BAB I
PENDAHULUAN
1.2.1 Latar Belakang
Salah satu jenis bahan bakar yang melimpah di dunia adalah batubara. Pembakaran batubara merupakan
metode pemanfaatan batubara yang telah sekian lama dilakukan. Masalah yang muncul sebgai akibat pembakaran
langsung batubara adalah emisi gas sulfur dioksida. Sulfur yang terdapat dalam batubara perlu disingkirkan karena
sulfur dapat menyebabkan sejumlah dampak negatif bagi lingkungan.
Sulfur merupakan bagian dari mineral sulfat dan sulfida di dalam batubara yang sifatnya mudah
bersenyawa dengan unsur hidrogen dan oksigen untuk membentuk senyawa asam, maka keberadaan sulfur
diharapkan dapat seminimal mungkin. Karena hal tersebut dapat memicu polusi udara dari hasil pembakaran
batubara. Untuk menganalisa kandungan sulfur pada batubara biasanya digunakan alat Furnace Total
Sulfur dengan High Temperature Combustion Method yang sesuai dengan standar ISO 351-1996. Pada alat ini
prosesnya menggunakan sistem pembakaran untuk memperoleh gas sulfur dengan suhu pembakaran 1250-
13500C. Pembakaran ini biasanya membutuhkan waktu beberapa menit untuk memperoleh total seluruh
kandungan sulfur yang ada pada sampel batubara.
Oleh karena itu, perlu dilakukan optimasi waktu untuk menganalisa semua kandungan sulfur tersebut
pada alat ini. Hal inilah yang melatar belakangi diangkatnya tugas untuk laporan Praktek Kerja Lapangan ini di PT.
Jembayan Muarabara dengan judul ”Preparasi dan Analisa Batu Bara” di PT. Jembayan Muarabara.
Karena perusahaan ini mengeksplorasi batubara untuk di perjualbelikan ke negara-negara asing, maka
analisa ini sangat dibutuhkan. Sebab batubara yang dijual di negara asing biasanya digunakan sebagai bahan bakar.
Sehingga mereka tidak ingin pada hasil pembakara batubaranya menghasilkan gas sulfur yang cukup
tinggi. Pengujian analisa inipun harus benar-benar akurat, agar pengukuran sulfur pada laboratorium si penjual
dengan laboratorium si pembeli tidak berbeda nilainya. Kandungan sulfur ini dihitung dalam persen total sulfur
pada sampel batubara.
Diharapkan laporan ini bisa bermanfaat sebagai referensi untuk pengujian sulfur yang sesuai dengan standar
ISO 351-1996.
1.2 Batasan Masalah
Dalam pelaksanaan di lapangan, terdapat batasan-batasan terhadap praktek kerja yang dilakukan. Ruang
lingkup praktek yang dilakukan adalah melihat gambaran secara umum pada proses analisa batubara meliputi
sampling, preparasi batubara dan analisa batubara sehingga dalam penulisan laporan ini kami mengangkat
judul “ANALISA PROKSIMAT, TOTAL SULPHUR DAN NILAI KALORI PADA BATUBARA“
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Batubara
Batubara adalah suatu batuan sedimen tersusun atas unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan
sulfur. Dalam proses pembentukannya, batubara diselipi batuan yang mengandung mineral. Bersama
dengan moisture, mineral ini merupakan pengotor batubara sehingga dalam pemanfaatannya, kandungan kedua
materi ini sangat berpengaruh. Dari ketiga jenis pemanfaatan batubara, yaitu sebagai pembuat kokas, bahan
bakar, dan batubara konversi, pengotor ini harus diperhitungkan karena semakin tinggi kandungan pengotor, maka
semakin rendah kandungan karbon, sehingga semakin rendah pula nilai panas batubara tersebut.
Batubara indonesia berada pada perbatasan antara batubara subbitumen dan batubara bitumen, tetapi
hampir 59% adalah lignit. Menurut hasil eksplorasi pada tahun 1999 akhir, sumber daya batubara indonesia
jumlahnya sekitar 38,8 miliar ton, dan sampai tahun 2003 sekitar 57,85 miliar ton.
Kemajuan pesat teknologi industri khususnya sejak akhir tahun 1950-an membuat konsumsi energi
meningkat sangat pesat. Hal ini membuat pemakaian bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batubara)
secara besar-besaran tidak terhindarkan. Bahan bakar fosil yang mudah di eksplorasi dan dapat diperoleh dalam
jumlah besar adalah batubara dengan biaya yang tidak terlalu tinggi menjadi sumber energi utama dunia selama
berpuluh-pulu tahun.Tetapi pemakain bahan bakar batubara secara besar-besaran juga membawa dampak yang
sangat serius terhadap lingkungan terutama isu global warming dan hujan asam.
