Anda di halaman 1dari 88

LAPORAN

PRAKTEK LAPANGAN INDUSTRI

Pekerjaan:
PENAMBANGAN BATUBARA
PT. TRUBAINDO COAL MINING PROVINSI KALIMANTAN TIMUR

Topik Bahasan :
KAJIAN PRODUKTIVITAS DOZER RIPPER PADA AKTIVITAS
OVERBURDEN REMOVAL DI PT. TRUBAINDO COAL MINING,
KALIMANTAN TIMUR

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Dalam Menyelesaikan Program D-3 Teknik Pertambangan

Oleh:

CHINTIA TRI PUTRI


BP/ NIM : 2013/ 1308135

Konsentrasi : Tambang Umum


Program Studi : D-3 Teknik Pertambangan
Jurusan : Teknik Pertambangan

FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI PADANG
PADANG
2016

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Kegiatan PLI

Kegiatan Praktek Lapangan Industri (PLI) merupakan sebuah program

yang diadakan oleh pihak Unit Hubungan Industri (UHI) serta merupakan

sebuah mata perkuliahan wajib yang harus diambil oleh penulis yang sudah

memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh pihak UHI.Syarat-syaratnya

yaitu untuk jenjang pendidikan D3 harus sudah menyelesaikan Satuan Kredit

Semester (SKS) sebanyak 82 SKS.

Selain itu, penulis berusaha untuk mengasah dan menerapkan ilmu atau

teori-teori yang sudah didapatkan selama perkuliahan, serta untuk mencari

pengalaman-pengalaman baru yang belum penulis dapatkan selama

perkuliahan sehingga penulis bisa mengerti seperti apa bekerja di lapangan itu

secara langsung. Dengan demikian penulis bisa mempelajari bagaimana

sebaiknya dan apa-apa saja yang kurang selama penulis melaksanakan

perkuliahan selama ini.

1 Tujuan Pelaksanaan Praktek Lapangan Industri (PLI)

a. Meningkatkan keterampilan dan rasa percaya diri penulis dalam

memasuki dunia kerja nantinya.

b. Mengaplikasikan ilmu yang sudah penulis peroleh selama di bangku

perkuliah pada saat di dunia kerja.

c. Membentuk kepribadian yang mampu mengahadapi tantangan di masa

mendatang dengan penuh tanggung jawab.

1
2

d. Menyusun sebuah laporan sebagai syarat untuk melengkapi kegiatan

PLI.

2 Manfaat Pelaksanaan PLI

a. Mengukur seberapa besar penguasaan ilmu pengetahuan yang

diperoleh penulis selama kuliah dengan tuntutan dan kebutuhan dunia

industri.

b. Memberikan pemahaman empiris tentang dunia industri secara umum

dan segala hal.

c. Tumbuhnya rasa kedisiplinan yang tinggi bagi penulis dalam berbagai

aspek.

d. Mempersiapkan diri sebelum terlibat langsung dalam dunia industri

melalui aktifitas dan pemahaman yang ditemukan di industri.

B. Deskripsi Perusahaan

1. Sejarah Perusahaan

PT. Trubaindo Coal Mining didirikan pada 13 Maret 1990 sebagai

perusahaan yang bergerak di bidang pertambangan batubara dan

menandatangani Perjanjian Karya Pengusaha Pertambangan Batubara

(PKP2B) dengan pemerintah dengan luas area konsesi milikPT. Trubaindo

Coal Mining sesuai perizinan yang diperoleh yakni PKP2B dengan Nomor

017/PK/PT BA-TCM/1994 adalah seluas 23.650 Hektar. PT. Trubaindo

Coal Mining merupakan anak dari perusahaan BANPU yang berlokasi di

Thailand. BANPU didirikan di Thailand pada tahun 1983 sebagai

usahapertambangan dan kemudian terdaftar di Stock Exchange of Thailand


3

pada tahun 1989. Sekitar tahun 1990,perusahaan mengembangkan diri ke

proyek pembangkit listrik diThailand, tambang batubara di Indonesia,

operasi port dan barang tambang industri.

Sejak tahun 2001, BANPU telah memusatkan strateginya menjadi

pusat energi berbasis batu bara yang terkemuka di daerah Asia-Pasifik.

Keputusan ini didasari oleh kemampuan perusahaan melihat keterampilan

didalam dan keuntungan persaingan sebaik mereka memahami potensi

pertumbuhan yang potensial. Keputusan ini menyebabkan beberapa

noncore divestment (barang tambang industri, bisnispelabuhan,investasi

tenaga tanpa batu bara) sama baiknya dengan pertumbuhan batubara, baik

di Indonesia maupun di China.

Tambang Batubara yang ke–4 didirikan di Indonesia ini merupakan

perusahaan tambang batubara dengan metode Open Pit Mining atau

Tambang Terbuka yang terletak di Provinsi Kalimantan Timur lokasi

Muara Bunyut dan lokasi Adong yang mulai beroperasi pada tahun 2005.

Pada tahap pengerjaan operasi penambangan PT. Trubaindo Coal Mining

(PT. TCM) melakukan kerja sama dengan PT. Ruam Choke Pattana

(PT. RCP), PT BUMA, PT. Mitra Alam Persada (PT. MAP), PT. Pama

Persada Nusantara (PT. PAMA), PT. Borneo Alam Semesta (PT. BAS)

dan PT. Riung Mitra Lestari (PT. RML). Selaku kontraktor, parusahaan

tersebutlah yang melakukan pegerjaan untuk mendapatkan batubara

dibawah pengawasan pihak PT. Trubaindo Coal Mining.Pada tahun 2013,

hanya terdapat 4 kontraktor operasional penambangan di PT. Trubaindo

Coal Mining, yaituPT. PAMA, PT. MAP, PT. RML dan PT. BAS.
4

2. Lokasi dan Kesampaian Daerah

a. Lokasi

PT. Trubaindo Coal Mining merupakan salah satu perusahaan

swasta nasional yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan

batubara, yang terletak di Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai

Barat, Propinsi Kalimantan Timur.

PT. Trubaindo Coal Mining (PT. TCM) mengelola wilayah

pertambangan batubara berdasarkan ijin PKP2B (Perjanjian Karya

Pengusahaan Pertambangan Batubara) dengan PT. Bukit Asam No.

017/PK/PTBA-TCM/1994 tanggal 15 Agustus 1994 dengan luas areal

saat ini 23.650 Ha yang terbagi dalam blok Utara, blok Timur, dan blok

Selatan. PT. Trubaindo Coal Mining secara geografis terletak pada

posisi 115o30’00” BT - 115o51’30” BT dan 0o27’44” LS - 0o51’41” LS

meliputi Kecamatan Muara Lawa, Kecamatan Muara Pahu, Kecamatan

Damai, Kecamatan Bentian Besar dan Kecamatan Melak, Kutai Barat–

Kalimantan Timur.

b. Kesampaian Daerah

Lokasi kegiatan penambangan PT. Trubaindo Coal Mining dapat

ditempuh melalui 2 (dua) jalur. Yang pertama adalah jalur udara,

dengan menggunakan pesawat terbang dari Padang ke Balikpapan

dengan rute Padang-Batam-Balikpapandengan waktu tempuh ± 4jam.

Jalur kedua ditempuh melalui jalur darat dari Balikpapan ke Samarinda

(Ibu Kota Kalimantan Timur) yang memakan waktu± 3jam.Selanjutnya

dilanjutkan perjalanan darat dari Samarinda ke PT. Trubaindo Coal

Mining Camp. Adong, Kecamatan Muaro Lawa, Kabupaten Kutai

Barat, Kalimantan Timur dengan waktu ± 8 Jam.


5

Sumber: Mine Plan Dept.PT.Trubando Coal Mining

Gambar 1
Peta Kesampaian Daerah PT. Trubaindo Coal Mining
6

3. Keadaan Topografi

PT. Trubaindo Coal Mining memiliki area deposit yang utama

terletak pada dua sistem sungai yaitu sungai Lawa dan sungai Perak

dibagian Utara dan bagian Selatan area konsesi, kedua sungai ini mengalir

ke sungai Kedang Pahu. Sungai Kedang Pahu terbentang dari arah Barat-

Timur dan bermuara di sungai Mahakam. Topografi kedua blok ini (blok

Utara dan blok Selatan) merupakan perbukitan dengan reliefrendah dan

strukturnya didominasi oleh sistem drainase.

4. Keadaan Geologi

a. Struktur Geologi

Struktur utama pada area konsesi PT. Trubaindo Coal Mining

didominasi oleh lipatan yang berhubungan dengan sesar geser utama.

Dua sinklin utama memisahkan formasi pembawa batubara ke dalam

dua area utama yaitu blok Utara dan blok Selatan.

Struktur geologi utama di area proyek Trubaindo adalah sinklin

di bagian Timur Laut yang dikenal sebagai sinklin Dingin. Formasi

utama pembawa batubara pada bagian atas merupakan formasi

Pamaluan yang terbentuk di sekitar sumbu sinklin. Seluruh bagian

Tenggara sinklin Dingin dipotong oleh sepasang sesar normal utama

yang membatasi antiklin Jembungan.

Sinklin kedua, yaitu sinklin Perak terbentang sampai ke Selatan

dan pola singkapan coal bearing yang berulang.


7

1) Area Blok Utara

Terletak di sepanjang sinklin Dingin dengan dip 10-15o ke

arah Utara sepanjang sayap sinklin dengan dip 15-20o.Deposit

batubara tersebar sepanjang strike ke Utara dan Barat dari studi

area cadangan.

2) Area Blok Selatan

Berada di sinklin Perak yang meloncat dari arah Utara ke

Selatan batas konsesi PT. Trubaindo Coal Mining dengan PT.

Bharinto Ekatama. Sinklin Perak merupakan struktur sinklin penuh

dengan poros terbentang sepanjang arah Timur Laut–Barat Daya

(Northeast-Southwest).

Seam batubara berada di puncak sinklin dan pada kedua

sayapnya. Di area puncak sinklin, yaitu Dayak Besar sayap sinklin

bagian Selatan memiliki dip yang lebih rendah dibandingkan

dengan sayap sinklin bagian Utara. Sayap sinklin Selatan meliputi

area Nage yang meluas dari arah Dayak Besar, kemudian berlanjut

ke area Biangan lebih ke Selatan.

Sayap sinklin selatan memiliki kecuraman yang sudut dip

yang ekstrim dari seam batubara (50˚-75˚). Sudut dip dari area blok

Selatan sangat landai, yaitu 8˚-100˚, pada bagian dekat puncak

sinklin kemudian secara perlahan-lahan menjadi dip yang lebih

curam ke kedua sayap sinklin.


8

Sumber: Mine Plan Dept. PT. Trubaindo Coal Mining

Gambar 2
Peta Geologi PT. Trubaindo Coal Mining
9

5. Stratigrafi

Secara regional daerah penambangan termasuk ke dalam cekungan

Kutai. Sedimentasi dalam cekungan Kutai meliputi daerah seluas 120.000

km2. Di bagian Barat cekungan Kutai dibatasi oleh daratan tinggi Kuching,

bagian Utara dibatasi oleh Simenanjung Mangkaliat dan cekungan

Tarakan, sedangkan di bagian Timur berbatasan dengan palung Makasar

dan pegunungan Meratus di bagian Selatan.

