Anda di halaman 1dari 17

“IDENTIFIKASI MASALAH DAN POTENSI

DI PROVINSI KEPULAUAN RIAU”


Diajukan sebagai syarat memenuhi tugas mata kuliah Lingkungan Hidup Sumatera

Dosen Pengampu:

Amelia Sri Rezki, S.T., M. Eng

Disusun oleh:

Ketua : Haris Hamdani_121410067

Anggota:

 Vino Deltayana_121160055
 Restu Apriani Zul'aina_121410069
 Regina Desva Nawawi _121410068
 Ahmad Fauzi_121160058
 Tri Anjelly Silalahi_121160057
 M. Nadimsyah Alfandi_121410066
 Leny Permatasari_121160056
 Aprinita Dwi Lestari_121410097
Daftar Isi
BAB I: PENDAHULUAN.................................................................................................2
1.1 Gambaran Umum Wilayah........................................................................................2
1.2 Gambaran Umum Masyarakat...................................................................................3
1.2.1 Sejarah Kepulauan Riau......................................................................................3
1.2.2 Suku dan Budaya lokal........................................................................................3
1.2.3 Musik dan Tarian Adat Kepulauan Riau.............................................................4
1.2.4 Lagu Daerah dan Senjata Tradisional.................................................................4
1.2.5 Rumah Adat.........................................................................................................4
1.2.6 Agama.................................................................................................................5
1.2.7 Bahasa.................................................................................................................5
1.2.8 Angka Kemiskinan..............................................................................................5
1.2.10 Kondisi Kesehatan.............................................................................................6
1.2.11 Kerusakan Lingkungan......................................................................................7
1.3 Kondisi Lingkungan Hidup Alami.............................................................................7
BAB II: IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISIS PERMASALAHAN................9
2.1 Tabel Analisis Fishbone.............................................................................................9
2.2 Fishbone...................................................................................................................10
2.3 Hasil Analisis Faktor Potensial:...............................................................................10
BAB III: USULAN SOLUSI............................................................................................11
3.1 Analisis SWOT........................................................................................................11
3.2 Solusi........................................................................................................................12
BAB IV: KESIMPULAN..................................................................................................13
4.1 Potensi di Provinsi Kepulauan Riau.........................................................................13
4.2 Permasalahan di Provinsi Kepulauan Riau..............................................................13
4.3 Langkah Solutif........................................................................................................13
4.4 Harapan....................................................................................................................14
Daftar Pustaka....................................................................................................................15
Lampiran: Pertanyaan dan Tanggapan saat Presentasi......................................................16

1
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Gambaran Umum Wilayah


Provinsi Kepulauan Riau terbentuk berdasarkan Undang-undang Nomor 25 tahun
2002 merupakan Provinsi ke-32 di Indonesia yang mencakup Kota Tanjungpinang, Kota
Batam, Kabupaten Bintan, Kabupaten Karimun, Kabupaten Natuna, Kabupaten Lingga
dan kabupaten Kepulauan Anambas. Dengan letak geografis yang strategis (antara Laut
Cina Selatan, Selat Malaka dengan Selat Karimata). Secara keseluruhan Wilayah
Kepulauan Riau terdiri dari 5 Kabupaten dan 2 Kota, 70 Kecamatan serta 141 Kelurahan,
dan 275 Desa dengan jumlah 2.408 pulau besar dan kecil dimana 40% belum bernama
dan berpenduduk.
Luas daratan Provinsi Kepulauan Riau seluas 8.201,72 km², sedangkan luas
wilayah laut Provinsi Kepulauan Riau berdasarkan hitungan teknis dari Balai Kajian
Geomatika Bakosurtanal Tahun 2007 (dengan mengabaikan batas wilayah kewenangan
pengelolaan sejauh 12 mil laut), luas laut Provinsi Kepulauan Riau sebesar 417.012,97
km².
Secara geografis, Provinsi Kepulauan Riau terletak antara 0˚40’ LS dan 07˚19’
LU serta antara 103˚3’-110˚00’ BT, dengan batas wilayah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Negara Vietnam dan Negara Kamboja
Sebelah Selatan : Provinsi Bangka Belitung dan Provinsi Jambi
Sebelah Barat : Negara Singapura, Negara Malaysia dan Provinsi Riau
Sebelah Timur : Negara Malaysia dan Provinsi Kalimantan Barat