Batubara memiliki keunggulan dibandingkan bahan bakar fosil lainnya, yaitu:
1. Jumlah batubara yang economically exploitable lebih banyak.
2. Distribusi batubara di seluruh dunia lebih merata.
Batubara jug memiliki kelemahan, antara lain:
1. Karena komposisi coal adalah CHONS + Ash, coal identik dengan bahan bakar yang kotor dan tidak ramah
lingkungan.
2. Dibanding bahan bakar fosil lainnya, jumlah kandugan C per mol dari batubara jauh lebih besar.
Hal ini menyebabkan pengeluaran CO 2 dari batubara juga jauh lebih banyak. Demikian juga dengan kandungan
sulfur (S) dn nitrogen (N) nya yang bila keluar ke udara bebas bisa menjadi H 2SO4 dan HNO3 yang merupakan
penyebab hujan asam.
a) Moisture
Dalam batubara moisture paling sedikit terdiri atas satu senyawa kimia tunggal. Wujudnya dapat
berbentuk air yang dapat mengalir dengan cepat dari dalam sampel batubara, senyawa teradsorpsi, atau sebagai
senyawa yang terikat secara kimia.Sebagian moisture merupakan komponen zat mineral yang tidak terikat pada
batubara.
Moisture didefinisikan sebagai air yang dapat dihilangkan bila batubara dipanaskan sampai 105 0C. Semua
batubara mempunyai pori-pori berupa pipa kapiler. Dalam keadaan alami, pori-pori ini dipenuhi oleh air. Didalam
standar ASTM, air ini disebut moisture bawaan (inherent moisture). Ketika batubara ditambang dan diproses, air
dapat teradsorpsi pada permukaan kepingan batubara, dan standar ASTM menyebutnya
sebagai moisture permukaan (surface moisture).
Moisture yang datang dari luar saat batubara itu ditambang dan diangkut atau terkena hujan selama
penyimpanan disebut free moisture (istilah ini dikemukakan dalam standar ISO) atau air dry loss (istilah yang
digunakan oleh ASTM). Moisture ini dapat dihilangkan dari batubara dengan cara dianginkan atau dikering-
udarakan. Moisture in air dried sample (ISO) atau residual moisture (ASTM) ialah moisture yang hanya dapat
dihilangkan bila sampel batubara kering-udara yang berukuran lebih kecil dari 3 mm (istilahnya batubara ukuran
minus 3 mm atau -3 mm) dipanaskan hingga 105 0C. Penjumlahan antara free moisture danresidual
moisture disebut total moisture. Dalam analisis batubara, yang ditentukan hanya moisture yang terikat secara
fisika, sedangkan yang terikat secara kimia (air hidratasi) tidak ditentukan.
Jenis-jenis moisture yang biasanya ditentukan dalam analisis batubara adalah :
1) Total Moisture (TM)
2) Free Moisture (FM) atau Air Dry Loss (ADL)
3) Residual Moisture (RM) atau Moisture in air dried sample (MAD)
4) Equilibrium moisture (EQM) atau Moisture holding capacity (MHC)
5) Moisture in the analysis sample (dalam analisis proksimat, disingkat Mad).
Total Moisture (TM), disebut pula sebagai as received moisture (istilah yang digunakan oleh pembeli
batubara) atau as sampled moisture (istilah yang digunakan oleh penjual batubara), menunjukkan pengukuran
jumlah semua air yang tidak terikat secara kimiawi, yaitu air yang teradsorpsi pada permukaan, air yang ada dalam
kapiler (pori-pori) batubara, dan air terlarut (dissolved water). Total Moisture didefinisikan sebagai penjumlahan
dari air dry loss (free moisture) dan residual moisture (misture in air dried sample).
b) Zat mineral
Zat mineral atau mineral matter terdiri atas komponen-komponen yang dapat dibedakan secara kima dan
fisika. Zat mineral terdiri atas ash (abu) dan zat anorganik yang mudah menguap (inorganic volatile matter).
Apabila batubara dibakar akan terbentuk ash yang terdiri atas berbagai oksida logam pembentuk batuan,
sedangkan zat anorganik yang mudah menguap akan pecah menjadi gas karbon dioksida (dari karbonat-karbonat),
sulfur (dari pirit), dan air yang menguap dari lempung.
Material anorganik, yaitu mineral bukan karbonat yang merupakan bagian dari struktur tumbuhan, adalah
zat mineral bawaan di dalam batubara yang persentasenya relatif kecil. Zat mineral dari luar yang kemungkinana
berasal dari debu atau serpih yang tebawa air atau yang larut dalam air selama pembentukan gambut atau
tahapan selanjutnya dari pembentukan batubara persentasenya lebih besar dan bervariasi, baik jumlah maupun
susunannya.
