Anda di halaman 1dari 12

Pulau Sumatra terletak di bagian barat gugusan kepulauan Indonesia.

Di sebelah utara berbatasan


dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan Selat Sunda, dan di
sebelah barat dengan Samudera Hindia. Luas pulau ini sekitar 473.606 Km2. Secara astronomis Sumatra
berada pada posisi 6LU-6LS dan antara 95BB-109BT. Kondisi fisiografi di Pulau Sumatra sangat unik
yaitu berupa pulau-pulau di sebelah barat Sumatra yang membentang dari Simeuleu hingga Enggano,
rangkaian bukit barisan, zone Semangko, dataran alluvial pantai timur, rangkaian pulau ini terbentuk
suatu palung yang dalam dan suatu palung kecil yang terbentuk di sebelah timur laut jajaran
pegunungan Bukit Barisan, serta bukit, lembah lereng, dan dataran rendah di sebelah timur.

Sumatra mempunyai bentuk memanjang, dari Kota Raja sampai Bagian utara sampai Tanjung Cina di
bagian selatan sepanjang 1650 km dan sepanjang pantai banyak teluk-teluknya. Gambaran secara umum
keeadaan fisiografi pulau itu agak sederhana. Fisiografinya dibentuk oleh rangkaian Pegunungan Barisan
di sepanjang sisi baratnya, yang memisahkan pantai barat dan pantai timur. Lerengnya mengarah ke
Samudera Indonesia dan pada umumnya curam. Hal ini mengakibatkan jalur pantai barat kebanyakan
bergunung-gunung kecuali dua ambang dataran rendah di Sumatera Utara (Melaboh dan Singkel atau
Singkil) yang lebarnya 20 km. Sisi timur dari pantai Sumatra ini terdiri dari lapisan tersier yang sangat
luas serta berbukit-bukit dan berupa tanah rendah aluvial. Jalur rendah terdapat di bagian timur. Pada
bagian ini banyak mengandung biji intan tersebar di Aceh yang lebarnya 30 km. Semakin ke arah selatan
semakin melebar dan bertambah hingga 150-200 km yang terdapat di Sumatra Tengah dan Sumatra
Selatan.

Kondisi atau jenis tanah yang terdapat di Sumatra antara lain alluvial Hidromorfik Kuning, Organosol,
Podsolik Merah Kuning, Podsolik Coklat, Latosol, Litosol, Andosol, dan ada beberapa jenis tanah lainnya
yang juga tersebar di seluruh pulau Sumatra. Sumatra berada pada iklim tropis basah, dengan kondisi
tersebut menyebabkan curah hujan yang banyak. Sehingga hidrologi di sana atau keadaan akuifer di
Sumatra mudah ditemukan hamper disemua wilayah Sumatra.

Pengembangan potensi wilayah di Pulau ini dapat dilakukan diberbagai bidang antara lain bidang
pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan, pertambangan, pariwisata, dan lain-lain. Hal ini dapat
dikembangkan dengan baik karena didukung dengan kondisi fisik wilayah Sumatera. Potensi iklim,
terutama curah hujan yang tinggi dan penyebarannya yang cukup merata sepanjang tahun, serta kondisi
tanahnya yang yang bervariasi sehingga menjadikan lahan di Pulau Sumatra memiliki potensial untuk
produksi pertanian, perkebunan, kehutanan. Dan dengan memiliki sumber daya air yang besar, baik
potensi air di permukaan seperti sungai, waduk maupun perairan laut sehingga baik untuk
pengembangan produksi perikanan. Selain itu Pulau Sumatra memiliki obyek wisata yang tidak kalah
menarik dengan daerah lain, baik wisata alam, wisata budaya, maupun wisata sejarah sehmgga wilayah
ini juga penting untuk pengembangan di sektor pariwisata.

p.sumatra biasa juga dikenal dengan sebutan Pulau Andalas. Dalam bahasa sansekerta, Pulau
Sumatera disebut Suwarnadwipa yang berarti Pulau Emas. Memang tepat sekali penamaan ini
sebab Pulau Sumatera sangat kaya akan hasil alam. Terletak di bagian barat gugusan Nusantara
dengan posisi koordinat 000? LU 10200? BT. Pulau seluas 470.000 km ini merupakan pulau
keenam terbesar di dunia.

