Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. GAMBARAN UMUM WILAYAH


Sumatra barat atau yang akrab kita panggil dengan sebutan sumbar merupakan salah satu
provinsi yang ada di Indonesia. Sumbar sendiri terletak pada salah satu dari 5 pulau besar
yang ada di Indonesia yaitu pulau Sumatra, Sumatra barat ini terletak di pesisir barat bagian
tengah pulau sumatra.

Secara geografis  Provinsi Sumatera Barat terletak pada garis 00 54’ Lintang Utara
sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan serta 980 36’ sampai dengan 1010 53’ Bujur Timur
dengan total luas wilayah sekitar 42.297,30 Km2 atau 4.229.730 Ha termasuk ± 391 pulau
besar dan kecil di sekitarnya.dan juga wilayah perairan seluas 186,500 Km persegi dengan
panjang garis pantai mencapai 2.420,385 Km (Sumbar, sumbar.kemenag.go.id, 2019).

Sumatra barat ini sendiri memiliki total 12 kabupaten dan 7 kota. 12 kabupaten
diantaranya adalah, kabupaten kepulauan mentawai, kabupaten pesisir selatan, kabupaten
solok, kabupaten sijunjung, kabupaten tanah datar kabupaten padang pariaman, kabupaten
agam, kabupaten lima puluh kota, kabupaten pasaman, kabupaten solok selatan, kabupaten
dharmasraya, kabupaten pasaman barat, dan 7 kota diantaranya yaitu kota padang, kota solok,
kota sawahlunto, kota padang panjang, kota payakumbuh, kota bukittinggi, kota pariaman
(Kompas.com, 2022). Dengan Ibukota yang berpusat di Padang. Sumatra Barat memiliki
beberapa pulau pulau kecil yang terletak di bagian terluar daintaranya yaitu Pulau sibaru
baru, Pulau Niau, dan Pulau Pagai Utara (Yusfita, 2019).

Sumatra barat ini memiliki beberapa potensi bencana yaitu banjir, tsunami, gempa bumi,
letusan gunung berapi, gelombang pasang, kekeringan, longsor, badai/puting beliung,
kebakaran hutan dan lahan, abrasi pantai. Bencana yang menimulkan dampak seperti
mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat sekitar dan memiliki dampak merusak
lingkungan hidup adalah gempa bumi, tsunami, banjir, longsor, letusan gunung berapi dan
kebakaran hutan dan lahan (Sinulingga, 2012)
1.2. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT
1.2.1. JUMLAH DAN SEBARAN PENDUDUK
Berdasarkan SP 2020, diketahui jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat per
September 2020 sebesar 5,53 juta jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 2,79 juta
orang atau 50,35 % dan jumlah penduduk perempuan 2,75 juta orang atau 49,65 %.
Berdasarkan jumlah luas daratan yang mencapai 42.012,89 KM, maka didapat kepadatan
penduduk sebanyak 132 jiwa per KM (Redaksi, 2021).

1.2.2. DEMOGRAFI

1.2.3. SEJARAH BUDAYA


Kawasan Sumatera Barat pada masa lalu merupakan bagian dari Kerajaan Pagaruyung.
Namun wilayah Sumatera Barat saat ini tidak mencerminkan keseluruhan luas dari wilayah
Kerajaan pagaruyung. Hal ini tidak terlepas dari penguasaan penjajah yang telah memecah
wilayah Pagaruyung hingga menyisakan sebatas wilayah Provinsi Sumatera Barat yang
dikenal saat ini (Anggun, 2016).

