Anda di halaman 1dari 23

LAMPUNG

KERUSAKAN HUTAN SUMATRA BARAT

Dosen Pengampu : Tika Rahayu

KELOMPOK 3

KETUA : Basil Palamda Caropeboka

NIM : 122210062

11/17/2022

INSTITUT TEKNOLOGI SUMATRA


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................................................................................. 2
1.1. Gambaran umum wilayah........................................................................................................................ 2
1.2. Gambaran umum masyarakat................................................................................................................ 3
1.2.1. Jumlah Dan Sebaran Penduduk........................................................................................................ 3
1.2.2. Demografi............................................................................................................................................... 3
1.2.3. Sejarah Budaya...................................................................................................................................... 3
1.2.4. Suku Lokal.............................................................................................................................................. 6
1.2.5. Angka Kemiskinan............................................................................................................................... 7
1.2.6. Kondisi Pendidikan.............................................................................................................................. 8
1.2.7. Kondisi Kesehatan Masyarakat........................................................................................................ 9
1.2.8. Kerusakan Hutan Yang Terjadi........................................................................................................ 9
1.3. Gambaran umum lingkungan hidup................................................................................................. 10
1.3.1. Kondisi Lingkungan Hidup............................................................................................................. 10
1.3.2. Status Konservasi, Lokasi, Dan Luas Wilayahnya...................................................................10
BAB II METODE PENGUMPULAN DATA................................................................................................... 14
2.1. Definisi pengumpulan data.................................................................................................................... 14
2.1.1. Sumber Data........................................................................................................................................ 14
2.1.2. Metode Analisis.................................................................................................................................. 14
BAB III PENJABARAN HASIL IDENTIFIKASI MASALAH DAN REKOMENDASI
PENYELESAIAN MASALAH............................................................................................................................... 16
3.1. Kurangnya kepedulian masyarakat terhadap lingkungan sekitar.......................................16
3.2. Lemahnya penegakan hukum.............................................................................................................. 16
3.3. Kurangnya lapangan pekerjaan bagi masyarakat......................................................................17
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................................................... 18
4.1. Definisi pengumpulan data.................................................................................................................... 18
4.2. Saran............................................................................................................................................................... 19
Daftar Pustaka.................................................................................................................................................................. 20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. GAMBARAN UMUM WILAYAH


Sumatra barat atau yang akrab kita panggil dengan sebutan sumbar
merupakan salah satu provinsi yang ada di Indonesia. Sumbar sendiri terletak
pada salah satu dari 5 pulau besar yang ada di Indonesia yaitu pulau Sumatra,
Sumatra barat ini terletak di pesisir barat bagian tengah pulau sumatra.

Secara geografis  Provinsi Sumatera Barat terletak pada garis 00 54’ Lintang
Utara sampai dengan 30 30’ Lintang Selatan serta 980 36’ sampai dengan 1010
53’ Bujur Timur dengan total luas wilayah sekitar 42.297,30 Km2 atau
4.229.730 Ha termasuk ± 391 pulau besar dan kecil di sekitarnya.dan juga
wilayah perairan seluas 186,500 Km persegi dengan panjang garis pantai
mencapai 2.420,385 Km (Sumbar, sumbar.kemenag.go.id, 2019).

Sumatra barat ini sendiri memiliki total 12 kabupaten dan 7 kota. 12


kabupaten diantaranya adalah, kabupaten kepulauan mentawai, kabupaten
pesisir selatan, kabupaten solok, kabupaten sijunjung, kabupaten tanah datar
kabupaten padang pariaman, kabupaten agam, kabupaten lima puluh kota,
kabupaten pasaman, kabupaten solok selatan, kabupaten dharmasraya,
kabupaten pasaman barat, dan 7 kota diantaranya yaitu kota padang, kota solok,
kota sawahlunto, kota padang panjang, kota payakumbuh, kota bukittinggi, kota
pariaman (Kompas.com, 2022). Dengan Ibukota yang berpusat di Padang.
Sumatra Barat memiliki beberapa pulau pulau kecil yang terletak di bagian
terluar daintaranya yaitu Pulau sibaru baru, Pulau Niau, dan Pulau Pagai Utara
(Yusfita, 2019).

Sumatra barat ini memiliki beberapa potensi bencana yaitu banjir, tsunami,
gempa bumi, letusan gunung berapi, gelombang pasang, kekeringan, longsor,
badai/puting beliung, kebakaran hutan dan lahan, abrasi pantai. Bencana yang
menimulkan dampak seperti mempengaruhi keadaan ekonomi masyarakat
sekitar dan memiliki dampak merusak lingkungan hidup adalah gempa bumi,
tsunami, banjir, longsor, letusan gunung berapi dan kebakaran hutan dan lahan
(Sinulingga, 2012)
1.2. GAMBARAN UMUM MASYARAKAT
1.2.1. JUMLAH DAN SEBARAN PENDUDUK
Berdasarkan SP 2020, diketahui jumlah penduduk Provinsi Sumatera Barat
per September 2020 sebesar 5,53 juta jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki
sebanyak 2,79 juta orang atau 50,35 % dan jumlah penduduk perempuan 2,75
juta orang atau 49,65 %. Berdasarkan jumlah luas daratan yang mencapai
42.012,89 KM, maka didapat kepadatan penduduk sebanyak 132 jiwa per KM
(Redaksi, 2021).

