BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Pulau Sumatra tersusun atas dua bagian utama, sebelah barat didominasi oleh
keberadaan lempeng samudera, sedang sebelah timur didominasi oleh keberadaan
lempeng benua. Berdasarkan gaya gravitasi, magnetisme dan seismik ketebalan sekitar
20 kilometer, dan ketebalan lempeng benua sekitar 40 kilometer (Hamilton,
1979).Sejarah tektonik Pulau Sumatra berhubungan erat dengan dimulainya
peristiwa pertumbukan antara lempeng India-Australia dan Asia Tenggara, sekitar 45,6
juta tahun yang lalu, yang mengakibatkan rangkaian perubahan sistematis dari
pergerakan relatif lempeng-lempeng disertai dengan perubahan kecepatan relatif antar
lempengnya berikut kegiatan ekstrusi yang terjadi padanya. Gerak lempeng IndiaAustralia yang semula mempunyai kecepatan 86 milimeter/tahun menurun menjaedi 40
milimeter/tahun karena terjadi proses tumbukan tersebut. (Char-shin Liu et al, 1983
dalam Natawidjaja, 1994). Setelah itu kecepatan mengalami kenaikan sampai sekitar 76
milimeter/ tahun (Sieh, 1993 dalam Natawidjaja, 1994). Proses tumbukan ini pada
akhirnya mengakibatkan terbentuknya banyak sistem sesar sebelah timur India.
Keadaan
Pulau
Sumatra
menunjukkan bahwa
kemiringan
penunjaman,
punggungan busur muka dan cekungan busur muka telah terfragmentasi akibat proses
yang terjadi. Kenyataan menunjukkan bahwa adanya transtensi (trans-tension)
Paleosoikum Tektonik Sumatra menjadikan tatanan Tektonik Sumatra menunjukkan
adanya tiga bagian pola (Sieh, 2000). Bagian selatan terdiri dari lempeng mikro
Sumatra, yang terbentuk sejak 2 juta tahun lalu dengan bentuk geometri dan struktur
sederhana, bagian tengah cenderung tidak beraturan dan bagian utara yang tidak selaras
dengan pola penunjaman.
a. Bagian Selatan Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra menunjukkan sebuah pola geser kanan en echelon dan
terletak pada 100-135 kilometer di atas penunjaman.
2. Lokasi gunung api umumnya sebelah timur-laut atau di dekat sesar.
3. Cekungan busur muka terbentuk sederhana, dengan ke dalaman 1-2
kilometer dan dihancurkan oleh sesar utama.
4. Punggungan busur muka relatif dekat, terdiri dari antiform tunggal dan
berbentuk sederhana.
5. Sesar Mentawai dan homoklin, yang dipisahkan oleh punggungan busur
muka dan cekungan busur muka relatif utuh.
6. Sudut kemiringan tunjaman relatif seragam.
b. Bagian Utara Pulau Sumatra memberikan kenampakan pola tektonik:
1. Sesar Sumatra berbentuk tidak beraturan, berada pada posisi 125-140
kilometer dari garis penunjaman.
2. Busur vulkanik berada di sebelah utara sesar Sumatra.
3. Kedalaman cekungan busur muka 1-2 kilometer.
4. Punggungan busur muka secara struktural dan kedalamannya sangat
beragam.
5. Homoklin di belahan selatan sepanjang beberapa kilometer sama dengan
struktur Mentawai yang berada di sebelah selatannya.
6. Sudut kemiringan penunjaman sangat tajam.
c. Bagian Tengah Pulau Sumatra memberikan kenampakan tektonik:
1. Sepanjang 350 kilometer potongan dari sesar Sumatra menunjukkan posisi
memotong arah penunjaman.
2. Busur vulkanik memotong dengan sesar Sumatra.
3. Topografi cekungan busur muka dangkal, sekitar 0.2-0.6 kilometer, dan
terbagi-bagi menjadi berapa blok oleh sesar turun miring
4. Busur luar terpecah-pecah.
5. Homoklin yang terletak antara punggungan busur muka dan cekungan
busur muka tercabik-cabik.
Pulau Sumatra memanjang dari Barat Laut ke tenggara dengan panjang 1.650
km dari Ule Lhee sampai Tanjung Cina (Djodjo dkk, 1985) lebar pulaudibagian Utara
berkisar 100 200 Km dibagian Selatan mencapai 350 Km. Secara garis besar
topografi Pegunungan Sumatra dapat dibagi kedalam tiga bagian yang menjalur dari
Barat Laut - Tenggara sebagai berikut :
A. Bagian Barat, daerah ini berupa dataran memanjang sepanjang pantai yang
secara tidak menentu terpotong oleh igir-igir yang menyentuh pantai. Dataran
pantai memiliki lebar yang di berbagai tempat tidak sama. Dataran pantai yang
lebar hanya terdapat di beberapa tempat di antaranya di Meolaboh dan Singkil
di Sumatra Utara.
B. Bagian Tengah, bagian ini merupakan jalur vulkanis (Inner Arc) yang
menduduki bagian tengah Pulau Sumatra dengan posisi agak ke Barat. Jalur
ini dikenal denan sebutan Bukit Barisan. Bukit barisan ini memiliki lebar yang
Barisan). Di Utara Padang, sayap Bukit Barisan Barat Daya di duduki oleh
Danau Maninjau (a volcano tectonic trought), Gunung Talakmau dan
Gunung Sorikmarapi. Zone Semangko membenteng dari Danau Kerinci
sampai ke Danau Singkarak. Zone ini oleh Tobler disebut Schicfer Barisan
(Van Bemmelen, 1949) membentang memanjang searah dengan Sistem
Barisan baik di sumatra Tengah maupun Sumatra Selatan. Sayap Timur
Laut yang terletak di Utara Danau Singkarak ke Tenggara. Di sebelah Utara
Danau Singkarak sampai ke Rau berstruktur Horst dan Graben dengan
posisi memanjang.