Bermula dari pemerintahan kolonial Inggris di Sumatera pada tahun 1811 yang memilih
pusat pemerintahannya di Bengkulu. Wilayah Pagaruyung saat itu dimasukkan dalam
wilayah pesisir Barat (West Coast region). Sebuah wilayah yang membentang dari bagian
Selatan Lampung sampai ke Singkil di bagian pesisir Barat Aceh. Gubernur Jenderal Raffles
membentuk kesatuan wilayah ini setelah melihat fakta rangkaian mata rantai sebaran etnis
(Anggun, 2016)

Minang pesisir yang tidak terputus di sepanjang pesisir Barat Sumatera pada masa itu.
Setelah penyerahan wilayah Sumatera kepada Kerajaan Belanda pasca rekapitulasi Napoleon
di Eropa, Inggris hanya menyisakan wilayah Bengkulu sebagai basisnya di Sumatera
yang berakses ke Samudera Hindia. Dalam hal ini penentuan batas Bengkulu dilakukan
sepihak oleh Inggris dengan memasukkan wilayah Minangkabau Mukomuko dalam
administrasi Bengkulu. Setelah penyerahan Bengkulu kepada pemerintahan kolonial Hindia
Belanda tahun 1824, wilayah Mukomuko tetap dipertahankan dalam administratif Bengkulu
(Anggun, 2016).

Sumatera Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatera, memiliki dataran
rendah di pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang dibentuk oleh Bukit Barisan. Garis
pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan dengan Samudera Hindia sepanjang 375 km.
Kepulauan Mentawai yang terletak di Samudera Hindia dan beberapa puluh kilometer dari
lepas pantai Sumatera Barat termasuk dalam provinsi ini (Anggun, 2016).

Sumatera Barat memiliki beberapa danau, di antaranya adalah danau Singkarak yang
membentang di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar dengan luas 130,1 km², danau
Maninjau di kabupaten Agam dengan luas 99,5 km², dan danau Kembar di kabupaten Solok
yakni danau Diatas dengan luas 31,5 km², dan danau Dibawah dengan luas 14,0 km² .
Beberapa sungai besar di pulau Sumatera berhulu di provinsi ini, di antaranya adalah sungai
Siak, sungai Rokan, sungai Inderagiri (disebut sebagaiBatang Kuantan di bagian hulunya),
sungai Kampar, dan Batang Hari. Semua sungai ini bermuara di pantai timur Sumatera, di
provinsi Riau dan Jambi (Anggun, 2016).

Sementara sungai-sungai yang bermuara di provinsi ini berjarak pendek, di antaranya


adalah Batang Anai, Batang Arau, dan Batang Tarusan.

Sumatera Barat memiliki 29 gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota. Beberapa di
antaranya adalah gunung Talamau di kabupaten Pasaman Baratyang merupakan gunung
tertinggi di provinsi ini dengan ketinggian 2.913 meter, gunung Marapi di kabupaten Agam
dengan ketinggian 2.891 m, gunung Sago di kabupaten Lima Puluh Kota dengan ketinggian
2.271 m, gunung Singgalang di kabupaten Agam dengan ketinggian 2.877 m, gunung
Tandikat dikabupaten Padang Pariaman dengan ketinggian 2.438 m, gunung Talang di
kabupaten Solok dengan ketinggian 2.572 m, dan gunung Pasaman di kabupaten Pasaman
Barat dengan ketinggian 2.190 m (Anggun, 2016).

Propinsi Sumatera Barat memiki aneka ragam budaya yang menarik. Kekayaan budaya
Sumatera Barat tersebut meliputi tarian tradisional hingga adat istiadat yang ada di Sumbar.
Kekayaan seni budaya Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat ini harus terus di
lestarikan dan harus mendapat perhatian lebih oleh pemerintah setempat khususnya sehingga
nantinya bisa menarik wisatawan. Kebudayaan Sumatera Barat harus diperkenalkan dan
dipromosikan karena bagian dari kekayaan budaya indonesia. Salah satu even untuk
mempromosikan budaya Sumbar adalah dengan terselenggaranya Pekan Budaya Sumatera
Barat. Selain mengenalkan budaya propinsi Sumbar kepada masyarakat lokal juga untuk
wisatawan yang berkunjung ke propinsi ini (Anggun, 2016).
I. Daftar Kebudayaan Sumatra Barat
A. Rumah adat Sumatra barat
Rumah Gadang merupakan Rumah adat yang berasal dari Sumatera Barat, berasal dari
suku Minangkabau. Rumah adat ini biasanya didirikan diatas tanah milik keluarga induk
dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Bentuk Rumah Gadang ini empat persegi
panjang dan terbagi atas dua bagian yaitu muka dan belakang, Rumah Gadang terbuat dari
bahan kayu, dan kalu di lihat sekilas hampir menyerupai rumah panggung. Salah satu
kekhasan dari rumah adat ini dalam proses pembuatannya adalah tidak memakai paku besi
tapi hanya menggunakan pasak yang terbuat dari bahan kayu (Anggun, 2016).

