Pembuatan Asam Sulfat Menurut Proses Kontak Industri lainnya yang berdasarkan
reaksi kesetimbangan yaitu pembuatan asam sulfat yang dikenal dengan proses kontak.
Reaksi yang terjadi dapat diringkas sebagai berikut:
Reaksi ini berlangsung pd suhu sekitar 500 derajat C, tekanan 1 atm dgn katalisator V2O5.
Kemudian gas SO2 dilarutkan dlm asam sulfat pekat hingga jd asam sulfat pekat berasap (dsb
oleum, H2SO4.SO3 atau H2S2O7).
SO3(g) + H2SO4(l) -------> H2S2O7(l)
Dari proses kontak ini lalu akan terbentuk asam sulfat pekat dgn kadar 98%
Tahap penting dalam proses ini adalah reaksi (2). Reaksi ini merupakan reaksi
kesetimbangan dan eksoterm. Sama seperti pada sintesis amonia, reaksi ini hanya
berlangsung baik pada suhu tinggi. Akan tetapi pada suhu tinggi justru kesetimbangan
bergeser ke kiri.
Pada proses kontak digunakan suhu sekitar 500oC dengan katalisator V2O5.
sebenarnya tekanan besar akan menguntungkan produksi SO3, tetapi penambahan
tekanan ternyata tidak diimbangi penambahan hasil yang memadai. Oleh karena itu,
pada proses kontak tidak digunakan tekanan besar melainkan tekanan normal, 1 atm.
Cara pembuatan asam nitrat yang banyak dilakukan dalam industri umumnya menggunakan
proses Ostwald. Proses ini memerlukan bahan baku amoniak cair, gas oksigen, dan air murni.
Asam nitrat adalah larutan tak berwarna yang digunakan dalam pembuatan senyawa organik
dan anorganik nitrat untuk pupuk, zat warna, bahan peledak, dan pengolahan logam mulia.
Asam nitrat paling sering diproduksi menggunakan proses Ostwald. Proses Ostwald
mengubah amonia menjadi asam nitrat yang melibatkan 2 tahapan proses.
Asam nitrat umumnya digunakan dalam pupuk dan obat-obatan, dan karena reaksi kimia
dengan beberapa senyawa, asam nitrat digunakan dalam bahan bakar roket dan bahan peledak
seperti trinitrotoluene (TNT).
Amonia dikonversi menjadi asam nitrat dalam 2 tahap. Zat ini dioksidasi oleh oksigen dengan
bantuan katalis jaring platinum (yang merupakan paduan logam 90% platinum dan 10%
rodium). Hasil dari reaksi ini adalah gas nitrogen monoksida dan uap air .
Reaksi ini dilakukan pada tekanan tinggi, menghasilkan panas karena berupa reaksi
eksotermik. Panas yang tinggi menyebabkan naiknya tekanan antara 4-10 Atm:
4 NH3 (g) + 5 O2 (g) -> 4 NO (g) + 6 H2O (g) (ΔH = −905.2 kJ/mol) (i)
Tahap dua meliputi dua reaksi dan dilakukan dalam peralatan penyerapan yang mengandung
air. Awalnya oksida nitrat dioksidasi lagi menggunakan gas oksigen untuk menghasilkan
nitrogen dioksida (reaksi ii). Gas ini mudah diserap oleh air, pada reaksi (iii) direaksikan
dengan air, menghasilkan produk asam nitrat, dan gas nitrogen monoksida (NO).
Sisa gas NO pada reaksi iii selanjutnya di recycle kembali menjadi HNO3.
Pada proses industri umumnya akan mengikuti hukum ekonomi, yaitu dengan biaya sekecil –
kecilnya untuk memperoleh keuntungan sebanyak – banyaknya. Prinsip ini, di dalam industri
yang menghasilkan barang tentunya dapat diubah menjadi; dengan biaya dan usaha seminimal
mungkin untuk menghasilkan barang industri yang sebanyak – banyaknya. Oleh karena itu,
faktor – faktor yang menghambat atau memperlambat suatu proses di industri diusahakn
seminimal mungkin. Hal ini berlaku juga pada pembuatan amonia.
Amonia (NH3) merupakan senyawa penting dalam industri kimia, karena sangat luas
penggunaannya. Sebagai contoh untuk pembuatan pupuk, asam nitrat, dan senyawa nitrat untuk
berbagai keperluan. Produksi amonia di Indonesia dilakukan pada pabrik petrokimia di Gresik
dan Kujang. Proses pembuatan amonia dilakukan melalui reaksi:
Proses ini diperkenalkan oleh Fritz Haber dari Jerman pada tahun 1913. Saat itu pada perang
dunia I, Jerman terkena blokade tentara Sekutu sehingga pasokan senyawa nitrat (Sendawa
Chili, KNO3) dari Amerika yang merupakan bahan pembuat amunisi tidak dapat masuk ke
Jerman. Proses ini juga sering disebut proses Haber Bosch untuk menghormati Karl Bosch ,
seorang insinyur yang mengembangkan peralatan pembuatan amonia untuk skala industri.
