Bentuk permukaan Pulau Sumatera terdiri dari 3 bagian besar: (1). Bukit Barian, (2)
Dataran rendah di bagian timur, (3) Jalur perbukitan (kaki timur bukit barisan).
a) Bagian Barat, daerah ini berupa dataran memanjang sepanjang pantai yang
secara tidak menentu terpotong oleh igir-igir yang menyentuh pantai. Dataran
pantai memiliki lebar yang di berbagai tempat tidak sama. Dataran pantai yang lebar
hanya terdapat di beberapa tempat di antaranya di Meolaboh dan Singkil di Sumatra
Utara.
b) Bagian Tengah, bagian ini merupakan jalur vulkanis (Inner Arc) yang
menduduki bagian tengah Pulau Sumatra dengan posisi agak ke Barat. Jalur ini
dikenal denan sebutan Bukit Barisan. Bukit barisan ini memiliki lebar yang tidak
sama. Bukit Barisan (Zone Barisan) mengalami peristiwa-peristiwa geologis yang
berulang-ulang. Zone Barisan dapat diuraikan menjadi tiga yaitu Zona Barisan
Selatan, Zone Barisan Tengah dan Zona Barisan Utara (Van Bemmelen, 1949, 678).
Patahan ini merupakan patahan geser, seperti patahan San Andreas di California.
Memanjang di sepanjang Pulau Sumatra, mulai dari ujung Aceh hingga Selat Sunda,
dengan bidang vertikal dan pergerakan lateral meng-kanan (dextral-strike slip).
Sesar ini menyebabkan terjadinya gempa di darat oleh sebab pelepasan energi di
sesar/patahan Semangko apabila sesar tersebut teraktifkan kembali (peristiwa
reaktivasi sesar) dengan bergesernya lapisan batuan di sekitar zona sesar tersebut.
Pergerakan sesar yang merupakan salah satu sesar teraktif di dunia ini diyakini
disebabkan oleh desakan lempeng India-Australia ke dalam lempeng
Eurasia.
Bagian barat sesar ini bergerak ke utara dan bagian timur bergerak ke selatan. Jika
lama tidak terjadi gempa besar, artinya sedang terjadi pengumpulan energi di
patahan tersebut. Di sepanjang Patahan Sumatera ini terdapat pula ribuan patahan
kecil yang juga dapat mengakibatkan rawan gempa. Seperti halnya gempa asal laut,
gempa darat di Sumatera biasanya juga cukup besar dan menyebabkan kerusakan
yang cukup parah.
Zone Semangko membenteng dari Danau Kerinci sampai ke Danau Singkarak. Zone
ini oleh Tobler disebut Schicfer Barisan (Van Bemmelen, 1949, 667) membentang
memanjang searah dengan Sistem Barisan baik di Sumatra Tengah maupun Sumatra
Selatan. Sayap Timur Laut yang terletak di Utara Danau Singkarak ke Tenggara. Di
sebelah Utara Danau Singkarak sampai ke Rau berstruktur Horst dan Graben
dengan posisi memanjang.
Pegunungan di Aceh
Van Bemmelen menyebutkan bahwa pegunungan Barisan di Aceh belum banyak
disingkap sehingga pembicaraan mengenai pengaruh penggangkatan pada plio-
pleistocene terhadapsistem Barisan di Aceh sangat sedikit. Bagian utara Zone
Barisan dimulai dengan pegunungan di Aceh yang searah dengan Lembah Krueng
Aceh. Jalur ini terus menyambung kearah Tenggara ke pegunungan Pusat Gayo
dengan beberapa puncak seperti Gunung Mas 1.762m, Gunung Bateekebeue 2.840
m, Gunung Geureudong 2.590 m, Gunung Tangga 2,500 m, Gunung Abongabong
2.985 m, G. Anu 2.750 m, Gunung Leiser 3.145 m, untuk G. Leuser letaknya agak ke
Barat bila dibanding dengan posisi gunung lainnya. Dari uraian Zone Barisan maka
terdapat satu keistimewaan di mana padabagian puncak Zone Barisan
terdapat suatu depresi yang memanjang dari Tenggara ke Barat Laut. Depresi
ini di beberapa tempat terganggu oleh lahirnyakenampakan baru sebagai hasil
peristiwa tektovulkanik maupun erupsi vulkan.
c) Bagian Timur Pulau Sumatra sebagian besar berupa hutan rawa dan
merupakan dataran rendah yang sangat luas. Dataran rendah ini menurut Dobby
merupakan dataran terpanjang yang tertutup rawa di daerah tropik di Asia Tenggara
(Djodjo dkk, 1985, 42). Bagian Timur Sumatra selalu mengalami perluasan sebagai
hasil pengendapan material yang terbawa oleh aliran sungai dari sayap Timur Zone
Barisan.
