Kata Pengantar
Kata Pengantar
2021
Rencana usaha dan/atau kegiatan yang menimbulkan dampak penting terhadap lingkungan hidup
wajib dilengkapi dengan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL). Hal ini ditegaskan
dalam kebijakan Pemerintah Republik Indonesia yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingku ngan Hidup pada Paragraf 5 Pasal 2 dan Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan serta Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 05 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL.
Kemudian Secara teknis, format penyusunan dokumen Studi AMDAL ini disusun berdasarkan Peraturan
Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 Tentang Pedoman Penyusunan Dokumen
Lingkungan Hidup.
Dengan dilakukannya penyusunan AMDAL Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Regional POLMAN-MAJENE di Provinsi Sulawesi Barat menunjukkan kesungguhan dalam melaksanakan
kegiatan pembangunan yang berwawasan lingkungan dan berkelanjutan, serta berpartisipasi secara
langsung dalam pembangunan daerah sesuai dengan komitmen dan kebijakan pemerintah Provinsi
Sulawesi Barat di bidang lingkungan hidup.
Kegiatan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional POLMAN-MAJENE
termasuk dalam kategori Jenis Usaha dan/atau Kegiatan yang wajib dilengkapi dengan AMDAL. Untuk
memenuhi kebijakan pemerintah tersebut, maka Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi
Sulawesi Barat sebagai pemrakarsa melakukan penyusunan dokumen AMDAL, yang sebelumnya telah
mendapatkan Surat Kesepakatan Kerangka Acuan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (KA-ANDAL) dari
Dinas Lingkungan Hidup terkait pada tanggal 27 Januari 2021, kemudian dengan ini Dinas Pekerjaan Umum
dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi Barat menyampaikan dokumen Analisis Dampak Lingkungan Hidup
(ANDAL).
Kami ucapkan terima kasih kepada Komisi Penilai AMDAL atas arahan, saran, masukan dan kritik
yang membangun sehingga dokumen ANDAL ini dapat memenuhi persyaratan dan ketentuan perundang-
undangan yang berlaku. Terima kasih juga kami sampaikan kepada semua pihak yang telah membantu
tersusunnya dokumen ANDAL ini.
Table 1. Luas Kebutuhan Lahan Pengembangan SPAM Regional Polewali Mandar-Majene ......... 37
Table 2. Kebutuhan tenaga kerja pelaksana konstruksi .................................................................. 40
Table 3. Mobilisasi Alat Berat .......................................................................................................... 41
Table 4. Rincian Mobilisasi Peralatan Dan Material ........................................................................ 41
Table 5. Luas Pematangan Lahan SPAM Regional Polewali Mandar-Majene ................................ 43
Table 6. Bangunan Intake SPAM Regional Polewali Mandar-Majene ............................................. 45
Table 7. Bangunan IPA SPAM Regional Polewali Mandar-Majene ................................................. 46
Table 8. Klimatologi stasiun meteorologi Majene (mm) .................................................................. 56
Table 9. Rata-rata Suhu Udara (ºC) menurut bulan selama 10 tahun ............................................. 59
Table 10. Rata-rata Kelembaban Udara (%) menurut bulan selama 10 tahun................................. 59
Table 11. Rata-rata Tekanan Udara (mb) menurut bulan selama 10 tahun ..................................... 59
Table 12. Rata-rata Kecepatan Angin (*km/jam)(knot) menurut bulan selama 10 tahun ................. 60
Table 13. Rata-rata Penyinaran Matahari (%)(*jam) menurut bulan selama 10t ahun ..................... 60
Table 14. Suhu dan kelembaban Udara di Lokasi Studi .................................................................. 61
Table 15. Suhu Hasil Laboratorium.................................................................................................. 61
Table 16. Tabel Kecepatan Angin .................................................................................................... 62
Table 17. Kondisi Kualitas Udara Kebisingan di Sekitar Lokasi Studi .............................................. 62
Table 18. Hasil analisis Kebisingan di Sekitar Lokasi Studi ............................................................. 63
Table 19. Hasil analisis laboratorium terhadap kualitas air Sungai Matama .................................... 65
Table 20. Hasil analisis laboratorium terhadap kualitas air sumue masyarakat Kec Banggae
Kabupaten Majene ............................................................................................................ 66
Table 21. Formasi Geologi Kabupaten Polewali Mandar ................................................................. 76
Table 22. Luas Penyebaran Kelas Topografi dan Kelas Lereng Kabupaten Polewali Mandar ........ 81
Table 23. Jenis Tanah di Kabupaten Polewali Mandar .................................................................... 81
Table 24. Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Polewali Mandar ...................................................... 84
Table 25. Jenis-jenis Tanaman Perkebuan dan Tanaman Lainnya yang di usahakan oleh Masyarakat
.......................................................................................................................................... 97
Gambar 1. Peta Lokasi Rencana Kegiatan Pengembangan SPAM REG POLMAN-MAJENE Provinsi
Sulawesi Barat ............................................................................................................. 27
Gambar 2. Peta Rencana Struktur Ruang Provinsi Sulawesih Barat ............................................. 28
Gambar 3. Peta Rencana Pola Ruang Provinsi Sulawesi Barat.................................................... 29
Gambar 4. Peta Rencana Kawasan Strategis Provinsi Sulawesi Barat ......................................... 30
Gambar 5. Peta Struktur Ruang Kabupaten Majene ...................................................................... 31
Gambar 6. Peta Pola Ruang Kabupaten Majene ........................................................................... 32
Gambar 7. Peta Rencana Pola Ruang Kabupaten Polewali Mandar .............................................. 33
Gambar 8. Peta Rencana Struktur Ruang Kabupaten Polewali Mandar ........................................ 34
Gambar 9. Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut
..................................................................................................................................... 35
Gambar 10. Peta Lokasi Pengadaan Lahan (SPAM) Regional ........................................................ 38
Gambar 11. Peta Lokasi Pengadaan Lahan (SPAM) Regional ........................................................ 39
Gambar 12. Layout bangunan bendung Matama ............................................................................. 44
Gambar 13. Lay out Bangunan IPA ................................................................................................. 46
Gambar 14. Proses Pengolahan Air Minum .................................................................................... 48
Gambar 15. Layout Offtake Tinambung (360 m3)............................................................................. 49
Gambar 16. Layout Offtake Parang-parang (950 m3) ..................................................................... 50
Gambar 17. Unit Paket IPA .............................................................................................................. 52
Gambar 18. Rata-rata Curah Hujan Bulanan Stasiun Stasiun Meteorologi Majene ......................... 57
Gambar 19. Curah Hujan Tahunan (mm/tahun) ............................................................................... 58
Gambar 20. Peta Ekologi Kabupaten Polewali Mandar.................................................................... 78
Gambar 21. Peta Kecekungan Air Tanah Kabupaten Polman Majene ............................................. 79
Gambar 22. Peta Kelerengan Kabupaten Polewali Mandar ............................................................. 87
Gambar 23. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabupaten Polewali Mandar ................................... 88
Gambar 24. Peta Potensi Bencana Gempa Polman Majene ........................................................... 92
Gambar 25. Peta Potensi Bencana Banjir Polam Majene ................................................................ 93
Gambar 26. Peta Potensi Bencana Longsor Polam Majene ............................................................ 94
BAB 1. PENDAHULUAN
Air minum merupakan kebutuhan dasar manusia dan menjadi hak dasar seluruh
masyarakat, oleh karenanya Negara memiliki tanggung jawab untuk menjamin pemenuhan hak
seluruh rakyat atas air minum dan akses terhadap air minum. Dalam rangka menjalankan
tanggung jawab tersebut, maka Pemerintah Indonesia melalui Rencana Pembangunan Jangka
Menengah (RPJMN) 2015 – 2019 menetapkan target cakupan pelayanan akses aman air
minum 100 % di tahun 2019. Akses aman air minum meliputi air minum yang disalurkan melalui
perpipaan dan sumber-sumber air minum terlindungi milik masyarakat.
PDAM Kabupaten Majene dan PDAM Kabupaten Polewali Mandar masih memiliki
cakupan pelayanan yang sangat rendah. Pertumbuhan pelanggan PDAM Kabupaten Polewali
Mandar cukup baik dengan pertumbuhan 6.92%, tetapi PDAM Kabupaten Majene mengalami
penurunan yang sangat besar yaitu minus 11.73%.
PDAM Kabupaten Majene masih kurang baik dalam efisiensi produksi, memiliki tingkat
kebocoran yang sangat besar yaitu 46.45%. Tingkat kebocoran PDAM Kabupaten Polewali
Mandar sebesar 19.79%.
Total kapasitas terpasang PDAM Kabupaten Polewali Mandar sebesar 265 ltr/dtk, namun
yang dapat diproduksi pada tahun 2018 hanya 172 liter/detik atau 65 % dari kapasitas
terpasang. Kondisi ini diakibatkan beberapa unit produksi yang belum difungsikan seperti IPA
Lemo (5 liter/detik), IPA Pulele II (20 liter/detik), IPA Luyo (10 liter/detik), dan SPC Saragian (5
liter/detik). Pemanfaatan SPC Saragian dilakukan insendentil, dikarenakan kebijakan PDAM
Polewali Mandar bahwa sumber air baku yang berasal dari air tanah dimanfaatkan secara
insidentil. Dengan demikian, dari unit produksi yang sudah berfungsi atau telah dioperasikan
menjadi sebesar 225 liter/detik, maka kapasitas produksi tahun 2018 telah mencapai 76 % dari
kapasitas terpasang. Beberapa penyebab tidak optimalnya kapasitas terpasang yang ada,
diakibatkan oleh:
1. Penurunan debit air baku khususnya di musim kemarau pada sungai Situlak (IPA Amola),
Sungai Dulang (IPA Kunyi), dan Sungai Perluasan (IPA Summarang);
2. Sendimentasi pada embung pengambilan intake di IPA Alu; dan
%) responden dibawah satu juta rupiah per bulan atau dibawah upah minimum provinsi
Sulawesi Barat tahun 2019 yang sebesar Rp2.369.670,-
Berdasarkan pendekatan perkiraan jumlah penduduk daerah pelayanan Kabupaten
Polewali Mandar pada tahun 2040 sebesar 87,649 jiwa, yang berarti terjadi penambahan jumlah
penduduk sebesar 19,628 jiwa dari tahun 2018 (60,021 jiwa), dengan rata-rata laju
pertumbuhan tahunan sebesar 1,16%. Untuk daerah pelayanan Kabupaten Majene, dari jumlah
penduduk tahun 2018 sebesar 72,699 jiwa, diperkirakan akan menjadi 113,432 jiwa atau
mmengalami penamahan jumlah penduduk sebanyak 40,733 jiwa, dengan rata-rata laju
pertumbuhan tahunan sebesar 2,04 persen.
Berdasarkan studi kelayakan, maka diperoleh proyeksi tahun 2040 kebutuhan air daerah
pelayanan SPAM Regional sebesar 335 liter/detik, yang terdiri: Kebutuhan air hingga tahun
2040 di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur sebesar 230 liter/detik. Total kapasitas
optimal dari IPA Eksisting di Kecamatan Banggae dan Banggae Timur bila tanpa OP Sungai
sebesar 88 liter/detik dan dengan OP Sungai sebesar 131 liter/detik (dapat dilihat pada tabel
4.12). Sehingga dari total kebutuhan air tersebut, dibutuhkan penambahan bila tanpa dilakukan
OP Sungai sebesar 142 liter/detik, dan dengan OP Sungai sebesar 99 liter/detik. Kebutuhan air
hingga tahun 2040 di Kecamatan Balanipa, Campalagian, dan Kecamatan Mapili (Desa Buku)
sebesar 105 liter/detik. Total kapasitas optimal dari IPA Eksisting yang melayani Kecamatan
Balanipa dan Campalagian bila tanpa OP Sungai sebesar 6 liter/detik dan dengan OP Sungai
sebesar 20 liter/detik. Sehingga dari total kebutuhan air tersebut, dibutuhkan penambahan bila
tanpa dilakukan OP Sungai sebesar 99 liter/detik, dan dengan OP Sungai sebesar 85 liter/detik.
Berdasarkan Arahan Penyusunan Dokumen Lingkungan dari Dinas Lingkungan Hidup
Daerah Nomor : 1600/632/VII/2020 tanggal 29 Juni 2020 dengan alasan Ketentuan Pasal 3
ayat (3) huruf b Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Rl Nomor
P.38/MENLHKISETJEN/ KUM.1/7/2019 tentang Jenis Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib
Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup dinyatakan bahwa jenis usaha dan/atau
kegiatan yang dilakukan di dalam dan/atau berbatasan langsung dengan Kawasan lindung,
wajib memiliki AMDAL.
Ketentuan Pasal 10 ayat (2) huruf b Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 8 Tahun
2013 tentang Tata Laksana Penilaian dan Pemeriksaan Dokumen Lingkungan Hidup Serta
Penerbitan lzin Lingkungan dinyatakan bahwa jenis usaha dan/atau kegiatan yang berlokasi
Jebih dari satu kabupaten/kota atau lintas kabupaten kota, kewenangan penilaian Amdal dan
penerbitan lzin Lingkungannya merupakan kewenangan provinsi.
Lokasi rencana pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Polewali
Mandar-Majene dengan lokasi berikut ini :
Berdasarkan hasil observasi, kegiatan lain yang berada dekat dengan lokasi rencana
kegiatan sangat lengkap, antara lain:
1) Perdagangan
Kegiatan perdagangan di sekitar lokasi rencana kegiatan di Kabupaten Polewali Mandar
jumlah pasar sebanyak 26 unit pasar. Jumlah pasar di ibukota kabupaten yaitu Kecamatan
Polewali sebanyak 3 pasar. Terdapat empat kecamatan yang tidak memiliki pasar, yaitu
Kecamatan Limboro, Kecamatan Mapilli, Kecamatan Anreapi, dan Kecamatan Matangnga.
Jumlah pasar untuk masing-masing kecamatan adalah sebagai berikut Kecamatan Tinambung
3 pasar, Balanipa 1 pasar, Tubbi Taramanu 2 pasar, Alu 2 Pasar, Campalagian 3 pasar, Luyo
5 pasar, Wonomulyo 1 pasar, Matakali 2 pasar, Bulo 3 pasar, Binuang 3 pasar. Sedangakan
di kegiatan perdagangan di Kabupaten Majene pada Tahun 2020, tercata jumlah sarana
perdagangan di Kabupaten Majene sebanyak 44 yang diantaranya terdiri atas 27 pasar dan
17 toko (Sumber: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene dalam Angka Tahun
2021).
2) Kesehatan
Sarana kesehatan yang ada di sekitar lokasi rencana kegiatan pada tahun 2020, jumlah rumah
sakit umum di Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 2 unit. Jumlah Puskesmas sebanyak 20
unit, Klinik Pratama 8 unit dan Posyandu sebanyak 639 unit. Sedangkan tenaga kesehatan
yang berperan penting dalam pelayanan kepada masyarakat berjumlah sebagai berikut :
Dokter dan Dokter Gigi sebanyak 140 orang, Perawat 429 orang, Bidan 269 orang, Tenaga
Gizi 28 orang. Kesehatan dan Keluarga Berencana Pada tahun 2020, tercatat bahwa di
Kabupaten Majene terdapat 1 rumah sakit. Selain rumah sakit, juga terdapat 11 puskesmas,
39 puskesmas pembantu, dan 10 apotek.
3) Penduduk
Berdasarkan hasil Sensus Penduduk 2020, pada tahun 2020, jumlah penduduk Polewali
Mandar sebanyak 478.534 jiwa. Jika dirinci menurut jenis kelamin, penduduk Polewali Mandar
didominasi oleh perempuan dengan sex ratio hingga 99,17 persen. Dari 16 kecamatan yang
ada terlihat jika Kecamatan Polewali sebagai ibukota Kabupaten Polewali memiliki populasi
yang terbesar, hingga 61.800 jiwa. Populasi terbesar kedua adalah Campalagian yang
mencapai 63.930 jiwa. Sedangkan Penduduk Kabupaten Majene berdasarkan hasil SP2020
sebanyak 174 407 jiwa yang terdiri atas 87 025 jiwa penduduk laki-laki dan 87 382 jiwa
penduduk perempuan. Dibandingkan dengan jumlah penduduk tahun 2010, penduduk
Kabupaten Majene mengalami pertumbuhan sebesar 15.42 persen
4) Pendidikan
Salah satu faktor utama keberhasilan pembangunan di suatu daerah adalah tersedianya cukup
sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas. Ketersediaan fasilitas pendidikan akan sangat
menunjang dalam mengingkatkan mutu pendidikan.
Kegiatan pendidikan yang berada di sekitar lokasi rencana kegiatan adalah Taman Kanak Kanak
(TK) negeri dan swasta di Kabupaten Polewali Mandar sebanyak 115, dengan total jumlah guru
sebanyak 599 orang dan murid sebanyak 5.129 orang. Sedangkan jumlah Raudhatul Athfal
sebesar 71, dengan jumlah guru sebanyak 325 orang dan murid sebanyak 3.148 orang. Jumlah
Sekolah Dasar negeri dan swasta sebanyak 333, dengan total jumlah guru sebanyak 3.492 orang
dan jumlah murid sebanyak 44.710 orang. Sedangkan jumlah Madrasah Ibtidaiyah sebanyak 84,
dengan jumlah guru sebanyak 1.029 orang dan murid sebanyak 8.988 orang. Jumlah Sekolah
Menengah Pertama negeri dan swasta sebanyak 86, dengan total jumlah guru sebesar 1.422
orang dan jumlah murid sebesar 17.444 orang . Sedangkan jumlah Madrasah Tsanawiah sebesar
63, dengan total jumlah guru sebesar 1.113 orang dan jumlah murid 8.611 orang. Jumlah Sekolah
Menengah Atas negeri dan swasta sebesar 17, dengan total jumlah guru sebanyak 506 orang
dan jumlah murid sebanyak 8.068 orang. Sedangkan jumlah Madrasah Aliyah sebesar 29,
dengan jumlah guru sebanyak 654 orang dan jumlah murid sebanyak 4.750 orang. Jumlah
Sekolah Menengah Kejuruan sebanyak 28, dengan jumlah guru sebesar 672 orang dan jumlah
murid sebesar 9.572 orang. APM tertinggi di Polewali Mandar adalah pada jenjang pendidikan
SD/ MI sebesar 93,06 persen dan terendah adalah SMA sebesar 56.14 persen. APK tertinggi juga
pada jenjang SD/ MI sebesar 100,08 persen dan terendah pada jenjang pendidikan SMA 89,94
persen.
Kemudian Pada tahun 2020, jumlah sekolah di Kabupaten Majene, TK 123 sekolah, SD sebanyak
171 sekolah, SMP sebanyak 37 sekolah, SMA sebanyak 7 sekolah, dan 8 Perguruan Tinggi.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan rencana kegiatan berada di area
dengan aktivitas yang cukup padat, sehingga Pengembangan SPAM Regional POLMAN-
MAJENE Provinsi Sulawesi Barat ini berpotensi menimbulkan dampak penting baik positif
maupun negatif terhadap kegiatan sekitar maupun sebaliknya. Peta lokasi rencana kegiatan
disajikan pada Gambar berikut.
Rencana usaha dan/atau kegiatan tidak cukup hanya dinilai kelayakannya dari aspek
teknis dan ekonomis, melainkan juga harus layak secara lingkungan. Hal ini sesuai dengan
Undang- Undang RI Nomor 32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan
Lingkungan Hidup dan Peraturan Pemerintah RI Nomor 27 Tahun 2012 Tentang Izin
Lingkungan, yang secara tegas menyatakan bahwa Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
Hidup merupakan bagian dari studi kelayakan rencana usaha dan/atau kegiatan. Untuk itu
selain studi kelayakan teknis dan ekonomis, dibutuhkan telaah lingkungan secara cermat dan
mendalam melalui studi Amdal. Studi Amdal Pengembangan SPAM Regional POLMAN-
MAJENE Provinsi Sulawesi Barat dilaksanakan secara terintegrasi dengan studi kelayakan
teknis dan ekonomis, sehingga antara Studi AMDAL dan studi kelayakan teknis dan
ekonomis dapat saling memberikan masukan terkait kegiatan pembangunan ini.
Penyusunan dokumen Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Hidup (Amdal) mengacu
kepada draft DED (Detail Engineering Design) yang terdiri dari gambar arsitek, struktur dan
mechanical electrical (ME).
Kabupaten Majene Tahun 2012-2032 (gambar 2.3, 2.4.) dan peruntukan di lokasi Pemba-
ngunan SPAM REG Polewali Mandar-Majene berdasarkan peta PIPPIB pada gambar berikut.
Lokasi Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Polewali Mandar-Majene sesuai dengan
peruntukan berdasarkan Surat Keterangan RTRW dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan
Ruang Kabupaten Polewali Mandar No. B-53/DPUPR/S.Ket/ Kabid.V/650/03/2020 tanggal 13
Maret 2020 dan Surat Rekomendasi Kesesuaian RTRW dari Dinas Pekerjaan Umum dan
Penataan Ruang Kabupaten Majene No. 690/90.1/2020 tanggal 13 Maret 2020 (Lampran 7).
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Polewali Mandar Nomor 2 tahun 2013
tentang RTRW Kabupaten Polewali Mandar 2012-2032, pada Paragraf 3 Sistem Jaringan
Sumber-daya Air Pasal 16 (1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 13 huruf c, terdiri atas: d. prasarana air baku untuk air minum; (6) Pengembangan
prasarana air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat 1, huruf d, meliputi: a.
pemanfaatan sungai, terdiri atas: Sungai Kunyi di Kecamatan Anreapi, Sungai Riso di
Kecamatan Tapango, Sungai Mandar di Kecamatan Limboro, Sungai Maloso di Kecamatan
Luyo, Sungai Matama di Kecamatan Alu; dan Sungai Binuang di Kecamatan Binuang; (7)
Pengembangan jaringan air minum ke kelom-pok pengguna sebagaimana dimaksud dalam
ayat 1, huruf e, terdiri atas: a. sistem perpipaan air minum untuk wilayah Kecamatan Anreapi,
Kecamatan Polewali, dan Kecamatan Matakali; b. Sis-tem perpipaan air minum untuk wilayah
Kecamatan Tapango, Kecamatan Wonomulyo, Kecamatan Campalagian, Kecamatan Mapilli,
dan Kecamatan Matakali; c. sistem perpipaan air minum untuk wilayah Kecamatan Limboro,
Kecamatan Tinambung, Kecamatan Balanipa, Kecamatan Alu, dan Kecamatan Campalagian;
d. sistem perpipaan air minum untuk wilayah Kecamatan Luyo, dan Kecamatan Mapilli; dan
e. sistem perpipaan air minum untuk wilayah Kecamatan Binuang.
Berdasarkan Peraturan Daerah Kabupaten Majene Nomor 12 Tahun 2012 Tentang
Ren-cana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene Tahun 2011 – 2031, Paragraf 3 Sistem
Jaringan Sumber Daya Air Pasal 14, (1) Sistem jaringan sumberdaya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) huruf c, terdiri atas: c. Jaringan air baku untuk air minum;
(5) Jaringan air baku untuk air minum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, terdiri
atas: a. Rencana pengem-bangan sumber air baku, meliputi: 1. Embung/waduk di Asiasing,
Kelurahan Baruga, Kecamatan Banggae Timur; 2. Sungai Mandar, Sungai Camba, dan
Sungai Abaga; b. Rencana pengemba-ngan jaringan sumber air baku mengutamakan air
permukaan dengan prinsip keterpaduan air tanah; c. Instalasi Pengolahan Air (IPA) Abaga
kapasitas terpasang 40 liter/detik di Kecamatan Banggae; d. Instalasi Pengolahan Air (IPA)
Peta kesesuaian lokasi rencana kegiatan dengan tata ruang disajikan pada Gambar
berikut.
Gambar 9. Peta Indikatif Penghentian Pemberian Izin Baru Hutan Alam Primer dan Lahan Gambut
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi Barat yang berlokasi
di Jl. KH. Abd. Malik Pattana Endeng Komp. Perkantoran Blok D2 Rangas, Mamuju, berencana
melakukan Pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional di Kabupaten
Polewali Mandar Dan Kabupaten Majene ini sejalan dengan tingginya kebutuhan Air minum
bagi masyarakat Kabupaten Polewali Mandar Dan Kabupaten Majene. Dimana tujuan rencana
usaha dan/atau kegiatan ini yaitu Melayani masyarakat setempat untuk mendapatkan air minum
sebagai pelang-gan di Kecamatan Limboro dan Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali
Mandar dan pelang-gan di Kecamatan Banggae Timur dan kecamatan Banggae Kabupaten
Majene.
Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi Barat saat ini
berencana untuk melakukan pengembangan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional
Kabupaten Polewali Mandar Dan Kabupaten Majene Provinsi Sulawesi pada lahan seluas
74.904,6 m2 dengan beberapa rincian jumlah kebutuhan Lahan pengembangan SPAM
Regional Polewali Mandar-Majene.
Pengadaan Lahan
Kegiatan pemasangan pipa, pembangunan IPA dan pembangunan offtake membutuhkan
lahan untuk lokasi penempatan pipa dan bangunan IPA dan Offtake. Kebutuhan lahan
disajikan dalam tabel 1.
Secara garis besar kegiatan pada tahap konstruksi terdiri dari: Penerimaan Tenaga
Kerja Konstruksi, Mobilisasi Alat dan Material, Land clearing dan pematangan, Pembangunan
Intake, IPA dan Reservoir, Pemasangan Pipa, Penutupan Kembali dan Perapihan.
Jenis peralatan yang digunakan selama pembangunan proyek antara lain berupa dump
truk untuk mengangkut material, truk cor beton, tower crane, scafolding, backhoe, excavator,
welding machine, kompressor, dan sebagainya. Jenis peralatan berat tersebut dirinci dalam tabel
3.
