Anda di halaman 1dari 17

BAB III

HUJAN ( PRESIPITASI )

Tujuan Pembelajaran :
Mahasiswa mampu menentukan distribusi hujan dari suatu daerah dan
mampu melengkapi data hujan yang hilang serta mampu meneliti
terhadap konsistensi data hujan

3.1 Analisis Data Hujan


Pos Hujan dibangun dengan tujuan, diantaranya : 1. untuk mendapatkan
sample data hujan dari suatu jaringan hidrologi; 2. untuk menentukan
karakteristik hujan suatu DPS, seperti curah hujan, intensitas, frekuensi atau
periode ulang hujan. Analisis data hujan yang harus dilakukan diantaranya :
1. Pengecekan kualitas data
2. Pengisian data kosong
3. Menentukan curah hujan rata-rata DPS
4. Analisis besarnya curah hujan dan intensitas hujan terhadap durasi
5. Analisis kurva ganda
6. Menentukan hujan berpeluang maksimum
7. Hubungan intensitas dan debit maksimum
8. Uji kesamaan jenis (Homogenitas)

3.1.1 Pengecekan kualitas data


Data hujan yang konsisten berarti data yang terukur dan dihitung
adalah benar dan teliti sesuai dengan fenomena saat hujan itu terjadi.
Beberapa penyebab data hujan tidak konsisten, diantaranya :
a. Penggantian jenis alat pencatat hujan.
b. Perubahan lingkungan pos hujan, misal dari kawasan persawahan
menjadi perkantoran dengan gedung-gedung tinggi sehingga hujan tidak
dapat terukur seperti semula.
c. Pemindahan lokasi pos hujan
d. Perubahan alam, misal perubahan iklim.
Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 21
Salah satu cara untuk menguji konsistensi data hujan adalah dengan
menggunakan analisis kurva massa ganda (double mass curve analysis)
untuk data hujan musiman atau tahunan dari suatu DPS. Misal yang diuji
dari pos Y maka data kumulatif dari pos Y itu dapat dibandingkan secara
grafis dengan data hujan acuan X, dimana data hujan acuan X merupakan
nilai rata-rata dari pos hujan A, B, C dan D atau lebih yang lokasinya berada
disekeliling pos hujan Y. data yang digunakan minimal 10 tahun data runtut
waktu.
Dari grafik yang diperoleh ada dua kemungkinan, yaitu :
a. Jika pola hujan yang terjadi berupa garis lurus dan tidak terjadi patahan
arah garis itu, maka data hujan pos Y adalah konsisten.
b. Jika pola hujan yang terjdi berupa garis lurus dan terjadi patahan dari
arah garis itu, maka data hujan pos Y tidak konsisten dan harus
dilakukan koreksi.

Contoh :
Tabel 3.1 memperlihatkan data hujan dari pos Y dan data hujan acuan
tahunan X yang merupakan rata-rata dari pos hujan A, B, C, D dan E.
Karena adanya penggatian alat di pos Y, maka perlu diadakan pengujian
terhadap konsistensi hujan di pos Y.

Tahun Curah Hujan (x 100 mm)


Pos Y Pos X Acuan
1985 38 30
1986 36 28
1987 31 24
1988 26 20
1989 19 18
1990 25 22
1991 30 25
1992 30 30
1993 34 36
1994 39 38
1995 40 43
1996 28 33
1997 24 30
1998 40 23

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 22


Kurva massa ganda

500
--------> HUjan pos Y (mm)

450
400
350
300 Y
250 X
200
150
100
50
0
0

0
10

15

40
------> Hujan rata-rata 5 pos (mm)

Gambar 3.1 Grafik massa ganda

Dari grafik dapat dilihat, bahwa terjadi perubahan kemiringan garis lurus dari
kurva massa ganda yaitu tahun 1992. Sebelum tahun 1992 kemiringannya
sebesar b = 1,33 dan setelah tahun 1992 kemiringannya sebesar a = 0,80.
Maka factor koreksio sebesar (a/b) = (0,80/1,33) = 0,60. maka untuk
mengkoreksi data hujan pada pos Y sebelum tahun 1992 harus dikalikan
0,60. Hasilnya adalah sebagai berikut :