Di bagian arah Barat Pulau Sumatra (di Samudera India) terdapat deretan pulau-
pulau yang bersifat non vulkanik. Rangkaian pulau-pulau ini merupakan outerarc.
Posisi pulau-pulau memanjang arah Barat Laut – Tenggara. Di bagian Timur Pulau
Sumatra terdapat Kepulauan Riau, bangka, Belitung, Lingga, Singkep.
Tektonik Regional
Blake (1989) menyebutkan bahwa daerah Cekungan Sumatera Selatan merupakan
cekungan busur belakang berumur Tersier yang terbentuk sebagai akibat adanya
interaksi antara Paparan Sunda (sebagai bagian dari lempeng kontinen Asia) dan
lempeng Samudera India. Daerah cekungan ini meliputi daerah seluas 330 x 510
km2, dimana sebelah barat daya dibatasi oleh singkapan Pra-Tersier Bukit Barisan, di
sebelah timur oleh Paparan Sunda (Sunda Shield), sebelah barat dibatasi oleh
Pegunungan Tigapuluh dan ke arah tenggara dibatasi oleh Tinggian Lampung.
(http://hidayatardiansyah.wordpress.com/2008/02/12/geologi-regional-cekungan-
sumatera-selatan/)
Menurut Salim et al. (1995), Cekungan Sumatera Selatan terbentuk selama Awal
Tersier (Eosen – Oligosen) ketika rangkaian (seri) graben berkembang sebagai reaksi
sistem penunjaman menyudut antara lempeng Samudra India di bawah lempeng
Benua Asia.
Menurut De Coster, 1974 (dalam Salim, 1995), diperkirakan telah terjadi 3 episode
orogenesa yang membentuk kerangka struktur daerah Cekungan Sumatera Selatan
yaitu orogenesa Mesozoik Tengah, tektonik Kapur Akhir – Tersier Awal dan
Orogenesa Plio – Plistosen.
Episode pertama, endapan – endapan Paleozoik dan Mesozoik termetamorfosa,
terlipat dan terpatahkan menjadi bongkah struktur dan diintrusi oleh batolit granit
serta telah membentuk pola dasar struktur cekungan. Episode kedua pada Kapur
Akhir berupa fase ekstensi menghasilkan gerak – gerak tensional yang
membentuk graben dan horst dengan arah umum utara – selatan. Episode
ketiga berupa fase kompresi pada Plio – Plistosen yang menyebabkan pola
pengendapan berubah menjadi regresi dan berperan dalam pembentukan struktur
perlipatan dan sesar sehingga membentuk konfigurasi geologi sekarang. Pada
periode tektonik ini juga terjadi pengangkatan Pegunungan Bukit Barisan yang
menghasilkan sesar mendatar Semangko yang berkembang sepanjang Pegunungan
Bukit Barisan.
Cekungan Bengkulu
Cekungan Bengkulu adalah salah satu cekungan fore-arc di Indonesia.
Cekungan forearcartinya cekungan yang berposisi di depan jalur volkanik (fore-
arc; arc = jalur volkanik). Tetapi, kita menyebutnya demikian berdasarkan posisi
geologinya saat ini.
Berdasarkan berbagai kajian geologi, disepakati bahwa Pegunungan Barisan (dalam
hal ini adalah volcanic arc-nya) mulai naik di sebelah barat Sumatra pada Miosen
Tengah. Pengaruhnya kepada Cekungan Bengkulu adalah bahwa sebelum Misoen
Tengah berarti tidak ada forearc basin Bengkulu sebab pada saat itu arc-nya sendiri
tidak ada.
Begitulah yang selama ini diyakini, yaitu bahwa pada sebelum Miosen Tengah, atau
Paleogen, Cekungan Bengkulu masih merupakan bagian paling barat Cekungan
Sumatera Selatan. Lalu pada periode setelah Miosen Tengah atau Neogen, setelah
Pegunungan Barisan naik, Cekungan Bengkulu dipisahkan dari Cekungan Sumatera
Selatan. Mulai saat itulah, Cekungan Bengkulu menjadi cekungan forearc dan
Cekungan Sumatera Selatan menjadi cekungan backarc (belakang busur).