Stratigrafi batuan daerah Muara Lawa termasuk ke dalam formasi

Pamaluan, yang umumnya terbentuk pada masa Oligosen. Sebagai batuan

dasarnya terdiri dari berbagai material seperti batu pasir dengan sisipan

batulempung,serpih, batugamping, batulanau, shale, serta cadangan

batubara yang bernilai ekonomis.

Secara ringkas urutan stratigrafi keseluruhan wilayah cekungan

Kutai (The KutaiSedimentary Basin) dapat dijelaskan pada gambar 3

halaman 12.

a. Formasi Pamaluan

Ciri litologi: batupasir dengan sisipan batulempung, serpih,

batubara, batugamping dan batulanau. Diendapkan pada kala Miosen

Awal hingga Bawah Tengah (N5–N6) dilingkungan neritik, Formasi

Pamaluan tersingkap pada daerah yang luas, menempati daerah

topografi rendah.Dari litologi penyusun Formasi Pamaluan terlihat

bahwa bagian bawah formasi ini dalam lingkungan delta plain dengan

terdapatnya batubara.Kemudian terjadi transgresi lingkungan berubah

menjadi pantai dengan diendapkan pasir pantai dan kemudian laut


10

dangkal dengan diendapkan batugamping Formasi Bebulu.Formasi

Pamaluan mempunyai hubungan menjari dengan Formasi Bebulu.

b. Formasi Babulu

Ciri litologi: batugamping dengan sisipan batugamping pasiran

dan serpih. Kandungan foraminifera besar yang dijumpai pada

batugamping menunjukkan umur Miosen Awal hingga Bawah Tengah

di lingkungan neritik. Diatas batugamping Formasi Bebulu diendapkan

Formasi Pulaubalang.

c. Formasi Pulaubalang

Ciri litologi: batupasirkuarsa, batugamping, batulempung

dengan sisipan batubara formasi ini dapat dibedakan dari formasi

lainnya karena perlapisannya sangat bagus dan relatif lebih resisten

terhadap pelapukan dibandingkan formasi-formasi lain. Formasi ini

diendapkan dilingkungan delta, pada kala Miosen Awal–Miosen

Tengah.

d. Formasi Balikpapan

Ciri litologi: batupasir kuarsa dan batulempung dengan sisipan

batulanau, serpih dan batubara. Pada batuan batupasir kuarsa ini

berkembang sikuen menghalus keatas dari batupasir konglomeratan,

batupasir halus berubah menjadi batulempung.Batulempung diatasnya

secara umum lanauan dengan batas tegas.Kadang-kadang pada bagian

atas sikuen terendapkan batubara. Formasi ini diendapkan di

lingkungan delta, pada kala Miosen Tengah–Miosen Akhir.


11

e. Formasi Kampungbaru

Ciri litologi: batupasir kuarsa dengan sisipan batulempung,

serpih, batulanau dan lignit. Singkapan sangat jarang karena tertutup

oleh soil.Formasi ini diendapkan dilingkungan delta, pada kala Miosen

Akhir-Plistosen.

f. Satuan Endapan Alluvium

Ciri litologi: tersusun oleh material lepas berukuran lempung

hingga pasir halus, diendapkan secara tidak selaras diatas Formasi

Kampungbaru. Pengendapannya masih berlangsung hingga sekarang,

satuan ini berumur Resen.


12

Sumber: Mine Plan Dept.PT.Trubando Coal Mining

Gambar 3
StratigrafiUmum PT. Trubaindo Coal Mining
13

6. Iklim dan Curah Hujan

Lokasi PT. Trubaindo Coal Mining memiliki iklim tropis dengan

musim hujan dan musim kemarau saling bergantian sepanjang tahun.Suhu

rata-rata maksimum berkisar antara 310C–330C dengan suhu minimum

rata-rata 230C–240C.Temperatur udara rata-rata ini berbanding lurus

dengan penyinaran matahari, dimana penyinaran matahari dan kelembaban

udara merupakan unsur iklim yang berpengaruh terhadap curah hujan.

Curah Hujan Rata - Rata Tahun 2011 - 2015

350
300
250
200
150
100
50
-
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec

Sumber: Mine Plan Dept.PT.Trubando Coal Mining

Gambar 4
Grafik Curah Hujan di PT. Trubaindo Coal Mining Tahun 2011–2015

7. Cadangan Batubara

Deposit batubara di PT. TCM menunjukan nilai kalori batubara

(Gross Calorific Value): 6400–6600 Kcal/Kg untuk blok Utara, 6100–

7600 Kcal/Kg untuk blok Selatan dan untuk blok Timur di atas 7000

Kcal/kg dengan cadangan batubara yang dapat ditambang berjumlah

98,8 juta ton. Secara umum arah lapisan batubara dari Utara ke Selatan
14

(strike) dengan kemiringan 5˚-14˚.Kandungan abu (ash) umumnya

rendah dan kandungan sulphur sangat bervariasi. Kualitas batubara dapat

dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1
Kualitas Batubara PT. Trubaindo Coal Mining

HASIL UJI LABORATORIUM KUALITAS


Total Moisture 10
ANALISIS PROKSIMAT (AIR DRIED BASES), %
Inherent Moisture 7
Abu 4,4
Zat Terbang 41
Karbon Tertambat 47,6
Total sulphur (Air Dried) 0,8
Nilai kalori (Air Dried) Kcal/ Kg 6.980
ANALISIS ULTIMATE (DRY ASH FREE), %
Karbon 79,38
Hidrogen 5,49
Nitrogen 1,54
Sulfur 1,27
Oksigen 12,33
Klorin 0,01
KOMPOSISI ABU (DRY BASES), %
SiO2 32,51
Al2O3 25,77
Fe2O3 24,24
CaO 4,34
MgO 1,70
Na2O 2,75
K2O 1,14
SO3 4,22
TiO2 1,03
HGI 46
Sumber: PT. Trubaindo Coal Mining, 2014
15

C. Deskripsi Kegiatan Praktek Lapangan Industri

Adapun kegiatan yang dilakukan pada Praktek Lapangan Industri ini

dilaksakan pada tanggal 1 Februari 2016 s.d 17 April 2016.

Tabel 2
Jadwal Kegiatan Praktek Lapangan Industri
Waktu Pelaksanaan
No Kegiatan Februari Maret April
W1 W2 W3 W4 W1 W2 W3 W4 W1 W2 W3 W4
1 Orientasi Lapangan
2 Pengumpulan Referensi dan Data
3 Pengolahan Data
4 Penyusunan dan Pengumpulan Laporan

D. Perencanaan Kegiatan Praktek Lapangan Industri

Berdasarkan keputusan dari pihak Universitas, mahasiswa

melaksanakan kegiatan Praktek Lapangan Industri (PLI) selama minimal 240

jam, atau setara dengan 30 hari kerja efektif (8jam/hari). Oleh sebab itu

penulis melaksanakan praktek lapangan industri ini dimulai pada tanggal 1

Februari s.d 17 April 2016. Untuk melaksanakan kegiatan PLI ini dibutuhkan

beberapa rencana yang nantinya akan penulis gunakan sebagai acuan atau

pedoman selama melaksanakan kegiatan di perusahaan.

Adapun rencana kegiatan yang akanpenulis laksanakan selama

melaksanakan kegiatan PLI di PT. Trubaindo Coal Mining adalah sebagai

berikut:

1. Mempelajari Struktur Organisasi dan Sejarah Perusahaan

Pada tahap ini, penulis akan mencari struktur organisasi dan

sejarah perusahaan yang mungkin akan penulis dapatkan dari perusahaan

ataupun dari media lain.


16

2. Mempelajari K3LH (Kesehatan Keselamatan Kerja dan Lingkungan

Hidup) Perusahaan

Pada tahap ini, penulis akan mencari tahu tentang konsep

menajemen K3LH perusahaan, alat-alat APD (alat pelindung diri) yang

digunakan oleh karyawan perusahaan, sistematispertolongan kecelakaan

dan semua yang berhubungan dengan K3LH perusahaan.

3. Mempelajari Bagaimana Sistem Penambangan di Perusahaan

Pada tahap ini, penulis akan mencari tahu mengenai sistem dan

tahap-tahap penambangan di PT. Trubaindi Coal Mining yang digunakan

oleh perusahaan dalam mencapai target produksi.

4. Mempelajari Aktivitas Penambangan di PT. Trubaindo Coal Mining.

E. Pelaksanaan Kegiatan Praktek Lapangan Industri

Kegiatan PLI terdiri dari rangkaian kegiatan yang berhubungan antara

satu dengan yang lainnya, mulai dari awal sampai pada tahap penyusunan

laporan. Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan adalah sebagai berikut:

1. Tahap Pra-PLI

Pada tahap ini penulis memulai kegiatan dengan mempersiapkan

berbagai hal yang diperlukan untuk mengikuti program PLI yaitu:

a. Mengikuti Coaching atau pembekalan tentang PLI.

b. Memiliki tabungan sks minimal sebanyak 80 sks untuk program D3.

c. Meminta surat permohonan kepada koordinator PLI di jurusan

sekaligus menunjuk dosen pembimbing.


17

d. Membawa surat tersebut kepada Unit Hubungan Industri (UHI) untuk

pembuatan surat permohonan pelaksanaan PLI.

e. Kantor UHI membuat surat permohonan ke perusahaan/industri.

f. Penulis mengirim surat permohonan ke perusahaan/industri.

g. Perusahaan menerima penulis untuk melaksanakan PLI.

h. Penulis melapor dan berkonsultasi dengan dosen pembimbing sebelum

berangkat ke perusahaan.

2. Tahapan Kegiatandi Lapangan

Adapun tahapan kegiatan yang dilakukan dilapangan tempat

melaksanakan PLI adalah sebagai berikut:

a. Pada hari pertama, penulis melapor ke kantor 1 PT.Trubaindo Coal

Mining dan ke supervisor bahwa penulis akan memulai kegiatan PLI di

perusahaan.

b. Penulis mengikuti kegiatan safety induction yang bertujuan untuk

memberikan arahan kepada orang yang akan melaksanakan kegiatan di

PT. Trubaindo Coal Mining mengenai hal–hal safety yang harus

diperhatikan selama melakukan kegiatan di area penambangan.

c. Selanjutnya pengambilan APD (Alat Pelindung Diri) yang meliputi:

Safety Helmet, Safety Shoes, dan Rompi.

d. Hari selanjutnya penulis melakukan pengambilan mine permit yang

berguna sebagai tanda pengenal dan izin untuk masuk ke area

penambangan.
18

e. Pada hari berikutnya, penulis melakukan presentasi awal untuk

menjelaskan alur kegiatan yang akan dilakukan selama melaksanakan

praktek di PT. Trubaindo Coal Mining.

f. Penulis mulai mengamati, mengambil data, danmenulis laporan

kegiatan PLI selama melaksanakan kegiatan PLI di perusahaan, dalam

penulisan laporan ini penulis akan dibimbing oleh supervisor.

3. Pelaksanaan Kegiatan di Lapangan

Pelaksanaan Kegiatan pengalaman lapangan industri terbagi 2, yaitu:

a. Kegiatan Orientasi

Kegiatan orientasi di lapangan dilakukan selama 2 minggu.

Penulis melakukan orientasi dengan cara mengukuti semua kegiatan

yang ada di department pada mine operaion division, diantaranya:

1)Contractor Management Department

Contractor Management Department merupakan departemen

yang mengawasi seluruh kegiatan penambangan yang dilakukan oleh

kontraktor, diantaranya: top soil removal, overburden removal,and

coal getting.

