Silikon memiliki 14 isotop yang setengah-hidup diketahui, dengan nomor massa 22-36. Dari
jumlah tersebut, tiga yang stabil, yaitu 28Si (92.23%), 29Si (4.67%), dan 30Si (3.10%). Sebab spin
intinya I = 1/2, 29Si digunakan dalam studi NMR senyawa silikon organik atau silikat (NMR
padatan).
Silikon adalah unsur elektropositif yang paling melimpah di kerak bumi, bersifat metalloid
dengan kilap logam, dan sangat rapuh.
Silikon biasanya membentuk senyawa tetravalen meskipun kadang-kadang bivalen. Selain itu,
senyawa silikon pentacoordinated dan hexacoordinated juga umum dikenal.
Silikon merupakan semikonduktor intrinsik dalam bentuknya yang paling murni, meskipun
intensitas semikonduktor bisa ditingkatkan dengan sejumlah kecil pengotor.
Silikon mirip dengan logam dalam perilaku kimianya. Unsur ini hampir sama elektropositif
seperti timah dan jauh lebih positif daripada germanium atau timbal.
Silikon membentuk berbagai hidrida, berbagai halida, dan banyak seri senyawa yang
mengandung oksigen, yang dapat memiliki sifat ionik atau kovalen.
Unsur ini memiliki kelimpahan jauh lebih banyak daripada unsur lainnya, selain dari oksigen.
Silikon merupakan penyusun 27,72% kerak bumi, sementara oksigen menyumbang 46,6%.
KARAKTERISTIK SILIKON
Fisik
Silikon berbentuk padat pada suhu ruangan, dengan titik lebur dan titik didih masing-masing
1.400 dan 2.800 derajat celsius.[7]Yang menarik, silikon mempunyai massa jenis yang lebih besar
ketika dalam bentuk cair dibanding dalam bentuk padatannya. Tapi seperti kebanyakan substansi
lainnya, silikon tidak akan bercampur ketika dalam fase padatnya, tapi hanya meluas, sama
seperti es yang memiliki massa jenis lebih kecil daripada air. Karena mempunyai konduktivitas
thermal yang tinggi (149 W·m−1·K−1), silikon bersifat mengalirkan panas sehingga tidak pernah
dipakai untuk menginsulasi benda panas.
Orbital elektron terluar dari silikon mempunyai 4 elektron valensi. Kulit atom 1s,2s,2p, dan 3s
terisi penuh, sedangkan kulit atom 3p hanya terisi 2 dari jumlah maksimumnya 6.
Silikon bersifat semikonduktor.
[sunting]Kimia
Bubuk Silikon
Silikon merupakan metaloid, siap untuk memberikan atau berbagi 4 atom terluarnya, sehingga
memungkinkan banyak ikatan kimia. Meski silikon bersifat relatif inert seperti karbon, silikon
masih dapat bereaksi dengan halogen dan alkali encer. Kebanyakan asam (kecuali asam
nitrat dan asam hidrofluorat) tidak bereaksi dengan silikon. Silikon dengan 4 elektron valensinya
mempunyai kemungkinan untuk bergabung dengan elemen atau senyawa kimia lainnya pada
kondisi yang sesuai.
Isotop
Silikon yang eksis di alam terdiri dari 3 isotop yang stabil, yaitu silikon-28, silikon-29, dan
silikon-30, dengan silikon-28 yang paling melimpah (92% kelimpahan alami).[9] Out of these,
only silicon-29 is of use in NMR and EPR spectroscopy.[10] Dua puluhradioisotop telah diketahui,
dengan silikon-32 sebagai yang paling stabil dengan paruh waktu 170 tahun dan silikon-31
dengan waktu paruh 157,3 menit.[9] Sisa isotop radioaktif lainnya mempunyai paruh waktu
kurang dari 7 detik dan kebanyakan malah kurang dari 0,1 detik.[9] Silikon tidak
mempunyai isomer nuklir.[9]
Keberadaan
Quartz crystal cluster dari Tibet. Mineral alami ini mempunyai rumus kimia SiO2.