B. Seni Tari Sumatra Barat


Seni tari tradisional yang berasal dari Sumatera Barat biasanya berasal dari adat budaya
suku Minangkabau serta etnis Mentawai. Seni tari dari Minangkabau umumnya sangat
dipengaruhi oleh agama Islam. Terdapat beberapa tarian daerah seperti Tari Pasambahan,
Tari Piring, Tari Payung dan Tari Indang. Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah
bahasa daerah yaitu Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti dialek
Bukittinggi, dialekPariaman, dialek Pesisir Selatan, dan dialek Payakumbuh. Di daerah
Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera Utara, dituturkan juga Bahasa
Batak dan Bahasa Melayu dialek Mandailing. Sementara itu di daerah kepulauan Mentawai
digunakan Bahasa Mentawai suntin (Anggun, 2016).

C. Religi Di Sumatra Barat


Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 98% penduduk Sumatera Barat,
yang kebanyakan pemeluknya adalah orang Minangkabau. Selain itu ada juga yang beragama
Kristen terutama di kepulauan Mentawai sekitar 1,6%, Buddha sekitar 0,26%, dan Hindu
sekitar 0,01%, yang dianut oleh penduduk bukan orang Minangkabau.
Berbagai tempat ibadah yang dapat dijumpai di setiap kabupaten dan kota di Sumatera Barat
didominasi oleh masjid dan musala (Anggun, 2016).

Masjid terbesar adalah Masjid Raya Sumatera Barat di kota Padang yang saat ini
pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian. Sedangkan masjid tertua di antaranya
adalah Masjid Raya Ganting di kota Padang dan Masjid Tuo Kayu Jao dikabupaten Solok.
Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik bentuk masjid maupun musala. Seperti
masjid Raya Sumatera Barat yang memiliki bangunan berbentuk gonjong, dihiasi ukiran
Minang sekaligus kaligrafi, dan tidak memiliki kubah. Ada juga masjid dengan atap yang
terdiri dari 3 sampai 5 lapis yang makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung seperti Masjid
Tuo Kayu (Anggun, 2016).
1.2.4. S UKU LOKAL
Penduduk Sumatera Barat dihuni oleh mayoritas suku Minangkabau. Selain suku Minang,
di wilayah Pasaman di huni oleh suku Mandailing dan suku Batak. Awal munculnya
penduduk suku tersebut pada abad ke-18 masa Perang Paderi. Daerah Padang Gelugur,
Lunang Silaut, dan Sitiung yang merupakan daerah transmigrasi terdapat juga suku Jawa.
Sebagian di daerah tersebut terdapat penduduk imigran keturunan Suriname yang kembali
memilih pulang ke Indonesia pada akhir 1950-an. Para imigran tersebut di tempatkan di
daerah Sitiung. Mayoritas penduduk suku Mentawai juga berdomisili di kepulauan Mentawai
dan sangat jarang di temui penduduk suku Minangkabau. Beberapa suku lainnya seperti etnis
Tionghoa memilih menetap di kota-kota besar seperti Bukittinggi, Padang, dan Payakumbuh.
Suku Nias dan Tamil sendiri berada di daerah Pariaman dan Padang walaupun dalam jumlah
yang sedikit (Anggun, 2016).

