Anda di halaman 1dari 31

Kesetimbangan Elektrokimia

Elektrokimia adalah suatu peristiwa kimia yang berhubungan dengan energi listrik.
Elektrokimia didefinisikan pula sebagai reaksi kimia yang melibatkan adanya transfer elektron
antara elektroda dengan larutan elektrolit lingkungan. Elektrolit umumnya merupakan larutan
aqueous, tetapi elektrolit dapat juga berupa polimer padat, oksida atau lelehan garam. Misalnya :
larutan perak nitrat, seng sulfat.

Prinsip dasar reaksi pada elektrokimia adalah reaksi reduksi oksidasi (redoks) dan reaksi
tersebut terjadi pada suatu sistem sel elektrokimia. Ada dua jenis sel elektrokimia yaitu galvanis
dan sel elektrolisis.

 Sel galvani adalah suatu sel yang membebaskan energi listrik dari reaksi kimia dan reaksi
berlangsung secara spontan. Contohnya: reaksi korosi. Pada sel galvanis katoda
berfungsi sebagai penghantar listrik sehingga berkutub positif. Proses aliran elektron
terjadi dari elektroda negatif ke elektroda positif dengan melewati media elektrolit yang
berfungsi sebagai penghantar arus listrik sehingga reaksi yang terjadi adalah spontan.

 Sel elektrolit adalah suatu sel yang reaksinya terjadi akibat adanya arus listrik searah.
Contohnya elektrolisis air, elektroplating.

Pada sel elektrolisis elektroda yang berfungsi penghantar listrik adalah anoda sehingga
terjadi suatu pelarutan material anoda menghasilkan kation logam (M+). Elektrolisis air
merupakan reaksi samping yang menghasilkan gas hidrogen pada katoda dan gas oksigen pada
anoda. Pada sel elektrokimia dilengkapi dengan dua elektroda :

a. Anoda (reaksi oksidasi)

Anoda adalah elektroda tempat terjadi reaksi oksidasi yang ditandai dengan pelepasan
elektron. Misalnya Zn → Zn2+ + 2e-.

b. Katoda (reaksi reduksi)


Katoda adalah suatu elektroda tempat terjadinya reaksi reduksi, yang ditandai dengan
penangkapan elektron. Misalnya Zn2+ + 2e- → Zn.