Mineral silikat- berbagai macam mineral yang terdiri dari silikon, oksigen, dan berbagai logam
reaktif—membentuk 90% massa kerak bumi. Hal ini dikarenakan suhu panas pada proses
pembentukan sistem tata surya, silikon dan oksigen mempunyai afinitas yang besar satu sama
lain, sehingga membentuk senyawa kimia. Karena oksigen dan silikon adalah unsur non-gas dan
non-logam terbanyak pada puing supernova, mereka membentuk banyak silikat kompleks yang
kemudian bergabung ke batuanplanetesimal yang membentuk planet kebumian. Disini, mstriks
mineral silikat yang tereduksi menangkap logam-logam yang reaktif untuk teroksidasi
(aluminium, kalsium, natrium, kalium, dan magnesium). Setelah gas-gasnya lepas, campuran
silikat ini kemudian membentuk sebagian besar kerak bumi. Karena silikat-silikat ini bermassa
jenis rendah, baja, nikel, dan logam non-reaktif lainnya masuk ke dalam inti bumi, sehingga
menyisakan magnesium dan silikat besi di lapisan atas.
Beberapa contoh mineral silikat yang ada di kerak bumi antara lain
kelompok piroksena, amfibol, mika, dan feldspar. Mineral-mineral ini terdapat pada tanah liat
dan beberapa jenis batuan seperti granit dan batu kapur.
Silika terdapat pada mineral-mineral yang terdiri dari silikon dioksida murni dengan bentuk
kristal yang berbeda-beda: quartz, agate ametis, rock crystal,chalcedony, flint, jasper, dan opal.
Kristal-kristal ini memiliki rumus empiris silikon dioksida, tapi tidak terdiri dari molekul-
molekul silikon dioksida. Silika secara struktur mirip dengan berlian, terdiri dari padatan kristal
tiga dimensi yang terdiri dari silikon dan oksigen. Silika yang tidak murni membentuk kaca
alamobsidian. Silika biogenik ada pada struktur diatom, radiolaria dan siliceous sponge.
Silikon super murni dapat didoping dengan boron, gallium, fosfor dan arsenik untuk
memproduksi silikon yang digunakan untuk transistor, sel-sel solar, penyulingan, dan alat-
alat solid-state lainnya, yang digunakan secara ekstensif dalam barang-barang elektronik dan
industri antariksa.
Hydrogenated amorphous silicone memiliki potensial untuk memproduksi sel-sel murah untuk
mengkonversi energi solar ke energi listrik.
Silikon sangat penting untuk tanaman dan kehidupan binatang. Diatoms dalam air tawar dan air
laut mengekstrasi silika dari air untuk membentuk dinding-dinding sel. Silika ada dalam abu
hasil pembakaran tanaman dan tulang belulang manusia. Silikon bahan penting pembuatan baja
dan silikon karbida digunakan dalam alat laser untuk memproduksi cahaya koheren dengan
panjang gelombang 4560 A.
Silikon merupakan komponen utama dari kaca, semen, keramik, sebagian besar perangkat
semikonduktor, dan silikon (zat plastik yang sering tercampur baur dengan logam silikon).
Silikon juga merupakan konstituen penting dari beberapa jenis baja dan merupakan bahan tahan
api yang digunakan dalam pembuatan enamel dan tembikar.
Unsur silikon dan senyawa intermetaliknya banyak digunakan sebagai paduan untuk membentuk
aluminium, magnesium, tembaga, dan logam lainnya yang memiliki ketahanan tinggi.
Silikon metalurgi dengan kemurnian 98-99% digunakan sebagai bahan baku dalam pembuatan
organosilicic dan resin silikon, segel, serta pelumas.
Dalam bidang elektronik, chip silikon digunakan dalam berbagai peralatan elektronik. Sel surya
juga menggunakan irisan tipis kristal silikon sebagai salah satu komponen utamanya.
Silikon dioksida digunakan sebagai bahan baku untuk memproduksi unsur silikon dan silikon
karbida. Kristal silikon berukuran besar digunakan untuk gelas piezoelektrik.
Dispersi koloid silikon dalam air digunakan sebagai agen pelapis dan sebagai bahan untuk
pembuatan enamel tertentu.