1.2.5. ANGKA KEMISKINAN

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kemiskinan di Sumatera Barat mulai menurun


pada 2021, bahkan menjadi terendah sejak pandemi datang ke Indonesia. Saat pandemi
datang pertama kali, jumlah penduduk miskin Sumatera Barat naik dari 344,23 ribu pada
Maret 2020 menjadi 364,79 ribu pada September 2020. Kemudian jumlah penduduk miskin
Sumatera Barat kembali meningkat 1,61% menjadi 370,67 ribu pada Maret 2021. Laporan
terakhir BPS menunjukkan penduduk miskin Sumatera Barat menurun. Tercatat penduduk
miskin menurun 8,3% menjadi 339,93 ribu jika dibandingkan dengan Maret 2021. Adapun,
jika dibandingkan dengan September 2020 menurun 6,81%. Penurunan juga terjadi pada
persentase penduduk miskin Sumatera Barat. Tercatat persentase penduduk miskinan
Sumatera Barat sebesar 6,04% pada September 2021. Persentase tersebut menurun 0,59 poin
dari Maret 2021 yang sebesar 6,63%. Sementara jika dibandingkan dengan September 2020
menurun 0,52 poin dari 6,56% (Jayani, 2022).
1.2.6. KONDISI PENDIDIKAN

Pada kelompok umur 7-12 tahun, APS yang berasal dari pendapatan rumah tangga sedang
dan tinggi yaitu berturut-turut 99,46 persen dan 100,00 persen. Pada kelompok umur 13-15
tahun, APS yang berasal dari pendapatan rumah tangga sedang dan tinggi yaitu berturut-turut
97,16 persen dan 97,55 persen. Untuk kelompok umur 16-18 tahun dengan pengeluaran
rumah tangga sedang dan tinggi, APS-nya berturut-turut 83,88 persen dan 95,09 persen.
Ketimpangan yang cukup tinggi terdapat pada APS dengan kelompok umur 19-24 tahun,
dimana APS yang berasal dari pendapatan rumah tangga sedang dan tinggi berturut-turut
33,22 persen dan 53,56 persen. Tabel 3.4.1 Angka Partisipasi Sekolah (APS) Menurut Tipe
Daerah, Status Ekonomi Rumah Tangga Dan Kelompok Umur di Sumatera Barat, 2020
Sumber: Susenas Maret 2020 https://sumbar.bps.go.id Profil Pendidikan Provinsi Sumatera
Barat 2020 31 Dilihat menurut tipe daerah, terdapat pola yang sama. Pada umumnya,
semakin meningkat pengeluaran rumah tangga maka semakin meningkat pula APS anak usia
sekolah. Pola tersebut terjadi di sebagian besar kelompok umur pendidikan pada daerah
perkotaan maupun perdesaan. Pada kelompok umur 13-15 tahun, 16-18 tahun dan 19-24
tahun, APS terendah berada pada kelompok pengeluaran rumah tangga kategori rendah.
Namun, pada kelompok umur 7-12 tahun, APS terendah berada pada kelompok pengeluaran
rumah tangga kategori menengah (Barat, 2021).
1.2.7. KONDISI KESEHATAN MASYARAKAT

Dari Tabel 2.1.1, angka kesakitan penduduk paling banyak dialami oleh kelompok
penduduk berumur 60 tahun ke atas atau kelompok lansia yaitu 25,64 persen. Kelompok
umur Balita (0-4 tahun) berada diurutan kedua tertinggi sebesar 20,72 persen. Jika dipisah
menurut daerah tempat tinggal, angka kesakitan untuk kedua kelompok rentan tersebut, lebih
tinggi di daerah perdesaan dibanding dengan daerah perkotaan.

1.2.8. KERUSAKAN HUTAN YANG TERJADI


 Kualitas air
 Kerusakan Hutan (Degradasi alam)
 Banyaknya Perkebunan Kelapa Sawit
 Pencemaran Udara Dan Sampah
 Kerusakan laut dan ancaman keanekaragaman hayati
1.3. GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN HIDUP
1.3.1. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP
Kondisi lingkungan hidup di sumatera barat makin dari tahun ketahun itu semakin buruk
karena kualitas lingkungan kian tahun terlihat semakin mencemaskan dan memprihatinkan
kenapa bisa dikatakan memprihatinkan,karena dari data yang diperoleh dari pemantauan
dilapangan sejumlah lokasi rawan bencana didaerah sepuluh tahun misalnya ada dua jenis
bencana alam banjir dan longsor selalu saja melanda daerah berpenduduk 4,6 juta jiwa
tersebut (Diskominfo, 2018).