3. Zona Barisan Sumatra Utara dibagi menjadi dua unit yang berbeda (Van
Bemmelen, 1949, 687) yaitu Tumor Batak dan pegunungan di Aceh.
a. Tumor Batak (The Batak Culmination with the Lake Toba) Tumor
Batak, panjang 275 Km dan lebar 150 Km. puncak tertinggi Gunung
Sibuatan 2.457 m di bagian Barat Laut Toba, Gunung Pangulubao
2151terletak di bagian Timur Toba. Di bagian Tenggara adalah G.
Surungan 2.173 m dan dibagian barat adalah Gunung Uludarat
2.157 m.
b. Pegunungan di Aceh Van Bemmelen menyebutkan bahwa
pegunungan Barisan di Aceh belum banyak disingkap sehingga
pembicaraan
mengenai
pengaruh
penggangkatan
pada
plio-
100 200 Km dibagian Selatan mencapai 350 Km. Secara garis besar topografi Pegunungan
Sumatra dapat dibagi kedalam tiga bagian yang menjalur dari Barat Laut - Tenggara sebagai
berikut :
Bagian Timur Pulau Sumatra sebagian besar berupa hutan rawa dan merupakan
dataran rendah yang sangat luas. Dataran rendah ini menurut Dobby merupakan
dataran terpanjang yang tertutup rawa di daerah tropik di Asia Tenggara (Djodjo dkk,
1985). Bagian Timur Sumatra selalu mengalami perluasan sebagai hasil pengendapan
material yang terbawa oleh aliran sungai dari sayap Timur Zone Barisan.
Di bagian arah Barat Pulau Sumatra (di Samudera India) terdapat deretan pulau-pulau
yang bersifat non vulkanik. Rangkaian pulau-pulau ini merupakan outerarc. Posisi
pulau-pulau memanjang arah Barat Laut - Tenggara. Di bagian Timur Pulau Sumatra
terdapat Kepulauan Riau, bangka, Belitung, Lingga, Singkep.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Nanggroe Aceh Darussalam
2.1.1 Fisiografis
Provinsi Aceh terletak antara 01o 58' 37,2" - 06o 04' 33,6" Lintang Utara dan
94o 57' 57,6" - 98o 17' 13,2" Bujur Timur dengan ketinggian rata-rata 125 meter di
atas permukaan laut. Pada tahun 2012 Provinsi Aceh dibagi menjadi 18 Kabupaten
dan 5 kota, terdiri dari 289 kecamatan, 778 mukim dan 6.493 gampong atau desa.
Batas-batas wilayah Provinsi Aceh:
5
1.
Meulaboh
12
Blangpidie
2.
Aceh
Barat
Daya
3.
Kota Jantho
23
4.
Calang
5.
Tapak Tuan
16
6.
Singkil
10
7.
Karang Baru
12
8.
Takengon
14
9.
Kutacane
11
10.
Idi Rayeuk
21
11.
Lhoksukon
27
12.
13.
Kab. Bireun
Bireun
17
14.
Blang Kejeren
11
15.
Suka Makmue
16.
Kab. Pidie
Sigli
22
17.
Meureudu
18.
Kab. Simeulue
Sinabang
19.
Banda Aceh
20
Kota Langsa
Langsa
21.
Kota Lhokseumawe
Lhokseumawe
22.
Kota Sabang
Sabang
23.
Kota Subulussalam
Subulussalam
Simpang
Tiga
Redelong
JUMLAH
264
dan
Singgkil;
yang
Topografi Aceh
Provinsi Aceh memiliki topografi datar hingga bergunung. Wilayah dengan
topografi daerah datar dan landai sekitar 32 persen dari luas wilayah, sedangkan
berbukit hingga bergunung mencapai sekitar 68 persen dari luas wilayah. Daerah
dengan topografi bergunung terdapat dibagian tengah Aceh yang merupakan gugusan
pegunungan bukit barisan dan daerah dengan topografi berbukit dan landai terdapat
dibagian utara dan timur Aceh. Berdasarkan kelas topografi wilayah, Provinsi Aceh
yang memiliki topografi datar (0 - 2%) tersebar di sepanjang pantai barat selatan
dan pantai utara timur sebesar 24.83 persen dari total wilayah; landai (2 15%)
tersebar di antara pegunungan Seulawah dengan Sungai Krueng Aceh, di bagian
pantai barat selatan dan pantai utara timur sebesar 11,29 persen dari total wilayah;
agak curam (15 -40%) sebesar 25,82 persen dan sangat curam (> 40%) yang
merupakan punggung pegunungan Seulawah, gunung Leuser, dan bahu dari sungaisungai yang ada sebesar 38,06 persen dari total wilayah.
Provinsi Aceh memiliki ketinggian rata-rata 125 m diatas permukaan laut.
Persentase wilayah berdasarkan ketinggiannya yaitu: (1) Daerah berketinggian 0-25 m
dpl merupakan 22,62 persen luas wilayah (1,283,877.27 ha), (2) Daerah berketinggian
25-1.000 m dpl sebesar 54,22 persen luas wilayah (3,077,445.87 ha), dan (3) Daerah
8
berketinggian di atas 1.000 m dpl sebesar 23,16 persen luas wilayah (1,314,526.86
ha).
2.1.3
Kondisi Geologi
Aktivitas geologi di wilayah Aceh dimulai pada zaman Miosen, yakni saat
diendapkannya batuan yang dikenal sebagai Formasi Woyla. Pada zaman tersebut
dihasilkan struktur geologi yang berarah selatan-utara, yang diikuti oleh permulaan
subduksi lempeng India-Australia terhadap lempeng Eurasia pada zaman Yura Akhir.
Pada periode Yura Akhir-Kapur diendapkan satuan batuan vulkanik. Selanjutnya, di
atas satuan ini diendapkan batu gamping (mudstone dan wreckstone) secara tak
selaras berdasarkan ditemukannya konglomerat atas.