Reaksi pembuatan amonia (melalui proses Haber Bosch) ini merupakan reaksi kesetimbangan.
Oleh karena itu, untuk mendapatkan amonia sebanyak – banyaknya, digunakan asas Le
Chaterlier pada prosesnya. Untuk menggeser kesetimbangan ke arah pembentukan NH3, maka
konsentrasi N2 dan H2 diperbesar (dengan menaikan tekanan kedua gas tersebut). Faktor lain
yang sangat penting untuk diperhatikan adalah suhu dan tekanan.
Dilihat dari reaksinya yang eksoterm, seharusnya proses tersebut dilakukan pada suhu rendah.
Akan tetapi, jika dilakukan pada suhu rendah reaksi antara N2 dan H2 menjadi lambat. Hal ini
dapat diatasi dengan menambahkan katalis Fe yang diberi promotor (bahan yang lebih
mengaktifkan kerja katalis) Al2O3 dan K2O.
Selain itu, faktor tekanan juga perlu diperhatikan. Jika diperhatikan dari persamaan reaksinya,
NH3 akan benyak terbentuk pada tekanan tinggi. Namun demikian, perlu dipertimbangkan
faktor biaya yang diperlukan dan keamanan kostruksi bangunan pabrik untuk melakukan
proses dengan tekanan tinggi.
Dengan berbagai pertimbangan tersebut, maka didapatkan kondisi optimum, dimana pada
kondisi tersebut akan diperoleh amonia secara ekonomis paling menguntungkan. Pada tabel
berikut akan dipaparkan berbagai kondisi suhu dan tekanan, serta amonia yang dapat
dihasilkan.
Tabel persentase amonia pada tekanan setimbang untuk berbagai suhu dan tekanan.
Tekanan
Suhu (oC)
200 atm 300 atm 400 atm 500 atm
Dengan pertimbangan keamanan konstruksi pabrik, biaya produksi dan berbagai pertimbangan
lainnya , kondisi optimum untuk operasional pabrik amonia umumnya dilakukan pada tekanan
antara 140 atm – 340 atm dan suhu antara 400oC – 600oC.
Dasar teori pembuatan amonia dari nitrogen dan hydrogen ditemukan oleh Fritz Haber
(1908), seorang ahli kimia dari Jerman. Sedangkan proses industri pembuatan amonia untuk
produksi secara besar-besaran ditemukan oleh Carl Bosch, seorang insinyur kimia juga dari
Jerman. Persamaan termokimia reaksi sintesis amonia adalah :
N2(g) + 3H2(g) ⇄ 2NH3(g) ∆H = -92,4Kj Pada 25oC : Kp = 6,2×105
Reaksi kekanan pada pembuatan amonia adalah reaksi eksoterm. Reaksi eksoterm lebih baik
jika suhu diturunkan, tetapi jika suhu diturunkan maka reaksi berjalan sangat lambat .
Amonia punya berat molekul 17,03. Amonia ditekanan atmosfer fasanya gas. Titik didih
Amonia -33,35 oC, titik bekunya -77,7 oC, temperatur & tekanan kritiknya 133 oC & 1657 psi.
Entalpi pembentukan (∆H), kkal/mol NH3(g) pada 0oC, -9,368; 25 oC, -11,04. Pada proses
sintesis pd suhu 700-1000oF, akan dilepaskan panas sebesar 13 kkal/mol. Kondisi optimum
untuk dapat bereaksi dengan suhu 400- 600oC, dengan tekanan 150-300 atm. Kondisi
optimum pembuatan amonia (NH3) dapat digambarkan pada tabel berikut :
Katalis yang dipergunakan untuk mempercepat reaksi memberikan mekanisme suatu reaksi
yang lebih rendah dibandingkan reaksi yang tanpa katalis. Dengan energi aktivasi lebih
rendah menyebabkan maka lebih banyak partikel yang memiliki energi kinetik yang cukup
untuk mengatasi halangan energi aktivasi sehingga jumlah tumbukan efektif akan bertambah
sehingga laju meningkat. Perbandingan reaksi dengan katalis dan tanpa katalis dapat dilihat
pada gambar dihalaman berikut:
Dengan kemajuan teknologi sekarang digunakan tekanan yang jauh lebih besar, bahkan
mencapai 700 atm. Untuk mengurangi reaksi balik, maka amonia yang terbentuk segera
dipisahkan. Mula-mula campuran gas nitrogen dan hidrogen dikompresi (dimampatkan)
hingga mencapai tekanan yang diinginkan. Kemudian campuran gas dipanaskan dalam suatu
ruangan yang bersama katalisator sehingga terbentuk amonia. Diagram alur dari proses
Haber-bosch untuk sintesis amonia
The Calcium Carbonate can easily be separated as it is a solid, and the Ammonia can be
distilled, allowing the NaOH to be recycled back for more hydrolysis.