Table 3. Mobilisasi Alat Berat
No. Jenis Kegiatan Peralatan Jumlah
1 Mobilisasi alat dan bahan dump truck 3
2 Penggalian, pengurugan, pematangan lahan, excavator 2
perbaikan jalan dozer 1
dump truck 5
3 Kontruksi bangunan Intake, IPA dan Reservoir, mobile crane 1
Pemasangan pipa transmisi dan pipa distribusi compressor 2
compactor 1
concrete pump 2
concrete vibrator 3
bar bender 1
bar cutter 1
mesin las 2
Sumber : Perhitungan Konsultan, 2020.
Jenis material yang dibutuhkan adalah beton ready mix, besi beton, semen, besi, pasir,
batu bata, kayu, papan, tripleks, cat, dll. Jenis material yang dibutuhkan dirinci pada tabel 4.
Mobilisasi
No. Jenis Bahan Jumlah Satuan Sumber
kendaraan
3. Pasir pasang 6520 m3 Lokal 1,630
4. Pasir urug 12320 m3 Lokal 2,464
5. Splitt 8700 m3 Lokal 218
6. Kansteen 20800 bh Lokal 4
7. Car stoper 7200 bh Lokal 7
8. Papan 2/20 960 m3 Lokal 5
9. Coating andesit 232 ltr Lokal 9
10. Kawat bendrat 304000 kg Lokal 608
11. Kawat ayam 8530 m2 Lokal 85
12. Semen portland 68000 zak Lokal 340
13. Beton 3000 m3 Luar 44,560
14. Readymix BO 5500 m3 Luar 1,100
15. Mortar 2400 m3 Luar 480
16. Mortar beton 1120 m3 Luar 224
17. Besi beton 30483400 kg Luar 60,967
18. Besi wiremesh 153834 kg Lokal 308
19. Kolom praktis 40600 m’ Lokal 81
20. Pagar BRC tinggi 2200 mm 2500 m’ Lokal 5
21. Homogenious Tile 28366 m2 Lokal 113
22. Batu andesit 40x40 1200 m2 Lokal 5
23. Semen grout 30400 kg Lokal 152
24. Mortar plesteran 213440 zak Luar 1,067
25. Mortar pasangan bata ringan 48074 zak Luar 240
26. Mortar plesteran + aci beton 23762 zak Luar 119
27. Mortar acian dinding bata 32420 zak Luar 162
28. Kaca 348 bh Luar 7
29. Pipa SPAM Reg Km Luar
Sumber : Perhitungan Konsultan, 2020.
Kebutuhan beton siap pakai dengan volume ± 3.000 m3 akan disuplai dari batching Plant
yang beroperasi di luar lokasi proyek. Batching plant yang digunakan akan dipilih dari kegiatan
yang telah memiliki ijin operasi dan dokumen lingkungan.
Pengangkutan peralatan dam bahan material konstruksi dilakukan oleh masing-masing
perusahaan rekanan dengan alat angkut berupa dump truck dan jenis kendaraan lain sesuai untuk
kebutuhan pengangkutan, melalui jalan kandeapi dari Tinambung dengan jarak 0,5–9,5 km.
Potensi dampak yang timbul akibat mobilisasi peralatan dan material adalah terjadinya
peningkatan volume lalu lintas. Kondisi volume lalu lintas di jalan Alu–Tinambung adalah kondisi
volume lalu lintas dengan tingkat pelayanan B yang berarti arus lancar. Adanya peningkatan lalu
lintas akibat mobilisasi alat dan material akan menyebabkan perubahan tingkat pelayanan jalan
menjadi C. Kondisi ini berpotensi menimbulkan keresahan pada mayarakat. Mobilisasi dalam
pengangkutan Kebutuhan bahan bangunan berupa material pasir, kerikil, batu kali, batu bata
dan semen serta pipa
Di lokasi reservoir akan dibangun beberapa fasilitas penunjang seperti kantor operasional,
ruang pompa dan jalan akses. Standar teknis bangunan SPAM disajikan dalam lampiran 6.
Fungsi dari bangunan penangkap air adalah untuk menampung air sementara
sebelum dialirkan melalui pipa transmisi. Hal ini untuk menjamin kuantitas air bersih sesuai
dengan kebutuhan kota. Kelengkapan bangunan penyadap (intake) dengan bendung adalah
saringan sampah, inlet, bangunan sumur, bendung, pintu bilas.
Pembangunan intake dibangun di Sungai Matama, Instalasi Pengolahan Air (IPA)
dibangun di lahan dengan luas sekitar 4.125 m2 yang berjarak 12.910 m dari intake Sungai
Matama. Rencana peruntukan lahan tersebut adalah untuk penempatan bangunan intake,
penempatan pipa transmisi air baku, IPA dan bangunan penunjangnya. IPA terdiri dari
komponen pengolahan lengkap yaitu koagulasi dan flokulasi, sedimentasi, saringan pasir
cepat, dan clearwell untuk memberikan waktu kontak dengan diesinfektan, unit ini terletak
pada area dengan elevasi muka tanah 133,955 mdpl. Selain unit pengolahan, di lokasi IPA
juga akan dibangun berbagai fasilitas penunjang seperti di dalam gambar 2.11 dan tabel 2.7.
Bagian utama dari Unit Produksi adalah Instalasi Pengolahan Air (IPA) atau biasa
disebut Water Treatment Plan/WTP). Instalasi Pengolahan Air (IPA) adalah suatu unit yang
dapat mengolah air baku melalui proses fisika dan/atau kimia, dan/atau biologi tertentu
sehingga menghasilkan air minum (SNI 7830-2012).
Air olahan IPA yang ditampung di reservoir akan dialirkan melalui pipa jaringan
distribusi utama ke masing-masing offtake di daerah pelayanan. Bentuk offtake daerah
pelayanan berupa reservoir yang dilengkapi dengan water meter. Penggunaan reservoir pada
offtake untuk memudahkan control tekanan air dari offtake ke daerah pelayanan.
Bangunan IPA berupa unit instalasi pengolahan air yang terbuat dari beton (SNI
7830-2012). Konstruksi beton bertulang untuk bangunan air mengikuti pedoman SNI 03-2914-
1992 tentang Spesifikasi Beton Bertulang Kedap Air.
Pemilihan jenis konstruksi beton pada IPA yang dibangun pada SPAM Regional
Polewali Mandar - Majene ini didasarkan pada beberapa pertimbangan berikut ini:
a. Lokasi wilayah perencanaan adalah daerah bencana gempa bumi, sehingga dengan
IPA Beton yang dirancang dengan konstruksi pondasi anti gempa diharapkan umur
teknis IPA akan lebih lama
b. Kandungan local seperti bebatuan dan material pasir tersedia cukup di lokasi
c. Lahan yang dibutuhkan untuk pembangunan IPA Beton tersedia
d. Akses pelaksanaan konstruksi ke lokasi proyek memungkinkan
Penambahan komponen pra pengolahan seperti prasedimentasi dan sedimen trap
adalah karena kondisi air baku Matama yang banyak mengandung sedimen lumpur dan pasir.
Sedangkan komponen aerator (aerasi cascade) juga perlu dilengkapi pada unit pra
pengolahan sebelum air baku masuk ke dalam IPA ini karena tingginya angka BOD pada hasil
uji kualitas air baku baik pada musim kemarau maupun pada musim hujan. Kontak air baku
dengan udara (Oksigen bebas) diharapkan akan menurunkan angka BOD air baku tersebut.
Bangunan prasedimentasi merupakan bangunan pertama dalam sistem instalasi
pengolahan air bersih untuk menangani kekeruhan. Bangunan ini berfungsi sebagai tempat
proses pengendapan partikel diskrit seperti pasir, lempung, dan zat-zat padat lainnya yang
bisa mengendap secara gravitasi. Prasedimentasi bisa juga disebut sebagai plain
sedimentation karena prosesnya bergantung dari gravitasi dan tidak termasuk koagulasi dan
flokulasi. Oleh karena itu prasedimentasi merupakan proses pengendapan grit secara
gravitasi sederhana tanpa penambahan bahan kimia koagulan. Tipe ini biasanya diletakkan
di reservoir, grit basin, debris dam, atau perangkap pasir pada awal proses pengolahan,
Kegunaan proses prasedimentasi adalah untuk melindungi peralatan mekanis bergerak dan
mencegah akumulasi grit pada jalur transmisi air baku dan proses pengolahan.
Flokulasi dan koagulasi merupakan tempat dimana proses penambahan zat kimia
pembentuk flok atau koagulan kedalam air baku, sehingga bercampur dengan koloid yang
tidak dapat mengendap serta suspensi yang sulit untuk mengendap sehingga terbentuk flok-
flok yang cepat mengendap. Pada koagulasi, terjadi penambahan koagulan dan
pencampuran pada saat memberi kesempatan pada koagulan untuk bercampur dengan air
baku. Segera setelah pengadukan cepat, air dialirkan ke proses flokulasi, dimana terbentuk
flok-flok yang lebih besar pada pengadukan lambat.
Pengadukan tidak boleh terlalu cepat karena dapat mengakibatkan pecahnya flok
yang sudah terbentuk. Pada proses koagulasi tidak boleh terjadi pengendapan, partikel/flok
yang terbentuk akan diendapkan di bak sedimentasi.
Fungsi proses ini adalah jumlah partikel koloid tersuspensi yang sulit mengendap
sehingga mengurangi beban untuk proses selanjutnya (sedimentasi, filtrasi pasir cepat). Jika
partikel-partikel yang tergantung sulit untuk di endapkan, dapat juga dilakukan penambahan
kekeruhan seperti penambahan claya, sehingga partikelpartikel yang sulit mengendap
diharapkan dapat ikut mengendap bersama dengan partikel hasil penambahan tersebut.
Prinsip flokulasi dan koagulasi kimiawi adalah destabilisasi dan pengikatan partikel-partikel
koloid secara bersama-sama. Proses ini juga menyangkut pembentukkan flok-flok yang
mengadsorp dan menangkap atau mengikat partikel koloid di dalam air. Selain itu terbentuk
flok-flok yang lebih besar sehingga mudah diendapkan dan disaring.
Filtrasi adalah unit yang berfungsi untuk menyaring flok-flok yang tidak dapat
diendapkan di unit sedimentasi, terutama yang berat jenisnya lebih kecil dari berat jenis air.
Proses pemisahan zat padat dari cairan yang ada pada cairan lain yang diolah media proses,
untuk menghitung partikel-partikel yang sangat halus, flok-flok dari zat tersuspensi dan
mikroorganisme.
Pada proses ini terjadi penahan partikel diantara dua media (bagian porinya) atau
diatas permukaan media yaitu partikel yang mempunyai diameter lebih besar dari pori-pori.
Sedangkan flok-flok atau partikel yang mempunyai diameter lebih besar dari pori-pori.
Sedangkan flok-flok atau partikel yang memiliki diameter lebih kecil akan mengendap dan
menempel di butiran media.Setelah melalui filter diharapkan kekeruhan dapat lebih kecil dari
1 NTU
Reservoir dalam Instalasi Pengolahan Air (IPA) berfungsi sebagai tempat
penampungan sementara air bersih hasil olahan sebelum didistribusikan melalui pipa jaringan
distribusi utama ke masing-masing offtake daerah pelayanan.
Untuk distribusi air ke offtake Tinambung (360 m3) yang melayani daerah pelayanan
Kabupaten Polewali Mandar, melalui tapping pipa jaringan distribusi utama ke reservoir
Tinambung. Untuk distribusi air ke offtake Parang-parang (950 m3) yang melayani daerah
pelayanan Kabupaten Majene, melalui tapping pipa jaringan distribusi utama ke reservoir
Parang-parang.
Katup (valve), berfungsi untuk membuka dan menutup aliran air dalam pipa dan dipasang
pada:
a) Lokasi ujung pipa tempat aliran air masuk atau aliran air keluar;
b) Setiap percabangan;
c) Pipa outlet pompa;
Tipe katup yang dapat dipakai pada jaringan pipa transmisi adalah gate valve; pipa
peguras (wash out/blow off), dipasang pada tempat-tempat yang relatif rendah sepanjang jalur
pipa, ujung jalur pipa yang mendatar dan menurun dan titik awal jembatan;
Potensi dampak dari kegiatan pemasangan pipa adalah peningkatan kandungan debu udara,
peningkatan kebisingan, peningkatan limbah B3, penurunan estetika, dan gangguan lalu
lintas.
Peningkatan konsentrasi kadar debu pada saat penggalian tanah disebabkan oleh
penggunaan alat berat yaitu excavator untuk menggali tanah, drilling machine untuk
memotong lapisan aspal badan jalan, forklift untuk mengangkat pipa dan ballast untuk
meratakan dan memadatkan jalan setelah penanaman pipa.
Penggunaan alat-alat berat tersebut akan menimbulkan kebisingan, sedangkan
tanah hasil galiannya akan menyebabkan tumpukan-tumpukan tanah di sepanjang galian
yang dapat menyebabkan peningkatan kandungan debu di udara. Peningkatan konsentrasi
debu di udara dan terjadinya tumpukan-tumpukan tanah tersebut yang terjadi pada rumija
atau badan jalan ini akan menyebabkan terjadinya penurunan nilai estetika.
Limbah B3 ditimbulkan oleh kegiatan perawatan alat berat yang akan menghasilkan
antara lain minyak pelumas bekas, kain majun terkontaminasi minyak pelumas, filter bekas
dan accu bekas. Berapapun jumlahnya, limbah B3 ini sesuai dengan peraturan perundangan
yang berlaku perlu dilakukan pengelolaan secara khusus.
Pada tahap operasi terdiri dari : Pengambilan Air Baku, Pengoperasian IPA dan
Penyaluran Air Minum.
sedimentasi dimana terjadi proses pemisahan partikel tersuspensi dari cairan dengan
menggunakan pengendapan secara gravitasi. Selanjutnya air mengalir ke unit filtrasi dimana
terjadi proses pemisahan padatan dari air dengan melewatkan air tersebut melalui media
berpori untuk menyisihkan partikel tersuspensi.Unit filtrasi ini berupa saringan pasir cepat. Air
yang telah terolah selanjutnya dibubuhkan desinfektan dan selanjutnya dipompa menuju
reservoir.
Flok yang terendap pada unit sedimentasi selanjutnya diolah pada unit IPAL atau
pengolahan lumpur. Tujuan pengolahan lumpur adalah untuk mereduksi jumlah lumpur padat
yang dihasilkan dari proses IPA yang selanjutnya harus dipisahkan atau dibuang dengan
mengurangi kandungan air yang masih dapat di daur ulang dalam proses pengolahan.
Proses pengolahan lumpur dilakukan dengan cara mekanis dengan decanter
centrifuge. Decanter centrifuge adalah alat pengolah lumpur berbentuk tabung yang
memisahkan cairan dan padatan dengan menggunalkan prinsip sentrifugal. Selanjutnya
lumpur tersebut diolah di dalam decanter hingga menjadi cake (lumpur yang sudah berkurang
kadar airnya) dan supernatan (air hasil olahan lumpur). Cake selanjutnya diangkut ke
pembuangan akhir sementara supernatan diresirkulasi ke dalam unit produksi.
Pengolahan air tersebut menggunakan bahan kimia berupa poly aluminium chloride
(PAC) sebagai koagulan pada unit koagulasi dan gas chlor sebagai desinfektan, serta bahan
kimia lainnya. Kualitasrinking wateringr air minum yang dihasilkan memenuhi standar kualitas
air minum sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan No,492 tahun 2010 tentang
Persyaratan Kualitas Air Minum dan WHO Guidelines for Drinking Water Quality Air Edition
2017 (Khusus untuk empat parameter, yaitu Kekeruhan ≤ 0,5 NTU, pH 7,5-8,5, Kesadahan ≤
178 mg/l CaCO3 dan Nitrit ≤ 3 mg,l).
Kualitas air minum yang didistribusikan memenuhi standar kualitas air minnum sesuai
dengan Peraturan Menteri Kesehatan No,492 tahun 2010 tentang Persyaratan Kualitas Air
Minum dan WHO Guidelines for Drinking Water Quality Air Edition 2017 (Khusus untuk empat
parameter, yaitu Kekeruhan ≤ 0,5 NTU, pH 7,5-8,5, Kesadahan ≤ 178 mg/l CaCO3 dan Nitrit
≤ 3 mg,l). Wilayah pelayanan atau penyaluran air minum yang dilakukan secara gravitasi
dengan debit 90 lpd meliputi Kecamatan Limboro, Kecamatan Tinambung, Kecamatan
Banggae Timur dan Kecamatan Banggae.
Berdasarkan Jenis kegiatan Bidang Pekerjaan Umum bagian Jaringan air bersih di kota
besar/metropolitan: maka pembangunan jaringan transmisi dengan panjang > 40 km diwajibkan
menyusun AMDAL.
Rencana Pembangunan Sistem Penyelengaraan Air Minum (SPAM) Polewali Mandar-
Majene sebagian berada dalam hutan lindung di sepanjang Sungai Matama dari desa Puppuuring
hingga desa Pao-pao, Kecamatan Alu, Kabupaten Polewali Mandar. Sebagian melalui
pemukiman di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene.
Lokasi Sistem Penyelengaraan Air Minum (SPAM) Polewali Mandar-Majene sesuai
dengan peruntukan dalam RTRW Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene ini hanya
dikaji dampak dari rencana kegiatan pada area yang direncanakan.
3.1.1. Iklim
Pengetahuan tentang kondisi iklim sangat diperlukan dalam melakukan analisis dan
perkiraan dampak lingkungan akibat suatu usaha dan/atau kegiatan. kondisi iklim sangat
berpengaruh terhadap intensitas dan luas persebaran dampak pencemaran akibat
pelaksanaan suatu usaha dan/atau kegiatan. Beberapa parameter iklim diantaranya adalah
curah hujan, temperatur udara serta arah dan kecepatan angin dibutuhkan untuk analisis
potensi aliran permukaan, banjir, pencemaran air dan pencemaran udara akibat
pelaksanaan suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan.
Secara umum daerah studi termasuk daerah beriklim tropis (panas dan lembab)
yang memiliki 2 (dua) musim, yaitu musim kemarau dan musim hujan. Musim kemarau dan
musim hujan ditandai dengan sedikit banyaknya hari hujan dan volume curah hujan. Tipe
iklim tropis memiliki curah hujan yang tinggi dan terjadi kurang lebih 6 (enam) bulan dalam
setahun. Keadaan iklim yang dikaji adalah berdasarkan data yang bersumber dari Stasiun
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) terdekat, yaitu Stasiun meteorologi
Majene periode tahun 2011-2019.
2012 35 38 21 30 18 28 28 5 5 14 27 68 317
Tahun Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des CH Tahunan
2013 332 120 111 128 109 79 161 101 120 61 143 177 1642
2016 168 119 65 320 159 215 109 2 50 249 110 142 1708
2017 120 100 120 137 144 54 84 40 96 216 238 466 1815
Rata-rata curah hujan bulanan tertinggi dari tahun 2011 hingga 2019 terjadi pada
tahun 2017 sebesar 151 mm, sedangkan yang terendah pada tahun 2012 hanya 26 mm. Dari
rata-rata curah hujan bulanan yang terjadi dalam 9 tahun, termasuk dalam kategori rendah
hingga menengah (range rendah hingga menengah antara 0 – 300 mm/bulan). Melihat curah
hujan di Kabupaten Majene (Stasiun Meteorologi Majene), dari tahun 2011 sampai dengan
2019, hanya 4 tahun Kabupaten Majene mengalami hujan dalam kategori menengah, sisanya
5 tahun termasuk kategori rendah.
160 151
142
137
140 127
120
95
100 85
80 74 73
60
40 26
20
0
2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Stasiun Meteorologi Majene, menunjukan curah hujan tahunan di sekitar kabupaten Majene
dibawah 2,000 mm/tahun. Kondisi ini menunjukan bahwa terjadinya ketidak stabilan curah
hujan, yang ditandai dengan rendahnya curah hujan di Kabupaten Majene khususnya di tahun
2011, 2012 dan 2019 yang berada di bawah 100 mm/tahun yang termasuk dalam kategori
curah hujan rendah. Sementara di Kabuapten Polewali Mandar dari tahun 2003 sampai 2016
memiliki curah hujan dalam kategori menengah, dengan volume curah hujan tahunan yang
cukup stabil.
3.500
3.000
Karakteristik Curah Hujan
Tahunan Iklim Hutan Tropis
2.500
2.000
1.500
1.000
500
0
2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Curah hujan sangat mempengaruhi ketersediaan air permukaan dan air tanah,
dengan rendahnya curah hujan yang ada dan kerusakan hutan atau tutupan lahan hijau,
menyebabkan tanah tidak dapat menyimpan air secara baik.
Berdasarkan laporan dari Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika Kabupaten
Majene pada tahun 2017 suhu udara di Sulawesi Barat berkisar antara 24,6 °C hingga 31,7
°C dengan rata-rata suhu udara sekitar 27,8 °C, Sedangkan kelembapan udara dalam
setahun berkisar antara 68 persen sampai dengan 89 persen.
Januari 27,4 26,9 27,5 27,2 27,2 27,5 28,5 27,7 27,7 27,8
Pebruari 27,9 27,0 27,1 27,5 27,7 27,8 28,2 28,3 27,2 27,8
Maret 28,0 27,2 27,5 27,8 28,0 27,6 28,7 27,9 27,6 28,1
April 28,3 27,2 27,8 27,8 27,9 28,0 28,3 28,0 27,9 28,3
Mei 28,2 28,0 27,5 27,6 28,0 27,2 28,3 27,7 28,4 28,3
Juni 27,4 27,3 26,7 27,7 27,6 26,7 27,5 27,3 27,6 27,5
Juli 27,3 27,4 26,7 26,8 27,1 27,1 27,9 27,6 27,5 27,2
Agustus 27,1 27,6 27,2 27,1 27,3 27,2 28,1 27,7 28,0 27,4
September 27,1 28,2 27,7 27,6 27,8 27,0 28,4 28,1 28,4 28,1
Oktober 27,4 28,4 28,8 18,6 28,6 29,0 28,1 28,3 28,4 28,6
Nopember 27,5 27,8 28,6 27,7 28,6 29,1 28,2 27,9 28,3 28,8
Desember 27,1 27,2 27,9 27,5 28,4 28,4 28,2 27,3 27,6 28,9
Table 10. Rata-rata Kelembaban Udara (%) menurut bulan selama 10 tahun
Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Januari 78,2 82,0 79,6 78 80 79 81 77 77,0 79,7
Pebruari 80,9 79,0 82,1 80 78 79 82 74 81,0 80,4
Maret 80,8 79,8 79,1 80 80 81 79 78 79,0 78,1
April 79,6 80,8 79,6 81 81 81 82 80 80,0 80,1
Mei 83,3 78,1 80,9 82 82 77 83 83 80,0 80,9
Juni 83,8 79,2 81,9 83 83 67 83 82 80,0 81,7
Juli 82,8 78,1 80 82 81 78 80 78 77,0 75,9
Agustus 88,6 73,3 76,8 79 75 73 78 75 75,0 74,3
September 83,9 73,4 75 80 72 68 76 75 72,0 72,7
Oktober 82,4 79,0 75,7 79 71 70 79 78 77,0 76,1
Nopember 81,5 81,6 78 82 77 74 81 81 79,0 78,9
Desember 79,4 81,9 80 81 78 79 73 82 80,0 75,8
Table 11. Rata-rata Tekanan Udara (mb) menurut bulan selama 10 tahun
Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Bulan 2010 2011 2012 2013 2014 2015 2016 2017 2018 2019
Sistem Informasi Data Indeks Kerentanan terhadap Perubahan Iklim ini menyajikan
data dan informasi kerentanan dengan satuan unit desa di seluruh Indonesia. Saat ini SIDIK
memanfaatkan data sosial ekonomi, demografi, geografi, dan lingkungan infrastruktur dari
Pendataan Potensi Desa (PODES). Tujuannya adalah untuk menyajikan informasi
kerentanan perubahan iklim untuk mendukung kebijakan pembangunan oleh pemerintah
daerah dalam upaya perencanaan adaptasi serta pengurangan resiko dan dampak
perubahan iklim. Berdasarkan perhitungan kerentanan menggunakan SIDIK maka Kabupaten
Polewali Mandar secara keseluruhan termasuk kategori daerah yang cukup rentan, meskipun
saat ini berada pada kuadran tengah namun jika dampak perubahan iklim yang terjadi
semakin tinggi dan kemampuan adaptasi masyarakat tidak diperhatikan maka lokasi-lokasi
ini akan sangat rentan mengalami kerentanan terhadap perubahan iklim.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, temperatur (Suhu) air sungai pada ke enam
lokasi titik sampling dengan nilai sebesar 30,90, 29,00, 28,27, 29,45, 29,15, °C, dan air sumur
masyarakat Kecematan Banggae Kabupaten Majene 29,15 °C. Nilai dari air sungai Matama
masih memenuhi persyaratan Nilai Baku Mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor :
82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015
Table 15. Suhu Hasil Laboratorium
Hasil Pemeriksaan Air Sungai
Baku Dusun Petoos Desa
No Parameter Satuan Dusun Jembatan
Mutu Pusu ang Mombi
Rante Tinambun
Desa Kec. Kec.
Matama g
Pao-pao Alu Alu
A. FISIKA
deviasi
1 Temperatur oC 30,90 29,00 28,70 29,45 29,15
3
Gambaran mengenai kualitas udara ambien di sekitar lokasi rencana kegiatan dapat
diketahui dari hasil pengukuran kualitas udara yang diambil dilokasi pembangunan SPAM,
Kualitas udara di lokasi rencana pembangunan SPAM secara umum masih tergolong sangat
bagus, yang diindikasikan oleh parameter kualitas udara yang nilainya jauh dibawah ambang
batas baku mutu sesuai baku mutu yang ditetapkan dalam PP RI No 41 tahun 1999, Tentang
Baku Mutu Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup, sebagaimana tercantum pada Tabel 2.1.