A. Setengah reaksi dan elektroda


Reaksi redoks adalah reaksi yang didalamnya terjadi perpindahan elektron secara berurutan
dari satu spesies kimia ke spesies kimia lainnya, yang sesungguhnya terdiri atas dua reaksi yang
berbeda, yaitu oksidasi (kehilangan elektron) dan reduksi (memperoleh elektron). Reaksi ini
merupakan pasangan, sebab elektron yang hilang pada reaksi oksidasi sama dengan elektron
yang diperoleh pada reaksi reduksi. Masing-masing reaksi (oksidasi dan reduksi) disebut reaksi
paruh (setengah reaksi), sebab diperlukan dua setengah reaksi ini untuk membentuk sebuah
reaksi  dan reaksi keseluruhannya disebut reaksi redoks.
Ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk oksidasi, yaitu kehilangan
elektron, memperoleh oksigen, atau kehilangan hidrogen. Oksidasi adalah reaksi dimana suatu
senyawa kimia kehilangan elektron selama perubahan dari reaktan menjadi produk. Sebagai
contoh, ketika logam Kalium bereaksi dengan gas Klorin membentuk garam Kalium Klorida
(KCl), logam Kalium kehilangan satu elektron yang kemudian akan digunakan oleh klorin.
Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
K —–>    K+ + e–
Ketika Kalium kehilangan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa logam Kalium itu
telah teroksidasi menjadi kation Kalium.
Seperti halnya oksidasi, ada tiga definisi yang dapat digunakan untuk menjelaskan reduksi,
yaitu memperoleh elektron, kehilangan oksigen, atau memperoleh hidrogen. Reduksi sering
dilihat sebagai proses memperoleh elektron. Sebagai contoh, pada proses penyepuhan perak pada
perabot rumah tangga, kation perak direduksi menjadi logam perak dengan cara memperoleh
elektron. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
Ag+ + e–    Ag
Ketika mendapatkan elektron, para kimiawan mengatakan bahwa kation perak
telah tereduksi menjadi logam perak.
Baik oksidasi maupun reduksi tidak dapat terjadi sendiri, harus keduanya. Ketika elektron
tersebut hilang, sesuatu harus mendapatkannya. 
Sebagai contoh, reaksi yang terjadi antara logam seng dengan larutan tembaga (II) sulfat dapat
dinyatakan dalam persamaan reaksi berikut:
Zn(s) + CuSO4(aq)   ZnSO4(aq) + Cu(s)
Zn(s) + Cu2+(aq)   Zn2+(aq) + Cu(s) (persamaan ion bersih)
Sebenarnya, reaksi keseluruhannya terdiri atas dua reaksi paruh :
Zn(s)    Zn2+(aq) + 2e–
Cu2+(aq) + 2e–   Cu(s)
Logam seng kehilangan dua elektron, sedangkan kation tembaga (II) mendapatkan dua
elektron yang sama. Logam seng teroksidasi. Tetapi, tanpa adanya kation tembaga (II), tidak
akan terjadi suatu apa pun. Kation tembaga (II) disebut zat pengoksidasi
(oksidator). Oksidator menerima elektron yang berasal dari spesies kimia yang telah teroksidasi.
Sementara kation tembaga (II) tereduksi karena mendapatkan elektron. Spesies yang
memberikan elektron disebut zat pereduksi (reduktor). Dalam hal ini, reduktornya adalah logam
seng. Dengan demikian, oksidator adalah spesies yang tereduksi dan reduktor adalah spesies
yang teroksidasi. Baik oksidator maupun reduktor berada di ruas kiri (reaktan) persamaan
redoks.
Persamaan reaksi redoks biasanya sangat kompleks, sehingga metode penyeteraan reaksi
kimia biasa tidak dapat diterapkan dengan baik. Dengan demikian, para kimiawan
mengembangkan dua metode untuk menyetarakan persamaan redoks. Salah satu metode
disebut metode perubahan bilangan oksidasi (PBO), yang berdasarkan pada perubahan bilangan
oksidasi yang terjadi selama reaksi. Metode lain, disebut metode setengah reaksi (metode ion-
elektron). Metode ini melibatkan dua buah reaksi paruh, yang kemudian digabungkan menjadi
reaksi redoks keseluruhan.
Metode setengah reaksi : persamaan redoks yang belum setara diubah menjadi
persamaan ion dan kemudian dipecah menjadi dua reaksi paruh, yaitu reaksi oksidasi dan
reaksi reduksi; setiap reaksi paruh ini disetarakan dengan terpisah dan kemudian digabungkan
untuk menghasilkan ion yang telah disetarakan; akhirnya, ion-ion pengamat kembali
dimasukkan ke persamaan ion yang telah disetarakan, mengubah reaksi menjadi bentuk
molekulnya.
Sebagai contoh, berikut langkah-langkah untuk menyetarakan persamaan redoks:
Fe2+(aq) + Cr2O72-(aq)   Fe3+(aq) + Cr3+(aq)
1. Menuliskan persamaan reaksi keseluruhan
Fe2+ + Cr2O72-   Fe3+ +  Cr3+
2. Membagi reaksi menjadi dua reaksi paruh
Fe2+  Fe3+
Cr2O72-  Cr3+
3. Menyetarakan jenis atom dan jumlah atom dan muatan pada masing-masing setengah
reaksi; dalam suasana asam, tambahkan H2O untuk menyetarakan atom O dan H+ untuk
menyetarakan atom H
Fe2+  Fe3+ + e–
6 e– + 14 H+ + Cr2O72-  2 Cr3+ +  7 H2O
4. Menjumlahkan kedua setengah reaksi; elektron pada kedua sisi harus saling meniadakan;
jika oksidasi dan reduksi memiliki jumlah elektron yang berbeda, maka harus disamakan
terlebih dahulu.
6 Fe2+  6 Fe3+ + 6 e– ……………… (1)
6 e– + 14 H+ + Cr2O72-  2 Cr3+ + 7 H2O ……………… (2)
6 Fe2+ + 14 H+ + Cr2O72-  6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 7 H2O ………………… [(1) + (2)]
5. Mengecek kembali dan yakin bahwa kedua ruas memiliki jenis atom dan jumlah atom
yang sama, serta memiliki muatan yang sama pada kedua ruas persamaan reaksi
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH – dalam jumlah yang
sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+. Persamaan reaksi
tersebut  berubah menjadi sebagai berikut :
6 Fe2+ + 14 H+ + 14 OH– + Cr2O72-  6 Fe3+ + 2 Cr3+ +  7 H2O + 14 OH–
6 Fe2+ + 14 H2O + Cr2O72-  6 Fe3+ + 2 Cr3+ +  7 H2O + 14 OH–
6 Fe2+ + 7 H2O + Cr2O72-  6 Fe3+ + 2 Cr3+ + 14 OH–
Berikut ini adalah contoh lain penyelesaian penyetaraan persamaan reaksi redoks:
Cu(s) + HNO3(aq)   Cu(NO3)2(aq) + NO(g) + H2O(l)
1) Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan menjadi bentuk ion
Cu + H+ +  NO3–   Cu2+ +  2 NO3– +  NO  +  H2O
2) Menentukan bilangan oksidasi dan menuliskan dua setengah reaksi (oksidasi dan
reduksi) yang menunjukkan spesies kimia yang telah mengalami perubahan bilangan
oksidasi
Cu    Cu2+
NO3–  NO
3) Menyetarakan semua atom, dengan pengecualian untuk oksigen dan hidrogen
Cu   Cu2+
NO3–  NO
4) Menyetarakan atom oksigen dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan
oksigen
Cu  Cu2+
NO3–  NO + 2 H2O
5) Menyetarakan atom hidrogen dengan menambahkan H+ pada ruas yang kekurangan
hidrogen
Cu  Cu2+
4 H+ + NO3–  NO + 2 H2O
6) Menyetarakan muatan ion pada setiap ruas setengah reaksi dengan menambahkan
elektron
Cu  Cu2+ + 2 e–
3 e– + 4 H+ + NO3–  NO + 2 H2O
7) Menyetarakan kehilangan elektron dengan perolehan elektron antara kedua setengah
reaksi
3 Cu  3Cu2+ + 6 e–
6 e– + 8 H+ + 2 NO3–  2 NO +  4 H2O
8) Menggabungkan kedua reaksi paruh tersebut dan menghilangkan spesi yang sama di
kedua sisi; elektron selalu harus dihilangkan (jumlah elektron di kedua sisi harus sama)
3 Cu    3 Cu2+ + 6 e– …………………….. (1)
6 e– + 8 H+ + 2 NO3    2 NO + 4 H2O  …………………….. (2)
3 Cu  +  8 H+ +  2 NO3–   3 Cu2+ +  2 NO  +  4 H2O ………………….. [(1) + (2)]
9) Mengubah persamaan reaksi kembali ke bentuk molekulnya dengan menambahkan ion
pengamat
3 Cu + 8 H+ + 2 NO3– + 6 NO3–  3 Cu2+ +  2 NO  +  4 H2O  + 6 NO3–
3 Cu + 8 HNO3  3 Cu(NO3)2 +  2 NO  +  4 H2O
10) Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua
muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Metode lain yang digunakan dalam menyetarakan persamaan reaksi redoks adalah metode
perubahan bilangan oksidasi (PBO). Langkah-langkah penyetaraan reaksi redoks dengan metode
PBO melalui contoh berikut :
MnO4–(aq) + C2O42-(aq)  Mn2+(aq) + CO2(g)
1. Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO4– +  C2O42–  Mn2+ +  CO2
+7 -2      +3 -2            +2 +4 -2
2. Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya
perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +7 menjadi +2; besarnya perubahan
bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5. C mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +3
menjadi +4; besarnya perubahan bilangan okisdasi (Δ) sebesar 1
3. Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami
perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
C     : Δ = 1 x 2 = 2
4. Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada masing-
masing ruas
MnO4– + C2O42-   Mn2+ +  2 CO2
5. Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai
koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan C dikalikan 5, sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu sebesar 10
2 MnO4– +  5 C2O42-   2 Mn2+ + 10 CO2
6. Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat disetarakan
dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom O; sementara untuk
menyetarakan atom H, gunakan H+
16 H+ + 2 MnO4– + 5 C2O42-   2 Mn2+ +  10 CO2 +  8 H2O
7. Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua
muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat terkecil
Untuk reaksi yang berlangsung dalam suasana basa, tambahkan ion OH – dalam jumlah
yang sama dengan ion H+ pada masing-masing ruas untuk menghilangkan ion H+.
Persamaan reaksi tersebut berubah menjadi sebagai berikut :
16 OH– + 16 H+ + 2 MnO4– +  5 C2O42-   2 Mn2+ +  10 CO2 +  8 H2O + 16 OH–
16 H2O + 2 MnO4– + 5 C2O42-   2 Mn2+ +  10 CO2 +  8 H2O + 16 OH–
8 H2O + 2 MnO4– +  5 C2O42-   2 Mn2+ +  10 CO2 +  16 OH–
Selanjutnya, saya akan kembali memberikan sebuah contoh penyelesaian persamaan
reaksi redoks dengan metode PBO:
MnO(s) + PbO2(s) + HNO3(aq)   HMnO4(aq) + Pb(NO3)2(aq) + H2O(l)
1) Mengubah reaksi redoks yang belum disetarakan menjadi bentuk ion
MnO  + PbO2 + H+ + NO3-   H+ + MnO4– + Pb2+ + 2 NO3– + H2O
2) Menentukan bilangan oksidasi masing-masing unsur
MnO + PbO2 + H+ + NO3-  H+ + MnO4– + Pb2+ + 2 NO3– + H2O
+2 -2   +4 -2 + 1    +5  -2         +1     +7 -2       +2 +5  -2     +1  -2
3) Menuliskan kembali semua unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi; ion
pengamat tidak disertakan
MnO + PbO2   MnO4– +  Pb2+
+2 -2     +4 -2         +7 -2       +2
4) Menentukan unsur yang mengalami perubahan bilangan oksidasi serta besarnya
perubahan bilangan oksidasi
Mn mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +2 menjadi +7; besarnya perubahan
bilangan oksidasi (Δ) sebesar 5
Pb mengalami perubahan bilangan oksidasi dari +4 menjadi +2; besarnya perubahan
bilangan okisdasi (Δ) sebesar 2
5) Mengalikan perubahan bilangan oksidasi (Δ) dengan jumlah atom yang mengalami
perubahan bilangan oksidasi
Mn : Δ = 5 x 1 = 5
Pb   : Δ = 2 x 1 = 2
6) Menyamakan jumlah atom yang mengalami perubahan bilangan oksidasi pada masing-
masing ruas
MnO +  PbO2   MnO4– +  Pb2+
7) Menyamakan perubahan bilangan oksidasi (Δ); bilangan pengali dijadikan sebagai
koefisien reaksi baru
Mn dikalikan 2 dan Pb dikalikan 5, sehingga Δ kedua unsur sama, yaitu sebesar 10
2 MnO +  5 PbO2   2 MnO4– +  5 Pb2+
8) Dalam tahap ini, reaksi hampir selesai disetarakan; selanjutnya atom O dapat disetarakan
dengan menambahkan H2O pada ruas yang kekurangan atom O; sementara untuk
menyetarakan atom H, gunakan H+
8 H+ +  2 MnO  +  5 PbO2  2 MnO4– +  5 Pb2+ +  4 H2O
9) Mengubah persamaan reaksi kembali ke be ntuk molekulnya dengan menambahkan ion
pengamat
10 NO3– +  2 H+ +  8 H+ +  2 MnO  +  5 PbO2  2 MnO4– +  5 Pb2+ +  4 H2O  +  2 H+ +  10
NO3–
2 MnO + 5 PbO2 +  10 HNO3   2 HMnO4 +  5 Pb(NO3)2 +  4 H2O
10) Memeriksa kembali untuk meyakinkan bahwa semua atomnya telah setara, semua
muatannya telah setara, dan semua koefisiennya ada dalam bentuk bilangan bulat
terkecil.

