Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Untuk mengetahui dan mempelajari karakteristik batubara sangatlah luas.


Seperti yang kita ketahui, sifat-sifat fisik ataupun komposisi batubara berbeda-beda,
apakah masih berbentuk endapan ataupun telah menjadi bahan perdagangan.
Perbedaan ini dapat disebabkan oleh kondisi penggambutan, perubahan-perubahan
yang terjadi selama masa waktu geologi, cara-cara penambangan dan pengolahan
yang telah dialaminya.

Dewasa ini, berbagai cakupan mengenai karakteristik batubara menjadikan


batubara sebagai bahan perdagangan yang tentunya mempunyai nilai jual yang tinggi
tergantung pada jenis dan unsur yang terkandung dalam batubara. Batubara
merupakan batuan sedimen organik, yang dapat terbakar sehingga dapat digunakan
sebagai sumber energi. Batubara terbentuk dari hasil pengawetan sisa - sisa tanaman
purba dan menjadi padat setelah tertimbun oleh lapisan di atasnya. Batubara
merupakan bahan galian strategis dan salah satu sumber energi yang mempunyai
peran besar dalam pembangunan nasional.

Secara umum batubara dapat dikenal dari kenampakan sifat fisiknya yaitu
berwarna coklat sampai hitam, berlapis, padat, mudah terbakar, kedap cahaya, non
kristalin, berkilap kusam sampai cemerlang, bersifat getas, pecahan kasar sampai
konkoidal. Unsur kimia utama pembentuk batubara adalah karbon (C), hidrogen (H),
nitrogen (N) dan sulfur (S). Pengetahuan lebih lanjut mengenai Karakteristik batubara
akan dikaji pada pembahasan makalah ini.

1
I.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat dirumuskan permasalahan sebagai
berikut:

1. Bagaimana karakteristik dari Batubara dan penggunaannya dalam dunia


industri?
2. Apa saja sifat fisik dan kimia batubara ?

1.3 Tujuan dan Manfaat

Sesuai dengan permasalahan yang di atas, tujuan yang hendak dicapai dalam
penyusunan makalah ini adalah :

1. Mengetahui dan Memahami karakteristik dari Batubara


2. Mengetahui dan memahami sifat fisik dan kimia batubara
3. Dapat dijadikan sebagai materi penunjang mata kuliah pemanfaatan batubara

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Karakteristik Batubara


Karakteristik batubara dapat dinyatakan berdasarkan sifat fisika dan sifat
kimia yang dimilikinya. Karakteristik batubara yang menunjukkan sifat fisikanya,
antara lain diwakili oleh nilai kerapatan/densitas, kekerasan, ketergerusan
(grindability), kalor jenis (specific heat), fluiditas, caking property, dan sebagainya.
Di lain pihak, sifat kimia batubara ditunjukkan dengan hasil analisis proksimat,
analisis ultimat, nilai kalori, komposisi abu, dan sebagainya.
Karakteristik batubara meliputi:
2.1.1 Air (Moisture)
Air yang ada pada atau di dalam batubara akan ikut terangkut atau tersimpan
bersama batubara. Bila banyaknya ada dalam jumlah besar, maka akan meningkatkan
ongkos atau mendatangkan kesulitan dalam penanganannya. Misalnya, adanya air
permukaan akan menyebabkan batubara lengket dan akan menyulitkan pada hopper
atau chute pada waktu menggerusnya. Adanya moisture akan menurunkan nila panas
dan sebagian panas juga hilang pada penguapan iair.
Air yang ada pada batubara terdapat pada:
 Permukaan dan di dalam rekahan-rekahan, disebut air bebas (free moisture) atau
air permukaan (surface moisture)
 Rongga-rongga kapiler, disebut inherent moisture
 Pada kristal-kristal partikel- partikel yang ada pada batubara disebut air hydrasi
 Bagian organic dari batubara, disebut air dekomposisi

Air yang terikat secara mekanik dengan batubara dan mempunyai tekanan uap
normal dimana kadarnya dipengaruhi oleh pengeringan dan pembasahan selama
penambangan, transportasi, penyimpanan dan lain-lain. Air lembab (moisture in air

3
dried) yaitu air yang terikat secara fisika dalam batubara dan mempunyai tekanan uap
di bawah normal.
Air total adalah jumlah air air permukaan dan inherent moisiture dari batubara
pada waktu analisis. Nama lain dai air total yaitu as-received moisture.