Paramater TSP misalnya, hasil pengukuran di sekitar Rencana Intake nilai sekitar 14,2
µg/Nm3, JaringanTransmisi Rante Matama nilai sekitar 22,5 µg/Nm3, Rencana IPA Desa Alu
nilai sekitar 18,5 µg/Nm3, Rencana Offtake Desa Talolo nilai sekitar 20,0 µg/Nm3, Rencana
Offtake Parang-parang Galung nilai sekitar 15,0 µg/Nm3 dan Jaringan Pipa Tandung nilai
sekitar 21,0 µg/Nm3 , yang berarti jauh dibawah ambang batas baku mutu 230 µg/Nm3 . Dan
hasil pengukuran Kualitas Udara menunjukkan nilai pada table 17 berarti jauh dibawah nilai
ambang batas. Baku Matama, hasilnya ditunjukkan pada tabel 17.
Table 17.Kondisi Kualitas Udara Kebisingan di Sekitar Lokasi Studi
Hasil Pengujian Udara dan Kebisingan
Batas Jaringan Rencan Rencan
Maksim Rencan Jaringa
N Intake Transmis a a
Parameter Satuan um yang a IPA n Pipa
o i Offtake Offtake
Diperbol Desa Desa
ehkan Rante Desa Kel
Paopa Dea Alu Tandun
Matama Talolo Galung
o g
A. Fisika
1 Suhu Udara 0C (-) 35,8 32,4 32,4 35,5 30,9 34,2
3.1.3. Kebisingan
Berdasarkan tabel diatas, maka dapat dilihat untuk parameter Sulfur Dioksida (SO2)
merupakan senyawa hasil pembakaran dari sulfur (belerang). Sulfur Dioksida (SO2) adalah
senyawa yang mudah larut dalam air dan dalam pelarut organik, senyawa tersebut bersifat
non flamble (tak mudah terbakar) akan tetapi dengan air cepat bereaksi membentuk Asam
Sulfat (H2SO4) dan Asam Sulfit (H2SO3). Apabila konsentrasinya cukup tinggi di udara
atmosfir dapat menyebabkan hujan asam pada daerah sekitar polutan. Selanjutnya hujan
asam dapat mengakibatkan pemusnahan tumbuhan dan menimbulkan pencemaran tanah
dan air permukaan. Hasil pemeriksaan sulfur dioksida menunjukkan nilai pada sampel
sebesar : 17,4 µg/Nm3, 32,9 µg/Nm3, 21,5 µg/Nm3, 17,6 µg/Nm3, 16,8 µg/Nm3, 23,6
µg/Nm3 Nilai ini masih memenuhi persyaratan Nilai Baku Mutu berdasarkan PP RI Nomor :
41 Tahun 1999.
55,60, 34,800 mg/L sedangkan batas maksimun yang dibolehkan 25 mg/L, DO dengan hasil
uji laboratorium: 7,62, 7,58,7,46, 7,11 mg/L sedangkan batas maksimun yang dibolehkan 3
mg/L, Nitrat (NO3-) dengan hasil uji laboratorium untuk Petoosan dan jembatang Tinambung:
14,36, 13,30 mg/L sedangkan batas maksimun yang dibolehkan 10 mg/L, Seng (Zn) dengan
hasil uji laboratorium untuk Petoosan, Mombi dan jembatang Tinambung: 0,08, 0,09, 0,09
mg/L, sedangkan batas maksimun yang dibolehkan 0,05 mg/L.Peraturan Gubernur Sulawesi
Barat No 34 Tahun 2015 tentang Baku Mutu dan Kriteria Kerusakan Lingkungan Hidup,
sebagaimana pada Tabel 19.
Table 19. Hasil analisis laboratorium terhadap kualitas air Sungai Matama
Hasil Pemeriksaan Air Sungai
Baku Desa
No Parameter Satuan Dusun Dusun Petoosan Jembatan
Mutu Mombi
Pusu Desa Rante g Kec. Tinambun
Kec.
Pao-pao Matama Alu g
Alu
A. FISIKA
1 Temperatur oC deviasi 3 30,9 29 28,7 29,45 29,15
2 Residu Terlarut (TDS) mg/L 1000 21 82 90 92 92
Residu Tersuspensi
3 mg/L 50 8 10 10 14 18
(TSS)
4 Kekeruhan FTU (-) 61,5 121 1000 1000 1000
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
5 Warna (-) (-)
Berwana Berwana Berwana Berwana Berwana
Tidak Tidak Tidak Tidak Tidak
6 Bau (-) (-)
Berbau Berbau Berbau Berbau Berbau
B. KIMIA
7 pH 06-Sep 7,27 7,69 7,3 7,21 7,42
8 BOD5 mg/L 3 6,67 3,87 16,08 18,71 18,34
9 COD mg/L 25 190.333 12.00 34,333 55,6 34.800
10 DO mg/L 3 7,62 7,58 7,46 7,46 7,11
11 DLH µS/cm (-) 135,7 154,7 122,85 125,55 137,6
12 Nitrit (NO2) mg/L 0,06 0,0136 0,0148 0,0133 0,01202 0,0261
13 Sulfat (SO4) mg/L 400 93.671 876.076 672.722 120.759 144,43
14 Pospat (PO4) mg/L 0,2 0,0623 0,0636 0,1296 0,129 0,1636
15 Besi/ Iron (Fe) mg/L (-) 0,69 0,92 29,38 28,69 28,58
16 Kesadahan CaCO3 mg/L (-) 0,59 68,6 64,68 58,8 65,68
17 Mangan (Mn) mg/L (-) 0,98 0,24 0,24 0,09 0,09
18 Nilai Permanganat mg/L (-) 4,29 4,45 13,19 11,56 11,58
19 Seng (Zn) mg/L 0,05 0,02 0,03 0,08 0,09 0,09
20 Timbal (Pb) mg/L 0,03 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01
Amoniak/ Ammonia
21 mg/L (-) <0,05 <0,05 <0,05 0,15 0,58
as N
22 Arsen/ Arsenic (As) mg/L 1 <0.01 <0,01 0,01 0,01 0,01
23 Cadmiun (Cd) mg/L 0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01
24 Khromiun (Cr) mg/L (-) <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01
25 Cyanida (CN) mg/L 0,02 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01 <0,01
Dengan hasil analisis terhadap sampel air Sungai Matama sebagaimana tersaji pada
Tabel 2.1 di atas maka, dapat disimpulkan bahwa kualitas air sungai tersebut pada rona awal
masih tergolong sangat baik. Dimasa yang akan datang, diupayakan agar kualitas air ini tidak
akan terpengaruh oleh kegiatan kostruksi pembangunan IPA SPAM maupun tahap
operasionalnya
Gambaran mengenai kualitas air tanah di sekitar lokasi kegiatan diketahui dari hasil
analisis sampel air tanah yang diambil di lokasi sumur di sekitar lokasi proyek dengan
melakukan sampling dan analisa sampel air sumur yang diambil di pemukiman penduduk
(Masyarakat Majene kecamatan Banggae, Kabupaten Majene). Pengambilan sampel
dilakukan pada Tanggal 13 Januari 2021 pada kordinat S: 03o 20’ 23.,62” E: 118o 58’ 06.07"
Table 20. Hasil analisis laboratorium terhadap kualitas air sumue masyarakat Kec Banggae
Kabupaten Majene
Hasil Pengukuran Air Sumur
No Parameter Satuan Baku Mutu
Masyarakat Majene kec. Banggae
A. FISIKA
1 Temperatur oC deviasi 3 29,6
2 Residu Terlarut (TDS) mg/L 1000 96
3 Residu Tersuspensi (TSS) mg/L 50 16
4 Kekeruhan FTU (-) 0
Dari hasil analisa tersebut tidak terdapat parameter yang melebihi baku mutu
yang telah ditetapkan di dalam Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No. 35 Tahun 2015, .
Hal ini menunjukkan bahwa kualitas air tanah dalam keadaan baik.
c. pH
pH menunjukkan pada kadar asam basa dalam suatu larutan, melalui konsentrasi
ion hydrogen H+. Ion hydrogen merupakan faktor utama penentu besaran pH. Hasil analisis
pH sampel air sungai Matama menunjukkan nilai sebesar 7,27, 7,69, 7,30, 7,21, 7,42, dan
air sumur masyarakat Majene Kecematan Banggae 7,49. Nilai pH dari sampel air tersebut
masih memenuhi persyaratan Nilai Baku Mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor :
82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015
f. DO (Dissolved Oxygen)
Oksigen terlarut (Dissolved Oxygen) adalah jumlah oksigen terlarut dalam air. Hasil
analisa DO sampel sampel air sungai Matama menunjukkan nilai sebesar 7,62 mg/l, 7,58
mg/l, 7,46 mg/l, 7,48 mg/l, 7,11 mg/l dan 7,08 mg/l. Nilai tersebut diatas Nilai Baku Mutu
g. Nitrat (NO3- )
Nitrat merupakan senyawa toksin yang dapat mematikan organisma air. Di samping
itu nitrat dapat menyebabkan fungsi hemoglobin dalam transportasi oksigen terganggu
dimana hemoglobin akan diubah menjadi methemoglobin yang mempunyai kemampuan
yang rendah dalam mentranspor oksigen. Selain itu nitrit bersama dengan gugus amin dari
asam amino dapat membentuk nitrosoamin yang diduga kuat sebagai penyebab utama
penyakit kanker.
Dari hasil pemeriksaan nitrat pada sampel air sungai Matama menunjukkan nilai 2,48
mg/l, 1,93 mg/l, 14,36 mg/L, 8,68 mg/L, 13,30 mg/L dan air sumur masyarakat Majene
Kecematan Banggae 9,89 mg/l, nilai tersebut sudah ada melebhi Nilai Baku Mutu
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur
Sulawesi Barat no 34 Tahun 2015, namun dalam penyediaan air baku rencana
pembangunan SPAM dan di rencana Bendung dilokasi Dusun Pusu Desa PaoPao
Kecematan Alu jauh dibawah baku mutu 2,48 mg/L, sedangkan batas maksimun Baku Mutu
10 mg/L.
h. Nitrit (NO2−)
Nitrit adalah merupakan zat nutrisi yang dibutuhkan oleh tumbuhan untuk dapat
tumbuh dan berkembang, sementara nitri merupakan senyawa toksin yang dapat mematikan
organisma air. Dari hasil pemeriksaan nitrit pada sampel air sungai Matama menunjukkan
nilai 0,0136 mg/l, 0,0148 mg/l, 0,0133 mg/l, 0,0102 mg/l, 0,0261 mg/l, dan air sumur
masyarakat Majene Kecematan Banggae 0,0325 mg/l. Nilai nitrit tersebut masih memenuhi
persyaratan Nilai Baku Mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan
Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
i. Arsen (As)
Dari hasil analisis laboratorium pada sampel air sungai, maka nilai Arsen masing-
masing yang diperoleh sebesar <0,01 mg/l, <0,01 mg/L, 0,01 mg/L, 0,01 mg/L dan air sumur
masyarakat Majene Kecematan Banggae 0,1 mg/L. Nilai tersebut dibawah standar Nilai Baku
Mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur
Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
j. Selenium (Se)
Berdasarkan hasil analisis sampel air sungai, nilai Selenium ketiga titik sampel air
sungai menunjukkan nilai sebesar <0,01 mg/l, dan air sumur masyarakat Majene Kecematan
Banggae <0,01 mg/L memenuhi persyaratan Nilai tersebut dibawah standar Baku Mutu 0,05
mg/L berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur
Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
k. Kadmium (Cd)
Kadmium merupakan salah satu jenis logam berat yang berbahaya karena elemen
ini beresiko tinggi terhadap pembuluh darah. Kadmium berpengaruh terhadap manusia
dalam jangka waktu panjang dan dapat terakumulasi pada tubuh khususnya hati dan ginjal.
Secara prinsipil pada konsentrasi rendah berefek terhadap gangguan pada paru-paru,
emphysema dan renal turbular disease yang kronis.
Nilai cadmium sampel air sungai tiga titik sebesar <0,01 mg/l. Nilai tersebut
memenuhi persyaratan nilai baku mutu 0,01 mg/L berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor
: 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
l. Chrom (Cr6+)
Parameter kimia yang menunjukkan konsentrasi ion khrom ber-valensi 6 (Cr6+) di
dalam air. Khrom adalah jenis logam transisi, bersifat keras, berwarna abu gelap dan
mengkilap sehingga sering dipakai sebagai bahan pelapis. Dibandingkan khrom valensi -3,
Cr6+ bersifat tidak stabil dan sangat beracun. Khrom dapat berasal dari rokok, udara, industri
pelapisan logam, dan cat. Debu khrom bervalensi 6 dapat menyebabkan kanker paru-paru
dan gangguan ginjal.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium, nilai khrom pada ketiga sampel adalah
<0,01 mg/l yang memenuhi persyaratan nilai baku mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah
Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
m. Besi (Fe)
Besi dalam air berbentuk ion bervalensi dua (Fe2+) dan bervalensi tiga (Fe3+).
Dinyatakan pula bahwa besi dalam air adalah bersumber dari dalam tanah sendiri di samping
dapat pula berasal dari sumber lain, diantaranya dari larutnya pipa besi, reservoir air dari besi
atau endapan–endapan buangan industry. Nilai Fe pada sampel air sungai sebesar Matama
0,69 mg/l, 0,92 mg/L, 29,38 mg/L, 28 mg/L, 28,58 mg/L dan air sumur masyarakat Majene
Kecematan Banggae 0,19 mg/L Nilai ini memenuhi persyaratan nilai baku mutu berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No
34 Tahun 2015
n. Sulfat (SO4)
Dari hasil pemeriksaan sampel air sungai, nilai sulfat ketenam sampel air
menunjukkan nilai sebesar 9,3671 mg/l, 87,6076 mg/L, 86,2722 mg/L, 12,0759 mg/L, 14,443
mg/L dan air sumur masyarakat Majene Kecematan Banggae 18,8734 mg/L memenuhi
standar Nilai Baku Mutu 400 mg/L berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun
2001 dan Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
o. Timbal (Pb)
Timbal merupakan unsur logam berwarna abu-abu kebiruan dengan rapatan yang
tinggi. Logam timbal dan persenyawaannya dapat berada di dalam badan perairan secara
alamiah dan sebagai dampak dari aktifitas manusia. Secara alamiah, Pb dapat masuk dalam
perairan melalui pengkristalan Pb di udara dengan bantuan air hujan. Pb yang masuk ke
dalam badan perairan sebagai dampak dari aktifitas kehidupan manusia berbagai macam
bentuk di antaranya adalah air buangan (limbah) dari industri yang berkaitan dengan Pb, air
buangan dari pertambangan biji timah hitam dan buangan sisa industri baterai. Buangan-
buangan tersebut akan jatuh pada jalur-jalur perairan seperti anak sungai untuk kemudian
akan dibawa terus menuju lautan. Umumnya jalur buangan dari bahan sisa perindustrian
yang menggunakan Pb akan merusak tata lingkungan perairan yang dimasukinya (Palar,
1994).
Berdasarkan analisis sampel air sungai nilai Timbal masing-masing pada sampel air
sungai yang diperiksa sebesar <0,01 mg/l, dan masih memenuhi standar baku mutu 0,03
mg/L berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur
Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
p. Raksa (Hg)
Dari hasil analisis laboratorium pada sampel air sungai, maka nilai Raksa di enam
titik yang diperoleh sebesar 0,0010 mg/l, <0,0005 mg/l, 0,0012 mg/L, <0,0005 mg/L, <0,0005
mg/L dan air sumur masyarakat Majene Kecematan Banggae 0,0027 mg/l. Nilai tersebut
dibawah standar Nilai Baku Mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001
dan Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
q. Seng (Zn)
Seng (Zn) merupakan mineral mikro yang diperlukan untuk pertumbuhan, penambah
nafsu makan dan penyembuhan luka, asupan seng yang berlebih dapat menyebabkan mual,
muntah, sakit kepala, dan nyeri abdomen.
Hasil pemeriksaan laboratorium pada sampel air sungai Matama menunjukkan nilai
Zn sebesar 0,02 mg/l, 0,03 mg/l, 0,08 mg/L, 0,09 mg/L, 0,09 mg/L dan air sumur masyarakat
Majene Kecematan Banggae 0,04 mg/l. Nilai tersebut diatas Nilai Baku Mutu 0,05 mg/L
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor: 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur
Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
r. Khlorida (Cl)
Klorida adalah ion dari atom unsur Clorin. Klorin sendiri adalah atom dengan muatan
ion negatif yang mudah berikatan dengan unsur lain dengan pelepasan ion klorida
membentuk berbagai ikatan senyawa seperti potasium klorida atau sodium klorida (garam)
misalnya.
Berdasarkan hasil analisis laboratorium pada pemeriksaan sampel air sungai, maka
nilai khlorida air sungai Matama tersebut <0,001 mg/l dan air sumur masyarakat Majene
Kecematan Banggae <0,001 mg/l. Nilai masih memenuhi Nilai Baku Mutu berdasarkan
Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur Sulawesi Bara t No
34Tahun 2015.
t. Senyawa Fenol
Berdasarkan hasil analisis laboratorium pada pemeriksaan sampel air sungai, maka
nilai Fenol air sungai ke enam titik sampel tersebut sebesar <0,1 mg/l dan air sumur
masyarakat Majene Kecematan Banggae <0,1 mg/L. Nilai masih memenuhi Nilai Baku Mutu
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur
Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
w. MPN Coliform
Kandungan mikrobiologi total coliform pada sampel air sungai yang terdeteksi pada
keenam titik sampling air sungai adalah 1,031, 3,255, 57,940, 198,63, 81,64 MPNI/100ml dan
air sumur masyarakat Majene Kecematan Banggae 10,800 MPNI/100ml. Nilai tersebut sudah
diatas Nilai Baku Mutu berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan
Peraturan Gubernur Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015.
x. MPN E.Coli
Kandungan mikrobiologi facel coliform pada sampel air sungai yang terdeteksi
keenam sampel adalah 20`, 52, 410, 2,280, 520 MPNI/100ml dan air sumur masyarakat
Majene Kecematan Banggae 200 MPNI/100 ml. Nilai tersebut sudah diatas Nilai Baku Mutu
berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor : 82 Tahun 2001 dan Peraturan Gubernur
Sulawesi Barat No 34 Tahun 2015
Dari hasil analisis terhadap sampel air sungai Matama Desa Paopao kecematan Alu
Kabupaten Polewali Mandar dan air sumur masyarakat di kecematan Banggae Kabupaten
Majene sebagaimana tersaji pada Tabel 2.3 dan table 2.4 di atas maka, dapat disimpulkan
bahwa kualitas air tanah tersebut pada rona awal secara umum masih tergolong
baik,meskipun beberapa parameter diantaranya, melebihi baku mutu. Parameter yang
melebihi baku mutu tersebut adaah Total Colifrm dan Fecal Coliform serta BOD, COD, DO,
TSS dan beberapa Logam dan Kimia Organik adalah Salah satu penyebab dari tingginya
parameater ini adalah digunakannya tubuh air sebagai tempat membuang tinja, mencuci dan
membuang limbah pertanian bagi sebagian penduduk. Dimasa yang akan datang,
diupayakan agar kualitas air ini tetap terjaga kemudian tidak terpengaruh oleh kegiatan yang
dilakukan di Kecamatan Alu pada umumnya, baik pencemaran dari kegiatan konstruksi
maupun berbagai tahap operasional yang dilakukan khususnya di Desa Paopao, Desa Alu,
Desa Talolo, Tandung dan Tinambung serta air sumur masyarakat Kecematan Banggae
kabupaten majene agar selalu berjalan baik.
3.1.6. Geologi
Berdasarkan Peta geologi diatas, terlihat Batuan jenis Gunungapi Talaya mendo-
minasi di Kabupaten Polewali Mandar dengan persentase dari total luas Kabupaten 34,89 %
atau luasan mencapai 72.425,42 ha. Selain itu terdapat juga garis patahan/sesar yang berada
sebalah barat Kabupaten Polewali Mandar kondisi ini perlu diwaspadai mengingat bahwa
adanya aktifitas geologi berupa gerakan-gerakan tanah yang dapat terjadi kapan saja, dan
menjadi pemicu terjadinya bencana alam seperti tanah longsor terutama yang bertempat
tinggal di areal sekitaran sesar.
Table 21. Formasi Geologi Kabupaten Polewali Mandar
No Jenis Batuan Luas (Ha) Luas (%)
1. Aliran Lava 305,26 0,15
2. Batuan Gunungapi Talaya i 72.425,42 34,89
3. Batuan Terobosan 15.215,97 7,33
4. Batupasir 29.193,05 14,06
5. Batu pasir bersusunan Andesit 2.429,93 1,17
6. Endapan Permukaan Tak Bernama 37.341,81 17,99
7. Formasi Latimojong 4.806,61 2,32
8. Konglomerat Takbernama 0,09 0,000041
9. Napal 45.317,79 21,83
10. Napal Tufaan 555,8 0,27
207.591,73 100
Sumber Revisi RTRW Kabupaten Polewali Mandar, 2019.
Tidak mempunyai batas hidrogeologis yang dikontrol oleh kondisi geologis dan/atau
kondisi hidraulik air tanah.
Tidak mempunyai daerah imbuhan dan daerah lepasan air tanah dalam satu sistem
pembentukan air tanah.
Tidak memiliki satu kesatuan sistem akuifer.
3.1.7. Topografi
Kondisi Topografi yang berada di Kabupaten Polewali Mandar sebagian besar dari
luas wilayahnya memiliki topografi yang berbukit seluas 36.462,54 ha dengan persentase
luasan 49,45 %,sedangkan yang memiliki kondisi topografi landai dengan luas hanya
10.229,57 ha atau persentase dari total luas wilayah Kabupaten Polewali Mandar hanya 4,93
%, dengan melihat kondisi ini perencanaan pembangunan di Kabupaten Polewali Mandar
Harus dilakukan dengan memperhatikan aspek lingkungan agar sumber daya alam yang
tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan.
Topografi wilayah Kabupaten Polewali Mandar sebagian besar atau 15-40 persen dari
luas wilayah memiliki topografi berbukit, >40 persen dari luas kabupaten memiliki topografi
bergunung, dan sisanya sekitar <2 persen dari luas kabupaten memiliki topografi datar,
dengan kelas lereng dominan antara 41-60 persen dan >60 persen (>78 persen dari luas
kabupaten). Dengan kondisi topografi seperti ini, maka pembangunan di Kabupaten Polewali
Mandar perlu dilaksanakan dengan ekstra hati-hati agar sumberdaya alam yang tersedia
dapat bermanfaat secara optimal dan berkelanjutan.
Dari sisi topografi, sebagian besar atau >41 persen dari luas Kabupaten Polewali
Mandar memiliki topografi berbukit, >39 persen dari luas kabupaten memiliki topografi
bergunung, dan sisanya sekitar 20 persen dari luas kabupaten memiliki topografi datar,
dengan kelas lereng dominan antara 5-15 persen dan 15-40 persen (>70% dari luas
kabupaten). Dengan kondisi topografi seperti ini, maka perencanaan pembangunan di
Kabupaten Polewali Mandar harus dilakukan dengan ekstra hati-hati agar sumberdaya alam
yang tersedia dapat dimanfaatkan secara optimal dan berkelanjutan. Untuk lebih jelasnya,
dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Table 22. Luas Penyebaran Kelas Topografi dan Kelas Lereng Kabupaten Polewali Mandar
No Topografi Kelas Lereng Luas (Ha) Persen (%)
1. Datar 0-2 36.462,54 17,56
2. Landai 2-5 10.229,57 4,93
3. Bergelombang 5-15 46.040,31 22,18
4. Berbukit 15-40 102.659,73 49,45
5. Bergunung > 40 12.199,59 5,88
207.591,74 100
Sumber Revisi RTRW Kabupaten Polewali Mandar, 2019.
Tanah di Kabupaten Polewali Mandar terbentuk dari bahan induk aluvium, marin,
batuan sedimen, dan volkan tua. Dari faktor-faktor pembentuk tanah, maka bahan induk dan
relief tampaknya paling dominan berpengaruh terhadap pembentukan tanah-tanah di
Kabupaten Polewali Mandar.
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan, tanah di Kabupaten Polewali Mandar dapat
diklasifikasikan menurut Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2003) ke dalam 4 ordo, yaitu:
Entisolls, Inceptisol dan Ultisols (Tabel berikut).
Table 23. Jenis Tanah di Kabupaten Polewali Mandar
Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2003)
FAO, 1988
Ordo Subordo Grup Subgrup
Entisols Aquents Halaquents Typic Halaquents Salic Fluvisols
Psammaquents Sodic Psammaquents Salic Fluvisols
Udipsamments Aquic Udipsamments Eutric Regosols
Typic Udipsamments Eutric Regosols
Fluvents Udifluvents Aquic Udifluvents Eutric Fluvisols
Orthents Udorthents Lithic Udorthents Lithic Leptosols
Inceptisols Aquents Halaquents Typic Halaquepts Gleyic Solonetz
Endoaquepts Typic Endoaquepts Eutric Gleysols
Epiaquepts Aeric Epiaquepts Eutric Gleysols
Vertic Epiaquepts Eutric Gleysols
Typic Epiaquepts Eutric Gleysols
Udepts Eutrudepts Aquic Eutrudepts Gleyic Cambisols
Lithic Eutrudepts Eutric Cambisols
Typic Eutrudepts Eutric Cambisols
Dystrudepts Lithic Dystrudeps Dystric Cambisols
3.1.8.1 Entisols
Tanah yang tergolong dalam order ini mempunyai profil yang belum berkembang,
susunan horisonnya adalah A-C atau A-C-R. Terbentuk dari bahan induk batuan volkan dan
batuan sediment termalihkan ataupun bahan endapan sungai resen.