Silikon merupakan unsur tidak beracun dalam bentuk alaminya seperti pada silika dan silikat.
Debu silikon memiliki sedikit dampak buruk pada paru-paru dan tidak memicu penyakit organik
signifikan.
Silikon dapat menyebabkan efek pernapasan kronis terutama dalam bentuk kristal silika (silikon
dioksida).
Namun, kemungkinan terbentuknya kristal silika di alam amat kecil. Kristal silika umumnya
akan mempengaruhi orang-orang yang bekerja di pertambangan, di industri tembikar,
pertambangan granit, dan industri yang melibatkan tanah diatom.
Kristal silikon dikenal mengiritasi kulit dan mata. Menghirup komponen ini akan menyebabkan
iritasi pada paru-paru dan selaput lendir.
Beberapa penelitian epidemiologi melaporkan angka signifikan atas kematian atau kasus
gangguan imunologi pada pekerja yang terpapar silika.
Penyakit dan gangguan yang ditemui termasuk skleroderma, rheumatoid arthritis, lupus
eritematosus sistemik, dan sarkoidosis.
Tersentaknya dunia atas krisis minyak tersebut berimbas pada kebijakan mencari sumber-
sumber energi baru selain bersandar pada minyak bumi/energi fosil di mana ‘photocell’
menjadi salah satu sumber energi baru yang dilirik. Nama photocell yang kemudian
berubah menjadi solar cell/sel surya dengan sangat cepat menjadi salah satu topik utama
penelitian di bidang energi baru dan terbaharukan. Hal ini sangat jelas beralasan pada
kemampuannya mengubah energi sinar matahari menjadi energi listrik secara langsung dan
mudah serta sangat menjanjikan. Yang sama pentingnya ialah, munculnya topik penelitian
di bidang ini telah berhasil menyadarkan masyarakat pada masa itu bahwa energi matahari
memiliki potensi yang selama ini belum teroptimalkan dalam memenuhi kebutuhan energi
dunia.
Sel surya dengan berbahan baku silikon hingga saat ini masih merupakan jenis sel surya
yang paling banyak diteliti, dikembangkan serta dipasarkan. Selain dilatarbelakangi oleh
penemuan pertama sel surya, mapannya pengetahuan akan silikon, terbuktinya kehandalan
silikon dalam aplikasi sel surya, dan jumlah cadangan silikon di perut bumi berupa pasir
silica yang berlimpah menjadi beberapa bahan pertimbangan utama. Belum ditambah oleh
dukungan infrastruktur industri semikonduktor yang memang mengambil material silikon
sebagai bahan dasar utama produk elektronika yakni microchip atau microprocessor.
Mantapnya silikon sebagai sel surya yang paling banyak diproduksi patut berterima kasih
pada dukungan industri semikonduktor tersebut. Pada masa-masa awal industrialisasi sel
surya, silikon sebagai bahan dasar sel surya merupakan bahan buangan dari industri
semikonduktor. Silikon yang tidak terpakai pada industri semikonduktor dikarenakan,
misal, kadar kemurnian silikon yang rendah, dipakai pada industri sel surya yang memang
tidak terlalu membutuhkan material silikon dengan kemurnian yang sangat tinggi. Baru
pada beberapa tahun belakangan inilah beberapa pabrik pemurnian silikon mulai
memproduksi bahan material silikon khusus untuk aplikasi sel surya dengan berkaca pada
pesatnya produksi sel surya silikon di dunia saat itu, maupun proyeksi pemasaran sel surya
di masa depan. Saat ini, sel surya jenis silikon menempati pangsa pasar sekitar 82-85%
pasar sel surya dunia.
Pada dasarnya, pembuatan sel surya tidak ubahnya pembuatan microchip yang ada di
dalam peralatan elektronika semisal komputer, televisi maupun alat pemutar musik digital
MP3. Banyak teknologi yang dipakai oleh sel surya mengadopsi dan mengadaptasi teknologi
pembuatan microchip karena teknologi microchip sudah mapan jauh sebelum booming sel
surya yang baru muncul belakangan di akhir 1980-an.
