TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara adalah substansi heterogen yang dapat terbakar dan terbentuk dari
banyak komponen yang mempunyai sifat saling berbeda. Batubara dapat
didefinisikan sebagai satuan sedimen yang terbentuk dari dekomposisi tumpukan
tanaman selama kira-kira 300 juta tahun. Dekomposisi tanaman ini terjadi karena
proses biologi dengan mikroba dimana banyak oksigen dalam selulosa diubah
menjadi karbondioksida (CO2) dan air (H2O). Kemudian perubahan yang terjadi
dalam kandungan bahan tersebut disebabkan oleh adanya tekanan, pemanasan
yang kemudian membentuk lapisan tebal sebagai akibat pengaruh panas bumi
dalam jangka waktu berjuta-juta tahun, sehingga lapisan tersebut akhirnya memadat
dan mengeras (Daulay, 1967).
Dengan melimpahnya cadangan dari batubara khususnya di daerah sumatera
selatan, menjadikan opsi yang baik jika digunakan sebagai bahan bakar langsung,
meskipun memiliki peringkat yang rendah dengan ditandai adanya kandungan air
yang tinggi. Namun dengan penanganan khusus seperti dilakukan pengeringan
(dijemur) akan membantu dalam penyalaan awal batubara dan selanjutnya dalam
proses pembakaran. Batubara merupakan salah satu jenis bahan bakar untuk
pembangkit energi, disamping gas alam dan minyak bumi. Berdasarkan atas cara
penggunaanya sebagai penghasil energi diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Penghasil energi primer dimana batubara yang langsung dipergunakan untuk
industri misalnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar burner (dalam industri
semen dan pembangkit listrik tenaga uap), pembakaran kapur, bata, genting;
bahan bakar lokomotif, pereduksi proses metalurgi, kokas konvensional, bahan
bakar tidak berasap (smokeless fuels)
b. Penghasil energi sekunder dimana batubara yang tidak langsung dipergunakan
untuk industri misalnya pemakaian batubara sebagai bahan bakar padat (briket),
bahan bakar cair (konversi menjadi bakar cair) dan gas (konversi menjadi bahan
bakar gas), bahan bakar dalam industri penuangan logam dalam bentuk kokas
(Indrayudha, 1993).
5
Sumber daya alam batubara di Indonesia 35,4 % berada di Kalimantan
Timur. Terdapat 16,4 % sumber daya alam batubara yang layak untuk ditambang dan
bernilai ekonomis tinggi. Cadangan batubara di Indonesia mayoritas berupa lignit
mencapai 59 %, sub-bituminous 27%, bituminous 14%, dan antrasit berjumlah
kurang dari 0,5 % dari total cadangan (Hardyono dan Syarifuddin, 1991).
Batubara adalah batuan organik yang memiliki sifat-sifat fisika dan kimia
yang kompleks yang dapat ditemui dalam berbagai bentuk. Analisis unsur
memberikan rumus formula empiris seperti C137H97O9NS untuk bituminous dan
C240H90O4NS untuk antrasit. Kualitas batubara sangat ditentukan oleh sifat fisik dan
kimia dari batubara. Kualitas batubara ditentukan oleh maseral dan mineral matter
penyusunnya, serta oleh derajat coalification (rank). Dalam transaksi jual-beli
batubara, persyaratan kualitas yang umumnya tercantum dikontrak pembelian
adalah hasil analisis proksimat, yaitu TM, IM, Ash, VM, FC, kalori dan sulfur . Akan
tetapi, biaya yang di keluarkan untuk pengujian laboratorium agar dapat
mengetahui kualitas batubara tidaklah sedikit (Ambyo, 2019).
6
d. Lignit atau batubara coklat (C70OH5O25), adalah batubara yang sangat lunak
dengan nilai kalori yang lebih rendah dibandingkan dengan sub-bituminous
sekitar 3.500 kcal/kg sampai 4.611 kcal/kg dan mengandung air 35% sampai 75%
dari beratnya.
e. Gambut (C60H6O34), adalah kelas batubara yang paling rendah nilai kalorinya di
bawah 3500 kcal/kg dengan kandungan kadar air di atas 75% dari beratnya.