Umumnya tanah-tanah Entisols yang ditemukan berwarna coklat tua, tanahnya dangkal,
drainase baik, teksturnya halus sampai kasar, konsistensi tidak lekat, pH tanah berkisar
antara 4,5 sampai 5,5 dan diklasifikasikan ke dalam Lithic Udorthents. Sedangkan yang
berada di dataran alluvial dengan tekstur kasar, pH 6-7 diklasifikasikan sebagai Aquic
Udifluvents, Aquic Udipsamments, dan Typic Udipsamments. Selanjutnya untuk tanah
Entisols yang berada di dataran pasang surut dengan rejim kelembaban tanah aquic serta
kandungan garamnya tinggi dikelompokan ke dalam Sodic Psammaquents dan Typic
Halaquents.
3.1.8.2 Inceptisols
Kelompok tanah ini mempunyai perkembangan profil dengan susunan horison A-Bw-
C atau ABg-C.Terbentuk dari bahan induk aluvio-koluvium, batuan sedimen, dan bahan
volkan bersifat intermedier sampai basis. Tanahnya yang berasal dari bahan aluvio-koluvium
dan fluvio-marin di dataran aluvial, teras sungai, dataran pantai, dan cekungan karst
umumnya mempunyai warna coklat kekelabuan dengan karatan di lapisan atas, dan warna
glei/kelabu di lapisan bawah, tanahnya dalam, drainasenya agak terhambat sampai
terhambat, tekstur halus sampai sedang, struktur masif, konsistensi lekat, pH tanah 6,0
sampai 7,0. Tanah ini selanjutnya diklasifikasikan ke dalam Aeric Epiaquepts, Typic
Epiaquepts, Typic Endoaquepts, Aquic Eutrudepts, Typic Eutrudepts. Sedangkan tanah yang
mempunyai kandungan garam tinggi dimasukan kedalam Typic Halaquepts.
Pengelompokan selanjutnya untuk tanah-tanah yang berasal dari bahan volkan yakni
kedalaman tanah adalah dalam, warnanya coklat tua/gelap di lapisan atas, tekstur halus
sampai agak halus, struktur cukup baik, konsistensi gembur sampai teguh, maka tanah ini
diklasifikasikan ke dalam
Typic Dystrudepts, sedangkan tanah yang bersolum dangkal tanahnya
diklasifikasikan ke dalam Lithic Dystrudepts. Terakhir untuk kelompok tanah yang berbahan
volkan dengan pH 6-7 diklasifikasikan menjadi Typic Eutrudepts dan yang dangkal sebagai
Lithic Eutrudepts.
Kelompok tanah yang berbahan sedimen umumnya mempunyai kedalaman tanah
yang dalam, warnanya coklat tua/gelap di lapisan atas, tekstur umumnya halus sampai agak
halus, struktur cukup baik, konsistensinya gembur sampai teguh dan pH umumnya masam.
Tanah-tanah seperti ini selanjutnya diklasifikasikan menjadi Typic Dystrudepts, sedangkan
pada wilayah yang dipengaruhi oleh kondisi reduksi dan oksidasi maka dikelompokan ke
dalam Fluventic Dystrudepts, Aeric Epiaquepts dan Aquic Eutrudepts.
3.1.8.3 Mollisols
Tanah Mollsols di Kabupaten Polewali Mandar mempunyai perkembangan profil
dengan susunan horison A (mollic) C, atau R tanahnya dicirikan pula oleh adanya epipedon
mollic. Terbentuk dari bahan batuan sedimen (gamping). Tanahnya berwarna coklat sangat
tua sampai hitam, dalam, tekstur sedang sampai halus, struktur cukup baik, konsistensi
gembur sampai teguh, pH tanah netral sampai alkalis. Penyebaran tanah ini terdapat di
landform struktural. Tanah seperti ini selanjutnya diklasifikasikan ke dalam subgrup Lithic
Hapludolls.
3.1.8.4 Ultisols
Tanah Ultisols di Kabupaten Polewali Mandar mempunyai perkembangan profil
dengan susunan horison A-Bt-C, tanahnya dicirikan pula oleh adanya epipedon okrik dan
horison argilik. Terbentuk dari bahan volkan dan batuan sedimen masam. Tanahnya berwarna
coklat sangat tua sampai coklat tua, dalam, tekstur sedang sampai halus, struktur cukup baik,
konsistensi gembur sampai teguh, pH tanah masam sampai sedikit masam. Penyebaran
tanah ini terdapat di dataran dan perbukitan volkan serta pada landform struktural. Tanah
seperti ini selanjutnya diklasifikasikan ke dalam subgrup Typic Hapludults.
3.1.9 Hidrologi
Hidrologi merupakan pendeskripsian kondisi air mulai dari pergerakan, distribusi, dan
kualitas air yang ada dibumi sampai pada siklus air serta sumber daya air. Sedangkan
pengertian siklus air adalah sirkulasi air dari laut ke atmosfer lalu ke bumi dan kembali lagi ke
laut dan seterusnya. Air mempunyai wilayah dataran untuk menentukan pergerakan, dan
distribusinya yang disebut dengan Daerah Aliran Sungai (DAS). Daerah Aliran Sungai
diartikan suatu wilayah daratan yang secara topografik dibatasi oleh punggung-punggung
gunung yang menampung dan menyimpan air hujan untuk kemudian menyalurkannya ke laut
melalui sungai utama. Wilayah daratan tersebut dinamakan daerah tangkapan air (Catchment
Area) yang merupakan ekosistem dengan unsur utamanya terdiri atas sumberdaya alam
(tanah, air, dan vegetasi) dan sumberdaya manusia sebagai pemanfaat sumberdaya alam.
Kabupaten Polewali Mandar memiliki beberapa sungai yang merupakan sumber
kehidupan masyarakat. Sungai-sungai tersebut memiliki banyak fungsi salah satunya
menjangkau pengembangan berbagai keperluan, sungai memiliki multifungsi yang sangat
penting diantaranya sumber air minum, memenuhi kebutuhan industri dan pertanian bahkan
sebagai pusat pembangkit listrik tenaga air serta sebagai sarana hiburan/rekreasi air,
tentunya kegiatan ini akan terus dapat dilakukan secara berkelanjutan jika pengelolaan
daerah aliran sungai selalu mengkedepankan kelestarian lingkungan.
Kabupaten Polewali Mandar memiliki 41 DAS atau dengan artian terdapat 41 aliran
sungai (dilihat pada Tabel 5 dan Gambar 7). DAS Mapilli merupakan DAS terluas yang berada
wilayah Polewali Mandar dan letak hulu das tersebut terdapat di sebagian wilayah Kabupaten
Mamasa. Yang perlu di ketahui bahwa di dalam DAS Mapilli juga memiliki enam sub-sub DAS
yaitu: 1). Garasi 2) mahelaan 3). Maloso 4). Mambi 5). Mambu dan Masuni. Kondisi kesehatan
DAS pada umumnya sangat dipengaruhi bagaimana pola aktifitas masyarakat dalam
menggunakan lahan.
Table 24. Daerah Aliran Sungai di Kabupaten Polewali Mandar
Luas Luas
No Nama DAS No Nama DAS
(Ha) (%) (Ha) (%)
1. Barane 432,74 0.208 22. Pambussuang Barat 61,91 0.030
Luas Luas
No Nama DAS No Nama DAS
(Ha) (%) (Ha) (%)
11. Katiting 265,64 0.128 32. Rea Barat 161,7 0.078
12. Kunyi 11.848,63 5.708 33. Riso 33.128,26 15.958
13. Laliko 425,28 0.205 34. Sabangsubik 267,23 0.129
14. Lelating 129,43 0.062 35. Silopo 980,33 0.472
15. Lemo 860,94 0.415 36. Sulewatang 2.117,82 1.020
16. Mandar 44.621,61 21.495 37. Talo 221,88 0.107
17. Mapilli 95.988,53 46.239 38. Tammangalle 559,71 0.270
18. Mappu 127 0.061 39. Tammangalle Timur 341,84 0.165
19. Menyamba 1.367,95 0.659 40. Tangatanga 21,5 0.010
20. Mindalang 200,07 0.096 41. Tappina 64,93 0.031
21. Pabanglo 730,49 0.352
Sumber: Batas DAS 2018 (BPDAS Lariang Mamasa, KLHK)
Sementara wilayah Kabupaten Polewali Mandar dialiri oleh 2 sungai besar, yaitu
Sungai Mandar dan Sungai Maloso, serta beberapa sungai kecil yang bermuara ke dua
sungai tersebut. Sungai-sungai besar lainnya yaitu:
1. Sungai Paku;
2. Sungai Matakali;
3. Sungai Labasang;
4. Sungai Puppole; dan
5. Sungai Rea.
Di Sungai Maloso pada daerah Sekaseka telah dibangun bendung untuk keperluan
irigasi pertanian di Kecamatan Luyo, Mapili, Wonomulyo, Campalagian dan Matakali.
Sungai-sungai yang dimanfaatkan sebagai sumber air baku untuk keperluan air
minum oleh PDAM Kabupaten Polewali Mandar adalah Sungai Mandar, Sungai Maloso,
Sungai Riso, Sungai Kunyi, dan Sungai Paku. Pemanfaatan Sungai Paku selain untuk sumber
air baku PDAM, juga digunakan sebagai pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Bakaru yang
melayani Kabupaten Pinrang Provinsi Sulawesi Selatan.
Gambar 23. Peta Daerah Aliran Sungai (DAS) Kabupaten Polewali Mandar
Daerah Aliran Sungai Mandar berbentuk bulu yang memanjang dengan kelas
kelerengan yang tinggi sehingga puncak banjir atau time of konsentrasi relatif tinggi. Vegetasi
penutup lahan pada DAS Mandar bagian tengah ke hulu berupa hutan sekunder dengan
beberapa lokasi merupakan lahan terbuka/gundul sebagai akibat dari penebangan hutan legal
maupun ilegal serta penambangan liar perorangan atau terorganisir. Luas Daerah Aliran
Sungai kurang lebih 402,31 Km2 dengan panjang sungai utama 87,474 Km. Sungai Mandar
sendiri merupakan muara bagi 4 sungai lainnya yaitu Sungai Mambi, Sungai Umiding, Sungai
Matama dan Sungai Ayubasah.
Morfologi sungai Mandar
Morfologi sungai arah horisontal sangat bervariasi hulu sampai ke muara tergantung
kondisi morfologi vertikal dan kondisi tebing sungai. Bagian hulu rejim sungai relatif lurus dan
stabil, tebing sungai sebagian berupa perbukitan batuan kompak yang relatif aman terhadap
erosi tebing. Bagian tengah mulai terjadi meander ringan sampai berat sebagai akibat adanya
erosi tebing sungai. Bagian tengah merupakan daerah sangat aktif dimana rejim sungai
berpindah pindah sepanjang tahun membentuk mender berat dan delta dibeberapa tempat.
Bagian maura sungai relatif lebih stabil dan lurus. Aliran sungai di muara dipengaruhi oleh
pasang surut air laut.
Berdasarkan peta indeks rawan bencana yang diterbitkan oleh Badan Nasional
Penanggulangan Bencana (BNPB), menunjukan bahwa Kabupaten Majene memiliki indeks
kerawanan bencana yang tinggi, sementara Kabupaten Polewali Mandar memiliki indeks
kerawanan bencana sedang. Tingginya indeks kerawanan bencana, tidak terlepas kondisi
geologi Pulau Sulawesi yang merupakan hasil tumbukan tiga lempeng benua: Eurasia,
Australia, dan Pasifik, dan secara geografis berada pada seismik aktif Pacific Ring of Fire.
Berdasarkan kajian BNPB tahun 2018 bahwa sesar majene kembali aktif dan ini berpotensi
mengakibatkan gempa bumi. Potensi bencana alam ekstrem yang pernah terjadi diantaranya
banjir, banjir bandang, cuaca ekstrem, gelombang ektrem dan abrasi, gempa bumi, kekeri-
ngan, tanah longsor, dan tsunami. Salahsatu bencana yang sangat besar yang pernah terjadi
di Kabupaten Majene adalah rangkaian gempa yang terjadi di lepas pantai Majene pada
tanggal 23 februari tahun 1969 yang menimbulkan gelombang tsunami setinggi 10 meter,
bencana ini menewaskan sedikitnya 63 orang.
Dalam Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Majene 2011 - 2031, ditetapkan
kawasan rawan bencana di daerah pelayanan SPAM Regional adalah:
1. Kawasan rawan gelombang pasang di terdapat di:
a. Kecamatan Banggae Timur di Kelurahan Baurung dan Labuang; dan
b. Kecamatan Banggae di Kelurahan Pangali-Ali dan Totoli.
2. Kawasan rawan banjir terdapat di:
a. Kecamatan Banggae di Kelurahan Banggae; dan
b. Kecamatan Banggae Timur di Kelurahan Labuang dan Kelurahan Baurung.
3. Kawasan rawan bencana alam geologi:
a. Kawasan yang terletak di zona patahan aktif, melintang dari arah arah timur membentang
di sepanjang gunung majene mengarah kearah barat daya menuju ke Kabupaten
Mamuju dan sesar yang melintas di wilayah perairan Majene; dan
b. Kawasan rawan tsunami, terdapat di sepanjang pesisir pantai Kabupaten Majene.
Sedangkan kawasan rawan bencana Kabupaten Polewali Mandar di daerah pelayanan
SPAM Regional berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten Polewali Mandar
2012 -2032, sebagai berikut:
1. Kawasan rawan gempa bumi berdasarkan riwayat kegempaan erutama di wilayah
Kecamatan Mapilli, Campalagian, dan Balanipa:
2. kawasan rawan tsunami adalah kawasan pantai yang berada pada zona kerawanan
tinggi dengan daerah topografi yang landai dengan ketinggian < 10 meter diatas
permukaan laut terutama di daerah pesisir Kecamatan Kecamatan Mapilli, Campalagian,
dan Balanipa;
3. Kawasan rawan banjir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, meliputi wilayah
Kecamatan Campalagian, dan Mapilli.
3.2.1. Flora
Sebagian besar lahan pada lokasi rencana kegiatan terutama di sekitar lokasi intake,
Desa Pao-pao berupa hutan sekunder. Tipe vegetasi di lokasi tersebut didominasi oleh
areal hutan sekunder berupa semak belukar dan tanaman keras seperti durian,
damar/kemiri serta sebagian di wilayah sekitar permukiman terdapat area perkebunan
rakyat/pertanian berupa kebun kopi, cacao, jagung, pisang dan padi. Berdasarkan
habitatnya, jenis tumbuhan yang menyusun komunitas tumbuhan di lokasi ini terdiri atas
pohon, perdu, dan tumbuhan bawah.
Jenis-jenis tumbuhan budidaya yang ditemukan di sekitar pemukiman penduduk di
sekitar lokasi tapa proyek memiliki keanekaragaman relatif rendah karena sebagian besar
didominasi oleh vegetasi budidaya berupa kebun kopi, kakao, padi lading, jagung dan areal
semak-belukar, hal ini terlihat beranekaragamnya komposisi jenis tumbuhan yang ditanam
oleh masyarakat setempat. Namun, dalam pola budidaya petanian setempat, masyarakat
lokal pada umumnya selain mengusahakan kebun kakao dan kopi campuran juga
mengelola ladang dengan beraneka jenis tanaman, seperti pisang, tomat, kacang panjang
dan tanaman bududaya lainnya. serta beragam jenis tanaman buah-buahan (jambu, jeruk,
mangga, nangka, durian, rambutan, dan tanaman buah lainnya). Pola tanamnya
cenderung bervariasi walaupun jumlah individu setiap jenis sedikit. Pola penanaman ini
mengakibatkan keanekaragaman jenis tumbuhan relatif tinggi. Jenis tumbuhan yang
sering ditemukan adalah jenis buah-buahan dan tumbuhan pelindung.Tumbuhan hasil
budidaya penduduk setempat yang banyak dijumpai adalah jenis tumbuhan pada usaha
pertanian ladang seperti padi ladang, kacang tanah dan beberapa jenis tanaman sayuran.
Untuk jenis tanaman tahunan dapat dijumpai pada usaha perkebunan penduduk, dimana
jenis durian dan nangka banyak mendominasi jenis vegetasi budidaya di lokasi studi.
Dengan kecenderungan pembukaan lahan hutan (Hutan Produksi) untuk ladang dan
kebun masih cukup tinggi dapat mempengaruhi keseimbangan dan daya-dukung
ekosistem alami yang berperan penting sebagai penyangga sistem kehidupan bagi
kehidupan satwa liar dan penduduk lokal.
Pemanfaatan hasil hutan sebagai sumber penghidupan bagi masyarakat sudah
dilakukan semenjak dulu. Ketergantungan masyarakat terhadap hutan sangat besar.
Mereka hidup dari hasil mengumpulkan hasil hutan seperti kayu bakar, madu, aren,
bambu, rotan, membuka kebun coklat, kelapa dan kemiri di dalam hutan, memanfaatkan
tanaman obat-obatan dan mengambil pakan untuk ternak mereka serta memanfaatkan
sumber daya air untuk kebutuhan sehari-hari.
Pada tipe vegetasi ladang/kebun campuran umumnya ditanami dua komoditi utama
yaitu kakao dan kopi. Namun pada beberapa titik lokasi banyak juga yang menanam
kebunnya dengan tanaman buah-buahan seperti rambutan atau durian. Rincian tanaman
perkebuanan dan tanaman yang dibudidayakan lain disajikan pada Tabel berikut di bawah
ini.
Table 25. Jenis-jenis Tanaman Perkebuan dan Tanaman Lainnya yang di usahakan oleh
Masyarakat
No Jenis Suku Nama Indonesia
Gambar 28. Semak Belukar, Hutan Sekunder Lokasi Di Desa Pao-pao, Kecamatan
Alu
Seperti disinggung sebelumnya bahwa di lokasi banyak dijumpai lahan padi ladang
yang jenis padinya merupakan varietas lolal. Padi ladang lokal ditemukan pada dataran
rendah dan dataran tinggi. Pada dataran rendah ditemukan di dusun Takapa', desa
Lombong, kecamatan Malunda, kabupaten Majene pada posisi S:0709920 dan E:9667674
dan ketinggian 275 m dpl antara lain adalah: Padi Bulan, Padi Kulambu, Padi Lissuna,
Padi Rumbia, Padi Koba' dan Padi Tumbu'padang. Dari enam jenis padi ladang lokal yang
ditemukan, dua diantaranya merupakan padi beras merah, yaitu padi Lissuna dan
Tumbu'padang, satu janis padi beras hitam (padi Ko'ba), dan tiga jenis padi beras putih
(padi Bulan, Kulambu, Rumbia). Di dataran tinggi, padi ladang lokal banyak ditemukan di
kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju. Padi ladang lokal juga terdapat di
kabupaten Mamasa, namun belum sempat didata. Aksesi padi ladang lokal yang banyak
ditemukan di desa Ratte, kecamatan Tutar, Kabupaten Polewwali Mandar pada posisi
726672 LS dan 9642113 BT dan ketinggian 156 m dpl dan di dusun Tubbi, desa Tubbi,
kecamatan Tutar pada posisi 725840-726825 LS dan 9647869-9649058 BT dan
ketinggian 210-227 m dpl. Berdasarkan data yang diperoleh dari petugas lapang,
sebanyak kurang lebih 31 aksesi, dan dari 31 aksesi tersebut, ditemukan 2 aksesi beras
hitam, 14 aksesi beras merah, 13 aksesi merupakan beras pulut, 6 aksesi tergolong gabah
berbulu, dan 2 aksesi yang tergolong aromatik.
Deskripsi masing-masing jenis padi ladang lokal yang ditemukan di kecamatan
Malunda, kabupaten Majene adalah sebagai berikut:
1. Padi Bulan
Bentuk gabah: lonjong, besar dan bulu panjang
Warna gabah: kuning keputihan
Warna beras: putih
Panjang malai: 28cm
Jumlah gabah/malai: 168 butir
Berat 500 butir: 9,4 gr
Umur panen: 4 bulan
2. Padi Kulambu
Bentuk gabah: bulat telur, besar dan bulu panjang
Warna gabah: coklat kekuningan
Warna beras: putih
Panjang malai: 20cm
Jumlah gabah/malai: 65 butir
Berat 500 butir: 13,0 g
Umur panen: 4 bulan
3. Padi Lissuna
Bentuk gabah: bulat, besar dan bulu panjang
Warna gabah: coklat kehitaman
Warna beras bagian luar: merah
Warna beras bagian dalam: putih
Panjang malai: 20cm
Jumlah gabah/malai: 138 butir
Berat 500 butir: 12,6g
Umur panen: 4 bulan
4. Padi Rumbia
Bentuk gabah: agak bulat, besar dan bulu panjang
Warna gabah: Kuning kemerahan
Warna beras: putih
Jumlah gabah/malai: 174 butir
Berat 500 butir: 12,7g
Panjang malai: 30 cm
Umur Panen: 4 bulan
5. Padi Ko’ba
Bentuk gabah: lonjong, tidak berbulu
Warna gabah: coklat kehitaman
Warna beras bagian luar: hitam
Warna beras bagian dalam: putih
Jumlahgabah/malai: 125 butir
Berat 500 butir :14,8 g
Panjang malai: 27cm
Umur Panen: 4 bulan
6. Padi Tumbu’padang
Bentuk gabah: lonjong, besar dan bulu panjang
Warna gabah: kuning kemerahan
Warna beras bagian luar: merah
Warna berass bagian dalam: putih
Jumlah gabah/malai: 120 butir
Berat 500 butir: 15,2 g
Panjang malai: 29 cm
Umur Panen: 4 bulan
Berdasarkan data dari materi teknis Perda RTRW Provinsi Sulawesi Barat Tahun
2015-2034, total luas kawasan hutan untuk provinsi Sulawesi Barat adalah 1.124.105
hektar. Berdasarkan pembagian kawasan hutan menurut fungsinya, hutan lindung
merupakan yang terluas yakni mencapai 450.639 hektar disusul oleh hutan produksi
terbatas seluas 334.393 hektar, suaka margasatwa seluas 214.099 hektar, hutan produksi
seluas 76.910 hektar, hutan produksi konservasi 27.424 hektar serta kawsan wisata seluas
149 hektar. Luas kawasan hutan tersebut dihitung dari luas kawasan hutan yang berada
di enam Kabupaten yang masuk dalam wilayah Provinsi Sulawesi Barat. Penentuan tapal
batas dan pengawasan isi kawasan serta fungsi dan statusnya menjadi sangat penting
guna mengetahui prospek ketahanan tutupan vegetasi Provinsi Sulawesi Barat terhadap
bencana alam.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 100
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 101
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
berdasarkan data yang tertuang dalam lapiran II-Lapiran IV Perda Provinsi Sulawesi Barat
Nomor 1 Tahun 2015 tentang RTRW Provinsi Sulawesi Barat Tahun 2015-2034, yang
dapat dihitung adalah luas kawasan hutan yang dirinci sebagai berikut :
1. Kabupaten Mamuju Utara
a) Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 161,31 Ha
b) Luas tutupan lahan HL sebesar 103.313,49 Ha
c) Luas tutupan lahan HPT sebesar 55.002,76 Ha
d) Luas tutupan lahan HP sebesar 2.107,09 Ha
e) Luas tutupan lahan HPK sebesar 8.998,35 Ha
2. Kabupaten Mamuju Tengah
a) Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 50.923,18 Ha
b) Luas tutupan lahan HL sebesar 16.633,52 Ha
c) Luas tutupan lahan HPT sebesar 95.944.40 Ha
d) Luas tutupan lahan HP sebesar 30.019,73 Ha
e) Luas tutupan lahan HPK sebesar 6.000,25 Ha
3. Kabupaten Mamuju
a) Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 93.698,09 Ha
b) Luas tutupan lahan HL sebesar 132.707,97 Ha
c) Luas tutupan lahan HPT sebesar 101.981,13 Ha
d) Luas tutupan lahan HP sebesar 44.782,69 Ha
e) Luas tutupan lahan HPK sebesar 11.988,74 Ha
4. Kabupaten Majene
a) Luas tutupan lahan HL sebesar 44.649,75 Ha
b) Luas tutupan lahan HPT sebesar 7.553,33 Ha
5. Kabupaten Polewali Mandar
a) Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 733,9 Ha
b) Luas tutupan lahan HL sebesar 69.613,21 Ha
c) Luas tutupan lahan HPT sebesar 24.016,44 Ha
6. Kabupaten Mamasa
a) Luas tutupan lahan KSA-KPA sebesar 68.582,04 Ha
b) Luas tutupan lahan HL sebesar 83.721,19 Ha
c) Luas tutupan lahan HPT sebesar 49.894,66 Ha
Luas tutupan lahan HPK sebesar 437,10 Ha
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 102
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Lahan kritis adalah lahan yang tidak produktif. Meskipun dikelola, produktivitas lahan
kritis sangat rendah, bahkan dapat terjadi hasil produksi yang diterima jauh lebih sedikit
daripada biaya produksinya. Lahan kritis bersifat tandus, gundul, dan tidak dapat
digunakan untuk kegiatan perkebunan dan pertanian, karena tingkat kesuburannya sangat
rendah. Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang mengalami proses kerusakan fisik,
kimia dan biologi karena tidak sesuai penggunaan dan kemampuannya, yang akhirnya
membahayakan fungsi hidrologis, orologis, produksi pertanian, pemukiman dan kehidupan
sosial ekonomi dan lingkungan.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, adalah sebagai berikut.