Contrast this with the Haber-Bosch process for making Ammonia, which at the time required
the same costly liquid air seperator as well as an electrolytic seperator for producing
hydrogen and higher pressure catalytic reactor:
A notional flow-sheet for an early Haber-Bosh process.
By simply glaring at it one sees that, as a way of making Ammonia, the Haber-Bosh process
is by far simpler. Since it doesn’t require multiple furnaces and the intermediary steps of
producing Cyanamide its operating costs should be lower (assuming one has an efficient
electrolysis system for hydrogen). Of course the Ammonia reactor requires an expensive
catalyst and recycle system since a single pass is not particularly efficient.
Amonia telah diproduksi dalam skala besar sejak sebelum meletusnya perang dunia pertama.
Saat itu, amonia masih diproduksi dengan cara distilasi dari sayuran yang mengandung
nitrogen dan dari bahan hewani. Asam nitrat direduksi dengan hidrogen untuk mendapatkan
amonia atau bisa juga dengan dekomposisi garam amonium (klorit) dengan hidroksi alkali.
Proses pembuatan amonia secara modern yang paling terkenal adalah proser Haber-Bosch.
Tipe produksi ini mengkonversi gas alam atau LPG yang mengandung senyawa propana,
butan, atau yang lain menjadi gas hidrogen. Hidrogen yang diproduksi dari hidrokarbon
tersebut kemudian direaksikan dengan nitrogen untuk menghasilkan amonia.
1. Tahapan pertama dalam proses Haber-Bosch menghilangkan senyawa belerang dari bahan
baku ammonia. Belerang perlu dipisahkan karena bersifat antikatalis pada tahpan berikutnya.
Penghapusan belerang dilakukan degan hidrogenasi (menambahkan hidrogen) sehingga
menghasilkan asam sulfida.
H2 + RSH → RH + H2S
2. Asam sulfida yang terjadi kemudian diserap dan dihilangkan dengan mengalirkannya
melalui oksida dari logam seng sehingga terbentuk senyawa Seng Sulfida (ZnS) dan uap air.
H2S + ZnO → ZnS + H2O
CO + H2O → CO2 + H2
5. Karbon Dioksida kemudian dipisahkan dengan penyerapan dalam larutan etanolamin atau
dengan penyerapan media absorbsi pada lainnya.
7. Untuk dapat menghasilkan amonia sebagai produk akhir, hidrogen yang sudah dihasilkan
kemudian direaksikan dengan nitrogen yang berasal dari udara bebas menghasilkan amonia
cair. Tahapan ini dikenal dengan loop sintesis amonia yang juga dikenal dengan proses Haber-
Bosch.
3H2 + N2 ↔ 2NH3
Reaksi di atas bersifat reversibel sehingga berdasarkan prinsip Le Chatelier, kondisi tekan
tinggi dan tempertur rendah diperlukan untuk mengarahkan reaksi agar bergerak ke kanan (arah
hasil amonia). pada temperatur rendah sebenarnya dapat menghasilkan persentase
pembentukan NH3 yang tinggi tetapi reaksi tersebut berlangsung sangat lambat untuk dapat
mencapai kesetimbangan. Oleh karena itu dalam proses pemubatan aminia diperlukan adanya
katalis. Pada praktiknya, kondisi yang digunakan dalam proses Haber-Bosch adalah pada
tekanan 200 atm dan temperatur 380 – 460 º C dengan menggunakan katalis ion besi (Fe3O4
dicampur dengan KOH) atau osmium.
Sejak perang dunia ke-II, Jerman mengalami krisis bahan bakar. Di tengah krisis tersebut,
ilmuwan jerman, Franz Fischer dan Hans Tropsch, menemukan sebuah metode baru untuk
mengubah batu bara menjadi minyak bumi buatan pada tahun 1920. Dikarenakan keberhasilan
metode tersebut, maka proses untuk membuat minyak bumi buatan disebut proses Fischer-
Tropsch (FT).
Proses Fischer-Tropsch (FT) memproduksi senyawa hidrokarbon sintetis melalui reaksi gas
hidrogen (H2) (biasa digunakan oleh industri pupuk untuk membuat pupuk urea) dan karbon
monoksida (CO) (merupakan gas hasil pembakaran bensin atau solar di kendaraan). Gas H2
dan CO akan bereaksi pada permukaan logam transisi (unsur-unsur logam yang berada pada
golongan 3 – 12 dan blok d pada tabel periodik seperti besi (Fe), mangan (Mn), dan lain-lain)
(Reni, 2011). Bahan baku yang biasa digunakan dalam proses ini yaitu batu bara, gas alam atau
biomassa. Biomassa merupakan bahan organik yang berasal dari tumbuhan, hewan, limbah
pertanian, limbah industri, sisa metabolisme makhluk hidup seperti kotoran ternak atau
manusia, dan lain-lain.