Pada akhir Miosen, Pulau Sumatera mengalami rotasi searah jarum jam. Pada
zaman Pliopleistosen, arah struktur geologi berubah menjadi barat daya-timur laut, di
mana aktivitas tersebut terus berlanjut hingga kini. Hal ini disebabkan oleh
pembentukan letak samudera di Laut Andaman dan tumbukan antara Lempeng Mikro
9
Sunda dan Lempeng India-Australia terjadi pada sudut yang kurang tajam. Terjadilah
kompresi tektonik global dan lahirnya kompleks subduksi sepanjang tepi barat Pulau
Sumatera dan pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan pada zaman Pleistosen.
Pada akhir Miosen Tengah sampai Miosen Akhir, terjadi kompresi pada Laut
Andaman.
Sebagai
akibatnya,
terbentuk
tegasan
yang
berarah
NNW-SSE
merupakan wilayah yang rawan gempa bumi dan tanah longsor, disebabkan oleh
adanya aktivitas kegempaan dan kegunungapian yang tinggi. Banda Aceh sendiri
merupakan suatu dataran hasil amblesan sejak Pliosen, hingga terbentuk sebuah
graben. Dataran yang terbentuk tersusun oleh batuan sedimen, yang berpengaruh
besar jika terjadi gempa bumi di sekitarnya.
Penunjaman Lempeng India Australia juga mempengaruhi geomorfologi
Pulau Sumatera. Adanya penunjaman menjadikan bagian barat Pulau Sumatera
terangkat, sedangkan bagian timur relatif turun. Hal ini menyebabkan bagian barat
mempunyai dataran pantai yang sempit dan kadang-kadang terjal. Pada umumnya,
terumbu karang lebih berkembang dibandingkan berbagai jenis bakau. Bagian timur
yang turun akan menerima tanah hasil erosi dari bagian barat (yang bergerak naik),
sehingga bagian timur memiliki pantai yang datar lagi luas. Di bagian timur, gambut
dan bakau lebih berkembang dibandingkan terumbu karang.Dengan gambaran
tersebut di atas, maka tidak hanya wilayah Aceh, namun wilayah-wilayah lain di
pantai barat Sumatera, pantai selatan Jawa dan Nusa Tenggara juga perlu mewaspadai
kemungkinan bencana serupa.
Batuan di Aceh dapat dikelompokkan menjadi batuan beku dan batuan
metamorfik atau malihan, batuan sedimen dan gunungapi tua, batugamping, batuan
gunung api muda, serta endapan aluvium. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut:
1. Kelompok batuan beku dan batuan metamorfikterdiri dari: granit, diorit,
gabro, sekis, dan batu sabakterdapat di bagian tengah Bukit Barisan.
Batuan bersifat padu, kelulusan airnya rendah, daya dukung fondasi
bangunan umumnya baik, mampu mendukung bangunan bertingkat tinggi,
dan jarang menjadi akuifer. Granit, diorit, dan gabro dapat digunakan
sebagai bahan bangunan, meskipun tidak sebagus andesit. Tanah hasil
pelapukannya bertekstur lempung hingga pasir. Kesuburan potensialnya
tergolong sedang karena kandungan silikanya yang tinggi.
2. Kelompok batuan sedimen dan gunungapi tuaterdiri dari breksi,
konglomerat, dan lavaterdapat di bagian tepi Bukit Barisan dan daerah
perbukitan rendah yang membentang dari Sigli hingga Pangkalanbrandan di
Sumatera Utara. Sifat batuan umumnya padu, kelulusan airnya rendah,
11
beragam
tergantung
dari
banyaknya
rongga.
Pada
fault/transform) yang membelah pulau Sumatera dari Aceh sampai Selat Sunda yang
dikenal dengan Patahan Semangko. Zona patahan aktif yang terdapat di wilayah Aceh
adalah wilayah bagian tengah, yaitu di Kabupaten Aceh Besar, Pidie, Pidie Jaya, Aceh
Tengah, Gayo Lues, Aceh Tenggara, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, dan
Aceh Selatan. Hal ini dapat menyebabkan Aceh mengalami bencana geologis yang
cukup panjang.
Berdasarkan catatan bencana geologis, tsunami pernah terjadi pada tahun
1797, 1891, 1907 dan tanggal 26 Desember tahun 2004 adalah catatan kejadian
ekstrim terakhir yang menimbulkan begitu banyak korban jiwa dan harta. Kawasan
dengan potensi rawan tsunami yaitu di sepanjang pesisir pantai wilayah Aceh yang
berhadapan dengan perairan laut yang potensial mengalami tsunami seperti Samudera
Hindia di sebelah barat (Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh
Selatan, Aceh Singkil, dan Simeulue), perairan Laut Andaman di sebelah utara (Banda
Aceh, Aceh Besar, dan Sabang), dan perairan Selat Malaka di sebelah utara dan timur
(Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan
Aceh Tamiang).
Gempa bumi yang terjadi selama kurun waktu 2007-2010 di Aceh sebanyak 97
kali dengan kekuatan >5 sampai dengan 7,5 Skala Richter. Kejadian diprediksi akan
berulang karena Aceh berada diatas tumbukan lempeng dan patahan. Dampak yang
ditimbulkan selama kurun waktu tersebut yaitu korban jiwa sebanyak 62 orang,
kerusakan harta benda diperkirakan mencapai 2550 Milyar rupiah, kerusakan sarana
dan prasarana 2040 persen, sedangkan cakupan wilayah yang terkena gempa sekitar
6080 persen, dan 5 persen berpengaruh terhadap kondisi sosial ekonomi masyarakat
(terganggunya mata pencaharian). Kabupaten/Kota yang diperkirakan akan terkena
dampak adalah: Banda Aceh, Aceh Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Simeulue, Aceh
Barat Daya, Aceh Singkil, Aceh Selatan, Subulussalam, Sabang, Aceh Besar, Pidie,
Aceh Tengah, Gayo Lues dan Aceh Tenggara.