Wilayah Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari gugusan pulau-pulau besar dan
kecil yang letak satu dengan yang lainnya dihubungkan oleh perairan/laut. Beberapa
pulau yang relatif besar, diantaranya adalah Pulau Bintan dimana Ibukota Provinsi
(Tanjungpinang) dan Kabupaten Bintan berlokasi; Pulau Batam yang merupakan Pusat
Pengembangan Industri dan Perdagangan; Pulau Rempang; dan Pulau Galang yang
merupakan kawasan perluasan wilayah industri Batam; Pulau Karimun, Pulau Kundur di
Karimun, Pulau Lingga, Pulau Singkep di Lingga, Pulau Bunguran di Natuna, serta
Gugusan Pulau Anambas (di Kepulauan Anambas). Selain itu Provinsi Kepulauan Riau
memiliki pulau-pulau kecil yang hampir tersebar di seluruh kabupaten/kota yang ada,
termasuk diantaranya pulau-pulau kecil yang terletak di wilayah perbatasan Negara
Indonesia. Keberadaan pulau-pulau terluar ini perlu mendapat perhatian khusus
mengingat memiliki kerentanan terhadap masalah keamanan, kesejahteraan masyarakat,
dan kelestarian lingkungan hidup.

2
1.2 Gambaran Umum Masyarakat
Sebagai provinsi baru, berbagai permasalahan telah muncul yaitu permasalahan
ketimpangan baik ketimpangan demografi, ketimpangan ekonomi dan ketimpangan
sosial. Kota Batam sebagai maskot sekaligus juga magnit Kepulauan Riau, mempunyai
persoalan jumlah penduduk yang cukup besar yang indikasinya dapat dilihat dari
banyaknya rumah bermasalah, tingkat kriminalitas, tingkat pengangguran dan tingkat
kesejahteraan sosial yang timpang.
Melihat data kependudukan pada tahun 2016 (BPS Provinsi Kepulauan Riau,
2017) dapat kita lihat bahwa penduduk Provinsi Kepulauan Riau berjumlah 2,028,169
jiwa. Kota Batam merupakan tempat penduduk terbesar yaitu 1.236.399 Jiwa (61,0 %),
Kabupaten Karimun 227.277 jiwa (11,2 %), Kab. Bintan 154.584 (7,6 %), Kota Tanjung
Pinang 204.735 jiwa (10,1 %), Kab. Natuna 75,282 jiwa (3,7 %) dan Kab. Lingga 88.971
Jiwa (4,4 %).

1.2.1 Sejarah Kepulauan Riau


Masa sejarah di Kepulauan Riau dimulai dengan ditemukannya Prasasti Pasir
Panjang di Karimun yang terdapat semboyan pemujaan melalui tapak kaki Buddha. Hal
ini diduga berhubungan dengan Kerajaan Melayu di Sumatra. Buddha diperkiran masuk
melalui pedagang dari Tiongkok dan India. Masa Islam di Kepulauan Riau berkembang
dengan berdirinya Kesultanan Riau-Lingga. Kesultanan ini berasaskan Melayu Islam dan
Islam sendiri dikenal setelah dibawa oleh pedagang dari Gujarat, India, dan Arab. Masa
Kolonial sangat berpengaruh dalam sejarah Kepulauan Riau. Julukan Hawaii Van Lingga
yang diberikan kepada pulau Penuba, penggunaan uang tersendiri bagi Kepulauan Riau,
dan terbentuknya Karesidenan Riouw menjadi bukti pengaruh kuat para kolonial di
Kepulauan Riau. Setelah masa kemerdekaan, Kepulauan Riau bergabung dengan wilayah
Kesultanan Siak di daratan Sumatra sehingga membentuk provinsi Riau. Dahulunya,
Kepulauan Riau juga menggunakan mata uang tersendiri bernama Uang Kepulauan Riau
(KR). Namun secara perlahan, penggunaan mata uang ini dihentikan dan digantikan
dengan mata uang Rupiah. Setelah lama bergabung dengan Riau, Kepulauan Riau
akhirnya memutuskan untuk memisahkan diri dengan membentuk Badan Perjuangan
Pembentukan Provinsi Kepulauan Riau (BP3KR). Perjuangan BP3KR akhirnya
membuahkan hasil dengan pemekaran provinsi Kepulauan Riau dari Riau pada tanggal
24 September 2002.

