REPUBLIK INDONESIA
a Jalan MH. Thamrin No. 8, Jakarta 10340-INDONESIA
Telp. +62 21 23951100, Fax. +62 21 3141790
LAPORAN AKHIR
Tahun Anggaran
2021
Nomor Kontrak :
SPK-0688/PPK.07/Marves/PL101/VIII/2021
Tanggal Kontrak :
12 Agustus 2021
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
KATA PENGANTAR
Selanjutnya kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi terhadap Laporan Akhir ini.
Metrizal, ST
Ketua Tim
i
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
DAFTAR ISI
ii
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
iii
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
5.1.3. Peraturan Pemerintah Nomor 42/2008 tentang Pengelolaan SDA ...... 5-5
5.1.4. Acuan Terkait ...................................................................................... 5-8
5.2. Kebijakan Pengelolaan Sumber Daya Air ....................................................... 5-11
5.2.1. Kebijakan SDA Nasional ..................................................................... 5-12
5.2.2. Visi dan Misi Pengelolaan SDA .......................................................... 5-15
5.2.3. Kebijakan Umum Pengelolaan Sumber Daya Air ............................... 5-16
iv
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
v
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
DAFTAR TABEL
vi
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Tabel 6.5. Potensi Zona Pemanfaatan Air untuk Wilayah Sungai Serayu –
Bogowonto ............................................................................................ 6-24
Tabel 6.6. Luas Tata Guna Lahan di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto ......... 6-27
Tabel 6.7. Luas Lahan Masing-masing Daerah Aliran Sungai di Wilayah Sungai
Serayu – Bogowonto ............................................................................. 6-31
Tabel 6.8. Tampungan Air Rencana Bendungan/Waduk di Wilayah Sungai
Serayu – Bogowonto ............................................................................. 6-35
vii
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
DAFTAR GAMBAR
viii
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
BAB 1
PENDAHULUAN
1-1
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Keluaran yang diharapkan dari pelaksanaan kegiatan ini antara lain adalah:
1. Adanya suatu keluaran tentang konsep Kajian Pendukung Kebijakan Percepatan
Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai.
2. Diharapkan hasil kajian ini dapat menjadi masukan bagi kementerian lembaga terkait
serta Pemerintah Daerah untuk dapat dijadikan acuan dan panduan dalam Penyediaan
Kajian Pendukung Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur Sumber Daya
Air dan Rekayasa Pantai.
1-2
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Lokasi kegiatan berada di Provinsi Jawa Tengah bagian selatan yang meliputi 3
kabupaten yaitu Kabupaten Cilacap, Kabupaten Kebumen, dan Kabupaten Purworejo.
1-3
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
BAB II
GAMBARAN UMUM WILAYAH
Jawa Tengah sebagai salah satu provinsi di Pulau Jawa, letaknya diapit oleh dua
provinsi besar, yaitu Jawa Barat dan Jawa Timur. Terletak diantara 5°40’ dan 8°30’
Lintang Selatan dan antara 108°30’ dan 111°30’ Bujur Timur (termasuk Pulau
Karimunjawa). Jarak terjauh dari barat ke timur adalah 263 Km dan dari utara ke selatan
226 Km (tidak termasuk Pulau Karimunjawa).
Provinsi Jawa Tengah terbagi menjadi 29 kabupaten dan 6 kota. Luas wilayah
Jawa Tengah tercatat sebesar 3,25 juta Hektar atau sekitar 25,04 persen dari luas Pulau
Jawa (1,70 persen dari luas Indonesia).
Kabupaten yang menjadi obyek lokasi pada kegiatan ini adalah kabupaten yang
berada di pantai selatan Provinsi Jawa Tengah yaitu Kabupaten Cilacap, Kebumen, dan
Purworejo.
2.1.2. Iklim
2-1
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Tabel 2.1. Data Iklim dari Stasiun Klimatologi Cilacap Tahun 2017 – 2019
Tabel 2.3. Tinggi Wilayah Kabupaten dan Jarak ke Ibu Kota Provinsi
2-2
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
2.2.2. Ketenagakerjaan
Berdasarkan hasil Sakernas, angkatan kerja di Jawa Tengah tahun 2019 mencapai
18,26 juta. Tingkat partisipasi angkatan kerja penduduk Jawa Tengah tercatat sebesar
68,62 persen. Sedangkan tingkat pengangguran terbuka di Jawa Tengah sebesar 4,49
persen.
Jumlah penduduk yang bekerja pada Agustus 2019 sebesar 17,44 juta orang.
Sektor 3 (Jasa) merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, dengan
menyerap 7,74 juta orang (44,38 persen) pekerja, sementara sektor 1 (Pertanian) yang
paling sedikit menyerap tenaga kerja, yaitu hanya menyerap 4,09 juta orang (23,74
persen) pekerja.
Proporsi terbesar pekerja pada Agustus 2019 masih didominasi oleh buruh/
karyawan/pegawai sebesar 38,35 persen atau 6,69 juta orang. Sementara proporsi terkecil
pekerja adalah pekerja berusaha dibantu buruh tetap/ buruh dibayar hanya sebesar 3,44
persen atau 0,6 juta orang.