1. Genangan air yang terus-menerus seperti di daerah pantai dan rawa-rawa.
2. Kekeringan, biasanya terjadi di daerah bayangan hujan.
3. Erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi,
pegunungan, dan daerah miring lainnya.
4. Pengelolaan lahan yang kurang memerhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan.
Lahan kritis dapat terjadi baik di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring
maupun di dataran rendah.
5. Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian, misalnya plastik.
Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu
kelestarian lahan pertanian.
6. Terjadinya pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan yang
sangat tinggi.
7. Masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah sehingga
tanah menjadi tidak subur.
Berikut tabel luas lahan kritis di Sulawesi Barat dirinci per Kabupaten berdasarkan data
dari Dinas Kehutanan Provinsi Sulawesi Barat.
Table 26. Luas Lahan Kritis Provinsi Sulawesi Barat
No Kabupaten Kritis (Ha) Sangat Kritis (Ha) Jumlah Total (Ha)
1 Mamuju Utara 1067,00 45,00 1112,00
2 Mamuju Tengah 0,00 0,00 0,00
3 Mamuju 71533,83 0,00 71533,83
4 Majene 19814,00 0,00 19814,00
5 Polewali Mandar 21970,00 0,00 21970,00
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 103
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa luas lahan kritis di Provinsi Sulawesi
Barat untuk tahun 2015 adalah 178.462, 83 hektar dengan wilayah terluas berada di
Kabupaten Mamuju yakni seluas 71.533,83 hektar. Jumlah ini mengalami penurunan jika
dibandingkan dengan tahun sebelumnya yakni mencapai 246.517 hektar. Faktor-faktor
yang menyebabkan terjadinya lahan kritis, adalah sebagai berikut.
1. Genangan air yang terus-menerus seperti di daerah pantai dan rawa-rawa.
2. Kekeringan, biasanya terjadi di daerah bayangan hujan.
3. Erosi tanah atau masswasting yang biasanya terjadi di daerah dataran tinggi,
pegunungan, dan daerah miring lainnya.
4. Pengelolaan lahan yang kurang memerhatikan aspek-aspek kelestarian lingkungan.
Lahan kritis dapat terjadi baik di dataran tinggi, pegunungan, daerah yang miring
maupun di dataran rendah.
5. Masuknya material yang dapat bertahan lama ke lahan pertanian, misalnya plastik.
Plastik dapat bertahan 200 tahun di dalam tanah sehingga sangat mengganggu
kelestarian lahan pertanian.
6. Terjadinya pembekuan air, biasanya terjadi di daerah kutub atau pegunungan yang
sangat tinggi.
7. Masuknya zat pencemar (misal pestisida dan limbah pabrik) ke dalam tanah sehingga
tanah menjadi tidak subur.
Kerusakan tanah untuk produksi biomassa dapat disebabkan oleh sifat alami tanah,
dapat pula disebabkan oleh kegiatan manusia yang menyebabkan tanah tersebut
terganggu/rusak hingga tidak mampu lagi berfungsi sebagai media untuk produksi
biomassa secara normal. Tata cara pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untk
produksi biomassa ini hanya berlaku untuk pengukuran kerusakan tanah karena tindakan
manusia di areal produksi biomassa maupun karena adanya kegiatan lain diluar areal
produksi biomassa yang dapat berdampak terhadap terjadinya kerusakan tanah untuk
produksi biomassa.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 104
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Pengukuran kriteria baku kerusakan tanah untuk produksi biomassa dilakukan pada
areal yang telah ditetapkan dalan rencana RTRW Kabupaten Kota sebagai kawasan
produksi biomassa. Selanjutnya kawasan untuk produksi biomassa tersebut diidentifikasi
untuk mengetahui areal-areal yang berpotensi mengalami kerusakan tanah berdasarkan
dat-data sekunder (peta tematik) atau informasi yang ada.
Perbandingan dengan baku mutu
Untuk pengukuran erosi dilakukan dengan pengamatan langsung di lapangan oleh
BLHP Kabupaten Majene, untuk melihat pengurangan tebal tanah selama paling sedikit ±
1 tahun untuk analisa kerusakan tanah dilahan kering akibat erosi air sementara hanya
dilakukan dengan tebal tanah <20 cm di lokasi Kelurahan Tande, pada kemiringan > 450
dengan estimasi hasil pengukuran sepuluh tahun ± 1,5 mm atau melebihi baku mutu
ambang kritis erosi (>0,2 - <1,3) dan 20 – <50 cm di lokasi Lingk. Puawang pada
kemiringan >450 dengan estimasi hasil pengukuran sepuluh tahun ± 4,2 mm melebihi
baku mutu ambang kritis erosi (1,3-< 4).
Kriteria baku yang digunakan untuk menentukan status kerusakan tanah untuk
produksi biomassa didasarkan pada parameter kunci sifat dasar tanah, yang mencakup
sifat fisik, sifat kimia dan sifat biologi tanah. Sifat dasar tanah ini menentukan kemampuan
tanah dalam menyediakan air dan unsur hara yang cukup bagi kehidupan (pertumbuhan
dan perkembangan) tumbuhan. Dengan mengetahui sifat dasar suatu tanah maka dapat
ditentukan status kerusakan tanah untuk produksi biomassa.
Kriteria baku ini dapat digunakan untuk produksi biomassa tanaman semusim
maupun tanaman keras (perkebunan dan kehutanan). Khusus untuk parameter ketebalan
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 105
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
solum nilai ambang kritis hanya berlaku untuk tanaman semusim, sedangkan untuk
tanaman keras (perkebunan dan kehutanan) nilai ambang kritis harus disesuaikan dengan
kebutuhan jenis tanaman keras tersebut (berdasarkan evaluasi kesesuaian lahan).
Perbandingan dengan baku mutu
Pada periode pemantauan kualitas tanah tahun 2015 pada Lahan Kering dilakukan oleh
Kabupaten Majene dan Kabupaten Polewali Mandar. Untuk Kabupaten Majene dilakukan di
tiga lokasi yakni berada di Desa Lambe, Desa Pangaleroang dan Desa Talongga. Dari hasil
pemantauan di Kabupaten Majene dapat dijabarkan bahwa parameter yang melebihi baku
mutu sesuai dengan ketentuan dalam PP 150 tahun 2000 ada tiga parameter yakni Kebatuan
Permukaan, Derajat Peluusan Air dan Jumlah Mikroba. Pada parameter Kebatuan Permukaan
parameter yang melebihi baku mutu berada di Desa Pangaleroang, untuk parameter Jumlah
Mikroba melebihi baku mutu di Desa Lambe dan Desa Talongga, sedangkan untuk Parameter
Derajat Pelulusan Air melebihi baku mutu di Tiga Desa yang dilakukan pemantauan.
Untuk pemantauan kualitas tanah pada lahan kering di Kabupaten Polewali Madar,
dilakukan di tiga kecamatan yakni Kecamatan Luyo, Tapango dan Binuang. Pada pemantauan
yang di lakukan di Kabupaten Polewali Mandar ada satu parameter yang melebihi baku mutu
sesuali ketentuan dalam PP 150 tahun 2000 yakni parameter redoks yang terjadi di semua
lokasi.
Pelaksanaan evaluasi kerusakan tanah di lahan kering akibat erosi, berdasarkan data
yang dikumpulkan dari Badan Lingkungan Hidup, Dinas Kehutanan baik di tingkat Provinsi
maupun tingkat Kabupaten bahwa sampai saat ini belum pernah dilakukan pengukuran
sehingga belum ada data yang tersedia sebagaimana standar baku mutu yang telah
ditetapkan melalui Peraturan Pemerintah Nomor 150 Tahun 2000 tentang Pengendalian
Kerusakan Tanah untuk Produksi Biomassa.
Perkiraan Luas Kerusakan Hutan menurut Penyebabnya Tidak bisa dipungkiri bahwa
kerusakan hutan terjadi setiap hari, informasi tersebut seringkali kita dapatkan dari
berbagai macam media seperti televisi, internet, radio, dan media-media lainnya. Padahal
kita tahu semua bahwa keberadaan hutan sangatlah penting bagi kehidupan didunia ini
dianataranya sebagai paru-paru dunia, mengendalikan bencana alam, rumah bagi flora
fauna, dan masih banyak lagi.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 106
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
3.2.8 Tumbuhan
Padi ladang lokal ditemukan pada dataran rendah dan dataran tinggi. Pada dataran
rendah ditemukan di dusun Takapa', desa Lombong, kecamatan Malunda, kabupaten
Majene pada posisi S:0709920 dan E:9667674 dan ketinggian 275 m dpl antara lain adalah:
Padi Bulan, Padi Kulambu, Padi Lissuna, Padi Rumbia, Padi Koba' dan Padi Tumbu'padang.
Dari enam jenis padi ladang lokal yang ditemukan, dua diantaranya merupakan padi beras
merah, yaitu padi Lissuna dan Tumbu'padang, satu janis padi beras hitam (padi Ko'ba), dan
tiga jenis padi beras putih (padi Bulan, Kulambu, Rumbia). Di dataran tinggi, padi ladang
lokal banyak ditemukan di kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Mamuju. Padi ladang
lokal juga terdapat di kabupaten Mamasa, namun belum sempat didata. Aksesi padi ladang
lokal yang banyak ditemukan di desa Ratte, kecamatan Tutar, Kabupaten Polewwali Mandar
pada posisi 726672 LS dan 9642113 BT dan ketinggian 156 m dpl dan di dusun Tubbi, desa
Tubbi, kecamatan Tutar pada posisi 725840-726825 LS dan 9647869-9649058 BT dan
ketinggian 210-227 m dpl. Berdasarkan data yang diperoleh dari petugas lapang, sebanyak
kurang lebih 31 aksesi, dan dari 31 aksesi tersebut, ditemukan 2 aksesi beras hitam, 14
aksesi beras merah, 13 aksesi merupakan beras pulut, 6 aksesi tergolong gabah berbulu,
dan 2 aksesi yang tergolong aromatik.
Karakteristik hutan di Desa Alu terdiri atas komposisi jenis tumbuhan serta
pemanfaatan di dalam kawasan hutan lindung. Pemanfaatan lahan di kawasan hutan
lindung sebagian besar digunakan untuk berkebun dan berladang yang di dalamnya
ditumbuhi coklat (Theobrama cacao), mangga (Mangifera indica), ubi kayu (Manihot
utilísima), pisang (Musa sp), kelapa (Cocos nucifera), kemiri (Aleurites moluccana), jambu
mete (Anacardium occidentale), kopi (Coffeea sp), jambu biji (Psiduim guajava), jambu air
(Zyzigium aquatica), nangka (Arthocarpus heterophylla) dan sayuran seperti lombok
(Capsicum annum) sedangkan penutupan lahan di hutan alam terdiri atas tumbuhan
seperti jenis paku-pakuan (Pteridophyta), bambu (Bambusa sp), bitti (Vitex cofassus),
rotan (Calamus sp), aren (Arenga pinnata), beberapa jenis anggrek (Orchidaceae) dan
masih banyak lagi tanaman lainnya. Pada hutan sekunder terdiri atas tanaman seperti jati
(Tectona grandis), gmelina (Gmelina arbórea), gamal (Glicidia sepium), mahoni (Swietenia
macrophylla), rotan, bitti, aren dan masih banyak lagi tanaman lainnya, sedangkan untuk
semak belukar terdiri atas padang rumput, bambu, paku-pakuan, aren, jenis tanaman
holtikultura seperti mangga, nangka, pisang dan jambu serta banyak lagi jenis tanaman
lainnya.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 107
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Jenis-jenis tumbuhan alami antara lain paku- pakuan, bambu, aren, rotan dan
jenis-jenis tanaman hutan lainnya sedangkan tanaman hasil budidaya yang dijumpai di
kawasan hutan lindung seperti coklat, kelapa, kemiri, pisang, gmelina, mahoni, kopi,
sengon dan tanaman yang paling banyak dan sering dijumpai yaitu tanaman bambu,
coklat, kelapa, aren, ubi dan pisang.
3.3.1 Kependudukan
Demografi adalah ilmu yang mempelajari struktur dan proses penduduk di suatu
daerah. Struktur merupakan gambaran atau potret penduduk dari hasil sensus penduduk
(cacah jiwa) pada hari sensus tertentu, struktur penduduk meliputi: jumlah, persebaran,
dan komposisi penduduk. struktur penduduk ini selalu berubah-ubah dan perubahan
tersebut disebabkan karena proses demografi yaitu kelahiran,
kematian dan migrasi penduduk.
Berdasarkan data BPS tahun 2020, jumlah penduduk Kabupaten Polewali
Mandar 522.740 jiwa dan jumlah penduduk Kabupaten Majene 173.260 jiwa. Jumlah
penduduk daerah pelayanan SPAM Regional Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten
Majene pada tahun 2019 sebesar 140,720 jiwa yang terdiri dari 31,003 rumah tangga.
Jumlah penduduk daerah pelayanan di Kabupaten Majene sebesar 72,6994 jiwa atau 42
% dari total jumlah penduduk administrasi Kabupaten Majene, sedangkan di Kabupaten
Polewali Mandar berjumlah 68,021 jiwa atau 16 % dari total jumlah penduduk administrasi
Kabupaten Polewali Mandar.
Table 28. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan di Wilayah Studi
Laju
Pertumbuha
Luas Penduduk Rumah Kepadatan n Penduduk
No Desa/Kelurahan
(km2) (Jiwa) Tangga (Jiwa/Km2) per
Tahun
2018–2019
Kabupaten Polewali
A 2.022,30 522.740 98.929 258,49 1,23
Mandar
1 Alu 228,30 13.160 2.997 58
1.1. Puppuuring 63,05 1.432 309 23
1.2. Pao pao 63,00 1.932 463 467
1.3. Alu 17,00 1.809 381 1.467
1.4. Petoosang 16,00 1.804 387 940
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 108
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Laju
Pertumbuha
Luas Penduduk Rumah Kepadatan n Penduduk
No Desa/Kelurahan
(km2) (Jiwa) Tangga (Jiwa/Km2) per
Tahun
2018–2019
1.5. Mombi 7,25 2.456 565 459
2 Limboro 47,55 21.162 4.452 445
1.6. Lembang-lembang 2,8 4.108 889 1.467
1.7. Palece 2,05 1.927 417 940
1.8. Limboro 2,1 2.668 571 1.270
1.9. Samasundu 4,25 1.983 424 467
3 Tinambung 21,34 25.187 5.251 1180,27
1.1. Batulaya 1,41 2.098 395 1.488
1.2. Tinambung 1,81 4.185 968 2.312
1.3. Sepabatu 2,15 2.438 515 1.092
1.4. Tandung 4,00 2.196 447 549
B Kabupaten Majene 947,48 173.260 35.763 182,79 0,56
4 Banggae Timur 30,04 32.879 7.206 1094,51 0,27
2.1. Tande Timur 3,65 2.131 536 583,84
2.2. Labuang Utara 1,15 7.059 1567 6.138,20
5 Banggae 25,15 42776 9141 1,701 0,40
1.1. Galung 2,27 5.635 1154 2.482
Daerah Pelayanan SPAM
62,48 43532 8548 1731
Regional
Sumber:BPS Kabupaten Polewali Mandar, Kecamatan Dalam Angka 2020 dan BPS
Kabupaten Mejene, Kecamatan Dalam Angka 2020
Komposisi penduduk menurut kelompok umur, dan jenis kelamin sesuai data dari
BPS diperoleh tiap Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene
disajikan pada tabel 29.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 109
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Sumber:BPS Kabupaten Polewali Mandar, Kecamatan Dalam Angka 2020 dan BPS Kabupaten
Mejene, Kabupaten Mejene Dalam Angka 2020
Table 30. Luas Wilayah, Jumlah Penduduk dan Kepadatan di Wilayah Layanan
Luas Penduduk Rumah Kepadatan
No Desa/Kelurahan
(km2) (Jiwa) Tangga (Jiwa/Km2)
A Kabupaten Polewali Mandar 2.022,30 522.740 98.929 258,49
1 Limboro 47,55 21.162 4.452 445
1.1. Lembang-lembang 2,8 4.108 889 1.467
1.2. Palece 2,05 1.927 417 940
1.3. Limboro 2,1 2.668 571 1.270
1.4. Samasundu 4,25 1.983 424 467
1.5. Tandasura 3,8 1.743 325 459
1.6. Renggeang 5,75 1.575 339 274
2 Tinambung 21,34 25.187 5.251 1180,27
2.1. Batulaya 1,41 2.098 395 1.488
2.2. Tinambung 1,81 4.185 968 2.312
2.3. Sepabatu 2,15 2.438 515 1.092
2.4. Tandung 4,00 2.196 447 549
2.5. Tangnga-tangnga 1,13 3.468 693 3.069
2.6. Karama 2,29 5.661 1.138 2.472
2.7. Lekopadis 2,05 2.818 531 1.375
2.8. Galung Lombok 6,50 2.413 564 371,23
B Kabupaten Majene 947,48 173.260 35.763 182,79
3 Banggae Timur 30,04 32.879 7.206 1094,51
1.1. Tande Timur 3,65 2.131 536 583,84
1.2. Labuang Utara 1,15 7.059 1567 6.138,20
1.3. Labuang 0,26 6.318 1.405 24.300,00
1.4. Baurung 2,14 5.090 1.020 2.378,50
1.5. Lembang 2,71 5.797 1.161 2.139,11
1.6. Tande 4,82 1.748 440 362,66
1.7. Baruga 6,28 2.258 493 359,55
4 Banggae 25,15 43.532 8.548 1,731
1.1. Galung 2,14 3.955 810 1.848
1.2. Banggae 2,27 5.635 1.154 2.482
1.3. Pangali-Ali 4,49 11.376 2.151 2.594
1.4. Pamboborang 3,11 2.306 512 741
1.5. Baru 2,46 5.688 1.267 2.312
1.6. Rangas 2,23 7.976 1.452 3.577
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 110
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Pada tahun 2018 sektor pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan sebagai
sektor penggerak ekonomi Kabupaten Majene yang menyerap tenaga kerja paling
banyak, begitu juga pada tahun 2019 sektor ini masih memiliki peran yang besar, yakni
33,26 persen penduduk Majene bekerja pada sektor ini. Hal ini disebabkan geografis
Kabupaten Majene yang berbatasan langsung dengan laut sehingga banyak penduduk
Majene yang berprofesi sebagai nelayan.
Pada tabel 2.16, terlihat tren jumlah penduduk yang bekerja meningkat hanya di
sektor pertanian, kehutanan, perburuan, dan perikanan dan sektor lainnya, sementara di
tiga sektor yang lain turun. Hal ini disebabkan jumlah angkatan kerja yang berstatus
bekerja di Kabupaten Majene secara agrerat menurun.
Table 31. Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan Utama di
Kabupaten Majene, 2018 dan 2019
Lapangan Pekerjaan Utama 2018 2019
Pertanian, Kehutanan, Perburuan, &
23.704 25.536
Perikanan
Industri Pengolahan 8.520 7.695
Perdagangan, Rumah Makan, & Hotel 17.158 14.742
Jasa-jasa 18.390 16.361
Lainnya 11.805 12.432
Total 79.577 76.766
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2018 dan 2019
Pada tahun 2019, laki-laki dominan untuk bekerja di sektor pertanian, kehutanan,
perburuan, dan perikanan, dan pekerjaan lainnya yang tidak dirinci. Sedangkan sektor
industri pengolahan, sektor perdagangan, rumah makan, & hotel serta sektor jasa-jasa
sudah didominasi oleh tenaga kerja perempuan.
Penduduk yang bekerja menurut lapangan pekerjaan dan jenis kelamin di
Kabupaten Majene disajikan pada tabel 32.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 111
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Table 32. Jumlah Penduduk Usia 15+ yang Bekerja menurut Lapangan Pekerjaan dan Jenis
Kelamin di Kabupaten Majene, 2018 dan 2019
2018 2019
Lapangan Pekerjaan Utama
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Pertanian, Kehutanan, Perburuan, &
16.554 7.150 19.393 6.143
Perikanan
Industri Pengolahan 4.306 4.214 2.454 5.241
Perdagangan, Rumah Makan, & Hotel 4.489 12.669 3.598 11.144
Jasa-jasa 8.895 9.495 7.204 9.157
Lainnya 10.478 1.327 11.893 539
Total 44.722 34.855 44.542 32.224
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2018 dan 2019
Gambar 29. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha tahun 2019
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 112
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
kehutanan dan peikanan menjadi sektor dominan yang diminati oleh pekerja laki-laki.
Untuk sektor lainnya terdapat perbedaan jumlah persentase laki-laki dengan perempuan.
Di sektor industri pengolahan, laki-laki yang bekerja sebesar 7,6 persen sedangkan
perempuan lebih besar yakni 19,5 persen. Demikian pula di sektor jasa kemasyarakatan,
persentase peran perempuan (16,8 persen) lebih besar dibandingkan dengan laki-laki (9,9
persen).
Gambar 30. Jumlah penduduk yang Bekerja Menurut Lapangan Usaha dan Jenis Kelamin
tahun 2019
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 113
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Dari grafik di atas tercatat bahwa 25 persen penduduk yang bekerja di sektor
formal (berusaha dibantu buruh tetap dan karyawan/buruh), sedangkan sisanya 74 persen
bekerja di sektor informal (bekerja dibantu buruh tidak tetap/tidak dibayar, berusaha
sendiri, pekerja bebas di pertanian, pekerja tak dibayar, pekerja bebas non pertanian).
Status bekerja dengan persentase terbesar yakni berusaha sendiri dengan jumlah 52,3
ribu penduduk atau sekitar 25 persen. Status buruh/karyawan menempati posisi kedua
dengan persentase sebesar 23,84 persen (49,5 ribu penduduk). Buruh atau karyawan ini
merupakan penduduk yang bekerja di perusahaan ataupun bekerja kepada orang lain
dengan gaji yang diterima sebagai imbalan kerjanya dan bekerja secara tetap minimal 1
bulan (kecuali pada sektor konstruksi minimal 3 bulan).
Status pekerjaan lain yang cukup banyak adalah berusaha dibantu buruh tidak
tetap/tidak dibayar dengan persentase sebesar 22 persen (46 ribu penduduk), sejalan
dengan tingginya angka tersebut mengindikasikan bahwa banyak juga pekerja yang tak
dibayar. Persentase pekerja yang tak dibayar ada di urutan selanjutnya sebesar 20 persen
(41 ribu penduduk). Hal ini berarti bahwa hampir sebanyak 1/5 jumlah total penduduk yang
bekerja tidak mendapatkan upah, hanya membantu pekerjaan tanpa diberi upah.
Umumnya pekerja-pekerja ini membantu karena masih dalam satu keluarga atau rumah
tangga yang sama. Oleh sebab itu penghasilan mereka sangat bergantung kepada
penghasilan orang lain yang berusaha tersebut.
Untuk lebih lengkapnya dan terperinci, dapat dilihat dari gambar 2.20. Pada gambar
tersebut terlihat pola status pekerjaan menurut jenis kelamin. Pada jenis kelamin laki-laki,
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 114
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
persentase terbesar pada status berusaha dibantu buruh tidak tetap/tak dibayar (28
persen) selanjutnya diikuti dengan pekerja yang berusaha sendiri (27 persen), dan pekerja
yang berstatus sebagai buruh/karyawan (25 persen). Sementara pekerja dengan status
lainnya dibawah 10 persen. Pada jenis kelamin perempuan, persentase terbesar pada
pekerja tak dibayar (34 persen).
Gambar 32. Persentase Penduduk yang Bekerja Menurut Status Pekerjaan tahun 2019
Selanjutnya untuk urutan kedua pekerja dengan status berusaha sendiri (23
persen), dan pekerja sebagai buruh/karyawan juga cukup banyak sebesar 22 persen. Dari
tabel di atas terdapat fenomena berdasarkan jenis kelamin, bahwa di kabupaten Polewali
Mandar mayoritas penduduk yang bekerja berjenis kelamin laki-laki berstatus bekerja
dengan dibantu oleh pekerja tidak dibayar, sedangkan perempuan mayoritas kebanyakan
berstatus pekerja tak dibayar. Hal ini sesuai di lapangan bahwa banyak perempuan yang
membantu suaminya bekerja tanpa mendapatkan upah, dimana mereka tinggal satu
rumah (satu rumah tangga).
Indikator lain yang dapat diperoleh dari status pekerjaan utama adalah pekerja di
sektor informal. Definisi pekerja informal sudah dijelaskan dalam penjelasan-penjelasan di
atas. Dari data yang ada, dapat dijelaskan secara detil pekerja-pekerja informal dilihat dari
berbagai variabel seperti Pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan lapangan pekerjaan.
Pada sektor informal, mayoritas penduduk Polewali Mandar bekerja di bidang
pertanian, kehutanan, perburuan dan perikanan. Pada bidang ini, lakilaki dengan
persentase sebesar 63 persen sedangkan perempuan dengan persentase 36 persen. Hal
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 115
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Gambar 33. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal Menurut Lapangan Usaha
dan Jenis Kelamin tahun 2019
Gambar 34. Persentase Penduduk yang Bekerja di Sektor Informal Pendidikan yang
Ditamatkan dan Jenis Kelamin tahun 2019
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 116
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Dari gambar di atas dapat terlihat bahwa mayoritas pekerja di sektor informal
status pendidikannya tidak/belum pernah sekolah. Menurut jenis kelamin, persentase
perempuan sebesar 40 persen, sedangkan laki-laki 34 persen untuk kategori penduduk
yang tidak/belum pernah sekolah. Perempuan dan laki-laki yang tidak/belum pernah
sekolah memiliki persentase tertinggi untuk bekerja di sektor informal. Secara umum,
Pendidikan berdampak terhadap status seseorang untuk bekerja di sektor informal. Dari
gambar terlihat bahwa semakin tinggi pendidikan yang ditamatkan maka persentase untuk
bekerja di sektor informal semakin kecil.
