Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN LINGKUNGAN HIDUP SUMATERA

PROVINSI SUMATERA SELATAN

Dosen Pengampu:
Ilham Marvie, S.T.P., M.SI

Kelas TPB : 30 (Tiga Puluh)

Ketua Kelompok:
Rakha Hadi Fauzan_122190003

Nama Anggota:
Ali Akbar Mubarok Alfaridzi_122170014
Anggita Putri Astrian_122190017
Apria Donel Ingdri_12236004
Deny Fajar Aldi Winata_122120001
Rosy Reuni Nainggolan_122120018
Tiara Permata_122190017

NOVEMBER
TAHUN AJARAN 2022/2023
INSTITUT TEKNOLOGI SUMATERA
DAFTAR ISI

BAB 1...................................................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................................................3
1.1 Gambaran Umum Wilayah.................................................................................................3
1.2 Gambaran Umum Masyarakat...........................................................................................7
1.3 Kondisi Lingkungan Hidup...............................................................................................15
BAB 2..................................................................................................................................................17
METODE PENGUMPULAN DATA...............................................................................................17
2.1 Teknik Pengumpulan Data...............................................................................................17
BAB 3..................................................................................................................................................19
PENJABARAN HASIL IDENTIFIKASI MASALAH DAN REKOMENDASI
PENYELASAIAN MASALAH........................................................................................................19
3.1 Identifikasi Masalah..........................................................................................................19
3.2 Penyelesaian Masalah........................................................................................................23
BAB 4..................................................................................................................................................25
SIMPULAN DAN SARAN................................................................................................................25
4.1 Kesimpulan.........................................................................................................................25
4.2 Saran...................................................................................................................................25
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................................26
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Wilayah

Sumatera Selatan adalah salah satu provinsi di Indonesia. Terletak di sebelah tenggara pulau
Sumatera, Provinsi ini membentang 91.592,43 km² dan memiliki populasi 8.467.432 pada
Sensus 2020.
Secara administratif Provinsi Sumatera Selatan terdiri dari 11 (sebelas) Pemerintah
Kabupaten dan 4 (empat) Pemerintah Kota, dengan palembang sebagai ibu kota provinsi.
Pemerintah Kabupaten dan Kota membawahi Pemerintah Kecamatan dan Desa / Kelurahan,
Provinsi Sumatera Selatan memiliki 11 Kabupaten, 4 Kotamadya, 212 Kecamatan, 354
Kelurahan, 2.589 Desa. Kabupaten Ogan Komering Ilir menjadi Kabupaten dengan luas
wilayah terbesar dengan luas 16.905,32 Ha, di ikuti oleh Kabupaten Musi Banyuasin dengan
luas wilayah sebesar 14.477 Ha.
Provinsi Sumatra Selatan secara astronomis terletak antara 1–4° Lintang Selatan dan 102–
106° Bujur Timur, dan luas daerah seluruhnya adalah 87.017.41 km2. Luas daerah
perairannya adalah 720,56 km2 dan luas daerah daratannya adalah 91.592,43 km²
Batas batas wilayah Provinsi Sumatra Selatan sebagai berikut:
 Sebelah utara berbatasan dengan Provinsi Jambi
 Sebelah selatan berbatasan dengan Provinsi Lampung
 Sebelah timur berbatasan dengan Selat Bangka dan Provinsi Bangka Belitung
 Sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Bengkulu
Secara topografi, wilayah Sumatra Selatan di Pantai Timur tanahnya terdiri dari rawa-rawa
dan payau yang dipengaruhi oleh pasang surut. Vegetasinya berupa tumbuhan palmase dan
kayu rawa (bakau). Sedikit makin ke barat merupakan dataran rendah yang luas. Lebih masuk
kedalam wilayahnya semakin bergunung-gunung. Disana terdapat bukit barisan yang
membelah Sumatra Selatan dan merupakan daerah pegunungan dengan ketinggian 900 –
1.200 meter dari permukaan laut. Bukit barisan terdiri atas puncak Gunung Seminung (1.964
m), Gunung Dempo (3.159 m), Gunung Patah (1.107 m) dan Gunung Bengkuk (2.125m).
Disebelah Barat Bukit Barisan merupakan lereng. Provinsi Sumatra Selatan mempunyai
beberapa sungai besar. Kebanyakan sungai-sungai itu bermata air dari Bukit Barisan, kecuali
Sungai Mesuji, Sungai Lalan dan Sungai Banyuasin. Sungai yang bermata air dari Bukit
Barisan dan bermuara ke Selat Bangka adalah Sungai Musi, sedangkan Sungai Ogan, Sungai
Komering, Sungai Lematang, Sungai Kelingi, Sunga Lakitan, Sungai Rupit dan Sungai
Rawas merupakan anak Sungai Musi.
Kabupaten/kota yang tertelak di sumatera selatan, antara lain:
1. Kabupaten Banyuasin
2. Kabupaten Empat Lawang
3. Kabupaten Lahat Lahat
4. Kabupaten Muara Enim
5. Kabupaten Musi Banyuasin
6. Kabupaten Musi Rawas
7. Kabupaten Musi Rawas Utara
8. Kabupaten Ogan Ilir
9. Kabupaten Ogan Komering Ilir
10. Kabupaten Ogan Komering Ulu
11. Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan
12. Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur
13. Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir
14. Kota Lubuklinggau
15. Kota Pagar Alam
16. Kota Palembang
17. Kota Prabumulih
18.  Kota Ranau Raya