Mineral terbanyak di dalam batubara, yaitu kaolin, lempung, pirit, dan kalsit. Semua mineral itu akan
mempertinggi kadar silikon lainnya. Oksida alumunium, besi, dan kalsium, di dalam ash. Kemudian menyusul
berbagai senyawa magnesium, natrium, kalium, mangan, fosfor, dan sulfur yang didapatkan dalam ash dengan
persentase yang berbeda-beda.
c) Senyawa batubara
Senyawa batubara terdiri atas zat organik yang mudah menguap dan fixed carbon. Zat organik yang
mudah menguap kebanyakan tersusun atas (1) gas-gas yang dapat terbakar seperti hidrogen, karbon monoksida,
dan metan, (2) uap yang dapat mengembun, seperti tar dengan sedikit kandungan gas yang dapat terbakar, dan (3)
uap seperti karbon dioksida dan air, yang terbentuk dari penguraian senyawa karbon secara termis.
Kandungan volatile matter (gabungan zat organik dan anorganik yang mudah menguap) berkaitan sekali dengan
peringkat batubara dan merupakan parameter yang penting dalam mengklasifikasikan batubara.
Fixed carbon merupakan residu yang tersisa setelah moisture dan volatile matter dihilangkan. Senyawa ini
yang terdiri atas unsur-unsur karbon, hidrogen, oksigen, sulfur, dan nitrogen, dapat dibakar.
Jumlah atau banyaknya increment yang diambil dari satu lot agar dicapai suatu presisi tertentu
merupakan fungsi dari bervariasinya kualitas batubara didalam lot tersebut, tanpa memandang dari berat lot. Lot-
lot harus dibagi menjadi beberapa sampling unit dengan jumlah yang memadai.
Banyaknya increment yang harus diambil dan cara-cara menggabungkan increment sehingga terbentuk
sampel atau subsampel, akan ditentukan oleh presisi yang diperlukan untuk menetapkan karateristik kualitas dari
lot dan oleh bevariasinya batubara yang akan diuji. Sebelum kita menetapkan besarnya presisi, perlu dilakukan
perundingan antara pihak-pihak terkait terlebih dulu (pembeli, penjual, dan cargo superintendent company).
Presisi yang dianjurkan oleh standar ASTM adalah ± 1/10 kali kandungan ash (kering) untuk general
purpose sampling batubara yang telah diketahui ukuran butirannya (partikel) dan keadaan preparasinya (masih
kasar atau telah dicuci). Untuk batubara kasar berukuran top size 50 mm, jumlah minimal increment untuk lot
1000 ton adalah 35, sedangkan untuk batubara yang telah mengalami pencucian jumlah itu lebih kecil lagi, yakni
15.
Untuk lot yang lebih besar dari 1000 ton dan hanya diperlukan satu gross sample digunakan rumus:
Dimana: N1 = jumlah increment
N2 = jumlah increment yang diperlukan
Dalam standar ASTM D 2234 (dan dalam BS 1017) dinyatakan bahwa berat maksimal lot yang dapat
menggunakan rumus diatas adalah 10000 ton.
Jadi, untuk batubara kasar dengan lot sebesar 4000 ton dapat dilakukan dua cara:
1) Dibagi menjadi 4 sampling unit dengan jumlah increment 4 x 35 atau 140 dan akan menghasilkan 4 buah gross
sampel yang kemudian dibuat satu composite sampel.
2) Bila hanya diperlukan satu gross sampel dengan menggunakan rumus diatas akan menghasilkan 70 increment.
Jumlah increment untuk karateristik sampel yang akan ditentukan oleh besarnya presisi yang diinginkan.
Untuk lot 24000 ton dapat dibagi menjadi 3 sampling unit, masing-masing dua sampling unit 10000 ton
dan satu sampling unit 4000 ton, atau menjadi tiga sampling unit masing-masing 8000 ton dan seterusnya.
Table.2.2 Jumlah dan berat increment dalam prosedur general purpose sampling untuk cargo 1000 ton ke bawah.
Table 2.4. Berat dan ukuran butir untuk penetuan khusus (diambil dari Standar Australia AS 4264.1-1995)
Uji Standar Massa yang Ukuran partikel
referensi dibutuhkan
Analisis ayak AS 3881 Massa yang dibutuhkan Sebelum pengujian tidak
ditentukan oleh nominal ada pengecilan ukuran
top size
Float-and –sink AS 4156.1 Massa yang dibutuhkan Sebelum pengujian tidak
testing ditentukan oleh nominal ada pengecilan ukuran
top size
Indeks abrasi AS 1038.19 10 kg Melewati 16,0 mm
Indeks Hardgrove AS 1038.20 1 kg Nominal top size 4,0 mm
Uji Gleserer AS 2137 1 kg Melewati 4,0 mm
plastometer
Total Moisture AS 1038.1 300 g Nominal top size 4,0 mm
Metode A
Metode B
Total Moisture AS 1038.1 4 kg Nominal top size 11,2
Metode C
Uji pilot coke oven AS 2267 Ditentukan oleh ukuran Direferensikan untuk tes
pilot coke oven laboratorium
Analisis AS 2061 200 g Nominal top size 1,0
petrografik
Dilatometer AS 1038.12.3 1 kg Top size 4,0 mm
Waktu pengeringan
ISO1988 ASTM BS 1017; AS
Suhu °C D2013 part 1 2646.6
15° diatas suhu ruangan Lebih 24 jam
tapi tidak > 25°C baik tidak >
24 jam
25°C
30°C 6 jam 6 jam ≤ 24 jam
40°C ≤ 6 jam
45°C 3 jam 3 jam ≤ 3 jam
105°C 1 Jam
(hanya untuk high rank
coal)
10°C- 15°C diatas suhu
ruangan, tapi tidak >
40°C, kecuali suhu Sampai
ruangan > 40°C konstant
b) Penggerus
Beberapa jenis alat penggerus antara lain adalah :
Crusher. Ada dua jenis crusher yaitu; hummer mill yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara pukulan atau
benturan,jaw crusher yang fungsinya untuk memecahkan sampel secara menekan, contohnya roll
crusher dan jaw crusher.
