisitasnya lebih besar
daripada logam. Secara teoritis, kekuatan keramik lebih besar dibandingkan logam
karena memiliki ikatan atom ionic dan kovalen yang lebih kuat dibangdingkan
ikatan logam. Tetapi jenis ikatan atom ini tidak memungkinkan terjadinya slip
saat dibebani tegangan besar, sehinga keramik sulit mengalami deformasi plastis
dan lebih sulit menyerap tegangan. Sifat - sifat ini bersama dengan kerapatan yang
rendah dan juga titik lelehnya yang tinggi, membuat keramik merupakan material
struktural yang menarik (Habiburrahman,2012).
Beberapa uji mekanik yang dilakukan pada material keramik antara lain bend test
dan hardness test. Dalam bend test dikenal beberapa istilah seperti flexural
strength yang dikenal juga dengan istilah modulus of rupture merupakan besar
stress yang dibutuhkan untuk membuat suatu spesimen menjadi retak ketika
dilakukan bend test. Flexural modulus adalah modulus of elasticity yang didapat
dari hasil bend test, serta menyajikan suatu kurva hubungan antara stress terhadap
deflection. Pengukuran kekuatan patah (bending strength) sampel keramik
digunakan dengan metode tiga titik tumpu (triple point bending), nilai kekuatan
patah dapat ditentukan dengan standar ASTM C.733 – 79 melalui persamaan
berikut :
P = beban, kgf
L = jarak dua penumpu, cm
b, h = dimesin sampel, cm
17
dijadikan dasar untuk penilaian kekerasannya. Penekanan dilakukan sampai
lekukan yang bersifat tetap. Material yang diuji akan lebih keras bila bekas yang
terjadi lebih kecil (Jauhari,2015).
18
Di daerah Provinsi Kalimantan Tengah terdapat deposit pasir kuarsa yang tersebar
antara lain di daerah daerah Kabupaten Barito Utara, Barito Selatan, Kabupaten
Kapuas, Kotawaringin Timur dan Kotawaringin Barat. Sebagai gambaran adalah
deposit pasir kuarsa di Kabupaten Barito Selatan terdapat di daerah Gunung
Bintang Awai dan Dusun Timur dengan jumlah cadangan diperkirakan ratusan
juta ton serta kandungan kadar silika (SiO2)nya diatas 90 %, namun belum diteliti
secara rinci kualitas pasir kuarsa tersebut untuk industri keramik seperti refraktori,
bodi keramik, glasir, industri gelas, industri bahan bangunan beton dan industri
pengecoran logam. Sedangkan total cadangan deposit pasir kuarsa di daerah
Provinsi Kalimantan Tengah diperkirakan 193.549.000 ton, tetapi pada tahun
2010 Indonesia masih juga mengimpor pasir kuarsa sekitar 180.000 ton. Oleh
karena itu potensi pasir kuarsa yang terdapat di Provinsi Kalimantan Tengah
masih perlu diteliti pemanfaatannya sebagai bahan baku pada industri keramik,
industri gelas dan industri pengecoran logam (foundry sand). Yang dimaksud
dengan “foundry sand” yaitu pasir silika atau kuarsa yang digunakan untuk
membuat bentuk barang pada pengecoran logam utamanya adalah untuk
pengecoran logam besi. Sifat-sifat fisik yang penting perlu diuji pada industri
pengecoran logam antara lain adalah tekstur atau fineness, permeabilitas, kekuatan
mekanis, deformasi dan “flowability” bahan. Adapun karakterisasi yang penting
daripada pasir kuarsa tersebut antara lain yaitu besar butiran pasir berkisar antara
0,40 mm s/d 3,00 mm; bentuk butirannya adalah subangular sampai dengan
bentuk angular, dan permukaan butiran pasir bersifat halus sampai kasar serta
bersih atau bebas dari bahan pengotor clay.
Disamping itu, sifat ukuran kehalusan butir pasir kuarsa yang disebut
dengan istilah “fineness” juga penting diamati. Menurut American Foundrymen’s
Association (AFA) dikatakan bahwa kelas clay merupakan suatu bahan dengan
19
diameter partikel lebih kecil ( < ) 20 micron, dan ukuran butir pasir yang
diameternya diatas ( > ) 20 micron disebut sebagai butiran atau “grain”. Bahan
pasir yang dominant mengandung unsur butiran (grain)nya disebut pasir kasar,
dan kandungan unsur grainnya relatif sedikit dapat disebut pasir halus (fine sand).
Menurut AFA dikatakan bahwa kehalusan suatu pasir dinyatakan sebagai “grain
fineness number” (GFN) artinya suatu bilangan mesh per inci ukuran ayakan.