1.2.2 Suku dan Budaya lokal


Suku bangsa asli/lokal yang terdapat di provinsi Kepulauan Riau adalah Melayu
& Orang Laut. Adapun etnis pendatang lainnya yang dominan yaitu Jawa, Tionghoa,
Batak, Minangkabau, Bugis, Sunda, Suku asal NTT, Banjar, dan suku lainnya yaitu:

3
(Aceh, Arab, India, Nias, Madura, Karo, Bajau, Melayu Jambi, Melayu Palembang,
Melayu Bengkulu, juga suku Melayu lainnya, dan suku lain-lain yang bukan penduduk
asli/lokal (setempat) di provinsi Kepulauan Riau melainkan pendatang/perantau dari
daerah lain (luar Kepri/luar pulau).

1.2.3 Musik dan Tarian Adat Kepulauan Riau


Musik Melayu Kepulauan Riau, dan musik yang berkembang oleh masyarakat
Kepulauan Riau mencakup Musik Melayu dalam bentuk Langgam atau Senandung,
Musik Joget, Musik Zapin, Musik Silat, Musik Inang, Musik Ghazal, Musik Boria, Musik
Mak Yong, Musik Mendu, Musik Lang-lang Buana, dan lainnya.
Tari Melayu di Kepulauan Riau yang berkembang di kabupaten, dan kota antara
lain: Tari Zapin, Tari Joget Dangong, Tari Jogi, Tari Melemang, Tari Makyong, Tari
Mendu, Tari Inai, Tari Dayung Sampan, Tari Topeng, Tari Lang-Lang Buana, Tari Alu,
Tari Ayam Sudur, Tari Boria, Tari Zikir Barat, Tari Rokana, Tari Joget lambak, Tari
Damnah, Tari Semah Kajang, Tari Dendang Dangkong, Tari Sirih Lelat, Tari Tebus
Kipas, Tari Sekapur Sirih, dll.

1.2.4 Lagu Daerah dan Senjata Tradisional


Lagu daerah: Hang Tuah, Pak Ngah Balek, Pulau Bintan, Segantang Lada
Senjata tradisional: Keris Sempena Riau, Pedang Jenawi, Badik
Alat Musik Tradisional Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) terdiri dari: Dambus, Bebano,
Gambang Camar, Gambus, Gedombak, Gendang Nobat, Gendang Panjang, Gendang
Silat, Genggong, Gong, Kompang, Kordeon, Marwas,, Nafiri, Rebana.

1.2.5 Rumah Adat


Rumah Belah Bubung adalah rumah adat dari kepulauan Riau yang berada di
Indonesia. Rumah Belah Bubung juga dikenal dengan nama rumah rabung atau rumah
bubung melayu. Konon, nama rumah ini diberikan oleh orang-orang asing yang datang ke
Indonesia seperti Cina dan Belanda. Penggambaran tersebutlah menjadi dasar untuk
menentukan unsur-unsur penting sebuah rumah adat Kepulauan Riau. Adapun tiga unsur
utama di dalam rumah adat kepulauan Riau adalah:
1. Tiang, yaitu penyangga rumah yang terbuat dari kayu, yang menjadikan rumah adat
Riau berbentuk rumah panggung.
2. Dinding rumah, biasanya terbuat dari daun.
3. Bubung, yang mencakup berbagai rangkaian kayu. Unsur-unsur lainnya yang
mendukung bangunan rumah adat kepulauan Riau, diantaranya:
a) Rasuk, yaitu pengikat rangka rumah.
b) Tongkat, yaitu bagian paling bawah dari rumah, terbuat dari tanah dan berfungsi
untuk menahan tiang.

4
c) Bendul, yaitu batas ruang rumah atau batas lantai.
d) Lantai, biasanya terbuat dari jerai dan kayu.
e) Pintu, terbuat dari kayu dan biasanya dihiasi ornamen ukiran.

1.2.6 Agama
Berdasarkan data Kementerian Dalam Negeri tahun 2020 mencatat bahwa
mayoritas penduduk Kepulauan Riau menganut agama Islam. Adapun persentase agama
penduduk di provinsi Kepulauan Riau adalah Islam 78,25%, kemudian Kristen Protestan
11,91%, Buddha 7,15%, Katolik 2,47%, Konghucu 0,16%, Hindu 0,05% dan
Kepercayaan 0,01%

1.2.7 Bahasa
Bahasa yang dipakai adalah bahasa resmi yaitu Bahasa Indonesia dan ada juga
yang menggunakan bahasa Melayu. Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup
panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Pada
zaman Kerajaan Sriwijaya, Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa internasional Lingua
franca di kepulauan Nusantara, atau sekurang-kurangnya sebagai bahasa perdagangan di
Kepulauan Nusantara. Bahasa Melayu, semenjak pusat kerajaan berada di Malaka
kemudian pindah ke Johor, akhirnya pindah ke Riau mendapat predikat pula sesuai
dengan nama pusat kerajaan Melayu itu. Karena itu bahasa Melayu zaman Melaka
terkenal dengan Melayu Melaka, bahasa Melayu zaman Johor terkenal dengan Melayu
Johor, dan bahasa Melayu zaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.