Table 33. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas Menurut Pendidikan Tertinggi yang
Ditamatkan dan Jenis Kegiatan Selama Seminggu yang Lalu di Kabupaten Majene, 2019
Angkatan Kerja Persentase Persentase
Pendidikan
Bekerja Bukan Angkatan Kerja
Tertinggi Jumlah terhadap Angkatan Jumlah terhadap
yang Bekerja Pengangguran Angkatan Angkatan Kerja Penduduk Usia
Ditamatkan Kerja Kerja Kerja
0 34.885 230 35.115 99 15.393 50.508 69,52
1 10.153 364 10.517 97 12.990 23.507 44,74
2 17.504 1.805 19.309 91 8.907 28.216 68,43
3 14.224 899 15.123 94 1.867 16.990 89,01
Jumlah 76.766 3.298 80.064 381 39.157 119.221 67,16
Sumber: Kabupaten majene Dalam Angka 2020
Catatan:
0. ≤ Sekolah Dasar (SD)
1. Sekolah Menengah Pertama
2. Sekolah Menengah Atas
3. Perguruan Tinggi
Table 34. Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas yang Bekerja Selama Seminggu yang Lalu
Menurut Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan dan Jenis Kelamin di Kabupaten Polewali
Pendidikan Tertinggi yang Ditamatkan Laki-laki Perempuan Jumlah
Tidak/Belum Pernah Sekolah + Tidak/Belum Tamat SD 35.802 26.727 62.529
Sekolah Dasar 28.304 19.085 47.389
SMP 16.039 10.321 26.360
SMA 32.743 17.024 49.767
Diploma I/II/III/Academy/Universitas 10.725 11.115 21.840
Jumlah 123.613 84.272 207.885
Sumber: Kabupaten Majene Dalam Angka 2020
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 117
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Table 35. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Taman Kanak-Kanak (TK) di Bawah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali
Mandar dan Kabupaten Majene, 2018/2019
Sekolah/Guru/Murid
Kecamatan Negeri Swasta Jumlah
2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020
1. Tinambung 1 24 95 1 12 83 6 0 242 6 25 251 7 14 337 7 37 334
5. Banggae Timur 24 - 24 24 1 25 290 - 290 301 5 306 3247 - 3247 3239 51 3290
Sumber: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Dalam Angka 2020
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 118
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Table 38. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Madrasah Ibtidaiyah (MI) di Bawah Kementerian
Agama Menurut Kecamatan Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar dan
Kabupaten Majene, 2018/2019 dan 2019/2020
Sekolah Guru Murid
Kecamatan
2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020
1. Tinambung - 6 - 83 - 523
2. Limboro - 4 - 38 - 300
3. Alu - 1 - 9 - 110
4. Banggae - 4 - 63 - 533
5. Banggae
- 7 - 126 - 856
Timur
Sumber: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Dalam Angka 2020
Table 39. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Sekolah Menengah Pertama (SMP) di Bawah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali
Mandar dan Kabupaten Majene, 2018/2019 dan 2019/2020
Sekolah Guru Murid
Kecamatan 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020
N S J N S J N S J N S J N S J N S J
Table 40. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Madrasah Tsanawiyah (MTs) di Bawah
Kementerian Agama Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten
Majene, 2018/2019 dan 2019/2020
Sekolah Guru Murid
Kecamatan
2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020
1. Tinambung - 3 - 69 - 847
2. Limboro - 5 - 50 - 480
3. Alu - 1 - 20 - 195
4. Banggae - 2 - 37 - 407
5. Banggae
- 4 - 81 - 797
Timur
Sumber: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Dalam Angka 2020
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 119
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Table 41. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Sekolah Menengah Atas (SMA) di Bawah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali
Mandar dan Kabupaten Majene, 2018/2019 dan 2019/2020
Sekolah Guru Murid
Kecamatan 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020
N S J N S J N S J N S J N S J N S J
1. Tinambung - - - - - - - - - - - - - - - - - -
2. Limboro - - - - - - - - - - - - - - - - - -
3. Alu 1 - 1 1 - 1 21 - 21 21 - 21 257 - 257 308 - 308
4. Banggae - - - - - - - - - - - - - - - - - -
5. Banggae 182 190
3 - 3 3 - 3 134 - 134 133 - 133 1820 - 1908 -
Timur 0 8
Sumber: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Dalam Angka 2020
Table 42. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Bawah
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar
dan Kabupaten Majene, 2018/2019 dan 2019/2020
Sekolah Guru Murid
Kecamatan 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020
N S J N S J N S J N S J N S J N S J
81 93
1. Tinambung 1 - 1 1 - 1 50 - 50 45 - 45 817 - 934 -
7 4
28 31
2. Limboro 1 - 1 1 - 1 30 - 30 29 - 29 285 - 311 -
5 1
15 23
3. Alu 1 - 1 1 - 1 23 - 23 25 - 25 150 - 230 -
0 0
80 82
4. Banggae 2 - 2 2 - 2 58 - 58 62 - 62 809 - 821 -
9 1
5. Banggae 16 20
3 - 3 3 - 3 126 - 126 124 - 124 1693 - 2030 -
Timur 93 30
Sumber: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Dalam Angka 2020
Table 43. Jumlah Sekolah, Guru, dan Murid Madrasah Aliyah (MA) di Bawah Kementerian
Agama Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene,
2018/2019
Sekolah Guru Murid
Kecamatan 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020 2018/2019 2019/2020
N S J N S J N S J N S J N S J N S J
1. Tinambung - - - - 2 2 - - - - 30 30 - - - - 159 159
2. Limboro - - - - 2 2 - - - - 35 35 - - - - 149 149
3. Alu - - - - - - - - - - - - - - - - - -
4. Banggae - - - - 1 1 - - - - 10 10 - - - 128 128
5. Banggae
- - - 1 5 6 - - - 40 60 100 - - - 383 475 858
Timur
Sumber: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Dalam Angka 2020
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 120
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Table 44. Jumlah Penduduk Menurut Kecamatan dan Agama yang Dianut di Kabupaten
Polewali Mandar dan Kabupaten Majene, 2019
Kecamatan ISLAM Protestan Katholik Hindu Budha Lainnya
1. Tinambung 4,68% - - - - -
2. Limboro 4,42% - - - - -
3. Alu 2,81% - - - - -
4. Banggae 42553 71 31 1 15 2
5. Banggae
32051 82 33 - 3 3
Timur
Sumber: Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene Dalam Angka 2020
Table 45. Jumlah Kelahiran Hidup dan Kelahiran Mati Menurut Kecamatan di Kabupaten Polewali
Mandar dan Kabupaten Majene, 2019
Kelahiran
Kecamatan Jumlah
Hidup Mati
1. Tinambung 406 1 407
2. Limboro 287 1 288
3. Alu 260 1 261
4. Banggae 458 4 462
5. Banggae Timur
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 121
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Dilihat dari jenis kelaminnya, angkatan kerja di Kabupaten Majene sebagian besar
adalah laki-laki. Pada tahun 2019, TPAK laki-laki sebesar 80,92 persen, jauh lebih besar
dibandingkan TPAK perempuan yang hanya sebesar 54,47 persen. Hal ini sesuai dengan
pola pada umumnya di Indonesia, dimana laki-laki memiliki peran dan tanggung jawab
lebih besar dibandingkan perempuan dalam hal mencari nafkah. Sebagian besar kaum
hawa masih memegang peranan penting dalam kepengurusan rumah tangga, sehingga
Tingkat pengangguran tercermin pada angka TPT, dimana TPT perempuan lebih besar
dibanding angka TPT laki-laki. Pada tahun 2019 tercatat TPT perempuan sebesar 4,64
persen dan TPT laki-laki sebesar 3,74 persen. Angka TPT tersebut meningkat dari tahun
2018 dimana angka TPT perempuan sebesar 3,11 persen sedangkan TPT laki-laki
sebesar 4,27 persen. Berbeda dengan tahun sebelumnya dimana TPT laki-laki lebih besar
dibandingkan dengan TPT perempuan.
Table 47. Penduduk 15 Tahun ke Atas Menurut Jenis Kelamin dan Kegiatan Terbanyak di
Kabupaten Majene, 2018 dan 2019
2018 2019
Penduduk Usia 15+
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Angkatan Kerja 45.539 35.976 46.271 33.793
Bekerja 44.551 34.855 44.452 32.224
Menganggur 1.988 1.121 1.729 1.5569
Bukan Angkatan Kerja 8.713 24.960 10.911 28.246
Sekolah 3.349 7.302 4.842 6.096
Mengurus RT 1.401 16.484 2.861 20.173
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 122
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
2018 2019
Penduduk Usia 15+
Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan
Lainnya 3.963 1.174 3.203 1.977
Total Pennduduk usia 15+ 55.252 60.936 57.182 62.039
Tingkat Pengangguran Terbuka
4,27 3,11 3,74 4,64
(TPT)
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja 84,23 59,04 80,92 54,47
Sumber: Survei Angkatan Kerja Nasional (Sakernas) 2018 dan 2019
Table 48. Penduduk Usia kerja, Jumlah Angkatan Kerja, TPAK, Kabupaten Polewali Mandar
2018-2019
Tahun Jumlah Angkatan Kerja Jumlah Penduduk Usia Kerja TPAK
2018 204.060 310.810 65,65%
2019 214.740 313.235 68,56%
Sumber: Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Polewali Mandar 2019
Dari tabel 3.1 menggambarkan terjadinya peningkatan nilai TPAK dari tahun 2018
ke tahun 2019. Awalnya tahun 2018 sebesar 65,65 persen, kemudian naik 2,9 persen di
tahun 2019 menjadi 68,56 persen. Angka 68,56 persen menunjukkan bahwa dari 100
orang penduduk terdapat 68 sampai 69 orang yang aktif sebagai angkatan kerja yang
membantu kegiatan ekonomi untuk memproduksi barang atau jasa. Peningkatan nilai
TPAK menjadi indikator yang postif karena menunjukkan keaktifan penduduk yang
semakin bertambah untuk memproduksi barang atau jasa.
Table 49. Penduduk Usia Kerja, Angkatan kerja, Bukan Angkatan kerja, dan TPAK
Berdasarkan Jenis Kelamin di Polewali Mandar, 2019
Tahun Laki-laki Perempuan
Angkatan kerja 126.902 87.838
Bukan Angkatan kerja 24.991 75.504
Penduduk Usia Kerja 151.893 163.342
TPAK 84% 54%
Sumber: Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Polewali Mandar 2019
TPAK di Polewali Mandar pada Agustus 2019 tercatat sebesar 68,56 persen. Hal
ini berarti bahwa dari 100 orang penduduk usia kerja, sekitar 68 orang termasuk angkatan
kerja atau dapat diartikan apabila terdapat 1000 orang penduduk usia kerja terdapat 680
orang yang aktif bekerja di kegiatan ekonomi. Angka tersebut naik apabila dibanding
dengan tahun sebelumnya sebesar 65,65 persen di tahun 2018. Untuk melihat lebih dalam
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 123
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin. Dari jenis jenis kelamin terlihat jelas
bahwa keterlibatan laki-laki dalam dunia kerja lebih aktif dibandingkan dengan perempuan.
Laki-laki dengan TPAK sebesar 84 persen yang menggambarkan bahwa terdapat 84 orang
termasuk angkatan kerja dari 100 orang penduduk kerja. Sedangkan untuk perempuan
hanya terdapat 54 angkatan kerja dari 100 orang penduduk usia kerja.
Dengan sedikitnya keterlibatan perempuan di kegiatan ekonomi menandakkan
peran perempuan masih besar sebagai bukan angkatan kerja (mengurus rumah tangga).
Hal ini sesuai dengan fenomena di seluruh wilayah bahwa perempuan menjadi ibu rumah
tangga dan laki-laki yang bertanggung jawab mencari nafkah.
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menggambarkan kondisi persentase
penduduk yang masuk kategori angkatan kerja namun tidak bekerja (mencari pekerjaan/
memper-siapkan usaha). TPT mengindikasikan besarnya persentase penduduk yang
menganggur yang masuk kategori angkatan kerja. TPT dihitung berdasarkan
perbandingan antara pengangguran terbuka dengan Angkatan kerja dalam persen.
Semakin tinggi nilai TPT menjelaskan bahwa banyak angkatan kerja yang tidak terserap
di pasar tenaga kerja.
Table 50. Jumlah Angkatan Kerja, Pengangguran, dan TPT di Kabupaten Polewali Mandar
Jumlah Pengangguran
Tahun Jumlah Angkatan Kerja TPT
Terbuka
2018 6.471 204.060 3,17%
2019 6.855 214.740 3,19%
Sumber: Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Polewali Mandar 2019
Berdasarkan data sakernas Agustus 2019, TPT di Polewali Mandar tercatat sebesar 3,19
persen. Angka tersebut relatif stabil dibandingkan tahun sebelumnya tahun 2018 sebesar
3,17 persen. Dalam periode satu tahun TPT di Polewali Mandar cenderung stagnan di
angka 3 persenan. Untuk melihat lebih detil TPT dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis
kelamin.
Table 51. Jumlah Angkatan kerja, Pengangguran, dan TPT menurut Jenis Kelamin di
Polewali Mandar, 2019
Tahun Laki-laki Perempuan
Jumlah Pengangguran Terbuka 3.289 3.566
Jumlah Angkatan kerja 126.902 87.838
TPT 3% 4%
Sumber: Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Polewali Mandar 2019
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 124
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Table 52. Jumlah Angkatan Kerja, Bekerja,TKK menurut jenis kelamin tahun 2019
Laki-
Tahun Perempuan
laki
Bekerja 123.613 84.272
Angkatan kerja 126.902 87.838
TKK 97% 96%
Sumber: Statistik Ketenagakerjaan Kabupaten Polewali Mandar 2019
Dari tabel 3.5 dapat terlihat bahwa TKK laki-laki sebesar 97 persen, angka tersebut
lebih tinggi dibandingkan TKK perempuan sebesar 96 persen. Maka dari itu dapat
diartikan kesempatan laki-laki untuk bekerja lebih besar dibandingkan dengan
perempuan. Hal tersebut disebabkan adanya syarat-syarat tertentu dari pemberi kerja
terkait jenis kelamin yang mewajibkan pekerjanya laki-laki pada posisi atau pekerjaan di
bidangnya.
3.3.2. Ekonomi
Kabupaten Polewali Mandar memiliki banyak kawasan budidaya yang memiliki
potensi untuk dikembangkan sehingga bisa menjadi kawasan yang produktif dalam
mendorong pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, seperti
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 125
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 126
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
3.3.3. Budaya
1. Kebudayaan
a. adat-istiadat
b. nilai dan norma budaya
2. Proses Sosial
a. proses asosiatif (kerjasama)
b. proses disosiatif (konflik sosial)
c. akulturasi
d. asimilasi dan integrasi
e. kohesi sosial
3. Pranata Sosial/Kelembagaan Masyarakat di bidang :
a. ekonomi, misal hak ulayat
b. pendidikan
c. agama
d. sosial
e. keluarga
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 127
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
4. Warisan Budaya :
a. situs purbakala
b. cagar budaya
5. Pelapisan Sosial berdasarkan :
a. pendidikan
b. ekonomi
c. pekerjaan
d. kekuasaan
6. Kekuasaan dan kewenangan :
a. kepemimpinan formal dan informal
b. kewenangan formal dan informal
c. mekanisme pengambilan keputusan di kalangan masyarakat
d. kelompok / individu yang dominan
e. pergeseran nilai kepemimpinan
7. Sikap dan Persepsi Masyarakat terhadap rencana usaha atau kegiatan
8. Adaptasi Ekologis
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 128
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Tabel dibawah ini disajikan data sarana kesehatan yang tersedia pada wilayah
studi. Dari 5 kecamatan yang masuk dalam wilayah studi, hanya Kecamatan Limboro di
Kabupaten Polewali Mandar yang tidak memiliki Puskemas.
Sarana dan prasarana kesehatan yang terdapat di sekitar lokasi proyek perlu
dicermati terutama terkait dengan rasio jumlah sarana dan kecukupan tenaga kesehatan
terhadap jumlah penduduk. Hal ini penting untuk memberikan gambaran tentang aspek
pelayanan kesehatan sebagai salah satu faktor yang turut memberikan kontribusi
terhadap status kesehatan masyarakat di sekitar lokasi proyek. Tabel berikut ini
menunjukkan banyaknya tenaga kesehatan yang terdapat dalam wilayah studi.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 129
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Data pada tabel diatas menunjukkan bahwa di wilayah studi tersedia tenaga
kesehatan baik dokter umum, dokter gigi, maupun para medis berupa bidan dan perawat.
Tenaga kesehatan ini tersebar di berbagai sarana kesehatan di wilayah studi terutama
Puskesmas.
Morbiditas adalah angka kesakitan, dapat berupa angka insiden maupun angka
prevalensi dari suatu penyakit. Morbiditas menggambarkan kejadian penyakit dalam
suatu populasi pada kurun waktu tertentu. Morbiditas juga berperan dalam penilaian
terhadap derajat kesehatan masyarakat.
Angka kesakitan penduduk di Wilayah Studi didapat dari data yang berasal dari
masyarakat (community based data) yang diperoleh melalui studi morbiditas, serta hasil
pengumpulan data dari bidang terkait, serta data dari sarana pelayanan kesehatan
(facility based data) yang diperoleh melalui sistem pencatatan dan pelaporan tingkat
Puskesmas yang dilaporkan secara berkala oleh petugas kesehatan.
Table 56. Jumlah Kasus Baru Penyakit Berbasis Puskesmas Menurut Jenis Penyakit di
Wilayah Studi
Jumlah Kasus
No Jenis Penyakit Kec.
Kec. Kec. Kec.
Kec. Alu Banggae
Limboro Tinambung Banggae
timur
1 Diare 222 434 1.139 2.043 *)
2 TBC BTA (+) 18 25 65 - *)
3 Suspek TBC Paru 33 75 366 - *)
4 Kusta PB - - 1 9 *)
5 Kusta MB 11 1 8 - *)
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 130
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Jumlah Kasus
No Jenis Penyakit Kec.
Kec. Kec. Kec.
Kec. Alu Banggae
Limboro Tinambung Banggae
timur
6 Malaria Klinis - - - - *)
7 DBD - - 5 - *)
8 Pneumonia 81 7 47 - *)
Sumber: BPS Kabupaten Mamuju dan BPS Kabupaten Polewali Mandar, 2020
Keterangan; *) Data sekunder tidak diperoleh
Table 57. Jumlah dan Akses Jamban Keluarga Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Jamban
yang Digunakan di Wilayah Studi
Jenis Jamban
No Desa Leher
Cemplung Plengsengan MCK
Angsa
A. Kabupaten Polewali Mandar
B. Kabupaten Majene
4 Kecamatan Banggae *) - - - -
Data diatas menunjukkan bahwa di wilayah studi umumnya telah memiliki sarana
jamban yang memadai untuk keperluan BAB.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 131
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Table 58. Jumlah dan Akses Sarana Air Bersih Menurut Desa/Kelurahan dan Jenis Sarana
Air Bersih yang Digunakan di Wilayah Studi
Sarana Air Bersih
No Desa Perpipaan
Sumur Perlidungan
Sumur Gali PDAM/BPSP
Bor Mata Air
AM
A. Kabupaten Polewali Mandar
1 Kecamatan Alu 867 69 772 108
2 Kecamatan Limboro 5.772 - 73 60
3 Kecamatan Tinambung - - - -
B Kabupaten Majene
4 Kecamatan Banggae *) - - - -
5 Kecamatan Banggae Timur - - - 999
Sumber: BPS Kabupaten Mamuju dan BPS Kabupaten Polewali Mandar, 2020
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 132
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Siapakah yg bertanggung jawab dalam AMDAL ini karena biasanya Dinas LH Kabupaten
menjadi leading sector dalam pekerjaan AMDAL
4. (Masyarakat Desa) Kabupaten Majene
Perlunya terbangun rasa persaudaraan antara masyarakat majene dgn Polewali Mandar
karena berasal dari rumpun yg sama2 yaitu Mandar sehingga pekerjaan proyek berjalan
lancar.
Mempertanyakan apakah jalur pipa akan melalui lahan dan kebun2 masyarakat
5. Masyarakat Desa Sepa Batu Kecamatan Tinambung Kabupaten Polewali Mandar
Mempertanyakan bagaimana kalo sumber air baku dari Galung Lombok yg ditingkatkan
fungsi dan kapasitasnya dgn baik sehingga masyarakat tidak kesulitan air bersih
6. Masyarakat Tinambung
Sangat mengharapkan ada distribusi air ke tinambung karena selama ini masyarakat
tinambung belum pernah menikmati air bersih dengan baik
Jika proyek ini jadi dilaksanakan maka mengusulkan agar masyarakat tidak dibebankan
lagi biaya pemasangan karena saat ini sudah ada meteran masing2.
Sangat perlu dievaluasi lagi kembali kualitas air yg selalu keruh diterima masyarakat
7. Masyarakat Majene
Berharap masyarakat desa Pao-pao rela memberikan air untuk Majene yang sedang
kesulitan mendapatkan air minum
8. Masyarakat Limboro
Sangat mendukung pelaksanaan proyek ini karena utk kebutuhan masyarakat sendiri,
kedepan perlu adanya sosialisasi yg lebih luas untuk kelancaran proyek tersebut
9. Kepala Bappeda Provinsi Sulawesi Barat
Selalu terlibat mulai dari proses awal dirancang proyek ini, dan memang proyek SPAM
Regional mempunyai MOU kerjasama antara Gubernur Provinsi Sulawesi Barat-Bupati
Polewali Mandar-Bupati Majene, didalam MOU tersebut study perencanaan sdh berjalan
sejak tahun 2019-2020 dan tahun 2021 mulai dianggarkan oleh Pemda masing2. Untuk
pelaksanaan fisiknya direncanakan sudah berjalan mulai tahun 2022 ini sesuai MOU
namun tidak menutup kemungkinan ada perubahan2 tergantung dari proses dan
tahapannya. Sehingga masyarakat perlu memberikan masukan2 saat ini karena masih
dalam proses perencanaan/study
10. Dinas Kehutanan SulBar
Apakah titik lokasi berada didaerah kawasan atau tidak, karena sesuai data terdapat
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 133
DESKRIPSI RINCI RONA LINGKUNGAN HIDUP AWAL
Kegiatan lain yang ada di sekitar lokasi pembangunan terbagi menjadi beberapa jenis
kegiatan, yaitu pemukiman, perumahan, pertanian.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 134
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Pada bagian ini penyusun dokumen AMDAL menguraikan dampak penting hipotetik
terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan yang diusulkan. Proses untuk menghasilkan
dampak penting hipotetik dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang
berlaku secara nasional dan/atau internasional di berbagai literatur yang sesuai dengan
kaidah ilmiah metode penentuan dampak penting hipotetik dalam AMDAL.
Dampak penting hipotetik diperoleh melalui suatu proses pelingkupan. Pelingkupan
merupakan proses awal untuk menentukan lingkup permasalahan dan mengidentifikasi
dampak penting (hipotetik) yang terkait dengan rencana usaha dan/atau kegiatan. Langkah-
langkah pelingkupan adalah: (1) identifikasi dampak potensial dan (2) evaluasi dampak
potensial. Proses pelingkupan didasarkan pada rencana kegiatan yang akan dilaksanakan
dan komponen lingkungan yang kemungkinan terkena dampak setiap tahapan kegiatan/
usaha.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 135
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
dan/atau kegiatan dilakukan pada lokasi tersebut. Langkah ini menghasilkan daftar ‘dampak
potensial’. Pada tahap ini kegiatan pelingkupan dimaksudkan untuk mengidentifikasi segenap
dampak lingkungan hidup (primer, sekunder, dan seterusnya) yang secara potensial akan
timbul sebagai akibat adanya rencana usaha dan/atau kegiatan. Pada tahapan ini hanya
diinventarisasi dampak potensial yang mungkin akan timbul tanpa memperhatikan besar/
kecilnya dampak, atau penting tidaknya dampak. Dengan demikian pada tahap ini belum ada
upaya untuk menilai apakah dampak potensial tersebut merupakan dampak penting atau
tidak.
Proses identifikasi dampak potensial dilakukan serangkaian hasil konsultasi dan
diskusi dengan pemrakarsa, instansi yang bertanggung jawab, masyarakat yang berkepen-
tingan serta dilengkapi dengan hasil pengamatan lapangan (observasi). Selain itu identifikasi
dampak potensial juga dilakukan dengan menggunakan metode-metode ilmiah yang berlaku
secara nasional dan/atau internasional di berbagai literatur, yaitu metode Matriks Interaksi
Sederhana dan/atau Bagan alir. Keluaran yang diharapkan disajikan dalam bagian ini adalah
berupa daftar dampakdampak potensial yang mungkin timbul atas adanya rencana usaha
dan/atau kegiatan yang diusulkan.
Kajian identifikasi dampak potensial dimulai dengan mengidentifikasi segenap
dampak lingkungan hidup baik primer atau sekunder yang secara potensial akan timbul
sebagai akibat adanya rencaran usaha dan/atau kigiatan. Penentuan ada tidaknya interaksi
berdasarkan proses telaah rasional dengan melihat jenis kegiatan dan komponen lingkungan
yang berinteraksi langsung, baik sebagai wahana maupun sebagai hasil sampingan/limbah.
Identifikasi dampak potensial dilakukan pada tiap tahap rencana kegiatan yaitu tahap
konstruksi dan tahap operasi. Dari seluruh rencana kegiatan yang akan dilaksanakan dalam
pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Polewali Mandar-Majene ini
tidak seluruh kegiatan akan dikaji, yang dikaji hanya kegiatan yang diidentifikasi akan
menimbulkan dampak. Keterkaitan antara sumber dampak dan dampak lingkungan di sajikan
dalam bentuk matrik identifikasi dampak potensial (Tabel 2.19).