Di samping persoalan pergerakan lempeng tektonik, Aceh juga memiliki
sejumlah gunung api aktif yang berpotensi menimbulkan bencana. Khususnya gunung
api yang tergolong tipe A (yang pernah mengalami erupsi magmatik sesudah tahun
1600). Di Aceh terdapat 3 gunung api tipe A, yaitu gunung Peut Sagoe di Kabupaten
Pidie, Gunung Bur Ni Telong dan Gunung Geureudong di Kabupaten Bener Meriah ,
13
gunung Seulawah Agam di Kabupaten Aceh Besar dan Cot. Simeuregun Jaboi di
Sabang.
Potensi bencana gas beracun diindikasikan pada kawasan yang berdekatan
dengan gunung berapi aktif. Dengan demikian kawasan dengan potensi rawan bahaya
gas beracun adalah relatif sama dengan kawasan rawan letusan gunung berapi.
Kawasan potensi rawan bahatya gas beracun tersebut adalah di Bener Meriah (G.
Geureudong dan Bur Ni Telong), Pidie dan Pidie Jaya (G. Peut Sagoe), Aceh Besar
(G. Seulawah Agam), dan Sabang (Cot. Simeuregun Jaboi).
Potensi bencana tanah longsor biasa terjadi di sekitar kawasan pegunungan
atau bukit dimana dipengaruhi oleh kemiringan lereng yang curam pada tanah yang
basah dan bebatuan yang lapuk, curah hujan yang tinggi, gempa bumi atau letusan
gunung berapi yang menyebabkan lapisan bumi paling atas dan bebatuan berlapis
terlepas dari bagian utama gunung atau bukit. Tanda tanda terjadinya longsor dapat
ditandai dengan beberapa parameter antara lain keretakan pada tanah, runtuhnya
bagian bagian tanah dalam jumlah besar, perubahan cuaca secara ekstrim dan adanya
penurunan kualitas landskap dan ekosistem.
Tanah longsor yang terjadi selama kurun waktu 2007-2009 di Aceh sebanyak
26 kali. Dampak kerusakan harta benda yang ditimbulkan diperkirakan mencapai 50
100 Miliar rupiah, kerusakan sarana dan prasarana 20 40 persen, sedangkan cakupan
wilayah yang terkena longsor sangat luas 20 40 persen, serta berpengaruh terhadap
kondisi sosial ekonomi masyarakat (terganggunya mata pencarian) sebesar 5 10
persen. Bencana tanah longsor yang berdampak pada masyarakat secara langsung
adalah pada jalur jalan lintas tengah, yaitu yang terdapat di Kabupaten Aceh Tenggara,
Kabupaten Gayo Lues, sekitar Takengon di Kabupaten Aceh Tengah, dan di sekitar
Tangse Geumpang Kabupaten Pidie.
Aceh memiliki tingkat kompleksitas hidro-meteorologis yang cukup tinggi.
Dimensi alam menyebabkan Aceh mengalami hampir semua jenis bencana hidrometeorologis seperti puting beliung, banjir, abrasi dan sedimentasi, badai siklon tropis
serta kekeringan. Puting beliung terjadi di Aceh hampir merata di berbagai daerah
terutama terjadi di pesisir yang berhadapan dengan perairan laut yang mengalami
angin badai. Berdasarkan kejadian yang pernah terjadi sebelumnya adalah di Aceh
14
Timur, Aceh Utara di pesisir timur dan Aceh Barat di pesisir barat. Namun, dari data
kejadian 3 tahun terakhir (2006-2009) terjadi 30 kali bencana puting beliung di 14
kabupaten/kota. Kabupaten Aceh Utara terdata mengalami kejadian tertinggi
dibandingkan kabupaten/kota lainnya.
Banjir hampir merata terjadi di berbagai wilayah Aceh. Namun, dari data
kejadian 3 tahun banjir (2006-2009) terjadi 106 kali bencana banjir di 22 dari 23
kabupaten/kota. Elemen berisiko yang rentan ketika terjadi banjir adalah lahan
pertanian, peternakan, perdagangan dan jasa di 22 kabupaten/kota di Aceh, kecuali
Kabupaten Simeulue. Kawasan rawan banjir yang peluangnya tinggi dengan
hamparan yang relatif luas terdapat di pesisir timur dan utara yang dilalui sungaisungai yang relatif besar, yaitu di Aceh Besar, Banda Aceh, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen,
Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Langsa, dan Aceh Tamiang. Selain itu
kawasan rawan banjir yang peluangnya tinggi adalah pada hamparan yang merupakan
flood plain atau limpasan banjir sungai-sungai di pesisir barat, yang terletak di Aceh
Jaya, Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Subulussalam, Aceh Singkil, dan
juga di tepi Lawe Alas di Aceh Tenggara.
Sumber kerentanan bencana banjir ini berasal dari pembalakan liar (illegal
logging) di kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS), pendangkalan sungai, rusak atau
tersumbatnya saluran drainase, dan terjadinya perubahan fungsi lahan tanpa sistem
tatakelola yang baik yang memperhatikan kapasitas DAS dalam menampung air.
Kabupaten Aceh Utara mencatat kejadian tertinggi dibandingkan Kabupaten Kota
lainnya. Selain bencana yang disebabkan oleh fenomena alam, bencana juga dapat
disebabkan oleh perilaku manusia antara lain karena kelalaian, ketidaktahuan, maupun
sempitnya wawasan dari sekelompok masyarakat atau disebut bencana sosial.
Bencana sosial dapat terjadi dalam bentuk kebakaran, pencemaran lingkungan (polusi
udara dan limbah industri) dan kerusuhan/konflik sosial. Potensi rawan kebakaran
seperti kebakaran hutan terjadi pada hutan-hutan yang dilalui jaringan jalan utama
sebagai akibat perilaku manusia, terutama pada kawasan hutan pinus dan lahan
gambut yang cenderung mudah mengalami kebakaran pada musim kemarau. Indikasi
potensi rawan kebakaran hutan tersebut adalah di Aceh Besar, Pidie, Aceh Jaya, Aceh
Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Subulussalam, Aceh Singkil, dan
Aceh Tengah.
15
Gambar 2. Peta prakiraan wilayah potensi terjadi gerakan tanah pada bulan
september 2010 di Nanggroe Aceh Darussalam.