Provinsi Sumatra Selatan menjadi daerah yang sangat berpotensi besar mengalami berbagai
bencana. Bahkan sepanjang 2021, tercatat 138 bencana yang terjadi di wilayah Sumsel.
Rinciannya, 92 kali kebakaran rumah penduduk, 15 kali banjir, 6 kali tanah longsor, 20 kali
puting beliung, dan 5 kali banjir bandang. Hal ini mengakibatkan sebanyak 4.874 KK atau
2.673 jiwa menderita, baik luka-luka, mengungsi hingga meninggal dunia.
Gubernur mengatakan Pemprov Sumsel sudah menyiapkan sebanyak 850 personel gabungan
kesatuan TNI, Polisi, BPBD, Kementerian Lembaga dan sejumlah Ormas dari 17
kabupaten/kota
Kepala Pelaksana BPBD Provinsi Sumsel, Iriansyah mengatakan saat ini seluruh
kabupaten/kota di Sumsel telah menaikkan status kewaspadaan bencana menjadi tingkat
siaga. Sehingga perlu antisipasi serta kesiapan dari masing-masing wilayah untuk
menghadapi bencana hidrometeorologi seperti banjir dan tanah longsor.
Referensi:
https://en.m.wikipedia.org/wiki/South_Sumatra
https://walhisumsel.or.id/2020/01/15/tinjauan-lingkungan-hidup-sumatera-selatan/
https://m.mediaindonesia.com/nusantara/447361/waspada-potensi-bencana-sumsel-
maksimalkan-upaya-mitigasi

Salah satu kejadian bencana alam yang terjadi di sumatera selatan:


(Tanah Longsor, Lahat 2020)
https://sumsel.idntimes.com/news/sumsel/muhammad-rangga-erfizal/lagi-kabupaten-lahat-
sumsel-diterjang-banjir-dan-tanah-longsor
(Banjir, Kota Palembang 2021)
https://www.jawapos.com/nasional/26/12/2021/bnpb-tidak-ada-korban-jiwa-akibat-banjir-
dan-tanah-longsor-di-sumsel/
1.2 Gambaran Umum Masyarakat
Masalah kependudukan di antara lain meliputi jumlah, komposisi dan distribusi penduduk
merupakan masalah yang perlu diperhatikan dalam proses pembangunan. Jumlah penduduk
yang besar merupakan salah satu modal dasar pembangunan, tetapi dapat juga menjadi beban
dalam proses pembangunan jika mempunyai kualitas yang rendah. Oleh sebab itu untuk
menunjang keberhasilan pembangunan nasional dalam menangani permasalahan penduduk
pemerintah tidak saja mengarahkan pada upaya pengendalian jumlah penduduk tetapi juga
menitikberatkan pada peningkatan kualitas sumber daya manusianya. Di samping itu program
perencanaan pembangunan sosial di segala bidang harus mendapat prioritas utama yang
berguna untuk peningkatan kesejahteraan penduduk.
Pada tahun 2020 jumlah penduduk Sumatra Selatan sudah mencapai 8.497.196 jiwa, yang
menempatkan Sumatra Selatan sebagai provinsi ke-6 terbesar penduduknya di Indonesia.
Secara absolut jumlah penduduk Sumatra Selatan terus bertambah dari tahun ke tahun.
Tercatat pada tahun 1971 jumlah penduduk sebesar 2,931 juta jiwa, meningkat menjadi 3,975
pada tahun 1980, 5,493 juta jiwa pada tahun 1990 serta 6,273 pada tahun 2000. Dengan
jumlah penduduk yang begitu besar maka Sumatra Selatan dihadapkan kepada suatu masalah
kependudukan yang sangat serius. Oleh karena itu, upaya mengendalikan pertumbuhan
penduduk disertai dengan upaya peningkatan kesejahteraan penduduk harus merupakan suatu
upaya yang berkesinambungan dengan program pembangunan yang sedang dan akan terus
dilaksanakan.

Sejarah budaya dan suku lokal yang ada di Sumatera Selatan, antara lain:
 ASEAN
Pasangan pribumi Palembang mengenakan pakaian adat Palembang yang bernama Aesan, ca.
1850an-1900an. Aesan adalah pakaian adat etnis pribumi Palembang. Aesan memiliki
beberapa macam jenis, yang paling populer adalah Aesan Gede dan Aesan Paksangko disebut
juga sebagai Aesan Pasangkong. Pada zaman dahulu, Aesan hanya dikenakan oleh para
bangsawan atau anggota keluarga kerajaan Palembang (Wong Jero/Wong Jeroo), namun pada
masa kini masyarakat umum Palembang (Wong Jabo) juga dapat mengenakannya sebagai
simbol budaya Palembang. Aesan juga kerap dikenakan pada acara-acara adat budaya
Palembang, termasuk juga upacara pernikahan adat Palembang. Pada tahun 2021, Aesan
secara resmi disahkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda dalam aspek pakaian
adat etnis pribumi oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.
 Gadis Palembang
Pertunjukan Tari Gadis Palembang di Sumatra Selatan, ca. 1860an. Gadis Palembang adalah
merupakan tarian tradisional masyarakat Palembang yang biasanya dibawakan oleh para
remaja putri dengan mengenakan pakaian adat Palembang dan diiringi oleh lantunan musik
tradisional khas Palembang.

 Gending Sriwijaya
Gending Sriwijaya umumnya mengacu pada pertunjukan tradisional Palembang yang
berkiblat pada budaya Sriwijaya atau Pra-Islam baik itu berupa lagu, gaya musik, maupun
pertunjukan tari.
Secara historis, Palembang adalah pusat kemaharajaan Sriwijaya (Palembang: Kadatuan
Sriwijaya), pertunjukan tari Gending Sriwijaya yang diciptakan oleh masyarakat Palembang
ini secara khusus mempunyai makna filosofis untuk menggambarkan kemegahan, kemurnian
budaya, kejayaan, dan kemegahan kemaharajaan Sriwijaya yang pernah berjaya dalam
menguasai sebagian besar wilayah Asia Tenggara. Pada tahun 2010, Gending Sriwijaya
secara resmi disahkan sebagai salah satu Warisan Budaya Takbenda oleh Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan Indonesia.