Batubara merupakan endapan organik yang mutunya sangat ditentukan oleh
beberapa faktor antara lain tempat terdapatnya cekungan, umur dan banyaknya
kontaminasi. Seperti halnya sebuah PLTU yang menggunakan batubara sebagai
bahan bakar utamnya, maka harus diperhatikan kandungan kalori yang sesuai dengan
desain unit pembangkit agar memperoleh efisiensi penggunaan energinya dan
keamanan peralatan utama unit pembangkit itu sendiri.
7
pada suatu cekungan sedimen, dimana keberadaan herz dan imprint tidak didapatkan,
selain itu lapisan batu bara dengan lapisan statigrafi yg diatasnya berbeda.
Faktor yang berpengaruh dalam pembentukan batubara dikenal serangkaian
faktor yang akan berpengaruh dan akan menentukan terbentuknya batubara
diantaranya : Posisi geoteknik .letak suatu tempat yang merupakan cekungan
sedimentasi yang keberadaannya dipengaruhi oleh tektonik lempeng. Makin dekat
cekungan sedimentasi batubara terbentuk/terakumulasi, terhadap posisi kegiatan
tektonik lempeng, kualitas batubara yang dihasilkan akan semakin baik. Keadaan
topografi daerah : Daerah tempat tumbuhan berkembang baik, merupakan daerah
yang relatif tersedia air, yaitu daerah dengan topografi yang relatif rendah.
8
ii. External Impuriitis
Merupakan pengotor yang berasal dari luar, timbul pada saat proses
penambangan antara lain terbawanya tanah yang berasal dari lapisan penutup
(overburden) kejadian ini sangat umum dan tidak dapat dihindari, khususnya pada
penambangan batubara dengan model tambang terbuka (open pit).
Batubara merupakan endapan organik yang mutunya sangat ditentukan oleh
beberapa faktor, antara lain tempat terdapatnya cekungan batubara, umur,
banyaknya pengotor/kontaminasi. Sebagai bahan baku pembangkit energi yang
dimanfaatkan dalam industri, mutu batubara mempunya peranan sangat penting
dalam memilih peralatan yang akan dipergunakan dan pemeliharaan alat
(Sukandarrumidi, 2005).
9
kemudian terbentuklah peat (gambut), gambut tersebut mengalami kompresi
dan pengendapan di antara lapisan sedimen dan juga mengalami kenaikan temperatur
akibat geothermal gradient. Akibat proses tersebut maka akan terjadi pengurangan
porositas dan pengurangan moisture sehingga terlepasnya grup OH, COOH, OCH3,
dan CO dalam wujud cair dan gas. Karena banyaknya unsur oksigen dan hidrogen
yang terlepas maka unsur karbon relatif bertambah yang mengakibatkan terjadinya
lignit (brown coal). Kemudian dengan adanya kompresi yang terus menerus serta
kenaikan temperatur maka terbentuklah batubara subbituminous dan bituminus
dengan tingkat kalori yang lebih tinggi dibandingkan dengan brown coal.
Bumi tidak pernah berhenti, oleh karena itu kompresi terus berlangsung
diiringi bertambahnya temperatur sehingga moisture sangat sedikit serta unsur
karbon yang banyak merubah batubara sebelumnya ke tingkat yang lebih tinggi,
yaitu antrasit yang merupakan kasta tertinggi pada batubara (Cook, 1982). Proses
Pembentukan batubara sendiri dapat dilihat pada Gambar 2.1.
10
2.7 Sulfur Dalam Batubara
Batubara merupakan bahan bakar fosil yang terbentuk dari batuan sedimen
yang dapat terbakar, terbentuk dari endapan organik, utamanya adalah sisa-sisa
tumbuhan dan terbentuk melalui proses pembatubaraan. Unsur-unsur utamanya
terdiri dari karbon, hidrogen dan oksigen.
Sulfur adalah salah satu komponen dalam batubara, yang terdapat sebagai
sulfur organik maupun anorganik. Umumnya komponen sulfur dalam batubara
terdapat sebagai sulfur syngenetik yang erat hubungannya dengan proses fisika dan
kimia selama proses penggambutan dan dapat juga sebagai sulfur epygenetik yang
dapat diamati sebagai pyrite pengisi cleat pada batubara akibat proses presipitasi
kimia pada akhir proses pembatubaraan (Herudiyanto dan Fatimah, 2016).