2.1.4
Geomorfologi Aceh
Daerah pesisir Kota Banda Aceh secara garis besar dibagi menjadi :
1. Dataran terdapat di pesisir pantai utara dari Kecamatan Kuta Alam hingga
sebagian Kecamatan Kuta Raja .
2. Pesisir pantai wilayah barat di sebagian Kecamatan Meuraxa.
Sedangkan daerah yang termasuk pedataran sampai dengan elevasi ketinggian 0
hingga lebih dari 10 m, kemiringan lereng 0 - 2 % terletak antara muara-muara sungai
dan perbukitan. Dari kondisi geologi Pulau Sumatera dilalui oleh patahan aktif Sesar
16
Semangko yang memanjang dari Banda Aceh hingga Lampung. Patahan ini bergeser
sekitar 11 cm/tahun dan merupakan daerah rawan gempa dan longsor. Kota Banda
Aceh diapit oleh dua patahan di Barat dan Timur kota, yaitu patahan Darul Imarah
dan Darussalam, sehingga Banda Aceh adalah suatu daratan hasil ambalasan sejak
Pilosen membentuk suatu Graben. Ini menunjukkan ruas-ruas patahan Semangko di
Pulau Sumatera dan kedudukannya terhadap Kota Banda Aceh, dan kedua patahan
yang merupakan sesar aktif tersebut diperkirakan bertemu pada pegunungan di
sebelah Tenggara, sehingga dataran Banda Aceh merupakan batuan sedimen yang
berpengaruh kuat apabila terjadi gempa di sekitarnya.
2.1.5
Tsunami Aceh
Pada tanggal 26 Desember 2004, terjadi gempa Bumi dahsyat di Samudra Hindia,
lepas pantai barat Aceh. Gempa terjadi pada waktu 7:58:53 WIB. Pusat gempa
terletak pada bujur 3.316 N 95.854 EKoordinat: 3.316 N 95.854 E kurang lebih
160 km sebelah barat Aceh sedalam 10 kilometer. Gempa ini berkekuatan 9,3 menurut
skala Richter dan dengan ini merupakan gempa Bumi terdahsyat dalam kurun waktu
40 tahun terakhir ini yang menghantam Aceh, Sumatera Utara, Pantai Barat
Semenanjung Malaysia, Thailand, Pantai Timur India, Sri Lanka, bahkan sampai
Pantai Timur Afrika.
Gempa yang mengakibatkan tsunami menyebabkan sekitar 230.000 orang tewas
di 8 negara. Ombak tsunami setinggi 9 meter. Bencana ini merupakan kematian
terbesar sepanjang sejarah. Indonesia, Sri Lanka, India, dan Thailand merupakan
negara dengan jumlah kematian terbesar.
Di Indonesia, gempa menelan lebih dari 126.000 korban jiwa. Puluhan gedung
hancur oleh gempa utama, terutama di Meulaboh dan Banda Aceh di ujung Sumatra.
Di Banda Aceh, sekitar 50% dari semua bangunan rusak terkena tsunami. Tetapi,
kebanyakan korban disebabkan oleh tsunami yang menghantam pantai barat Aceh dan
Sumatera Utara.
Tsunami ditimbulkan oleh gempabumi berkekuatan 9,3 SR yang berpusat di 3,3
LU - 95,98 BT Gempa tersebut telah menimbulkan getaran kuat dan patahan
sepanjang 1200 km yang membentang dari Aceh sampai ke Andaman. Gempa
terjadi akibat dari patahnya rekahan sepanjang 1.600 kilometer di mana lempeng
17
18
yang
terletak
di
Samudera
Hindia
termasuk
dalam
provinsi
Pasaman Barat
: 142.955 Km
Agam
: 38.469 Km
Padang Pariaman dan Kota Pariaman : 62.332 Km
Padang
: 99.632 Km
Pesisir Selatan
: 278.200 Km
Kepulauan Mentawai
: 1.798.800 Km
Pusat Pemerintahan
Kecamatan
1.
Kab. Agam
Lubuk Basung
16
2.
Kab.Dhamasraya
Pulau Punjung
Tuapejat
10
3.
Kab.
Kepulauan
Mentawai
4.
Sarilamak
13
5.
Parit Malintang
17
6.
Kab.Pasaman
Lubuk Sikaping
12
7.
Simpang Empat
11
8.
Painan
12
9.
Kab. Sijunjung
Muaro Sijunjung
10.
Kab. Solok
Arosuka
14
19
11.
Kab.Solok Selatan
Padang Aro
12.
Batusangkar
14
13.
Kota Bukittinggi
Bukittinggi
14.
Kota Padang
Padang
11
15.
Padang Panjang
16.
Kota Pariaman
Pariaman
17.
Kota Payakumbuh
Payakumbuh
18.
Kota Sawahlunto
Sawahlunto
19.
Kota Solok
Solok
ke pesisir barat adalah Batang Anai, Batang Arau, dan Batang Tarusan.Terdapat 29
gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota di Sumatera Barat, dengan Gunung
Kerinci di kabupaten Solok Selatan sebagai gunung tertinggi, yang mencapai
ketinggian 3.085 m. Selain Gunung Kerinci, Sumatera Barat juga memiliki gunung
aktif lainnya, seperti Gunung Marapi, Gunung Tandikat, dan Gunung Talang. Selain
gunung, Sumatera Barat juga memiliki banyak danau. Danau terluas adalah
Singkarak di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar, disusul Maninjau di
kabupaten Agam. Dengan luas mencapai 130,1 km, Singkarak juga menjadi danau
terluas kedua di Sumatera dan kesebelas di Indonesia. Danau lainnya terdapat di
kabupaten Solok yaitu Danau Talang dan Danau Kembar (julukan dari Danau Diatas
dan Danau Dibawah).
2.2.2
2.2.3
daerah tumbukan 2 lempeng besar yaitu lempeng Indo-Australia dibagian Selatan dan
lempeng Euroasia dibagian Utara yang ditandai dengan terdapatnya pusat-pusat
gerakan tektonik di Kepulauan Mentawai dan sekitarnya.