Elektroda dalam sel elektrokimia dapat disebut sebagai anode atau katode. Anode ini


didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron datang dari sel elektrokimia
dan oksidasi terjadi, dan katode didefinisikan sebagai elektroda di mana elektron memasuki sel
elektrokimia dan reduksi terjadi. Setiap elektroda dapat menjadi sebuah anode atau katode
tergantung dari tegangan listrik yang diberikan ke sel elektrokimia tersebut. Elektroda bipolar
adalah elektroda yang berfungsi sebagai anode dari sebuah sel elektrokimia dan katode bagi sel
elektrokimia lainnya.

Berdasarkan jenisnya, elektroda dapat digolongkan menjadi:

a) Elektroda logam – ion logam

Yaitu elektroda yang berisi logam yang berada dalam kesetimbangan dengan larutan
ionnya, contohnya elektroda Cu | Cu2+.
b) Elektroda amalgam

Amalgam adalah larutan logam dalam Hg cair. Pada elektroda ini, amalgam logam M
akan berada dalam kesetimbangan dengan ionnya (M2+). Logam – logam aktif seperti Na
dan Ca dapat digunakan sebagai elektroda amalgam.

c) Elektroda redoks
Yaitu elektroda yang melibatkan reaksi reduksi – oksidasi di dalamnya, contohnya
elektroda Pt | Fe3+, Fe2+.

d) Elektroda logam – garam tak larut

Elektroda ini berisi logam M yang berada dalam kesetimbangan dengan garam sangat
sedikit larutnya Mυ+Xυ- dan larutan yang jenuh dengan Mυ+Xυ- serta mengandung garam
atau asam terlarut dengan anion Xz-. Contoh: elektroda Ag – AgCl yang terdiri dari
logam Ag, padatan AgCl, dan larutan yang mengandung ion Cl- dari KCl atau HCl.

e) Elektroda gas

Yaitu elektroda yang berisi gas yang berda dalam kesetimbangan dengan ion – ion dalam
larutan, misalnya elektroda Pt | H2(g) | H+(aq).

f) Elektroda non logam non gas

Yaitu elektroda yang berisi unsur selain logam dan gas, misalnya elektroda brom (Pt |
Br2(l) | Br-(aq)) dan yodium (Pt | I2(s) | I-(aq)).

g) Elektroda membran

Yaitu elektroda yang mengandung membran semi permiabel.

B. Jenis – jenis sel

1. Sel galvani
Proses dalam elektroda yaitu reaksi redoks yang terjadi pada antarmuka (interface) suatu
logam atau padatan penghantar lain (elektroda) dengan larutan. Elektrodanya itu sendiri mungkin
atau mungkin juga tidak terlibat secara langsung dalam reaksi redoks tersebut. Sebagai contoh
bila logam tembaga dicelupkan dalam larutan ion tembaga (II), maka akan ada dua kemungkinan
proses yang terjadi. Pertama, tembaga mungkin teroksidasi dan terlarut dalam larutan sebagai ion
tembaga (II).

Cu(s)  Cu2+ (aq) + 2e

Alternatif lain adalah ion tembaga mungkin direduksi dan tertempelkan pada elektroda
sebagai logam tembaga.

Cu2+ (aq) + 2e Cu(s)

Pada masing-masing dari kedua proses tersebut, elektroda terlibat secara kimia dalam
reaksi redoks. Perubahan total elektron diakomodasi oleh elektroda dengan ikatan logam. Jika
terjadi reaksi oksidasi, muatan positif dari ion tembaga dalam larutan terjadi akibat lepasnya
elektron dan terdelokal menuju latice logam. Dengan cara ini larutan menjadi bermuatan positif
dibandingkan pada elektroda. Pada proses sebaliknya, ion tembaga dalam larutan akan
menangkap elektron dari elektroda sebelum terbentuk deposit pada permukaannya. Elektroda
menjadi kekurangan elektron dan akan menjadi bermuatan positif dibandingkan larutannya.
Sebagai contoh sebuah reaksi elektroda yang mana elektrodanya dari bahan secara kimia tidak
bermuatan yang terdiri dari logam platina yang dicelupkan dalam campuran larutan yang
mengandung ion besi (II) dan besi (III). Jika besi (II) dioksidasi sesuai reaksi:

Fe2+ (aq) Fe3+ (aq) + e

Elektron yang dilepaskan ditangkap elektroda dan terdelokal pada latice logam platina.
Elektroda kemudian lebih bermuatan negatif dibandingkan larutannya. Jika disisi lain besi (III)
direduksi sesuai reaksi:

Fe3+(aq) + e  Fe2+(aq)
Maka elektron akan meninggalkan latice logam platina dengan proses oksidasi, sehingga
elektroda lebih bermuatan positif dibandingkan dengan larutannya. Pada masing-masing dari
kedua proses tersebut selalu terjadi kecenderungan timbulnya perbedaan muatan antara elektroda
dan larutannya.