Letaknya yang berada di ujung bagian Barat Nusantara, dimana Pulau Sumatera ini dikelilingi
oleh perairan. Sebelah Utara Pulau Sumatera berbatasan dengan Teluk Benggala dan sebelah
Selatan berbatasan dengan Selat Sunda. Sedangkan di sebelah Timur berbatasan dengan Selat
Malaka dan di sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

Suku asli Pulau Sumatera adalah Melayu. Hal ini juga tertuang pada Prasasti Padang Roco tahun
1286 yang bertuliskan bh?mi m?layu yang berarti Tanah Melayu. Suku Melayu memiliki
keunikan tersendiri dalam hal pernikahan, yaitu pengantin perempuan harus dibeli oleh
pengantin dan keluarga laki-laki. Besar nominalnya tergantung pada tingkat pendidikan, strata
sosial dan latar belakang keluarga pihak perempuan. Tradisi Tepung Tawar juga menjadi khas
dari suku ini. Yaitu tradisi dalam acara-acara syukuran, seperti pernikahan, menempati rumah
baru, dan luapan kebahagiaan lainnya. Adat ini berupa penaburan campuran bahan-bahan berupa
aneka tumbuhan berdaun tebal dengan makna sebagai penangkal segala hal negatif dan dicampur
dengan bedak beras yang diolah dari tepung beras, lalu dicampur dengan wewangian dari
tanaman yang diletakkan dalam satu wadah. Penaburan dilakukan bergantian, untuk acara
pernikahan diawali oleh masing-masing orang tua mempelai dan dilanjutkan dengan keluarga
lainnya.

Sementara Suku Batak lebih dominan di Provinsi Sumatera Utara. Di sini, mayoritas suku Batak
beragama Kristen. Suku Batak memili pakaian adat khas yaitu kain Ulos. Kain ini selalu
digunakan masyarakat Suku Batak dalam upacara-upacara adat mereka. Bahkan, bagi Suku
Batak sumber kehangatan bagi manusia yaitu matahari, api, dan ulos. Demikian penting makna
kain Ulos sehingga tidak pernah ditinggalkan dalam acara-acara adatnya. Sekilas kain ini terlihat
seperti selendang panjang, tetapi tentu saja ulos memiliki motif dan bahan yang khas.
Suku besar lainnya di Pulau Sumatera adalah Suku Minang, atau
juga biasa disebut Suku Minang Kabau. Suku Minang mayoritas berasal dari Provinsi Sumatera
Barat. Ciri khas dari suku ini adalah penduduknya yang suka merantau, atau dengan kata lain
berpindah ke suatu tempat di luar kampung halaman mereka. Hal inilah yang menyebabkan
banyaknya Suku Minang di berbagai tempat dan Provinsi di Indonesia. Selain bertani, mayoritas
mata pencaharian masyarakat Suku Minang adalah berdagang. Masakan Padang yang berasal
dari suku Minang sangat terkenal di penjuru dunia.

Namun, perpindahan dan migrasi penduduk mengakibatkan populasi Pulau Sumatera kini
menjadi multi etnik. Tidak hanya Suku Melayu, tetapi juga Suku Aceh, Suku Batak, Suku
Minangkabau, Suku Rejang, Suku Banjar, dan Tionghoa.

Wilayah Administrasi

Pulau Sumatera terdiri atas 11 provinsi, diantaranya adalah:

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan ibukota Banda Aceh,

Provinsi Sumatera Utara dengan ibukota Medan,

Provinsi Sumatera Barat dengan ibukota Padang,

Provinsi Riau dengan ibukota Pekanbaru,

Provinsi Kepulauan Riau dengan ibukota Tanjung Pinang,

Provinsi Jambi dengan ibukota Jambi,

Provinsi Sumatera Selatan dengan ibukota Palembang,

Provinsi Bangka Belitung dengan ibukota Pangkal Pinang,


Provinsi Bengkulu dengan ibukota Bengkulu, dan

Provinsi Lampung dengan ibukota Bandar Lampung.