Akibat tumbukan ke dua lempeng besar ini selanjutnya muncul gejala tektonik
lainnya yaitu busur magmatic yang ditandai dengan munculnya rankaian pegunungan
bukit barisan beserta gunung apinya dan sesar / patahan besar Sumatera yang
memanjang searah dengan zona tumbukan ke dua lempeng yaitu utara selatan.
Kondisi geologis seperti ini berdampak positif bagi Provinsi Sumatera Barat dengan
munculnya mineral-meneral berharga seperti emas, perak, biji besi, mangan, timah
hitam dan lainnya, tanah yang subur dan banyak sumber air bersih maupun air panas
yang berasal dari kawasan geomorfologi structural, namun dekat dengan sumber
panas bumi yang berasal dari magma dangkal.
Struktur yang berkembang di Provinsi Sumatera Barat adalah struktur
perlipatan (antiklinorium) dan struktur sesar dengan arah umum baratlaut tenggara,
yang mengikuti struktur regional P. Sumatera.Kondisi stratigrafi dari struktur geologi
sumatera barat adalah sebagai berikut:
a. Kelompok Pra Tersier : kelompok ini mencakup masa Paleozoikum
Mesozoikum, dipisahkan menjadi kelompok batuan ultrabasa; kelompok
batuan melange, kelompok batuan malihan; kelompok batuan gunungapi dan
kelompok batuan terobosan.
b. Kelompok batuan ultrabasa Pra Tersier disusun oleh batuan harzburgit,
dunit, serpentinit, gabro dan basalt.
c. Kelompok Melange Pra Tersier merupakan kelompok batuan campur aduk
yang disusun oleh batuhijau, graywake, tufa dan batugamping termetakan,
rijang aneka warna. Kelompok batuan malihan Pra Tersier disusun oleh batuan
sekis, filit, kwarsit, batusabak, batugamping termetakan.
d. Kelompok batuan sedimen Pra Tersier yang didominasi oleh batugamping
hablur sedangkan kelompok batuan terobosan Pra Tersier disusun oleh granit,
diorit, granodiorit, porfiri kuarsa, diabas dan basalt.
22
23
2.2.4
24
3. Morfologi Perbukitan, Daerah bagian Timur dengan ketinggian antara 100 500 M diatas permukaan laut, meliputi: bagian dari Kota Sawahlunto,
Kabupaten Sawahlunto Sijunjung, Dharmasraya, Kota Bukittinggi, Kabupaten
Limapuluh Kota dan Kabupaten Tanah Datar, sebagian Agam, sebahagian
Pasaman, Kabupaten Solok Selatan.
2.2.5
luka berat mencapai 1.214 orang, luka ringan 1.688 orang, korban hilang 1 orang.
Sedangkan 135.448 rumah rusak berat, 65.380 rumah rusak sedang, & 78.604 rumah
rusak ringan.
Provinsi Sumatera Barat berada di antara pertemuan dua lempeng benua besar
(lempeng Eurasia dan lempeng Indo-Australia) dan patahan (sesar) Semangko. Di dekat
pertemuan lempeng terdapat patahan Mentawai. Ketiganya merupakan daerah seismik aktif.
Menurut catatan ahli gempa wilayah Sumatera Barat memiliki siklus 200 tahunan gempa
besar yang pada awal abad ke-21 telah memasuki masa berulangnya siklus.
Bencana terjadi sebagai akibat dua gempa yang terjadi kurang dari 24 jam pada
lokasi yang relatif berdekatan. Pada hari Rabu 30 September terjadi gempa berkekuatan 7,6
pada Skala Richter dengan pusat gempa (episentrum) 57 km di barat daya Kota Pariaman
(00,84 LS 99,65 BT) pada kedalaman (hiposentrum) 71 km. Pada hari Kamis 1 Oktober
terjadi lagi gempa kedua dengan kekuatan 6,8 Skala Richter, kali ini berpusat di 46 km
tenggara Kota Sungaipenuh pada pukul 08.52 WIB dengan kedalaman 24 km.Setelah kedua
gempa ini terjadi rangkaian gempa susulan yang lebih lemah. Gempa pertama terjadi pada
daerah patahan Mentawai (di bawah laut) sementara gempa kedua terjadi pada patahan
Semangko di daratan.Getaran gempa pertama dilaporkan terasa kuat di seluruh wilayah
Sumatera Barat, terutama di pesisir. Keguncangan juga dilaporkan dari Pematang Siantar,
Medan, Kuala Lumpur, Bandar Seri Begawan, Lembah Klang, Jabodetabek, Jakarta,
Singapura, Pekanbaru, Jambi, Pulau Batam dari Kota Batam, Palembang dan Bengkulu.
Dilaporkan bahwa pengelolaan sejumlah gedung bertingkat di Singapura mengevakuasi
stafnya. Kerusakan parah terjadi di kabupaten-kabupaten pesisir Sumatera Barat, bagian
selatan Sumatera Utara serta Kabupaten Kerinci (Jambi). Sementara Bandar Udara
Internasional Minangkabau mengalami kerusakan pada sebagian atap bandara (sepanjang 100
meter) yang terlihat hancur dan sebagian jaringan listrik di bandara juga terputus. Sempat
ditutup dengan alasan keamanan, bandara dibuka kembali pada tanggal 1 Oktober.
Di mana sesungguhnya letak pusat gempa yang terjadi pada Rabu, 30 September
2009, pukul 17:16:10 WIB.
26
konsentrasi penduduknya dibandingkan wilayah lainnya. Pada masa kolonial HindiaBelanda, wilayah ini termasuk residentie Sumatra's Oostkust bersama provinsi Riau.
Di wilayah tengah provinsi berjajar Pegunungan Bukit Barisan. Di
pegunungan ini terdapat beberapa wilayah yang menjadi kantong-kantong konsentrasi
penduduk. Daerah di sekitar Danau Toba dan Pulau Samosir, merupakan daerah padat
penduduk yang menggantungkan hidupnya kepada danau ini.