Tahun Curah Hujan Kumulatif Y koreksi


( x 100 mm)
Y X Y X = 0,60 x Y
1985 38 30 38 30 22,8
1986 36 28 74 58 21,6
1987 31 24 105 82 18,6
1988 26 20 131 102 15,6
1989 19 18 150 120 11,4
1990 25 22 175 142 15,0
1991 30 25 205 167 18,0
1992 30 30 235 197 -
1993 34 36 269 233 -
1994 39 38 308 271 -
1995 40 43 348 314 -
1996 28 33 376 347 -
1997 24 30 400 377 -
1998 40 23 440 400 -

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 23


3.1.2 Pengisian Data Hujan yang Hilang (kosong)
Data hujan yang diperoleh kadangkala tidak lengkap (incomplete
record), hal ini bisa disebabkan oleh factor manusia atau oleh alat.
Beberapa cara untuk memperkirakan data hujan yang hilang atau tidak
tercatat untuk runtut waktu tertentu, diantaranya :
(a) rata-rata aritmatik (Arithmatical average)
(b) perbandingan normal (normal ratio)
(c) Kantor cuaca Nasional Amerika Serikat (US. National Weather
Service)

(a). Metode rata-rata aritmatik


Jika perbedaan curah hujan normal tahunan dari pos X yang hilang
datanya dengan pos disekelilingnya (Pos A, B dan C) kurang dari 10 %,
maka dapat dihitung dengan persamaan :

Hx = 1/3 (Ha + Hb + Hc)

dimana Hx, Ha, Hb dan Hc adalah curah hujan di pos X, A, B dan C.

(b). Metode perbandingan normal


Jika perbedaan curah hujan normal di A, B dan C tersebut lebih besar
dari 10 % dari pos X, maka digunakan metode perbandingan normal dengan
persamaan :

1 ⎡ Nx Nx Nx ⎤
Hx = ⎢⎣ Na L.Ha + Nb .Hb + Nc Hc ⎥⎦
3

dimana :
Na, Nb dan Nc : hujan normal tahunan di pos A, B dan C
Hx, Ha, Hb dan Hc : curah hujan di pos X, A, B dan C

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 24


Contoh :
Curah hujan bulan Maret 2000 pada suatu DPS seluas 75 km2 yang
mempunyai pos hujan X, A, B dan C adalah sebagai berikut :
Curah Hujan (mm)
Pos Hujan Maret 2000 Normal Tahunan
X - 2200
A 100 2500
B 120 2700
C 110 2600

Karena terjadinya penggantian alat yang rusak sehingga ada data hujan
yang tidak terukur, yaitu pada bulan Maret. Dengan menggunakan metode
aritmatik dan perbandingan normal, maka tentukanlah besarnya curah hujan
tersebut.
Penyelesaian :
‰ Dengan metode aritmatik
Hx = 1/3 ( Ha + Hb + Hc )
= 1/3 (100 + 120 + 110 ) mm = 110 mm
‰ Dengan netode perbandingan normal
Rata-rata curah hujan normal pos A, B, dan C adalah = 1/3 (2500 + 2700
+ 2600 ) = 2600 mm
Beda dengan curah hujan normal di X = (2600 – 2200)/2200 = 18,18 %
> 10 %, maka :
1 ⎡ Nx Nx Nx ⎤
Hx = ⎢ Na Ha + Nb Hb + Nc Hc ⎥
3 ⎣ ⎦

1 ⎡ 2200 2200 2200 ⎤


= ⎢⎣ 2500 100 + 120 + 110⎥
3 2700 2600 ⎦

= 122,8 mm
Karena perbedaan hujan tahunan normal lebih dari 10 %, maka harga Hx
= 122,8 mm.

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 25


( c ) Metode Kantor Cuaca Amerika Serikat
Metode ini memerlukan data dari 4 ( empat) pos hujan sebagai pos
indeks (index station) yaitu misalnya pos hujan A, B, C dan D yang berolaksi
di sekeliling pos hujan X yang akan diperkirakan data hujannya (lihat gambar
3.2). Jika pos indeks itu lokasinya berada disetiap kuadran dari garis yang
menghubungkan Utara-Selatan dan Timur – Barat melalui titik pusat di pos
hujan X, maka persamaannya adalah :