2.1.2 Zat Terbang (volatile matter)


Apabila batubara dipanaskan pada atmosfer yang inert sampai temperatur
950oC, akan menghasilkan material yang disebut zat terbang. Zat terbang tersebut
terdiri dari campuran gas senyawa organik bertitik didih rendah yang akan mencair
menghasilkan material berbentuk oil dan tar. Proses menghasilkan zat terbang ini
disebut pirolisis yang berati memisahkan dengan menggunkaan panas. Di dalam
pemanfaatan batubara sebagai sumber panas (combustion), zat terbang ini penting
untuk mengendaliakan asap dan pembakaran.
Sampel dimasukkan ke dalam krusibel bertutup, lalu sambil diupayakan agar
tidak terjadi kontak dengan udara, sampel dipanaskan dalam waktu yang cukup
singkat. Setelah itu, kehilangan massa akibat pemanasan terhadap sampel dihitung
berdasarkan persen massa, kemudian nilai tersebut dikurangi nilai kandungan air dari
analisa kuantitatif yang dilakukan bersamaan.
Bila batubara memiliki kandungan zat terbang yang tinggi, maka sifat
penyalaan (ignition) dan pembakaran (combustion)-nya pun baik. Akan tetapi, hal ini
juga mengandung resiko swabakar (spontaneous combustion) yang tinggi.
- Bila kandungan zat terbang semakin tinggi, maka selain penyalaan dan
pembakaran batubara menjadi mudah, nyala api yang dihasilkan juga bagus
(panjang), dan pembakaran rendah NOx mudah dilakukan. Dan karena sifat
mampu terbakar habis yang dimiliki cukup tinggi, maka cocok untuk boiler.
- Bila kandungan zat terbangnya sedikit, maka batubara menjadi susah untuk
dinyalakan. Selain itu, sifat pembakarannya pun jelek, dan nyala api yang
dihasilkan juga kurang bagus (pendek). Karena sifat mampu terbakar habis yang
dimiliki cukup rendah, maka kandungan zat tak terbakar dalam abu menjadi
semakin banyak, sehingga tidak cocok untuk boiler.

4
2.1.3 Porositas
Batubara mengandung dua sistem pori, yaitu pori dengan ukuran rat-rata
500Ao dan yang lain dengan pori berukuran 5-15Ao (1Ao=10-10 m). Pori yang kecil
lebih sedikit dibandingkan dengan yang besar, tetapi luas permukaannya besar (kira-
kira 200 m2/gr). Pori-pori yang lebih besar mempunyai total luas permukaan pori 1
m2/gr. Pori-pori ini dapat menyerap CH4 yang terbentuk pada tahap akhir dari
pembentukan batubara. Low volatile bituminous coal mempunyai kemampuan
menyrap CH4 lebih besar dan laju difusi rendah, pada btubara yang tidak rusak. Hal
ini berkaitan dengan sering terjadinya ledakan dan kebakaran pada tambang-tambang
Low volatile bituminous coal, bila terbentuk rekahan-rekahan yang memungkinkan
keluarnya gas CH4.

2.1.4 Berat Jenis (density)


Ada beberapa macam pengukuran berat jenis, tergantung pada tujuan
penggunaan diantaranya:
 Bulk density adalah berat persatuan volume batubara lepas, gunanya untuk
menghitung besarnya stockpile
 Appararent density adalah berat jenis bingkah batubara termasuk inherent moisture,
mineral matter dan udara di dalam pori.
 True density adalah berat jenis batubara yang bebas dari udara dan air yang tidak
terikat, tetapi termasuk mineral matter.

Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya berat jenis, antara lain;


 Rank. Umumnya batubara dengan rank yang tinggi maka mempunyai berat jenis
yang tinggi pula. Hal ini dapat disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi
selama proses pembentukan batubara yaitu terbentuknya group-group hidrokarbon
yang lebih berat
 Komposisi petrografik, yitu exinit,micrinit dan fusinit
 Impurities ,yaitu air dan mineral yang ada di dalam batubara

5
2.1.5 Grindability dan Friability
Grindability (Hardgrove index)adalah ukuram mudah sukarnya batubara
digerus menjadi berbutir untuk penggunaan bahan bakar bubuk (pulverized coal)
dibandingkan dengan batubara standar yang dipilh sebagai grindability 100. Dengan
demikian batubara akan lebih sukar digerus bila index grindabillity –nya lebih kecil
dari 100 dan akan slebih sukar digerus bila index grindability-nya lebih besar dari
100.
Friability adalah ukuran kemampuan untuk menahan remuknya material
selama penanganannya (handling). Baik grindability maupun friability tergantung
karakteristik toughnes, elastisitas dan fracture.

2.1.6 Weathering
Weathering adalah kecenderungan batubara untuk pecah bila ia mengering.
Umumnya hampir semua batubara bila kontak dengan atmosfer, cepat atau lambat
akan menunjukkan gejala weathering. Kenyataan lain banyak batubara yang
tersimpan mampu terbakar secara spontan. Bahaya ini timbul bila jumlah panas yang
terbebaskan oleh proses oksidasi lebih besar dari jumlah panas yang tersedia secara
konveksi atau konduksi.

2.1.7 Komposisi ukuran


Hal yang penting dalam memntukan harga batubara tertentu di pasar adalah
kualitasnya yang diukur dengan karakteristik penggunaannya seperti kandungan abu
dan sulfur, nilai panas. Kualitas ini sangat penting dan dikaitkan dengan size consist.
Size consist dimasukkan di dalam banyak kontrak yang sering dinyatakan dngan %-
maksimum undersize yang diizinkan dan kadang-kadang juga dalam %-oversize yang
diinginkan.
Sejumlah faktor memnetukan komposisi ukuran dari run of mine coal. Dari
segi batubaranya : kekuatan dan sifat sistem remuknya, lainnya : cara mining serta

6
usaha yang dilakukan untuk menceegah pengecilan batubara. Semua ini sangat
bervariasi.

2.1.8 Kekuatan
Kekuatan batubara berkepentingan langsung dengan penambangan dan
permukaan. Kekuatan dan mode of failure tergantung pada rank dan kondisi batubara
dan cara-cara menerapkan stress. Kekuatan batubara banyak dipelajari dengan cara
uji kompresi, sebab hasilnya dapat diterapkan dalam memperkirakan kapasitas beban
pilar di dalam tabung.

2.1.9 Abrasiveness
Abrasiveness dari batubara penting dalam pengertian ekonomi pada
pertambangan, preparasi dan penggunaan. Batubara adalah material abrasif. Oleh
karena itu keausan pada pemboran, cutting (alat tambang) dan alat angkut sangat
tinggi dan sering harus diganti. Demikian juga pada waktu crushing dan grinding
untuk menghasilkan pulverized coal, keausan alat tinggi yang berakibatkan mahalnya
ongkos.
Penelitian menunjukkan, abrasiveness batubara tidak sama. Beberapa keausan
tinggi, yang lain lebih rendah. Hal ini disebabkan karena batubara merupakan
material hiterogen yang mempunyai komponen berbeda-beda sifatnya.
Suatu cara menentukan abrasiveness dari batubara dikembangkan oleh Seattle
Coal Reseaech Laboratory of USBM. Secara garis besar caranya sebagai berikut :
Alat teridiri dari 4 blade besi yang berputar di dalam tempat berisi batubara, diputar
dalam jumlah putar yang tetap dan tentukan kehilangan berat dari blade selama tes.
Penelitian menunjukkan beban abrasiveness lebih ditentukan oleh macam dan
banyaknya impurities di dalam batubara. Dengan demikian, pencucian yang bertujuan
mengurangi impurities juga akan mengurangi abrasiveness.