Gambar Diagram sel Daniel

Sel Daniel terdiri dari elektroda tembaga yang dicelupkan ke dalam larutan ion tembaga
(II) dan sebuah elektroda seng yang dicelupkan ke dalam larutan ion seng (II). Hubungan listrik
diantara kedua larutan dihantarkan dengan tabung yang mengandung larutan garam KCl
(jembatan garam). Elektroda tembaga dan seng kemudian dihubungkan dengan sirkuit yang
mengandung voltmeter impedansi tinggi atau alat pengukur potensial yang lain. Sel Daniel,
terdiri dari dua bagian setengah sel, yang mana setiap setengah sel merupakan kombinasi antara
elektroda dan larutannya. Setengah sel yang satu yang terdiri dari Cu2+/Cu, cenderung mengalami
reaksi reduksi dengan reaksi sebagai berikut:

Cu2+(aq) + 2e Cu(s)

Pada elektroda tembaga, terjadi muatan yang lebih positif dibandingkan dengan
larutannya. Pada sisi lain, setengah sel lain dari elektroda seng, akan terjadi reaksi yang
berlawanan yaitu reaksi oksidasi.
Zn(s)  Zn2+(aq) + 2e

Pada elektroda seng, terjadi muatan yang lebih negatif dibandingkan dengan larutannya.
Voltameter akan mengukur beda potensial diantara dua buah elektroda yang masing masing
dianggap seperti dua buah battrei yang dipasang seri. Pada masing-masing elektroda (setengah
sel) yang terjadi reaksi reduksi dan oksidasi. Apabila kedua proses tersebut digabung menjadi
reaksi redoks sebagai berikut:

Zn (s) + Cu2+(aq)  Zn2+(aq) + Cu(s)

Ketika sel digunakan/dihubungkan elektroda seng akan terlarut, sedangkan elektroda


tembaga akan bertambah dengan adanya endapan tembaga. Konsep tentang gabungan dua buah
setengah sel yang berbeda untuk menghasilkan listrik dapat dikembangkan dalam berbagai
sistem baru. Nama umum dari sel jenis ini adalah sel Galvani dan untuk memudahkan
penulisannya dibuatlah notasi sel atau tata nama sel. Cara ini menjadi sangat sederhana untuk
menggambarkan sebuah sel. Untuk jelasnya dapat dilihat pada contoh dari sel Daniel, yang
dengan metode penamaan/penulisan notasi sel yang dibuat IUPAC, maka sel tersebut dituliskan
sebagai berikut:

Zn │ Zn2+ ║ Cu2+ │ Cu

Notasi ini diawali dengan elektroda di sebelah kiri dan menuju ke kanan melalui
larutannya menuju elektroda di sebelah kanan. Tanda bar tunggal vertikal menunjukkan daerah
phase boundari (interphase) dan tanda bar ganda vertikal sebagai jembatan garam. Perjanjian
penulisan tersebut dapat dikembangkan untuk mengetahui adanya aktivitas dari masing-masing
ion. Sehingga notasi sel sering dituliskan lebih lengkap sebagai berikut:

Zn │ Zn2+ (a=1,0 M) ║ Cu2+ (a=1,0 M) │ Cu

2. Sel Elektrolisis
Yaitu sel yang menggunakan arus listrik. Pada sel elektrolisis, reaksi kimia tidak terjadi
secara spontan tetapi melalui perbedaan potensial yang dipicu dari luar sistem. Anoda berfungsi
sebagai elektroda bermuatan positif dan katoda bermuatan negatif, sehingga arus listrik mengalir
dari anoda ke katoda. Sel elektrolisis banyak digunakan untuk produksi alumunium atau
pemurnian tembaga.

Sel elektrolisis adalah arus listrik yang menimbulkan reaksi redoks. Pada sel elektrolisis, katoda
akan tereduksi dan anoda yang akan teroksidasi. Pada katoda, terdapat 2 kemungkinan zat yang
ada, yaitu:
 kation (K+) atau
 air (H2O) (bisa ada atau tidak ada tergantung dari apa yang disebutkan, cairan atau
lelehan.)
Pada anoda, terdapat 3 kemungkinan zat yang ada, yaitu:
 anion (A-) atau
 air (H2O) (bisa ada atau tidak ada tergantung dari apa yang disebutkan, cairan atau
lelehan.)
 elektroda, elektroda ada 2 macam, inert (tidak mudah bereaksi, ada 3 macam zat yaitu
platina (Pt), emas (Aurum/Au), dan karbon (C)) dan tak inert (mudah bereaksi, zat
lainnya selain Pt, C, dan Au).
Ada berbagai macam reaksi pada sel elektrolisis, yaitu:
 Reaksi yang terjadi pada katoda
 Jika kation merupakan logam golongan IA (Li, Na, K, Rb, Cs, Fr), IIA (Be, Mg, Cr, Sr,
Ba, Ra), Al, dan Mn, maka reaksi yang terjadi adalah 2 H20 + 2 e → H2 + 2 OH-
 Jika kationnya berupa H+, maka reaksinya 2H+ + 2 e → H2
 Jika kation berupa logam lain, maka reaksinya (nama logam)x+ + xe → (nama logam)
 Reaksi yang terjadi pada anoda
 Jika elektroda inert (Pt, C, dan Au), ada 3 macam reaksi:
 Jika anionnya sisa asam oksi (misalnya NO3-, SO42-), maka reaksinya 2 H20 → 4H+ + O2 +
4e
 Jika anionnya OH-, maka reaksinya 4 OH- → 2H20 + O2 + 4 e
 Jika anionnya berupa halida (F-, Cl-, Br-), maka reaksinya adalah 2 X(halida) → X
(halida)2 + 2 e
 Jika elektroda tak inert (selain 3 macam di atas), maka reaksinya L" > Lx+ + xe
Komponen utama sel elektrolisis adalah:

1. Wadah

2. Elektrode : berasal dari baterai

3. Elektrolit : cairan atau larutan yang diuji dan dapat menghantarkan listrik

4. Sumber arus searah : bisa berasal dari baterai ataupun aki

Elektrode pada sel elektrolis terdiri atas katode yang bermuatan negatif dan anode yang
bermuatan positif. Hal inilah yang membedakan antara sel elektrolis dengan sel elektrokimia.
Berikut prinsip dasar elektrolis berlawanan dengan elektrokimia, yaitu :

1. Reaksi elektrolis, mengubah energi listrik menjadi energi kimia

2. Reaksi elektrolis, merupakan reaksi tidak spontan, karena melibatkan energi listrik dan
luar.

3. Reaksi elektrolis berlangsung di dalam sel selektrolis, yaitu terdiri dari satu jenis larutan
atau leburan elektrolit dan memiliki dua macam elektrode, yaitu :

 Elektrode (-) : Elektrode yang dihubungkan dengan kutub (-) sumber arus listrik

 Elektrode (+) : Elektrode yang dihubungkan dengan kutub (+) sumber arus listrik
Bila suatu cairan atau larutan elektrolit dialiri arus listrik arus searah melalui batang
elektrode, maka ion-ion yang ada di dalam cairan atau larutan tersebut akan bergerak menuju ke
elektrode yang berlawananan muatannya. Pada sel elektrolis kutub positif merupakan terjadinya
ionisasi (oksidasi) sehingga disebut anode & kutub negatif merupakan tempat terjadinya reduksi
sehingga disebut katode.