Terdapat 3 (tiga) jenis sulfur yang terdapat dalam batubara, yaitu :
1. Sulfur Pyrite
Pyrite dan markasite merupakan mineral sulfida yang paling umum dijumpai
pada batubara. Kedua jenis mineral ini memiliki komposisi kimia yang sama
(FeS2) tetapi berbeda pada sistem kristalnya. pyrite berbentuk isometrik
sedangkan Markasit berbentuk orthorombik . Pyrite (FeS2) merupakan mineral
yang memberikan kontribusi besar terhadap kandungan sulfur dalam batubara,
atau lebih dikenal dengan sulfur pirit. berdasarkan genesanya, pirit pada
batubara dapat dibedakan menjadi 2, yaitu :
a. Pyrite Syngenetik, yaitu pyrite yang terbentuk selama proses penggambutan
(peatification). Pyrite jenis ini biasanya berbentuk framboidal dengan butiran
sangat halus dan tersebar dalam material pembentuk batubara.
b. Pyrite Epygenetik, yaitu pirit yang terbentuk setelah proses pembatubaraan.
Pyrite jenis ini biasanya terendapkan dalam kekar, rekahan dan cleat pada
batubara serta biasanya bersifat masif.
2. Sulfur Organik
Sulfur organik merupakan suatu elemen pada struktur makromolekul dalam
batubara yang kehadirannya secara parsial dikondisikan oleh kandungan dari elemen
yang berasal dari material tumbuhan asal. Dalam kondisi geokimia dan
mikrobiologis spesifik, sulfur inorganik dapat terubah menjadi sulfur organik Sulfur
organik dapat terakumulasi dari sejumlah material organik oleh proses penghancuran
biokimia dan oksidasi. Namun secara umum, penghancuran biokimia merupakan
11
proses yang paling penting dalam pembentukan sulfur organik, yang
pembentukannya berjalan lebih lambat pada lingkungan yang basah atau jenuh air.
Sulfur yang bukan berasal dari material pembentuk batubara diduga mendominasi
dalam menentukan kandungan sulfur total. Sulfur inorganik yang biasanya melimpah
dalam lingkungan marin atau payau kemungkinan besar akan terubah membentuk
hidrogen sulfida dan senyawa sulfat dalam kondisi dan proses geokimia. Reaksi yang
terjadi adalah reduksi sulfat oleh material organik menjadi hidrogen sulfida (H 2S).
Reaksi reduksi ini dipicu oleh adanya bakteri desulfovibrio dan desulfotomaculum.
12
Teknik X-Ray Diffraction (XRD) berperan penting dalam proses analisis
padatan kristalin. XRD adalah metode karakterisasi yang digunakan untuk
mengetahui ciri utama kristal, seperti parameter kisi dan tipe struktur. Selain itu, juga
dimanfaatkan untuk mengetahui rincian lain seperti susunan berbagai jenis atom
dalam kristal, kehadiran cacat, orientasi, dan cacat kristal
Sinar-X pertama kali ditemukan oleh Wilhelm Rontgen pada tahun 1895.
Sinar-X merupakan gelombang elektromagnetik dengan panjang gelombang (λ ≈
0,1 nm) yang lebih pendek dibanding gelombang cahaya (λ = 400-800 nm).
Panjang gelombang sinar - X ini merupakan dasar digunakannya teknik difraksi sinar
X (X-Ray Diffraction) untuk mengetahui struktur mikroskopis suatu bahan.
13
Menurut Bragg berkas yang terdifraksi oleh kristal terjadi jika pemantulan
oleh bidang sejajar atom menghasilkan interferensi konstruktif. Pemantulan sinar-X
oleh sekelompok bidang paralel dalam kristal pada hakekatnya merupakan gambaran
dari difraksi atom-atom kristal. Difraksi atom-atom kristal sebagai pantulan sinar-X
oleh sekelompok bidang-bidang paralel dalam kristal seperti terlihat pada Gambar
diatas. Arah difraksi sangat ditentukan oleh geometri kisi, yang bergantung pada
orientasi dan jarak antar bidang kristal.
14
c, α = β = γ = 90°) dengan ukuran parameter kisi, a = b = c, maka sudut-sudut berkas
yang didifraksikan dari bidang-bidang kristal (hkl) dapat dihitung dengan rumus
jarak antarbidang sebagai berikut:
15