Setiap hujan datang warga selalu mencemaskan akan terjadinya banjir dan akibatnya
tidak lupa juga kerugian yang dihasilkan oleh kejadian tersebut merugikan banyak
materi,kemudian tidak luput juga akan persoalan pencemaran lingkungan juga tidak kalah
jauh berbeda dikarenakannya kurangnya Tindakan tegas dari pemerintah dalam menindak
perusahaan perusahan yang dicurigai sebagai pelopor terbesar atasnya tercemar pada
lingkungan (Diskominfo, 2018).

Sumatera barat merupakan salah satu provinsi yang terletak dibagian pulau sumatera yang
sangat memiliki kekayaan yang berlimpah dalam segi sumber daya alam dan juga tidak lupa
dengan sumber daya manusia nya, dan jangan lupa juga dari unsur kesenianya sumatera barat
termasuk yang paling bagus juga (Diskominfo, 2018).

1.3.2. STATUS KONSERVASI , LOKASI, DAN LUAS WILAYAHNYA

1.Kawasan konservasi selat bunga laut

Kawasan konservai selat bunga laut adalah salah satu Kawasan konservasi yang terletak
di kabupaten kepulauan mentawai  Luas KKPD Kabupaten Kepualauan Mentawai adalah
172.191 Hektare. Dalam sistem koordinat geografi, wilayahnya di 1038036,15' - 1058052,16'
Lintang Selatan dan 99010'56,96" - 99023'11,03" Bujur Timur (INDONESIA, 2018). 

Pembagian wilayah KKPD Kabupaten Kepualauan Mentawai tersebar di


beberapa desa yaitu Desa Katurai, Desa Sipora, Desa Siburu dan Desa Seiberut. KKPD
Kabupaten Kepualauan Mentawai mempunyai ekosistem hutan bakau dan terumbu karang.
Di ekosistem hutan bakau tumbuh 15 spesies bakau. Sedangkan di ekosistem terumbu karang
terdapat 157 jenis ikan terumbu karang dengan 33 famili (INDONESIA, 2018).

Jenis ikan dengan kelimpahan terbesar adalah ikan Balong padang dan ikan napoleon.
Lokasi KKPD Kabupaten Kepualauan Mentawai dapat dicapai dari arah Kota
Padang menggunakan transportas air berupa kapal. Lokasinya juga dapat dicapai
menggunakan pesawat udara dari Bandara Udara Internasional Minangkabau menuju ke Kota
Padang. Dari Kota Padang perjalanan dilanjutkan ke Bandara Rokot di Tua Pejat
(INDONESIA, 2018).
2.Kawasan konservasi perairan daerah kabupaten pesisir selatan

Laskar Pemuda Peduli Lingkungan (LPPL) Amping Parak adalah salah satu
kelompok masyarakat di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan yang bergerak di bidang
konservasi. Kelompok ini didirikan atas inisiatif masyarakat yang peduli terhadap
keberlanjutan dan kelestarian ekosistem pesisir dan penyu. Kabupaten Pesisir Selatan itu
sendiri berada di wilayah pantai barat Pulau Sumatera. Panjang pantainya mencapai 267 km.
Sebanyak 47 pulau tersebar di wilayah perairan kabupaten ini. Penyu sering ditemukan naik
untuk bersarang dan bertelur di hampir semua pulau tersebut dan di beberapa bagian wilayah
pantai lainnya. Salah satunya adalah di Pantai Amping Parak/Ampiang Parak, Kecamatan
Sutera (PADANG, 2021).
 