⎡ ⎛ Hi ⎞⎤
⎢∑ ⎜ ⎟⎥
Hx = ⎢ ⎝ Li 2 ⎠⎥
⎢ ⎛ 1 ⎞⎥
⎢∑ ⎜
⎝ Li 2
⎟⎥
⎠⎦

dimana :
Hx : besarnya curah hujan di pos X yang akan diperkirakan
Hi : Besar curah hujan di pos A, B, C dan D
Li : jarak pos hujan A, B, C dan terhadap pos hujan X

U
D

Ld
Lb B
X
T
La
Lc

Gambar 3.2 Posisi Pos hujan X terhadap pos hujan indeks A, B, C, D

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 26


Contoh :
Dari suatu DPS seluas 140 km2 terdapat 5 buah pos hujan X, A, B, C dan D.
Pada suatu bulan pos X rusak. Tentukan besarnya curah hujan di X bila pos
itu dikelilingi pos hujan A, B, C dan D sebagai pos indeks yang terletak di
setiap kuadran dengan data :
Kuadran Pos Indeks Hujan (mm) Jarak dari X (km)
I B 100 5
II C 90 10
III A 110 8
IV D 120 6

Penyelesaian :
Kuadran Pos H (mm) L (km) L2 1/L H/L2
I B 100 5 25 0,04000 4,000
II C 90 10 100 0,01000 0,900
III A 110 8 64 0,01562 1,718
IV D 120 6 36 0,02777 3,333
Jumlah : 0,09339 9,9520

Hx = [Σ (Hi/Li2)/( Σ(1/Li2)]
= (9,9520)/0,09339
= 106,56 mm

3.1.3 Uji Homogenitas (uji kesamaan) Jenis Data Hujan


Jika suatu daerah dengan beberapa pos hujan yang mana mempunyai
total curah hujan tahunan serta jumlah hari hujan, masing-masing
mempunyai nilai rata-rata relatif sama, deviasi relatif sama juga intensitas
hujan dan frekuensi kejadian hujan relatif sama, maka daerah tersebut
dikatakan mempunyai hujan yang homogen.
Tetapi sebaliknya, jika setiap pos hujan daerah itu mempunyai total hujan
tahunan serta jumlah hari hujan, masing-masing dengan nilai rata-rata serta
deviasi relatif sama, akan tetapi belum tentu mempunyai kondisi hujan yang

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 27


homogen karena intensitas dan frekuensi kejadian hujan dari setiap pos
hujan di daerah itu berbeda.
Untuk mengetahui apakah data hujan dari dua lokasi homogen atau
tidak dapat dilakukan dengan uji statistik, yaitu dengan menguji nilai :
‰ Rata-rata dengan uji normal atau uji-t dan
‰ Varian, dengan uji-F atau chi kuadrat

Jika jumlah hujan datanya lebih dari 30 buah, maka untuk menguji nilai
rata-rata populasi dapat dilakukan dengan uji normal. Untuk menguji nilai
rata-rata dari pos A sebesar μ1 dan pos B sebesar μ2 perlu membuat
hipotesis nol (Ho) dan hipotesis alternatif (H1) sebagai berikut :
Ho : μ1 = μ2 nilai rata-rata tidak berbeda
H1 : μ1 ≠ μ2 nilai rata-rata berbeda
Dalam hal ini dianggap :
- data pengukuran merupakan variable bebas (observation are
independent) artinya kejadian data di pos A tidak berpengaruh
terhadap data B
- mengikuti distribusi normal
- populasinya mempunyai nilai varian yang sama. Varian merupakan
nilai kuadrat dari deviasi standar.
Tahapan pengujiannya adalah sebagai berikut :
(1). Tentukan deviasi standar dari perbedaan nilai rata-rata hitung, dapat
dengan persamaan berikut :

1/ 2
⎡σ 2 σ 2 ⎤
σ 1− 2 = ⎢ 1 + 2 ⎥
⎣ N1 N2 ⎦

Keterangan :
σ 1-2 = deviasi standar dari perbedaan : μ1 - μ2
σ 12 = Varian sample pos A
σ 22 = Varian sample pos B
N1 = jumlah sample pos A

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 28


N2 = jumlah sample pos B

(2). Hitung perbandingan nilai :


t = [(Xa – Xb)/ σ 1-2 ]
Keterangan :
t = varian standar normal dari distribusi normal
Xa = nilai rata-rata hitung pos A
Xb = nilai rata-rata hitung pos B

(3). Keputusan :
Bandingkan nilai t dengan nilai varian standar normal tc pada tabel
dibawah ini, dengan aturan :
- bila t ≤ tc, maka Ho diterima
- bila t ≥ tc, maka Ho ditolak dan menerima H1.