1.2.2. DEMOGRAFI

1.2.3. SEJARAH BUDAYA


Kawasan Sumatera Barat pada masa lalu merupakan bagian dari Kerajaan
Pagaruyung. Namun wilayah Sumatera Barat saat ini tidak mencerminkan
keseluruhan luas dari wilayah Kerajaan pagaruyung. Hal ini tidak terlepas dari
penguasaan penjajah yang telah memecah wilayah Pagaruyung hingga
menyisakan sebatas wilayah Provinsi Sumatera Barat yang dikenal saat ini
(Anggun, 2016).

Bermula dari pemerintahan kolonial Inggris di Sumatera pada tahun 1811


yang memilih pusat pemerintahannya di Bengkulu. Wilayah Pagaruyung saat itu
dimasukkan dalam wilayah pesisir Barat (West Coast region). Sebuah wilayah
yang membentang dari bagian Selatan Lampung sampai ke Singkil di bagian
pesisir Barat Aceh. Gubernur Jenderal Raffles membentuk kesatuan wilayah ini
setelah melihat fakta rangkaian mata rantai sebaran etnis (Anggun, 2016)

Minang pesisir yang tidak terputus di sepanjang pesisir Barat Sumatera pada
masa itu. Setelah penyerahan wilayah Sumatera kepada Kerajaan Belanda pasca
rekapitulasi Napoleon

di Eropa, Inggris hanya menyisakan wilayah Bengkulu sebagai basisnya di


Sumatera yang berakses ke Samudera Hindia. Dalam hal ini penentuan batas
Bengkulu dilakukan sepihak oleh Inggris dengan memasukkan wilayah
Minangkabau Mukomuko dalam administrasi Bengkulu. Setelah penyerahan
Bengkulu kepada pemerintahan kolonial Hindia Belanda tahun 1824, wilayah
Mukomuko tetap dipertahankan dalam administratif Bengkulu (Anggun, 2016).

Sumatera Barat terletak di pesisir barat bagian tengah pulau Sumatera,


memiliki dataran rendah di pantai barat, serta dataran tinggi vulkanik yang
dibentuk oleh Bukit Barisan. Garis pantai provinsi ini seluruhnya bersentuhan
dengan Samudera Hindia sepanjang 375 km. Kepulauan Mentawai yang terletak
di Samudera Hindia dan beberapa puluh kilometer dari lepas pantai Sumatera
Barat termasuk dalam provinsi ini (Anggun, 2016).

Sumatera Barat memiliki beberapa danau, di antaranya adalah danau


Singkarak yang membentang di kabupaten Solok dan kabupaten Tanah Datar
dengan luas 130,1 km², danau Maninjau di kabupaten Agam dengan luas 99,5
km², dan danau Kembar di kabupaten Solok yakni danau Diatas dengan luas
31,5 km², dan danau Dibawah dengan luas 14,0 km² .
Beberapa sungai besar di pulau Sumatera berhulu di provinsi ini, di antaranya
adalah sungai Siak, sungai Rokan, sungai Inderagiri (disebut sebagaiBatang
Kuantan di bagian hulunya), sungai Kampar, dan Batang Hari. Semua sungai ini
bermuara di pantai timur Sumatera, di provinsi Riau dan Jambi (Anggun, 2016).

Sementara sungai-sungai yang bermuara di provinsi ini berjarak pendek, di


antaranya adalah Batang Anai, Batang Arau, dan Batang Tarusan.

Sumatera Barat memiliki 29 gunung yang tersebar di 7 kabupaten dan kota.


Beberapa di antaranya adalah gunung Talamau di kabupaten Pasaman
Baratyang merupakan gunung tertinggi di provinsi ini dengan ketinggian 2.913
meter, gunung Marapi di kabupaten Agam dengan ketinggian 2.891 m, gunung
Sago di kabupaten Lima Puluh Kota dengan ketinggian 2.271 m, gunung
Singgalang di kabupaten Agam dengan ketinggian 2.877 m, gunung Tandikat
dikabupaten Padang Pariaman dengan ketinggian 2.438 m, gunung Talang di
kabupaten Solok dengan ketinggian 2.572 m, dan gunung Pasaman di kabupaten
Pasaman Barat dengan ketinggian 2.190 m (Anggun, 2016).
Propinsi Sumatera Barat memiki aneka ragam budaya yang menarik.
Kekayaan budaya Sumatera Barat tersebut meliputi tarian tradisional hingga
adat istiadat yang ada di Sumbar. Kekayaan seni budaya Indonesia yang berasal
dari Sumatera Barat ini harus terus di lestarikan dan harus mendapat perhatian
lebih oleh pemerintah setempat khususnya sehingga nantinya bisa menarik
wisatawan. Kebudayaan Sumatera Barat harus diperkenalkan dan dipromosikan
karena bagian dari kekayaan budaya indonesia. Salah satu even untuk
mempromosikan budaya Sumbar adalah dengan terselenggaranya Pekan
Budaya Sumatera Barat. Selain mengenalkan budaya propinsi Sumbar kepada
masyarakat lokal juga untuk wisatawan yang berkunjung ke propinsi ini
(Anggun, 2016).