Perbedaan Pokok antara Sel Volta dan Sel Elektrolisis adalah sebagai berikut:

 Sel Volta, terjadi pada reaksi redoks yang bersifat spontan (bereaksi dengan sendirinya)
dan menghasilkan arus listrik. Dalam reaksi sel, perbedaan energi potensial kimia antara
reaktan yang lebih tinggi energinya dan produk yang lebih rendah energinya
menghasilkan arus listrik. Dengan kata lain sistem bekerja pada lingkungan. Katoda
merupakan kutub positif dan anoda kutub negatif. Jadi dalam sel Volta energi kimia
diubah menjadi energi listrik.

 Elektrolisis, terjadi pada reaksi redoks yang tidak spontan, sehingga untuk melakukan
reaksi diperlukan energi. Energi yang diperlukan dalam sel elektrolisis adalah energi
listrik dengan arus searah. Untuk berlangsungnya proses elektrolisis diperlukan adanya
elektroda, larutan elektrolit, dan sumber arus listrik searah. Dalam sel elektrolisis katoda
dihubungkan dengan kutub (-), dan anoda dihubungkan dengan kutub (+) sumber arus.
Apabila arus listrik dialirkan ke dalam elektrolit, maka kation akan mengalami reduksi
dengan menangkap elektron dan anion akan mengalami oksidasi dengan melepas
elektron.

C. Daya gerak listrik

Nilai Eosel ditentukan dengan rumus:

Eosel = Eoreduksi – Eooksidasi


Eo reduksi adalah nilai potensial elektroda standar pada elektroda yang mengalami reduksi
dan Eo oksidasi adalah nilai potensial elektroda standar dari elektroda yang mengalami
oksidasi.

Nilai DGL sel elektrokimia dapat ditentukan berdasarkan tabel potensial elektrode standar.
Syarat bahwa sel elektrokimia akan berlangsung spontan jika oksidator yang lebih kuat berperan
sebagai pereaksi atau DGL sel berharga positif.

Esel = (Ekatode – Eanode) > 0

Sel elektrokimia yang dibangun dari elektrode Zn dan Cu memiliki setengah reaksi reduksi
dan potensial elektrode berikut.

Zn2+(aq)+ 2e– → Zn(s) E° = –0,76 V


Cu2+(aq) + 2e– → Cu(s) E° = +0,34 V

Untuk memperoleh setengah reaksi oksidasi, salah satu dari reaksi tersebut dibalikkan.
Pembalikan setengah reaksi yang tepat adalah reaksi reduksi yang potensial setengah
selnya lebih kecil. Pada reaksi tersebut yang dibalik adalah reaksi reduksi Zn2+ sebab akan
menghasilkan nilai GGL sel positif. Pembalikan reaksi reduksi Zn2+ menjadi reaksi
oksidasi akan mengubah tanda potensial selnya.

Zn(s) → Zn2+(aq) + 2e– E° = +0,76 V


Cu2+(aq) + 2e– → Cu(s) E° = +0,34 V

Penggabungan kedua setengah reaksi tersebut menghasilkan persamaan reaksi redoks


dengan nilai DGL sel positif.

Zn(s) → Zn2+(aq)+ 2e– E° = +0,76 V


Cu2+(aq) + 2e– → Cu(s) E° = +0,34 V
Zn(s) + Cu2+(aq) → Zn2+(aq) + Cu(s) E°sel = +1,10 V
Nilai DGL sel sama dengan potensial standar katode (reduksi) dikurangi potensial standar
anode (oksidasi). Metode ini merupakan cara alternatif untuk menghitung DGL sel.

E°sel = E°katode – E°anode

E°sel = E°Cu – E°Zn = 0,34 V – (–0,76 V) = 1,10 V

Contoh:

Hitunglah nilai DGL sel dari notasi sel berikut.

Al(s) | Al3+(aq) || Fe2+(aq) | Fe(s)

Penyelesaian:
Setengah reaksi reduksi dan potensial elektrode standar masing-masing adalah:

Al3+(aq) + 3e– → Al(s) E° = –1,66 V


Fe2+(aq) + 2e– → Fe(s) E° = –0,41 V

Agar reaksi berlangsung spontan, Al dijadikan anode atau reaksi oksidasi. Oleh karena
itu, setengah-reaksi Al dan potensial selnya dibalikkan:

Al(s) → Al3+(aq) + 3e– E° = +1,66 V


Fe2+(aq) + 2e– → Fe(s) E° = –0,41 V

Dengan menyetarakan terlebih dahulu elektron yang ditransfer, kemudian kedua reaksi
setengah sel digabungkan sehingga nilai DGL sel akan diperoleh:

2Al(s) → 2Al3+(aq) + 6e– E° = +1,66 V


3Fe2+(aq) + 6e– → 3Fe(s) E° = –0,41 V
2Al(s) + 3Fe2+(aq) → 2Al3+(aq) + 3Fe(s) E° = 1,25 V

D. Potensial Standar

Dalam pengukuran potensial suatu sel elektrokimia, maka sejumlah kondisi harus dipenuhi
yaitu:
a. Semua pengukuran dilakukan pada temperatur 298 K

b. Keberadaan analit dalam kapasitas sebagai aktivitas (misalnya 1 mol/L)

c. Semua pengukuran potensial sel dibandingkan dengan potensial standar sel dengan
menggunakan elektroda standar hidrogen. Potensial elektroda diukur dengan
memperhatikan potensial elektroda standar, yang dilambangkan Eo.