Derajat 0,1 0,05 0,01 0,015 0,002


Kepercayaan α
- 1,28 - 1,645 - 2,33 - 2,58 - 2,88
Uji satu sisi atau atau atau atau atau
+ 1,28 + 1,645 + 2,33 + 2,58 + 2,88
- 1,645 - 1,96 - 2,58 - 2,81 - 3,08
Uji dua sisi atau atau atau atau atau
+ 1645 + 1,96 + 2,58 + 2,81 + 3,08

Untuk menguji nilai varian pos A sebesar σ 1


2
dan pos B sebesar σ 2
2
dapat
digunakan uji-F dengan dibuat hipotesis :
Ho : σ 12 = σ 22 nilai varian sama
H1 : σ 12 ≠ σ 22 nilai varian tidak sama

Uji-F dapat dihitung dengan persamaan :

F = [ N1 . S12 (N2 – 1)]/[N2 . S22 (N1 – 1)]

d k1 = N1 – 1
d k2 = N2 - 1

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 29


Keterangan :
F = nilai uji – F
d k1 = derajat bebas pos A
d k2 = derajat bebas pos B
N1 = jumlah sample pos A
N2 = jumlah sample pos B
S1 = deviasi standar pos A
S2 = deviasi standar pos B
Keputusan Uji – F :
- Ho ditolak jika nilai F terhitung lebih besar dari nilai F dari tabel dibawah ini
dengan derajat kepercayaan tertentu (α) pada derajat bebas (dk) tertentu.
Dalam hal ini menerima H1.
- Jika nilai F yang dihitung lebih kecil dari nilai F dari tabel, maka Ho
diterima, berarti varian data pos A = varian pos B.

Contoh :
Diketahui data hujan pos Dago dan Malabar Tahun 1950 – 1981
Malabar Dago
Rata-rata X (mm/tahun) 2496 1977
Deviasi standar S (mm/tahun) 670 378
Jumlah Data N (tahun) 32 32

Dari data diatas, tentukan apakah nilai rata-rata hujan tahunannya untuk
kedua pos itu homogen pada tingkat kepercayaan 5 %.
Penyelesaian :
Langkah awal adalah membuat hipotesis.
Ho : μ1 = μ2 nilai rata-rata tidak berbeda
H1 : μ1 ≠ μ2 nilai rata-rata berbeda
dan
Ho : σ 12 = σ 22 nilai varian sama
H1 : σ 12 ≠ σ 22 nilai varian tidak sama

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 30


Dengan menganggap nilai rata-rata sample sebesar X = rata-rata populasi
sebesar μ serta deviasi standar sample S = deviasi standar populasi sebesar
σ, maka dapat dihitung :
σ 1-2 = [σ 12 /N1 + σ 22 / N2]1/2
= [(670)2/(32) + (378)2/(32)]1/2
= 135,98 mm/tahun
t = [ (Xa – Xb) / σ 1-2]
= [ (2496 – 1977) / 135,98]
= + 3,81
Dari tabel, untuk derajat kepercayaan 5 % uji dua sisi diperoleh tc = + 1,96.
Oleh karena t = + 3,81 > tc, maka Ho : μ1 = μ2 nilai rata-rata tidak
berbeda harus ditolak dan menerima H1 : μ1 ≠ μ2 nilai rata-rata berbeda
(tidak sama).
Nilai Uji – F :
F = [ N1 . S12 (N2 – 1)]/[N2 . S22 (N1 – 1)]
F = [32 x 6702 (32 – 1)] / [32 x 3782 (32 – 1)]
F = 3,14
Dari Tabel Nilai kritis Fc Distribusi F pada derajat kepercayaan 5 % untuk dk1
= dk2 = (32 – 1) = 31 diperoleh F tabel 1,84. Karena F yang dihitung = 3,14 >
F tabel = 1,84 maka :
Ho : σ 12 = σ 22 nilai varian sama harus ditolak dan menerima H1 : σ 12
≠ σ 22 nilai varian tidak sama.
Dari uji-t dan uji–F ternyata data hujan rata-rata tahunan dari pos hujan
Malabar dan Dago 95 % dapat dinyatakan tidak homogen. Dengan
demikian keberadaan pos hujan itu tidak dapat saling mewakili.