Komponen kegiatan pada tahap pra konstruksi Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) Regional Polewali Mandar-Majene yang diidentifikasi dampak potensial menimbulkan
dampak adalah kegiatan Pengadaan Lahan berupa perubahan tata guna lahan
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 136
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Table 59. Matrik Identifikasi Dampak Potensial SPAM Regional Polewali Mandar Majene
Pengoperasian IPA
Pemasangan Pipa
Pengadaan Lahan
Komponen Lingkungan
A. Geofisik – Kimia
1 Kualitas Udara √ √ √ √
2 Kebisingan √ √ √ √
3 Peningkatan Air Larian √ √ √ √
4 Kualitas Air Permukaan √ √ √ √ √ √
5 Kuantitas Air Permukaan √ √ √ √ √ √
6 Erosi √ √ √ √
B. Tata Ruang, Lahan & Transportasi
1 Tata Guna Lahan √
2 Gangguan Lalulintas √ √ √
3 Kerusakan dan Pengotoran Jalan √ √
4 Gangguan Aksesibilitas Masyarakat √ √
C. Biologi
1 Flora Terestrial √ √
2 Fauna Terestrial √ √
3 Biota Air √ √
D. Sosial, Ekonomi Dan Budaya
1 Peluang Kerja dan Berusaha √
2 Peningkatan Pendapatan √
3 Kecemburuan Sosial √
4 Keresahan Masyarakat √
E. Kesehatan Masyarakat
1 Sanitasi Lingkungan √
2 Gangguan Kesehatan Masyarakat √ √ √ √ √
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 137
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 138
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
peningkatan air larian, penurunan kualitas air permukaan, penurunan kualtiitas air
permukaan, erosi, gangguan lalu lintas, dan gangguan kesehatan mayarakat.
5. Pemasangan Pipa
Potensi dampak dari kegiatan pemasangan pipa adalah peningkatan kandungan debu
udara, peningkatan kebisingan, peningkatan air larian, penurunan kualitas air
permukaan, penurunan kualtiitas air permukaan, erosi, gangguan lalu lintas, keusakan
dan pengotoran jalan, dan gangguan aksesibilitas masyarakat.
6. Penutupan Kembali dan Perapihan
Potensi dampak dari kegiatan Penutupan Kembali dan Perapihan adalah perbaikan
kualitas air permukaan.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 139
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Gambar 35. Bagan Alir Dampak Pembangunan SPAM REG Polewali Mandar - Majene
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 140
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 141
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
yang menetap-kan baku mutu lingkungan, baku mutu emisi/limbah, tata ruang, dan
sebagainya).
Seluruh 4 pertanyaan tersebut memerlukan jawaban Ya atau Tidak diketahui (tidak).
Jawaban Ya jika dampak potensial tersebut dikategorikan sebagai dampak penting hipotetik
yang dikaji dalam ANDAL dan jawaban tidak diketahui (tidak) jika ada dampak yang
jawabannya belum diketahui (Mariffa dkk, 2007). Jawaban tersebut disertai dengan
penjelasan atau alasan berdasarkan tinjauan kondisi lokasi, hasil konsultasi masyarakat, dan
data sekunder. Hasil evaluasi dampak potensial diklasifikasikan menjadi 2 kategori menjadi:
• Dampak Penting Hipotetik
• Bukan Dampak Penting Hipotetik
Hasil evaluasi dampak potensial Rencana Kegiatan dideskripsikan pada Tabel 2.19
dengan mengacu kepada kajian pada identifikasi dampak potensial dan konsultasi publik yang
tertera di Tabel 2.20.
Table 60. Hasil evaluasi dampak potensial Rencana Kegiatan Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) Regional Polewali Mandar-Majene
No Dampak Potensial Sumber
Tahap Konstruksi
1. Penurunan kualitas udara Mobilisasi Alat dan material
Land clearing dan pematangan lahan
Pembangunan Intake,IPA dan Reservoir
Pemasangan Pipa
Penutupan kembali dan Perapihan
2. Peningkatan Kebisingan Mobilisasi Alat dan material
Land clearing dan pematangan lahan
Pembangunan Intake,IPA dan Reservoir
Pemasangan Pipa
Penutupan kembali dan Perapihan
3. Peningkatan Air Larian Mobilisasi Alat dan material
Land clearing dan pematangan lahan
Tabel 2.19. Lanjutan
No Dampak Potensial Sumber
Pembangunan Intake,IPA dan Reservoir
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 142
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 143
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Batas wilayah studi ini merupakan batas terluar dari hasil tumpang susun (overlay)
dari batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif setelah mempertimbangkan
kendala teknis yang dihadapi. Batasan ruang lingkup wilayah studi penentuannya dise-
suaikan dengan kemampuan pelaksana yang biasanya memiliki keterbatasan sumber data,
seperti waktu, dana, tenaga, teknis, dan metode telaahan. Setiap penentuan masing-masing
batas wilayah (proyek, ekologis, sosial dan administratif) harus dilengkapi dengan justifikasi
ilmiah yang kuat. Bagian ini harus dilengkapi dengan peta batas wilayah studi yang dapat
menggambarkan batas wilayah proyek, ekologis, sosial dan administratif. Peta yang
disertakan harus memenuhi kaidah-kaidah kartografi. Gambaran batas wilayah studi disajikan
pada gambar 2.16.
Batas proyek, yaitu ruang dimana seluruh komponen rencana kegiatan akan
dilakukan, termasuk komponen kegiatan tahap pra-konstruksi, konstruksi, operasi dan pasca
operasi. Dari ruang rencana usaha dan/atau kegiatan inilah bersumber dampak terhadap
lingkungan hidup disekitarnya. Batas proyek secara mudah dapat diplotkan pada peta, karena
lokasi-lokasinya dapat diperoleh langsung dari peta-peta pelaku usaha. Selain tapak proyek
utama, batas proyek harus juga meliputi fasilitas pendukung seperti perumahan, dermaga,
tempat penyimpanan bahan, bengkel, dan sebagainya.Batas kegiatan/proyek meliputi Desa ;
Pao-pao, Alu, Kel. Petoosang, Mombi, Kec Alu, Desa ; Lembanglembang, Palece, Kel.
Limboro, Kec. Limboro, Desa ; Batulaya, Kel. Tinambung, Sepabatu, Tandung, Kec.
Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Desa ; Tande Timur, Labuang Utara Kec. Banggae
Timur Kabupaten Majene.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 144
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
biogeofisik-kimia yang terkena dampak (dari daftar dampak penting hipotetik). Untuk masing-
masing dampak, batas persebarannya dapat diplotkan pada peta sehingga batas ekologis
memiliki beberapa garis batas, sesuai dengan jumlah dampak penting hipotetik.
Batas sosial, yaitu ruang disekitar rencana usaha dan/atau kegiatan yang merupakan
tempat berlangsungnya berbagai interaksi sosial yang mengandung norma dan nilai tertentu
yang sudah mapan (termasuk sistem dan struktur sosial), sesuai dengan proses dan dinamika
sosial suatu kelompok masyarakat, yang diperkirakan akan mengalami perubahan mendasar
akibat suatu rencana usaha dan/atau kegiatan. Batas ini pada dasarnya merupakan ruang di
mana masyarakat, yang terkena dampak lingkungan seperti limbah, emisi atau kerusakan
lingkungan, tinggal atau melakukan kegiatan. Batas sosial akan mempengaruhi identifikasi
kelompok masyarakat yang terkena dampak sosial-ekonomi-kesehatan masyarakat dan
penentuan masyarakat yang perlu dikonsulBekasian (pada tahap lanjutan keterlibatan
masyarakat). Batas interaksi sosial kegiatan terdapat pada Kabupaten Polewali Mandar dan
Kabupaten Majene.
Batas administratif, yaitu wilayah administratif terkecil yang relevan (seperti desa,
kelurahan, kecamatan, kabupaten, provinsi) yang wilayahnya tercakup tiga unsur batas diatas.
Dengan menumpangsusunkan (overlay) batas administratif wilayah pemerintahan dengan tiga
peta batas seperti tersebut di atas, maka akan terlihat desa/keluruhan, kecamatan, kabupaten
dan/atau provinsi mana saja yang masuk dalam batas proyek, batas ekologis dan batas sosial.
Batas administratif sebenarnya diperlukan untuk mengarahkan pelaku usaha dan/atau
penyusun Amdal untuk dapat berkoordinasi ke lembaga pemerintah daerah yang relevan, baik
untuk koordinasi administratif (misalnya penilaian AMDAL dan pelaksanaan konsultasi
masyarakat), pengumpulan data tentang kondisi rona lingkungan awal, kegiatan di sekitar lokasi
kegiatan, dan sebagainya.
Batas administratif di Desa ; Pao-pao, Alu, Kel. Petoosang, Mombi, Kec Alu, Desa ;
Lembanglembang, Palece, Kel. Limboro, Kec. Limboro, Desa ; Batulaya, Kel. Tinambung,
Sepabatu, Tandung, Kec. Tinambung, Kabupaten Polewali Mandar, Desa ; Tande Timur,
Labuang Utara Kec. Banggae Timur Kabupaten Majene.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 145
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Masing-masing batas diplotkan pada peta yang kemudian ditumpang susunkan satu
sama lain (overlay) sehingga dapat ditarik garis luar gabungan keempat batas tersebut. Garis
luar gabungan itu yang disebut sebagai ’batas wilayah studi’. Dalam proses ini, harus dijelaskan
dasar penentuan batas wilayah studi.
Dalam proses pelingkupan, harus teridentifikasi secara jelas pula batas waktu kajian
yang akan digunakan dalam melakukan prakiraan dan evaluasi dampak dalam kajian ANDAL.
Setiap dampak penting hipotetik yang dikaji memiliki batas waktu kajian tersendiri. Penentuan
batas waktu kajian ini selanjutnya digunakan sebagai dasar untuk melakukan penentuan
perubahan rona lingkungan tanpa adanya rencana usaha dan/atau kegiatan atau dengan
adanya rencana usaha dan/atau kegiatan.
Table 61. Evaluasi Dampak Potensial Menjadi Dampak Penting Hipotetik SPAM Regional
Polewali Mandar-Majene Provinsi Sulawesi Barat
Dampak Batas
Evaluasi Dampak Penting
No Dampak Potensial Sumber Penting Waktu
Hipotetik
Hipotetik Kajian
PRA KONSTRUKSI
1. Keresahan masyarakat Perencanaan Menimbulkan dampak negatif Non DPH 2020-2021
dengan perubahan persepsi
masyarakat dan dampak yang
terjadi pada komponen lingkungan
lainnya
2. Tata guna lahan Pengadaan Menimbulkan dampak negatif DPH 2020-2021
lahan dengan perubahan persepsi
3. Persepsi masyarakat Pengadaan masyarakat dan dampak yang DPH 2020-2021
lahan terjadi pada komponen lingkungan
lainnya
KONSTRUKSI
1. kesempatan kerja dan Penerimaan Pengadaan tenaga kerja akan DPH 2022-2026
peluang berusaha tenaga kerja menambah pendapatan
masyarakat, dampak positif tidak
perlu dikaji karena kepemilikan
lahan masyarakat sangat kecil
2. Meningkatnya pendapatan Penerimaan Kegiatan konstruksi yang DPH 2022-2026
masyarakat tenaga kerja membutuhkan pekerja dapat
menciptakan lapangan kerja untuk
masyarakat yang ingin terlibat dan
dapat menciptakan peluang usaha
lainnya untuk masyarakat sekitar
3. Kecemburuan sosial Penerimaan Penerimaan tenaga yang tidak Non DPH 2022-2026
tenaga kerja transparan, menimbulkan dampak
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 146
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Dampak Batas
Evaluasi Dampak Penting
No Dampak Potensial Sumber Penting Waktu
Hipotetik
Hipotetik Kajian
yang akan menghambat kegiatan
selanjutnya
4. Keresahan masyarakat Penerimaan Kebutuhan kerja merupakan hal Non DPH 2022-2026
tenaga kerja yang penting karena menyangkut
perbandingan jumlah angkatan
kerja dengan lapangan kerja yang
tersedia
5. Penurunan kualitas udara Mobilisasi Alat Mobilisasi alat berat dan material DPH 2022-2026
dan material mengakibatkan peningkatan kadar
debu udara ambien disekitar jalan
yang dilalui dari dan menuju areal
proyek.
6. Peningkatan intensitas Mobilisasi Alat Mobilisasi alat-alat dan kendaraan DPH 2022-2026
kebisingan dan material yang akan digunakan dalam
kegiatan pembangunan
diprakirakan akan menimbulkan
kebisingan. Sumber kebisingan
juga dari suara mesin kendaraan
pengangkut.
7. Peningkatan air larian Mobilisasi Alat Pada topografi dengan DPH 2022-2026
dan material kelerengan curam tanpa
penutupan lahan, kegiatan akan
menimbulkan kemampuan
meloloskan air yang tinggi
8. Penurunan kualitas air Mobilisasi Alat Banyaknya air larian yang Non DPH 2022-2026
permukaan dan material membawa material tanah
meningkatkan TSS dalam badan
air sehingga menurunkan
kemampuan air menetralisir
pencemaran
9. Penurunan kuantitas air Mobilisasi Alat Jumlah air yang tersedia Non DPH 2022-2026
permukaan dan material dipermukaan semakin berkurang
dari waktu ke waktu tanpa adanya
konservasi dan kebutuhan air
pengguna semakin tinggi
10. Peningkatan Erosi Mobilisasi Alat Semakin besar air larian yang Non DPH 2022-2026
dan material terjadi akan semakin tebal lapisan
tanah yang dilalui terbawa air
menjadi semakin besar
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 147
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Dampak
Evaluasi Dampak Penting Batas
No Dampak Potensial Sumber Penting
Hipotetik Kajian
Hipotetik
jalan, makin meningkatkan jumlah
lalu lintas di jalan tersebut
12. Kerusakan dan pengotoran Mobilisasi angkutan keluar masuk DPH 2022-2026
Mobilisasi Alat
jalan lokasi proyek dari jalan akan
dan material
menimbulkan kerusakan jalan
13. Gangguan aksesibilitas Mobilisasi angkutan keluar masuk DPH 2022-2026
Mobilisasi Alat lokasi proyek dari jalan akan
dan material menimbulkan terputus dan
terhalang akses
14. Hilangnya flora dilindungi Keberadaan flora dilindungi DPH 2022-2026
Mobilisasi Alat
disekitar lokasi proyek sebelum
dan material
dan sesudah ada proyek
15. Hilangnya fauna dilindungi Keberadaan flauna dilindungi Non DPH 2022-2026
Mobilisasi Alat
disekitar lokasi proyek sebelum
dan material
dan sesudah ada proyek
16. Gangguan biota air Keberadaan biota air disekitar Non DPH 2022-2026
Mobilisasi Alat
lokasi proyek sebelum dan
dan material
sesudah ada proyek
17. Persepsi masyarakat Kondisi dampak pada komponen Non DPH 2022-2026
Mobilisasi Alat
lingkungan mempengaruhi
dan material
perubahan persepsi
18. Gangguan Kesehatan Kondisi kualitas udara fan kualitas Non DPH 2022-2026
Mobilisasi Alat
Masyarakat air akan berpengaruh terhadap
dan material
kondisi kesehatan masyarakat
19. Penurunan kualitas udara Land clearing dan Kegiatan pembersihan dan DPH 2022-2026
pematangan pematangan lahan akan
lahan menimbulkan debu
20. Peningkatan intensitas Operasional alat pada kegiatan DPH 2022-2026
Land clearing dan
kebisingan pembersihan dan pematangan
pematangan
lahan akan menimbulkan
lahan
Peningkatan intensitas kebisingan
21. Peningkatan air larian Operasional alat pada kegiatan DPH 2022-2026
Land clearing dan
pembersihan dan pematangan
pematangan
lahan akan menimbulkan
lahan
Peningkatan air larian
22. Penurunan kualitas air Land clearing dan Dampak dari air larian akan Non DPH 2022-2026
permukaan pematangan menimbulkan Penurunan kualitas
lahan air permukaan
23. Penurunan kuantitas air Land clearing dan Kebutuhan air yang terus Non DPH 2022-2026
permukaan pematangan meningkat akan menurunkan
lahan kuantitas air permukaan
24. Peningkatan Erosi Land clearing dan Non DPH 2022-2026
Dampak dari air larian akan
pematangan
menimbulkan Peningkatan Erosi
lahan
Tabel 2.20. Lanjutan
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 148
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Dampak
Evaluasi Dampak Penting Batas
No Dampak Potensial Sumber Penting
Hipotetik Kajian
Hipotetik
25. Hilangnya flora dilindungi Land clearing dan Keberadaan flora dilindungi DPH 2022-2026
pematangan disekitar lokasi proyek sebelum
lahan dan sesudah ada proyek
26. Hilangnya fauna dilindungi Land clearing dan Keberadaan flauna dilindungi DPH 2022-2026
pematangan disekitar lokasi proyek sebelum
lahan dan sesudah ada proyek
27. Gangguan thd biota air Land clearing dan Keberadaan biota air disekitar Non DPH 2022-2026
pematangan lokasi proyek sebelum dan
lahan sesudah ada proyek
28. Gangguan Kesehatan Land clearing dan Kondisi kualitas udara fan Non DPH 2022-2026
Masyarakat pematangan kualitas air akan berpengaruh
lahan terhadap kondisi kesehatan
masyarakat
29. Penurunan kualitas udara Pembangunan Kegiatan Pembangunan Intake, Non DPH 2022-2026
Intake, IPA dan IPA dan Reservoir akan
Reservoir menimbulkan debu
30. Peningkatan intensitas Pembangunan Operasional alat pada kegiatan DPH 2022-2026
kebisingan Intake, IPA dan Pembangunan Intake, IPA dan
Reservoir Reservoir akan menimbulkan
Peningkatan intensitas
kebisingan
31. Peningkatan air larian Pembangunan Operasional alat pada kegiatan DPH 2022-2026
Intake, IPA dan pembersihan dan pematangan
Reservoir lahan akan menimbulkan
Peningkatan air larian
32. Penurunan kualitas air Pembangunan Dampak dari air larian akan DPH 2022-2026
permukaan Intake, IPA dan menimbulkan Penurunan kualitas
Reservoir air permukaan
33. Penurunan kuantitas air Pembangunan Kebutuhan air yang terus Non DPH 2022-2026
permukaan Intake, IPA dan meningkat akan menurunkan
Reservoir kuantitas air permukaan
34. Peningkatan Erosi Pembangunan Semakin besar air larian yang Non DPH 2022-2026
Intake, IPA dan terjadi akan semakin tebal lapisan
Reservoir tanah yang dilalui terbawa air
menjadi semakin besar
35. Gangguan lalu lintas Pembangunan Semakin besar frekuensi Non DPH 2022-2026
Intake, IPA dan kendaraan angkutan alat dan
Reservoir material yang melalui sebuah
jalan, makin meningkatkan jumlah
lalu lintas di jalan tersebut
Tabel 2.20. Lanjutan
Dampak
Evaluasi Dampak Penting Batas
No Dampak Potensial Sumber Penting
Hipotetik Kajian
Hipotetik
36. Gangguan Kesehatan Pembangunan Kondisi kualitas udara fan kualitas Non DPH 2022-2026
Masyarakat Intake, IPA dan air akan berpengaruh terhadap
Reservoir kondisi kesehatan masyarakat
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 149
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
Dampak
Evaluasi Dampak Penting Batas
No Dampak Potensial Sumber Penting
Hipotetik Kajian
Hipotetik
37. Penurunan kualitas udara Pemasangan Kegiatan Pembangunan Intake, Non DPH 2022-2026
Pipa IPA dan Reservoir akan
menimbulkan debu
38. Peningkatan intensitas Pemasangan Operasional alat pada kegiatan Non DPH 2022-2026
kebisingan Pipa Pembangunan Intake, IPA dan
Reservoir akan menimbulkan
Peningkatan intensitas kebisingan
39. Peningkatan air larian Pemasangan Operasional alat pada kegiatan Non DPH 2022-2026
Pipa pembersihan dan pematangan
lahan akan menimbulkan
Peningkatan air larian
40. Penurunan kualitas air Pemasangan Dampak dari air larian akan Non DPH 2022-2026
permukaan Pipa menimbulkan Penurunan kualitas
air permukaan
41. Penurunan kuantitas air Pemasangan Kebutuhan air yang terus Non DPH 2022-2026
permukaan Pipa meningkat akan menurunkan
kuantitas air permukaan
42. Peningkatan Erosi Pemasangan Semakin besar air larian yang Non DPH 2022-2026
Pipa terjadi akan semakin tebal lapisan
tanah yang dilalui terbawa air
menjadi semakin besar
43. Gangguan lalu lintas Pemasangan Semakin besar frekuensi DPH 2022-2026
Pipa kendaraan angkutan alat dan
material yang melalui sebuah
jalan, makin meningkatkan jumlah
lalu lintas di jalan tersebut
44. Kerusakan dan Pemasangan Mobilisasi angkutan keluar masuk DPH 2022-2026
pengotoran jalan Pipa lokasi proyek dari jalan akan
menimbulkan kerusakan jalan
45. Gangguan aksesibilitas Pemasangan Mobilisasi angkutan keluar masuk Non DPH 2022-2026
Pipa lokasi proyek dari jalan akan
menimbulkan terputus dan
terhalang akses
46. Gangguan Kesehatan Pemasangan Kondisi kualitas udara fan kualitas Non DPH 2022-2026
Masyarakat Pipa air akan berpengaruh terhadap
kondisi kesehatan masyarakat
47. Penurunan kualitas air Penutupan Dampak dari air larian akan Non DPH 2022-2026
permukaan kembali dan menimbulkan Penurunan kualitas
perapihan air permukaan
OPERASI
1. Penurunan kualitas air Pengambilan Air Dampak dari air larian akan Non DPH 2026-2030
permukaan Baku menimbulkan Penurunan kualitas
air permukaan
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 150
HASIL PENENTUAN DAMPAK PENTING HIPOTEK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 151
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Penilaian besaran dampak didasarkan pada analisis perbedaan antara kondisi kualitas
lingkungan hidup tanpa adanya kegiatan dan adanya kegiatan rencana Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional Kabupaten Polewali Mandar Dan Kabupaten Majene di
Provinsi Sulawesi Barat oleh Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Provinsi Sulawesi
Barat. Besaran dampak ditetapkan secara kuantitatif maupun kualitatif sesuai dengan
karakteristik komponen lingkungan yang diperkirakan akan terkena dampak baik langsung
maupun tidak langsung. Prakiraan besaran dampak dilakukan dengan cara mengukur
perubahan kualitas lingkungan yang terjadi akibat adanya kegiatan. Prakiraan besaran dampak
didekati dengan metode matematika dan/atau analogi dengan dampak kegiatan sejenis wilayah
yang memiliki karakteristik hampir sama, juga prakiraan pakar (professional adjustment).
Kualitas lingkungan untuk komponen fisik kimia dan biotis diperoleh dengan cara formal,
menggunakan rumus empiris dan/atau matematis yang berpedoman pada buku mutu
lingkungan yang sesuai dengan komponen lingkungan terkait. Kualitas lingkungan untuk
komponen biologi dan sosial (sosial-ekonomi, sosial-budaya) dan kesehatan masyarakat
diperoleh dengan cara formal, non formal maupun cara analog yaitu dengan kajian pustaka
terhadap komponen yang sejenis dan soaial budaya setempat, rencana kegiatan dan komponen
lingkungan sejenis.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 152
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
metode prakiraan dampak, seperti yang dikemukakan pada KA-ANDAL, akan dilakukan
analisis dampak penting untuk mengetahui sifat dampak, besaran dampak dan tingkat
kepentingan dampak, yang selanjutnya akan dapat dijadikan acuan untuk melakukan
evaluasi dampak penting. Kriteria prakiraan dampak penting ditetapkan sebagai berikut:
Besaran dampak dapat dibedakan atas dua kategori, yaitu besar dan kecil, yang
penentuannya didasarkan atas besarnya perubahan komponen kualitas lingkungan hidup
yang timbul sebagai akibat rencana usaha dan/atau kegiatan dengan menghitung selisih
antara kondisi rona lingkungan yang akan datang dengan adanya proyek (Rlyad.dp) dan
kondisi rona lingkungan yang akan datang tanpa adanya proyek (Rlyad.tp) (Munn,1979,
Sumarwoto, 1984 & Fandeli, 2011).
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 153
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Table 62. Panduan Dasar Penentuan Dampak Penting (P) atau Tidak Penting (TP)
untuk Masing-masing Kriteria
Sifat Penting Dampak
No. Kriteria
Tidak Penting (TP) Penting (P)
Jumlah penduduk yang
Jumlah penduduk yang menerima menerima dampak posltif
Besarnya jumlah penduduk
darnpak positif penting lebih besar penting lebih kecil atau sama
1 yang akan terkena dampak
dari jumlah penduduk yang dengan jumlah penduduk
rencana kegiatan
terkena dampak negatif penting yang terkena dampak negatif
penting
Luas wilayah penyebaran
Luas wilayah penvebaran darnpak
Luas wilayah dampak lebih besar
2 lebih kecil dibandingkan dengan
penyebaran dampak dibandingkan dengan luas
luas wilayah rencana kegiatan
wilayah rencana kegiatan
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 154
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 155
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Berdasarkan kriteria dampak penting, apabila ada satu kriteria saja masuk dalam
kriteria penting, maka prakiraan dampak adalah penting (P). Adapun metode prakiraan
dampak penting yang digunakan, meliputi metode formal (model) dan non formal (analogi,
perbandingan dengan nilai baku mutu lingkungan = BML, dan pertimbangan pakar).