2)Blasting & Explosive Management Department

Blasting & Explosive Management Department merupakan

depertemen yang melakukan pengawasan aktivitas peledakan dilokasi

penambangan, menerima dan menyimpan dokumen atau catatan yang

berkaitan dengan aktivitas peledakan, pemakaian bahan peledak,

termasuk dokumen pendukungnya serta dikomunikasikan dan


19

didistribusikan kepada semua kontraktor penambangan yang

melakukan aktivitas peledakan di lokasi penambangan PT. Trubaindo

Coal Mining (SOP Drilling and Blasting).

3) Coal Management Department

Coal Management Department merupakan departemen yang

mengawasi kegiatan di ROM (Run of Mine) sampai pada mengawasi

dan memastikan kualitas produk batubara agar sesuai dengan plan.

4) Mine Pit Service Department

Mine Pit Service Department merupakan pihak yang mengawasi

seluruk kegiatan konstruksi pembuatan channel, settling pond, mine

dewatering, dan juga kegiatan land clearing & grubbing.

5) Mine Rehabilitation Department

Mine Rehabilitation Departmentmerupakan pihak yang

mangkoordinir dan mengawasi seluruh kegiatan reklamasi pada lahan

bekas tambang di area PT. Trubaindo Coal Mining.

b. Kegitan di Lapangan

Kegiatan ini adalah kegiatan yang penulis ikuti dalam pelaksanaan

pengambilan data dan kerja peraktek pada satuan kerja penunjang

tambang.Selama mengikuti kegiatan lapangan penulis melakukan

berbagai aktivitas penambangan, serta pengambilan data di lapangan,

kegiatan tersebut meliputi:


20

1) Safety Talk

Kegiatan safety talk merupakan kegiatan yang wajib

dilakukan oleh karyawan dan pekerja satuan kerja penunjang

tambang. Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan

kepada karyawan PT. Trubaindo Coal Mining tentang pentingnya

keselamatan diri selama melakukan pekerjaan di lapangan guna

menghindari kecelakaan kerja yang fatal dan juga untuk update

kejadian–kejadian maupun kegiatan yang dilakukan pada setiap pit

yang ada. Kegiatan ini rutin dilakukan padahari Kamis setiap

minggunya.

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 5
Kegiatan Safety Talk di PT. Trubaindo Coal Mining
21

2) Proses Penambanganpada PT. Trubaindo Coal Mining

Sumber: Mine Operation Division

Gambar 6
Tahapan Kegiatan Pertambangan Batubara di PT. Trubaindo Coal
Mining
a) Persiapan Lahan

Persiapan lahan yang akan di tambang adalah tahapan

perizinan lahan berupa IPPKH (izin pinjam pakai kawasan hutan)

dengan batasan keliling area tertentu (sesuai dengan boundary

line yang di rencanakan oleh Mine Plan Department). Tahapan ini

berguna untuk memperlancar tahapan penambangan selanjutnya

(dari faktor external seperti complain dari masyarakat sekitar) dan

membatasi pohon atau tumbuhan yang akan di bersihkan sesuai

dengan batasan area yang direncanakan.


22

b) Cruising dan Timbering

Setelah IPPKH (izin pinjam pakai kawasan hutan) selesai,

maka tahapan selanjutnya yaitu pemasangan patok penanda pohon

atau tumbuhan yang bernilai ekonomis pada area penambangan

yang direncanakan berdasarkan boundary line serta perhitungan

kuantitas dan kualitas dari pohon-pohon yang bernilai ekonomis.

Kegiatan ini disebut dengan cruising dan timbering. Kegiatan ini

melibatkan dinas kehutanan dalam urusan jual-beli pohon-pohon

yang bernilai ekonomis. Penandaan pohon-pohon di lapangan

berdasarkan jenis dan diameter (cm) pohon.

(1) Pengolompokan berdasarkan jenis pohon

(a) kelompok Pohon Dilindungi

(b) Kelompok Meranti

(c) Kelompok Rimba Campuran

(d) Kelompok Kayu Indah.

(2) Pengelompokan berdasarkan diameter (cm)

(a) Kayu Bulat Kecil (KBK) diameter 10-29 cm

(b) Kayu Bulat Sedang (KBS) diameter 30–49 cm

(c) Kayu Bulat (KB) diameter ≥50 cm


23

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 7
Pengelompokan Kayu Berdasarkan Ukuran Diameternya

c) Land Clearing

Tahapan setelah aktivitas crushing dan timbering adalah

kegiatan land clearing. Land clearing berupa kegiatan

pembersihan lahan dengan tujuan mempersiapkan area

penambangan. Pembersihan lahan ini dilakukan dengan

menyingkirkan pohon atau tumbuhan berdasarkan batasan area

yang telah di stake out. Untuk pohon dengan diameter <20 cm,

land clearing dilakukan dengan menggunakan dozer, namun

untuk pohon-pohon berukuran besar dengan diameter >20 cm

yang tidak mungkin untuk di robohkan, maka terlebih dahulu


24

perlu penebangan pohon berdasarkan SOP (Standart Operasional

Procedure),yaitu untuk diameter minimal batang pohon 10 cm

dan tinggi pohon yang disisakan ±60 cm (Lihat Gambar 8).

Penebangan pohon ini dilakukan dengan menggunakan chain

saw, baru kemudian diarahkan oleh Dozer Winched. Selanjutnya

setelah pohon di tebang dilakukan proses pengelompokan batang

pohon berdasarkan diameternya. Setelah itu batang-batang pohon

tersebut di pindahkan ke log stock untuk dimanfaatkan kembali

oleh PT. TrubaindoCoal Mining sebagai pendukung akses jalan

dan bahan baku pembuatan bangunan bagi karyawan.

Setelah batang pohon pada area di dalam boundary line

telah dipindahkan, maka selanjunya dozer menyingkirkan batang

pohon yang di sisakan ±60 cm tadi. Selanjutnya tumbuhan yang

tersisa ini di pindahkan ke planting stock (Grubing). Dan langkah

terakhir adalah mencapit bekas akar kayu atau sisa pepohonan

dengan menggunakan Fix Gravel Exavator. Setelah semua

permukaan area bersih dari tumbuhan, maka teamsurvey

melakukan pengukuranvolume topografioriginal sebagai patokan

elevasi penambangan. Kegiatan survey ini menggunakan

peralatan Laser Scanner dan Total Station.


25

Sumber: Mine Plan Department

Gambar 8
Diameter dan Tinggi Pohon Berdasarkan SOP (Standard
Operational Procedure)

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 9
Pembersiahan Lahan (Land Clearing)

d) Pembongkaran Lapisan Tanah Pucuk (Top Soil Removal)

Setelah kegiatan pembersihan lahan selesai, kegiatan yang

dilakukan adalah pembongkaran lapisan tanah pucuk. Penanganan

tanah pucuk berupa top soil dan sub soil berbeda dengan

penanganan batuan penutup yang terdiri dari batupasir dan


26

batulempung. Top soilkaya dengan unsur hara (humus), tebalnya

sekitar 1–2 meter dan dipindahkan ke tempat tertentu (Top Soil

Stock) yang akan digunakan kembali untuk reklamasi pada daerah

bekas tambang. Top soil dipisahkan tempat penumpukannya dari

sub soil. Pada area tertentu dengan lapisan top soil tipis,

penanganannya dilakukan sekaligus dengan sub soil, yaitu

ditimbun dan ditempatkan bersamaan yang juga bisa disebabkan

oleh medan kerja yang sulit, misal untuk daerah yang curam dan

terjal sehingga untuk memudahkan pekerjaan, digusur bersamaan

tanpa membedakan top soil dan sub soil..

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 10
Top Soil Removal

e) Pengupasan Lapisan Tanah Penutup (Overburden Removal)

Batuan penutup yang terdiri dari batupasir dan

batulempung. Batuan penutup (batupasir dan batulempung) dapat

ditangani dengan tiga metode, yaitu:


27

(1) Direct Digging

Batuan penutup yang lunak dapat langsung digali

dengan alat gali muat mekanis hydraulicexcavator teeth

bucket (lihat Gambar 11).

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 11
Kegiatan Penggalian oleh Excavator Komatsu PC800

(2) Ripping dan Dozing

Untuk batuan penutup yang agak keras, dilakukan

penggaruan (ripping) menggunakan bulldozer, kemudian

dilakukan penggusuran (dozing) material ke tempat yang

sudah ditentukan (loading point) untuk dilakukan proses

pemuatan.
28

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 12
Kegiatan Ripping oleh Dozer Ripper KomatsuD375A

(3) Peledakan

Untuk batuan penutup yang keras, maka digunakan

metode peledakan untuk membongkar, umumnya metode

peledakan untuk memenuhi target produksi dalam jumlah

besar. Berikut urutan kegiatan pemboran dan peledakan:

(a) Menyiapkan lokasi peledakan

(b) Menentukan desain pemboran dan peledakan

(c) Melakukan pemboran berdasarkan desain

(d) Pengisian bahan peledak

(e) Kegiatan peledakan


29

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 13
Kegiatan Pemboran untuk Aktivitas Peledakan

f) Coal Getting

Setelah lapisan overburden yang terbongkar dipindahkan,

maka aktivitas selanjutnya yaitu proses penambangan batubara

(Coal Getting). Proses coal getting terbagi menjadi 3 tahapan

yaitu sebagai berikut:

(1) Coal Cleaning

Yaitu aktivitas pemuatan dan pengangkutan lapisan

roofdari seam batubara dengan tujuan membersihkan lapisan

permukaan dari seam batubara agar seam batubara tidak

terkontaminasi dengan lapisan overburden. Hal ini dilakukan


30

untuk menjaga kualitas batubara (Fresh Coal) agar kadar

abunya rendah. Berdasarkan SOP ketebalan lapisan roof dari

seam batubara yang diambil yaitu setebal ±7 cm. Aktivitas

pemuatan lapisan roof dilakukan dengan menggunakan

Excavator Flat Bucket, sedangkan pengangkutan material

roof menggunakan Dumptruck, dimana Dumptruck

melakukan hauling kearah Dirty Coal Stock. (Lihat Gambar

14). Aktivitas ini nantinya juga akan dilakukan kembali

setelah didapatkannya clean coal, yaitu pembersihan floor

pada seam batubara juga dengan ketebalan ±7 cm yang akan

dibawa ke Dirty Coal Stock

Sumber: Dokumentasi penulis

Gambar 14
Kegiatan Coal Cleaning (LoadingDirty Coal)
31

(2) Clean Coal

Setelah lapisan roof dari seam batubara dibersihkan,

maka di dapatkanlah clean coal (fresh coal) yaitu batubara

yang tidak terkontaminasi oleh lapisan overburden. Batas

dari pengambilan lapisan fresh coal yaitu sampai pada

lapisan floor dari seam batubara (±7 cm dibagian bawah dari

seam batubara). (Lihat Gambar 15)

Fresh coal akan diangkut oleh Dumptruck ke Run Of

Mining (ROM) yang terbagi menjadi 6 ROM yang

dikelompokkan berdasarkan kualitas batubara yang didapat.