Pasir kuarsa yang berfungsi sebagai agregat pada konstruksi beton biasanya dapat
disebut sebagai agregat halus dengan ukuran butirnya berkisar antara 0,125 – 1,0
mm dan kandungan bahan halus (lempung atau clay) dengan ukuran butir 0,075
mm (200 mesh) maksimum adalah 3,0 %.
Secara umum industri keramik terdiri dari industri keramik konvensional
dan industri keramik maju (advance ceramics). Komoditi keramik yang termasuk
industri keramik konvensional antara lain adalah tableware atau alat rumah
tangga, sanitary (washtafle, tandas jongkok, tandas duduk, dan lain-lain), ubin
lantai (floor tiles), ubin dinding (wall tiles), genteng keramik dan keramik hias.
Untuk komoditi keramik yang termasuk industri keramik maju antara lain adalah
gunting keramik, honeycomb ceramic, capasitor dan cutting tools. Kedua jenis
komoditi keramik tersebut diatas dalam proses produksinya menggunakan bahan
baku pasir kuarsa atau pasir silika.
Pasir kuarsa yang dimanfaatkan pada industri keramik konvensional
digunakan sebagai bahan campuran untuk pembuatan badan keramik bersama-
sama dengan kaolin (china clay), felspar dan ball clay. Selain untuk badan
keramik, bahan pasir kuarsa ini juga bisa digunakan sebagai bahan baku glasir
mengingat pasir kuarsa ini memiliki nilai indeks refraksi yang tinggi. Tingkat
kehalusan butir pasir kuarsa untuk pembuatan badan keramik berkisar antara 120
– 150 mesh, sedangkan untuk bahan glasir sekitar 150 – 325 mesh, hal ini
tergantung pada jenis badan keramik dan jenis glasir yang dibuat. Pasir kuarsa
memiliki peranan penting sebagai pembentuk badan keramik karena mempunyai
fungsi sebagai pengendali susut dan pembentukan kerangka badan keramik serta
dapat memberikan sifat transparant pada lapisan glasir. Adapun persentase
penggunaan pasir kuarsa untuk badan keramik konvensional dapat dilihat pada
Tabel:
20
Sedangkan persyaratan pasir kuarsa yang digunakan sebagai bahan baku
glasir yaitu kadar oksida silika (SiO 2) minimum 95 % dan kadar oksida besi
(Fe2O3) maksimum 0,5 %. Dengan demikian pasir kuarsa asal Kalimantan Tengah
sebelum digunakan sebagai bahan glasir maka terlebih dahulu perlu dilakukan
proses pengolahan (benefisiasi) guna menurunkan kadar oksida pengotornya
seperti Fe2O3.
Pasir kuarsa yang dimanfaatkan pada industri keramik maju (advance
ceramics) digunakan sebagai bahan campuran “ceramic non oxide” seperti badan
keramik jenis silicon nitride dan silicon karbida. Tingkat kehalusan butir pasir
kuarsa sebagai bahan baku keramik maju tersebut
sekitar diatas 400 mesh hingga ukuran submicron. Selain itu teknologi yang
digunakan dalam proses produksi barang keramik maju ini menggunakan
teknologi tinggi (high technology). Untuk di Indonesia industri keramik maju baru
ada satu yaitu industri honeycomb ceramic yang berlokasi di daerah Tangerang.
(BPPI)
Sebagai bahan galian industri yang banyak dipakai oleh industri keramik
dan gelas/kaca, pemenuhan kebutuhan felspar di Indonesia sebagian besar masih
dipasok oleh felspar impor walaupun potensi endapan felspar di Indonesia cukup
berarti. Kualitas yang rendah menjadi kendala bagi pemenuhan di industri di atas.
Upaya mengurangi ketergantungan terhadap felspar impor sudah merupakan suatu
keharusan, mengingat saat ini krisis ekonomi sedang melanda Indonesias. Salah
satu cara adalah dengan meningkatkan kualitas felspar yang ada menjadi layak
konsumsi seperti felspar Bojonegoro cocok untuk bodi keramik, tapi tidak cocok
untuk glasur. Dalam hal ini pengolahan felspar Indonesia harus mengacu kepada
jenis dan karakteristik endapan felspar itu sendiri yang cenderung bervariasi
(Ardha, 1993).
Dari segi cadangan, felspar Indonesia cukup melimpah. Secara keseluruhan
cadangan terukur adalah 271.693 ribu ton sedangkan cadangan terindikasi dan
21
tereka masing-masing sebesar 11.728 ribu ton dan 56.561 ribu ton, sehingga
layak untuk dikembangkan. Walaupun demikian dari segi kualitas, felspar negeri
ini masih jauh dibandingkan dengan kualitas felspar impor sehingga sisi teknologi
pengolahan perlu mendapat perhatian.