 Pagar Pengantin
Tari Pagar Pengantin biasanya dibawakan dalam acara-acara yang mengusung nuadat
Palembang, salah satunya yakni Pagar Pengantin adalah tarian tradisional masyarakat
Palembang yang biasanya dibawakan oleh para penari wanita dalam acara-acara sakral adat
Palembang, salah satu contohnya yakni dalam upacara pernikahan adat budaya Palembang.
Tarian ini dipercaya oleh masyarakat Palembang dapat membawa keberuntungan atau rejeki
yang baik bagi pasangan yang baru menikah. Ini adalah salah satu tarian tradisional
Palembang yang paling umum dilakukan dalam pernikahan Palembang.

 Suku Palembang
Suku Palembang disebut juga sebagai Melayu Palembang atau Uwong Pelémbang merupakan
suku bangsa yang mendiami Palembang dan juga wilayah Sumatra Selatan. Berdasarkan
statistik, penduduk suku Palembang berjumlah sekitar 3.800.000[1] populasi yang hidup di
Indonesia. Suku Palembang merupakan hasil dari peleburan dan asimilasi budaya bangsa
Arab, Tiongkok dan kelompok-kelompok suku yang ada di Indonesia. Suku Palembang
sendiri memiliki dua ragam bahasa yaitu Baso Palembang Alus dan Baso Palembang Sari-
Sari.
Meski sebagian menganggap suku Palembang adalah bagian dari subetnik Melayu, namun
Sensus Penduduk Indonesia 2010 tidak mengkategorikan suku Palembang sebagai bagian
dari Melayu, melainkan sebagai suku yang terpisah, dan jauh sebelum itu, sensus Hindia
Belanda tahun 1930 juga tidak mengkategorikan suku Palembang sebagai
bagian dari Melayu.

 Angka Kemiskinan Sumatera Selatan


Pada kurun satu tahun terakhir Maret 2021-Maret 2022 angka kemiskinan Sumatera Selatan
turun sebesar 0,94 persen poin dari 12,84 persen menjadi 11,90 persen. Sedangkan jumlah
penduduk miskinnya turun sebanyak 69,07 ribu orang dari 1.113,76 ribu orang menjadi
1.044,69 ribu orang. Dibandingkan September 2021, angka kemiskinan Maret 2022 Sumatera
Selatan juga turun sebesar 0,89 persen poin dari 12,79 persen menjadi 11,90 persen.
Sedangkan jumlah penduduk miskinnya turun sebanyak 71,92 ribu orang dari 1.116,61 ribu
orang menjadi 1.044,69 ribu orang.
Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan pada Maret 2021 sebesar 12,36 persen turun
menjadi 11,99 persen pada September 2021 dan turun menjadi 11,23 persen pada Maret
2022. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan naik dari 13,12 persen
pada Maret 2021 menjadi 13,28 persen pada September 2021 dan turun menjadi 12,31 persen
pada Maret 2022.
Peranan kelompok makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan
peranan kelompok bukan makanan (perumahan, sandang, pendidikan dan kesehatan).
Sumbangan Garis Kemiskinan Makanan (GKM) terhadap Garis Kemiskinan (GK) Maret
2022 tercatat sebesar 74,34 naik jika dibandingkan kondisi September 2021 sebesar 74,16
persen, dan turun jika dibandingkan kondisi Maret 2021 yang sebesar 74,45 persen.
Komoditas makanan yang berpengaruh besar terhadap Garis Kemiskinan di perkotaan relatif
sama dengan di perdesaan, diantaranya adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras,
daging ayam ras, gula pasir, mie instan, cabe merah, roti, bawang merah, dan kopi bubuk &
kopi instan (sachet). Sedangkan komoditas bukan makanan adalah perumahan, bensin, listrik,
pendidikan, perawatan kulit, muka, kuku, rambut, dan perlengkapan mandi.
Pada periode Maret 2021 - Maret 2022, maupun periode September 2021-Maret 2022, Indeks
Kedalaman Kemiskinan (P1), dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2) sama-sama
mengalami penurunan.