Cara yang cukup baik untuk menentukan potensial standar suatu sel adalah dengan
membandingkan dengan elektroda standar hidrogen. Pada kesempatan ini hanya akan disinggung
secara singkat bagaimana cara memperoleh nilai potensial standar. Pada gambar berikut akan
diukur potensial setengah sel dari elektroda tembaga dalam larutan tembaga (II). Untuk itu akan
dibandingkan dengan elektroda hidrogen, yang gambar selengkapnya dapat dilihat pada gambar:

Gambar Cara pengukuran potensial standar

Potensial elektroda standar diukur berdasarkan reaksi reduksinya. Untuk mengukur nilai
potensial reduksi ion tembaga (II) menjadi tembaga, dengan cara membandingkan dengan
elektroda hidrogen standar, yang disingkat ehs (lihat gambar). Elektroda hidrogen standar
ditempatkan di sebelah kiri dan elektroda tembaga di sebelah kanan sel elektrokimia. Sistem sel
elektrokimia tersebut jika dituliskan notasi selnya adalah sebagai berikut:

Pt │ H2 (1 atm) │ H+ (a=1,0 M) ║ Cu2+ (a=1,0 M) │ Cu


Persamaan setengah selnya adalah:

H2(aq) 2 H+(aq) + 2e kiri/oksidasi

Cu2+(aq) + 2e  Cu(s) kanan/reduksi

Kombinasi dua persamaan tersebut menjadi reaksi total sebagai berikut:

Cu2+(aq) + H2(aq) Cu(s) + 2 H+(aq)

Besarnya emf sel dituliskan sebagai: E (sel) = E (kanan) - E (kiri)

Atau untuk kondisi/keadaan standar besarnya E sell:

Eo(sel) = Eo(Cu2+/Cu) - Eo (ehs)

Telah dibuat perjanjian bahwa nilai potensial elektroda standar untuk elektroda standar
hidrogen adalah nol, maka pada sistem pengukuran diatas emf yang terukur merupakan nilai
potensial reduksi standar elektroda tembaga untuk proses reaksi reduksi tembaga (II) menjadi
tembaga. Atau secara matematis:

Eo (ehs) = 0 volt,

maka Eo (sel) = E o (Cu2+/Cu)

Pengukuran nilai potensial elektroda standar suatu sistem reaksi reduksi yang lain
menggunakan cara yang sama seperti contoh diatas. Dengan cara tersebut diperolehlah nilai
potensial reduksi standar dari berbagai reaksi yang selengkapnya dapat dilihat pada table
dibawah ini.

Tabel Potensial elektroda standar


Elektroda Eo (V) Reaksi Setengah Sel

F- | F2(g) | Pt 2,87 ½ F2(g) + e- = F-

Au3+ | Au 1,50 ⅓ Au3+ + e- = Au3+

Pb2+ | PbO2 | Pb 1,455 ½ PbO2 + 2H+ + e- = ½ Pb2+ + H2O


Cl- | Cl2(g) | Pt 1,3604 ½ Cl2(g) + e- = Cl-

H+ | O2 | Pt 1,2288 H+ + ¼ O2 + e- = ½ H2O

Ag+ | Ag 0,7992 Ag+ + e- = Ag

Fe3+, Fe2+ | Pt 0,771 Fe3+ + e- = Fe2+

I- | I2(s) | Pt 0,5355 ½ I2 + e - = I -

Cu+ | Cu 0,521 Cu+ + e- = Cu+

OH- | O2 | Pt 0,4009 ¼ O2 + ½ H2O + e- = OH-

Cu2+ | Cu 0,339 ½ Cu2+ + e- = ½ Cu

Cl- | Hg2Cl2(s) | Hg 0,268 ½ Hg2Cl2 + e- = Hg + Cl-

Cl- | AgCl(s) | Ag 0,2224 AgCl + e- = Ag + Cl-

Cu2+, Cu+ | Pt 0,153 Cu2+ + e- = Cu+

Br- | AgBr(s) | Ag 0,0732 AgBr + e- = Ag + Br-

H+ | H2 | Pt 0,0000 H + + e - = ½ H2

D+ | D2 | Pt -0,0034 D + + e - = ½ D2

Pb2+ | Pb -0,126 ½ Pb2+ + e- = ½ Pb

Sn2+ | Sn -0,140 ½ Sn2+ + e- = ½ Sn

Ni2+ | Ni -0,250 ½ Ni2+ + e- = ½ Ni

Cd2+ | Cd -0,4022 ½ Cd2+ + e- = ½ Cd

Fe2+ | Fe -0,440 ½ Fe2+ + e- = ½ Fe

Zn2+ | Zn -0,763 ½ Zn2+ + e- = ½ Zn

OH- | H2 | Pt -0,8279 H2O + e- = ½ H2 + OH-

Mg2+ | Mg -2,37 ½ Mg2+ + e- = ½ Mg

Na+ | Na -2,714 Na+ + e- = Na

Li+ | Li -3,045 Li+ + e- = Li


Nilai-nilai potensial reduksi standar pada tabel di atas dapat digunakan untuk menghitung
nilai potensial sel (emf) dari sel Galvani.

Kespontanan Reaksi

Redoks Dalam sel galvani energi kimia diubah menjadi energi listrik. Energi listrik dalam
hal ini adalah hasilkali dari emf sel dengan muatan listrik total (dalam coloumb) yang melewati
sel: Energi listrik = volt x colulomb = Joule Muatan total ditentukan oleh banyaknya mol
elektron (n) yang melewati rangkaian berdasarkan definisi

Muatan total = nF

Dimana F, konstanta Faraday, ialah muatan listrik yang terkandung dalam 1 mol electron.
Percobaan menunjukan bahwa 1 dfaradai setara dengan 96.485,3 coulomb, atau 96.500
couloumb, dibulatkan menjadi tiga angka signifikan,

jadi 1 F = 96.500 C/mol

Karena 1 J = 1 C x 1 V

Sehingga, 1 F = 96.500 J/V . mol

Emf terukurnya ialah voltase maksimum yang dapat dicapai oleh sel.

wmaks = Wele (electrical) = -nFEsel

Di mana wmaks adalah jumlah maksimum kerja yang dapat dilakukan. tanda negaif mendakan
kerja dilakukan oleh sistem pada lingkungan. Energy bebas (∆G) menyatakan jumlah maksimum
kerja berguna yang dapat diperoleh dari suatu reaksi: ∆G = wmaks.

Jadi,

∆G = -nFEsel
Baik n ataupun F merupakan kuantitas positif dan ∆G adalah negative untuk reaksi spontan,
sehingga Esel haruslah positif. Untuk reaksi yang reaktan dan produknya ada dalam keadaan
standar, persamaannya menjadi:

∆Gº = -nFEsel

Berikut persamaan hubungan antara Eºsel dengan konstanta kesetimbangan (K) dari reaksi
redoks.

∆Gº = -RT ln K,

maka, -nFEsel = -RT ln K

Sehingga, diperoleh Eºsel ,

RT
Eºsel = ln K
nF

Bila T = 298 K, dapat disederhanakan dengan mensubsitusikan R dan F:

J
Eºsel = ( ( 8,314 mol ) (289 K )
K ) ln K
n¿ ¿

0,0257 V
Eºsel = ln K
n

Alternatifnya, persamaan diatas dapat dituliskan logaritma basis-10 dari K:

0,0592V
Eºsel = log K
n

Hubungan antara ∆Gº, K dan Eºsel

∆Gº K Eºsel Reaksi pada Kondisi


Keadaan-Standar

Negatif > 1 Positif Spontan

0 .= 1 0 Kesetimbangan
Positif <1 Negatif Nonspontan, reaksi
spontan pada arah
berlawanan

Contoh :

a. Hitunglah perubahan energi bebas standar untuk reaksi berikut pada 25ºC

2Au (s) + 3 Ca2+ (1 M) 2Au3+ (1 M) + 3Ca(s)

Penjelasan: untuk menghitung ∆Gº reaksi, kita perlu mengetahui Eº untuk proses redoks.