Inisiatif tersebut bermula ketika terdapat keinginan sebagian masyarakat yang melihat pantai
tergerus oleh abrasi laut dan pantai terlihat tandus karena tidak adanya tanaman di pinggir
pantai. Sehingga timbul keinginan kelompok untuk menanam pohon waru. Secara swadaya,
Kelompok Laskar Pemuda Peduli Lingkungan Ampiang Parak mencoba menanam pohon
waru tersebut dengan keterbatasan anggaran yang ada. Pada tahun 2016, kelompok tersebut
mendapat bantuan penanaman pohon cemara laut dari Kementerian Kelautan dan Perikanan
(KKP) sehingga kelompok masyarakat tersebut mendapat mandat untuk mengelola dan
menjaga keberlangsungan dari pertumbuhan cemara laut tersebut (PADANG, 2021).

3. Kawasan konservasi Kota Padang

Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota Padang (KKPD Kota Padang) adalah


salah satu kawasan konservasi perairan daerah yang ada di SumatraBarat, Indonesia.
Dalam pembagian administratif Indonesia, KKPD Kota Padang masuk ke wilayah
administratif Kota Padang. Tujuan penetapan KKPD Kota Padang adalah sebagai kawasan
perlindungan dan pemanfaatan sumber daya laut di wilayah pesisir Sumatra Barat.

Selain itu, penetapan KKPD Kota Padang juga untuk


melestarikan ekosistem lingkungan dan biotalaut  serta meningkatkan sumberdaya ikan dan
pelestarian lingkungan di wilayah pesisir dan laut Sumatra Barat. Kegiatan utama yang
dilakukan di dalam KKPD Kota Padang adalah peningkatan ekosistem perairan yang
meliputi pemuliaan penyu, transplantasi terumbu karang dan penanaman bakau.
http://scholar.unand.ac.id/16766/3/bab%201.pdf

4.Kawasan  konservasi Kota Pariaman 

Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota Pariaman adalah kawasan perairan yang
dilindungi dan dikelola meliputi perairan pesisir dan perairan Pulau Angso, Pulau Tangah,
Pulau Ujuang dan Pulau Kasiak. Tujuan penelitian adalah menganalisis Rencana Zonasi
Kawasan Konservasi Perairan dan menganalisis kegiatan yang boleh dan tidak boleh
dilakukan di Daerah Kota Pariaman. Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif.
Hasil analisis rencana zonasi kawasan konservasi seluas 11.776,63 ha terbagi atas 3 zona
yaitu zona inti 249.31 Ha (2,12 %), zona perikanan berkelanjutan 11.460.32 ha (97,31%) dan
zona pemanfaatan 67,0 Ha (0,57%). Kegiatan yang boleh dilakukan di zona inti adalah
penelitian, rehabilitasi ekosistem dan restocking alami. Kegiatan yang boleh dilakukan di
zona perikanan berkelanjutan adalah untuk wisata, penelitian, penangkapan ikan, rehabilitasi
ekosistem, budidaya ikan dan restocking alami. Kegiatan yang boleh dilakukan di zona
pemanfaatan adalah untuk wisata, penelitian, rehabilitasi ekosistem, dan restocking alami.
Kegiatan yang tidak boleh dilakukan zona inti adalah wisata, penangkapan ikan, budidaya
ikan dan aktifitas menghilangkan fungsi kawasan. Kegiatan yang tidak boleh dilakukan di
zona perikanan berkelanjutan adalah aktifitas menghilangkan fungsi kawasan. Kegiatan yang
tidak boleh dilakukan di zona pemanfaatan adalah untuk penangkapan ikan, budidaya ikan,
dan aktifitas menghilangkan fungsi kawasan. Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Perairan
adalah dokumen penting bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai dasar untuk
pemberian izin usaha perairan.

http://repo.bunghatta.ac.id/3034/1/Rencana%20Zonasi%20Kawasan%20Konservasi
%20Pariaman.pdf