Untuk mendapatkan gas H2 dan CO dapat melalui proses gasifikasi. Gasifikasi merupakan
proses mengubah biomassa menjadi gas sintetis (syngas) dengan pemanasan suhu tinggi.
Syngas terdiri dari Gas metana (CH4), CO dan H2 yang merupakan produk utama gasifikasi.
Terdapat pula produk samping yaitu tar (senyawa hidrokarbon kompleks seperti benzena,
toluena, dan lain-lain), HCN, H2S, NH3, debu dan arang. Oleh karena itu, syngas hasil
gasifikasi dapat menjadi bahan baku pada proses FT.
Kombinasi antara gasifikasi biomassa dan sintesis Fischer-tropsch atau Biomass Gasification
Fischer-Tropsch (BGFT) merupakan cara alternatif untuk memproduksi bahan bakar
terbarukan. Katalis adalah suatu bahan kimia yang dapat mempercepat reaksi, tanpa ikut
terkonsumsi dalam suatu reaksi dan mengarahkan bahan baku ke produk yang diinginkan
sehingga hasil samping dapat dikurangi. Katalis yang digunakan dalam sintesis Fischer-
Tropsch adalah logam transisi berupa Fe (besi), Co (kobalt), Ni (nikel) atau Ru (rutenium).
Katalis besi lebih banyak digunakan karena harganya murah dan memiliki keaktifan yang
relatif lebih tinggi. Untuk meningkatkan jumlah produk, katalis Fe membutuhkan bantuan
Mangan (Mn) sebagai promotor (pendukung katalis). Katalis Fe-Mn telah digunakan di industri
sintesis FT selama bertahun-tahun (Rao, 1992 dalam Ika, 2011). Industri FT tersebut
memproduksi berbagai senyawa hidrokarbon seperti diesel dan bensin, tetapi karena aktivitas
industri dan transportasi yang semakin meningkat maka senyawa hidrokarbon yang sangat
dibutuhkan adalah diesel (solar) atau biasa disebut green diesel (FT-Diesel) (Fitria, 2009).
Skema untuk proses produksi FT-Diesel dari syngas yang dihasilkan dari gasifikasi biomassa
dijelaskan pada Gambar 1.
Gambar 1. Skema proses produksi green diesel (FT-Diesel) dari biomassa
Sumber : H. Boerrigter, 2002
Syngas dari proses gasifikasi biomassa akan melalui proses pembersihan gas terlebih dahulu
karena masih mengandung pengotor seperti gas H2S, NH3, HCN yang dapat meracuni katalis
di reaktor Fischer-Tropsch (FT). Unit-unit proses dalam pembersihan gas terdiri dari Tar
Cracking (untuk mengkonversi tar menjadi H2 dan CO pada suhu 1300oC), Hot-gas Filter
(untuk menghilangkan debu, arang, dan abu pada suhu 400oC), Water Scrubber (untuk
menghilangkan NH3 dan HCN pada suhu ruangan), Condenser (untuk mengembunkan air),
dan filter ZnO serta karbon aktif untuk menghilangkan gas CO2 dan H2S. Setelah proses
pembersihan gas, syngas akan masuk ke proses pengkondisian gas terlebih dahulu untuk
meningkatkan perbandingan antara kadar H2 terhadap kadar CO melalui Shift Reaction
(mereaksikan gas CO dan H2O untuk menghasilkan H2), lalu H2 yang dihasilkan digunakan
untuk hydrocracking (proses mengubah fraksi berat ke fraksi ringan minyak bumi
menggunakan gas H2 pada suhu 400 – 1000oC dan tekanan 20-70 bar, contohnya mengubah
C48H98 menjadi C20H42). Skema proses pembersihan gas dijelaskan pada gambar 2.
Produk kemudian dimurnikan untuk menghasilkan green diesel (FT-Diesel). Green diesel atau
FT-Diesel yang dihasilkan memiliki energi yang lebih tinggi dari biodiesel dan setara dengan
minyak diesel dari minyak bumi tetapi emisi CO dan SO2 yang dihasilkan lebih rendah dari
minyak diesel. Hambatan terbesar teknologi FT adalah tingginya investasi, biaya operasi dan
pemeliharaan. Meski begitu, beberapa negara telah menerapkan teknologi FT untuk
memproduksi bahan bakar terbarukan. Di Sasol, Afrika Selatan menggunakan batu bara dan
gas alam untuk memproduksi minyak bumi sintetis dan Sasol telah memasok FT-Diesel ke
berbagai negara (Ika, 2011). Pengembangan teknologi FT mulai dipertimbangkan untuk
mengantisipasi krisis bahan bakar di masa depan. Oleh karena itu, Indonesia sebagai produsen
biomassa terbesar di ASEAN harus mampu menerapkan teknologi Fischer-Tropsch untuk
memenuhi kebutuhan energi nasional yang kian hari kian meningkat.