Tabel 2.4. Jumlah Penduduk Kabupaten di Pantai Selatan Provinsi Jawa Tengah
2-3
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pada tahun 2019 persentase penduduk Provinsi Jawa Tengah yang masih sekolah
pada kelompok umur 7 – 12 tahun (kelompok usia SD/MI) sebesar 99,77 persen,
kelompok umur 13 – 15 tahun (kelompok usia SMP/MTs) sebesar 96,11 persen,
kelompok umur 16 – 18 tahun (kelompok usia SMA/MA) sebesar 69,65 persen, dan
kelompok umur 19 – 24 tahun (kelompok usia PT) sebesar 22,41 persen. Secara
keseluruhan pada kelompok umur 7 – 24 tahun persentase penduduk yang masih sekolah
sebesar 68,93 persen. Data menunjukkan bahwa masih terdapat penduduk yang tidak/
belum pernah bersekolah pada kelompok usia jenjang pendidikan dasar (SD/MI dan
SMP/MTs). Sebanyak 0,05 persen penduduk usia 7 – 12 tahun yang tidak/belum pernah
bersekolah dan 0,11 persen pada kelompok usia 13 – 15 tahun yang tidak/belum pernah
bersekolah.
APM pada jenjang pendidikan SD/MI sebesar 97,77, sementara pada jenjang
pendidikan SMP/MTs sebesar 79,84, APM pada jenjang pendidikan SMA/SMK/MA
sebesar 59,35. Secara umum, APM akan selalu lebih rendah dari APK karena APK
memperhitungkan jumlah penduduk di luar usia sekolah pada jenjang pendidikan yang
bersangkutan.
2.3.2. Kesehatan
Peningkatan status kesehatan dan gizi dalam suatu masyarakat sangat penting
dalam upaya peningkatan kualitas manusia dalam aspek lainnya, seperti pendidikan dan
2-4
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
produktivitas tenaga kerja. Tercapainya kualitas kesehatan dan gizi yang baik tidak
hanya penting untuk generasi sekarang tetapi juga bagi generasi berikutnya.
Pada tahun 2019, jumlah rumah sakit umum di seluruh kabupaten/kota di Jawa
Tengah sebanyak 261 buah dan rumah sakit bersalin 5 buah. Ditambah pula tersedianya
Pusat Kesehatan Masyarakat (Puskesmas) yang terdapat hampir di seluruh kecamatan.
Pada tahun 2019 terdapat sebanyak 878 buah Puskesmas di seluruh Provinsi Jawa
Tengah. Sementara jumlah tenaga kesehatan sebanyak 7.404 dokter, 44.722 perawat, dan
23.206 bidan.
Jumlah pasangan usia subur (PUS) di Provinsi Jawa Tengah tahun 2019 sebanyak
6.652.248. Dari PUS tersebut yang tercatat sebagai peserta KB aktif sebanyak 839.825.
KB yang paling banyak digunakan yaitu Suntikan 2.850.104 dan yang paling sedikit
adalah MOP 30.165.
2.3.3. Agama
2-5
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Selama tahun 2019 terjadi bencana alam berupa tanah longsor, banjir,
kekeringan, kebakaran hutan dan lahan, serta angin putting beliung di 3 kabupaten
selatan Jawa Tengah.
Tabel 2.7. Jumlah Kejadian Bencana Alam Menurut Kabupaten di Pantai Selatan
Provinsi Jawa Tengah Tahun 2019
Kebakaran
Tanah Angin Puting
No. Kabupaten Banjir Kekeringan Hutan dan
Longsor Beliung
Lahan
1. Cilacap 19 6 1 - 36
2. Kebumen 1 2 1 - 5
3. Purworejo 14 3 1 3 14
Jumlah 34 11 3 3 55
Sumber: Diolah dari Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2020
2-6
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Provinsi Jawa Tengah merupakan salah satu provinsi penyangga pangan nasional,
oleh karena itu produktivitas padi lebih diutamakan untuk terus dipacu. Pada tahun 2019,
produktivitas padi sawah sebesar 57,53 Kuintal per hektar, dengan luas panen padi
sawah 1,68 juta Hektar dan jumlah produksi padi sawah 9,65 juta Ton.
2.4.2. Hortikultura
Provinsi Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi yang memiliki potensi
pertanian hortikultura. Pada tahun 2019 komoditas yang paling mendominasi produksi
tanaman sayur buah semusim di Jawa Tengah adalah bawang merah (4,82 juta Kuintal)
diikuti dengan, jamur (4,80 juta Kuintal), cabai (3,13 juta Kuintal), kentang (2,87 juta
Kuintal), dan kubis (2,74 juta Kuintal).
2-7
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Produksi buah sayur tahunan yang mendominasi Provinsi Jawa Tengah pada
tahun 2019 adalah pisang, kemudian diikuti salak dan mangga. Produksi terbesar
komoditas pisang berada di Kabupaten Demak. Produksi komoditas salak terbesar berada
di Kabupaten Banjarnegara. Produksi terbesar komoditas mangga berada di Kabupaten
Rembang.