I. Daftar Kebudayaan Sumatra Barat


A. Rumah adat Sumatra barat
Rumah Gadang merupakan Rumah adat yang berasal dari Sumatera Barat,
berasal dari suku Minangkabau. Rumah adat ini biasanya didirikan diatas tanah
milik keluarga induk dalam suku/kaum tersebut secara turun temurun. Bentuk
Rumah Gadang ini empat persegi panjang dan terbagi atas dua bagian yaitu
muka dan belakang, Rumah Gadang terbuat dari bahan kayu, dan kalu di lihat
sekilas hampir menyerupai rumah panggung. Salah satu kekhasan dari rumah
adat ini dalam proses pembuatannya adalah tidak memakai paku besi tapi hanya
menggunakan pasak yang terbuat dari bahan kayu (Anggun, 2016).

B. Seni Tari Sumatra Barat


Seni tari tradisional yang berasal dari Sumatera Barat biasanya berasal dari
adat budaya suku Minangkabau serta etnis Mentawai. Seni tari dari
Minangkabau umumnya sangat dipengaruhi oleh agama Islam. Terdapat
beberapa tarian daerah seperti Tari Pasambahan, Tari Piring, Tari Payung dan
Tari Indang. Bahasa yang digunakan dalam keseharian ialah bahasa daerah
yaitu Bahasa Minangkabau yang memiliki beberapa dialek, seperti dialek
Bukittinggi, dialekPariaman, dialek Pesisir Selatan, dan dialek Payakumbuh. Di
daerah Pasaman dan Pasaman Barat yang berbatasan dengan Sumatera Utara,
dituturkan juga Bahasa Batak dan Bahasa Melayu dialek Mandailing. Sementara
itu di daerah kepulauan Mentawai digunakan Bahasa Mentawai suntin (Anggun,
2016).

C. Religi Di Sumatra Barat


Islam adalah agama mayoritas yang dipeluk oleh sekitar 98% penduduk
Sumatera Barat, yang kebanyakan pemeluknya adalah orang Minangkabau.
Selain itu ada juga yang beragama Kristen terutama di kepulauan Mentawai
sekitar 1,6%, Buddha sekitar 0,26%, dan Hindu sekitar 0,01%, yang dianut oleh
penduduk bukan orang Minangkabau.
Berbagai tempat ibadah yang dapat dijumpai di setiap kabupaten dan kota di
Sumatera Barat didominasi oleh masjid dan musala (Anggun, 2016).

Masjid terbesar adalah Masjid Raya Sumatera Barat di kota Padang yang
saat ini pembangunannya masih dalam tahap penyelesaian. Sedangkan masjid
tertua di antaranya adalah Masjid Raya Ganting di kota Padang dan Masjid Tuo
Kayu Jao dikabupaten Solok. Arsitektur khas Minangkabau mendominasi baik
bentuk masjid maupun musala. Seperti masjid Raya Sumatera Barat yang
memiliki bangunan berbentuk gonjong, dihiasi ukiran Minang sekaligus
kaligrafi, dan tidak memiliki kubah. Ada juga masjid dengan atap yang terdiri
dari 3 sampai 5 lapis yang makin ke atas makin kecil dan sedikit cekung seperti
Masjid Tuo Kayu (Anggun, 2016).

1.2.4. SUKU LOKAL


Penduduk Sumatera Barat dihuni oleh mayoritas suku Minangkabau. Selain
suku Minang, di wilayah Pasaman di huni oleh suku Mandailing dan suku
Batak. Awal munculnya penduduk suku tersebut pada abad ke-18 masa Perang
Paderi. Daerah Padang Gelugur, Lunang Silaut, dan Sitiung yang merupakan
daerah transmigrasi terdapat juga suku Jawa. Sebagian di daerah tersebut
terdapat penduduk imigran keturunan Suriname yang kembali memilih pulang
ke Indonesia pada akhir 1950-an. Para imigran tersebut di tempatkan di daerah
Sitiung. Mayoritas penduduk suku Mentawai juga berdomisili di kepulauan
Mentawai dan sangat jarang di temui penduduk suku Minangkabau. Beberapa
suku lainnya seperti etnis Tionghoa memilih menetap di kota-kota besar seperti
Bukittinggi, Padang, dan Payakumbuh. Suku Nias dan Tamil sendiri berada di
daerah Pariaman dan Padang walaupun dalam jumlah yang sedikit (Anggun,
2016).
1.2.5. ANGKA KEMISKINAN

Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan kemiskinan di Sumatera


Barat mulai menurun pada 2021, bahkan menjadi terendah sejak pandemi
datang ke Indonesia. Saat pandemi datang pertama kali, jumlah penduduk
miskin Sumatera Barat naik dari 344,23 ribu pada Maret 2020 menjadi 364,79
ribu pada September 2020. Kemudian jumlah penduduk miskin Sumatera Barat
kembali meningkat 1,61% menjadi 370,67 ribu pada Maret 2021. Laporan
terakhir BPS menunjukkan penduduk miskin Sumatera Barat menurun. Tercatat
penduduk miskin menurun 8,3% menjadi 339,93 ribu jika dibandingkan dengan
Maret 2021. Adapun, jika dibandingkan dengan September 2020 menurun
6,81%. Penurunan juga terjadi pada persentase penduduk miskin Sumatera
Barat. Tercatat persentase penduduk miskinan Sumatera Barat sebesar 6,04%
pada September 2021. Persentase tersebut menurun 0,59 poin dari Maret 2021
yang sebesar 6,63%. Sementara jika dibandingkan dengan September 2020
menurun 0,52 poin dari 6,56% (Jayani, 2022).
1.2.6. KONDISI PENDIDIKAN