Berdasarkan hasil pelingkupan, terdapat 7 jenis dampak penting hipotetik yang
diprakirakan terjadi akibat rencana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional yang
disajikan pada Tabel 63.
Table 63. Dampak penting hipotetik
No Dampak Potensial Sumber
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 156
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 157
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 158
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
6. Dampak dapat berbalik seiring berakhirnya masa proses pembebasan tanah dan
tercapainya kesepahaman bersama. Dengan demikian, dapat disimpul-kan
dampaknya bersifat tidak penting {TP).
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 159
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
5.1.3.1.1 Kondisi Rona Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Kondisi Lingkungan yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek ( Rlyad.tp)
diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi lingkungan hidup
awal sebelum adanya kegiatan. Sesuai data rona lingkungan hidup awal seperti yang
tercantum dalam Bab 3 (hasil sampling di lokasi proyek) menunjukkan bahwa kualitas
udara ambient di kedua lokasi pengambilan contoh masih tergolong baik karena tidak
melebihi Baku Mutu berdasarkan PP RI No. 41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian
Pencemaran Udara.
26,6 g/Nm3 CO. Perubahan konsentrasi masing-masing polutan pada tahap konstruksi
secara aktual dapat dilihat dari hasil pemantauan (pengambilan sampel kuaitas udara)
secara rutin (1x / 6 bulan) yang menunjukkan perubahan kualitas lingkungan dari waktu
ke waktu.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 160
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 161
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
5.1.3.2.1. Kondisi Rona Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Kondisi Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi lingkungan hidup
awal sebelum adanya kegiatan. Sesuai data rona lingkungan hidup awal seperti yang
tercantum dalam Bab 3 (berdasarkan hasil sampling di lokasi proyek) menunjukkan
bahwa tingkat kebisingan di kedua lokasi pengambilan contoh masih tergolong baik
karena tidak melebihi Baku Mutu Kep.Men LH No. 48 Tahun 1996 Tentang Penetapan
Baku Tingkat Kebisingan.
Keterangan :
Loi = Tingkat kebisingan kendaraan (dump truk 80 dB, bulldozer 70 dB), rata-
rata: 75 dB. Ni = Jumlah kendaraan yang lewat per jam (12 dumptruck dan 2
bulldozer loader)
Si = Kecepatan rata-rata kendaraan (40 km/jam = 25 mil/jam).
s = “Shield factor” utk daerah terbuka dengan tanaman agak jarang = s dB(A) = 2
(untuk kondisi faktor tumbuhan jarang).
Maka:
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 162
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Nilai ini merupakan kebisingan total dari aktivitas kendaraan dan operasional alat
berat dengan jarak pengukuran 15 m, 40 m dan 100 m dari sumber bising. Tingkat
Kebisingan yang diterima oleh penduduk sekitar lokasi yang berjarak 100 m adalah
sumber bising dari sumber yang bergerak (sumber garis) total sebesar 64,13 dB(A) di
konstruksi bangunan. Sementara 15 m 72,37 dB(A) dari Tapak Proyek, dan dari pintu
masuk 68,11 dB(A).
5.1.3.3.1. Kondisi Rona Lingkungan yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi lingkungan pada
rona lingkungan hidup awal. Berdasarkan data rona lingkungan hidup awal (data primer
Bab 2), menunjukkan bahwa kualitas air permukaan di lokasi proyek, ada dua para
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 164
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
meter yang melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh PPRI No. 82 Tahun 2001 (Kelas 2),
yaitu fosfat dan fecal koliform.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 165
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
5.1.3.4.1. Kondisi Rona Lingkungan yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.t)
Diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi lingkungan
pada rona lingkungan hidup awal. Berdasarkan data rona lingkungan hidup awal, yang
dibahas dalam bab 3, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Polwali Mandar
adalah 522.740 jiwa (pada Kec. Alu, Kec. Limbor, dan Kec. Tinambung), dengan luas
wilayah mencapai 2.022,30 km2 dan tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Polwali
Mandar mencapai adalah 259 jiwa/km2. Sedangkan jumlah penduduk pada Kabupaten
Majene adalah 173.260 jiwa (pada Kec. Banggae Timur dan Kec. Banggae), dengan luas
wilayah mencapai 2947,48 km2 dan tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Polwali
Mandar mencapai adalah 182,79 jiwa/km2.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 166
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
5.1.3.5.1. Kondisi Rona Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi lingkungan
pada rona lingkungan hidup awal. Berdasarkan data rona lingkungan hidup awal, yang
dibahas dalam bab 3, menunjukkan bahwa jumlah penduduk jumlah penduduk
Kabupaten Polwali Mandar adalah 522.740 jiwa (pada Kec. Alu, Kec. Limbor, dan Kec.
Tinambung), dengan luas wilayah mencapai 2.022,30 km2 dan tingkat kepadatan
penduduk di Kabupaten Polwali Mandar mencapai adalah 259 jiwa/km2. Sedangkan
jumlah penduduk pada Kabupaten Majene adalah 173.260 jiwa (pada Kec. Banggae
Timur dan Kec. Banggae), dengan luas wilayah mencapai 2947,48 km2 dan tingkat
kepadatan penduduk di Kabupaten Polwali Mandar mencapai adalah 182,79 jiwa/km2..
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 167
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 168
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
6. Dampak akan berbalik pada tahap operasional, jika tahap konstruksi telah
selesai dilakukan, sehingga dampak dapat dikategorikan Penting (P); dan
7. Tidak ada kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga dampak dapat dikategorikan Tidak Penting (TP).
Dengan demikian dilihat dari tingkat kepentingannya, maka dampak
peningkatan pendapatan masyarakat pada tahap konstruksi tergolong penting dan
bersifat positif.
5.1.3.6.1 Kondisi Rona Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi lingkungan
pada rona lingkungan hidup awal. Dampak potensial yang timbul berupa terjadinya
peningkatan volume lalu lintas yang disebabkan oleh mobilisasi alat dan material. Kondisi
volume lalu lintas di jalan lintas Alu-Tinambung adalah kondisi volume lalu lintas dengan
tingkat pelayanan B yang berarti arus lancar. Adanya peningkatan lalu lintas akibat
mobilisasi alat dan material akan menyebabkan perubahan tingkat pelayanan jalan
menjadi C.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 169
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
4. Komponen lingkungan lain yang terkena dampak yaitu persepsi dan sikap
masyarakat, sehingga dampak dapat dikategorikan Penting (P);
5. Dampak bersifat kumulatif dari berbagai kegiatan dan tidak diasimilasi oleh
lingkungan, sehingga dampak dapat dikategorikan Penting (P);
6. Dampak akan berbalik, sehingga dampak dapat dikategorikan Penting (P); dan
7. Tidak ada kriteria lain sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, sehingga dampak dapat dikategorikan Tidak Penting (TP).
Dengan demikian dilihat dari tingkat kepentingannya, maka dampak peningkatan
volume lalu lintas pada tahap konstruksi tergolong penting dan bersifat negatif.
5.1.3.7.1 Kondisi Rona Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Sebelum adanya kegiatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional,
persepsi masyarakat sebelum adanya kegiatan pembangunan tergolong cukup baik.
Hubungan antara masyarakat dengan pihak manajemen terjaga dengan baik.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 170
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
5.1.4.1.1 Kondisi Rona Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi lingkungan
pada rona lingkungan hidup awal. Berdasarkan data rona lingkungan hidup awal
(data prim er Bab 3), menunjukkan bahwa kualitas air permukaan di lokasi proyek,
ada dua parameter yang melebihi baku mutu yang ditetapkan oleh PPRI No. 82 Tahun
2001 (Kelas 2), yaitu fosfat dan fecal koliform.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 171
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 172
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
5.1.4.2.1 Kondisi Rona Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi lingkun gan
pada rona lingkungan hidup awal. Berdasarkan data rona lingkungan hidup awal, yang
dibahas dalam bab 3, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Polwali Mandar
adalah 522.740 jiwa (pada Kecamatan. Alu, Kecamatan. Limbor, dan Kecamatan
Tinambung), dengan luas wilayah mencapai 2.022,30 km2 dan tingkat kepadatan
penduduk di Kabupaten Polwali Mandar mencapai adalah 259 jiwa/km2. Sedangkan
jumlah penduduk pada Kabupaten Majene adalah 173.260 jiwa (pada Kec. Banggae
Timur dan Kec. Banggae), dengan luas wilayah mencapai 2947,48 km2 dan tingkat
kepadatan penduduk di Kabupaten Polwali Mandar mencapai adalah 182,79 jiwa/km2.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 173
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
5.1.4.2.1 Kondisi Rona Lingkungan Yang Akan Datang Tanpa Adanya Proyek (Rlyad.tp)
Diasumsikan bahwa kondisi lingkungan hidup sama dengan kondisi ling kungan
pada rona lingkungan hidup awal. Berdasarkan data rona lingkungan hidup awal, yang
dibahas dalam bab 3, menunjukkan bahwa jumlah penduduk Kabupaten Polewali Mandar
adalah 522.740 jiwa (pada Kec. Alu, Kec. Limbor, dan Kec. Tinambung), dengan luas
wilayah mencapai 2.022,30 km2 dan tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Polwali
Mandar mencapai adalah 259 jiwa/km2. Sedangkan jumlah penduduk pada Kabupaten
Majene adalah 173.260 jiwa (pada Kec. Banggae Timur dan Kec. Banggae), dengan luas
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 174
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
wilayah mencapai 2947,48 km2 dan tingkat kepadatan penduduk di Kabupaten Polwali
Mandar mencapai adalah 182,79 jiwa/km2.
Kebutuhan penduduk Kabupaten Tolewali Mandar dan Majene terhadap air bersih
belum tercukupi, beberapa data menunjukkan bahwa beberapa daerah di Pao-pao,
Tinabung, dan Kec. Balanifa mengalami krisis air terutama pada musim kemarau.
Terutama pada periode agustus – september yang merupakan puncak kemarau. sehingga
dikategorikan sangat buruk
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 175
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Evaluasi dampak akan dilakukan terhadap hasil prakiraan dampak penting atas
rencana Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional yang dilakukan sesuai dengan
Permen LH No. 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan Dokumen Lingkungan
Hidup. Metode yang digunakan dalam evaluasi dampak penting adalah Metode Bagan Alir.
Metode bagan alir dampak penting digunakan untuk menggambarkan hubungan keterkaitan
(sebab akibat) antara sumber dampak dengan dampak penting terhadap komponen/
parameter lingkungan yang diprakirakan akan timbul dan antara komponen/parameter
lingkungan yang terkena dampak penting itu sendiri.
Bagan alir dampak yang diperkirakan akan terjadi sebagai dampak dari Sistem
Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional adalah seperti disajikan pada Gambar berikut.
Berdasarkan bagan alir dampak, dampak lingkungan yang terjadi akibat Sistem Penye-
diaan Air Minum (SPAM) Regional adalah dampak penting primer dan sekunder.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 176
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional (tahap operasi) merupakan rencana
kegiatan yang menimbulkan dampak terbanyak (utama). Jika dilihat dari sifat dampaknya
secara keseluruhan dampak negatif lebih banyak dari dampak positifnya.
Dampak primer yang terjadi akibat rencana kegiatan ini meliputi penurunan kualitas
udara ambien, peningkatan kebisingan, penurunan kualitas air permukaan, peningka-
tan kesempata n kerja dan berusaha, peningkatan pendapatan masyarakat, peningkatan
volume lalu lintas dan perubahan persepsi dan sikap masyarakat. Dampak primer ini
berpotensi menimbulkan dampak - dampak turunan yaitu dampak sekunder dan dampak
tersier. Dampak-dampak primer akibat kegiatan ini harus dikelola dengan bijaksana,
sehingga dampak turunan sekunder maupun tersier yang bersifat negatif dapat di-
minimalisir dengan optimal, begitu juga dampak turunan yang bersifat positif dapat
ditingkatkan semaksimal mungkin.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 177
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 178
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 179
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 180
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Bagan alir dampak penting tahap operasiTerdapat beberapa parameter lingkungan hidup
yang bersifat sensitif berdasarkan penjelasan keterkaitan dan interaksi dampak, yaitu:
penurunan kualitas udara, peningkatan kebisingan dan perubahan persepsi dan sikap
masyarakat.
Berbagai dampak penting baik yang bersifat positif maupun negatif sebagai akibat
adanya rencana pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional pada
prinsipnya harus mendapat perhatian dan penanganan yang tepat. Penanganan dampak
positif ditujukan untuk mempertahankan dan jika mungkin mengembangkannya seoptimal
mungkin. Penanganan dampak negatif dimaksudkan agar dampak tersebut dapat ditekan
seminimal mungkin atau jika mungkin dihilangkan. Upaya-upaya yang bersifat pencega-
han ditetapkan sebagai prioritas utama dibandingkan upaya mitigasi atau penanggu-
langan.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 181
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
kelembagaan, birokrasi dan jejaring untuk menangani dampak. Beberapa dampak bisa
ditangani dengan pendekatan ganda.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 182
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Setiap parameter yang terkena dampak harus dikelola, namun untuk mengelola
dampak perlu diketahui sumber dampak, ciri dampak, kemudian ditetapkan arahan
pengelolaan lingkungan hidup
Arahan pengelolaan lingkungan hidup dilakukan terhadap seluruh komponen
kegiatan yang menimbulkan dampak, baik komponen kegiatan yang paling banyak
memberikan dampak turunan (dampak yang bersifat strategis), maupun komponen
kegiatan yang tidak banyak memberikan dampak turunan. Penjelasannya sebagai
berikut:
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 183
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
E. Pekerjaan Pondasi
Menggunakan teknologi pondasi yang dapat meminimalisar kebisingan, hasil
penyelidikan tanah menyimpulkan jenis pondasi yang cocok yaitu dengan jacking pile.
F. Pembangunan Struktur
Menggunakan jaring penutup pada saat melakukan pekerjaan struktur atas, untuk
menahan material atau alat yang terjatuh dari atas dan untuk meminimalisasi cemaran
udara.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 184
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 185
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
crossing jalan eksisting di luar jam puncak lalu lintas, b. Berkoordinasi dengan Dinas
Perhubungan Kab/ Kata setempat serta Polres setempat dalam hal pengaturan lalu lintas
ataupun rekayasa lalu lintas jika dibutuhkan
D. Peningkatan Kesempatan Kerja dan Berusaha
Mengetahui jumlah tenaga kerja yang terlibat di lokasi studi yaitu dengan
melakuk an pencatatan dan pengecekan secara langsung pada saat penerimaan tenaga
kerja.
E. Peningkatan Pendapatan Masyarakat
Mengetahui jumlah tenaga kerja yang terlibat di lokasi studi yaitu dengan
melakukan pencatatan dan pengecekan secara langsung pada saat penerimaan tenaga
kerja, hasil tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendata tingkat pendapatan
masyarakat.
F. Peningkatan Volume Lalu Lintas
Mengetahui volume lalu lintas dan derajat kejenuhan di lokasi studi yaitu dengan
melakukan pengukuran dan pengamatan secara langsung di lokasi studi, yang dilakukan
secara rutin dan berkelanjutan.
G. Perubahan Persepsi dan Sikap Masyarakat
Mengetahui jumlah masyarakat yang merasa khawatir dengan melakukan
evaluasi pada saat tahapan kegiatan, sehingga tidak terakumulasi.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 186
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Kabid.V/650/03/ 2020 tanggal 13 Maret 2020 dan Surat Rekomendasi Kesesuaian RTRW
dari Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Majene No. 690/90.1/2020
tanggal 13 Maret 2020.
Pelaksanaan kegiatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional telah me-
ngikuti kebijakan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup dan sumberdaya alam,
antara lain dalam bentuk penyusunan Analisis Dampak Lingkungan Hidup (AN DAL) dan
Rencana Pengelolaan Lingkungan Hidup-Rencana Pemantauan Lingkungan Hidup (RKL-
RPL), yang berfungsi untuk memperkirakan dampak lingkungan hidup yang akan terjadi
dan tindakan untuk mengatasi dampak lingkungan hidup yang diperkirakan akan terjadi
te rsebut. Dengan demikian diharapkan kegiatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM)
Regional tidak akan menimbulkan kerusakan terhadap lingkungan hidup.
Lokasi kegiatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional tidak berada pada
kawasan khusus dalam hubungannya dengan kepentingan pertahanan dan keamanan,
sehingga tidak mempunyai potensi menimbulkan gangguan terhadap pertahanan dan
keamanan negara.
Besaran dan sifat penting dampak dari rencana kegiatan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM) Regional telah dilakukan secara cermat mengenai besaran dan sifat
penting dampak rencana kegiatan, dihasilkan beberapa dampak penting baik yang bersifat
negatif penting maupun positif penting yaitu penurunan kualitas udara (dampak kecil dan
negatif penting), peningkatan kebisingan (dampak besar dan negatif penting), penurunan
kualitas air permukaan (dampak kecil dan negatif penting), peningkatan kesempatan kerja
dan berusaha (dampak kecil dan positif p enting), peningkatan pendapatan masyarakat
(dampak kecil dan positif penting), peningkatan volume lalu lintas (dampak kecil dan
negatif penting) dan perubahan persepsi dan sikap masyarakat ( dampak besar dan
negatif-postif penting).
Hasil evaluasi secara holistik dari rencana kegiatan Sistem Penyediaan Air Minum
(SPAM) Regional dilakukan dan saling terkait dan saling mempengaruhi sehingga diketahui
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 187
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Pemrakarsa dan pihak terkait mampu dan bertanggung jawab terhadap semua
dampak lingkungan hidup yang akan terjadi akibat pelaksanaan kegiatan Sistem Penye-
diaan Air Minum (SPAM) Regional, antara lain melalui penyusunan dokumen RKL-RPL dan
pernyataan kesanggupan pemrakarsa melaksanaan RKL-RPL tersebut untuk mengelola
dan memantau dampak yang akan terjadi akibat adanya kegiatan Sistem Penyediaan Air
Minum (SPAM).
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 188
HASIL PRAKIRAAN DAMPAK PENTING & EVALUASI SECARA HOLISTIK
Secara umum kegiatan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) Regional berada di
kota yang memiliki ciri sosial dengan keterbukaan untuk menerima budaya/interaksi sosial
dari luar sehingga kegiatan ini tidak mengganggu secara signifikan terhadap nilai-nilai
sosial atau pandangan masyarakat setempat yang telah berkembang di kalangan
masyarakat setempat.
5.2.2.9 Tidak Menimbulkan Gangguan Terhadap Usaha dan/atau Kegiatan yang Telah Ada
5.2.2.10 Tidak Dilampauinya Daya Dukung dan Daya Tampung Lingkungan Hidup
Daya dukung dan daya tampung lingkungan hidup tidak dipertimbangkan, karena
Pemerintah Kabupaten Polewali Mandar dan Kabupaten Majene belum mempunyai hasil
kajian/perhitungan daya dukung dan daya tampung lingkungan. Namun berdasarkan
prakiraan dampak, dengan kesesuaian peruntukan ruang untuk lokasi Sistem Penyediaan
Air Minum (SPAM) Regional adalah Perumahan Kepadatan Rendah, maka secara ruang
masih memenuhi daya dukung dan daya tampung lingkungan .
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 189
DAFTAR PUSTAKA
Literatur
Achdan dan Sudana, 1992, Peta Geologi Lembar Polewali, Jawa Barat, Pusat Penelitian dan
Pengembangan Geologi, Bandung.
Arsyad, S. 1989. Konservasi Tanah dan Air. Penerbit Institut Pertanian Bogor Press, Bogor.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Majene. 2020. Kecamatan Banggae Dalam Angka 2020.
__________. 2019. Kecamatan Banggae Dalam Angka 2019.
__________ 2020. Kecamatan Banggae Timur Dalam Angka 2020.
__________ Badan Pusat Statistik Kabupaten Polewali Mandar. 2020. Kabupaten Polewali Mandar
Dalam Angka 2021.
___________ Badan Pusat Statistik Kabupaten Polewali Mandar. 2020. Kabupaten Polewali Mandar
Dalam Angka 2020.
___________ 2020. Kecamatan Tinambung Dalam Angka 2020
___________ 2020. Kecamatan Alu Dalam Angka 2020
___________ 2020. Kecamatan Limboro Dalam Angka 2021
___________ 2020. Kecamatan Limboro Dalam Angka 2020
___________ 2019. Provinsi Sulawesi Barat Dalam Angka 2019.
___________ 2019. Kabupaten Majene Dalam Angka 20121.
___________ 2019. Kabupaten Majene Dalam Angka 2019.
Chow, v.T. 1968. Handbook of applied hydrology. McGraw-Hill, ISBN 07-010774-2, 1964.
Davis, M. L. and D. A. Cornwell. 1991. Introduction To Environmental Engineering. Singapore : Mc
Graw - Hill Book Co.
Hardjowigeno, S dan Widiatmaka. 2001. Kesesuaian Lahan dan Perencanaan Tataguna Tanah.
Jurusan Tanah, Fakultas Pertanian, IPB. Bogor.
Helmi, 2012, Hukum Perizinan Lingkungan Hidup, Sinar Grafika, Jakarta.
Hobbs, F. D, Suprapto TM. dan Waldijono. 1995. Perencanaan dan Teknik Lalu Lintas (Traffic
Planning and Engineering). Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.
La Grega, M. D., Phillip L. B. and Jeffrey C. E. 1994. Hazardous Waste Management. Singapore : Mc
Graw - Hill Book Co.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 190
Loebis, Joesron. 1992. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Jakarta : Yayasan Badan Penerbit
Pekerjaan Umum.
Marhaeni Ria Siombo, 2012, Hukum Lingkungan dan Pelaksanaan Pembangunan Berkelanjutan Di
Indonesia, Gramedia Pustaka, Jakarta.
Met Calf and Eddy, INC. 1991. Wastewater Engineering Treatment, Disposal, and Reuse. Singapore
: Mc Graw - Hill Book Co.
Otto Soemarwoto, 2001, Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, Gajah Mada University Press,
Yogyakarta.
Pusat Penelitian Sains dan Teknologi Lembaga Penelitian UI dan Direktorat Jenderal Cipta Karya
Dep. PU. 1989. Laporan Akhir Pekerjaan Penyusunan Bahan Pedoman Teknis
Pengelolaan Persampahan. Jakarta : Pusat Penelitian Sains dan Teknologi Lembaga
Penelitian UI dan Direktorat Jenderal Cipta Karya Dep. PU.
Rau, J.G. and D.C. Wooten (ed.). 1980. Environmental Impact Analysis Handbook. Mc. Graw. Hill
Book Co. new York.
Schmidth, F.H., and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall type based on wet and dry period for Indonesia
with Western New Guinea.
Tchobanoglous, George and Frank Kreith. 2002. Handbook of Solid Waste Management, McGraw Hill
Professional, 22 Jun 2002. London.
Peraturan Perundang-undangan
Keputusan Presiden RI No 32 tahun 1990 tentang Pengelola Kawasan Lingkungan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 04/MEN/Per/1980 tentang Alat Pemadam Kebakaran Api
Ringan (APAR), sebagai acuan untuk memahami persyaratan Pengadaan APAR dan
spesifikasinya.
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 416/MENKES/PER/IX/1990 tentang Syarat-Syarat
Pengawasan Kualitas Air Bersih.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor Kep 48/MEN L.H/11/1996 tentang Baku Mutu
Tingkat Kebisingan.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI No. Kep. 50/MEN L.H/11/1996 tentang Baku Mutu
Tingkat Kebauan.
Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 8 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan Penataan Ruang
Daerah.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja RI No. 03/MEN/Per/1999 tentang Syarat-Syarat Keselamatan dan
Kesehatan Kerja.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 191
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 112 tahun 2003 tentang Baku Mutu Air
Limbah Domestik.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 06 Tahun 2009 tentang Laboratorium Lingkungan.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No 13 Tahun 2011 tentang nilai ambang batas
Faktor Kimia di Udara Lingkungan Kerja.
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 5 Tahun 2012 tentang Jenis Rencana Usaha
dan/atau Kegiatan Yang Wajib Memiliki Analisis Mengenai Dampak Lingkungan jo
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 11 Tahun 2006 tentang Jenis
Rencana Usaha dan/atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan http://www.menlh.go.id, (27 Agustus 2012)
Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 16 Tahun 2012 tentang Pedoman Penyusunan
Dokumen Lingkungan Hidup
Keputusan Direktur Jenderal Perhubungan Darat Nomor : 272/Hk.105/Drjd/96 Tentang Pedoman
Teknis Penyelenggaraan Fasilitas Parkir
Peraturan Pemerintah No. 6 Tahun 1988 Tentang Koordinasi Kegiatan Pembangunan Daerah.
Peraturan Pemerintah No. 40 Tahun 1996 Tentang Hak Guna Bangunan, Hak Pakai dan Hak Guna
Usaha adalah sebagai acuan memahami kepemilikan tanah dan penggunaanya.
Peraturan Pemerintah No. 47 Tahun 1997 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional.
Peraturan Pemerintah No.41 Tahun 1999 Tentang Pengendalian Pencemaran Udara.
Peraturan Pemerintah No. 38 Tahun 2007 Tentang Pembagian Urusan Pemerintah antara
Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi dan Pemrintah Daerah Kabupaten/Kota.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan jo Peraturan
Pemerintah Republik Indonesia Nomor 27 Tahun 1999 tentang Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan Hidup, 2012, http://www.djpp.depkumham.go.id, (27 Agustus 2012)
Undang-undang No 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan.
Undang-undang RI No 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Undang-undang RI No 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang.
Undang-undang RI No 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah.
Undang-undang RI No 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.
AMDAL PENGEMBANGAN SPAM REGIONAL POLEWALI MANDAR-MAJENE PROVINSI SULAWESI BARAT 192