Unsur nitrogen terdapat di atmosfer dan menyusun sebanyak 78% dari volumenya, tetapi
karena kelembaman nitrogen, senyawa-senyawa nitrogen tidak banyak terdapat di alam.
Metode untuk menyintesis senyawa-senyawa nitrogen yang dikenal sebagai fiksasi nitrogen
buatan, merupakan proses industri yang sangat penting. Metode utama adalah mereaksikan
nitrogen dan hidrogen membentuk amonia. Amonia selanjutnya diubah menjadi senyawa
nitrogen lainnya, seperti asam nitrat dan garam nitrat. Pupuk urea (CO(NH2)2) merupakan
bahan kimia yang terbentuk melalui reaksi NH3 dengan CO2.
Dasar teori dari reaksi sintesis amonia dan uji laboratorisnya merupakan penelitian Fritz Haber
(1908). Usaha pengembangan proses Haber menjadi proses besar-besaran. Usaha tersebut
merupakan tantangan bagi insinyurinsinyur kimia pada saat itu. Hal ini karena metode tersebut
mensyaratkan reaksi kimia dalam fasa gas pada suhu dan tekanan tinggi dengan katalis yang
sesuai. Pekerjaan ini dipimpin oleh Carl Bosch di Badishe Anilin and Soda Fabrik (BASF).
Pada tahun 1913, pabrik beroperasi dengan produksi 30.000 kg NH3 per hari. Pabrik amonia
modern saat ini mempunyai kapasitas 50 kali lebih besar.
Untuk setiap 1 mol gas nitrogen dan 3 mol gas hidrogen dihasilkan 2 mol gas amonia.
Peningkatan tekanan menyebabkan campuran reaksi bervolume kecil dan menyebabkan
terjadinya reaksi yang menghasilkan amonia lebih besar. Reaksi ke kanan bersifat eksoterm.
Reaksi eksoterm lebih baik terjadi jika suhu diturunkan, sehingga reaksi bergeser ke kanan
menghasilkan amonia makin besar. Jadi kondisi optimum untuk produksi NH3 adalah tekanan
tinggi dan suhu rendah. Tetapi, keadaan optimum ini tidak mengatasi masalah laju reaksi.
Sekalipun produksi kesetimbangan NH3 lebih baik terjadi pada suhu rendah, namun laju
pembentukannya sangat lambat, sehingga reaksi ini tidak layak. Salah satu cara untuk
meningkatkan reaksi adalah dengan menggunakan katalis. Walaupun tidak mempengaruhi
kesetimbangan, namun katalis dapat mempercepat reaksi. Keadaan reaksi yang biasa dilakukan
dalam proses Haber–Bosch adalah pada suhu 550 °C, tekanan dari 150 sampai dengan 500 atm,
dan katalis biasanya besi dengan campuran Al2O3, MgO, CaO, dan K2O. Cara lain untuk
meningkatkan laju produksi NH3 adalah memindahkan NH3 dengan segera setelah terbentuk.
Titik didih gas NH3 lebih tinggi daripada titik didih nitrogen dan hidrogen. Proses selanjutnya,
gas amonia didinginkan sehingga mencair. Gas nitrogen dan gas hidrogen yang belum bereaksi
dan gas amonia yang tidak mencair kemudian diresirkulasi, dicampur dengan gas nitrogen dan
hidrogen, kemudian dialirkan kembali ke dalam tangki. (Baca juga materi lainnya tentang
proses Haber–Bosch)
Sumber : Kimia Dasar, Prinsip dan Terapan Modern, Jilid 2, Ralph H. Petrucci, 1996.
Salah satu cara pembuatan asam sulfat melalui proses industri dengan produk yang cukup besar
adalah dengan proses kontak. Bahan yang digunakan pada proses ini adalah belerang dan
melalui proses berikut.
a. Belerang dibakar di udara, sehingga bereaksi dengan oksigen dan menghasilkan gas belerang
dioksida.
Reaksi ini berlangsung lambat, maka dipercepat dengan katalis vanadium pentaoksida (V2O5)
pada suhu ± 450 °C.
c. SO3 yang dihasilkan, kemudian dipisahkan, dan direaksikan dengan air untuk menghasilkan
asam sulfat.
d. Reaksi tersebut berlangsung hebat sekali dan menghasilkan asam sulfat yang sangat korosif.
Untuk mengatasi hal ini, gas SO3 dialirkan melalui menara yang di dalamnya terdapat
aliran H2SO4 pekat, sehingga terbentuk asam pirosulfat (H2S2O7) atau disebut “oleum”. Asam
pirosulfat direaksikan dengan air sampai menghasilkan asam sulfat.