Pada kelompok umur 7-12 tahun, APS yang berasal dari pendapatan rumah
tangga sedang dan tinggi yaitu berturut-turut 99,46 persen dan 100,00 persen.
Pada kelompok umur 13-15 tahun, APS yang berasal dari pendapatan rumah
tangga sedang dan tinggi yaitu berturut-turut 97,16 persen dan 97,55 persen.
Untuk kelompok umur 16-18 tahun dengan pengeluaran rumah tangga sedang
dan tinggi, APS-nya berturut-turut 83,88 persen dan 95,09 persen. Ketimpangan
yang cukup tinggi terdapat pada APS dengan kelompok umur 19-24 tahun,
dimana APS yang berasal dari pendapatan rumah tangga sedang dan tinggi
berturut-turut 33,22 persen dan 53,56 persen. Tabel 3.4.1 Angka Partisipasi
Sekolah (APS) Menurut Tipe Daerah, Status Ekonomi Rumah Tangga Dan
Kelompok Umur di Sumatera Barat, 2020 Sumber: Susenas Maret 2020
https://sumbar.bps.go.id Profil Pendidikan Provinsi Sumatera Barat 2020 31
Dilihat menurut tipe daerah, terdapat pola yang sama. Pada umumnya, semakin
meningkat pengeluaran rumah tangga maka semakin meningkat pula APS anak
usia sekolah. Pola tersebut terjadi di sebagian besar kelompok umur pendidikan
pada daerah perkotaan maupun perdesaan. Pada kelompok umur 13-15 tahun,
16-18 tahun dan 19-24 tahun, APS terendah berada pada kelompok pengeluaran
rumah tangga kategori rendah. Namun, pada kelompok umur 7-12 tahun, APS
terendah berada pada kelompok pengeluaran rumah tangga kategori menengah
(Barat, 2021).
1.2.7. KONDISI KESEHATAN MASYARAKAT

Dari Tabel 2.1.1, angka kesakitan penduduk paling banyak dialami oleh
kelompok penduduk berumur 60 tahun ke atas atau kelompok lansia yaitu 25,64
persen. Kelompok umur Balita (0-4 tahun) berada diurutan kedua tertinggi
sebesar 20,72 persen. Jika dipisah menurut daerah tempat tinggal, angka
kesakitan untuk kedua kelompok rentan tersebut, lebih tinggi di daerah
perdesaan dibanding dengan daerah perkotaan.

1.2.8. KERUSAKAN HUTAN YANG TERJADI


 Kualitas air
 Kerusakan Hutan (Degradasi alam)
 Banyaknya Perkebunan Kelapa Sawit
 Pencemaran Udara Dan Sampah
 Kerusakan laut dan ancaman keanekaragaman hayati
1.3. GAMBARAN UMUM LINGKUNGAN HIDUP
1.3.1. KONDISI LINGKUNGAN HIDUP
Kondisi lingkungan hidup di sumatera barat makin dari tahun ketahun itu
semakin buruk karena kualitas lingkungan kian tahun terlihat semakin
mencemaskan dan memprihatinkan kenapa bisa dikatakan
memprihatinkan,karena dari data yang diperoleh dari pemantauan dilapangan
sejumlah lokasi rawan bencana didaerah sepuluh tahun misalnya ada dua jenis
bencana alam banjir dan longsor selalu saja melanda daerah berpenduduk 4,6
juta jiwa tersebut (Diskominfo, 2018).

Setiap hujan datang warga selalu mencemaskan akan terjadinya banjir dan
akibatnya tidak lupa juga kerugian yang dihasilkan oleh kejadian tersebut
merugikan banyak materi,kemudian tidak luput juga akan persoalan
pencemaran lingkungan juga tidak kalah jauh berbeda dikarenakannya
kurangnya Tindakan tegas dari pemerintah dalam menindak perusahaan
perusahan yang dicurigai sebagai pelopor terbesar atasnya tercemar pada
lingkungan (Diskominfo, 2018).

Sumatera barat merupakan salah satu provinsi yang terletak dibagian pulau
sumatera yang sangat memiliki kekayaan yang berlimpah dalam segi sumber
daya alam dan juga tidak lupa dengan sumber daya manusia nya, dan jangan
lupa juga dari unsur kesenianya sumatera barat termasuk yang paling bagus juga
(Diskominfo, 2018).

1.3.2. STATUS KONSERVASI , LOKASI, DAN LUAS WILAYAHNYA

1.Kawasan konservasi selat bunga laut


Kawasan konservai selat bunga laut adalah salah satu Kawasan konservasi
yang terletak di kabupaten kepulauan mentawai  Luas KKPD Kabupaten
Kepualauan Mentawai adalah 172.191 Hektare. Dalam sistem koordinat
geografi, wilayahnya di 1038036,15' - 1058052,16' Lintang Selatan dan
99010'56,96" - 99023'11,03" Bujur Timur (INDONESIA, 2018). 

Pembagian wilayah KKPD Kabupaten Kepualauan Mentawai tersebar di


beberapa desa yaitu Desa Katurai, Desa Sipora, Desa Siburu dan Desa Seiberut.
KKPD Kabupaten Kepualauan Mentawai mempunyai ekosistem hutan
bakau dan terumbu karang. Di ekosistem hutan bakau tumbuh 15 spesies bakau.
Sedangkan di ekosistem terumbu karang terdapat 157 jenis ikan terumbu
karang dengan 33 famili (INDONESIA, 2018).