5.Kawasan konservasi perairan daerah kabupaten padang pariaman

Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota Keputusan Gubernur Sumatera Barat No.
523.6/150-2017 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Daerah. Luas KKPD Kota
Pariaman adalah 11.776,63 ha. yang meliputi perairan laut Kota Pariaman termasuk 4
perairan-pulau lkecil yaitu Pulau Angso, Pulau Tangah, Pulau Ujuang dan Pulau Kasiak.
Dalam penataan rencana zonasi KKPD Kota Pariaman, kawasan yang direncanakan secara
garis besar dibagi 3 zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan zona
pemanfaatan. Berdasarkan luas kawasan total 11.776,63 ha dibagi menjadi 3 zona yaitu zona
inti dengan luas 249,31 Ha atau 2,12%; zona perikanan berkelanjutan seluas 11.460,32 ha
atau 97,31 % dan zona pemanfaatan 67,00 ha atau 0,57 % dari luas kawasan perencanaan

Tabel 1. Pembagian Rencana Zonasi KKPD Kota Pariaman Zona Luas (ha) Persentase (%)
Lokasi Zona Inti 249.31 2,12 Perairan P. Kasiak Zona Perikanan Berkelanjutan 11.460.32
97,31 Perairan KKPD Kota Pariaman Zona Pemanfaatan 67,00 0,57 Perairan Pulau Angso,
Pulau Tangah dan Pulau Ujuang Jumlah 11.776,63 100,00

http://repo.bunghatta.ac.id/3034/1/Rencana%20Zonasi%20Kawasan%20Konservasi
%20Pariaman.pdf
BAB II
METODE PENGUMPULAN DATA

Definisi Pengumpulan Data

Pengumpulan data dilakukan buat memperoleh


fakta yang diperlukan pada rangka mencapai tujuan penelitian. Sebelum
melakukan
penelitian, seseorang peneliti umumnya telah memiliki dugaan sesuai teori yang 
dia gunakan,
dugaan tersebut disebut dengan hipotesis. Buat menunjukan hipotesis
secara realitas, seorang peneliti membutuhkan pengumpulan data buat diteliti
secara lebih mendalam.
Proses pengumpulan data ditentukan oleh karakteristik
yang terdapat dalam hipotesis. Pengumpulan data dilakukan terhadap
sampel yang telah dipengaruhi sebelumnya.
Data adalah sesuatu yg belum memiliki arti bagi penerimanya dan masih
membutuhkan adanya suatu pengolahan. Data mampu memiliki banyak
sekali wujud, mulai berasal dari gambar, bunyi, huruf, nomor , bahasa, simbol,
bahkan keadaan. Seluruh hal tersebut dapat diklaim menjadi data
asalkan dapat kita gunakan menjadi bahan buat melihat lingkungan,
obyek, kejadian, ataupun suatu konsep.

Data dapat dibedakan dalam beberapa kategori. Jenis-jenis data bisa


dikategorikan sebagai berikut:

Sumber Data

Data Sekunder
Data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah ada. Data sekunder
Dapat berupa dokumentasi, catatan, bukti serta laporan historis.

Metode Analisis
Metode Analisis yang dipergunakan yaitu :
1. Metode Pengamatan Sistem
Pengamatan dilakukan secara detail terhadap fungsi-fungsi sistem yg
ada disistem,sebagai akibatnya dapat diketahui kekurangan dari sistem
tersebut.

2..Metode Studi Kasus


Pada dasarnya, studi kasus mengkaji secara intensif seseorang individu
atau grup yang mengalami masalah eksklusif. dalam melakukannya, peneliti
mempelajarinya secara rinci dengan mengungkap
karakteristik yang dapat menyebabkan terjadinya masalah dari berbagai aspek.
Sederhananya, studi kasus dimaksud untuk megetahui mengapa individu
melakukan apa yg dia lakukan.
Studi kasus bukan dilakukan buat menguji hipotesis, namun sebaliknya,
studi kasus dapat membuat hipotesis yang bisa diuji melalui penelitian lebih
lanjut.
BAB III
PENJABARAN HASIL IDENTIFIKASI MASALAH
DAN REKOMENDASI PENYELESAIAN MASALAH