1.2.8 Angka Kemiskinan


Jumlah dan persentase penduduk miskin di Propinsi Kepulauan Riau pada periode
Maret 2010-Maret 2011 menurun sebesar 100 orang, yaitu dari 129.660 orang pada tahun
2010 menjadi 129.560 orang pada tahun 2011. Persentase penduduk miskin menurun dari
8,05 persen menjadi 7,40 persen pada periode yang sama. Jumlah penduduk miskin
daerah pedesaan menurun 39.380 orang, dari 62.590 orang pada tahun 2010 menjadi
23.210 pada tahun 2011. Namun terjadi kenaikan jumlah penduduk miskin daerah
perkotaan sebesar 39.270 orang, yaitu dari 67.080 orang pada tahun 2010 menjadi
106.350 orang pada tahun 2011. Penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin
selama Maret 2010 – Maret 2011 terjadi karena harga barang-barang kebutuhan pokok
selama periode tersebut cukup stabil, yang digambarkan oleh inflasi umum sebesar 6,39
persen. Namun peningkatan di daerah perkotaan dikarenakan kebutuhan dasar bukan
makanan, seperti perumahan, angkutan dan bensin cukup tinggi. Akibatnya penduduk
yang tergolong tidak miskin namun penghasilannya berada di sekitar garis kemiskinan
banyak yang bergeser posisinya menjadi miskin. Kemiskinan di Provinsi Kepulauan Riau
meningkat sebesar 5,9 persen pada tahun 2019, di mana jumlah penduduk miskin pada
Maret 2018 hingga Maret 2019 mencapai 128.462 orang, meningkat sebanyak 3.100

5
orang dibanding September 2018.periode Maret 2020-Maret 2021, jumlah penduduk
miskin di daerah perkotaan bertambah dari 108.859 orang menjadi 124.896 orang,
sedangkan daerah perdesaan berkurang dari 23.107 orang menjadi 19.566 orang.

1.2.9 Kondisi Pendidikan


Permasalahan Pendidikan di Indonesia tidak akan pernah berakhir selama proses
Pendidikan masih tetap berlangsung. Esensi permasalahan Pendidikan memiliki
kedudukan yang berbeda-beda sesuai dengan pandangan dan kondisi setiap komponen
Pendidikan. Pandangan ini dapat dibentuk oleh berbagai faktor yang melatar
belakanginya seperti faktor sosial budaya, ekonomi, politik, dan teknologi. Permasalahan
yang muncul dapat mempengaruhi stabilitas fungsi dan tujuan Pendidikan berdasarkan
tingkatan dan orientasi Pendidikan yang akan dicapai.
Secara nasional, permasalahan yang menggerogoti Pendidikan Indonesia terdiri
dari permasalahan pemerataan pendidikan, kualitas Pendidikan, efesiensi Pendidikan, dan
relevansi Pendidikan. Permasalahan ini banyak mempengaruhi kebijakan pemerintah
pusat dan pemerintah daerah bagaimana menyelesaikan permasalahan ini. Di dalam Arah
Baru Pendidikan Nasional Tahun 2019 dinyatakan bahwa hanya 22% sekolah di
Indonesia yang memiliki kualitas baik. Sekolah tersebut hanya sekolah yang berada di
pusat perkotaan. Sedangkan 68% belum dikatakan sebagai sekolah yang memiliki
kualitas standar minimal. Bahkan banyak diantara sekolah yang tersebut di atas belum
layak dari segi fasilitas, tenaga pengajar, dan menejemennya.
Permasalahan Pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau berbeda dengan
permasalahan Pendidikan yang terdapat di beberapa Provinsi lainnya. Secara umum
permasalahan Pendidikan Pendidikan di Provinsi Kepulauan Riau terdiri dari masalah
pemerataan Pendidikan, kualitas Pendidikan, dan kualitas tenaga pengajar. Permasalahan
ini dilatarbelakangi oleh kondisi wilayah Kepri secara geografis yang terdiri dari pulau-
pulau. Kondisi ini membuat pemerataan Pendidikan tidak berjalan dengan semestinya.
Berdasarkan data yang dirilis oleh Kemendikbud Tahun 2019 di dalam Neraca
Pendidikan Daerah (NPD) Provinsi Kepulauan Riau bahwa masalah pemerataan
Pendidikan masih menjadi permasalahan utama. Hal ini dibuktikan oleh data rasio jumlah
guru dengan siswa yang tidak seimbang. Perbandingan jumlah guru dan siswa adalah
1:41 untuk tingkat Seolah Dasar, 1:37 untuk jenjang SMP, 1:32 untuk jenjang SMA, 1:51
untuk jenjang SMK, dan 1:31 untuk jenjang Sekolah Luar Biasa (SLB). Sebenarnya
perbandingan rasio guru dan siswa yang ideal adalah 1:10. Secara keseluruhan jumlah
guru yang ada di Provinsi Kepri adalah 27.376 orang, sedangkan jumlah siswa adalah
431.965.