Jenis ikan dengan kelimpahan terbesar adalah ikan Balong padang dan ikan
napoleon. Lokasi KKPD Kabupaten Kepualauan Mentawai dapat dicapai dari
arah Kota Padang menggunakan transportas air berupa kapal. Lokasinya juga
dapat dicapai menggunakan pesawat udara dari Bandara Udara Internasional
Minangkabau menuju ke Kota Padang. Dari Kota Padang perjalanan dilanjutkan
ke Bandara Rokot di Tua Pejat (INDONESIA, 2018).

2.Kawasan konservasi perairan daerah kabupaten pesisir selatan


Laskar Pemuda Peduli Lingkungan (LPPL) Amping Parak adalah salah satu
kelompok masyarakat di wilayah Kabupaten Pesisir Selatan yang bergerak di
bidang konservasi. Kelompok ini didirikan atas inisiatif masyarakat yang peduli
terhadap keberlanjutan dan kelestarian ekosistem pesisir dan penyu. Kabupaten
Pesisir Selatan itu sendiri berada di wilayah pantai barat Pulau Sumatera.
Panjang pantainya mencapai 267 km. Sebanyak 47 pulau tersebar di wilayah
perairan kabupaten ini. Penyu sering ditemukan naik untuk bersarang dan
bertelur di hampir semua pulau tersebut dan di beberapa bagian wilayah pantai
lainnya. Salah satunya adalah di Pantai Amping Parak/Ampiang Parak,
Kecamatan Sutera (PADANG, 2021).
 
Inisiatif tersebut bermula ketika terdapat keinginan sebagian masyarakat
yang melihat pantai tergerus oleh abrasi laut dan pantai terlihat tandus karena
tidak adanya tanaman di pinggir pantai. Sehingga timbul keinginan kelompok
untuk menanam pohon waru. Secara swadaya, Kelompok Laskar Pemuda
Peduli Lingkungan Ampiang Parak mencoba menanam pohon waru tersebut
dengan keterbatasan anggaran yang ada. Pada tahun 2016, kelompok tersebut
mendapat bantuan penanaman pohon cemara laut dari Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) sehingga kelompok masyarakat tersebut mendapat mandat
untuk mengelola dan menjaga keberlangsungan dari pertumbuhan cemara laut
tersebut (PADANG, 2021).

3. Kawasan konservasi Kota Padang
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota Padang (KKPD Kota
Padang) adalah salah satu kawasan konservasi perairan daerah yang ada
di SumatraBarat, Indonesia. Dalam pembagian administratif Indonesia, KKPD
Kota Padang masuk ke wilayah administratif Kota Padang. Tujuan penetapan
KKPD Kota Padang adalah sebagai kawasan perlindungan dan
pemanfaatan sumber daya laut di wilayah pesisir Sumatra Barat (RICKY,
2016).

Selain itu, penetapan KKPD Kota Padang juga untuk


melestarikan ekosistem lingkungan dan biotalaut  serta
meningkatkan sumberdaya ikan dan pelestarian lingkungan di wilayah pesisir
dan laut Sumatra Barat. Kegiatan utama yang dilakukan di dalam KKPD Kota
Padang adalah peningkatan ekosistem perairan yang
meliputi pemuliaan penyu, transplantasi terumbu karang dan penanaman bakau
(RICKY, 2016).

4.Kawasan  konservasi Kota Pariaman 


Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota Pariaman adalah kawasan
perairan yang dilindungi dan dikelola meliputi perairan pesisir dan perairan
Pulau Angso, Pulau Tangah, Pulau Ujuang dan Pulau Kasiak. Tujuan penelitian
adalah menganalisis Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Perairan dan
menganalisis kegiatan yang boleh dan tidak boleh dilakukan di Daerah Kota
Pariaman. Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif. Hasil analisis
rencana zonasi kawasan konservasi seluas 11.776,63 ha terbagi atas 3 zona
yaitu zona inti 249.31 Ha (2,12 %), zona perikanan berkelanjutan 11.460.32 ha
(97,31%) dan zona pemanfaatan 67,0 Ha (0,57%). Kegiatan yang boleh
dilakukan di zona inti adalah penelitian, rehabilitasi ekosistem dan restocking
alami. Kegiatan yang boleh dilakukan di zona perikanan berkelanjutan adalah
untuk wisata, penelitian, penangkapan ikan, rehabilitasi ekosistem, budidaya
ikan dan restocking alami. Kegiatan yang boleh dilakukan di zona pemanfaatan
adalah untuk wisata, penelitian, rehabilitasi ekosistem, dan restocking alami.
Kegiatan yang tidak boleh dilakukan zona inti adalah wisata, penangkapan ikan,
budidaya ikan dan aktifitas menghilangkan fungsi kawasan. Kegiatan yang tidak
boleh dilakukan di zona perikanan berkelanjutan adalah aktifitas menghilangkan
fungsi kawasan. Kegiatan yang tidak boleh dilakukan di zona pemanfaatan
adalah untuk penangkapan ikan, budidaya ikan, dan aktifitas menghilangkan
fungsi kawasan. Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Perairan adalah dokumen
penting bagi Pemerintah Provinsi Sumatera Barat sebagai dasar untuk
pemberian izin usaha perairan (Suparno, 2021, p. 21).
5.Kawasan konservasi perairan daerah kabupaten padang pariaman
Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota Keputusan Gubernur Sumatera
Barat No. 523.6/150-2017 tentang Pencadangan Kawasan Konservasi Daerah.
Luas KKPD Kota Pariaman adalah 11.776,63 ha. yang meliputi perairan laut
Kota Pariaman termasuk 4 perairan-pulau lkecil yaitu Pulau Angso, Pulau
Tangah, Pulau Ujuang dan Pulau Kasiak. Dalam penataan rencana zonasi
KKPD Kota Pariaman, kawasan yang direncanakan secara garis besar dibagi 3
zona yaitu zona inti, zona perikanan berkelanjutan dan zona pemanfaatan.
Berdasarkan luas kawasan total 11.776,63 ha dibagi menjadi 3 zona yaitu zona
inti dengan luas 249,31 Ha atau 2,12%; zona perikanan berkelanjutan seluas
11.460,32 ha atau 97,31 % dan zona pemanfaatan 67,00 ha atau 0,57 % dari
luas kawasan perencanaan (Suparno, 2021, p. 23)