Sumber: Dokumentasi penulis

Gambar 15
Kegiatan Loading Clean Coal

g) Coal Processing Plan

Yaitu aktivitas pengolahan batubara dengan tujuan

memperoleh batubara dengan kualitas yang sesuai dengan


32

permintaan konsumen. Terdapat 2 aktivitas pengolahan batubara

di PT. Trubaindo Coal Mining yaitu:

(1) Blending (Pencampuran)

Blending dilakukan dengan cara mencampurkan

batubara dari masing-masing Run Of Mining (ROM) dengan

tujuan memperkecil ukuran fragmentasi dari batubara dan

menghasilkan 3 jenis kualitas batubara, yaitu:

(a) HCVLS (High Calorie Value, Low Sulfure)

(b) HCVHS (High Calorie Value, High Sulfure)

(c) LCVLS (Low Calorie Value, Low Sulfure)

Blending dilakukan dengan bantuan alat Crusher

(Primary Crusher dan Secondary Crusher), dimana alat

Crusher ini dapat mengecilkan ukuran fragmentasi dari

batubara dan menempatkan batubara sesuai dengan kualitas

yang diperlukan dengan bantuan Belt Conveyor.

(2) Washing Plant (Pencucian Batubara)

Washing plan merupakan tahapan yang perlu dilakukan

pada saat kualitas batubara memiliki kadar abu yang tinggi

(dirty coal). Tujuan dari pencucian ini yaitu unruk mengurahi

persentase ash content dari batubara.

h) Pengapalan Batubara

Setelah batu bara diolah di crusher, batubara dibawa

menuju Pelabuhan Bunyut untuk selanjutnya dilakukan proses


33

pengapalan. Proses pengapalan batubara dilakukan oleh bagian

product load out (PLO) dan apabila diperlukan proses

pencampuran (blending), maka product load out

bertanggungjawab untuk menangani proses tersebut sehingga

mendapatkan kadar batubara yang sesuai dengan permintaan

konsumen.

i) Reklamasi dan Revegetasi

Reklamasi merupakan upaya yang dilakukan untuk

memperbaiki lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya.

(lihat Gambar 16). Hal ini dilakukan sebagai bentuk peranan PT.

Trubaindo Coal Mining sebagai perusahaan yang berwawasan

lingkungan.

Tahapan aktivitas reklamasi dan revegetasi yaitu sebagai

berikut:

(1) Sebelum dilakukannya kegiatan reklamasi, terlebih dahulu

depertemen mine rehabilitation melakukan pembibitan

tanaman yang akan dipakai pada kegiatan revegetasi

nantinya.
34

Sumber: Dokumentasi Penuls

Gambar 16
Kegiatan Pembibitan Tanaman Inti

(2) Pada Top Soil Stock, Excavator Teeth Bucket melakukan

pemuatan ke unit Dumptruck.

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 17
Loading Top Soil dari Top Soil Stock
35

(3) Selanjutnya Dumptruck melakukan hauling ke disposal area

dan melakukan dumping top soil.

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 18
Dumping Top Soil di Area Disposal

(4) Setelah top soil di pindahkan ke disposal area, maka kegiatan

selanjutnya yaitu spreading area. Spreding area dilakukan

dengan bantuan unit Dozer untuk meratakan lapisan top soil.

Ketebalan lapisan top soil yang di spreading yaitu setebal

0,7-1 meter (Berdasarkan SOP).


36

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 19
Perataan Top Soil oleh Dozer D85E-SS

(5) Setelah disposal area dilapisi dengan top soilsetebal 0,7-1

meter, langkah selanjutnya yaitu penanaman tanaman Cover

Crop. Tanaman cover crop adalah jenis tanaman yang cepat

merambat dan berguna untuk mengembalikan serta

melindungi kualitas unsur hara dari top soil.

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 20
Tanaman Cover Crop
37

(6) Melakukan penanaman tanaman fast growing (seperti Sengon,

Dua Banga, dan Jabon). Penanamannya dilakukan dengan

jarak 4 x 4 meter dan dimensi setiap lubang tanam sebesar 40

cm x 40 cm x 40 cm.

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 21
Tanaman Fast Growing (Sengon)

(7) Setelah ujung tajuk dari tanaman fast growing bertemu, maka

dilakukan penanaman tanaman utama (seperti Ulin, Meranti,

dan Jelutung). Penanaman tanaman utama ini dilakukan

dengan jarak 8 x 8 meter dengan dimensi setiap lubang tanam

sebesar 40 cm x 40 cm x 40 cm.
38

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 22
Tanaman Inti yang Berada di Tengah Tanaman Sisipan

(8) Setelah semua kegiatan penanaman selesai, maka dilakukan

perawatan pada daerah reklamasi tersebut yang dilaksanakan

setiap 3–6 bulan sekali.


39

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar 23
Area Rehabilitasi Daerah Bekas Tambang

4. Tahap Pasca PLI.

Adapun tahapan kegiatan yang harus dilakukan pasca PLI adalah

sebagai berikut:

a. Setelah selesai melaksanakan PLI penulis kembali ke kampus dan

melapor kepada dosen pembimbing bahwa penulis sudah selesai

melaksanakan kegiatan PLI.

b. Penulis menyerahkan laporan PLI dan formulir penilaian PLI kepada

dosen pembimbing.

c. Selanjutnya penulis akan melaksanakan Desiminasi di Jurusan Teknik

Pertambangan FT-UNP.

F. Hambatan dan Penyelesaian

Dari keseluruhan kegiatan yang telah penulis lakukan selama

melaksanakan PLI di PT.Trubaindo Coal Mining,ada beberapa hambatan atau

permasalahan yang terjadi, diantaranya yaitu tingginya curah hujan yang


40

menyebabkan tergenangnya air pada front penambangan sehingga proses

penambangan sering terganggu.

Selainitu, alat berat yang digunakan untuk kegiatan overburden

removal sering mengalami kerusakan sehingga penyulitkan penulis untuk

melakukan pengambilan data di lapangan. Untuk memperbanyak data, penulis

harus menunggu sampai alat tersebut ready dan siap untuk melakukan

pekerjaannya lagi.

G. Temuan Menarik

1. Metode Penambangan Pada Final Pit

PT.Trubaindo Coal Mining menggunakan metode penambangan V

Cutpada final pit, yaitu membuat lantai dasar pada pit membentuk seperti

huruf V dengan tujuan untuk memaksimalkan pengambilan batubara

sehingga dapat meningkatkan produksi. (Lihat gambar 24)

Sumber: DokumentasiPenulis

Gambar 24
V Cut padaFinal Pit
41

2. Tidak Menggunakan Blasting Pada Kegiatan Overburden Removal.

PT. Riung Mitra Lestari merupakan salah satu kontraktor yang

bekerja dalam kegiatan penambangan di area PT. Trubaindo Coal Mining.

Pada pit yang dikerjakan oleh PT. Riung Mitra Lestari yaitu P7500 B09

tidak melakukan kegiatan peledakan karena lokasinya yang berdekatan

dengan pemukiman masyarakat setempat, rumah ibadah, dan camp PT.

Trubaindo Coal Mining (PT. TCM).

Sumber: PT Riung Mitra Lestari

Gambar 25
Radius P7500 B09 dengan Lokasi Sekitar

Oleh karena itu, untuk pemberaian material overburden dilakukan dengan

kegiatan ripping oleh dozer ripper.


42

3. Terdapatnya Sumber Mata Air pada Lapisan Batubara

Mata Air

Sumber: DokumentasiPenulis

Gambar 26
Terdapatnya Mata Air pada Lapisan Batubara

4. Tanaman Inti dalam Kegiatan Reklamasi Tidak Bisa Tumbuh di Tengah-

Tengah Tanaman Sisipan.


43

Tanaman Inti

Sumber: DokumentasiPenulis

Gambar 27
Tanaman Inti yang Tidak dapat Tumbuh

Dari temuan menarik di atas, selanjutnya yang menjadi topik bahasan

penulis yaitu tentang penggunaan metode ripping dalam kegiatan overburden

removal dengan judul “Kajian Produktivitas Dozer Ripper pada Aktivitas

Overburden Removal di PT. Trubaindo Coal Mining, Kalimantan

Timur”.
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Masalah

PT. Trubaindo Coal Mining merupakan salah satu perusahaan swasta

nasional yang bergerak dalam bidang usaha pertambangan batubara, yang

terletak di Kecamatan Muara Lawa, Kabupaten Kutai Barat, Propinsi

Kalimantan Timur.

Batubara merupakan salah satu energi alternatif pengganti minyak bumi

dan gas alam yang jumlah cadangannya cukup besar serta kualitasnya

bervariasi di Indonesia.

Dewasa ini, kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam bidang

industri pertambangan telah banyak memberikan kemudahan dalam kegiatan

penambangan. Untuk kegiatan pengupasan lapisan tanah penutup

(overburden) pada umumnya dilakukan dengan peledakan. Akan tetapi, untuk

pengupasan tanah penutup (overburden) di PT. Trubaindo Coal Mining

daerah North Blok dengan kontraktor PT Riung Mitra Persada (PT.RML)

menggunakan metode ripping untuk kegiatan tersebut. Hal ini disebabkan

oleh:

1. Lokasi penambangan tesebut berdekatan dengan pemukiman warga,

tempat ibadah, dan camp PT. Trubaindo Coal Mining.

44
45

Sumber: PT Riung Mitra Lestari

Gambar 28
Radius P7500 B09 dengan Lokasi Sekitar

Berdasarkan TCM-SOP Drilling and Blasting(2011:7) “… garis

batas jarak radius aman dari lokasi peledakan 300 meter untuk alat/unit

operasi, serta 500 meter untuk manusia,…”.Pada gambar di atas dapat

dilihat bahwa camp Adong dan rumah ibadah termasuk dalam radius aman

peledakan untuk alat/unit operasi sehingga tidak efektif untuk

dilakukannya kegiatan peledakan.

2. Berdasarkan litologi batuannya, lokasi penambangan P7500 B09 memiliki

kekerasan batuan dalam range medium-hard.


46

Sumber: Geology Department PT. Trubaindo Coal Mining

Gambar 29
Litologi Batuan P7500 B09

Pelaksanaan ripping dilakukan dengan alat mekanis yaitu dozer

ripper. Pemilihan alat mekanis tersebut disadari atas target produksi sesuai
47

dengan yang telah direncanakan sebelumnya, dengan memperhatikan

faktor–faktor yang mempengaruhi produktivitas seperti jenis material,

kekerasan material, dan front kerja.

B. Kajian Teoritis

Kegiatan pembongkaran lapisan penutup dapat dilakukan dengan

berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan metode penggaruan

(ripping).

Ripping menjadi pilihan alternatif apabila excavator tidak

memungkinkan atau dianggap tidak lagi ekonomis untuk melakukan

penggalian langsung (direct digging). Prinsip kerjanya adalah dengan

melakukan penetrasi shank ripper ke dalam batuan kemudian ditarik oleh

traktor (bulldozer) dengan jarak, kecepatan dan arah tertentu.Batuan yang

terbongkar didorong dan dikumpulkan dengan blade bulldozer ke tempat yang

sudah ditentukan (loading point) untuk kemudian dimuat dan diangkut.

Volume batuan yang terbongkar sangat tergantung pada sifat-sifat batuan dan

teknik pengoperasiannya.

Dalam proses penggaruan terjadi keruntuhan batuan (failure), yaitu

hilangnya kekuatan batuan yang disebabkan adanya tegangan. Ketika

konsentrasi tegangan pada tip (ujung shank) melebihi kekuatan batuan

(compressive strength), maka akan terjadi keruntuhan geser (shear failure)

yang memungkinkan penetrasi awal oleh tip. Selama traktor (bulldozer)

bergerak maju maka akan terjadi keruntuhan tarik (tensile failure) (lihat

Gambar 30)
48

Gambar 30
Proses Penetrasi Shank Ripper
Mekanisme penggaruan berdasarkan beberapa kondisi batuan yang

berbeda, yaitu ploughing, loosening, crushing, tearing, splitting and flexing

dan prying out (Fiona Mac Gregor, 1994 dalam Aditya Nugroho 2015:20),

(lihat Gambar 31).