Kota Medan di Sumatera Utara adalah kota terbesar di Pulau Sumatera dengan luas 265,10 km.

Kondisi Geografis

Mengingat perbatasannya yang diliputi kawasan perairan, Pulau


Sumatera cukup banyak memiliki daerah rawa. Terutama pada wilayah bagian Timur. Kawasan
rawa ini dialiri dan menjadi muara bagi sungai-sungai besar. Seperti Sungai Asahan (di Provinsi
Sumatera Utara), Sungai Siak, Kampar dan Inderagiri (di Provinsi Riau), Sungai Batang Hari (di
Provinsi Jambi), Sungai Musi, Ogan, Lematang, dan Komering) di Provinsi Sumatera Selatan),
dan Sungai Way Sekampung (di Provinsi Lampung). Selain itu, juga terdapat beberapa sungai
besar yang bermuara kearah Barat, diantaranya Sungai Batang Terusan (di Provinsi Sumatera
Barat) dan Sungai Ketahun (di Provinsi Bengkulu).

Di sisi lain, bagian Barat Pulau Sumatera membentang Pegunungan Bukit Barisan dari Utara
hingga ke Selatan. Di kawasan ini keberadaan gunung berapi juga cukup banyak. Misalnya
Gunung Kerinci pada Provinsi Sumatera Barat dan Jambi, Gunung Marapi dan Talang pada
Provinsi Sumatera Barat, Gunung Sinabung pada Provinsi Sumatera Utara, dan Gunung
Guereudong pada Provinsi Nangroe Aceh Darussalam. Gunung-gunung tersebut adalah gunung
berapi aktif yang membentang di bagian Barat Pulau Sumatera.

Demografi

Mayoritas penduduk beragama Islam. Bahkan, Nangroe Aceh Darussalam dinamai sebagai
Serambi Mekkah, mengingat letaknya yang terdepan di Pulau Sumatera dan tingginya tingkat
ketaatan umat Islam di daerahnya. Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir ini, Hukun Islam
pun turut digunakan sebagai sumber hukum Provinsi Aceh. Sementara untuk agama Kristen lebih
dominan terdapat di Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara. Umat Budha dan Hindu juga ada di
Pulau Sumatera, meski jumlahnya jauh lebih sedikit.
Wisata

Banyak sekali objek wisata Sumatera yang akan membuat Anda terkagum-kagum dengan Pulau
Sumatera, seperti Pulau Samosir yang terletak di tengah Danau Toba, Pantai Caroline di
Sumatera Barat, Air Terjun Dua Warna di Sumatera Utara dan Air Terjun Bedegung di Sumatera
Selatan. Kekayaan Flora dan Fauna Pulau Sumatera juga tidak kalah menakjubkan untuk Anda
kunjungi. Jadi, tunggu apa lagi? Selamat Datang di Pulau Sumatera.

Pantai dan pulau

Kondisi geografis Pulau Sumatera yang dikelilingi perairan tentunya menjadi nilai tambah
tersendiri bagi pulau ini. Terdapat banyak pantai indah yang berderet di sepanjang garis pantai
Pulau Sumatera. Provinsi Sumatera Barat merupakan provinsi yang memiliki pantai paling
banyak dan lebih populer jika dibandingkan dengan provinsi lainnnya di Sumatera. salah satu
pantai Sumatera yang sangat ramai dikunjungi di Sumatera Barat adalah Pantai Carocok.

Pantai Carocok terletak di Kota Painan, Kabupaten Pesisir Selatan. Bentuknya seperti teluk dan
diselimuti pasir berwarna keemasan. Anda akan merasakan suasana yang masih sangat asri,
dengan pemandangan nelayan yang sedang menangkap ikan. Anda tidak boleh lupa mencoba
melintasi jembatan kayu yang ada di sana. Tidak lama, Anda akan menemukan batu yang
rupanya mirip lokomotif. Biasanya, penduduk sekitar dan para pengunjung menyebut batu ini
dengan nama Batu Kereta. Seperti menembus lautan, mata Anda akan terpukau melihat karang-
karang laut yang seolah menyatu dengan Batu Kereta ini.