1.2.10 Kondisi Kesehatan


Kondisi geografis Kepri yang berbentuk kepulauan, jika tak memiliki tenaga
kesehatan yang merata akan berdampak buruk pada kesehatan masyarakat. Hal ini karena

6
masyarakat sulit menjangkau lokasi tempat tersedianya fasilitas pelayanan kesehatan.
Jika pun ada yang menyediakan transportasi, biayanya mahal dan waktu untuk mencapai
ke fasilitas layanan kesehatan juga lama.

1.2.11 Kerusakan Lingkungan


Kerusakan lingkungan banyak terjadi di Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) akibat
penyalahgunaan izin pertambangan dan pengelolaan limbah. Kawah-kawah besar kini
menganga akibat penambangan pasir maupun bauksit, di antaranya di Kabupaten Lingga
Pulau Cempa, kawasan Galang Batang, Kecamatan Gunung Kijang, Pulau Sebaik,
Tanjungbalai Karimun, serta Batam.

1.3 Kondisi Lingkungan Hidup Alami


1. Pulau atau danau
Pulau Bintan merupakan pulau terbesar di wilayah Kepulauan Riau yang
membentang dari Selat Malaka hingga Laut Natuna Selatan. Tujuan wisata teratas di
Pulau Bintan adalah Bintan Resort, destinasi wisata pantai pasir putih yang sangat indah
di bagian utara pulau dengan luas mencapai 23.000 Ha menghadap Laut Natuna Selatan.
2. Gunung Daik adalah gunung yang terletak di Pulau Lingga, Kabupaten Lingga,
Provinsi Kepulauan Riau, Indonesia. Gunung ini adalah gunung tertinggi di Provinsi
Kepulauan Riau. Gunung Daik memiliki tiga puncak: Gunung Daik.
Letak: Pulau Lingga, Kabupaten Lingga, Kepulauan Riau Indonesia
Jenis gunung: Gunung tidak berapi
Ketinggian: 1.165 m (3.822 kaki)
3. Sumber Daya Kelautan
Sumberdaya kelautan meliputi ekosistem terumbu karang, pantai dan pulau kecil
tersebar di beberapa lokasi di Provinsi Kepulauan Riau. Wilayah di Provinsi Kepulauan
Riau memiliki kondisi ekosistem terumbu karang yang potensial untuk dikembangkan
menjadi daerah wisata bahari, dengan prioritas kawasan yaitu: Kabupaten Natuna,
Kabupaten Lingga, Kota Batam, Kabupaten Bintan, dan Kabupaten Kepulauan Anambas.
4. Hutan
Hutan pantai terdapat hampir di seluruh pantai di Provinsi Kepulauan Riau.
Berbagai jenis tumbuhan pada hutan pantai itu antara lain, berbagai jenis rumput, semak,
juga pohon berkayu; antara lain rumput gerinting, ipomoe pescaprae, berbagai jenis
pandan, ketapang, baringtonia (keben), nyamplung, waru laut, cemara udang, dan juga
aneka jenis palem.Luas kawasan hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung, 106.798
ha, tersebar di Kabupaten Bintan (33.289 ha), Kabupaten Karimun (9.685 ha), Kabupaten
Lingga (32.929 ha), Kabupaten Anambas (3.748), Kabupaten Natuna (11.945 ha), Kota
Batam (14.846 ha), Kota Tanjungpinang (356 ha).