Pesisir barat merupakan wilayah yang cukup sempit, dengan komposisi
penduduk yang terdiri dari masyarakat Batak, Minangkabau, dan Aceh. Namun secara
kultur dan etnolinguistik, wilayah ini masuk ke dalam budaya dan Bahasa
Minangkabau.
Batas wilayah Sumatera Utara:
1.
2.
3.
4.
No.
Kabupaten/Kota
Pusat Pemerintahan
Kecamatan
1.
Kab. Asahan
Kisaran
25
2.
Kab. Batubara
Limapuluh
3.
Kab. Dairi
Sidikalang
13
4.
Lubuk Pakam
22
5.
10
6.
Kab. Karo
Kabanjahe
17
7.
Kab. Labuhanbatu
Rantau Prapat
8.
Kota Pinang
28
9.
Aek Kanopan
10.
Kab. Langkat
Stabat
23
11.
Penyabungan
23
12.
Kab. Nias
Gunung Sitoli
13.
Lahomi
14.
Teluk Dalam
15.
Lotu
11
16.
Sibuhuan
17.
Gunung Tua
18.
Salak
19.
Kab. Samosir
Pangururan
20.
Sei Rampah
17
21.
Kab. Simalungun
Raya
30
22.
Sipirok
28
23.
Pandan
20
24.
Tarutung
23
25.
Balige
10
26.
Kota Binjai
Binjai Kota
27.
Gunung Sitoli
28.
Kota Medan
Medan
21
29.
Padang Sidempuan
30.
Pematang Siantar
31.
Kota Sibolga
Sibolga
32.
Tanjung Balai
33.
Batu serta beberapa pulau kecil, baik di perairan bagian barat maupun di bagian timur
Pulau Sumatera
Sumatera Utara memiliki 213 pulau yang telah memiliki nama, dengan 6 pulau di
wilayah Pantai Timur termasuk Pulau
Berhala
sebagai
pulau
terluar
yang
berbatasan sengan selat Malaka dan sisanya 207 pulau di wilayah Pantai Barat
dengan Pulau Wunga dan Pulau Simuk sebagai pulau terluar di wilayah Pantai
Barat. Secara regional pada posisi geografisnya, Provinsi Sumatera Utara
berada
pada jalur strategis pelayaran internasional Selat malaka dekat dengan Singapura
dan Malaysia.Terdapat 419 pulau di propisi Sumatera Utara. Pulau-pulau terluar
adalah pulau Simuk (kepulauan Nias), dan pulau Berhala di selat Sumatera (Malaka).
Kepulauan Nias terdiri dari pulau Nias sebagai pulau utama dan pulau-pulau
kecil lain di sekitarnya. Kepulauan Nias terletak di lepas pantai pesisir barat di
Samudera Hindia. Pusat pemerintahan terletak di Gunung Sitoli.Kepulauan Batu
terdiri dari 51 pulau dengan 4 pulau besar: Sibuasi, Pini, Tanahbala, Tanahmasa. Pusat
pemerintahan di Pulautelo di pulau Sibuasi. Kepulauan Batu terletak di tenggara
kepulauan Nias.Pulau-pulau lain di Sumatera Utara: Imanna, Pasu, Bawa, Hamutaia,
Batumakalele, Lego, Masa, Bau, Simaleh, Makole, Jake, dan Sigata, Wunga.
Di Sumatera Utara saat ini terdapat dua taman nasional, yakni Taman Nasional
Gunung Leuser dan Taman Nasional Batang Gadis. Menurut Keputusan Menteri
Kehutanan, Nomor 44 Tahun 2005, luas hutan di Sumatera Utara saat ini 3.742.120
hektare (ha). Yang terdiri dari Kawasan Suaka Alam/Kawasan Pelestarian Alam seluas
477.070 ha, Hutan Lindung 1.297.330 ha, Hutan Produksi Terbatas 879.270 ha, Hutan
Produksi Tetap 1.035.690 ha dan Hutan Produksi yang dapat dikonversi seluas 52.760
ha.
Namun angka ini sifatnya secara de jure saja. Sebab secara de facto, hutan
yang ada tidak seluas itu lagi. Terjadi banyak kerusakan akibat perambahan dan
pembalakan liar. Sejauh ini, sudah 206.000 ha lebih hutan di Sumut telah mengalami
perubahan fungsi. Telah berubah menjadi lahan perkebunan, transmigrasi. Dari luas
tersebut, sebanyak 163.000 ha untuk areal perkebunan dan 42.900 ha untuk areal
transmigrasi.
30
Dataran tinggi yang terkenal di Sumatera Utara ialah dataran tinggi Toba dan
dataran tinggi Toba. Dataran tinggi inilah terletak barisan pegunungan dengan
puncak-puncaknya yang menjulang tinggi. Kualitas suatu tempat dapat dinyatakan
dalam kemiringan lereng.
Umumnya terdapat 4 golongan kemiringan, sebagai berikut :
1. Kemiringan I (0-2%), umumnya agak datar dan berada di sepanjang pantai timur.
Sebagian kecil berada di pantai barat dan di dataran tinggi toba.
2. Kemiringan Lereng II ( 2-15%), terdapat di sebagian atas Kabupaten Simalungu,
di sekitar Siborong-borong memanjang terus sampai di sekita sipahutar dan
menyebar berkelompok di berbagai tempat di daerah Kabupaten Tapanuli Utara,
di dataran tinggi karo, dan menyebar diberbagai tempat di daerah Sumatera Utara.
3. Kemiringan Lereng III (15-40%), terdapat menyebar di beberapa daerah Tapanuli
Selatan, di perbatasan Kabupaten Asahan dan Simalungun bagian atas, Tapanuli
Utara seperti Samosir, sekitar Parlilitan, sekitar Parsoburan, Kabupaten Dairi di
perbatasan dengan Danau Toba, serta Kabupaten Karo dan Langkat
Kemiringan Lereng IV (lebih dari 40%), sudah termasuk curam. Untuk di
Sumatera Utara dapat dijumpai di Tapanuli Selatan, misal di sebelah kiri Padang
Sidempuan sampai Muarasipongi. Sedang di selah timur anatara sipirok sampai
sipangimbar terus ke perbatasan Kabupaten Labuhan Batu.