Semua pemandangan mengagumkan ini menjadi semakin sempurna jika Anda mencoba mendaki
Bukit Langkisau. Dari puncak bukit ini, keindahan Pantai Carocok akan semakain memukau
Anda. Seolah setiap pinggiran pantai menyatu dengan bibir lautan. Sungguh menakjubkan.

Sementara itu, Pulau Sumatera juga memiliki banyak sekali gugusan pulau-pulau kecil. Masih
banyak dari pulau-pulau kecil ini yang belum tersentuh oleh industri pariwisata sehingga jika
Anda memiliki jiwa petualang yang tinggi, menjelajahi pulau-pulau yang menjadi pembatas
dengan negara-negara tetangga ini akan sangat menguji adrenalin Anda. Tidak hanya pulau-pulau
di bibir Pulau Sumatera, pulau yang berada di tengah lautan dan danau pun menjadi tujuan
wisata yang sangat terkenal di Indonesia. Salah satunya adalah Pulau Samosir di Provinsi
Sumatera Utara. Sangat unik karena Pulau Samosir ini berada di tengah Danau.

Danau Toba yang merupakan Danau terluas di Indonesia. Di tengahnya, Anda akan terkagum-
kagum dengan keberadaan Pulau Samosir. Pulau ini merupakan pulau vulkanik dengan
ketinggian 1.000 meter di atas permukaan laut. Dari Parapat, Anda bisa menaiki kapal ferri
menyeberangi danau menuju ke Pulau Samosir. Atau Anda dapat memilih jalur darat melalui
Pangururan. Suasana asri dan udara yang sangat sejuk masih bisa Anda temui. Anda jadi tidak
perlu ragu untuk berlama-lama mengelilingi panorama pulau dengan bentangan kejernihan air
Danau Toba disekelilingnya.
Keanekaragaman Hayati

Pulau Sumatera beriklim tropis, karena pulau ini dilewati garis khatulistiwa. Oleh karena itu,
Pulau Sumatera kaya akan Hutan Hujan Tropis. Luas Hutan Hujan Tropis Sumatera secara
keseluruhan mencapai 2,5 juta hektar. Hutan Hujan Tropis Sumatera juga menjadi habitat dari
beberapa spesies endemik yang cukup langka diantaranya seperti Badak Sumatera, Gajah
Sumatera, dan Harimau Sumatera. Uniknya, Badak Sumatera ini adalah satu-satunya spesies
Badak yang berbulu di dunia.

Hutan Sumatera yang tergolong dalam hutan hujan tropis ini terbagi dalam tiga wilayah besar
diantaranya Taman Nasional Gunung Leuser, Taman Nasional Kerinci Seblat, dan Taman
Nasional Bukit Barisan Selatan. Ketiga wilayah ini tentunya dapat menjadi tujuan petualangan
seru Anda. Tidak hanya hewan, spesies tumbuhan endemik juga banyak berlindung di hutan ini.
Salah satunya yang paling unik adalah spesies tumbuhan Raflesia Arnoldi. Tumbuhan Endemik
Sumatera ini pertama kali ditemukan di hutan Bengkulu, dan merupakan bunga terbesar di dunia.
Anda harus jeli membedakan antara bunga Raflessia dengan bunga pemakan bangkai. Perbedaan
yang dimiliki bunga Raflessia Arnoldi dan Bunga bangkai Amorphopallus Titanium dapat dilihat
jelas dari perbedaan bentuk, waktu tumbuh, ukuran dan jenis. Disarankan agar Anda membawa
masker saat berada didekat tumbuhan ini, sebab keduanya sama-sama mengeluarkan bau yang
tidak sedap (bau bangkai).