7
Luas kawasan hutan produksi di Provinsi Kepulauan Riau adalah 49.441 Ha,
Kawasan Hutan Produksi Terbatas seluas 164.209 Ha dan Kawasan Hutan Produksi
Konversi seluas 265.806 Ha yangtersebar di seluruh wilayah Kabupaten/Kota Provinsi
Kepulauan Riau. Luas kawasan hutan yang ditetapkan sebagai hutan lindung, 106.798 ha,
tersebar di Kabupaten Bintan [33.289 ha), Kabupaten Karimun (9.685 ha), Kabupaten
Lingga (32.929 ha), Kabupaten Anambas (3.748), Kabupaten Natuna (11.945 ha), Kota
Batam (14.846 ha), Kota Tanjungpinang (356 ha).

8
BAB II
IDENTIFIKASI MASALAH DAN ANALISIS PERMASALAHAN

Permasalahan yang kami angkat untuk dianalisis adalah maraknya kegiatan penambangan
pasir yang terjadi di provinsi Kepulauan Riau yang menimbulkan dampak besar terhadap
lingkungan. Analisis yang dilakukan adalah analisis fishbone (tulang ikan) yaitu suatu
pendekatan tersetruktur yang memumngkinkan dilakukan suatu analasisi lebih terperinci dalam
menemukan penyebab-penyebab suatu masalah, ketidaksesuaian, dan kesenjangann yang ada.

2.1 Tabel Analisis Fishbone


Faktor Penyebab 1 Penyebab 2 Pennyebab 3
Man (M1) Tingginya tingkat Kualitas Pendidikan yang
pengangguran (M1.1) Rendah (M1.1.1)
Tidak memiliki pekerjaan Rendahnya Skill
yang tetap untuk memenuhi dan Keterampilan.
kebutuhan hidup. (M.1.1.2) (M1.1.1.2.1)
Material (M2) Memiliki kualitas yang Memiliki ketersediaan
bagus. (M2.1) sumber daya alam akan
pasir yang melimpah.
(M2.1.1)
Market (M3) Memiliki keuntungan
yang besar. (M3.1)
Memiliki relasi yang
bagus. (M3.2)
Machine (M4) Kapal Motor berukuran Terjadinya pencemaran
32 Grass Ton (GT) dilingkungan sekitar
memiliki kapasitas (M4.1.1)
angkut 60 Ton pasir
(M4.1)

Mesin hisap (M4.2) Berubahnya struktur muka


bumi akibat dari
penggunaan mesin hisap
tersebut. (M4.2.1)

Time (M5) Penambangan pasir Proses yang dilakukan


tidak memerlukan hanya penghisapan dan
waktu yang lama pengerukan (M5.1.1)
(M5.1)

9
2.2 Fishbone

2.3 Hasil Analisis Faktor Potensial:


1. Tingginya Tingkat Pengangguran
2. Mempunyai kualitas yang bagus
3. Memperoleh keuntungan yang besar
4. Lengkapnya peralatan
5. Sedikitnya waktu yang diperlukan
6. Kurangnya informasi

10
BAB III
USULAN SOLUSI

Dari banyaknya permasalahan yang timbul di provinsi Kepulauan Riau, dapat dilihat
bahwa permasalahan yang banyak menyebabkan kerusakan lingkungan adalah aksi
penambangan liar oleh oknum-oknum yang tidak bertanggung-jawab. Maka dari itu kami
mengangkat permasalahan penambangan liar terutama penambangan pasir untuk dianalisis
dengan menggunakan metode analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunity, and Threat).

3.1 Analisis SWOT


a) Strength :
Kekuatan yang dimiliki untuk mendorong kegiatan penambangan pasir ini terjadi adalah
Indonesia terkenal kaya akan sumber daya alam yang melimpah, termasuk pasir,
sehingga membuat negara luar tertarik untuk membeli pasir dalam jumlah banyak di
Indonesia, khususnya di Provinsi Kepulauan Riau yang memiliki potensi sebaran deposit
pasir laut. Bukan hanya dari Negara luar saja namun juga di dalam negeri banyak
dibutuhkan pasir-pasir yang akan digunakan untuk reklamasi laut dan perluasan dermaga
pelabuhan baik di dalam negeri maupun diluar negeri.

b) Weakness:
Hal-hal yang ditakutkan jika penambangan pasir ini terus-menerus dilakukan
adalah terjadinya abrasi dan erosi pantai, terjadinya erosi tanah, menurunnya kualitas
lingkunggan perairan laud an peisir pantai, meningkatnya pencemaran pantai dan udara,
menimbulkan turbulensi, dan terjadinya longsor pada tebing-tebing bekas galian.