2.3.3
ini
merupakan
bagian
dari
Back-arc
Basin
lempeng
Sunda yangmeliputi suatu jalur sempit yang terbentang dari Medan sapai ke
Banda Aceh. Di sebelah barat jalur ini jelas dibatasi oleh singkapan-singkapan
pra-Tersier. Dapat dikatakan bahwa yang dikenal sebagai lempung hitam (black
clay) dan batupasir bermika (micaceous sandstone), mungkin merupakan
pengendapan non-marin. Transgresi baru dimulai dengan batupasir Peunulin atau
batupasir Belumai, yang tertindih oleh Formasi Telaga. Formasi regresi diwakili
oleh Formasi Keutapang dan Formasi Seureula yang merupakan lapisan resevoir
utama.
Daerah cekungan ini juga terdiri dari cekungan yang dikendalikan oleh
patahan batuan dasar. Semua cekungan tersebut adalah pendalaman Paseh (Paseh
deep). Di sini jugalah letak dearah terangkat blok Arun, yang dibatasi oleh
patahan yang menjurus ke utara-selatan.
32
tersebut
terdapat
daerah
tinggi,
dan
di
sana
Formasi
tengah dengan pengendapan serpih dari formasi Baong. Setelah pengendapan laut
mencapai maksimum, kemudian terjadi proses regresi yang mengendapkan
sedimen klastik (formasi Keutapang, Seurula dan Julu Rayeuk) secara selaras
diendapkan diatas Formasi Baong, kemudian secara tidak selaras diatasnya
diendapkan Tufa Toba Alluvial.
B. Stratigrafi Cekungan Sumatera Utara
Proses tektonik cekungan tersebut telah membuat stratigrafi regional
cekungan Sumatera Utara dengan urutan dari tua ke muda adalah sebagai
berikut:
1. Formasi Parapat
Formasi Parapat dengan komposisi batupasir berbutir kasar dan
konglomerat di bagian bawah, serta sisipan serpih yang diendapkan secara
tidak selaras.Secara regional, bagian bawah Formasi Parapat diendapkan
dalam lingkungan laut dangkal dengan dijumpai fosil Nummulites di
Aceh.Formasi ini diperkirakan berumur Oligosen.
2. Formasi Bampo
Formasi Bampo dengan komposisi utama adalah serpih hitam dan
tidak
berlapis,
dan
umumnya
berasosiasi
dengan
pirit
dan
yang ada
35
36
Terbentuk sepanjang jalur sesar yang memotong peta pada arah Barat
laut Tenggara dengan panjang lebih kurang 70 km, lebar dari Kutacane
Braben. Bagian Alas Renun Depresi yang terletak antara 80 200 meter.
7. Jajaran Barisan Bagian Tengah (The Central Barisan Range)
Menempati hampir seluruh lembar peta yaitu sebelah Barat dari
Depresi Alas Renun. Memiliki ketinggian mencapai 3050 meter dengan arah
Barat Laut. Sebagai batuan dasar adalah batuan yang berumur Pra Tersier
terbentuk plateu dan bagian atas dari Lau mamas dan Selatan dari lau
Bekiung, sedangkan ketinggiannya berkisar 100 meter. Pola pengalirannya
umumnya paralel dengan arah Barat daya yang terletak pada bagian timur laut
jalur Barisan. Pola pengaliran tersebut dikontrol oleh struktur sesar yang dapat
dilihat pada Lau Seruai dengan jenis sungai anteseden.
2.3.5
Danau Toba
Diperkirakan Danau Toba terjadi saat ledakan sekitar 73.000-75.000 tahun
yang lalu dan merupakan letusan supervolcano(gunung berapi super) yang paling
baru. Bill
Technological
yang
sekarang
dikenal
sebagai
Danau
Toba.
Tekanan
ke
atas
oleh magma yang belum keluar menyebabkan munculnya Pulau Samosir. Tim peneliti
multidisiplin
internasional,
yang
dipimpin
oleh
Dr.
Michael
Petraglia,
mengungkapkan dalam suatu konferensi pers di Oxford, Amerika Serikat bahwa telah
37
ditemukan situs arkeologi baru yang cukup spektakuler oleh para ahli geologi di
selatan dan utara India. Di situs itu terungkap bagaimana orang bertahan hidup,
sebelum dan sesudah letusan gunung berapi (supervolcano) Toba pada 74.000 tahun
yang lalu, dan bukti tentang adanya kehidupan di bawah timbunan abu Gunung Toba.
Padahal sumber letusan berjarak 3.000 mil, dari sebaran abunya.
Selama tujuh tahun, para ahli dari oxford University tersebut meneliti projek
ekosistem di India, untuk mencari bukti adanya kehidupan dan peralatan hidup yang
mereka tinggalkan di padang yang gundul. Daerah dengan luas ribuan hektare ini
ternyata hanya sabana (padang rumput). Sementara tulang belulang hewan
berserakan. Tim menyimpulkan, daerah yang cukup luas ini ternyata ditutupi debu
dari letusan gunung berapi purba.
Penyebaran debu gunung berapi itu sangat luas, ditemukan hampir di seluruh
dunia. Berasal dari sebuah erupsi supervolcano purba, yaitu Gunung Toba. Dugaan
mengarah ke Gunung Toba, karena ditemukan bukti bentuk molekul debu vulkanik
yang sama di 2100 titik. Sejak kaldera kawah yang kini jadi danau Toba di Indonesia,
hingga 3000 mil, dari sumber letusan. Bahkan yang cukup mengejutkan, ternyata
penyebaran debu itu sampai terekam hingga Kutub Utara. Hal ini mengingatkan para
ahli, betapa dahsyatnya letusan super gunung berapi Toba kala itu.
DAFTAR PUSTAKA
38
39
40