Kekayaan hayati Pulau Sumatera masuk dalam daftar salah satu warisan dunia oleh UNESCO,
sebab merupakan Hutan Hujan Tropis yang berperan sebagai Hutan Lindung dan didiami oleh
sekitar 10.000 jenis tanaman, dimana 17 diantaranya adalah Genus Endemik. Tidak hanya itu,
lebih dari 200 spesies mamalia dan 580 spesies unggas aneka warna dan irama suara juga
berlindung di hutan lindung ini. Oleh sebab itu, kelestarian Hutan Hujan Tropis ini harus
senantiasa dijaga dari pembebasan lahan dan perburuan. Selain untuk menjaga keseimbangan
lingkungan, Hutan Hujan Tropis juga sangat vital fungsinya dalam menjaga stabilitas suplai air.
Kesempurnaan Hutan Hujan Tropis saat berwisata di Sumatera dapat Anda temui pada
Pegunungan Bukit Barisan. Anda bisa menikmati Danau Gunung Tujuh dengan
pemandangannya yang menakjubkan. Danau ini merupakan Danau tertinggi di kawasan Asia
Tenggara, menyatu dengan keindahan Gunung Kerinci, gua, serta air terjun.

Kebudayaan

Masyarakat yang mendiami Pulau Sumatera terdiri atas aneka ragam suku dan etnik. Demikian
juga dengan budaya Sumatera. Tentunya masing-masing suku memiliki ciri khasnya sendiri,
baik itu dalam hal pakaian adat, upacara adat, tradisi, makanan khas, rumah adat, tarian
tradisional, bahasa, lagu daerah, mata pencaharian, sistem sosial dan juga sistem pernikahan.
Dari sekian banyak suku yang ada, terdapat tiga suku besar di Pulau Sumatera yaitu Suku
Melayu, Suku Batak, dan Suku Minang.

Suku Melayu lebih dominan berada di Provinsi Riau. Suku ini memiliki ciri khas yang paling
unik yaitu dari sistem perkawinan. Pihak laki-laiki Suku Melayu harus membeli calon
pengantin perempuan. Nah, besar nominalnya ini ditentukan atas dasar pendidikan dan latar
belakang keluarga pihak perempuan. Semakin tinggi strata sosialnya, maka akan semakin tinggi
nilainya. Sebaliknya, Adat Suku Minang (khususnya daerah Pariaman) justru menetapkan pihak
perempuan untuk membeli calon pengantin laki-laki. Dengan prinsip aturan yang sama, yaitu
besar nominalnya disesuaikan dengan pendidikan dan latar belakang keluarga laki-laki. Apabila
hal ini dilanggar, pihak laki-laki akan merasa sangat terhina dan bisa saja pernikahan dibatalkan.

Mayoritas suku Minang berasal dari Sumatera Barat. Rumah adat Suku Minang dinamakan
Rumah Gadang. Selain memang ukurannya yang besar (dalam bahasa Minang, Gadang berarti
Besar), mata Anda akan tertuju pada atap Rumah Gadang yang cukup menarik perhatian. Bentuk
atap Rumah Gandang ini menyerupai tanduk kerbau. Bahkan, sebagian besar desain atap
bangunan di perkotaan Sumatera Barat hingga hari ini masih berbentuk tanduk kerbau. Dalam
hal makanan, masakan Padang atau Minang terkenal lezat dan memiliki cita rasa pedas yang
menggiurkan.

Suku Batak sebagian besar berasal dari Sumatera Utara. Salah satu identitas masyarakat suku
Batak yang paling menonjol adalah Kain Ulos. Kain Ulos adalah kain khas suku Batak yang
sering dikenakan saat menghadiri upacara-upacara adat. Seperti acara pernikahan, kelahiran, juga
kematian. Bentuknya seperti selendang tetapi terbuat dari bahan yang lebih tebal, dengan motif
warna tertentu yang mengandung makna tertentu. Kain ulos yang digunakan oleh perempuan
atau laki-laki, memiliki makna yang berbeda. Budaya ini sangat dijaga kelestariannya oleh suku
Batak, sekalipun mereka sudah tidak tinggal di tanah kelahirannya.
NAMA LAIN DAN SEJARAH SUMATERA