Produksi tanaman hias yang mendominasi Provinsi Jawa Tengah tahun 2019
adalah krisan (132,43 juta tangkai), sedap malam (25,95 juta tangkai), mawar (20,13 juta
tangkai), dan anggrek (0,5 juta tangkai). Pada tahun 2019 produksi terbesar komoditas
krisan dan anggrek berada di Kabupaten Semarang. Produksi terbesar komoditas sedap
malam di Kabupaten Magelang. Produksi terbesar komoditas mawar berada di
Kabupaten Boyolali.
2.4.3. Kehutanan
Hutan terbagi menjadi hutan lindung dan hutan produksi. Di Provinsi Jawa
Tengah luas hutan lindung sebesar 84,18 ribu hektar. Sedangkan luas hutan produksi ada
542,75 ribu hektar. Adapun produksi kayu hutan menurut jenis produksinya ada 276,45
ribu m3 kayu bulat.
2.4.4. Peternakan
Jenis ternak yang diusahakan di Jawa Tengah yaitu sapi (potong/perah), kerbau,
kuda, kambing, domba, babi, dan kelinci. Disamping itu juga diusahakan aneka ternak,
2-8
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
termasuk unggas (ayam kampung, ayam petelur, ayam pedaging itik/itik manila, dan
burung puyuh).
Populasi pada tahun 2019 untuk sapi (sapi perah dan sapi potong), kerbau, dan
kuda masing-masing tercatat sebanyak 1.909,45 ribu ekor, 61,22 ribu ekor dan 9,68 ribu
ekor. Sedangkan untuk populasi kambing, domba, babi, dan kelinci tercatat sebanyak
3.972,76 ribu ekor, 2.409,52 ribu ekor, 125,93 ribu ekor, dan 423,95 ribu ekor.
Populasi unggas yaitu ayam kampung 95,34 juta ekor, ayam petelur 23,46 juta
ekor, ayam pedaging 208,59 juta ekor, itik/itik manila 5,40 juta ekor, dan burung puyuh
4,47 juta ekor.
Produksi daging ternak pada tahun 2019 untuk sapi, kerbau, dan kuda masing-
masing sebanyak 68.992,25 Ton, 1.552,96 Ton, dan tidak ada produksi daging kuda.
Sedangkan produksi daging ternak untuk kambing, domba, babi, dan kelinci masing-
masing sebanyak 12.884,89 Ton, 6.288,82 Ton, 1.416,01 Ton, dan 102,41 Ton.
Produksi unggas yaitu ayam kampung 36.200,85 Ton, ayam petelur 10.997,20
Ton, ayam pedaging 238.788,00 Ton, dan itik/itik manila 4.385,78 Ton.
Kebutuhan energi listrik akan terus meningkat setiap tahun. Hal ini dapat dilihat
dari jumlah pelanggan listrik yang terus meningkat setiap tahun. Jumlah Pelanggan
Listrik di Provinsi Jawa Tengah di tahun 2019 adalah sebanyak 11.652.121, dimana
jumlah terbanyak adalah kelompok pelanggan Rumah Tangga yakni 10.768.909.
Kebutuhan energi dari sisi bahan bakar LPG, banyaknya perusahaan penyalur
Gas LPG tahun 2019 berjumlah 532 dengan rincian 114 penyalur Gas LPG bulk tabung
(6, 12, 50 Kg), dan 418 penyalur Gas LPG 3 Kg. Dimana Jumlah Pemakaian terbanyak
pada tahun 2019 adalah gas LPG 3 Kg dengan jumlah pemakaian 1.014.640 (MTon).
2.5.2. Konstruksi
Pada tahun 2019, Indeks Kemahalan Konstruksi (IKK) di Jawa Tengah sebesar
99,93, mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2018 yang sebesar 98,64.
2-9
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Tabel 2.9. Jumlah Pelanggan dan Air Bersih yang Disalurkan PDAM Menurut
Kabupaten di Pantai Selatan Provini Jawa Tengah Tahun 2019
Pada tahun 2019, air minum yang disalurkan dari 35 PDAM kota/kabupaten di Jawa
Tengah tercatat sebesar 366,039 juta meter kubik. Jumlah pelanggan PDAM
sebanyak 1,63 juta pelanggan.
2.6. PARIWISATA
2.6.1. Hotel
Pengembangan kepariwisataan saat ini makin penting, tidak saja dalam rangka
meningkatkan penerimaan devisa negara, akan tetapi juga dalam rangka memperluas
kesempatan kerja dan pemerataan pendapatan.
Pada tahun 2019 banyaknya usaha akomodasi hotel di Jawa Tengah sebanyak
2.061 usaha dengan jumlah kamar sebanyak 58.485 kamar dan 90.614 tempat tidur.
Pada tahun 2019, rata-rata lama menginap tamu asing pada hotel berbintang 1,79
hari, sedangkan tamu domestik 1,29 hari.
Persentase tingkat penghunian kamar hotel tahun 2019 berbintang sebesar 45,63
persen, sedangkan hotel nonbintang sebesar 27,10 persen.
2-10
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
2.6.2. Pariwisata
Jumlah wisatawan dari tahun ke tahun mengalami peningkatan. Pada tahun 2019,
jumlah wisatawan sebanyak 58,59 juta, terdiri atas 691 ribu wisatawan asing, dan 57,9
juta wisatawan domestik. Jumlah wisatawan ini meningkat 15,31 persen dibanding tahun
2018 yang sebesar 49,62 juta.