2.1.10 Impurities Batu Bara


Impurities yang terbentuk di dalam batubara dapat diklasifikasikan :

7
- impurities yang akan membentuk abu
- impurities yang mengandung sulfur
Impurities lain seperti fosfor dan garam tertentu sering juga ada.

2.1.10.1 Mineral matter


Semua batubara mengandung mineral matter. Residu dan mineral ini setelah
batubara dibakar, disebut abu. Kandungan abu rata-rata 2-3 % di lapisan batubara dan
10 % atau lebih pada tambang-tambang komersial. Batubara yang mengandung abu
sangat tinggi pada penggunaan biasa disebut bone coal carbonaceus shale atau black
slate.
Material pembentuk abu yang menyatu dengan batubara disebut inherent
mineral matter. Bagian ini berasal dari unsur-unsur kimia yang telah ada pada
tumbuh-tumbuhan asal batubara. Umumnya inherent mineral matter kira-kira 2 %
dari total abu. Extraneous mineral matter adalah material pembentuk abu yang
berasal dari detritial matter yang mengendap ke dalam endapan batubara, endapan
berkristal yang masuk bersama air ke dalam rekahan-rekahan dan cleavege, pada
masa selama atau sesudah pembentukan batubara. Umumnya ia terdiri dari slate,
shale, sandstone, atau lime stone yang berukuran mulai dari ukuran mikroskopik
sampai membentuk lapisan yang agak tebal.

Ada beberapa rumus empiris yang dapat digunakan untuk menentukan mineral matter
dar data-data analisis abu dan unsur-unsur lain.
 Formula Parr asli (North america)
MM= 1,08 A + 0,55 Stot
 Formula Parr Modifikasi (North america)
MM = 1,13 A + 0,47 Spyt + Cl
 Formula King-Maris-Crossley (KMC) yang direvisi oleh National Coal Board
(Britain):
MM= 1,13 A + 0,5 Spyt + 0,8 CO2 – 2,8 Sabu +2,8 Ssul + 0,31 Cl
 Formula British Coal Utilization Research Association (BCURA):
MM= 1,10 A + 0,53 Stot + 0,74 CO2 – 0,36

8
 Formula Standards Association of Australia (Australia)
MM= 1,1 A
 Formula National Institute for Coal Research (South africa)
MM= 1,1 A + 0,55 CO2

Formula- formula di atas didasarkan pada basis air dried, dengan :


MM = mineral matter
A = abu
Stot = sulfur total
Spyt = sulfur pirit
Sabu = sulfur yang tertinggal di abu
Ssul = sulfur sulfat
CO2 = karbon dioksida
Cl = klor

2.1.10.2 Abu
Abu adalah residu yang berasal dari mineral matter hasil dari perubahan
batubara. Komposisi kimianya berbeda dan beratnya lebih kecil dari mineral matter
yang ada di dalam batubara asalnya.
Abu yang terbentuk pada pembakaran batubara berasal dari mineral-mineral
yang terikat kuat pada batubara seperti silika, alumunium oksida, ferri oksida,
kalsium oksida, titan oksida dan oksida alkali. Mineral-mineral ini tidak menyublim
pada pembakaran di bawah 925 oC. Abu yang terbentuk ini diharapkan akan keluar
sebagai sisa pembakaran.
Komponen unsur-unsur abu yang utama:
 Natrium
 Kalsium
 Magnesium
 Kalium
 Aluminium
 Silikon