Tabel 1. Pembagian Rencana Zonasi KKPD Kota Pariaman Zona Luas (ha)
Persentase (%) Lokasi Zona Inti 249.31 2,12 Perairan P. Kasiak Zona Perikanan
Berkelanjutan 11.460.32 97,31 Perairan KKPD Kota Pariaman Zona
Pemanfaatan 67,00 0,57 Perairan Pulau Angso, Pulau Tangah dan Pulau Ujuang
Jumlah 11.776,63 100,00 (Suparno, 2021, p. 23).
BAB II
METODE PENGUMPULAN DATA

2.1. DEFINISI PENGUMPULAN DATA


Pengumpulan data dilakukan buat memperoleh fakta yang diperlukan pada
rangka mencapai tujuan penelitian. Sebelum melakukan penelitian, seseorang
peneliti umumnya telah memiliki dugaan sesuai teori yang dia gunakan, dugaan
tersebut disebut dengan hipotesis. Buat menunjukan hipotesis secara realitas,
seorang peneliti membutuhkan pengumpulan data buat diteliti secara lebih
mendalam. Proses pengumpulan data ditentukan oleh karakteristik yang
terdapat dalam hipotesis. Pengumpulan data dilakukan terhadap sampel yang
telah dipengaruhi sebelumnya. Data adalah sesuatu yg belum memiliki arti bagi
penerimanya dan masih membutuhkan adanya suatu pengolahan. Data mampu
memiliki banyak sekali wujud, mulai berasal dari gambar, bunyi, huruf, nomor ,
bahasa, simbol, bahkan keadaan. Seluruh hal tersebut dapat diklaim menjadi
data asalkan dapat kita gunakan menjadi bahan buat melihat lingkungan, obyek,
kejadian, ataupun suatu konsep. Data dapat dibedakan dalam beberapa kategori.
Jenis-jenis data bisa dikategorikan sebagai berikut:

2.1.1. SUMBER DATA


Data Sekunder Data yang diperoleh peneliti dari sumber yang sudah
ada. Data sekunder Dapat berupa dokumentasi, catatan, bukti serta laporan
historis.

2.1.2. METODE ANALISIS


Metode Analisis yang dipergunakan yaitu :

a. Metode Pengamatan Sistem


Pengamatan dilakukan secara detail terhadap fungsi-fungsi sistem
yg ada disistem,sebagai akibatnya dapat diketahui kekurangan dari
sistem tersebut.

b. Metode Studi Kasus


Pada dasarnya, studi kasus mengkaji secara intensif seseorang
individu atau grup yang mengalami masalah eksklusif. dalam
melakukannya, peneliti mempelajarinya secara rinci dengan
mengungkap karakteristik yang dapat menyebabkan terjadinya
masalah dari berbagai aspek. Sederhananya, studi kasus dimaksud
untuk megetahui mengapa individu melakukan apa yg dia lakukan.
Studi kasus bukan dilakukan buat menguji hipotesis, namun
sebaliknya, studi kasus dapat membuat hipotesis yang bisa diuji
melalui penelitian lebih lanju.
BAB III
PENJABARAN HASIL IDENTIFIKASI
MASALAH DAN REKOMENDASI
PENYELESAIAN MASALAH

3.1. KURANGNYA KEPEDULIAN MASYARAKAT TERHADAP


LINGKUNGAN SEKITAR
Masyarakat memiliki sikap acuh terhadap rusaknya lingkungan di
Sumatera Barat, sehingga sedikit demi sedikit tanpa disadari lingkungan di
daerah Sumatera Barat pun terus mengalami kerusakan. Masyarakat yang
kurang peduli terhadap lingkungan tidak memperhatikan kelestarian alam
di Sumatera Barat, padahal tanpa disadari jika lingkungan Sumatera Barat
rusak, maka masyarakat pula yang akan merasakan dampak dari hal
tersebut. Sehingga untuk menangani masalah ini perlu adanya sosialisasi
dari pihak pemerintah terhadap masyarakat. Akan tetapi pemerintah
mungkin saja akan kesulitan jika ingin melakukan sosialisasi terhadap
masyarakat, oleh karena itu pemerintah perlu membentuk suatu tim
khusus untuk mensosialisasikan sikap peduli lingkungan terhadap
masyarakat dan turut menggandeng aktivis lingkungan agar dapat
berkolaborasi dalam hal tersebut dan dapat menjadi figur tiruan bagi
masyarakat.