Panjang jalan provinsi di seluruh wilayah Jawa Tengah pada tahun 2019 menurut
Dinas PU Bina Marga dan Cipta Karya Provinsi Jawa Tengah mencapai 2.139 kilometer.
Jalan provinsi terpanjang terdapat di Kabupaten Grobogan mencapai 211 kilometer.
Pada tahun 2019 tercatat ada sebanyak 214 perusahaan otobus yang beroperasi di
Jawa Tengah. Jumlah armada yang tersedia sebanyak 8.252 armada yang terdiri dari
3.464 armada dalam provinsi, 4.202 armada antar provinsi, dan 586 armada cadangan.
Jumlah penerbangan di Bandara Ahmad Yani pada tahun 2019 mencapai 1.644
penerbangan yang terdiri dari 820 kedatangan dan 824 keberangkatan. Jumlah
penumpang tahun 2019 sebanyak 228.698 orang dengan perincian: 114.558 penumpang
datang dan 114.140 penumpang berangkat.
2-11
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
2.8. HARGA
2.8.1. Harga-harga
2.8.2. Investasi
2-12
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pertumbuhan ekonomi Jawa Tengah tahun 2019 yang ditunjukkan oleh laju
pertumbuhan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) atas dasar harga konstan 2010,
lebih tinggi dari tahun sebelumnya, yaitu 5,41 persen (2018 = 5,32 persen).
Dari angka-angka indeks harga implisit PDRB dapat diketahui kenaikan harga
dari waktu ke waktu baik secara agregat maupun secara sektoral. Secara agregat indeks
implisit di Jawa Tengah tahun 2019 sebesar 137,33. Sedangkan secara sektoral,
pertumbuhan indeks implisit yang paling cepat atau di atas angka rata-rata indeks
implisit Jawa Tengah pada tahun 2019 terjadi pada sektor Jasa Pendidikan 161,22
persen. Sektor lain yang perkembangan indeks implisitnya paling lamban adalah sektor
informasi dan komunikasi yaitu sebesar 97,63 persen.
2-13
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Penggunaan lain yang cukup besar dari Produk Domestik Regional Bruto adalah
untuk pembentukan modal tetap bruto (PMTB). Menurut harga berlaku, tahun 2019
mencapai 449.486,05 miliar rupiah, dan sebesar 298.877,27 milyar rupiah atas dasar
harga konstan 2010. PMTB atas dasar harga konstan 2010 naik 4,85 persen
dibandingkan tahun sebelumnya.
2-14
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Tabel 2.10. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015 – 2019 (Milyar Rupiah)
2-15
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Tabel 2.11. Produk Domestik Regional Bruto Atas Dasar Harga Konstan 2010 Menurut Lapangan Usaha di Provinsi Jawa Tengah
Tahun 2015 – 2019 (Milyar Rupiah)
No. Lapangan Usaha 2015 2016 2017 2018 2019
1. Pertanian, Kehutanan, dan Perikanan 113.826,30 116.331,12 118.450,17 121.556,54 123.214,20
2. Pertambangan dan Penggalian 16.728,16 19.367,60 20.356,48 20.855,98 21.557,12
3. Industri Pengolahan 284.306,59 295.960,84 308.770,22 322.200,87 338.937,67
4. Pengadaan Listrik dan Gas 887,58 928,11 976,55 1.028,92 1.085,27
5. Pengadaan Air, Pengelolaan Sampah, Limbah, dan Daur Ulang 577,26 589,81 628,21 658.88 687,98
6. Konstruksi 81.286,11 86.589,00 92.762,02 98.393,74 103.262,32
7. Perdagangan Besar dan Eceran, Reparasi Mobil dan Sepeda Motor 115.430,12 121.970,81 129.133,51 136.588,14 144.758,38
8. Transportasi dan Pergudangan 26.780,92 28.097,07 29.867,33 32.121,01 34.848,12
9. Penyediaan Akomodasi dan Makan Minum 25.780,92 28.867,33 29.867,33 32.121,01 33.469,95
10. Informasi dan Komunikasi 33.011,27 35.742,56 40.485,50 45.500,92 50.789,28
11. Jasa Keuangan dan Asuransi 21.636,63 23.533,41 24.749,92 25.635,55 26.535,01
12. Real Estate 14.822,30 15.831,48 16.856,96 17.797,50 18.782,40
13. Jasa Perusahaan 2.741,14 3.032,33 3.296,66 3.609,30 3.989,82
14. Administrasi Pemerintahan, Pertahanan, dan Jaminan Sosial Wajib 22.194,69 22.720,44 23.304,54 24.137,86 25.033,50
15. Jasa Pendidikan 29.324,08 31.479,47 33.674,59 36.286,32 39.040,75
16. Jasa Kesehatan dan Kegiatan Sosial 6.307,62 6.929,50 7.525,67 8.187,91 8.738,37
17. Jasa Lainnya 12.300,03 13.362,35 14.561,84 15.937,47 17.735,66
Produk Domestik Regional Bruto 806.765,09 849.099,35 893.750,30 941.164,12 992.105,79
Sumber: Provinsi Jawa Tengah Dalam Angka 2020
2-16
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
BAB 3
PENDEKATAN TEKNIS
Air merupakan kebutuhan pokok untuk manusia dan makhluk hidup lainnya,
karena tanpa air makhluk hidup tidak dapat bertahan hidup. Meski manusia selalu
menggunakan air untuk kebutuhan sehari-hari tapi nyatanya jumlah air selalu tetap
karena mengalami proses yang disebut dengan siklus hidrologi. Apa itu siklus hidrologi
dan bagaimana proses terjadinya?