Sejalan dengan berkembangnya industri pemakai felspar yang terus
meningkat; kebutuhan dan produksi material di indonesia juga ikut meningkat.
Pada 1995 merupakan puncak perkembangan produksi felspar yang tercatat oleh
Biro Pusat statistik ( 50.000 ton). Sayangnya seiring dengan krisis moneter
yang melanda negeri ini yang dimulai pada 1998, produksi felspar juga ikut
menurun seperti terlihat pada Gambar 4, bahkan untuk era 2000 belum ditemukan
lagi data terbaru mengenai komoditi ini yang dibuat oleh Biro Pusat Statistik
(Mandalawanto, tidak diterbitkan).
Pengamatan Mandalawanto (2000, tidak diterbitkan) terhadap konsumsi
felspar di Indonesia era 1977 – 1997 menunjukkan gambaran yang berfluktuasi.
Hal ini tercermin dari indikator peningkatan penawaran pada perioda tersebut.
Konsumsi felspar terbesar tercatat pada 1993 (105.380 ton), diserap oleh industri
keramik , porselen, gelas berwarna, kaca lembaran dan industri lainnya.
Sayangnya pemenuhan konsumsi dalam negeri ini – karena keterbatasan teknologi
dalam mengolah felspar alam Indonesia sampai kadar tertentu sesuai spesifikasi
yang diinginkan – sebagian masih dipasok oleh impor. Impor felspar – untuk
kurun 1977-1997 – meningkat sebesar 17,6%; tercatat sebesar 6.014 ton pada
1997, 84.993 ton pada 1995 dan menurun drastis menjadi 41.408 ton pada 1997
sejalan dengan krisis ekonomi negeri ini. Impor felspar berasal dari Cina,
Thailand, Malaysia dan Australia. Imbas krisis ekonomi di negeri ini terhadap
pemakaian felpar terlihat nyata pada 1998 (Gambar 5). Selama tahun tersebut
hanya 38,589,646 Kg felspar yang dikonsumsi oleh industri pemakai material ini
di Indonesia. Gejala penurunan sebenarnya sudah mulai terjadi pada 1997 – awal
krisis moneter di negeri ini. Pada 1999, pemakaian felspar sebagai bahan baku
mulai nampak meningkat kembali. Sayangnya tidak ada lagi data yang ditemui
dari Biro Pusat Statistik (BPS) untuk konsumsi pada 2000 – 2002 sehingga belum
bisa dilihat apakah menurun kembali atau makin meningkat. Keterbatasan data
juga terjadi untuk sektor impor; yang tercatat di BPS adalah impor felspar untuk
1998 sebesar 92.373,61ton sedangkan pada 1996, 1997, 1998 dan 2000 tidak ada
data.
Produksi felspar selama kurun 1993 – 1998 juga tidak terlepas dari imbas krisis
moneter negeri ini. Pada 1993 – 1995, produksi felspar menunjukkan kenaikan
dari tahun ke tahun yang kemudian turun drastis pada 1996 menjelang krisis
ekonomi yang terjadi pada 1997 bahkan pada 1997 tidak tercatat adanya produksi.
22
Perhitungan ekonomi potensi produk keramik konvensional di kalimantan
terkhusus untuk pembuatan atap gerabah.
Modal
Alat/Bahan Harga
Tanah Liat Ada di alam
Kaolin Ada di alam
Pasir Kuarsa Ada di alam
Feldspar Rp. 85.000/kg
Pelumas Keramik Rp. 75.000/kg
Cat Keramik Rp. 115.000/kg
Ceramic Clay Pottery Tetlow Kiln
Rp. 75.150.000
Machine
Mini Ball Mill Rp. 28.200.000
BAB 4
23
KESIMPULAN
Daftar Pustaka
24
Akbar, T. W. (2018). Karakteristik dan Implementasi Tanah Liat Di Lubuk Alung
Sebagai Bahan Baku Pembuatan Keramik Hias. Journalof Art, Design, Art
Education And Culture Studies (JADECS), Vol 3 No. 2, 68-73.
Subari. (2014). Penggunaan Batu Pasir Felspatik dan Batu Lempung untuk
Keramik Hias. Jurnal Teknologi Mineral dan Batubara Volume 10, No. 3,
155-164.
25
BIODATA TIM
Anugrah Parlindungan
06171011
Tugas : Halaman pendukung,
Kesimpulan, Bab 3.2
Ade Apriliyana
06171004
Tugas : Cover, Bab 3.1 dan 3.2
26
Jane Varingga Ramadhani
06171038
Tugas : Bab 2 (no 4, 5)
27