Hummer mill. Memiliki keuntungan :reduction ratio tinggi, dapat memperkecil batubara lempengan (150 mm) dan
mempunyai hasil penggerusan tinggi, harganya murah, serta tidak terlalu makan banyak ruang. Kerugiannya adalah
mempunyai angin yang deras sehingga dapat berpengaruh terhadap sampel Moisture, menghasilkan fines yang
banyak dan tidak dapat dipakai pada batubara basah.
Double Roll Crusher. Keuntungan dari double roll crusher antara lain tidak menimbulkan panas dan angin, tidak
menghasilkan fines yang berlebihan dan mudah menangani batubara basah.
Jaw Crusher. Alat ini cocok untuk meremukkan batubara keras dan kering. Untuk memperoleh hasil yang halus
susah sekali. Kerugian utamanya adalah kapasitas rendah (kecuali lempengannya besar) dan tidak dapat
mengerjakan batubara basah.
c) Pencampur
Ada beberapa jenis alat yang memadai yaitu paddle mixer, drum mixer, dan double cone mixer (untuk
batubara berukuran 1.0-0.2 mm).
Yang dioperasikan secara manual adalah riffle.
d) Pembagi
Pembagian sampel dapat dilakukan baik secara manual maupun mekanis. Jika pembagian akan dilakukan
secara manual tetapi tidak menggunakan riffle, dapat dilakukan dengan cara yang disebut sebagai cara coning and
quartering. Prinsipnya ialah batu bara dibentuk seperti gunung (timbunan mirip kerucut pendek), ditekan sampai
rata dan kemudian dibagi menjadi 4 bagian yang sama. Dua bagian yang berlawanan disatukan untuk kemudian
dibagi empat lagi, begitu seterusnya sampai diperoleh berat yang diinginkan. Dua bagian lainnya dibuang.
Umumnya cara ini dipakai untuk membagi sampel apabila tidak tersedia riffle di lapangan.
Riffle digunakan untuk membagi sampel menjadi dua bagian sama banyak, kemudian membagi setengahnya
lagi dan demikian seterusnya hingga diperoleh berat yang diinginkan (sama dengan cara kerja coning and
quartering).
Peralatan pembagi sampel yang bekerja secara mekanis antara lain rotary sample divider (RSD) dan
slotted belt. Keuntungan alat pembagi sampel mekanis ialah reduction ratio dapat divariasikan, dan tidak perlu
membagi sampel sampai setengahnya secara berurutan. Setelah dibagi, sampel dapat diperoleh dengan
mengambil increment kecil yang banyak (diperlukan minimal 50 increment). Jadi, menghindarkan tahap
pencampuran.
Rotary Sample Divider. Alat ini terdiri atas sejumlah continer misalnya 12 atau 8 yang dibentuk seperti segmen-
segmen pada pelat berputar sekitar 60 rpm. Ukuran minimal lubang pintu harus tiga kali ukuran terbesar partikel
batubara. Jadi, sejumlah increment akan terpisah pada setiap putarannya, terbagi merata ke settiap kontainer. Jika
ada 8 segmen, satu kontainer akan mengandung fraksi seperdelapan dari jumlah batu bara yang masuk ke RSD,
sehingga kita dapat mengambil fraksi 1/8, ¼ atau ½.
Slotted belt. Suatu belt conveyor yang tidak berakhir mempunyai slot dengan ruang pitch-nya diperalati oleh alat
berbentuk bibir yang bertindak sebagai pagar pemotong.
Sulfur kemungkinan merupakan pengotor utama nomor dua (setelah ash) dalam batubara ;
a) Dalam batubara bahan bakar, hasil pembakarannya mempunyai daya korosif dan sumber polusi udara.
b) Moisture dan sulfur (terutama sebagai pirit) dapat menunjang terjadinya pembakaran spontan.
c) Semua batubara bentuk sulfur tidak dapat dihilangkan dalam proses pencucian.