Teknologi pembuatan microchip maupun sel surya sama-sama bersandar pada konsep
nanoteknologi. Yakni sebuah konsep revolusioner dalam merekayasa perilaku dan fungsi sebuah
sistem pada skala molekul atau skala nanometer (berdimensi ukuran se-per-milyar meter). Sistem
yang dimaksud ini dapat berupa molekul-molekul, ikatan kimia, hingga atom-atom yang menyusun
sebuah produk. Yang direkayasa ialah perilaku atom atau molekul-molekulnya tadi dengan jalan
menyesuaikan kondisi pembuatan atau lingkungan molekul atau atom yang dimaksud.
Gambar Situasi di sebuah Clean Room. Perhatikan baju khusus anti debu yang dipakai para
pekerja di sebuah Clean Room.
Kerumitan pembuatan sel surya ada pada tahap pengecekan efisiensi sel yang baru dibuat.
Memeriksa apakah sel surya itu dapat berfungsi dengan baik dan dengan efisiensi yang baik
membutuhkan peralatan tersendiri dan tidak sembarangan untuk sekedar dirakit. Peralatan ini
mensimulasikan besarnya energi cahaya matahari dan harus dikalibrasi dengan standar tertentu.
Simulasi ini harus mendekati kondisi sebenarnya penyinaran cahaya matahari. Alat yang dperlukan
untuk ini ialah solar simulator yakni alat yang mensimulasikan energi cahaya matahari dan
mengukur respon sel surya terhadap cahaya matahari yang akhirnya menghitung efisiensi sel surya.
Gambar (Atas) Prinsip kerja sebuah Solar Simulator, (Bawah) Solar simulator yang dijual di pasaran.
Untuk meniru energi yang dipancarkan oleh matahari, Solar Simulator ini dilengkapi dengan lampu yang
berisi gas Xenon yang mampu memberikan kondisi yang nyaris persis sama dengan matahari. Sel surya
yang hendak diukur efisiensinya, diletakkan di bagian yang telah ditentukan. Hasil akhir dari simulasi ini
ialah berapa besar efisiensi dan daya yang mampu dihasilkan oleh sebuah sel surya. Biasanya
pengukuran ini dilakukan pada tahap paling akhir pembuatan sel surya.
Ada beberapa hal yang perlu dicermati sebagai pintu masuk terlibatnya masyarakat kita turut aktif
mengembangkan sel surya. Penulis urutkan dari tingkatan paling ideal hingga yang paling realistis untuk
dilakukan.
Sejatinya, industri wafer silikon ialah sebuah industri strategis berteknologi tinggi. Posisinya sama
dengan industri dirgantara, kapal laut maupun industri baja. Hal ini berkaitan dengan peran vital silikon
dalam industri elektronik. Tidak ada industri elektronik manapun yang tidak membutuhkan silikon. Bila
sebuah gedung dapat berdiri tegak karena memanfaatkan baja dan pesawat dapat terbang karena
menggunakan aluminium, maka komputer dan alat elektronika lain dapat berfungsi karena adanya
wafer silikon ini.
Sel surya dibuat dari silikon yang berbentuk bujur sangkar pipih dengan ukuran 5 x 5 cm atau 10 x 10 cm
persegi. Ketebalan silikon ini sekitar 2 mm. Lempengan bujur sangkar pipih ini disebut dengan wafer
silikon untuk sel surya. Bentuk wafer silikon sel surya berbeda dengan wafer silikon untuk
semikonduktor lain (chip, prosesor komputer, RAM memori) yang berbentuk bundar pipih meski
memiliki ketebalan yang sama (lihat gambar bawah).
Gambar Wafer silikon untuk keperluan elektronika (bundar pipih) dan sel surya (persegi berwarna biru).
Wafer silikon ini dibuat melalui proses pembuatan wafer silikon dengan memanfaatkan silikon berkadar
kemurnian tinggi sebelumnya (semiconductor grade silicon). Secara ringkas, penulis paparkan beberapa
cara membuat wafer silikon untuk keperluan sel surya.