 Kondisi Pendidikan Sumatera Selatan


Berdasarkan data Direktorat Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dukcapil)
Kementerian Dalam Negeri, jumlah penduduk Sumatera Selatan (Sumsel) yang
berpendidikan hingga jenjang perguruan tinggi ada 446,63 ribu jiwa atau hanya 5,26% dari
total penduduk 8,49 juta jiwa.
Sebanyak 947 jiwa (0,01%) penduduk Sumsel yang merupakan lulusan S3, 19,46 ribu jiwa
(0,23%) berpendidikan S2, dan 292,74 ribu berpendidikan S1. Ada pula sebanyak 97,03 ribu
(1,14%) penduduk di provinsi tersebut yang berpendidikan hingga D3 serta ada 36,46 ribu
jiwa (0,43%) lulusan D1/D2.
Penduduk Sumsel yang berpendidikan hingga jenjang Sekolah Lanjutan Tingkat Atas
(SLTA) sebanyak 1,54 juta jiwa (18,19%) dan yang berpendidikan hingga jenjang Sekolah
Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) ada 1,12 juta jiwa (13,24%).
Sementara itu, sebanyak 2,14 juta jiwa (25,27%) penduduk Sumsel berpendidikan hingga
tamat Sekolah Dasar (SD). Kemudian, ada 968,71 ribu jiwa (11,41%) yang belum tamat SD.
Sedangkan, penduduk Sumsel yang tidak/belum sekolah sebanyak 2,26 juta jiwa (26,63%).
 Kerusakan Lingkungan Sumatera Selatan
Sumatera Selatan merupakan Provinsi yang memiliki kekayaan alam yang besar. Karenanya
kekayaan alam tersebut dapat mencukupi kebutuhan masyarakat yang hidup didalamnya.
Akan tetapi, jika pemanfaatan sumber daya alamnya tidak bijaksana maka resiko kerusakan
lingkungan dan bencana alam masih tetap akan terjadi. Selain di ranah regional, ditingkat
lokal yakni lingkup provinsi Sumatera Selatan memiliki Peraturan Gubernur nomor 54 tahun
2015 tentang Uraian Tugas dan Fungsi Badan Lingkungan Hidup Provinsi Sumatera Selatan.
Kebijakan ini ditetapkan dengan tujuan yang kiranya sama dengan tujuan Undang-Undang
nomor 32 tahun 2009 yakni terjaganya lingkungan alam dan terhindarnya kerusakan
lingkungan serta tersedianya sumber daya alam bagi generasi sekarang dan generasi masa
akan datang. (Peraturan Gubernur no 54 tahun 2015, 2015) Kenyataannya, meskipun sudah
memiliki kebijakan dan regulasi untuk mengatur pengelolaan lingkungan hidup, banyak
provinsi di Indonesia yang memiliki masalah lingkungan yang diakibatkan oleh kegiatan
manusia.
Salah satunya adalah provinsi Sumatera Selatan. Banyak sekali faktor yang menyebabkan
kerusakan ini hingga melahirkan bencana. Diantaranya adalah alih fungsi hutan, kurang
bijaksananya pengelolaan lingkungan, dan pembakaran hutan yang menyebabkan kerusakan
lingkungan. Kerusakan lingkungan ini memiliki efek domino, yang kemudian dapat
menyebabkan berubahnya aspek lain yang cukup merugikan seperti perubahan iklim dan
pemanasan global. Indonesia memiliki dua musim, yakni musim penghujan dan musim
kemarau Akan tetapi, musim ini juga dapat menandakan musim bencana alam yang umum
terjadi di Indonesia.
Seperti musim hujan yang berarti meningkatkan resiko bencana banjir dan musim kemarau
yang meningkatkan resiko bencana kekeringan dan dibeberapa wilayah meningkatkan resiko
kebakaran hutan. Ini membuktikan bahwa kerusakan lingkungan memang telah terjadi.
Terlebih di provinsi Sumatera Selatan. Sumatera Selatan sering kali dilanda bencana banjir
dan tanah longsor dimusim penghujan.
Padahal Sumatera Selatan tercatat memiliki lahan gambut yang luasnya sekitar 1.254.502,34
hektare. (Wetlands International, 2003) Fungsi lahan gambut antara lain adalah, meredam
banjir dengan kemampuan lahan untuk menampung air, mencegah terjadinya kekeringan
karena dapat memasok air ketika musim kemarau dan beberapa fungsi hidrologis dan
ekologis lain yang begitu menguntungkan.
Namun lahan gambut yang luas serta berfungsi menghindarkan dari bencana tidak cukup kuat
untuk melindungi Sumatera Selatan dari bencana. Agaknya sulit dipercaya apabila provinsi
yang memiliki hutan dan juga lahan gambut yang luas serta daerah serapan air yang luas pula
justru hampir selalu longsor dan banjir saat musim penghujan.

Referensi:
http://repository.umy.ac.id/bitstream/handle/123456789/8487/G.%20BAB%20III.PDF?
sequence=7&isAllowed=y
https://nusantara.rmol.id/read/2022/06/06/536101/kerusakan-lingkungan-masih-banyak-
terjadi-gubernur-sumsel-dapat-rapor-merah
https://regional.kompas.com/read/2020/01/14/19083661/walhi-sebut-ada-2-pulau-di-sumsel-
hilang-akibat-kerusakan-lingkungan?page=all

Hasil Dokumentasi dari beberapa situs web/internet:


Pembuangan Sampah ( https://sumatra.bisnis.com/read/20190116/533/879133/walhi-sumsel-
catat-63-kasus-pencemaran-sungai )

Pembakaran Hutan ( https://www.mongabay.co.id/2016/07/20/sumatera-selatan-punya-perda-