3.2 Tebal Hujan rata-rata DPS


Dalam suatu catchment area atau DAS, distribusi curah hujan yang
terjadi seringkali tidak merata hal ini dapat disebabkan oleh faktor – faktor :
¾ Latitude
¾ Posisi dan luas daerah
¾ Jarak dari pantai atau sumber lembab

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 31


¾ Suhu laut dan air laut ke arah pantai
¾ Efek geografis
¾ Ketinggian
Besarnya curah hujan yang diukur dari suatu pos hujan dapat mewakili
karakteristik hujan untuk daerah yang luas tergantung pada :
(a). Jarak pos hujan itu sampai titik tengah kawasan yang dihitung curah
hujannya.
(b). Luas daerah
( c). Topografi
(d). Sifat hujan
Oleh karena untuk penyusunan suatu rancangan pemanfaatan dan
rancangan pengendalian banjir digunakan curah hujan rata-rata yang jatuh
di wilayah yang bersangkutan. Beberapa metode pendekatan yang
dianggap dapat digunakan untuk menentukan tebal hujan rata-rata dari
suatu DPS antara lain :
( a ). Rata-rata aritmatik (arithmetic mean method)
( b ). Poligon Thiesen (Thiessen polygon method)
( c ). Isohiet (Isohyeat method)

3.2.1 Metoda Rata – Rata Hitung (Aritmatik)


Cara menghitung rata – rata aritmatis (arithmetic mean) adalah cara
yang paling sederhana. Cara ini biasanya dipergunakan untuk daerah yang
datar, dengan jumlah pos curah hujan yang cukup banyak dan dengan
anggapan bahwa curah hujan di daerah tersebut bersifat uniform (uniform
distribution), dengan rumus sebagai berikut :

~ R + R + R +......+ Rn
R= 1 2 3
n
di mana :
~
R = Curah hujan rata - rata
R1 − Rn = Curah hujan pada masing - masing stasiun
n = Banyaknya stasiun curah hujan

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 32


3.2.2 Metoda Thiesen
Cara ini diperoleh dengan membuat poligon yang memotong tegak
lurus pada tengah – tengah garis hubung dua pos penangkar hujan. Dengan
setiap pos penangkar hujan Rn akan terletak pada suatu wilayah poligon tertutup
dengan luas An.
Curah hujan rata – rata diperoleh dengan cara menjumlahkan semua
hasil kali curah hujan pada pos penangkar hujan Rn dengan suatu wilayah
poligon tertutup dengan luas An untuk semua luas yang terletak di dalam
catchment area dan kemudian dibagi dengan luas total At.

~ A ⋅ R + A ⋅ R +........+ An ⋅ Rn
R= 1 1 2 2
At

di mana :
~
R = Curah hujan rata - rata (mm)
R1 − Rn = Curah hujan pada masing - masing stasiun (mm)
A1 − An = Luas yang dibatasi garis poligon (km 2 )
At = Luas total catchment area

Gambar 3.3 Poligon Thiesen

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 33


3.2.3 Metoda Isohiet
Isohiet adalah garis lengkung yang menunjukkan harga curah
hujan yang sama seperti peta kontur. Umumnya garis tersebut
menunjukkan angka yang bulat. Isohiet ini diperoleh dengan cara
menginterpolasi harga – harga curah hujan yang tercatat pada pos
penangkar hujan lokal (Rnt).
Besarnya curah hujan rata – rata diperoleh dengan cara
menjumlahkan hasil perkalian curah hujan rata – rata diantara garis
isohiet tersebut dan dibagi luas seluruh catchment area.