Mono kristal di sini berarti silikon tersebut tersusun atas satu kristal saja. Sedangkan jenis lain ialah
wafer silikon polikristal yang terdiri atas banyak krstal. Wafer silikon monokristal dibuat melalui proses
Czochralski (Cz) yang merupakan jantung dari proses pembuatan wafer silikon untuk semikonduktor
pula. Prosesnya melibatkan peleburan silikon semiconductor grade, diikuti dengan pemasukan batang
umpan silikon ke dalam leburan silikon. Ketika batang umpan ini ditarik perlahan dari leburan silikon,
maka secara otomatis silikon dari leburan akan mennempel di batang umpan dan membeku sebagai
satu kristal besar silikon. Suhu proses berkisar antara 1000-1200 derajat Celsius, yakni suhu di mana
silikon dapat melebur/meleleh/mencair. Silikon yang telah membeku ini akhirnya dipotong-potong
menghasilkan wafer dengan ketebalan sekitar 2 milimeter.
Gambar 5. Skema proses Cz untuk membuat wafer silikon. (Atas) Reaktor tempat pembuatan wafer
slikon, (Tengah atas) Keadaan silikon yang tengat ditarik oleh batang pengumpan. Perhatikan warna
silikon yang berpijar tanda masih dalam keadaan setengah cair/lelehan. (Tengah bawah) Ruangan pabrik
pembuatan wafer silikon yang selalu terjaga kebersihannya dan seragam yang selalu dipakai pekerjanya.
(Bawah) Wafer silikon yang dihasilkan (diameter 20-40 cm panjang bisa mencapai 1-2 m). Diadaptasi
dari sini dan sini dan sini.
Gambar 6. Sel surya yang menggunakan bahan dasar silikon monokristal. Perhatikan warna biru yang
homogen pada sel surya tersebut.
Wafer silikon monokristal relatif jauh lebih sulit dibuat dan lebih mahal. Silikon monokristal inilah yang
digunakan untuk bahan dasar semikonduktor pada mikrochip, prosesor, transistor, memori dan
sebagainya. Keadaannya yang monokristal (mengandung hanya satu kristal tunggal) membuat silikon
monokristal nyaris tanpa cacat dan sangat baik tingkat hantar listrik dan panasnya. Sel surya akan
bekerja dengan sangat baik dengan tingkat efisiensi yang tinggi jika menggunakan silikon jenis ini.
Namun demikian, perlu diingat bahwa isu besar sel surya ialah bagaimana menurunkan harga yang
masih jauh dari jangkauan masyarakat. Penggunaan silikon monokristal jelas akan melonjakkan harga sel
surya yang akhirnya justru kontraprduktif. Komunitas industri dan peneliti sel surya akhirnya berpaling
ke jenis silikon yang lain yang lebih murah, lebih mudah dibuat, meski agak sedikit mengorbankan
tingkat efisiensinya. Saat ini, baik silikon monokristal maupun polikristal sama sama banyak digunakan
oleh masyarakat.
Gambar (Atas) Salah satu contoh aktifitas peleburan material (logam, slikon, dll.) (Bawah) Sel surya
berbahan baku silikon polikristal. Perhatikan warna terang gelap pada sel surya yang menandakan kristal
kristal yang berbeda arah dan besarnya.
Pembuatan silikon polikristal pada intinya sama dengan mengecor logam (lihat Gambar di
bawah). Semiconductor grade silicon dimasukkan ke dalam sebuah tungku atau tanur bersuhu tinggi
hingga melebur/meleleh. Leburan silikon ini akhirnya dimasukkan ke dalam cetakan cor dan selanjutnya
dibiarkan membeku. Persis seperti pengecoran besi, aluminium, tembaga maupun logam lainnya. Silikon
yang beku kemudian dipotong-potong menjadi berukuran 5 x 5 atau 10 x 10 cm persegi dengan
ketebalan kira-kira 2 mm untuk digunakan sebagai sel surya. Proses pembuatan silikon polikristal
dengan cara ini merupakan proses yang paling banyak dilakukan karena sangat efektif baik dari segi
ekonomis maupun teknis.
Secara umum, proses pembuatan sel surya mulai dari dari silikon dapat dilihat pada gambar di bawah
ini. Proses pembuatan sel surya sendiri telah diterangkan sebelumnya.