Hasil penentuan sulfur digunakan untuk menunjang evaluasi pencucian batubara, emisi udara, dan
evaluasi kualitas batubara berkaitan dengan spesifikasi dalam kontrak serta untuk keperluan penelitian.
Batubara dengan kadar sulfur yang tinggi menimbulkan banyak masalah dalam pemanfaatannya. Bila
batubara itu dibakar, sulfur menyebabkan korosi dalam ketel dan membentuk endapan isolasi pada tabung ketel
uap (yang disebut slagging). Disamping itu juga menimbulkan pencemaran udara. Sebagaian sulfur akan terbawa
dalam hasil pencairan batubara, gasifikasi, dan pembuatan kokas. Jadi, harus dihilangkan dulu sebelum di lakukan
proses-proses tersebut.
Unsur belerang terdapat pada batubara terdapat dengan kadar bervariasi dari rendah (jauh dibawah 1 %)
sampai lebih dari 4%. Unsur ini terdapat dalam batubara dalam tiga bentuk yakni belerang organik, pirit, dan sulfat.
Dari ketiga bentuk belerang tersebut, belerang organik dan belerang pirit merupakan sumber utama emisi oksida
belerang. Dalam pembakaran batubara semua belerang organik dan sebagian belerang pirit menjadi SO 2. Oksida
belerang ini selanjutnya dapat teroksidasi menjadi SO 3. Sedangkan belerang sulfat disamping stabil dan sulit
menjadi oksida belerang, kadar relatifnya sangat mudah dibanding belerang bentuk lainnya. Oksida-oksida
belerang yang terbawa gas buang dapat bereaksi dengan lelehan abu yang menempel pada dinding tungku
maupun pipa boiler sehingga menyebabkan korosi. Sebagian SO 2 yang diemisikan ke udara dapat teroksidasi
menjadi SO3yang apabila bereaksi dengan uap air menjadi kabut asam sehingga menimbulkan turunnya hujan
asam.
Energi batubara merupakan jenis energi yang sarat dengan masalah lingkungan, terutama kandungan
sulfur sebagai polutan utama. Sulfur batubara juga dapat menyebabkan kenaikan suhu global serta gangguan
pernafasan. Oksida belerang merupakan hasil pembakaran batubara juga menyebabkan perubahan aroma
masakan / minuman yang dimasak atau dibakar dengan batubara (briket), sehingga menyebabkan menurunnya
kualitas makanan atau minuman, serta berbahaya bagi kesehatan (pernafasan). Cara yang tepat untuk mengatasi
hal tersebut adalah dengan mewujudkan gagasan clean coal combustion melalui desulfurisasi batubara.
BAB IV
METODE ANALISA
1. PROXIMATE ANALYSIS
Peralatan :
1.Oven. Suatu minimum free-space oven yang dapat mencapai suhu 105 – 110 0C dengan tetap dan dapat dialiri gas
nitrogen dengan kecepatan 600 ml/menit atau 15 volume dari oven per jam, diukur pada suhu dan tekanan
atmosfir.
2.Dish / tempat timbang. Tempat yang dangkal terbuat dari silica atau gelas dengan tutup terasah atau logam tahan
karat dengan penutupnya, yang berukuran sedemikian rupa sehingga dapat diisi batubara yang tebalnya tidak
melebihi 0.15 g/cm2.
3.Flowmeter. Suatu flowmeter yang dapat mengukur kecepatan alir gas nitrogen melalui oven.
4.Drying tower. Berkapasitas 250 ml, dipadati oleh magnesium perklorat atau desiccant lainnya untuk mengeringkan
gas nitrogen.
5.Desikator.
6.Analitical balance.
Reagens :
1.Gas Nitrogen. Mengandung oksigen tidak lebih dari 10 µl per liter nitrogen.
2.Desiccant. Alumina atau silica gel yang ada penunjuk kejenuhan.
Prosedur :
1.Naikan suhu oven sampai 105 – 1100C sambil dialirkan ke dalamnya gas nitrogen dengan kecepatan 300 ml/menit.
2.Timbang Dish kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M 1).
3.Sebarkan sampel sebanyak 1 g sampai terbentuk lapisan, tutup dan timbang lagi sampai ketelitian 0.1 mg (M 2).
4.Panaskan Dish tanpa tutup yang berisi sampel di dalam oven selama 3 jam (sampai konstan).
5.Ambil Dish berisi sampel yang telah kering, pasang lagi penutupnya, dinginkan dalam desikator.
6.Timbang kembali, catat (M3), Hitung persentase Moisture.
Perhitungan :
Repeatibility : 0.2%
Reproductibility : -
Prosedur :
1.Timbang cawan kosong yang kering dan bersih bersama tutupnya sampai ketelitian 0.1 mg (M 1).
2.Timbang 1 gram sampel berukuran minus 0.2 mm kedalam cawan yang sudah diketahui beratnya, sebagai (M 2).