9
 Besi
 Sulfur

Kandungan Abu
Di saat awal proses pengabuan (insinerasi, pembakaran menjadi abu), belerang
organik dan belerang pirit (pyritic sulfur) terbakar menjadi oksida belerang. Dengan
terus melakukan pemanasan sambil mengontrol agar jumlah sulfatnya berada pada
tingkat minimum selama pengabuan, dan ditambah adanya penguraian sempurna dari
karbonat, maka zat sisa anorganik yang terjadi selama sulfat tidak mengalami
penguraian itulah yang disebut kandungan abu.
 Kandungan Abu Bawaan:
Kandungan abu bawaan diperoleh dari abu yang terkandung pada tumbuh-tumbuhan
yang menjadi batubara, jumlahnya sedikit, dan sulit untuk diambil melalui proses
pemisahan. Pada batubara kilap (bright coal) atau vitrite yang berasal dari proses
pembatubaraan zat kayu pada tumbuhan, jumlah kandungan abunya sedikit.
 Kandungan Abu Serapan:
Kandungan abu serapan terjadi akibat adanya intrusi lumpur dan pasir saat
tetumbuhan tersedimentasi. Atau bisa pula terjadi setelah proses pembatubaraan
berlangsung, dimana akibat adanya retakan dan sebagainya, menyebabkan lumpur
dan pasir ikut tercampur masuk (intrusi). Abu jenis ini terdistribusi secara tidak
merata di dalam batubara, dan banyak mengandung zat-zat seperti batu lanau (shale),
pirit, gipsum, silikat, karbonat, sulfat dan sebagainya, dimana kandungan asam silikat
dan alumina-nya banyak.

2.1.11 Kandungan Sulfur


Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan
kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur dalam
batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa
mempunyai konsentrasi yang tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :
 Sulfur Piritik (piritic Sulfur)

10
Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20% - 80% dari total sulfur yang terdapat
dalam makrodeposit (lensa, urat, kekar, dan bola) dan mikrodeposit (partikel halus
yang menyebar).
 Sulfur Organik
Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% - 80% dari total sulfur, biasanya
berasosiasi dengan konsentrasi sulfat selama pertumbuhan endapan.
 Sulfat Sulfur
Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif kecil dari seluruh jumlah
sulfurnya.

2.1.12 Sifat-Sifat Plastis batubara


Apabila batubara bituminous dipanaskan, ia akan mengalami suatu seri
perubahan fasa:
a. Partikel batubara melunak (pada temperatur 400oC) dan mencair
b.Akan terjadi pemuaian segera setelah partikel menyatu dan melebur
c. Pemuaian berhenti pada temperatur disekitar 500oC ketika batubara kehilangan
plastisitasnya dan mulai membeku membentuk struktur porous yang disebut
kokas.

Tingkah laku batubara antara temperatur pelunakan dan temperatur pembekuan


kembali (resolidification) umumnya disebut sifat plastis dari batubara. Plastisitas
akan teramati ketika telah terjadi proses dekomposisi, mula-mula terjadi proses
depolimerisasi batubara, diikuti dengan munculnya produk cair yang akan merubah
komponen lain menjadi plastis dan gas yang membentuk gelembung-gelembung.
Ketika gelembung-gelembung lewat melalui pori-pori besar dan rekahan dari partikel
batubara, ia melawan tahanan dari batubara plastis tersebut. Hasilnya seluruh
batubara memuai (swell). Pemuaian berhenti ketika batubara kembali membeku
ketika produk cair selanjutnya terdekomposisi membentuk zat terbang.