Cekungan Bengkulu merupakan salah satu dari dua cekungan forearc di Indonesia
yang paling banyak dikerjakan operator perminyakan (satunya lagi Cekungan
Sibolga-Meulaboh). Meskipun belum berhasil menemukan minyak atau gas
komersial, tidak berarti cekungan-cekungan ini tidak mengandung migas komersial.
Sebab, target-target pemboran di wilayah ini (total sekitar 30 sumur) tak ada satu
pun yang menembus target Paleogen dengan sistem graben-nya yag telah terbukti
produktif di Cekungan-Cekungan Sumatera Tengah dan Sumatera Selatan.
Gradient geothermal yang besar ini merupakan anomali pada sebuah forearc
basin yang rata-rata di Indonesia sekitar 2.5 F/100 ft atau di bawahnya
(Netherwood, 2000); Bila dibandingkan cekungan forearc lain, memang banyak
publikasi menyebutkan thermal Cekungan Bengkulu di atas rata-rata. Itu pula yang
dipakai sebagai salah satu pemikiran bahwa Cekungan ini dulunya bersatu dengan
Cekungan Sumatera Selatan (pada Paleogen)—pemikiran yang juga didukung oleh
tatanan tektonostratigrafinya.
Gradient geothermal dipengaruhi konduktivitas termal masing-masing lapisan
pengisi cekungan dan heatflow dari basement di bawah cekungan. Apabila
basementnya kontinen, maka ia akan punya heatflow yang relatif lebih tinggi
daripada basement intermediat dan oseanik. Selain itu, kedekatan dengan volcanic
arc akan mempertinggithermal background di wilayah ini dan berpengaruh kepada
konduktivitas termal.Gradient geothermal yang diluar kebiasaan ini, tentu saja baik
bagi pematangan batuan induk dan generasi hidrokarbon.
1. Bentuk-bentuk Lahan
Bentuk lahan struktural
Gunung Api Dempo. Ketinggian 3,173 meter (10,410 kaki), Lokasi Sumatera Selatan.
Bentuk lahan pelarutan
Gua Harimau di wilayah Desa Padang Bindu, Kabupaten Ogan Komering Ulu,
Sumatera Selatan
Gosong Sinyaru
Letak Gosong sinyaru ini Terletak di dekat Pulau sinyaru Kodya padang berjarak
kira-kira 3 mil arah selatan teluk bayur. Hanya sekitar 40 menit dari pelabuhan
Muara Padang atai sekitar 30 menit dari TPI Bungus, kita sudah sampai kepulau ini
dengan mempergunakan perahu 80 HP. Pulau ini merupakan pulau yang relatif kecil
yang terletak lebih kurang 11 mill dari pusat kota Padang. Setiap harinya puluhan
kapal-kapal nelayan bagan yang berasal dari kawasan Bungus lego jangkar di sekitar
perairan pulau ini untuk berlindung dan menunggu hari sore untuk berangkat
ketengah laut mencari ikan. Pantainya terdiri dari pasir putih halus dan landai.
Keindahan bawah lautnya dapat dilihat di sekeliling pulau yang ditumbuhi oleh
karang dari acropora bercabang, heliopora, pada kedalaman 2-3 meter lebih
didominasi oleh pertumbuhan karang-karang lunak. Pertumbuhan karang
ditemukan sampai dengan kedalaman 15 meter menjadikan panorama lautnya
menjadi indah untuk diselami. Lokasi ini sangat cocok untuk dijadikan sebagai
tempat penyelaman scuba dan snorkelling karena didukung oleh kejernihan air dan
keanekaragaman terumbu karangnya yang cukup padat.
Teluk bayur
http://adesanjaya.com/tag/pelabuhan-pulau-baai-bengkulu/page/2
Pelabuhan Baai Bengkulu Terletak Di Pantai Barat Pulau Sumatera
Bukit Maninjau
Bencana tanah longsor dari perbukitan Leter W di pinggiran Danau Maninjau,
Kabupaten Agam, Sumatra Barat, awal Oktober 2009 dan merusak empat jorong
(kampung) merupakan peristiwa ulangan yang pernah terjadi tahun 1980.