3.Masukan cawan tanpa tutup yang berisi sampel ke dalam furnace yang dingin. Panaskan sampai mencapai suhu
5000C selama 60 menit (kecepatan pemanasan 160C permenit).
4.Teruskan pemanasan dengan kecepatan 10 0C permenit selama 30 menit sehingga pada akhir waktu 30 menit itu
suhu furnace sekitar 8150C.
5.Lanjutkan incinerasi pada suhu 815 ± 100C selama 1 jam.
6.Ambil cawan dari furnace, dinginkan dalam desikator dan timbang dengan tutupnya.
7.Lanjutkan tahap (5) dan (6) sampai didapat berat konstan (M 3).
8.Hitung banyaknya ash dalam sampel.
Perhitungan :
Cara yang baik untuk mengerjakan penentuan ash adalah setelah langkah (7), semua ash dalam cawan
dibuang dan cawannya dibersihkan, kemudian timbang sebagai (M 4).(Prosedur ini menurut AS 1038, Part 3 – 1979)
Repeatibility : 0.2% untuk ash < 10% dan 2.0% untuk ash > 10%
Reproductibility : 0.3% untuk ash < 10% dan 3.0% untuk ash > 10%
Prosedur :
1.Panaskan muffle furnace sampai suhu 900 ± 100C.
2.Panaskan cawan kosong dan tutupnya di dalam furnace selama 7 menit tepat.
3.Ambil cawan dari dalam furnace, dinginkan diatas dasar logam, kemudian pindahkan kedalam desikator.
4.Setelah dingin, timbang cawan dan tutupnya (M 1).
5.Timbang kedalam cawan itu sebanyak 1 gram sampel (M 2).
6.Pasang lagi tutupnya, ketok – ketok di atas permukaan yang keras dan bersih sampai sampel membentuk
permukaan yang rata.
7.Panaskan di dalam furnace tepat selama 7 menit.
8.Ambil cawan dari dalam furnace, dinginkan dan timbang (M 3).
9.Hitung persetase VM.
Perhitungan :
% Volatile Matter = {(M2 – M3) x 100 / (M2 – M1)} – Mad
Repeatibility : 0.3% untuk VM < 10% dan 3.0% untuk VM > 10%
Reproductibility : 0.5% untuk VM < 10% dan 4.0% untuk VM > 10%
2. TOTAL SULFUR
Standar ISO 351-1996 ‘Solid mineral fuels-Determination of total sulfur-High temperature combustion method’
Ruang Lingkup :
Sample batubara dipanaskan pada suhu 1350 0C, gas sulfur oksida hasil reaksinya dilewatkan kedalam
larutan hidrogen peroksida yang akan mengubahnya menjadi asam sulfat yang pada akhirnya ditentukan secara
titimetri asam-basa.
Reaksi :
Sampel Batubara + O2 SO2 + CO2 + H2O
SO2 + H2O2 H2SO4
H2SO4 + Na2B4O7.10 H2O 4H3BO3 + Na2SO4 + 5H2O
Alat-alat Analisa
FURNACE TS HTM CARBOLITE
Tube Combustion
Tabung oksigen dengan regulator dan flowmeter
Cawan perahu pembakaran
Kawat tahan panas (dengan panjang 60 cm dan ujungnya terdapat bengkokan untuk mengambil cawan
perahu dari dalam tube)
Kawat pusher dengan stopper di ujungnya (untuk mendorong perahu ke daerah panas di dalam tube)
Baki metal
Washing bottle (absorber)
Pompa vakum dan selang yang telah terhubung pada pompa
Erlenmeyer 250 ml
Gelas ukur 100 ml
Labu ukur 1000 ml
Pipet tetes
Buret
Botol semprot
Stopwatch
Spatula
Neraca Analitik
Masker hidung (sebagai pelindung/safety)
Bahan-bahan Analisa
Bahan Pereaksi :
Larutan H2O2 1 % (:dengan melarutkan ± 33 ml reagent H2O2 30 % ke dalam 1 liter aquadest).
Larutan Na2B4O7 0,05 N
Al2O3 (serbuk)
Larutan indikator campuran :
Larutan A : melarutkan 0,125 g Metil Merah dalam 60 ml etanol dan mengencerkan dengan aquadest sampai 100 ml.
Larutan B : melarutkan 0,083 g Metilen Biru ke dalam 100 ml etanol.
Mencampurkan larutan A dan B dengan volume 1 : 1 (sama banyak).
Larutan indikator ini hanya bisa dipakai dalam waktu 1 minggu.
Bahan Sampel :
Batubara dengan ukuran 0,212 mm
Prosedur Kerja
1. Menaikkan suhu furnace sampai 1350 0C.
2. Menimbang 500 mg sampel batubara dengan teliti ke dalam cawan perahu pembakaran dan meratakannya.
3. Menutupi sampel dengan Al2O3 sebanyak 0,5 g (sampai tertutupi semua permukaan sampel).
4. Memasukkan 100 ml larutan H2O2 1 % ke dalam washing bottle.
5. Memasangkan selang pompa vakum ke ujung washing bottle, menyalakan pompa vakum dan mengatur aliran
vakumnya agar konstan melalui absorbernya.