Sumatera atau sering juga ditulis Sumatra adalah pulau keenam terbesar di dunia yang terletak di
Indonesia, dengan luas 473.481 km. Penduduk pulau ini sekitar 52.210.926 (sensus 2010). Pulau ini
dikenal pula dengan nama lain yaitu Pulau Percha, Andalas, atau Suwarnadwipa (bahasa Sanskerta,
berarti "pulau emas"). Kemudian pada Prasasti Padang Roco tahun 1286 dipahatkan swarnnabhmi
(bahasa Sanskerta, berarti "tanah emas") dan bhmi mlayu ("Tanah Melayu") untuk menyebut pulau
ini. Selanjutnya dalam naskah Negarakertagama dari abad ke-14 juga kembali menyebut "Bumi Malayu"
(Melayu) untuk pulau ini.

Asal nama Sumatra berawal dari keberadaaan Kerajaan Samudera (terletak di pesisir timur
Aceh). Diawali dengan kunjungan Ibnu Batutah, petualang asal Maroko ke negeri tersebut pada
tahun 1345, dia melafalkan kata Samudera menjadi Samatrah, dan kemudian menjadi Sumatra,
selanjutnya nama ini tercantum dalam peta-peta abad ke-16 buatan Portugis, untuk dirujuk pada
pulau ini, sehingga kemudian dikenal meluas sampai sekarang.[1]

Nama asli Sumatra, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat,
adalah "Pulau Emas". Istilah Pulau Ameh (bahasa Minangkabau, berarti pulau emas) kita jumpai
dalam cerita Cindua Mato dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama
tanoh mas untuk menyebut pulau Sumatra. Seorang musafir dari Tiongkok yang bernama I-tsing
(634-713) yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7,
menyebut Sumatra dengan nama chin-chou yang berarti "negeri emas".

Dalam berbagai prasasti, Sumatra disebut dalam bahasa Sanskerta dengan istilah: Suwarnadwipa
("pulau emas") atau Suwarnabhumi ("tanah emas"). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-
naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka,
menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita
Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke
Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut Sumatra dengan nama "Serendib" (tepatnya: "Suwarandib"),
transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang
mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau
Suwarandib. Namun ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilangka, yang
tidak pernah disebut Suwarnadwipa.

Di kalangan bangsa Yunani purba, Sumatra sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama
Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua
Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya
Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri
Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatra, yang
terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana
juga dijuluki chryse nesos, yang artinya pulau emas. Sejak zaman purba para pedagang dari
daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi Nusantara, terutama Sumatra. Di samping mencari
emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica)
yang saat itu hanya ada di Sumatra. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan
komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah
Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s.
raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan dia. Emas itu
didapatkan dari negeri Ofir. Kitab Al-Quran, Surat Al-Anbiya 81, menerangkan bahwa kapal-
kapal Nabi Sulaiman berlayar ke tanah yang Kami berkati atasnya (al-ardha l-lati barak-Na
fiha).

Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatra (Gunung Ophir
di Pasaman Barat, Sumatra Barat yang sekarang bernama Gunung Talamau?). Perlu dicatat, kota
Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis
Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama
Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatra
dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ofir Nabi Sulaiman a.s.

Samudera menjadi Sumatra

Kata yang pertama kali menyebutkan nama Sumatra berasal dari gelar seorang raja Sriwijaya
Haji (raja) Sumatrabhumi ("Raja tanah Sumatra"),[2] berdasarkan berita China ia mengirimkan
utusan ke China pada tahun 1017. Pendapat lain menyebutkan nama Sumatra berasal dari nama
Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan abad ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-
15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau
Kalimantan yang disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-
mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang,
sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula
disinggahi pelaut Portugis.