Siklus hidrologi adalah rangkaian tahapan-tahapan yang dilalui air dari atmoster
ke bumi dan kembali lagi ke atmosfer. Siklus hidrologi inilah yang menyebabkan jumlah
air di bumi relatif sama. Dimana, menurut para ahli total air yang di bumi mencapai 1,38
miliar Km3 dan volume air ini jumlahnya sama tetapi senantiasa bergerak secara dinamis
dalam siklus hidrologi tersebut.
3-1
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pemanasan air laut oleh sinar matahari merupakan kunci proses siklus hidrologi
tersebut dapat berjalan secara terus menerus. Air berevaporasi, kemudian jatuh sebagai
presipitasi dalam bentuk hujan, salju, hujan es dan salju (sleet), hujan gerimis atau kabut.
Untuk membentuk suatu siklus hidrologi tersebut terdapat beberapa proses yang
terjadi di dalamnya antara lain evaporasi, transpirasi, sublimasi, intersepsi, kondensi,
adveksi, presipitasi, run off, dan infliltrasi.
Evaporasi, adalah proses penguapan air dari tubuh-tubuh air, seperti laut, danau,
dan sungai akibat pemanasan sinar matahari. Air yang menguap karena panas matahari
tersebut akan naik dan nantinya menjadi awan. Pada dasarnya, semakin tinggi suhu
matahari terutama pada musim kemarau maka semakin banyak juga air yang menjadi
uap.
Transpirasi, adalah proses penguapan air dari tanaman melalui stomata atau
mulut daun.
Sublimasi, adalah proses penguapan yang terjadi pada es tanpa melalui proses
pencairan.
Intersepsi, adalah proses tertahannya air hujan pada tanaman untuk kemudian
terevaporasi kembali ke atmosfer.
Adveksi, adalah proses pergerakan butiran air (dalam bentuk awan) secara
horizontal dari satu tempat ke tempat lain. Proses ini terjadi karena pengaruh angin.
Presipitasi, adalah proses turunnya air ke permukaan bumi dalam bentuk hujan.
Jika presipitasi terjadi di daerah yang bersuhu rendah, maka presipitasi akan
menghasilkan hujan salju.
Run off, adalah pergerakan air hujan dari tempat yang tinggi ke tempat yang
lebih rendah yang terjadi di permukaan bumi.
3-2
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Infiltrasi, adalah proses peresapan air ke dalam tanah melalui pori-pori tanah.
Akibat proses ini, air hujan dapat tersimpan menjadi air tanah. Air tanah ini secara
lambat akan mengalir kembali ke laut.
Kita ketahui bahwa sumber air merupakan komponen penting untuk penyediaan
air bersih karena tanpa sumber air maka suatu sistem penyediaan air bersih tidak akan
berfungsi.
Berikut ini adalah 5 macam sumber air minum yang dapat digunakan:
1. Air Laut
Air ini sifatnya asin karena mengandung garam NaCl. kadal garam NaCl dalam air
laut 3% dengan keadaan ini maka air laut tidak memenuhi syarat untuk diminum.
2. Air Hujan
Cara menjadikan air hujan sebagai air minum hendaknya jangan saat air hujan baru
mulai turun, karena masih mengandung banyak kotoran. Air hujan juga mempunyai
sifat agresif terutama terhadap pipa-pipa penyalur maupun bak-baik reservoir
sehingga hal ini akan mempercepat terjadinya korosi atau karatan. Air hujan juga
mempunyai sifat lunak sehingga akan boros terhadap pemakaian sabun
3. Air Permukaan
Air permukaan adalah air yang mengalir di perbukaan bumi, Pada umumnya air
permukaan ini akan mendapat pengotoran selama pengalirannya, misalnya oleh
lumpur, batang kayu, daun, kotoran industri dan lainnya. Untuk meminumnya harus
melewati proses pembersihan yang sempurna atau dimasak terlebih dahulu.
4. Air Tanah
Air tanah adalah air yang berada di bawah tanah di dalam zone jenuh dimana tekanan
hidrstatiknya sama atau lebih besar dari tekanan atmosfer (Suryono, 1993:1).
5. Mata Air
Mata air adalah air tanah yang keluar dengan sendirinya ke permukaan tanah dengan
hampir tidak dipengaruhi oleh musim, sedangkan kualitasnya sama dengan air dalam.
3-3
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Eksploitasi sumberdaya air adalah upaya pengambilan dan pemanfaatan air untuk
memenuhi kebutuhan sesuai penggunaannya. Pilihan teknologi eksploitasi sumber daya
air ditentukan oleh jenis dan karakteristik sumber air (air permukaan dan air tanah).