karhutlah-tahukah-pegiat-lingkungan-hidup/ )
1.3 Kondisi Lingkungan Hidup

Sumatera Selatan sering dijuluki sebagai bumi Sriwijaya yang artinya kaya akan kekayaan
alam. Kekayaan alam yang dimiliki Sumatera Selatan antara lain adalah hutan dan lahan
gambut. Karena kekayaan alam ini Sumatera Selatan menjadi Provinsi yang subur untuk
ditanami berbagai macam tumbuhan. Mulai dari kelapa sawit, kelapa, akasia, kopi, karet dan
lain sebagainya. Hutan dan lahan gambut sendiri memiliki manfaat dan fungsi yang dapat
menjaga Sumatera Selatan terhindar dari bencana. Bahkan lebih dari itu, kedua kekayaan
alam yang dimiliki Sumatera Selatan ini juga dapat menghindarkan bumi dari dampak
pemanasan global dan perubahan iklim.
Sebelumnya, banyak hutan yang belum terjamah diwilayah Sumatera Selatan. Akan tetapi
setelah tahun 1997 terjadi penurunan penutupan luas lahan dikarenakan berbagai aktivitas
manusia. Penurunan paling tinggi terjadi di Pulau Sumatera yang banyak terjadi karena
aktivitas pembukaan lahan serupa. Aktivitas tersebut diantaranya adalah konversi lahan untuk
penggunaan lain seperti pengembangan kabupaten baru, pertanian, perkebunan,
pengembangan pemukiman dan prasarana wilayah. Selain itu, terdapat pula aktivitas lain
seperti perambahan hutan illegal, illegal logging, serta kebakaran hutan yang menyebabkan
tutupan hutan semakin berkurang dari waktu ke waktu. (Slamet, 2015)
Selain hutan, Sumatera Selatan juga memiliki lahan gambut yang luas. Keberadaan lahan
gambut selalu dikaitkan dengan keanekaragaman hayati yang ada di dalamnya. Kondisi lahan
gambut yang unik dan khas menjadikan keanekaragaman hayati yang terdapat di dalamnya
juga memiliki kekhasan dan bahkan beberapa jenis tidak ditemukan pada habitat yang lain.
Lahan gambut Indonesia adalah hutan kering dataran rendah yang dekat dengan kawasan
pesisir. Dibawah tanah hutan ini tersimpan jutaan ton karbon akibat akumulasi pembusukan
vegetasi selama ribuan tahun. Wilayah dengan kondisi agak berawa akibat pembusukan yang
tidak sempurna bisa mencapai kedalaman hingga 10 meter atau lebih selama ribuan tahun
berlalu. (Wihardandi, 2013)
Kawasan konservasi terbagi atas kawasan suaka alam, kawasan pelestarian alam, dan taman
buru. Dalam pengelolaanya, kawasan konservasi memiliki fungsi perlindungan sistem
penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta
pemanfaatan sumber daya alam hayati dan ekosistemnya.
Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan mengelola 7 kawasan
suaka alam, yang terdiri dari 2 Hutan Suaka Alam dan 5 Suaka Margasatwa, serta 4 kawasan
pelestarian alam, yang terdiri dari 1 Taman Nasional dan 3 Taman Wisata Alam. Kesebelas
kawasan tersebut terletak di Provinsi Sumatera Selatan dan Provinsi Kepulauan Bangka
Belitung.
Wilayah kerja pengelolaan kawasan konservasi di BKSDA Sumatera Selatan dibagi menjadi
3 (tiga) Seksi Konservasi Wilayah (SKW) yaitu SKW I di Sekayu, SKW II di Lahat, dan
SKW III di Baturaja. Dalam rangka optimalisasi dan efektivitas pengelolaan kawasan
konservasi pada masing-masing SKW dibagi menjadi beberapa Resor Konservasi Wilayah
(RKW).
Seksi Konservasi Wilayah (SKW) I Sekayu terdiri dari 4 (empat) Resor Konservasi Wilayah
(RKW) yaitu RKW I Dangku, RKW II Dangku, RKW III Bentayan dan RKW IV Kota
Palembang.
Seksi Konservasi Wilayah (SKW) II Lahat terdiri dari 6 (enam) Resor Konservasi Wilayah
(RKW) yaitu RKW V Gumai, RKW VI Gumai, RKW VII Gumai, RKW VIII Isau-Isau,
RKW IX Isau-Isau dan RKW X Serelo.
Seksi Konservasi Wilayah (SKW) III Baturaja terdiri dari 6 (delapan) Resor Konservasi
Wilayah (RKW) dan 2 (dua) Resor Konservasi Eksitu Wilayah (RKEW) yaitu RKW XI
Gunung Raya, RKW XII Gunung Raya, RKW XIII Padang Sugihan, RKW XIV Padang
Sugihan, RKW XV Padang Sugihan, RKW XVI Bangka, RKEW XVII Bangka dan RKEW
XVIII Belitung.
BAB 2

METODE PENGUMPULAN DATA

2.1 Teknik Pengumpulan Data

1. Studi Dokumentasi.
Metode pengumpulan data kita kali ini dalam menyusun tugas laporan akhir LHS
(Lingkungan Hidup Sumatera) menggunakan metode Studi Dokumen, yaitu metode
pengumpulan data yang tidak secara langsung kepada subjek penelitian.
Studi dokumentasi adalah salah satu metode pengumpulan data kualitatif dengan melihat dan
menganalisis dokumen-dokumen yang dibuat oleh subjek sendiri atau oleh orang lain tentang
subjek. ”Studi dokumentasi merupakan salah satu cara yang dapat dilakukan peneliti
kualitatif untuk mendapatkan gambaran dari sudut pandang subjek melalui suatu media
tertulis dan dokumen lainnya yang ditulis atau dibuat langsung oleh subjek yang
bersangkutan” (Herdiansyah, 2010:143). Dokumen dapat berbentuk tulisan, gambar, catatan
harian, sejarah kehidupan, peraturan, kebijakan atau karya-karya monumental seseorang.
Banjir yang terjadi di Sumatera Selatan:
https://www.beritatrans.com/artikel/155809/2-Jembatan-Putus-Diterjang-Banjir-3-Desa-di-
Sumsel-Terendam/

https://www.cnnindonesia.com/nasional/20191230133857-20-460995/banjir-robohkan-
jembatan-mulak-lahat-sumsel-rumah-hanyut
2. Metode 6M 2T dan 1I

1) Man:
Aspek sumberdaya manusia yang berpotensi menyebabkan masalah:
Contohnya: (a). Lemahnya pengetahuan (b). Kurang keterampilan (c)
kelelahan (d) kekuatan fisik (e) kurangnya motivasi dll...

2) Method:
Terkait metode atau prosedur kerja; Contohnya: (a) Prosedur tidak ada (b).
Tidak jelas (c) sulit dipahami (d) kurang disosialisasikan, dll...