c) Opportunity:
Peluang-peluang yang didapat dari kegiatan penambangan pasir ini adalah
mengurangi angka pengangguran karena terciptannya lapangan pekerjaan baru bagi
masyarakat. Banyaknya permintaan pasar akan pasir dapat meningkatkkan sector
industry, meningkatkan devisa Negara, dan juga peluang meningkatkan Pendapatan Asli
Daerah (PAD).

d) Threat:
Ancaman yang ditimbulkan jika kegiatan penambangan pasir ini dilakukan tanpa
melakukan penyegaran lahan tambang adalah pulau-pulau kecil terancam hilang
keberadaannya, berubahnya struktur permukaan lahan dapat membuat sumur warga
menjadi terasa payau, peningkatan kadar padatan tersuspensi di daasar perairan, dan juga
dapat menimbulkan konflik social antara masyarakat pro-lingkungan dan penambang
pasir.

11
3.2 Solusi
Dapat dilihat dari analisis tersebut kegiatan penambangan pasir ini sangat tumpang
tindih yang mana ia menguntungkan namun juga berbahaya terhadap lingkungan. Maka dari
itu kami menyusun strategi-strategi agar penambangan pasir yang sangat menguntungkan di
bidang ekonomi ini terus berjalan namun kerusakan lingkungan yang ditimbulkan tidak
terlalu besar. Strategi-strateginya adalah sebagai berikut:

1. Pembatasan eksploitasi baik dari segi pembatasan produksi pasir laut maupun
pembatasan hak (limited term right) pemanfaatan pasir laut, sehingga pihak pemanfaat
pasir laut tidak terus menerus melakukan ekstraksi jangka panjang, (dapat dilakukan
dengan system kuota).
2. Memberikan alokasi ruang khusus zona yang memang terdapat potensi sebaran deposit
pasir laut agardapat dilakukan penambangan, sedangkan pada zona memang berpotensi
perikanan dan lainnya agar tegas dilarang untuk penambangan.
3. Meningkatkan program penanaman pohon bakau atau mangrove; Sosialisasi manfaat
hutan bakau atau mangrove untuk menjaga ekosistem pesisir dan laut; Melakukan patroli
oleh pihak yang berwenang dalam mengawasi penambangan yang telah memiliki ijin.

Kami juga menyarankan untuk mengupayakan alternatif sektor ekonomi lain dalam
meningkatkan kesejahteraan dan kehidupan masyarakat di sekitar pesisir maupun daratan,
seperti pembudidayaan rajungan, perikanan air payau, pembudidayaan udang galah, dan lain
sebagainya.

12
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Potensi di Provinsi Kepulauan Riau


a) Potensi sumber daya ikan di Laut Cina Selatan sebesar 860.650,11 ton/tahun.
b) Potensi sebaran pasir laut di wilayah Karimun, Bintan, dan Batam
c) Wisata bahari/Maritime dan energy berkelanjutan
d) Jasa transportasi Pelayaran dan Perdagangan

4.2 Permasalahan di Provinsi Kepulauan Riau


a) Penambangan pasir illegal
b) Banjir di wilayah perbatasan
c) Penambangan bauksit
d) Sampah.
e) Pemotongan bukit yang kerap kali terjadi.
f) Pelebaran lahan kapling di kampungtua, Patam Lestari.
g) Pengangguran

4.3 Langkah Solutif


Langkah solutif yang di ambil pemerintah adalah:

1. Pengaturan dan Perbaikan Data Pertambangan Tanpa Izin


Bersama Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pemerintah
melakukan pengaturan dan perbaikan data pertambangan tanpa izin (Peti) yang berada di
area kehutanan. Pengaturan dan perbaikan data ini penting dilakukan karena dengan
adanya data yang valid, maka proses pengawasan dan penertiban dapat dilakukan dengan
lancar.
2. Pengecekan atau Inspeksi Dadakan
Pemerintah bersama KLHK, Kemenko Maritim, dan pemerintah daerah berkomitmen
untuk menggalakkan pengecekan atau inspeksi dadakan (sidak) ke tempat-tempat yang
diduga sebagai tempat pengiriman bahan dari tambang-tambang tak berizin. Tujuannya,
agar pergerakan barang ilegal bisa ditekan.
3. Penertiban oleh Aparat Hukum
Dalam hal ini, pemerintah menugaskan kepolisian khususnya Kepolisian Daerah (Polda)
bersama dengan TNI melakukan upaya penegakan hukum untuk menertibkan dan
memberantas tambang ilegal secara langsung.
4. Pemberian Sanksi