3.2. LEMAHNYA PENEGAKAN HUKUM


Perlu kita sadari bahwa jika hukum adalah hal yang bersifat mengikat
dan wajib, oleh karena itu jika penegakan hukum tidak dilakukan dengan
semestinya maka masyarakat pun akan menjadi tidak terkontrol dan dapat
melakukan hal hal yang dapat bertentangan dengan norma hukum dan
norma sosial. Kerusakan lingkungan di Sumatera Barat juga diakibatkan
oleh lemahnya penegakan hukum oleh para aparat hukum. Padahal negara
telah mengatur hal tersebut dalam UNDANG UNDANG REPUBLIK
INDONESIA NOMOR 32 TAHUN 2009 tentang perlindungan dan
pengelolaan lingkungan hidup. Akan tetapi meskipun demikian tetap saja
ada oknum oknum di dalam tubuh pemerintahan yang tidak jujur dalam
menjalankan amanahnya dan melakukan kompromi terhadap pelaku
pelaku perusak lingkungan di Sumatera Barat. Oknum yang biasanya
merusak lingkungan Sumatera Barat memberikan imbalan yang besar
kepada oknum penegak hukum di bagian pemerintah agar mereka bisa
lolos dari jeratan hukum, sehingga kerusakan lingkungan Sumatera Barat
pun terus terjadi meskipun telah dibuat undang undang yang mengaturnya.
Untuk mengatasi hal ini perlu dilakukan evaluasi terkait mengapa oknum
penegak hukum mau menerima uang dari oknum perusak lingkungan. Hal
yang mungkin menyebabkan hal ini terjadi antara lain, minimnya
tunjangan dari pemerintah sehingga oknum penegak hukum menjadi
lemah dan mau berkompromi dengan oknum perusak lingkungan, lalu hal
yang mungkin juga terjadi kurangnya rasa tanggung jawab dan kejujuran
dalam setiap diri oknum penegak hukum sehingga mereka tidak amanah
dalam melaksanakan tugasnya dalam menegakan hukum. Penyelesaian
dalam masalah ini adalah perlu dilakukan pembinaan terhadap oknum
penegak hukum agar lebih bertanggung jawab dan profesional dalam
melakukan penegakan hukum.

3.3. KURANGNYA LAPANGAN PEKERJAAN BAGI MASYARAKAT


Tidak bisa dipungkiri bahwa manusia dapat mengahalalkan segala cara
untuk mempertahankan hidupnya, meskipun hal tersebut merusak
lingkungan sekitarnya. Masyarakat di lingkungan Sumatera Barat memiliki
pencaharian yang bergantung kepada lingkungan Sumatera Barat, sehingga
meskipun hal tersebut ilegal mereka pun tetap melakukannya. Untuk
mengatasi hal ini pemerintah dapat melakukan pembentukan aktivis
penjaga lingkungan yang anggota didalamnya adalah masyarakat
masyarakat sekitar, sehingga mereka mendapat perkerjaan yang baik dan
juga disamping mereka memiliki pekerjaan mereka juga menjalankan
peran penjagaan lingkungan Sumatera Barat.
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN

4.1. DEFINISI PENGUMPULAN DATA


Berdasarkan analisis yang telah kami lakukan pada provinsi sumatera barat
merupakan provinsi yang banyak keanekaragaman hayati dan mencapai luas
sekitar 42.297,30 Km2 atau 4.229.730 Ha termasuk ± 391 pulau besar dan kecil
di sekitarnya.dan juga wilayah perairan seluas 186,500 Km persegi dengan
panjang garis pantai mencapai 2.420,385 Km (Sumbar, sumbar.kemenag.go.id,
2019). Dibalik kesuburan dan luasnya tanah di sumbar terdapat masalah
lingkungan yang terjadi. Kami menemukan bahwa banyak kerusakan alam
yang terjadi di sumatera barat,seperti : Kualitas air,

 Kerusakan hutan (degradasi lahan),


 Perkebunan kelapa sawit,
 Pencemaran udara dan sampah.
 Kerusakan laut dan ancaman keanekaragaman hayati
 banjir
 tsunami
 gempa bumi
 erupsi gunung berapi

Masalah-masalah tersebut tidak hanya disebabkan oleh manusia tetapi ada


juga yg berasal dari alam itu sendiri seperti tsunami,gempa bumi,erupsi gunung
berapi.Kondisi lingkungan di sumbar yang semakin tahun semakin memburuk
karena dari data yang diperoleh dari pemantauan dilapangan sejumlah lokasi
rawan bencana didaerah sepuluh tahun misalnya ada dua jenis bencana alam
banjir dan longsor selalu saja melanda daerah berpenduduk 4,6 juta jiwa
tersebut (Diskominfo, 2018).

Tetapi pada analisis kali ini kita akan berfokus pada kerusakan hutan yang
terjadi di sumbar akibat dari tambang liar yang dilakukan oleh oknum yang
tidak bertanggung jawab.akibat ulah manusia yang tidak bertanggung jawab
yang tidak memperdulikan lingkungan sekitarnya,serta kurangnya pengawasan
dari pemerintah akan tambang liar kondisi lingkungan sumbar semakin
memprihatinkan.