1. Ploughing

Terjadi pada batuan lepas.

2. Loosening

Terjadi pada batuan rapuh dengan spasi bidang lemah yang rapat (0,1 - 0,3

m).

3. Crushing

Terjadi pada batuan lunak.

4. Tearing

Terjadi pada batuan dengan strata miring (inclined) dan banyak memiliki

perlapisan.

5. Splitting and Flexing

Terjadi pada batuan dengan strata horisontal, lempengan batuan terangkat


49

yang kemudian terbongkar.

6. Praying Out

Terjadi pada batuan bongkah-bongkah (boulder).

Gambar 31
Mekanisme Penggaruan

1. Komponen Ripper

Dalam penggunaannya, pemilihan ripper yang sesuai sangat penting

dalam suatu proyek guna efektivitas dan efisiensi pekerjaan yang termasuk

dalam faktor biaya.Pemilihan didasarkan pada sifat-sifat batuan dan

kondisi lapangan. Pemilihan meliputi macam-macam ripper, tipe tip, tipe

shank dan spesifikasi mesin traktor (bulldozer).

a. Komponen Utama Ripper

Ripper terdiri dari beberapa komponen utama (lihat Gambar 32), yaitu:
50

1) Tip

Komponen ini berupa baji yang masuk ke dalam formasi batuan.

Penetrasi awal sangat menentukan suatu batuan untuk dapat digaru.

2) Shank

Komponen ini berupa cakar baja yang meneruskan energi ripper ke

tip, kemudian membongkar batuan saat ditarik oleh bulldozer. Pada

batuan abrasif digunakan plat pelindung (shank protector) untuk

menambah usaha traksi (traction effort), penajaman (self

sharpening) dan untuk membantu meningkatkan produktivitas

penggaruan.

3) Tool Bar

Komponen ini berupa kotak (tempat) shank terpasang.Komponen ini

dinaikkan dan diturunkan oleh power assembly.

4) Power Assembly

Komponen ini terdiri dari lengan dan silinder hidrolik yang

digunakan untuk mengangkat dan menurunkan tool bar.

Gambar 32
Komponen Ripper
51

b. Macam-Macam Ripper

Macam-macam jenis ripper dibedakan menurut keadaannya, yaitu:

1) Ripper yang berupa alat tersendiri.

a) Ripper yang ditarik oleh kendali (controlled), yaitu:

(1) Ripper dengan kendali kabel (cable contolled)

(2) Ripper dengan kendali hidrolik (hydraulic controlled)

b) Ripper yang sekarang dikenal, bisa dipasangkan dengan

bulldozer (yang berfungsi sebagai traktor). Berdasarkan cara

gerak naik dan turunnya attachment ada tiga tipe ripper (lihat

Gambar 33), yaitu:

(1) Tipe Hinge (Engsel)

Lengan dan shank bergerak naik turun pada satu titik

yang tetap (fixed point). Selama shank masuk ke dalam

batuan dengan kedalaman maksimum, maka sudut yang

terbentuk antara shank dan bidang horisontal batuan (tooth

angle) dapat berubah secara konstan. Kelebihan tipe ini dapat

membentuk tooth angle saat penetrasi, namun tidak dapat

diatur untuk kondisi yang bervariasi.

(2) Tipe Parallelogram

Lengan dan shank bergerak naik turun dimana tip

menetap pada satu titik dengan sudut yang konstan. Tipe ini

memiliki kelebihan pada kedalaman penetrasi, namun tidak

dapat merubah tooth angle saat menggaru batuan keras. Tipe


52

ini didasarkan pada jumlah giginya, yaitu:

(a) Gigi tunggal (single shank)

(b) Gigi banyak (multi shank)

(3) Tipe Adjustable Parallelogram

Tipe ini merupakan kombinasi antara tipe hinge dan

tipe parallelogram sehingga mempunyai gerakan menancap

sesuai dengan yang dikehendaki oleh sifat-sifat batuan yang

akan digaru. Tipe ini didasarkan pada jumlah gigi nya, yaitu:

(a)Gigi tunggal (single shank)

(b) Gigi banyak (multi shank)

Mudah atau tidaknya gigi (shank) ripper melakukan

penetrasi ke permukaan suatu batuan, bergantung pada sudut

penetrasi (penetration angle), yang disebut dengan sudut

penetrasi adalah sudut yang dibuat antara permukaan batuan

dengan gigi ripper searah majunya gerakan bulldozer, A =

sudut penetrasi - gerakan bulldozer kearah kiri.


53

Sumber: Hanbook of Ripping dalam Yanto Indonesianto(2015: 27)

Gambar 33
Sudut Penetrasi Ripper

Gigi-gigi ripper dapat diganti apabila sudah aus, tetapi

penggantiannya jangan sampai dilakukan setelah keausan

mencapai inti gigi, sebab akan sia-sia. Bila hal ini terjadi,

maka ripper harus diganti seluruhnya.

c. Tipe Tip

Ada dua tipe tip, yaitu: centerline dan penetration (lihat Gambar

24). Tipe centerline digunakan untuk batuan kompak dan padat

sedangkan tipe penetration digunakan untuk batuan yang lunak (very

low abrasive).Kedua tipe tersebut masing-masing terbagi menjadi tiga

berdasarkan ukuran panjangnya, short, intermediate dan long (lihat

Gambar 25). Short tip digunakan dalam kondisi extreme impact untuk

batuan keras, long tip digunakan dalam kondisi low impact untuk

batuan lunak dan mudah digaru, serta intermediate tip digunakan untuk
54

kondisi sedang (moderate).

Sumber: Handbook of Ripping Caterpillar

Gambar 34
Centerline dan Penetration Tip

Sumber: Handbook of Ripping dalam YantoIndonesianto( 2015: 29)

Gambar 35
Macam-Macam Panjang Tip dan Penempatannya Pada Shank
55

d. Tipe Shank

Shank terbagi menjadi dua, yaitu single (giant) shank dan multi

shank (lihat Gambar 36 dan 37).Multi shank digunakan untuk batuan

lunak seperti top soil dan batuan lapuk, sedangkan single shank untuk

batuan keras dan kompak. Bentuk shank ripper ada tiga macam, yaitu

straight, curved dan smooth profile speed (lihat Gambar 38).

Straight shank digunakan untuk batuan keras, curved shank

digunakan untuk batuan lunak dan smoothp profile speed shank

merupakan kombinasi dari straight shank dan curvedshank sehingga

dapat memperbesar traksi saat menggaru batuan dan digunakan untuk

batuan keras.

Sumber: Yanto Indonesianto (2015: 26)

Gambar 36
Multi Shank Ripper
56

Sumber: Yanto Indonesianto (2015: 26)


Gambar 37
Singel (Giant) Shank Ripper

Sumber: Hanbook of Ripping dalam Yanto Indonesianto (2015: 28)

Gambar 38
Tipe-TipeShank

2. Batuan Yang Dapat Digaru

Batuan yang dapat digaru (ripping) berdasarkan dari sifat fisiknya, yaitu:

a. Batuan yang memiliki bidang lemah berupa kekar (joints).

b. Batuan hasil pelapukan atau batuan yang lapuk (weathered).

c. Batuan yang brittle dan memiliki struktur kristalin.

d. Batuan yang memiliki bidang perlapisan atau berstruktur stratifikasi.

e. Batuan yang terbentuk dari kumpulan butiran-butiran yang besar.

f. Batuan yang memiliki “kuat tekan rendah” (low compressive strength).

Dapat atau tidaknya batuan digaru juga dapat dilihat berdasarkan


57

kecepatan rambat gelombang seismik refraksi. Sehingga kemampuan

unjuk kerja (performance) bergantung pada:

a. Besarnya tekanan yang diteruskan oleh tip pada batuan yang akan

digaru.

b. Besarnya tenaga mesin ripper, dinyatakan dengan FHP (flywheel horse

power).

c. Berat total ripper (termasuk bulldozer).

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kemampugaruan (Rippability)

Pemilihan alat garu yang sesuai tidak lepas dari studi lapangan dan

uji laboratorium mengenai sifat-sifat batuan, terutama kekerasan batuan.Di

lapangan selalu dijumpai batuan dengan ragam kekerasan. Oleh sebab itu,

ada batuan yang mudah digaru, susah digaru, sangat susah digaru, ekstra

susah digaru dan tidak dapat digaru (Weaver, 1975 dalam Aditya Nugroho

2015:26). Kemampugaruan merupakan suatu ukuran batuan yang dapat

digaru, yang kemudian diklasifikasikan berdasarkan tingkat kemudahan

penggaruan.Kemampugaruan didasarkan pada sifat-sifat batuan dan

kondisi geologi, seperti tipe batuan, kecepatan seismik, kekerasan,

kekuatan, pelapukan, struktur batuan dan kemas batuan.

a. Tipe Batuan

Tipe batuan tertentu memilki sifat-sifat tersendiri, maka

identifikasi tipe batuan menjadi hal pertama yang mungkin dilakukan

untuk memperoleh petunjuk tentang perilaku batuan.Pada umumnya,

penggaruan sering dilakukan pada batuan sedimen, yang merupakan


58

batuan yang terbentuk dari partikel-partikel batuan yang sudah ada,

baik dari batuan beku, batuan matamorf, maupun batuan sedimen itu

sendiri.

b. Kecepatan Seismik

Metode dengan menggunakan parameter kecepatan seismik telah

banyak digunakan secara luas untuk memprediksi tingkat

kemampugaruan batuan. Kecepatan gelombang seismik tergantung

pada densitas, porositas, kadar air dan tingkat pelapukan batuan.

Semakin tinggi kecepatan seismik pada batuan, maka penggaruan akan

relatif lebih susah. Secara umum batuan dengan kecepatan seismik

1.200 m/s termasuk batuan yang mudah digaru, 1.200-2.150 m/s

termasuk susah digaru dan >2.150 m/s tidak bisa digaru.

Beberapa pabrik alat mekanis seperti Caterpillar dan Komatsu

juga mengeluarkan kriteria penggalian menurut kecepatan rambat

gelombang seismik untuk menunjukan tingat kemudahan penggaruan.


59

Sumber:Komatsu HandbookEdition 30

Gambar 39
Kemampuan Ripping Berdasarkan Kecepatan Gelombang Seismik

c. Kekerasan Batuan

Kekerasan adalah daya tahan dari suatu bidang permukaan batuan

terhadap goresan (abrasi). Kekerasan dipakai untuk mengukur sifat-sifat

mekanis dari batuan dan dapat juga dipakai untuk menyatakan besarnya

tegangan yang diperlukan untuk menyebabkan kerusakan pada batuan.

Kekerasan batuan merupakan fungsi dari komposisi butiran mineral,

porositas dan derajat kejenuhan. Kekerasan batuan diklasifikasikan

dengan skala (Frederich Van Mohs, 1882 dalam Aditya Nugroho

2015:28), (lihat Tabel 3).