Mula-mula kita pecahkan reaksi keseluruhan menjadi setengah reasi:

Oksidasi: 2Au (s)  2Au3+ (1 M) + 6e-(s)

Reduksi: 3 Ca2+ (1 M)  3Ca(s) EºAu3+/Au = 1,50 V dan EºCa2+/Ca = -2,87 V,

jadi, Eº = EºCa2+/Ca - EºAu3+/Au = -2,87 V - 1,50 V = -4,37 V

Selanjutnya masukkan kepersamaan berikut, ∆Gº = -nFE

Reaksi keseluruhan menunjukan bahwa n = 6, sehingga

∆Gº = -(6)(96.500 J/V . mol)(-4,37 V)

= 2,53 x 106 J/mol

= 2,53 x 103 KJ/mol ∆Gº

Bernilai positif menunjukkan bahwa reaksi tidak spontan pada kondisi keadaan-standar pada
25ºC.

b. Prediksi apa yang akan terjadi jika molekul bromin (Br2) ditambahkan pada larutan yang
mengandung NaCl dan NaI pada 25ºC. Anggaplah semua spesi ada dalam keadaan
standar.
Jawab: untuk memprediksi reaksi redoks akan berlangsung atau tidak kita harus
membandingkan potensial reduksi standar untuk reaksi setengah-sel berikut:

Cl2 (1 atm) + 2e-→ 2Cl- (1 M) Eº = 1,36 V Br2(l) + 2e-→ 2Br- (1 M) Eº = 1,07 V


I2(s) + 2e- → 2I- (1 M) Eº = 0,53 V

Dengan menerapkan aturan diagonal kita lihat bahwa Br2 akan mengoksidasi Itetapi
tidak akan mengoksidasi Cl- . Jadi, satu-satunya reaksi redoks yang akan terjadi dalam
jumlah banyak pada kondisi keadaan standar adalah:

Oksidasi : 2I- (1 M) → I2 (s) + 2e-


Reduksi : Br2(l) + 2e-→ 2Br- (1 M)
Keseluruhan: 2I- (1 M) + Br2(l) → I2(s) + 2Br- (1 M)
Note: ion Na+ inert sehingga tidak masuk dalam reaksi redoks.

c. Hitung potensial standar untuk elektroda Cd2+/Cd.


Cd(p) ‫ ׀‬Cd2+ (1 M) ǁ Cu2+ (1 M) ‫׀‬Cu(p) E°sel = 0,74 V
Kalau diketahui potensial dari salah satu setengah sel dan E°sel untuk reaksi total, maka
dapat dicari potensial setengah sel lainnya yang tidak diketahui yang diberi notasi E°.
Perhatikan bahwa potensial yang tidak diketahui dimasukkan sebagai harga negatifnya (–
E°), karena digunakan untuk setengah reaksi oksidasi
Oksidasi : Cd(p) Cd2+ (1 M) + 2 e – – E° Cd2+/Cd
Reduksi : Cu2+ (1 M) + 2e- Cu(p) E° = + 0,337 V
Total : Cd(p) + Cu2+ (1 M)  Cd2+ (1 M) + Cu(p)
E°sel = – E° Cd2+/Cd + 0,337 V
= 0,74 V E° Cd2+/Cd
= 0,337 V – 0,74 V
= – 0,403 V
d. Sel elektrokimia dibangun dari reaksi berikut.

Sn(s) | Sn2+(aq) || Zn2+(aq) | Zn(s)

Apakah reaksi akan terjadi spontan menurut arah yang ditunjukkan oleh persamaan reaksi
tersebut?
Pembahasan: Pada reaksi tersebut, Sn sebagai reduktor (teroksidasi) dan Zn2+ sebagai
oksidator (tereduksi). Potensial reduksi standar untuk masing-masing setengah sel adalah

Zn2+(aq) + 2e– → Zn(s) E° = –0,76 V


Sn2+(aq) + 2e– → Sn(aq) E° = –0,14 V

Suatu reaksi redoks dalam sel elektrokimia akan berlangsung spontan jika zat yang
berperan sebagai oksidator lebih kuat. Berdasarkan nilai E°, Zn2+ merupakan oksidator
lebih kuat dibandingkan dengan Sn2+. Oleh karena itu, reaksi akan spontan ke arah
sebagaimana yang dituliskan pada persamaan reaksi.

Zn(s) + Sn2+(aq) → Zn2+(aq) + Sn(aq)

Reaksi ke arah sebaliknya tidak akan terjadi sebab potensial sel berharga negatif.

E. Aplikasi Potensial Standar

1) Sel Leclanché (sel kering). Dari semua baterei, mungkin yang paling umum adalah baterei
senter seperti yang dapat dilihat pada Gambar
Pada baterei ini oksidasi terjadi pada anoda seng dan reduksi pada katoda karbon inert
(grafit). Elektrolit adalah pasta lembab dari MnO2, ZnCl2, NH4Cl, dan karbon hitam. Volt
maksimum adalah 1,55 V. Baterei disebut sel ‘kering’ karena tidak ada cairan bebas.

Setengah reaksi anoda (oksidasi) adalah Oksidasi:

ZnS(p) Zn2+(aq) + 2 e–

Reaksi reduksinya lebih kompleks, karena melibatkan reduksi dari MnO 2 menjadi
serangkaian senyawa yang memiliki Mn pada bilangan oksidasi +3, misal Mn 2O3.
Reduksi : 2 MnO2(p) + H2O + 2 e–  Mn2O3(p) + 2 OH–(aq)

Reaksi asam – basa terjadi antara OH– dengan NH4+ dari NH4Cl.

NH4+(aq) + OH–(aq)  NH3(g) + H2O©

Karena akan mengganggu arus, pembentukan NH3(g) tidak dapat diijinkan terjadi di sekitar
katoda. Hal ini dicegah oleh reaksi antara Zn 2+ dan NH3(g) yang membentuk ion kompleks
[Zn(NH3)2] 2+, yang akan mengkristal sebagai garam klorida.

Zn2+(aq) + 2 NH3(g) + 2 Cl-(aq)  [Zn(NH3)2]Cl2(p)

Sel Leclanché adalah sel primer. Beberapa reaksi yang terlibat tidak dapat dibalik dengan
melewatkan listrik ke sel. Pembuatan sel Leclanché murah, akan tetapi mempunyai dua
kelemahan yang berarti. Yang pertama, ketika arus diambil secara cepat dari sel, produk
akan terbentuk pada elektroda, misal NH3(g), dan ini menyebabkan penurunan volt.
Kelemahan yang kedua, karena media elektrolit adalah asam, maka lambat laun logam
seng akan terlarut. Bentuk yang lebih baik dari sel Leclanché adalah baterei alkalin, yang
menggunakan NaOH atau KOH untuk menggantikan NH4Cl sebagai elektrolit. Pada
baterei alkalin setengah reaksi reduksi pada intinya adalah sama, akan tetapi reaksi oksidasi
melibatkan pembentukan Zn(OH)2(p).