Desain eksploitasi sumber daya air permukaan berupa bendungan, bendung, embung,
dan lain-lain. Desain eksploitasi air tanah adalah berupa bak penampungan, rumah
pompa dan pemilihan jenis dan spesifikasi pompa yang akan digunakan.
Pemanfaatan air terutama air hujan, air permukaan, air tanah, dan mata air adalah
dengan cara tradisional dan menggunakan teknologi dari yang sederhana sampai
teknologi yang modern menggunakan peralatan yang besar.
1. Air hujan
Sejauh ini pemanfaatan air hujan secara langsung dilakukan oleh rumah tangga yang
menggunakan air tersebut sebagai sumber air bersih untuk kebutuhan air bersih.
Belakangan ini sudah ada kegiatan yang memanfaatkan air hujan lebih besar dengan
teknologi pemanenan air hujan.
2. Air permukaan
Air permukaan berupa tampungan air hujan yang ada di sungai, danau, waduk, long
storage, dan cekungan lain yang mampu menampung air hujan. Pemanfaatan air
permukaan selain untuk kebutuhan rumah tangga juga untuk kebutuhan industri dan
kebutuhan lainnya, termasuk kebutuhan sumber tenaga air berupa PLTA dan juga
dimanfaatkan untuk pariwisata. Pemanfatan lain yang termasuk cukup besar dari air
permukaan ini adalah untuk kebutuhan pertanian, perkebunan, dan perikanan.
Penampungan air permukaan ini sekaligus juga mengurangi daya rusak air di musim
hujan serta pencegahan bencana kekeringan lahan.
3. Air tanah
Air tanah dimanfaatkan untuk kebutuhan industri, PDAM, irigasi air tanah, dan
kebutuhan lain. Pemanfaatan air tanah dengan sumur dangkal (kedalaman sampai 40
meter berupa sumur gali atau sumur pantek) dan sumur dalam (kedalaman di atas 80
meter berupa sumur bor). Sumur dangkal umumnya digunakan oleh rumah tangga
sebagai sumber air bersih. Sementara sumur dalam atau sumur bor dimanfaatkan
untuk industri dan juga untuk pertanian. Pemanfaatan air tanah dapat dilakukan
3-4
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
secara manual maupun dengan peralatan mesin pompa berbahan bakar minyak dan
tenaga listrik.
4. Mata air
Mata air banyak ditemui di daerah yang topografinya berbukit dan bergunung. Mata
air berupa sumber air yang relatif minim dari pencemaran dan kualitasnya cukup
baik. Pada tempat-tempat tertentu terdapat sungai bawah tanah, dan dapat
dimanfaatkan oleh masyarakat dan pemerintah setempat untuk memenuhi kebutuhan
air bersih atau air irigasi pertanian.
Dana yang disiapkan pemerintah untuk tahun 2021 adalah sebesar 58,55 trilyun
rupiah untuk sektor sumber daya air dari total rencana anggaran seluruh sektor ke-PU-an
sebesar 149,81 trilyun rupiah.
Dalam pemanfaatan sumber daya air sering terjadi konflik atau permasalahan di
lapangan. Permasalahan tersebut sering terjadi akibat adanya perbedaan kepentingan
antara berbagai pihak yang memanfaatkan sumber air tersebut. Permasalahan lain yang
timbul disebabkan oleh kondisi lain misalnya:
- Kompetisi kebutuhan air antar sektor
- Pemanfaatan air yang boros
- Ketersediaan air yang terbatas
3-5
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
- Alih fungsi lahan (berakibat pada konservasi air tanah dan kerawanan terhadap
bencana sumber daya air)
- Degradasi lahan
- Penurunan produktivitas lahan
Beberapa jenis data yang dibutuhkan untuk pekerjaan ini adalah sebagai berikut:
1. Infrastruktur umum
- Jalan dan jembatan
- Rencana jalan tol
- Jumlah penduduk
2. Infrastruktur sumberdaya air
- Data reservoir: waduk, danau, bendungan, embung, tampungan air
- Pengolahan air minum (PDAM)
3. Infrastruktur pantai
- Pelabuhan barang, penumpang, pendaratan ikan
- Kawasan kepelabuhanan
- Kawasan industri perikanan
4. Infrastruktur pariwisata pantai:
- Tempat tujuan wisata
- Sarana dan prasarana wisata
- Jumlah pengunjung
5. Infrastruktur mitigasi kebencanaan:
- Inundasi/rendaman tsunami
- Infrastruktur kesiapsiagaan bencana tsunami: posko, tower informasi, papan
petunjuk
- Infrastruktur kedaruratan bencana tsunami: shelter, pos penampungan pengungsi
Instansi dan dinas terkait dengan data tersebut di atas adalah sebagai berikut:
1. Dinas Pekerjaan Umum, Provinsi Jawa Tengah, Bidang Sumber Daya Air
2. Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Jawa Tengah Bidang Bina Marga
3. Dinas Perhubungan Provinsi Jawa Tengah
3-6
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
3-7
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
BAB 4
PERCEPATAN PEMBANGUNAN SUMBER DAYA AIR
Selama tahun 2004, dalam rangka konservasi air dan mengamankan pasokan air
telah dilakukan operasi dan pemeliharaan 14 bendungan/waduk/danau, rehabilitasi 40
embung, dan pembangunan 20 embung. Selain itu telah diselesaikan pembangunan
empat bendungan, yaitu Batutegi di Lampung, Pelaperado dan Batu Bulan di NTB, dan
Tilong di NTT. Untuk mendukung ketahanan pangan, telah dilakukan rehabilitasi dan
peningkatan jaringan irigasi sekitar 662 ribu hektar, pembangunan jaringan irigasi baru
sekitar 138 ribu hektar, pencetakan sawah lebih dari empat ribu hektar, rehabilitasi 56
bendung, pembangunan dua bendung, dan pembangunan jaringan irigasi air tanah lebih
dari 10 ribu hektar, dan peningkatan jaringan rawa hampir 100 ribu hektar. Untuk
penyediaan air baku, telah dilakukan rehabilitasi tujuh bangunan penyediaan air baku,
pembangunan 37 bangunan penyediaan air baku, serta rehabilitasi dan pembangunan
saluran pembawa. Untuk menanggulangi banjir dan abrasi pantai telah dilakukan
pemeliharaan sungai, normalisasi lebih dari 300 kilometer alur sungai, pembangunan
sekitar 400 kilometer tanggul, pembangunan bangunan pengaman pantai sekitar 10
kilometer, dan pembangunan empat chekdam.