6. Memasangkan ujung washing bottle yang sisi lain ke tube combustion melalui selang di stopper yang telah
terpasang padatube.
7. Membuka aliran oksigen dan mengaturnya menjadi 300 ml per menit.
8. Memasukkan cawan perahu yang berisi sampel dari ujung inlet tube combustion.
9. Mendorong cawan perahu dengan kawat pusher sampai jarak cawan perahu ke tengah-tengah daerah
terpanas furnacesekitar 24 cm dan membiarkannya selama 3 menit.
10. Menarik kembali kawat pusher agar tidak panas dan memperkuat stopper pada ujung kawat ke ujung tube.
11. Setelah 3 menit, mendorong maju cawan perahu sekitar 4 cm dan membiarkan selama 1 menit. Pendorongan ini
dilakukan hingga 6 kali mendorong setiap 1 menitnya. Untuk memudahkan dalam pengerjaannya, umumnya
kawat pusher ditandai dengan garis-garis yang setiap garisnya menandakan satu dorongan dalam 1 menit.
12. Setelah dorongan terakhir, cawan perahu harus ditengah-tengah daerah terpanas, dan membiarkan selama 4
menit.
13. Setelah selesai, menutup aliran oksigen dan mematikan pompa vakum.
14. Melepaskan washing bottle dari selang vakum dan dari selang stopper di tube.
15. Melepaskan kawat pusher dan stopper pada ujung tube, dan mengeluarkan cawan perahu dengan kawat tahan
panas (menampungnya dengan baki metal).
16. Memasukkan larutan yang ada di washing bottle ke dalam erlenmeyer 250 ml dan membilas washing bottle dengan
aquades.
17. Menambahkan 3 tetes larutan indikator campuran dan menggoncang hingga rata sampai berwarna ungu terang.
18. Menitrasi larutan tersebut dengan Na2B4O7 0,05 N hingga larutan berubah menjadi warna hijau terang (mencapai
titik akhir titrasi).
19. Mencatat volume akhir titrasi pada format yang tersedia untuk analisa total sulfur.
20. Mengerjakan penentuan blanko dengan perlakuan yang sama seperti diatas tanpa sampel batubara.
MetodePerhitungan :
dimana:
V1 = volume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi banko (ml)
V2 = voume Na2B4O7 0,05 N untuk titrasi sampel (ml)
N = konsentrasi Na2B4O7 (N)
Bst = bobot setara senyawa sulfur (Bst = 16,03)
m = berat sampel (mg)
Instruksi Kerja :
4. Dicek kondisi alat, tekanan gas, regulator, volume air pendingin dan aliran listrik.
5. Dinyalakan alat dengan menekan tombol hitam yang ada dibelakang alat ke posisi atas untuk mengaktifkan alat,
pompa, pemanas dan laju air.
6. Dibuka aliran gas oksigen dengan cara memutar pulp hitam ke kiri
7. Ditunggu selama ± 20 menit untuk menstabilkan alat.
8. Ditimbang benzoic acid atau IHS dan sampel seberat ± 1.0000 gram ke dalam krusibel.
9. Ditempatkan krusibel pada penyangga electrode dan atur kawat pemantik tersentuh/kontak dengan sample.
10. Disatukan combustion chamber dengan bomb cap dengan cara memutar bomb cap ke kanan sampai kencang,
dipastikancombustion chamber dan bomb cap sesuai dengan pasangannya.
11. Diisi gas pada vessel dengan oksigen hingga tekanan maksimum 30 atm (tekan tombol FILL)
12. Dimasukkan vessel ke dalam bomb bucket dan isi dengan 2 liter aquadest dari pipet tank
13. Dimasukkan elekroda pada terminal nut dan pastikan kedua elektroda tersebut terkoneksi dengan terminal nut.
14. Ditutup bomb bucket lid dan pastikan tertutup rapat
15. Ditekan [START] kemudian dipilih ID bomb dan dimasukkan berat sampel
16. Ditunggu sampai proses analisa selesai dan dicatat hasil analisa
17. Bomb bucket yang berisi vessel dikeluarkan dari bomb jacket
18. Dikeluarkan vessel dari bomb bucket.
19. Dibuang gas CO2 dengan cara memutar knop yang berada di bomb cap
20. Dicuci bagian dalam bomb dengan air , ditampung air pencuci ke dalam labu erlenmeyer. Dibersihkan semua kawat
yang tidak terbakar dari elektroda dan dicuci kepala bomb dengan air dan ditampung air cucian ke dalam labu
erlenmeyer yang sama dengan di atas.