3) Materials:
Berkaitan dengan bahan baku utama, bahan baku penolong. Contohnya : (a)
Kualitas bahan baku tidak sesuai standar (b) bahan baku tidak lengkap (c)
kuantitas bahan baku tidak lengkap, tidak seragam dan ukuran serta
spesifikasi tidak standar.

4) Machine:
(Mesin, peralatan, infrastruktur) merupakan aspek peralatan, mesin maupun
dan infrastruktur yang berpotensi menjadi akar penyebab masalah.

5) Market:
Berhubungan dengan sasaran suatu program atau kegiatan disuatu wilayah.

6) Money:
Berkaitan dengan aspek keuangan dan finansial yang belum mendukung dan
mantap, misalnya keterbatasan dan ketidaktersediaan anggaran.

7) Time:
Berkaitan dengan waktu yang digunakan untuk mendapatkan sesuatu yang
dibutuhkan.

8) Technology:
Teknologi yang digunakan untuk menunjang suatu kegiatan atau pencapaian
program.

9) Information:
Berkaitan dengan penyampaian informasi dan kemudahan akses masyarakat
terhadap informasi yang dibutuhkan. Informasi didukung oleh kelengkapan
media yang digunakan dan diperbarui secara berkala.
BAB 3

PENJABARAN HASIL IDENTIFIKASI MASALAH DAN


REKOMENDASI PENYELASAIAN MASALAH

3.1 Identifikasi Masalah


Pengelompokan Faktor – Faktor :
Faktor Penyebab 1 Penyebab 2
Masyarakat tidak memahami Kurangnya sosialisasi dari
dampak dari banjir( M.1.1 ) pemerintah tentang dampak
buruk dari banjir( M.1.1.1 )
Masayarakat kurang peduli Kebiasaan masyarakat yang
MAN ( M.1 ) terhadap lingkungan( M.1.2 ) selalu membuang sampah
sembarangan, khususnya di
sungai dan saluran drainase. (
M.1.2.1)
Penebangan hutan secara liar
yang dilakukan oleh
masyarakat secara terus
menerus. ( M.1.2.2 )
Sistem drainse yang tidak Tersumbatnya saluran
berjalan dengan baik. ( M.2.1 ) drainase akibat sampah yang
dibuang oleh masyarakat.
( M.2.1.1 )
Penyempitan sungai. ( M.2.2 ) Daerah bantaran sungai
METHOD ( M.2 ) banyak dijadikan sebagai
pemukiman masyarakat.
( M.2.2.1 )
Kurang berjalannya program Tidak adanya solusi dari
pemerintah tentang pemerintah untuk mengatasi
penanggulangan banjir. banjir. ( M.2.3.1 )
( M.2.3 )
Drainase yang rusak sehingga Material yang digunakan
tidak sesuai standar ( M.3.1 ) untuk membuat drainase
MATERIALS ( M.3 ) tidak sesuai standar ( M.3.1.1
)
Minimnya alat untuk Belum adanya alat tambahan
membersihkan bantaran sungai terkait kekurangan alat
MACHINE ( M.4 ) ( M.4.1 ) tersebut ( M.4.1.1 )

Pemerintah ( M.5.1 ) Tidak berjalan lancarnya


program pemerintah terkait
perbaikan aliran drainase.
( M.5.1.1 )
Masyarakat ( M.5.2 ) Kebiasaan masyarakat untuk
MARKET ( M.5 ) membuang sampah
sembarangan disungai /
drainase. ( M.5.2.1 )
Kekurangnya kesadaran
masyarakat tentang dampak
buruk membuang sampah
sembarangan ( M.5.2.2 )

Kurangnya dana dari Belum optimalnya


masyarakat untuk membangun pemanfaatan atau
MONEY ( M.6 ) tempat pembuanga sampah di pembangunan tempat
lingkungan perumahan. pembuangan smpah
( M.6.1 ) ( M.6.1.1 )
Lamanya curah hujan di suatu
daerah. ( M.7.1 )

TIME ( M.7 ) Kurangnya kesadaran Masyarakat memiliki


masyarakat untuk bergotong aktivitas sehari – hari yang
royong membersihkan drainase. sibuk ( M.7.2.1 )
( M.7.2 )
Belum adanya teknologi yang Tidak dilakukannya
memadai untuk menanggulangi pemeriksaaan data hasil
masalah banjir ( M.8.1 ) pemantauan keamanan
bendungan ( M.8.2 )
TECHNOLOGY ( M.8 )
Masih banyak sungai yang
tidak bebendungan ( M.8.2 )

Ketidakpedulian masyarakat Minimnya rasa


akan penyakit yang terjadi keingintahuan masyarakat
paska banjir ( M.9.1 ) terhadap berita tentang
INFORMATION ( M. 9 ) dampak banjir ( M.9.1.1 )
Pemahaman yang sulit terhadap Kurangnya penyuluhan
informasi yang diberikan. kesehatan terhadap dampak
( M.9.2 ) buruk banjir kepada
masyarakat. ( M.9.2.1 )

M.1
M.7
M.3
M.5

1.1.1 1.2
7.1 5.2.1.
1.2.1
1.1

5.2
7.2
5.1 1.2.2
3.1

5.2.2
9.1 9.1.1
2
5.1.1 3.1.1

7.2.1
BANJIR DI
M.9 PROVINSI
SUMSEL
9.2.1

2.3

9.2

2.3.1

8.2
2.1
6.1 2.1.1

8.1.1 8.1 4.1


6.1.1

4.1.1
2.2.1 2.2
M.8 M.6
M.4

M.2
1. Man: Faktor man terjadi akibat masyarakat yang kurang peduli terhadap lingkungan.
Sehingga menimbulkan kebiasaan bagi masyarakat yang selalu membuang sampah
sembarangan khususnya di sungai atau saluran drainase dan penebangan hutan secara
liar yang dilakukan oleh masyarakat secara terus-menerus. Hal ini dikarenakan oleh
kurangnya sosialisasi dari pemerintah tentang dampak buruk dari banjir.