Oksidasi : Zn(p) + 2 OH– (aq)  Zn(OH)2(p) + 2 e-


Keuntungan dari baterei alkalin adalah bahwa seng tidak terlarut karena sudah berada
dalam media basa, dan baterei dapat melakukan kerja yang lebih baik untuk memelihara
voltnya sebagai arus yang diambil melalui baterei.

2) Elektroplating atau penyepuhan merupakan salah satu proses pelapisan bahan padat
dengan lapisan logam menggunakan arus listrik searah melalui suatu larutan elektrolit.
Elektroplating ditujukan untuk berbagai keperluan, baik untuk skala industri maupun
rumah tangga. Proses elektroplating atau yang lebih dikenal dengan pelapisan logam ini
banyak dilandasi oleh elektrokimia, bidang yang mengkaji perubahan energi listrik ke
energi kimia (elektrolisa). Elektroplating memberikan perlindungan pada logam yang
diinginkan dengan memanfaatkan logam-logam tertentu sebagai lapisan pelindung,
misalnya tembaga, nikel, krom, perak, dan sebagainya.

Pelapisan secara listrik merupakan proses pelapisan suatu logam atau non logam, secara
elektrolisa melalui penggunaan arus listrik searah (direct current/DC) dan larutan kimia
(elektrolit). Pelapisan bertujuan membentuk permukaan dengan sifat atau dimensi yang
berbeda dengan logam dasarnya. Terjadinya endapan pada proses elektrolisa disebabkan
adanya ion-ion bermuatan listrik melalui elektrolit. Ion-ion pada elektrolit tersebut akan
mengendap pada katoda. Endapan yang terjadi bersifat adhesive terhadap logam dasar.
Selama proses pengendapan berlangsung terjadi reaksi kimia pada elektroda dan elektrolit
yaitu reaksi reduksi dan oksidasi yang diharapkan berlangsung terus menerus menuju arah
tertentu secara tetap. Untuk itu diperlukan arus listrik searah dan tegangan yang konstan.

Prinsip dasar dari proses lapis listrik adalah berdasarkan pada Hukum Faraday yang
menyatakan bahwa jumlah zat-zat yang terbentuk dan terbebas pada elektroda selama
elektrolisis sebanding dengan jumlah arus listrik yang mengalir dalam larutan elektrolit. Di
samping itu jumlah zat yang dihasilkan oleh arus listrik yang sama selama elektrolisis
adalah sebanding dengan berat ekivalen masing-masing zat tersebut.

Prinsip kerja sel elektrolplating berlawanan dengan sel vota. Oleh karena itu, susunan
rangkaian sel elektroplating juga berlawanan dengan susunan rangkaian sel volta, pada sel
elektroplating, anoda bermuatan positif (+) dan katoda bermuatan negatif (-). Juga pada sel
elektroplating, pemberian katup negatif (-) dan positif (+) didasarkan pada potensial yang
diberikan dari luar.

Gambar Prinsip kerja electroplating

Dalam suatu elektrolit terdapat kation (ion positif) dan anion (ion negatif) yang berasal
dari dari ionisasi elektrolit. Jika kita alirkan listrik dalam elektrolit tersebut, maka kation
akan mengalami reduksi anion akan mengalami oksidasi. Kation akan menuju ke katoda
(tempat terjadinya peristiwa reduksi), sedangkan anion akan menuju ke anoda (tempat
terjadi oksidasi). Jadi, dalam sel elektroplating katoda merupakan elektroda negatif sebab
dituju oleh ion positif, sedangkan anoda adalah elektroda positif sebab dituju oleh ion
negative.

Reaksi katoda dan anoda (Elektroplating) dibagi menjadi tiga macam atau kelompok:

a. Sel elektroplating dengan elektrolit lelehan Biasanya pada sel ini elektroda yang dipakai
adalah elektroda yang inert (tindak beraksi), yaitu platina atau karbon.lelehan adalah
kondisi elektroit tanpa mengandung pelarut (air). Jika arus listrik dialirkan kedalam ion,
maka senyawa itu akan terurai menjadi anion dan kation. Pada waktu proses
elektroplating, kation akan menuju ke katoda dan anion akan menuju ke anoda. Kation
langsung direduksi dan anion langsung dioksidasi.
b. Sel elektroplating dengan elektrolit larutan dan elektroda inert (tidak reaktif) Unsur yang
dapat dipakai sebagai elektroda inert adalah karbon (C) dan platina (pt), elektrolit yang
berupa larutan yang mengandung air. Adanya air dalam larutan mengakbatkan adanya
kompetisi antara air dengan zat-zat tertentu yang terlihat dalam elektroplating.
c. Sel elektroplating dengan elektrolit larutan dan elektroda tidak inert (reaktif) Pada sel ini
elektroda tidak inert (reaktif) ikut bereaksi dan hanya terjadi di anoda. Contoh dari
elektroda ini adalah Cu, Fe, Zn, dan sebagainya kecuali Pt dan C. Pada katoda terjadi
sama dengan reaksi yang terjadi pada katoda saat kondisi sel elektroplating dengan
elektroda inert. Logam anoda akan teroksidasi menjadi larutan. Dalam hal ini semua
anion tidak perlu diperhatikan.

3) Elektrodeposisi merupakan proses pengendapan logam pada elektroda dengan


memanfaatkan reaksi elektrokimia. Arus listrik dialirkan ke anoda inert melalui elektrolit
yang mengandung ion logam, sehingga logam tersebut mengendap dalam bentuk
murninya di katoda. Pada proses, anoda bertindak sebagai elektroda positif (menerima
ion negatif) dan katoda bertindak sebagai elektroda negatif (menerima ion positif)
sehingga merupakan kebalikan dari proses pada sel galvanis.
Link Video Pembelajaran:

https://youtu.be/V5TqMuHaDuY

https://youtu.be/1xKeFiyOemA

https://youtu.be/abMcjHau_Fc
DAFTAR PUSTAKA

Atkins, P.W. 1999. Kimia Fisik Jilid I edisi keempat. Terjemahan Irma I. Kartohadiprojo.


Jakarta: Erlangga.

Dogra, S. Kimia Fisika dan soal-soal.

Oxtoby. Prinsip – prinsip kimia modern edisi keempat jilid 1

Chang, Raymond. 2007. Chemistry. Ninth Edition. New York: Mc Graw Hill.

Moore, John T. 2003. Kimia For Dummies. Indonesia:Pakar Raya

Anda mungkin juga menyukai