Beberapa manfaat asam sulfat adalah untuk pembuatan pupuk, di antaranya pupuk superfosfat,
detergen, cat kuku, cat warna, fiber, plastik, industri logam, dan pengisi aki. Asam sulfat kuat
93% sampai dengan 99% digunakan untuk pembuatan berbagai bahan kimia nitrogen, sintesis
fenol, pemulihan asam lemak dalam pembuatan sabun, pembuatan asam fosfat dan tripel
superfosfat. Oleum (H2S2O7) digunakan dalam pengolahan minyak bumi, TNT
(trinitrotoluena), dan zat warna serta untuk memperkuat asam lemah.
Berikut ini adalah diagram alir pabrik asam sulfat kontak yang menggunakan pembakaran
belerang dan absorpsi tunggal dengan injeksi udara (pengenceran) antar tahap. (Baca juga
materi lainnya tentang proses kontak)
Referensi :
Sejarah
Proses pembuatan asam nitrat pertama kali seringkali dihubungkan dengan sumber dari abad
ke-8 di Arab yang menjelaskan distilasi dari campuran “Cyprus vitriol, saltpeter and alum” untuk
menghasilkan cairan dengan daya pelarut yang tinggi yang disebut aqua fortis. Pada tahun 1798, I.
Milner melaporkan keberhasilannya dalam oksidasi uap amonia dengan mangan dioksida untuk
menghasilkan nitrogen oksida dan asam. Pada tahun 1824, W. Henry mendemonstrasikan bahwa
amonia dapat bereaksi langsung dengan oksigen pada temperatur tinggi dengan kehadiran kasa
platina. Pada abad ke-19 dan awal abad ke-20, ratusan katalis diujikan pada reaksi, yang kemudian
akan menjadi dasar dari industri asam nitrat modern.
Tahun 1900, asam nitrat pertama kali diproduksi secara komersial dari potasium nitrat.
Perkembangan dari proses ini dimulai pada tahun 1903 ketika pabrik yang pertama berhasil
memproduksi asam nitrat langsung dari nitrogen dan oksigen dalam electric-arc furnace oleh E.
Birkeland dan S. Eyde di Norwegia. Pada tahun 1908, pabrik asam nitrat komersial dibangun di dekat
Bochum, Jerman, yang memproduksi 3 ton/hari asam nitrat, tetapi perubahan yang signifikan dari
proses ini terjadi pada saat sumber amonia ekonomis tersedia dengan mudah. Pada tahun 1909
Haber, ahli kimia Jerman, berhasil mengembangkan proses pembuatan amonia sintetis. Amonia itu
terbuat dari nitrogen dan hitrogen. Perbandingannya 1:3. Rumus kimianya NH3. Tapi Haber hanya
dapat membuat amonia sintetis di dalam laboratorium. Maka ia menyerahkan pembuatan amonia
buatan kepada Bosch. Bosch kemudian memproduksi amonia buatan secara besar-besaran. Hal itu
terjadi pada tahun 1911. Empat tahun kemudian (1915) perusahaan Bosch mengoksidasikan amonia
dan memproduksikan asam nitrat. Asam nitrat banyak di pakai dalam industri kimia untuk membuat
obat-obatan, zat warna, dan bahan peledak. Pabrik asam nitrat pertama di Amerika Serikat dibangun
pada 1917. Pada tahun 1923 perusahaan Bosch memproduksi secara besar-besaran metanol buatan.
Metanol adalah alkohol cair yang paling sederhana. Metanol juga disebut karbinol, alkohol kayu,
alkohol kaca, atau metil alkohol. Metanol sintetis dibuat dengan jalan mereaksikan campuran
hidrogen dan gas-gas karbon monoksida dengan tekanan tinggi. Dengan perkembangan sintesis
amonia Haber-Bosch, masa depan operasi terjamin, dan pabrik tambahan kemudian dibangun di
Jerman. Hingga saat ini, asam nitrat terus diproduksi dengan proses oksidasi amonia.
Kegunaan utama dari asam nitrat digunakan untuk produksi pupuk sintetis. Sekitar 70% dari
asam nitrat yang diproduksi digunakan untuk produksi ammonium nitrat, yang kemudian digunakan
untuk produksi pupuk. Sisa produksi asam nitrat digunakan untuk pembuatan bahan peledak, senyawa
organik, pemisaahan emas dan perak, dan pembuatan asam adipat yang digunakan untuk produksi
nilon. Asam nitrat merupakan bahan kimia yang banyak diproduksi di Amerika Serikat. Ukuran plan
bervariasi dari 6000 sampai 700000 ton (5500 sampai 635000 ton) tiap tahun.