4.2. SARAN
Maka dari masalah yang terjadi, kami sebagai tim penulis mengajukan
beberapa saran guna memperbaiki lingkungan di sumatera barat yaitu dengan
harus dimulai dari kesadaran diri kita sendiri betapa pentingnya menjaga
keseimbangan alam,karena alam akan mengembalikan apa yang kita beri pada
alam,kemudian diadakan nya sosialisasi untuk masyarakan bahkan hingga ke
pemerintah sekalipun untuk menyadarkan dirinya,dan pengawasan yang ketat
terhadap masyarakat sehingga tidak ada lagi tambang liar yang merusak hutan
dan ekosistem sekelilingnya,dan diadakannya pemeriksaan terhadap pemerintah
yang lalai terhadap tugasnya.

Untuk peneliti selanjutnya Penulis menyadari dalam penulisan karya ilmiah


ini masih banyak kekurangan-kekurangan maka diharapkan bagi peneliti
selanjutnya untuk menggunakan metode lain agar lebih efisien terhadap
penilitian yang dilakukan sehingga kekurangan analisis yang kami lakukan
dapat diperbaiki oleh peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anggun, T. G. (2016, Desember 05). sumbarprov.go.id. Retrieved September 22, 2022, from KEBUDAYAAN SUMATRA
BARAT: https://sumbarprov.go.id/home/news/9397-kebudayaan-sumatra-barat

Barat, B. P. (2021, Desember 24). sumbar.bps.go.id. Retrieved September 22, 2022, from Profil Pendidikan Provinsi
Sumatera Barat 2020: https://sumbar.bps.go.id/publication/2021/12/24/00b3647ec702a5eaea71e912/profil-
pendidikan-provinsi-sumatera-barat-2020.html

Diskominfo, T. E.-G. (2018, - -). dlh.sumbarprov.go.id. Retrieved September 22, 2022, from Kondisi Lingkungan Hidup:
https://dlh.sumbarprov.go.id/#

INDONESIA, M. K. (2018). KEPUTUSAN MENTERI KELAUTAN DAN PERIKANAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR
22/KEPMEN-KP/2018 TENTANG KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN SELAT BUNGA LAUT KABUPATEN
KEPULAUAN MENTAWAI DI PROVINSI SUMATERA BARAT. Jakarta: jdih.kkp.go.id.

Jayani, D. H. (2022, Januari 20). databoks.katadata.co.id. Retrieved September 22, 2022, from Kemiskinan Sumatera Barat
Per September 2021 Terendah Sejak Pandemi: https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2022/01/20/kemiskinan-
sumatera-barat-per-september-2021-terendah-sejak-pandemi#:~:text=Kemudian%20jumlah%20penduduk
%20miskin%20Sumatera,jika%20dibandingkan%20dengan%20Maret%202021.

Kompas.com. (2022, 9 28). regional.kompas.com. Retrieved 11 22, 2022, from Daftar Kabupaten dan Kota di Provinsi
Sumatera Barat: https://regional.kompas.com/read/2022/09/28/175258878/daftar-kabupaten-dan-kota-di-provinsi-
sumatera-barat?page=all

PADANG, B. P. (2021, Juni -). kkp.go.id. Retrieved September 22, 2022, from LASKAR PEMUDA PEDULI
LINGKUNGAN (LPPL) AMPING PARAK: https://kkp.go.id/djprl/bpsplpadang/page/3103-laskar-pemuda-
peduli-lingkungan-lppl-amping-parak

Redaksi. (2021, Januari 22). padangkita.com. Retrieved September 22, 2022, from Total Penduduk Sumbar 5,53 Juta, Laki-
laki Lebih Banyak dari Perempuan: https://padangkita.com/total-penduduk-sumbar-553-juta-laki-laki-lebih-
banyak-dari-perempuan/

RICKY, M. (2016). PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI PERAIRAN DAERAH (KKPD) TAMAN PULAU
KECIL KOTA PADANG. bab 1, 1.

Sinulingga, e. a. (2012). KEPEMERINTAHAN BENCANA DI SUMATERA BARAT. 82-File Utama Naskah-129-1-10-


20210101, 104.

Sumbar, K. A. (2019). Letak Geografis. Tentang Sumatra Barat, 1-1.

Sumbar, K. A. (2019, - -). sumbar.kemenag.go.id. Retrieved September 22, 2022, from Tentang S:
https://sumbar.kemenag.go.id/v2/tentang-sumatera-barat#:~:text=Secara%20geografis%2C%20Provinsi
%20Sumatera%20Barat,besar%20dan%20kecil%20di%20sekitarnya.

Suparno. (2021). Rencana Zonasi Kawasan Konservasi Perairan Daerah Kota. Rencana Zonasi Kawasan Konservasi
Pariaman, 1.

Yusfita, R. D. (2019, September 21). padang.tribunnews.com. Retrieved September 22, 2022, from TRIBUNWIKI: Pulau-
pulau Kecil Terluar di Sumatera Barat, Satu Pulau Tidak Berpenduduk:
https://padang.tribunnews.com/2019/11/21/tribunwiki-pulau-pulau-kecil-terluar-di-sumatera-barat-satu-pulau-
tidak-berpenduduk?page=3

Anda mungkin juga menyukai