4-1
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
4-2
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Meskipun selama tahun 2004 dan 2005 telah dilakukan upaya konservasi air,
pengembangan jaringan irigasi, penyediaan air baku, pengendalian banjir dan
pengamanan pantai, serta upaya memenuhi perangkat peraturan perundangan dan
peningkatan partisipasi masyarakat, namun masih perlu upaya lanjutan agar hasilnya
dapat lebih dirasakan oleh masyarakat secara adil dan berkelanjutan. Hal ini disebabkan
masih terdapatnya berbagai permasalahan, antara lain:
Meningkatnya ancaman terhadap keberlanjutan daya dukung sumber daya air,
baik air permukaan maupun air tanah. Kondisi ini disebabkan antara lain oleh
kerusakan daerah hulu yang cenderung terus berlangsung sehingga ketersediaan air
permukaan semakin menurun yang mengakibatkan terjadinya penggunaan air tanah
yang tidak terkendali.
Lemahnya operasi dan pemeliharaan prasarana sumber daya air. Kondisi ini
akan mengakibatkan kerusakan jaringan irigasi sehingga mengakibatkan inefisiensi
pemanfaatan air irigasi.
Lemahnya koordinasi dan partisipasi masyarakat. Peningkatan koordinasi dalam
pengembangan dan pengelolaan sumber daya air sangat diperlukan dalam rangka
mengendalikan potensi konflik yang cenderung semakin besar. Partisipasi
masyarakat diperlukan dalam rangka menjamin keberlanjutan sumber daya air.
Lemahnya pengelolaan data dan informasi sumber daya air. Data dan informasi
yang berkualitas sangat diperlukan dalam perencanaan dan pelaksanaan program-
program pembangunan. Selain itu, dengan tersedianya data dan informasi yang dapat
diakses seluruh stakeholder dapat meningkatkan transparansi, akuntabilitas, serta
menumbuhkan partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
4-3
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Beberapa hal yang merupakan peluang dalam pengelolaan sumber daya air,
adalah adanya dukungan berbagai pihak dalam pembangunan sumber daya air, (ii)
masyarakat dan stakeholder lainnya telah makin menyadari bahwa pengelolaan sumber
daya air merupakan tanggung jawab bersama, (iii) meningkatnya partisipasi masyarakat,
dan (iv) adanya UU No. 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air. Ke depan tantangan
dalam pengelolaan sumber daya air adalah menjaga ketersediaan air secara berkelanjutan
untuk dialokasikan dan digunakan oleh masyarakat secara produktif, efisien, dan adil.
Sasaran pembangunan sumber daya air dalam dahulu diprioritaskan pada: (i)
meningkatnya pasokan air bagi masyarakat dengan memanfaatkan secara seimbang air
permukaan dan air tanah dengan pola conjuctive use bagi kebutuhan rumah tangga,
permukiman, pertanian, dan industri dengan prioritas utama untuk kebutuhan pokok
masyarakat dan pertanian rakyat; (ii) meningkatnya kinerja dan berkurangnya tingkat
kerusakan jaringan irigasi dan rawa sehingga dapat meningkatkan efisiensi dan
efektivitas pengelolaan irigasi, dan produktivitas air irigasi, (iii) lebih optimalnya fungsi
jaringan irigasi dan tersedianya lahan beririgasi produktif untuk mendukung program
ketahanan pangan, serta mengurangi alih fungsi lahan pertanian beririgasi; (iv)
meningkatnya ketersediaan air baku bagi masyarakat perdesaan, masyarakat miskin
perkotaan, dan kebutuhan lain di wilayah strategis secara tepat waktu, kualitas, dan
kuantitas; (v) meningkatnya kapasitas aliran sungai, berfungsinya bangunan prasarana
pengendali banjir, dan berkurangnya dampak bencana banjir dan kekeringan; (vi)
terlindunginya daerah pantai dari abrasi air laut terutama pada pulau-pulau kecil, daerah
perbatasan, dan wilayah strategis; (vii) meningkatnya partisipasi masyarakat dan
stakeholder dalam pelaksanaan pengembangan dan pengelolaan sumber daya air; (viii)
meningkatnya koordinasi vertikal maupun horinsontal baik di antara Pemerintah dan
masyarakat, antar-tingkatan Pemerintahan, maupun antar-instansi Pemerintah dan
berkurangnya potensi konflik air; serta (ix) terbentuknya sistem pengelolaan data dan
informasi sumber daya air yang cepat, tepat, dapat dipertanggungjawabkan, dan dapat
diakses dengan mudah oleh seluruh stakeholder untuk mendukung perencanaan,
pengembangan, dan pengelolaan sumber daya air.