Saat ini beragam tipe plant produksi asam nitrat di seluruh dunia. Terdapat tiga tipe yang biasa
digunakan plant antara lain plant asam nitrat atmosfer, plant tekanan sedang, dan plant tekanan
tinggi. Pada proses produksi asam nitrat, beragam produk yang tidak diinginkan juga dihasilkan. Tiga
polutan utama yang dilepaskan adalah nitrous oksida (N2O), oksida nitrat (NO), dan nitrogen dioksida
(NO2).
Bahan Baku
Bahan baku yang terpenting untuk pembuatan asam nitrat adalah amonia, udara, air, dan
katalis kasa platina-10% rhodium. Lokasi pabrik biasanya diusahakan agar tidak jauh dari pabrik
amonia. Oleh karena 1 kg atom nitrogen terkandung dalam hanya 17 kg amonia, tetapi memerlukan
105 kg asam nitrat 60%, maka biasanya lebih murah bagi para pemakai besar untuk mengangkut
amonia daripada asam nitrat. Untuk menangani larutan asam nitrat diperlukan truk dan mobil tahan
karat.
Hampir semua pembuatan asam nitrat secara komersial diperoleh dengan cara oksidasi
amonia. Tiga tahap dasar pembuatan asam nitrat adalah:
Pada temperatur dibawah 150oC, hampir semua nitrogen monoksida akan bereaksi dengan oksigen
yang ada. Selain temperatur, perlu diperhatikan juga tekanan. Karena pada temperatur yang rendah,
dengan menaikkan tekanan dapat mengakibatkan terjadinya reaksi dimerisasi nitrogen dioksida
menjadi dinitrogen tetraoksida dengan persamaan reaksi sebagai berikut:
Absorpsi nitrogen oksida menjadi asam nitrat terjadi absorpsi nitrogen oksida dalam air menghasilkan
asam nitrat dan melepaskan tambahan nitrogen monoksida. Reaksi keseluruhan absorpsi gas nitrogen
dioksida dalam air adalah sebagai berikut:
Reaksi
∆H, kJ/kg.mol
(menyeluruh) NH3 (g) + 2O2 (g) → HNO3 (aq) + H2O (l) -437 (1)
4NH3 (g) + 3O2 (g) → 2N2 (g) + 6H2O (g) -317 (5)
4NH3 (g) + 6NO (g) → 5N2 (g) + 6H2O (g) -451 (6)
Campuran gas oksida nitogen (NO, N2O3, NO2, N2O4) biasanya disebut NOX, tanpa memperhatikan
konsentrasinya.
Asam dari pabrik biasanya mengandung sedikit asam nitrit (HNO2) bila konsentrasinya antara
20 sampai 45% HNO3 dan mengandung N2O4 terlarut bila konsentrasinya lebih dari 55%. Potensial
oksidasi asam konsentrasi 20% sampai 45% bersifat menstabilkan nitrogen bervalensi tiga (HNO2),
tetapi pada konsentrasi di atas 55% nitrogen bervalensi empat (N2O4) yang stabil.
Reaksi (2) merupakan reaksi yang cepat (bila dibantu katalis) dan selesai dalam waktu kurang
dari 1 milisekon. Oleh karena itu, reaksi tersebut harus dilaksanakan sebagai reaksi adiabatik.
Konsentrasi amonia di udara yang masuk harus dibatasi agar suhu maksimum yang dicapainya jangan
sampai terlalu tinggi dan merusak katalis yang mahal itu.
Reaksi (3) adalah reaksi yang lambat, berlangsung dalam fase gas, dengan kinetika orde ketiga
dan lajunya berkurang bila suhu dinaikkan. Konversi sempurna menjadi NO2 biasanya tidak dapat
dilaksanakan secara komersial.
Seluruh proses produksi asam nitrat komersial mempunyai kesamaan dalam proses utama
kecuali pada tekanan operasinya. Tekanan operasi ini dibagi menjadi tekanan atmosferik, tekanan
sedang (2,5-5 atm), dan tekanan tinggi (7-12 atm). Tekanan operasi ini juga bisa dibagi menjadi sistem
tekanan tunggal dan sistem tekanan ganda. Sistem tekanan tunggal menggunakan tekanan yang sama
di semua bagian, sedangkan sistem tekanan ganda memanfaatkan sistem kompresi diantara oksidasi
amonia dan absorpsi nitrogen monooksida. Kombinasi yang mungkin antara lain sistem tekanan
tunggal pada tekanan atmosfer, sedang, atau tinggi. Sistem tekanan ganda pada tekanan atmosfer-
sedang, tekanan atmosfer-tinggi, atau tekanan sedang-tinggi.