60

Tabel 3
Skala Mohs
Nama Skala
Mineral Mohs Keterangan

Talk 1 Sangat lunak

Gipsum 2 Mudah tergores oleh kuku jari

Hanya tergores oleh kuku jari jika searah


Kalsit 3 bidang belahnya

Fluorit 4 Tidak tergores oleh kuku jari

Apatit 5 Sama keras dengan gigi

Sama keras dengan baja, cocok sebagai


Feldspar 6 batu mulia

Kuarsa 7 Dapat menggores kaca dan baja

Dapat menggores kuarsa dan memotong


Topaz 8 kaca

Dapat menggores topaz, tapi mudah


Korundum 9 tergores intan

Benda terkeras, hanya dapat digores oleh


Intan 10 intan

d. Kekuatan Batuan

Kekuatan mekanik suatu batuan merupakan daya tahan batuan

terhadap gaya dari luar, baik bersifat statik maupun dinamik. Pada

prinsipnya kekuatan batuan tergantung pada komposisi dari mineral

yang terkandung didalam batuan, terutama kandungan kuarsa. Batuan

yang kuat memerlukan energi yang besar untuk menghancurkannya.

Penggaruan maupun metode penggalian lain sangat dipengaruhi oleh

kekuatan batuan. Pada proses penggaruan, batuan terbongkar


61

disebabkan adanya gaya compressive dan tensile yang bekerja sehingga

dalam penaksiran kemampugaruan tidak lepas dari kekuatan batuan

(Weaver, 1975 dalam Aditya Nugroho 2015:28), (lihat Tabel 4).

Tabel 4
Hubungan Kekuatan Batuan Dengan Klasifikasi Penggaruan (Weaver,
1975 dalam Aditya Nugroho 2015:28)
Deskripsi Kekuatan Kekuatan Batuan Kecepatan Seismik Klasifikasi
Batuan (MPa) (m/s) Penggaruan

1
,
Sangat lunak 7 1,7 -3,0 450 - 1.200 Mudah garu

Lunak 3,0 – 10 1.200 - 1.500 Susah garu

1 Sangat susah
Keras 0 10 - 20 1.500 - 1.850 garu

2 Ekstra susah
Sangat keras 0 20 - 70 1.850 - 2.150 garu

Ekstra keras > 70 > 2.150 Peledakan

e. Pelapukan Batuan (Rock Weathering)

Pelapukan batuan terjadi sebab adanya pengaruh hydrosphere dan

atmosphere. Pelapukan bisa terjadi sebab disintegrasi mekanis maupun

dekomposisi kimia atau keduanya. Pelapukan yang terjadi sebab

disintegrasi mekanis dapat dilihat dengan adanya rekahan batuan

(kekar) dan retakan pada belahan (cleavage) butir mineral. Sedangkan

pelapukan kimia menghasilkan perubahan kimia pada mineralnya.

Dengan adanya pelapukan, maka kekuatan densitas dan stabilitas

volumetrik batuan akan menurun sedangkan deformabilitas dan


62

porositas akan meningkat. Oleh sebab itu, pelapukan merupakan

parameter yang berpengaruh pada kekuatan batuan hubungannya

dengan proses penggaruan.

f. Struktur Batuan

Struktur batuan seperti kekar (rekahan), bidang perlapisan,

belahan dan patahan akan berpengaruh terhadap penggaruan batuan.

Struktur batuan berupa ketidakmenerusan dapat menggambarkan

gangguan mekanis pada sifat batuan. Parameter kekar yang diukur

hubungannya terhadap kemampugaruan batuan antara lain orientasi

kekar, spasi, kemenerusan dan batuan pengisi. Selain itu bentuk dan

ukuran bongkah batuan hasil penggaruan akan mempunyai

kecenderungan mengikuti rekahan-rekahan yang ada.

g. Kemas Batuan (Rock Fabric)

Kemas (fabric) merupakan suatu ukuran untuk menggambarkan

struktur mikro dan tekstur batuan. Batuan berbutir kasar (ukuran butir

>5 mm) seperti konglomerat, batubara dan batupasir bisa digaru dengan

lebih mudah dari pada batuan berbutir halus (ukuran butir <1 mm)

seperti kuarsa, basalt dan batugamping.

4. Metode Analisis Kemampugaruan

Suatu pekerjaan yang berhubungan dengan penggalian menerapkan

metode-metode sistematis yang digunakan dalam klasifikasi massa batuan.

Hal ini dilakukan untuk mempermudah pekerjaan tersebut. Metode-

metode ini dirancang untuk membantu dalam pemilihan dan optimalisasi


63

alat yang akan digunakan. Banyak penelitian dilakukan untuk

mengembangkan metode yang dapat memperkirakan kemampugaruan

suatu massa batuan. Metode yang digunakan dalam menentukan

kemampugaruan suatu massa batuan dikelompokan menjadi dua, yaitu

metode langsung dan metode tak langsung (Basarir dkk, 2004 dalam

Aditya Nugroho 2015:30).

Metode langsung dilakukan dengan cara uji coba di lapangan untuk

evaluasi hasil produksi penggaruan dari alat garu. Bobot dan tenaga (horse

power) alat garu dibandingkan dengan jumlah produksi yang didapat.Jika

uji coba di lapangan tidak memungkinkan, maka metode tak langsung

menjadi pilihan untuk menaksir kemampugaruan.

a. Metode Langsung (Direct Method)

Metode langsung dilakukan dengan uji coba di lapangan secara

langsung dengan alat garu. Metode ini dilakukan untuk evaluasi hasil

penggaruan aktual pada massa batuan tertentu yang dinyatakan dalam

volume per satuan waktu (bcm/jam). Ada tiga metode yang umum

dalam uji coba ini, yaitu:

1) Volume Berdasarkan Sayatan (Volume By Cross Sectioning) Pada

metode ini luas wilayah yang akan digaru dan luas wilayah yang

telah digaru (dipindahkan materialnya) akan dibuat sayatan

melintang. Volume batuan dibagi dengan waktu yang digunakan

selama penggaruan.
64

2) Volume Berdasarkan Berat (Volume By Weight)

Batuan yang telah digaru dihitung bobotnya, kemudian dibagi

dengan waktu yang digunakan selama penggaruan.

3) Volume Berdasarkan Panjang (Volume By Length)

Metode ini merupakan pengukuran waktu penggaruan terhadap jarak

tertentu. Panjang lintasan batuan yang digaru, lebar spasi penggaruan

dan kedalaman penetrasi akan dicatat, kemudian dilakukan estimasi

volume.

b. Metode Tak Langsung (Indirect Method)

Metode tak langsung mencakup teknik geofisika yang berfungsi

untuk mendeteksi perubahan sifat fisik batuan di bawah permukaan,

metode grafis dan metode grading (pembobotan parameter) yang

merupakan metode dalam menganalisis kemampugaruan suatu massa

batuan.

1) Metode Kecepatan Seismik

Metode berdasarkan kecepatan gelombang seismik merupakan

metode yang populer dalam identifikasi karakteristik massa batuan

yang dapat menjadi acuan dalam pemilihan metode penggalian.

Metode kecepatan gelombang seismik dapat mewakili beberapa sifat

batuan seperti porositas, densitas, ukuran dan bentuk butir,

anisotropi, mineralogi dan kadar air. Dalam dekade 1920 hingga

1930, metode seismik biasa digunakan dalam eksplorasi minyak dan

kemudian diterapkan dalam pekerjaan penggalian. Metode seismik


65

pertama digunakan oleh produsen bulldozer Caterpillar pada tahun

1958 (dalam Aditya Nugroho 2015:31) dan digunakan dalam

lingkup yang lebih luas pada tahun 1960 untuk kemampugaruan dari

tipe batuan yang berbeda-beda. Metode seismik dalam

memperkirakan kemampugaruan suatu massa batuan juga diusulkan

oleh Atkinson (1971), Bailey (1975), Church (1981) dan Komatsu

(1987) (dalam Aditya Nugroho 2015:31).

2) Metode Grafis

Pada metode ini menggunakan dua parameter, yaitu fracture

index dan point load index (PLI). Fracture index dipakai sebagai

ukuran karakteristik diskontinu dan didefinisikan sebagai jarak rata-

rata fraktur dalam sepanjang bor inti atau massa batuan. Kedua

parameter ini diplot dalam satu diagram untuk menduga

kemampugalian suatu massa batuan. Metode ini diperkenalkan

pertama kali oleh Franklin dkk (1971) (dalam Aditya Nugroho

2015:31) yang kemudian dimodifikasi oleh Bozdag (1988), dan

Pettifer dan Fookes (1994) (dalam Aditya Nugroho 2015:31)

5. Metode Grading (Pembobotan)

Kemampugaruan batuan tergantung pada nilai dari sifat-sifat batuan

seperti kekar, pelapukan, ukuran butir dan kekuatan massa batuan. Pada

dasarnya, pengujian batuan yang dilakukan dengan satu pengujian tidak

dapat menentukan sifat batuan. Oleh sebab itu, banyak pengujian yang

harus dilakukan untuk mendapatkan nilai dari sifat batuan.Selain itu,


66

kondisi kerja alat yang digunakan juga dapat mempengaruhi

kemampugaruan. Berdasarkan faktor-faktor inilah, sifat massa batuan

diberi nilai (bobot) untuk klasifikasi penggaruan. Metode grading pada

kemampugaruan pertama kali diperkenalkan oleh Weaver (1975) (dalam

Aditya Nugroho 2015:31) berdasarkan sistem RMR, namun kondisi air

tanah diabaikan dalam klasifikasi ini. Dengan menggunakan indeks dan

angka-angka yang menggambarkan kondisi yang berbeda-beda, indeks

total akan dihitung dan metode penggalian ditentukan. Metode grading

juga diusulkan oleh Kirsten (1982), Muftuoglu (1984), Smith (1986),

Singh dkk (1987), Karpuz (1990), Mac Greogor dkk (1992) (dalam Aditya

Nugroho 2015:31).

6. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Produksi Alat Garu

Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produksi alat garuantara

lain: waktu edar, metode penggaruan dan efisiensi kerja.

a. Waktu Edar

Waktu edar (cycle time) merupakan waktu yang diperlukan oleh

alat mekanis untuk satu siklus kerja. Semakin kecil waktu edar suatu

alat, maka produksi alat semakin tinggi.

Waktu edar alat garu adalah jumlah waktu yang diperlukan untuk

menggaru (ripping) panjang satu lintasan batuan sampai batuan tersebut

terbongkar. Persamaan waktu edar alat garu adalah:

Ctr = Tr1 + Tr2 + Tr3 + Tr4 ............................................... (1.1)


.
Ctr = Waktu edar alat garu (detik)
Tr1 = Waktu menancapkan shank (detik)
Tr2 = Waktu menggaru batuan (detik)
67

Tr3 = Waktu mengangkat shank (detik)


Tr4 = Waktu mundur (detik)

b. Metode Penggaruan

Yang termasuk dalam metode penggaruan, yaitu ukuran (berat)

bulldozer, jumlah shank dan arah penggaruan (Yanto Indonesianto,

2012 dalam Aditya Nugroho 2015: 33).

1) Ukuran (Berat) Bulldozer

Ukuran bulldozer yang digunakan untuk menggaru lapisan

penutup (batuan keras) sebaiknya dengan berat lebih dari 10 ton

(20.000 lb). Semakin besar ukuran bulldozer, maka akan lebih besar

pula produktivitasnya.

2) Jumlah Shank

Untuk menggaru lapisan tanah penutup (batuan keras)

digunakan shank dengan jumlah satu atau single shank (gaint),

sedangkan shank dengan jumlah lebih dari satu (multi shank) untuk

batuan lunak (top soil dan sub soil) dan batubara.