Kurangnya Kepedulian Masyarakat Terhadap Lingkungan

Masyarakat memiliki sikap acuh terhadap rusaknya lingkungan di


Sumatera Barat, sehingga sedikit demi sedikit tanpa disadari lingkungan di
daerah Sumatera Barat pun terus mengalami kerusakan. Masyarakat yang
kurang peduli terhadap lingkungan tidak memperhatikan kelestarian alam
di Sumatera Barat, padahal tanpa disadari jika lingkungan Sumatera Barat
rusak, maka masyarakat pula yang akan merasakan dampak dari hal
tersebut. Sehingga untuk menangani masalah ini perlu adanya sosialisasi
dari pihak pemerintah terhadap masyarakat. Akan tetapi pemerintah
mungkin saja akan kesulitan jika ingin melakukan sosialisasi terhadap
masyarakat, oleh karena itu pemerintah perlu membentuk suatu tim
khusus untuk mensosialisasikan sikap peduli lingkungan terhadap
masyarakat dan turut menggandeng aktivis lingkungan agar dapat
berkolaborasi dalam hal tersebut dan dapat menjadi figur tiruan bagi
masyarakat.

Lemahnya Penegakan Hukum

Perlu kita sadari bahwa jika hukum adalah hal yang bersifat mengikat dan
wajib, oleh karena itu jika penegakan hukum tidak dilakukan dengan
semestinya maka masyarakat pun akan menjadi tidak terkontrol dan dapat
melakukan hal hal yang dapat bertentangan dengan norma hukum dan
norma sosial. Kerusakan lingkungan di Sumatera Barat juga diakibatkan
oleh lemahnya penegakan hukum oleh para aparat hukum. Padahal negara
telah mengatur hal tersebut dalam UNDANG UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Akan tetapi meskipun demikian tetap saja
ada oknum oknum di dalam tubuh pemerintahan yang tidak jujur dalam
menjalankan amanahnya dan melakukan kompromi terhadap pelaku
pelaku perusak lingkungan di Sumatera Barat. Oknum yang biasanya
merusak lingkungan Sumatera Barat memberikan imbalan yang besar
kepada oknum penegak hukum di bagian pemerintah agar mereka bisa
lolos dari jeratan hukum, sehingga kerusakan lingkungan Sumatera Barat
pun terus terjadi meskipun telah dibuat undang undang yang mengaturnya.
Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan evaluasi terkait mengapa oknum
penegak hukum mau menerima uang dari oknum perusak lingkungan. Hal
yang mungkin menyebabkan hal ini terjadi antara lain, minimnya
tunjangan dari pemerintah sehingga oknum penegak hukum menjadi
lemah dan mau berkompromi dengan oknum perusak lingkungan, lalu hal
yang mungkin juga terjadi kurangnya rasa tanggung jawab dan kejujuran
dalam setiap diri oknum penegak hukum sehingga mereka tidak amanah
dalam melaksanakan tugasnya dalam menegakan hukum. Penyelesaian
dalam masalah ini adalah perlu dilakukan pembinaan terhadap oknum
penegak hukum agar lebih bertanggung jawab dan profesional dalam
melakukan penegakan hukum.

Kurangnya Lapangan Pekerjaan Bagi Masyarakat

Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia dapat mengahalalkan segala cara


untuk mempertahankan hidupnya, meskipun hal tersebut merusak
lingkungan sekitarnya. Masyarakat di lingkungan Sumatera Barat memiliki
pencaharian yang bergantung kepada lingkungan Sumatera Barat, sehingga
meskipun hal tersebut ilegal mereka pun tetap melakukannya. Untuk
mengatasi hal ini pemerintah dapat melakukan pembentukan aktivis
penjaga lingkungan yang anggota didalamnya adalah masyarakat
masyarakat sekitar, sehingga mereka mendapat perkerjaan yang baik dan
juga disamping mereka memiliki pekerjaan mereka juga menjalankan
peran penjagaan lingkungan Sumatera Barat.

Anda mungkin juga menyukai