13
Pemerintah menegakkan pemberian sanksi hukum seperti kurungan penjara maksimal
sepuluh tahun dan denda maksimal sepuluh miliar rupiah (sesuai UU Pertambangan
Minerba).
5. Penyuluhan dan Sosialisasi Dampak Tambang Ilegal
Secara berkala, pemerintah melakukan penyuluhan dan sosialisasi dampak tambang
ilegal. Sebab, banyak oknum pelaku kegiatan tambang ilegal tidak memahami akan
bahaya yang bisa muncul dari kegiatan tersebut. Untuk itulah, perlu diadakan penyuluhan
atau sosialisasi terutama mengenai dampak aktivitas Peti bagi lingkungan sekitar.
6. Menyediakan Lapangan Kerja
Pemerintah telah berupaya menyediakan lapangan pekejaan lain bagi masyarakat agar
tidak melakukan kegiatan penambangan ilegal dengan memberi fasilitas pelatihan kerja
melalui Pemerintah Daerah.Aktivitas tambang ilegal menjadi salah satu dari sekian
banyak pekerjaan rumah yang harus segera diselesaikan pemerintah. Penyelesaiannya
memang tidak mudah dan harus bertahap, namun apabila tidak segera diatasi, dampak
lingkungan dan kerugian bagi negara akan semakin bertambah.

4.4 Harapan
Dengan besarnya potensi sumber daya alam yang ada di kepulauan riau, kami berharap solusi
yang kami berikan sedikit bisa menekan jauh jumlah kerusakan lahan akibat penambangan liar,
serta kesetimbangan ekonomi negara segera membaik karena berkurangnya kegiatan
penambangan liar ini.

14
Daftar Pustaka

Norini dan Afrizal. (2017). PERAN BADAN LINGKUNGAN HIDUP PROVINSI KEPULAUAN RIAU
DALAM PERLINDUNGAN DAN PENGELOLAAN LINGKUNGAN HIDUP TERHADAP
LIMBAH B3 DI KOTA BATAM. Kemudi: Jurnal Ilmu Pemerintahan, Vol. 1 No. 2.

Bappeda Kepri, 2016. “Sektor Kehutanan”, /index.php/data-infromasi/potensi-daerah/205-sektor-


kehutanan.

Taufiqur Rohman, “Danau Biru Bintan oase Indah di Gurun Pasir Kepulauan Riau”,
https://phinemo.com/danau-biru-bintan-oase-indah-di-gurun-pasir-kepulauan-riau/

Barenlitbang Kepri, 2021. “Potensi Kepri”, https://barenlitbangkepri.com/potensi-kepri/

MaritimBlog, 2012. “Masalah Pasir Laut di KEP RIAU”.


https://maritimblog.blogspot.com/2012/01/masalah-pasir-laut-kep-riau.html

Muhammad Fauzi, Elberizon, Feliatra, Deni Efizon dan T.Efrizal. “Studi Potensi Sumberdaya Pesisir dan
Pulau-pulau Kecil di KepulauanRiau dalam mengantisipasi Kegiatan Penambangan Pasir Laut”.
https://www.academia.edu/32094773/Studi_Potensi_Sumberdaya_Pesisir_dan_Pulau_pulau_Kec
il_di_Kepulauan_Riau_dalam_mengantisipasi_Kegiatan_Penambangan_Pasir_Laut

Kidhot Kasjuaji, 2018. “Dampak Penambangan Pasir Laut (Positif dan Negatif).
https://ilmugeografi.com/ilmu-bumi/laut/dampak-penambangan-pasir-laut

https://repository.unri.ac.id/

https://www.kepriprov.go.id/

15
Lampiran
Pertanyaan dan Tanggapan saat Presentasi

Pertanyaan 1
Vivi : Dimana ada penambangan liar?
Tanggapan
Restu: Ada 3 wilayah yang menjadi tempat penambangan liar terjadi yaitu di kabupaten
karimun, kabupaten bintan, dan maraknya itu ada di kota batam.

Pertanyaan 2
Sariati: Apa penambangan ilegal yang sering terjadi dan apakah pemerintah melarang hal
itu?
Tanggapan:
Aprinita: Aktivitas penambangan liar pasir, pemerintah jelas melarang karena itu
perbuatan illegal.

Pertanyaan 3
Reni: dampak terbesar dari penambangan liar di kepulauan riua?
Tanggapan
M. Nadim: Dampak terhadap lingkungan, yaitu penurunan kualitas lingkungan itu
sendiri, pencemaran lingkungan, menyebabkan longsor dan banjir, berkurang nya
populasi dan habitat satwa.

16

Anda mungkin juga menyukai