3) Arah Penggaruan

Arah penggaruan yang dapat digunakan untuk menggaru

batuan, yaitu: straight, cross dan diamond (lihat Gambar 30).

a) Straight merupakan metode penggaruan satu arah, baik secara

horisontal, vertikal atau diagonal.

b) Cross merupakan metode penggaruan dua arah secara tegak lurus

dengan straight dan dapat tidak tegak lurus (diagonal).

c) Diamond merupakan metode penggaruan tiga arah secara vertikal,


68

horisontal dan diagonal.

Penggaruan akan mudah dilakukan jika arah penggaruan

searah dengan arah umum dip bidang ketidakmenenerusan massa

batuan dan dapat menghasilkan fragmentasi yang relatif seragam.

Gambar 40
Metode Arah Penggaruan

c. Faktor Koreksi

1) Efisiensi Kerja

Efisiensi kerja merupakan salah satu faktor yang

mempengaruhi produksi yang menunjukkan berapa persen (%) dari

seluruh waktu kerja yang tersedia dapat dimanfaatkan untuk

bekerja atau waktu yang dimanfaatkan oleh alat untuk bekerja dari

sejumlah waktu kerja yang tersedia.

We
Ek = x 100 % ........................................................................(1.2)
Wt

We = Wt - (Wtd + Whd) ............................................................ (1.3)

Keterangan:
Ek = Efisiensi kerja (%)
We = Waktu kerja efektif (menit)
Wt = Waktu kerja yang tersedia (menit)
Wtd = Waktu hambatan yang tidak dapat dihindari (menit)
Whd = Waktu hambatan yang dapat dihindari (menit)
69

Efisiensi kerja dipengaruhi oleh nilai We (waktu kerja

efektif) dan Wt (waktu yang tersedia). Berikut ini adalah

komponen waktu yang mempengaruhi efisiensi kerja, antara lain:

a) Waktu Hambatan Yang Dapat Dihindari (Whd) Yang termasuk

dalam standby hours antara lain:

(1) Waktu istirahat lebih awal

Waktu yang terbuang disebabkan karyawan sudah

menghentikan aktivitas pekerjaannya di lokasi kerja

sebelum waktu istirahat yang sudah terjadwal tiba.

(2) Terlambat kerja setelah istirahat

Waktu yang terbuang disebabkan oleh operator dan

alat belum mulai bekerja kembali tepat setelah jam

istirahat selesai.

(3) Berhenti sebelum akhir kerja

Waktu yang terbuang disebabkan oleh berhenti

aktifitas kerja sebelum waktu yang ditentukan (waktu

akhir kerja).

b) Waktu Hambatan Yang Tidak Dapat Dihindari (Wtd) Yang

temasuk dalam repair hour antara lain:

(1) Persiapan sebelum bekerja

Waktu yang digunakan untuk pengarahan kepada semua

karyawan mengenai keselamatan kerja (safety), evaluasi

dan rencana yang akan dikerjakan.


70

(2) Gangguan cuaca

Disebabkan adanya hujan sehingga dapat mempengaruhi

kesediaan alat.

(3) Pengisian bakan bakar

Waktu yang digunakan untuk pengisian bahan bakar

terhadap alat agar alat tersebut siap untuk dioperasikan.

(4) Kerusakan dan perbaikan alat

Disebabkan oleh adanya kerusakan alat saat alat tersebut

dioperasikan. Misalnya: kerusakan mesin, sistem hidrolik,

perawatan dan lain-lain yang memerlukan waktu untuk

perbaikan terhadap alat.

(5) Pemeriksaan dan pemanasan alat

Waktu yang digunakan oleh operator untuk melakukan

pengecekan ringan terhadap kerusakan-kerusakan kecil

yang ada dan melakukan pemanasan terhadap alat saat awal

shift.

(6) Pindah posisi penempatan alat

Waktu yang digunakan untuk memindahkan alat dari suatu

tempat ke tempat lain dalam kegiatan penambangan.

Pindah posisi disebabkan adanya perintah dari pengawas.

2) Performance Alat

Performance alat meliputi nilai:

a) MA (Machinre Availability)
71

Merupakan perhitungan ketersediaan alat dengan

memperhitungkan waktu yang hilang karena kerusakan alat

(ketersediaan mekanis). Dirumuskan dengan:

𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠
Machine Availability (%) = 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠+𝐵𝑟𝑒𝑎𝑘𝐷𝑜𝑤𝑛𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠 × 100%…(1.4)

b) PA (Physical Availability)

Ketersediaan fisik adalah faktor yang menunjukkan

kesediaan alat untuk melakukan pekerjaan dengan

memperhitungkan waktu yang telah hilang akibat dari faktor

jalan rusak, hujan lebat, kabut, dan alasan fisik lainnya.

Dirumuskan dengan:

𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠 + 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑏𝑦 𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠


Physical availability (%) = x 100%........ (1.5)
𝑆𝑐ℎ𝑒𝑑𝑢𝑙𝑒𝑑 𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠

Standby hours adalah waktu dimana alat siap dipakai

tetapi karena suatu hal tidak dapat untuk beroprasi, seperti

contoh: jalan rusak, hujan lebat, dan kerusakan dari alat

pendukung lain.

Schedule hours jumlah seluruh jam kerja dimana

tambang dikerjakan yang meliputi hours worked, repair hours,

dan standby hours.

c) UA (Use of Availability)

Pemakaian kesediaan menunjukkan berapa persen dari

waktu yang digunakan oleh alat untuk beroperasi pada saat alat

rusak. Hal ini bertujuan untuk menentukan seberapa efektif alat


72

yang tidak rusak dan seberapa baik dari perawatan alat agar

tidak rusak.

𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠
Use of availability (%) = 𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠 + 𝑆𝑡𝑎𝑛𝑑𝑏𝑦 𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠x 100%.......... (1.6)

Persentase yang rendah menunjukan pengoperasian alat

tidak maksimal atau terdapat kurangnya tenaga operator.

d) EU (Eficiency Utilization)

Penggunaan efektif menunjukkan berapa persen dari

waktu yang digunakan oleh alat untuk bekerja dalam seluruh

waktu kerja yang tersedia.

𝑊𝑜𝑟𝑘𝑖𝑛𝑔 𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠
Effective utilization (%) = 𝑆𝑐ℎ𝑒𝑑𝑢𝑙𝑒𝑑 𝐻𝑜𝑢𝑟𝑠x 100%............................. (1.7)

Semakin tinggi penggunaan efektif berarti penggunaan

alat sudah baik.

3) Skill atau Kemampuan Operator

Kemampuan dari operator sangatlah berpengaruh dalam

perhitungan waktu, karena apabila operator tersebut

berpengalaman, ia dapat melakukan maneuver untuk pengisian

dengan cepat, dan operator shovel bila kurang berpengalaman saat

melakukan pengisian dapat memakan waktu yang cukup lama.

C. Data dan Analisa Data

Perencanaan pada suatu tambang merupakan hal yang sangat penting

keberadaannya dalam kelangsungan dari kegiatan penambangan. Kegiatan

penambangan itu sendiri terdiri dari kegiatan pembongkaran, pemuatan dan

pengangkutan yang masing-masing dari kegiatan tersebut memiliki waktu


73

edar yang berbeda-beda, oleh karena itu perlu dilakukan perhitungan terhadap

waktu yang dibutuhkan alat demi mencapai suatu target produksi.

1. Data

Data yang dibutuhkan untuk perhitungan produktivitas dozer

ripper dan excavator diantaranya:

a. Faktor Koreksi

Untuk perhitungan produktivitas dozer ripper digunakan beberapa

faktor koreksi, diantaranya:

1) Skill Operator

Nilai skill operator penulis asumsikan berdasarkan pengamatan

selama di lapangan.

2) Machine Availability (MA)

Nilai machine availability (MA) didapat dari nilai yang ada pada

tabel performance alat yang didapat dari perusahaan (lampiran E).

3) Efisiensi Kerja

Waktu kerja efektif dihitung dari awal mulai pengambilan data

pada tanggal 18 Februar-25 Maret 2016 yang diwakili oleh setiap

unit yang diamati. Sedangkan untuk waktu kerja yang tersedia,

terhitung 24 jam sehari. Pengambilan data cycle timedozer ripper

dilakukan selama 18 hari kerja, sehingga untuk perhitungan waktu

kerja yang tersedia yaitu:

18 × 24 jam = 432 jam


74

Waktu kerja efektif dozer ripper dapat dilihat dari tabel

performance alat pada lampiran E.

b. Perhitungan Produktivitas Dozer Ripper

Dalam perhitungan produktivitas dozer ripper diperlukan data cycle

time alat yang dapat dilihat pada lampiran D.

2. Analisa Data

a. Perhitungan Faktor Koreksi

1) Skill Operator

Skill operator yang digunakan adalah 85% yang

diasumsikan dari pengamatan selama pengambilan data di

lapangan, yaitu dari tanggal 18 Februari 2016 sampai dengan 25

Maret 2016.

2) Machine Availability (MA)

Machine Availability (MA) Merupakan perhitungan

ketersediaan alat dengan memperhitungkan waktu yang hilang

karena kerusakan alat (ketersediaan mekanis). Untuk pencarian

Machine Availability (MA) dugunakan rumus:


𝑊𝐻
MA = ×100%
𝑊𝐻+𝐵𝐷

Keterangan:
MA = Machine Availability (%)
WH = Working Hours (jam)
BD = Break Down(jam)

Nilai machine availability untuk perhitungan dozer Komatsu

D375A adalah 88%.


75

3) Efisiensi Kerja

Efisiensi kerja dihitung dengan menggunakan rumus:


𝑊𝑒
EK = 𝑊𝑡 × 100%

Keterangan:
Ek = Efisiensi kerja (%)
We = Waktu kerja efektif (jam)
Wt = Waktu kerja yang tersedia (jam)

Nilai efisiensi kerja untuk perhitungan dozer Komatsu D375A

adalah:

Waktu kerja yang tersedia = 18 hari × 24 jam = 432 jam

Waktu Kerja efektif = 291 jam


291
Efisiensi Kerja = 432 × 100%

= 67%

b. Perhitungan Produktivitas DozerRipper Komatsu D375A

Produktivitas dozer ripper dapat dihitung dengan menggunakan

rumus:
60
TP = 𝐶𝑡𝑟𝑥𝑃²𝑥𝑛𝑥𝐽𝑥𝑅𝑡𝑥 [𝐹𝑘]

Keterangan:
TP = Produksi Ripper (bcm/jam)
CT = Cycle Time Ripper (menit)
P = Kedalaman Ripping (meter)
n = Jumlah Gigi Ripper (shank)
J = Jarak Ripping (meter)
Rt = Ripper Faktor, Rt = 1
Fk = Faktor Koreksi

Dari data yang diambil pada tanggal 18 Februari sampai 25

Maret 2016 didapat rata–rata produkrivitas dozer ripper Komatsu

D375A yaitu sebesar 353,89 Bcm/jam.


76

Tabel 5
Rekapitulasi Analisa Data
No Kegiatan Hasil Keterangan
1 Faktor Koreksi: 85% Asumsi penulis
Skill Operator
2 Faktor Koreksi: 88% Berdasarkan data
Machine Performance Alat
Availability
3 Faktor Koreksi: 67% Berdasarkan data
Efisiensi Kerja Performance Alat
4 Produktivitas Dozer 353,89 Bcm/jam Produktivitas rata–
Ripper Komatsu rata dozer ripper
D375A Komatsu D375A tidak
memenuhi plan yang
telah ditetapkan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Dari kegiatan praktek lapangan industri yang telah dilakukan pada

tanggal 1 Februari sampai 17 April 2016 di PT. Trubaindo Coal Mining, maka

dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. PT. Trubaindo Coal Mining merupakan Subsidiary dari PT. Indo

Tambangraya Megah (Tbk) dan merupakan anak perusahaan dari BANPU

yang berlokasi di Thailand.