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatra (nama pulau) menarik untuk ditelusuri.
Odorico da Pordenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar
ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu
Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun
1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh
itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis
pulau "Samatrah". Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama
"Camatarra". Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama "Samatara",
sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama "Samatra". Ruy dAraujo tahun 1510
menyebut pulau itu "Camatra", dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya
"Camatora". Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak benar: "Somatra". Tetapi
sangat banyak catatan musafir lain yang lebih kacau menuliskannya: "Samoterra", "Samotra",
"Sumotra", bahkan "Zamatra" dan "Zamatora".

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis
Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku,
dan kemudian disesuaikan dengan lidah Indonesia: Sumatra

Penduduk

Secara umum, pulau Sumatra didiami oleh bangsa Melayu, yang terbagi ke dalam beberapa suku.
Suku-suku besar ialah Aceh, Batak, Melayu, Minangkabau, Basemah, Rejang, Ogan, Komering,
dan Lampung. Di wilayah pesisir timur Sumatra dan di beberapa kota-kota besar seperti Medan,
Batam, Palembang,Pekanbaru, dan Bandar Lampung, banyak bermukim etnis Tionghoa.
Penduduk pulau Sumatra hanya terkonsentrasi di wilayah Sumatra Timur dan dataran tinggi
Minangkabau. Mata pencaharian penduduk Sumatra sebagian besar sebagai petani, nelayan, dan
pedagang.

Penduduk Sumatra mayoritas beragama Islam dan sebagian kecil merupakan penganut ajaran
Kristen Protestan, terutama di wilayah Tapanuli dan Toba-Samosir, Sumatra Utara. Di wilayah
perkotaan, seperti Medan, Pekanbaru, Batam, Pangkal Pinang, Palembang, dan Bandar Lampung
dijumpai beberapa penganut Buddha.

Transportasi

Kota-kota di pulau Sumatra dihubungkan oleh empat ruas jalan lintas, yakni lintas tengah, lintas
timur, lintas barat dan lintas pantai timur yang melintang dari barat laut - tenggara Sumatra.
Selain itu terdapat pula ruas jalan yang melintang dari barat - timur, seperti ruas Bengkulu -
Palembang, Padang - Jambi, serta Padang - Dumai - Medan.

Di beberapa bagian pulau Sumatra, kereta api merupakan sarana transportasi alternatif. Di bagian
selatan, jalur kereta api bermula dari Pelabuhan Panjang (Lampung) hingga Lubuk Linggau dan
Palembang (Sumatra Selatan). Di tengah pulau Sumatra, jalur kereta api hanya terdapat di
Sumatra Barat. Jalur ini menghubungkan antara kota Padang dengan Sawah Lunto dan kota
Padang dengan kota Pariaman. Semasa kolonial Belanda hingga tahun 2001, jalur Padang -
Sawah Lunto dipergunakan untuk pengangkutan batu bara. Tetapi semenjak cadangan batu bara
di Ombilin mulai menipis, maka jalur ini tidak berfungsi lagi. Sejak akhir tahun 2006,
pemerintah provinsi Sumatra Barat, kembali mengaktifkan jalur ini sebagai jalur kereta wisata.

Di utara Sumatra, jalur kereta api membentang dari kota Medan sampai ke kota Tebing Tinggi.
Pada jalur ini, kereta api dipergunakan sebagai sarana pengangkutan kelapa sawit dan
penumpang.

Penerbangan internasional dilayani dari Banda Aceh (Bandar Udara Internasional Sultan
Iskandar Muda), Medan (Bandar Udara Internasional Kuala Namu), Padang (Bandara
Internasional Minangkabau, Batam (Bandar Udara Hang Nadim), Tanjungpinang (Bandar Udara
Internasional Raja Haji Fisabilillah) dan Palembang (Bandar Udara Internasional Sultan
Mahmud Badaruddin II). Sedangkan pelabuhan kapal laut ada di Belawan (Medan), Teluk Bayur
(Padang), Batam Centre (Batam), Bulang Linggi (Bintan), Sri Bintan Pura (Tanjungpinang) dan
Bakauheni (Lampung).