21. Dititrasi air cucian dengan larutan standard Na 2CO3 menggunakan indikator Methyl Merah hingga mencapai titik
akhir berwarna Orange– Merah. Dicatat volume penitar.
Perhitungan :
a. Ditekan tombol REPORT dan dimasukkan nomor contoh.
b. Dimasukkan volume penitar
c. Dimasukkan nilai Total Sulphur (TS %ad).
d. Laporan akhir dicetak sebagai Nilai Kalori akhir. Diperiksa bahwa semua detail telah benar dan dilampirkan pada
worksheet.
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
PROKSIMAT
1. Moisture
TOTAL SULFUR
Sampel Code ROM PRANGAT ROM JMB
CALORIVIC VALUE
Sample code ROM PRANGAT ROM JMB
Sample ID 1217 1218 1219 1220
M1 13.5289 g 14.2106 g 14.3486 g 13.4542 g
M2 14.5291 g 15.2107 g 15.3489 g 14.4545 g
M2-M1 1.0002 g 1.0001 g 1.0003 g 1.0002 g
Preliminary 5999.41 cal/g 5987.65 cal/g 5969.39 cal/g 5973.79 cal/g
Sulfur (%) 0.27 % 0.27 % 1.56 % 1.56 %
Gross Heat 5983.78 cal/g 5990.56 cal/g 5897.67 cal/g 5888.45 cal/g
MEAN 5987 cal/g 5893 cal/g
5.2 Pembahasan
Dalam pengerjaan analisa sample batubara harus disertakan pengerjaan analisa Daily Check (In House
Standard) yaitu untuk lebih meyakinkan ketepatan hasil analisa yang dilakukan oleh Analis.
Dari hasil analisa yang diperoleh maka pembahasan menurut parameter yaitu:
3.Volatile Matter
Kadar Volatile Matter dalam batubara ditentukan oleh peringkat batubara.
Semakin tinggi peringkat suatu batubara akan semakin rendah kadar volatile matternya.
Volatile Matter digunakan sebagai parameter penentu dalam penentuan peringkat batubara. Volatile
matter dalam batubara dapat dijadikan sebagai indikasi reaktifitas batubara pada saat dibakar.
4.Total Sulfur
Kandungan sulfur dalam batubara sangat bervariasi dan pada umumnya bersifat heterogen sekalipun
dalam satu seam batubara yang sama. Baik heterogen secara vertikal maupun secara lateral. Namun demikian
ditemukan juga beberapa seam yang sama memiliki kandungan sulfur yang relatif homogen.
Sulfur dalam batubara thermal maupun metalurgi tidak diinginkan, karena sulfur dapat mempengaruhi
sifat-sifat pembakaran yang dapat menyebabkan slagging maupun mempengaruhi kualitas product dari besi baja.
Selain itu dapat berpengaruh terhadap lingkungan karena emisi sulfur dapat menyebabkan hujan asam. Oleh
karena itu dalam komersial, sulfur dijadikan batasan garansi kualitas, bahkan dijadikan sebagai rejection limit.
Nilai Kalori batubara bergantung pada peringkat batubara. Semakin tinggi peringkat batubara, semakin
tinggi nilai kalorinya. Pada batubara yang sama Nilai kalori dapat dipengaruhi oleh moisture dan juga Abu. Semakin
tinggi moisture atau abu, semakin kecil nilai kalorinya.
BAB VI
PENUTUP
1. Kesimpulan
1) Batubara merupakan mineral organic yang dapat terbakar, terbentuk dari sisa tumbuhan purba yang mengendap
dan berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun, sehingga akhirnya
membentuk fosil. Karena pengaruh waktu, suhu dan tekanan fosil tersebut membentuk sedimen organic yang di
sebut Batubara.
2) Preparasi sample bertujuan untuk menyediakan suatu sample yang jumlahnya sedikit, yang mewakili sample
asalnya.
3) Batubara yang mempunyai kualitas yang baik ditandai dengan tingginya nilai kalori, kandungan air rendah dan
kandungan abu yang rendah.dan sebaliknya Batubara yang mempunyai kualitas yang rendah ditandai dengan
rendahnya nilai kalori, kandungan air tinggi dan kandungan abu yang tinggi. Apabila kandungan abunya tinggi
berarti batubara tidak terbakar sempurna
4) Dalam pengerjaan analisa sample batubara disertai pengerjaan analisa ASCRM (Australian Standard Certified
Reference Materials) untuk memeriksa kondisi alat yang digunakan dan ketepatan hasil analisa. Selain itu, juga
dilakukan Daily Check (Inhouse Standard) untuk menjaga mutu laboratorium secara harian.
5) Semakin tinggi peringkat suatu batubara semakin kecil porositas batubara tersebut atau semakin padat batubara
tersebut. Dengan demikian akan semakin kecil juga moisture yang dapat diserap atau ditampung dalam pori
batubara tersebut. Hal ini menyebabkan semakin kecil kandungan moisturenya khususnya inherent moisturenya.