2. PT. Trubaindo Coal Mining merupakan industri pertambangan batubara

dengan sistem penambangan terbuka (surface mining) yang menggunakan

metode stip mine.

3. PT. Trubaindo Coal Mining merupakan perusahaan pemegangijin PKP2B

(Perjanjian Kerjasama Pengusahaan Pertambangan Batubara) seluas

23.650 Hektar.

4. Aktivitas penambangan yang ditemui selama orientasi lapangan di PT.

Trubaindo Coal Mining yaitu dimulai dari persiapan lahan, cruising dan

timbering, land clearing, top soil removal (pembongkaran lapisan tanah

pucuk), overburden removal (pembongkaran lapisan tanah penutup), coal

getting, coal processing plan, pengapalan, sampai pada reklamasi.

5. Deposit batubara di PT. Trubaindo Coal Mining menunjukan nilai kalori

batubara (Gross Calorific Value): 6400–6600 Kcal/Kg untuk blok Utara,

6100–7600 Kcal/Kg untuk blok Selatan.

77
78

6. Dari hasil perhitungan didapatkan produktivitas dozer ripper Komatsu

D375A sebesar 353,89 Bcm/jam.

B. Saran

1. Tetap mempertahankan penerapan dan meningkatkan pengelolaan

lingkungan yang telah diterapkan di perusahaan.

2. Perlunya perawatan rutin pada alat-alat mekanis mengingat sering

terjadinya kerusakan alat pada saat bekerja.

3. Diharapkan kegiatan maintenance pada Mine Rehabilitation dapat

dilakukan sesering mungkin agar tanaman utama tidak terlilit oleh

tanaman cover crop.


79

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2000.Handbook of Ripping. 12thEdition.U.S.A: Caterpillar.

Anonim. 2009. Specification and Application Handbook. 30th Edition. Japan:


Komatsu.

Indonesianto, Yanto. 2012. “Peran Kemampugaruan Ripperdozer Pada


Penambangan Batubara". Paper disajikan dalam Prosiding Simposium
dan Seminar Geomekanika ke-1”. Yogyakarta, 7-8 Juni.

Indonesianto, Yanto. 2015. “Pemindahan Tanah Mekanis”. Yogyakarta: Sekolah


Tinggi Teknologi Nasional.

Nugroho, Aditya. 2015. Kajian Teknis Produktivitas Ripping Bulldozer


Caterpillar D8R untuk Pembongkaran Lapisan Penutup di PT. Riung
Mitra Lestari Jobsite TCM, Muara Lawa, Kalimantan Timur. Skripsi.
Yogyakarta: Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.

Unit Hubungan Industri. 2015. “Pedoman Pengalaman Lapangan Industri (PLI)


Mahasiswa FT UNP". Padang: FT UNP.

Wijaya, Wiwid Apriliyanto Surya. 2015. Kajian Teknis Produktivitas Dozer


Ripper Dan Alat Muat untuk Memenuhi Target Produksi Di Pit
Trubaindo Coal Mining Kalimantan Timur. Laporan Penelitian.
Yogyakarta: Fakultas Teknologi Mineral UPN “Veteran” Yogyakarta.

Yuda, Andi dkk. “Standar Operational Prosedur Mine Operation Division".


Kalimantan Timur: PT. Trubaindo Coal Mining.

79
80

LAMPIRAN A
DATA CURAH HUJAN

Tabel 6
Curah Hujan Bulanan Tahun 2011 - 2015
Curah Hujan
Tahun Total
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Aug Sept Oct Nov Dec

2011 281 203 237 246 177 85 78 79 96 128 272 215 2,097

2012 378 225 352 221 261 90 117 77 41 80 180 186 2,208

2013 244 250 292 366 280 52 174 160 128 154 461 214 2,775

2014 191 127 281 431 125 135 81 117 27 11 199 130 1,855

2015 275 131 189 255 120 115 23 11 38 46 205 279 1,687
Rata -
Rata 274 187 270 304 193 95 95 89 66 84 263 205 2,124
Sumber : Mine Plan Dept. PT.Trubaindo Coal Mining

Rata-rata curah hujan bulanan tahun 2011 sampai dengan tahun 2015

adalah 2.124 mm dengan curah hujan tertinggi pada bulan November tahun 2013

yaitu 461 mm dan curah hujan terendah pada bulan Oktober 2014 dan Agustus

tahun 2015 sebesar 11 mm.


81

LAMPIRAN B
SPESIFIKASI ALAT GARU

Spesifikasi Umum

Merk = Komatsu

Tipe = D375A-6R

Engine power = 474 KW (636 HP)

Berat = 6800kg

Dimensi

Panjang = 10,239 m

Lebar = 4,695 m

Tinggi = 4,235 m

Mesin

Model = KOMATSU SAA6D170E-5 diesel engine

Sistem pendingin = Air-to-air cooled

Jumlah cylinder =6

Tangki bahan bakar = 1200 liter

Tangki oli = 86 liter

Hydraulic System

Max oil flow = 366 l/min

Undercarriage

Tipe = Lubricate track, fully sealed

Lebar tapak = 0,61 m

Jumlah rollers =8
82

Max travel speed = 11,8 – 15,8 km/hr

Spesifikasi Penggaruan

Tipe = Adjustable paealleogram (single shank)

Penetrasi Maksimal = 1,538 m

Jumlah Lubang (Puller) =3

Groung Pressure = 111 kPa

Sumber: Sumber: Specification & Application Handbook Komatsu, Edition 30

Gambar C.1
Dozer Komatsu D375A-6R
83

LAMPIRAN C
LOKASI PENELITIAN

Penelitian dan pengambilan data dilakukan pada Pit 7500 blok 9 di area

North Block yang dikerjakan oleh PT. Riung Mitra Lestari sebagai kontraktor

penambangan di PT. Trubaindo Coal Mining, Kalimantan Timur..


84

LAMPIRAN D
DATA CYCLE TIME

Data Cycle Time Dozer Ripper Komatsu D375A

No Tanggal Unit Section Total Cycle Time(detik)


1 18-Feb-16 D375A DZ309 N255 256 54.95
2 19-Feb-16 D375A DZ310 N255 256 64.11
3 20-Feb-16 D375A DZ310 N256 257 50.76
4 20-Feb-16 D375A DZ310 N254 255 51.02
5 22-Feb-16 D375A DZ310 N258 259 66.43
6 23-Feb-16 D375A DZ309 N257 258 41.38
7 24-Feb-16 D375A DZ309 N256 257 44.96
8 25-Feb-16 D375A DZ310 N256 257 40.27
9 26-Feb-16 D375A DZ310 N257 258 42.27
10 27-Feb-16 D375A DZ310 N257 258 82.41
11 29-Feb-16 D375A DZ310 N257 258 50.77
12 5-Mar-16 D375A DZ309 N253 254 56.94
13 8-Mar-16 D375A DZ321 N256 257 57.11
14 8-Mar-16 D375A DZ322 N255 256 57.51
15 9-Mar-16 D375A DZ323 N256 257 62.18
16 19-Mar-16 D375A DZ324 N255 256 46.73
17 19-Mar-16 D375A DZ325 N253 254 40.18
18 19-Mar-16 D375A DZ326 N253 254 54.42
19 22-Mar-16 D375A DZ309 N252 253 54.94
20 22-Mar-16 D375A DZ309 N251 252 36.27
21 23-Mar-16 D375A DZ309 N255 256 42.11
22 23-Mar-16 D375A DZ309 N254 255 35.07
23 24-Mar-16 D375A DZ309 N253 254 47.48
24 24-Mar-16 D375A DZ309 N255 256 34.97
25 24-Mar-16 D375A DZ309 N255 256 57.46
26 24-Mar-16 D375A DZ309 N254 255 56.89
27 24-Mar-16 D375A DZ309 N252 253 51.23
28 24-Mar-16 D375A DZ309 N253 254 53
29 24-Mar-16 D375A DZ309 N255 256 53.11
30 25-Mar-16 D375A DZ309 N251 252 51.93
85

Standby Break Down


Tanggal Unit Working Hours PA UA EU MA
Delay Idle STB SCM USM TRM ICM BD Time
18-Feb-16 DZ310 20.00 3.83 0.00 3.83 0.17 0.00 0.00 0.00 0.17 99% 84% 83% 99%
19-Feb-16 DZ310 20.00 3.75 0.00 3.75 0.25 0.00 0.00 0.00 0.25 99% 84% 83% 99%
20-Feb-16 DZ310 20.00 3.50 0.00 3.50 0.00 0.50 0.00 0.00 0.50 98% 85% 83% 98%
22-Feb-16 DZ310 16.00 2.05 5.70 7.75 0.00 0.25 0.00 0.00 0.25 99% 67% 67% 98%
PERFORMANCE ALAT

23-Feb-16 DZ309 18.00 5.17 0.00 5.17 0.50 0.33 0.00 0.00 0.83 97% 78% 75% 96%
24-Feb-16 DZ309 7.00 2.37 0.00 2.37 0.17 14.47 0.00 0.00 14.63 39% 75% 29% 32%
25-Feb-16 DZ310 15.00 3.28 5.50 8.78 0.22 0.00 0.00 0.00 0.22 99% 63% 63% 99%
LAMPIRAN E

26-Feb-16 DZ310 15.00 3.60 5.00 8.60 0.40 0.00 0.00 0.00 0.40 98% 64% 63% 97%
27-Feb-16 DZ310 19.00 2.00 3.00 5.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100% 79% 79% 100%
29-Feb-16 DZ310 16.00 5.25 2.50 7.75 0.00 0.25 0.00 0.00 0.25 99% 67% 67% 98%
5-Mar-16 DZ309 20.00 3.75 0.00 3.75 0.25 0.00 0.00 0.00 0.25 99% 84% 83% 99%
8-Mar-16 DZ309 6.00 0.28 0.00 0.28 0.42 17.30 0.00 0.00 17.72 26% 96% 25% 25%
9-Mar-16 DZ309 15.00 0.07 0.00 0.07 0.25 8.68 0.00 0.00 8.93 63% 100% 63% 63%
19-Mar-16 DZ309 18.00 6.00 0.00 6.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100% 75% 75% 100%
22-Mar-16 DZ309 16.00 4.75 0.00 4.75 0.00 3.25 0.00 0.00 3.25 86% 77% 67% 83%
23-Mar-16 DZ309 14.00 10.00 0.00 10.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100% 58% 58% 100%
24-Mar-16 DZ309 17.00 5.42 0.00 5.42 0.17 1.42 0.00 0.00 1.58 93% 76% 71% 91%
25-Mar-16 DZ309 19.00 5.00 0.00 5.00 0.00 0.00 0.00 0.00 0.00 100% 79% 79% 100%
Rata - Rata 89% 77% 67% 88%
291.00
16.17
86

LAMPIRAN F
DOKUMENTASI PENGAMBILAN DATA DI LAPANGAN

Sumber: Dokumentasi Penulis

Gambar F1
Dokumentasi Pengambilan Data Cycle Time Dozer

Sumber: Dokumentasi Penulis


87

Gambar F2
Pengukuran Panjang Shank Ripper

Anda mungkin juga menyukai