Ekonomi

Pulau Sumatra merupakan pulau yang kaya dengan hasil bumi. Dari lima provinsi kaya di
Indonesia, tiga provinsi terdapat di pulau Sumatra, yaitu provinsi Aceh, Riau dan Sumatra
Selatan. Hasil-hasil utama pulau Sumatra ialah kelapa sawit, tembakau, minyak bumi, timah,
bauksit, batu bara dan gas alam. Hasil-hasil bumi tersebut sebagian besar diolah oleh
perusahaan-perusahaan asing, seperti misalnya PT Caltex yang mengolah minyak bumi di
provinsi Riau.

Tempat-tempat penghasil barang tambang ialah :

Arun (NAD), menghasilkan gas alam.

Pangkalan Brandan (Sumatra Utara), menghasilkan minyak bumi

Duri, Dumai, dan Bengkalis (Riau), menghasilkan minyak bumi.

Tanjung Enim (Sumatra Selatan), menghasilkan batu bara.

Lahat (Sumatra Selatan), menghasilkan batu bara.

Plaju dan Sungai Gerong (Sumatra Selatan), menghasilkan minyak bumi.

Tanjungpinang (Kepulauan Riau), menghasilkan bauksit.

Natuna dan Kepulauan Anambas (Kepulauan Riau), menghasilkan minyak bumi dan gas alam.

Singkep (Kepulauan Riau), menghasilkan timah.

Karimun (Kepulauan Riau), menghasilkan granit.


Indarung (Sumatra Barat), menghasilkan semen.

Sawahlunto (Sumatra Barat), menghasilkan batubara.

Beberapa kota di pulau Sumatra, juga merupakan kota perniagaan yang cukup penting. Medan
kota terbesar di pulau Sumatra, merupakan kota perniagaan utama di pulau ini. Banyak
perusahaan-perusahaan besar nasional yang berkantor pusat di sini.

Selain kota Medan, kota-kota besar lain di pulau Sumatera adalah:

1. Palembang, Sumatera Selatan

2. Bandar Lampung, Lampung

3. Pekanbaru, Riau

4. Batam, Kepulauan Riau

5. Padang, Sumatera Barat

Geografis

Pulau Sumatra terletak di bagian barat gugusan kepulauan Nusantara. Di sebelah utara
berbatasan dengan Teluk Benggala, di timur dengan Selat Malaka, di sebelah selatan dengan
Selat Sunda dan di sebelah barat dengan Samudra Hindia. Di sebelah timur pulau, banyak
dijumpai rawa yang dialiri oleh sungai-sungai besar yang bermuara di sana, antara lain Asahan
(Sumatra Utara), Sungai Siak (Riau), Kampar, Inderagiri (Sumatra Barat, Riau), Batang Hari
(Sumatra Barat, Jambi), Musi, Ogan, Lematang, Komering (Sumatra Selatan), Way Sekampung,
Way Tulangbawang, Way Seputih dan Way Mesuji (Lampung). Sementara beberapa sungai yang
bermuara ke pesisir barat pulau Sumatra di antaranya Batang Tarusan (Sumatra Barat) dan
Ketahun (Bengkulu).

Di bagian barat pulau, terbentang pegunungan Bukit Barisan yang membujur dari barat laut ke
arah tenggara dengan panjang lebih kurang 1500 km. Sepanjang bukit barisan tersebut terdapat
puluhan gunung, baik yang tidak aktif maupun gunung berapi yang masih aktif, seperti
Geureudong (Aceh), Sinabung (Sumatra Utara), Marapi dan Talang (Sumatra Barat), Gunung
Kaba (Bengkulu) dan Kerinci (Sumatra Barat, Jambi). Di pulau Sumatra juga terdapat beberapa
danau, di antaranya Danau Laut Tawar (Aceh), Danau Toba (Sumatra Utara), Danau Singkarak,
Danau Maninjau, Danau Diatas, Danau Dibawah, Danau Talang (Sumatra Barat), Danau Kerinci
(Jambi) dan Danau Ranau (Lampung dan Sumatra Selatan).

Anda mungkin juga menyukai