2.1.13 Sifat Muai (Swelling)

11
Swelling properties diukur dengan free swelling index (FSI) yaitu ukuran
pembesaran volume batubara apabila ia dipanaskan dibawah kondisi pemanasan
tertentu. Pembesaran volume ini ada kaitannya dengan sifat plastis batubara.
Batubara yang tidak menunjukkan sifat plastis pada waktu pemanasan juga tidak
menunjukkan sifat pemuaian. Sungguhpun hubungan antara pemuaian dan plastisitas
sangat komplek dan sulit dipelajari, yakni diyakini bahwa gas yang terbentuk selama
batubara berada dalam bentuk plastis atau semi plastis, bertanggung jawab akan
terjadinya pemuaian.
Free Swelling Index digunakan untuk meramalkan kecenderungan batubara
membentuk kokas bila dipanaskan pada alat tertentu. Batubara yang FSI-nya 2 atau
kurang, bukan merupakan coking coal yang baik, sedangkan yang menujukkan index
antara 4 sampai 8 akan menunjukkan sifat coking yang baik (FSI dapat mulai dari 0-
9).

2.2.Sifat-Sifat Fisik & Kimia Batubara

2.2.1 Sifat Fisik Batubara

Sifat fisik batubara tergantung kepada unsur kimia yang membentuk batubara
tersebut, semua fisik yang dikemukakan dibawah ini mempunyai hubungan erat satu
sama lain.
 Berat jenis
Berat jenis (specific gravity) batubara berkisar dari 1,25g/cm3 sampai 1,70 g/cm3,
pertambahannya sesuai dengan peningkatan derajat batubaranya. Tetapi berat jenis
batubara turun sedikit dari lignit (1,5g/cm3) sampai batubara bituminous (1,25g/cm3),
kemudian naik lagi menjadi 1,5g/cm3 untuk antrasit sampai grafit (2,2g/cm3). Berat
jenis batubara juga sangat bergantung pada jumlah dan jenis mineral yang dikandung
abu dan juga kekompakan porositasnya. Kandungan karbon juga akan mempengaruhi
kualitas batubara dalam penggunaan. Batubara jenis yang rendah menyebabkan sifat
pembakaran yang baik.

 Kekerasan

12
Kekerasan batubara berkaitan dengan struktur batubara yang ada. Keras atau
lemahnya batubara juga terkandung pada komposisi dan jenis batubaranya. Uji
kekerasan batubara dapat dilakukan dengan mesin Hardgrove Grindibility Index
(HGI). Nilai HGI menunjukan niali kekersan batubara. Nilai HGI berbanding terbalik
dengan kekerasan batubara. Semakin tinggi nilai HGI , maka batubara tersebut
semakin lunak. Dan sebaliknya, jika nilai HGI batubara tersebut semakin rendah
maka batubara tersebut semakin keras.

 Warna
Warna batubara bervariasi mulai dari berwarna coklat pada lignit sampai warna
hitam legam pada antrasit. Warna variasi litotipe (batubara yang kaya akan vitrain)
umumnya berwarna cerah.

 Goresan
Goresan batubara warnanya berkisar antara terang sampai coklat tua. Pada lignit,
mempunyai goresan hitam keabu-abuan, batubara berbitumin mempunyai warna
goresan hitam, batubara cannel mempunyai warna goresan dari coklat sampai hitam
legam.

 Pecahan
Pecahan dari batubara memperlihatkan bentuk dari potongan batubara dalam
sifat memecahnya. Ini dapat pula memeperlihatkan sifat dan mutu dari suatu batubara.
Antrasit dan batubara cannel mempunyai pecahan konkoidal. Batubara dengan zat
terbang tinggi, cenderung memecah dalam bentuk persegi, balok atau kubus.

2.1.2 Sifat Kimia Batubara


Sifat kimia dari batubara sangat berhubungan langsung dengan senyawa
penyusun dari batubara tersebut, baik senyawa organik ataupun senyawa anorganik.
Sifat kimia dari batubara dapat digambarkan dari unsur yang terkandung di dalam
batubara,antara lain sebagai berikut :
 Karbon

13
Jumlah karbon yang terdapat dalam batubara bertambah sesuai dengan peningkatan
derajat batubaranya. Kenaikan derajatnya dari 60% sampai 100%. Persentase akan
lebih kecil daripada lignit dan menjadi besar pada antrasit dan hamper 100% dalam
grafit. Unsur karbon dalam batubara sangat penting peranannya sebagai penyebab
panas. Karbon dalam batubara tidak berada dalam unsurnya tetapi dalam bentuk
senyawa. Hal ini ditunjukkan dengan jumlah karbon yang besar yang dipisahkan
dalam bentuk zat terbang.