Langkah China dalam memasarkan sel surya di negaranya maupun di pasaran dunia cukup menarik
untuk dicermati. Industri-industri China tidak membuat material dasar wafer silikon untuk sel surya
karena mereka tahu investasinya akan sangat besar. Mereka juga tidak memiliki kemampuan dalam
membuat mesin-mesin yang dipergunakan pabrik-pabrik mereka untuk membuat sel surya dalam skala
besar.
Gambar Mesin pembuat sel surya yang telah terintegrasi. Perlu ada investasi untuk membelinya dari
luar negeri.
Hanya saja, strategi mereka ialah, mengimpor mesin-mesin pabrik dari Jerman sebagai bahagian dari
investasi, serta mengimpor material silikon khusus untuk sel surya dari negaa-negara lain semisal,
Jerman, Jepang dan Korea Selatan. Keunggulan komparatif upah pekerja yang murah, membuat sel-sel
surya made in China saat ini bersaing di pasaran sel surya Eropa selain menjadi tuan rumah di negara
sendiri tentunya. Hal ini penulis saksikan sendiri dalam ajang pameran dan konferensi ilmiah sel surya
tahun 2005 di Shanghai, China. Mungkin strategi ini dalam jangka pendek bisa diterapkan di Indonesia.
3. Industri assembly.
Kerumitan pembuatan sel surya tidak terlalu ditemui pada proses enkapsulasi sel surya menjadi sebuah
modul surya. Sebagai informasi, sel surya sendiri berukuran sekitar 5 x 5 atau 10 x 10 cm persegi. Sel
sebesar ini hanya dapat mengkonversi cahaya matahari menjadi listrik berdaya sekitar 1 – 2 Watt saja.
Untuk dapat digunakan secara praktis, seitar 30 hingga 50 buah sel surya ini dirangkaikan satu sama lain
agar menghasilkan daya keluaran sekitar 50 hingga 75 Watt. Rangkaian sel surya ini disebut
dengan modul surya dan modul surya-lah yang sebenarnya dijual dipasaran yang terdiri atas sekian buah
sel surya (Gambar 8). Dengan menata seberapa besar kebutuhan listrik, maka tinggal dihitung saja
berapa banyak modul surya yang perlu dibeli, kemudian digabung dan dirangkaikan kembali agar
menghasilkan daya keluaran sesuai dengan kebutuhan listrik rumah tangga misalnya. Rangkaian modul
surya ini disebut dengan panel surya.
Gambar 8. Contoh modul sel surya yang dipasarkan. Perhatikan adanya sel surya di dalam modul yang
telah dirangkai dan dienkapsulasi menjadi satu susunan besar modul surya.
Sejauh yang penulis ketahui, proses enkapsulasi sel surya menjadi modul surya relatif lebih mudah
dilakukan oleh industri menengah karena inti kegiatannya sama dengan proses assembly, atau
merangkai sesuatu dari komponen-komponen yang sudah jadi. PT LEN, sebuah BUMN konon kabarnya
sudah mampu meng-assembly sel surya menjadi modul surya yang siap dipasarkan. Melalui langkah ini.
industri assembly sel surya tidak perlu berinvestasi pada penambangan, peleburan dan pembuatan
wafer silikon. Jalan umum yang diambil hanyalah mengimpor sel surya yang sudah jadi, kemudian
merangkainya menjadi modul dan menjualnya kembali ke pasaran.
Hal terakhir yang mungkin penulis sarankan ialah menekuni pembuatan komponen sel surya (disebut
dengan balance of system lihat Gambar 8), semacam inverter DC ke AC, kabel-kabel, aki atau baterei,
beberapa kontroler yang penulis yakin sudah cukup dikuasai industri elektronika di Indonesia. Jelas
keuntungan produk Indonesia yang relatif murah mustinya dapat merajai pasar komponen untuk sel
surya di tanah air. Sebagai tambahan, mungkin desain perumahan atau gedung yang siap merespon
pemakaian sel surya di Indonesia dapat menjadi lahan bagus buat para arsitek.
Gambar Komponen-komponen pelengkap sel surya agar dapat bekerja (Balance of System)