2. Method: Faktor metode terjadi akibat kurangnya berjalan program pemerintah tentang
penanggulangan banjir sehingga terjadi sistem drainase yang tidak berjalan dengan
benar dan penyempitan sungai sehingga tersumbatnya saluran drainase akibat sampah
yang dibuat oleh masyarakat akibat dari tidak adanya solusi dari pemerintah untuk
mengatasi banjir dan daerah bantaran sungai banyak dijadikan sebagai pemukiman
pemukiman oleh masyarakat.

3. Materials: Faktor material terjadi akibat drainase yang rusak sehingga tidak sesuai
standar hal itu dikarenakan karena material yang digunakan untuk membuat drainase
tidak sesuai dengan standar.

4. Machine: Faktor machine terjadi akibat minimnya alat untuk membersihkan bantaran
sungai karena belum adanya alat tambahan terkait kekurangan alat tersebut.

5. Market: Faktor market market dapat terjadi akibat dua faktor yang pertama adalah
dari pemerintah yaitu karena tidak berjalan lancarnya program pemerintah terkait
perbaikan aliran drainase yang kedua adalah dari masyarakat yaitu karena kebiasaan
masyarakat untuk membuang sampah sembarangan dan kekurangannya kesadaran
masyarakat tentang dampak buruk membuang sampah sembarangan.

6. Money: Faktor money terjadi akibat kurangnya dana dari masyarakat untuk
membangun tempat pembuangan sampah di lingkungan perumahan sehingga belum
optimalnya pemanfaatan atau pembangunan tempat pembuangan
sampah dengan baik.

7. Time: Faktor time juga menjadi salah satu pengaruh yaitu karena lamanya curah hujan
di suatu daerah yang kedua kurangnya kesadaran masyarakat untuk bergotong-royong
membersihkan drainase Hal ini dikarenakan masyarakat yang memiliki aktivitas
sehari-hari yang sangat sibuk.

8. Technology: Faktor teknologi mempunyai dua penyebab satu belum adanya teknologi
untuk menanggulangi masalah banjir, dan masih banyak sungai yang tidak
berbendungan sehingga tidak dilakukannya pemeriksaan data hasil pemantauan
keamanan lingkungan tersebut.

9. Information: Faktor information faktor ini mempunyai dua penyebab yaitu yang
pertama ketidakpedulian masyarakat akan penyakit yang terjadi pasca banjir yang
kedua akibat pemahaman yang sulit terhadap informasi yang diberikan kedua faktor
tersebut terjadi akibat minimnya rasa keingintahuan masyarakat terhadap berita
tentang dampak banjir dan juga disertai dengan kurangnya penyuluhan kesehatan
terhadap dampak buruk banjir kepada masyarakat.

Bencana banjir adalah salah satu bencana yang kerap di kota-kota maupun di kabupaten-
kabupaten yang ada di Indonesia. Berdasarkan penyebabnya, secara garis besar, bencana ini
dapat dikategorikan sebagai bencana alam (Natural Disaster) maupun sebagai bencana yang
disebabkan oleh manusia (Man-Made Disaster). Bencana banjir seringkali disebut sebagai
bencana alam apabila dipengaruhi faktor alamiah seperti kondisi topografis, curah hujan, dan
musim.

Palembang merupakan salah satu kota di Indonesia yang mengalami banjir setiap tahun.
Banjir yang terjadi disebabkan oleh faktor alam dan faktor manusia. Tujuan penelitian adalah
melakukan evaluasi dan kajian mengenai kondisi lingkungan daerah sasaran banjir dan
menetapkan alternatif pemecahan masalah yang sesuai untuk direkomendasikan dalam
mengatasi masalah banjir. Pengumpulan data meliputi, data primer berupa pengukuran
kecepatan arus, pengukuran tinggi pasang surut dan wawancara, dan data sekunder berupa
data kependudukan, peta rupa bumi, data penggunaan lahan, data genangan dan peta jaringan
drainase Kota Palembang.

Analisis yang dilakukan adalah analisis hidrologi, analisis hidrolika dan analisis statistik.
Batas wilayah studi berdasarkan batas hidrologi daerah aliran sungai (DAS) dalam Kota
Palembang yang sering mengalami genangan yaitu DAS Lambidaro, Boang, Sekanak,
Bendung, Buah, Juaro, Batang, Sriguna, Aur dan Kertapati. Hasil analisis menunjukkan
penyebab banjir antara lain adalah : (a) intensitas hujan 101,48 mm/jam menyebabkan
genangan seluas 0,375 ha terjadi pada 44 lokasi di sepuluh DAS; (b) kapasitas drainase tidak
memadai, seperti pada DAS Lambidaro, kapasitas saluran 13,89 m3/dtk sedangkan debit
banjir 187,303 m3/dtk; (c) Tinggi pasang Sungai Musi 0,7 - 2,2 m, sehingga terjadi aliran
balik menuju hulu sungai kecil sejauh 1100 m - 3500 m; (d) peningkatan jumlah penduduk
sebesar 17,32% mengakibatkan peningkatan luas area terbangun sebesar 43,57%; (e)
pendangkalan sungai akibat dari 45,3% masyarakat yang tinggal di pinggir sungai membuang
sampah ke sungai. Alternatif penanggulangan yang direkomendasikan adalah, rehabilitasi
saluran sesuai dengan debit, pengerukan sungai, pembuatan kolam retensi, penertiban
bangunan liar yang berada di pinggir sungai, pengarahan kepada masyarakat tentang
kebersihan lingkungan sungai.