 Hidrogen
Hidrogen yang terdapat dalam batubara berangsur-angsur habis akibat evolusi metan.
Kandungan hidrogen dalam liginit berkisar antara 5%, 6% dan 4.5% dalam batubara
berbitumin serta sekitar 3% smpai 3,5% dalam antrasit.

 Oksigen
Oksigen yang terdapat dalam batubara merupakan oksigen yang tidak reaktif.
Sebagaimana dengan hidrogen kandungan oksigen akan berkurang selam evolusi atau
pembentukan air dan karbondioksida. Kandungan oksigen dalam lignit sekitar 20%
atau lebih, dalam batubara berbitumin sekitar 4% sampai 10% dan sekitar 1,5%
sampai 2% dalam batubara antrasit

 Nitrogen
Nitrogen yang terdapat dalam batubara berupa senyawa organik yang
terbentuk sepenuhnya dari protein bahan tanaman asalnya jumlahnya sekitar 0,55%
sampai 3%. Batubara berbitumin biasanya mengandung lebih banyak nitrogen
daripada lignit dan antrasit.

 Sulfur
Sulfur dalam batubara biasanya dalam jumlah yang sangat kecil dan
kemungkinan berasal dari pembentuk dan diperkaya oleh bakteri sulfur. Sulfur dalam
batubara biasanya kurang dari 4%, tetapi dalam beberapa hal sulfurnya bisa
mempunyai konsentrasi yang tinggi. Sulfur terdapat dalam tiga bentuk, yaitu :

14
 Sulfur Piritik (piritic Sulfur)
Sulfur Piritik biasanya berjumlah sekitar 20% - 80% dari total sulfur yang terdapat
dalam makrodeposit (lensa, urat, kekar, dan bola) dan mikrodeposit (partikel halus
yang menyebar).
 Sulfur Organik
Sulfur Organik biasanya berjumlah sekitar 20% - 80% dari total sulfur, biasanya
berasosiasi dengan konsentrasi sulfat selama pertumbuhan endapan.
 Sulfat Sulfur
Sulfat terutama berupa kalsium dan besi, jumlahnya relatif kecil dari seluruh jumlah
sulfurnya.

15
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan dapat ditarik simpulan bahwa karakteristik batubara


meliputi air (moisture), zat terbang (volatile matter), porositas, berat jenis (density),
grindability dan friability,weathering, komposisi ukuran, kekuatan, abrasiveness,
impurities batubara (mineral matter dan abu), kandungan sulfur, sifat-sifat plastis
batubara dan sifat muai (swelling). Penentuan karakteristik batubara dinyatakan
berdasarkan sifat fisika dan sifat kimia yang dimilikinya.

3.2 Saran

Dengan mengetahui apa itu batubara dan peranan pentingnya, diharapkan


batubara tidak semata dipandang sebagai komoditas belaka saja, tapi yang lebih penting
adalah bahwa batubara merupakan salah satu sumber daya strategis bagi keamanan energi
di dalam negeri. Terlebih dengan kenyataan bahwa Indonesia merupakan salah satu
negara yang memiliki cadangan batubara yang besar, yaitu sekitar 38.8 milyar ton dimana
70%-nya merupakan batubara muda sedangkan 30% sisanya adalah batubara kualitas
tinggi. Potensi ini hendaknya disadari oleh segenap lapisan masyarakat sehingga
pengelolaan batubara secara optimal untuk kepentingan bangsa dapat terus dipantau dan
diperhatikan bersama – sama.

16
17

Anda mungkin juga menyukai