~ ⎛A R +R ⎞ ⎛A R +R ⎞ ⎛ A R + Rn+1 ⎞
R = ⎜⎜ 1 ⋅ 1 2 ⎟⎟ + ⎜⎜ 2 ⋅ 2 3 ⎟⎟ + .........+ ⎜⎜ n ⋅ n ⎟
⎝ At 2 ⎠ ⎝ At 2 ⎠ ⎝ At 2 ⎟⎠

di mana :
~
R = Curah hujan rata - rata (mm)
R1 − Rn = Curah hujan yang sama pada setiap garis isohit (mm)
A1 − An = Luas yang dibatasi oleh garis isohit (km 2 )
At = Luas total dari catchment area (km 2 )

Gambar 3.4 Contur Isohiet

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 34


Contoh Soal :
Dari suatu DPS dengan luas 57,20 km2 mempunyai 7 buah pos hujan dengan
sebaran seperti terlihat pada gambar dibawah ini. Selama bulan Juni terukur
besarnya tebal hujan setiap pos :
- pos 1 = 64 mm, luas pengaruh A = 6,56 km2
- pos 2 = 60 mm, luas pengaruh A = 10,52 km2
- pos 3 = 52 mm, luas pengaruh A = 8,02 km2
- pos 4 = 48 mm, luas pengaruh A = 9,08 km2
- pos 5 = 50 mm, luas pengaruh A = 6,32 km2
- pos 6 = 40 mm, luas pengaruh A = 7,42 km2
- pos 7 = 36 mm, luas pengaruh A = 9,28 km2
Hitung tebal hujan rata-rata seluruh DPS pada bulan tersebut dengan
menggunkan metode aritmatik dan Thiesen.

6 4
5 3
2

Penyelesaian :

(a) Metode aritmatik

Ra = 1/n ( R1 + R2 + R3 + R4 + R5 + R6 + R7)

= 1/7 (64 + 60 + 52 + 48 + 50 + 40 + 36)

= 50 mm

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 35


(b) Metode Poligon Thiesen

A1.R1 + A2 .R2 + A3 .R3 + A4 .R4 + A5 .R5 + A6 .R6 + A7 .R7


Ra =
A

64.6,56 + 60.10.52 + 52.8,02 + 48.9,08 + 50.6,32 + 40.7,42 + 36.9,28


=
57,2
= 49,84 mm

3.3 Soal latihan


1. Tentukan besarnya curah hujan yang hilang pada bulan Agustus 2003 pada
suatu DPS seluas 62 km2 yang mempunyai pos hujan X, A, B, C dan D
adalah sebagai berikut :
Pos Hujan Curah hujan bulan Agustus CH Normal Tahunan
(mm) (mm)
X - 2120
A 97 2267
B 116 2298
C 129 2426
D 108 2346

2. Berdasarkan data dari Direktorat Meteorologi dan Geofisika untuk suatu


DPS diperoleh data curah hujan harian maksimum sebagai berikut :
Nama Tahun Luas
Sta 1973 1974 1975 1976 1977 1978 1979 1980 1981 1982 1983 (km2)
A 124 86 170 115 121 131 86 109 77 115 187 11
B 68 137 86 142 90 145 133 39 190 113 87 16
C 112 124 99 79 101 111 156 81 121 90 100 9
D 87 90 156 102 123 73 95 67 154 178 132 14
E 98 171 132 119 84 59 107 117 221 191 126 15

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 36


Tentukan besarnya curah hujan rata-rata di DPS tersebut dengan
menggunakan metode Aritmatik dan Poligon Thiesen.

Rangkuman :
• Data hujan dari Suatu DPS kadangkala tidak konsisten, hal ini dapat
disebabkan oleh :
- penggantian jenis alat pencatat hujan
- perubahan lingkungan pos hujan
- pemindahan lokasi pos hujan
- perubahan alam.
Salah satu cara untuk mengecek konsistensi hujan yaitu dengan
kurva massa ganda
• Tiga cara yang umum digunakan untuk mengisi data hujan yang
kosong (hilang), yitu :
- metode aritmatik
- metode perbandingan normal
- metode kantor cuaca Amerika Serikat.
• Tebal (besar) hujan rata-rata di DPS sangat dipengaruhi oleh :
latitude, posisi dan luas daerah, jarak dari sumber lembab/ air, efek
geografis dan ketinggian (letak) DPS.
• Untuk mementukan besarnya curah hujan rata-rata di DPS dapat
dicari dengan metode :
- Rata-rata aritmatik
- Poligon Thiesen
- Isohiet.

Hidrologi, Desi Supriyan, Teknik Sipil- PNJ 37

Anda mungkin juga menyukai