3.2 Penyelesaian Masalah


Berikut ini ada beberapa cara untuk penanggulangan bencana banjir :
 Membuat fungsi sungai dan selokan dapat bekerja dengan baik. Sungai dan selokan
adalah tempat aliran udara sehingga sampai tercemar dengan sampah atau menjadi
tempat pembuangan sampah yang akhirnya menyebabkan dan selokan menjadi
tersumbat sungai.
 Melakukan reboisasi tanaman khususnya jenis tanaman dan pepohonan yang dapat
menyerap udara dengan cepat.
 Memperbanyak dan menyediakan lahan terbuka untuk membuar lahan hijau untuk
penyerapan udara.
 Berhenti membangun perumahan di tepi sungai, karena akan mempersempit sungai
dan sampah rumah juga akan masuk sungai.
 Berhenti membangun embal-gedung tinggi dan besar, karena akan menyebabkan
bumi ini akan sulit menahan bebanya dan membuat permukaan tanah turun.
 Mengatasi pohon-pohon di hutan secara liar dan juga di bantaran sungai, karena
pohon berperan penting untuk pencegahan banjir. Sebenarnya menebang pohon tidak
dilarang bila kita akan menanam embali pohon tersebut dan tidak membiarkan hutan
menjadi gundul.
 Dengan melakukan cara penanggulangan banjir tersebut kita dapat mencegah bencana
banjir. Karena selama ini pemerintah pun telah bekerja keras untuk mencegah
terjadinya banjir, tetapi semua masyarakat pun harus mendukung agar semua bisa
teratasi dengan baik.

3.3 Analisis SWOT banjir di Sumatera Selatan ( Strenghts, Weaknesses, Opportunities,


Threats).

Strenghts  Mempunyai daerah serapan hutan yang luas.


 Adanya pencatatat data bencana.
 Adanya pencatatan data perluasan wilayah.

Weakness  Adanya perluasan perkebunan, pertambangan.


 Kurangnya program pemerintah untuk mengatasi banjir
berulang.
 Belum adanya program pemerintah dalam penataan
ruang dari pemerintah.

Oppurtunities  Pemerintah dapat menyusun program penataan ruang.


 Pemerintah dapat membuat aturan yang
ketat/jelas untuk
 perluasan lahan.
 Pemerintah dapat mengajak komponen-komponen yang
lebih kecil dalam menggalangkan pencegahan banjir.

Threats  Cuaca yang esktrim yang tidak dapat diprediksi.


 Adanya oknum yang bermain dalam perizinan untuk
wilayah.
BAB 4

SIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Banjir merupakan salah satu bencana yang setiap tahun melanda Indonesia, terutama di
provinsi Sumatera Selatan. Banjir memang seolah sudah akrab bagi masyarakat hingga saat
ini masalah banjir masih belum sepenuhnya selesai, Ketidaksadaran akan bahayanya banjir
dan penyebab-penyebab terjadinya banjir menjadi penyebab mengapa banjir tersebut setiap
tahun melanda provinsi Sumatera Selatan.
Yang bisa kita lakukan adalah mencegah terjadinya banjir dan juga menanggulangi bencana
banjir. Karena bagaimanapun banjir merupakan salah satu bencana yang dapat menimbulkan
kerugian. Oleh karena itu sebagai masyarakat perlu untuk meningkatkan kesadaran akan
terjadinya banjir. Namun saat ini yang perlu ditingkatkan adalah meningkatkan kesadaran
masyarakat tentang bahaya banjir. Karena banjir sering terjadi akibat hal-hal sepele seperti,
membuang-buang waktu hingga menimbulkan masalah.

4.2 Saran
1. Adanya penelitian lebih lanjut mengenai penanganan banjir di Sumatera Selatan
keseluruhan maupun perkecematan, evaluasi sistem drainase yang lebih menyeluruh dan
mengatur tata guna lahan dengan baik.
2. Ada kolaborasi antara masyarakat dan pemerintah dalam mengatasi atau penanggulangan
bencana banjir
3. Pemerintah harus ada data-data genangan banjir masing-masing daerah karena sangat
berguna sebagai bahan atau pedoman dalam mengatasi permasalahan banjir
DAFTAR PUSTAKA

(t.thn.). Diambil kembali dari http://bpbd.sumselprov.go.id/sejarah-bpbd-provinsi-


sumsel#:~:text=Provinsi%20Sumatera%20Selatan%20secara%20geografis,daerah
%20seluruhnya%2087.017.41%20km%C2%B2.

(t.thn.). Diambil kembali dari http://repository.binadarma.ac.id/472/2/BAB%201.pdf

BELLADONA, M. D. (t.thn.). Diambil kembali dari


http://etd.repository.ugm.ac.id/penelitian/detail/26680

Kompas.com. (2022, 08 06). Diambil kembali dari


https://regional.kompas.com/read/2022/08/06/105733178/kondisi-geografis-pulau-
sumatera-berdasarkan-peta-letak-luas-dan-kondisi?page=all

WalhiSumsel. (t.thn.). Diambil kembali dari https://walhisumsel.or.id/2020/01/15/tinjauan-


lingkungan-hidup-sumatera-selatan/

Zulkanedy, B. (2019, Nov Minggu). Diambil kembali dari


https://daerah.sindonews.com/artikel/sumsel/2126/sumsel-rawan-bencana-banjir-dan-
tanah-longsor

Anda mungkin juga menyukai