Sebuah kompresor putar bertahap banyak, yang mempunyai pendingin di antara tahap-tahapnya,
digerakkan oleh turbin uap dan turbin pemulih tenaga yang disebut ‘alat ekspansi gas sisa’ (tail gas
expander). Pendingin antara tahap diatur sedemikian rupa agar suhu keluar adalah sekitar 230°C pada
1 MPa.
2) Amonia (NH3) dicampur dengan udara – campuran adalah 10% amonia (vol)
3) Campuran mengalir melawati pack of flat gauzes, memghasilkan nitrogen oksida (NO) – efisiensi 95%,
930oC
4) Gas nitrogen oksida didinginkan tail-gas heater – menuju nitrogen dioksida (NO2)
5) Gas yang telah didinginkan mengalir melewati kondensor, dimana sebagian dari gas dikondensasi
menjadi asam lemah
7) Asam lemah dipompa menuju intermediate bubble-cap tray dalam menara absorpsi
9) Gas yang tidak terkondensasi mengalir ke atas melewati menara dan diserap oleh air, menghasilkan
asam nitrat
10) Oksida nitrat bereaksi dengan oksigen berlebih menghasilkan nitrogen dioksida yang kemudian
menjadi asam nitrat
11) Asam nitrat mengalir dari bawah menara absorpsi menuju bleacher, dimana nitrogen oksida tak
terlarut
12) Gas sisa meninggalkan menara absorpsi dipanaskan kembali melalui interaksi dengan proses gas pada
tahap (4)
13) Gas sisa panas digunakan kembali untuk memanaskan air yang masuk pada tahap (1)
Proses dua tekanan, biaya katalisnya lebih rendah karena menggunakan kecepatan yang lebih rendah,
diameter unggun katalis lebih besar dan lapisan kasa lebih tipis (hanya empat lapisan), serta
beroperasi pada tekanan lebih rendah, yaitu 240 kPa, di dalam konverter. Gas dilewatkan melalui
sistem pemulihan kalor dan dikompresi sampai 990 kPa untuk absorpsi dan pemutihan.
Sistem ini dapat banyak menurunkan biaya katalis sampai kira-kira $1,50 per ton metrik HNO3 100%
yang dihasilkan. Kebutuhan tenaganya berkurang 2 persen, tetapi pemulihan tenaganya juga
berkurang 5 persen, dan uap hasil sampingan yang dihasilkan pun lebih sedikit dibandingkan dengan
sistem tekanan tunggal. Bobot katalis per satuan produksi harian untuk kedua proses itu tidak banyak
berbeda.
Kedua proses itu menghasilkan produk yang kualitasnya secara efisien dan mengeluarkan gas buangan
dalam batas pencemaran yang sama.
Tahap akhir dari proses pembuatan asam nitrat berlangsung dalam kolom absorpsi. Pada setiap
tingkat kolom terjadi reaksi oksidasi NO menjadi NO2 dan reaksi absorpsi NO2 oleh air menjadi asam
nitrat. Kolom absorpsi mempunyai empat fluks masuk dan dua fluks keluar. Empat fluks masuk yaitu
air umpan absorber, udara pemutih, gas proses, dan asam lemah. Dua fluks keluar yaitu asam nitrat
produk dan gas buang. Kolom absorpsi dirancang untuk menghasilkan asam nitrat dengan konsentrasi
60 % berat dan kandungan NOx gas buang tidak lebih dari 200 ppm.
Kolom absorbsi adalah suatu kolom atau tabung tempat terjadinya proses pengabsorbsi
(penyerapan/penggumpalan) dari zat yang dilewatkan di kolom/tabung tersebut. Proses ini dilakukan
dengan melewatkan zat yang terkontaminasi oleh komponen lain dan zat tersebut dilewatkan ke
kolom ini dimana terdapat fase cair dari komponen tersebut.
Gambar 2. kolom absorber
Keterangan :
Bagian atas:
Bagian tengah:
Packed tower untuk memperluas permukaan sentuh sehingga mudah untuk diabsorbsi
Bagian bawah:
Aplikasi HNO3
Asam nitrat dalam aplikasinya, selain digunakan dalam pembuatan amonium nitrat ssebagai
pupuk, juga digunakan dalam pembuatan nitroselulosa, untuk sintesa organik (dyes dan poliuretan),
bahan pembantu dalam industri logam (steel etching, pickling), industri bahan peledak, plastik dan
obat dan memisahkan campuran perak dan emas
DAFTAR PUSTAKA
Environmental Protection Agency, “8.8 Nitric Acid”, [Online Document], 2005, Available:
http://www.epa.gov/ttn/chief/ap42/ch08/final/c08s08.pdf
Nitric Acid…
Encyclopedia of the Atmospheric Environment, “Nitrous Oxide”, [Online Document], 2005, Available:
http://www.ace.mmu.ac.uk/eae/Global_Warming/Older/Nitrous_Oxide.html
United States Consulate, “Pollutant Nitric Oxide Delays Flowering in Plants, Scientists Say”, [Online
Document], 2005, Available: http://mumbai.usconsulate.gov/wwwhwashnews2617.html
Share