4-4
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Arah kebijakan dalam penyediaan dan pengelolaan air baku adalah: (i) memenuhi
peningkatan kebutuhan air baku bagi rumah tangga, permukiman, dan industri baik
wilayah perkotaan dan perdesaan antara lain di Kawasan Timur Indonesia seperti Kaltim,
Kalteng, Kalbar, Sulut, Sulsel, dan Bali; Lampung, Bangka Belitung, beberapa daerah di
4-5
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Yogyakarta, Jabar, Jateng dan Jatim; serta di daerah rawa; (ii) mempertahankan kinerja
prasarana air baku di beberapa daerah dan Jakarta; dan (iii) penyediaan air baku
mengutamakan penggunaan air permukaan sedangkan pada daerah rawan air dapat
memanfaatkan air tanah secara efisien dan terkendali.
4-6
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
berkelanjutan serta dapat dengan mudah diakses oleh masyarakat untuk mendukung
kualitas perancanaan dan pelaksanaan pembangunan sumber daya air.
Sasaran dan arah kebijakan di atas dilaksanakaan melalui 5 (lima) program, yaitu:
Program Pengembangan, Pengelolaan, dan Konservasi Sungai, Danau, dan Sumber Air
Lainnya; (ii) Program Pengembangan dan Pengelolaan Jaringan Irigasi, Rawa, dan
Jaringan Pengairan Lainnya; (iii) Program Penyediaan dan Pengelolaan Air Baku; (iv)
Program Pengendalian Banjir dan Pengamanan Pantai; dan (v) Program Penataan
Kelembagaan dan Ketatalaksanaan.
4-7
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
BAB 5
POLA PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
Penjelasan:
Pola pengelolaan sumber daya air merupakan kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air pada setiap
Wilayah Sungai dengan prinsip keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola
pengelolaan sumber daya air disusun secara terkoordinasi di antara instansi yang terkait,
berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup, dan
ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas keadilan, asas
kemandirian, serta asas transparansi dan akuntabilitas. Pola pengelolaan sumber daya air
tersebut kemudian dijabarkan ke dalam rencana pengelolaan sumber daya air.
Pasal 5
Sumber daya air dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar
kemakmuran rakyat.
Pasal 6
Negara menjamin hak rakyat atas air guna memenuhi kebutuhan pokok minimal sehari-
hari bagi kehidupan yang sehat dan bersih dengan jumlah yang cukup, kualitas yang
baik, aman, terjaga keberlangsungannya, dan terjangkau.
5-1
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pasal 7
Sumber daya air tidak dapat dirniliki dan atau dikuasai oleh perseorangan, kelompok
masyarakat, atau badan usaha.
Pasal 8
(1) Hak rakyat atas air yang dijamin pemenuhannya oleh negara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 6 merupakan kebutuhan pokok minimal sehari-hari.
(2) Selain hak rakyat atas air yang dijamin pemenuhannya oleh negara sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) negara memprioritaskan hak rakyat atas air sebagai berikut:
a. kebutuhan pokok sehari-hari;
b. pertanian rakyat; dan
b. penggunaan sumber daya air untuk kebutuhan usaha guna memenuhi kebutuhan
pokok sehari-hari melalui Sistem Penyediaan Air Minum.
(3) Dalam hal ketersediaan air tidak mencukupi untuk prioritas pemenuhan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) pemenuhan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari lebih
diprioritaskan dari yang lainnya.
(4) Dalam hal ketersediaan air mencukupi, setelah urutan prioritas pemenuhan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2) urutan prioritas selanjutnya adalah:
a. penggunaan Sumber daya air guna memenuhi kegiatan bukan usaha untuk
kepentingan publik; dan
b. penggunaan sumber daya air untuk kebutuhan usaha lainnya yang telah
ditetapkan izinnya.
(5) Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah menetapkan urutan prioritas pemenuhan
air pada Wilayah Sungai sesuai dengan kewenangannya berdasarkan ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan ayat (4).
(6) Dalam menetapkan prioritas pemenuhan air sebagaimana dimaksud pada ayat (5)
Pemerintah Pusat atau Pemerintah Daerah terlebih dahulu memperhitungkan
keperluan air untuk pemeliharaan sumber air dan lingkungan hidup.
(7) Hak rakyat atas air bukan merupakan hak kepemilikan atas air, tetapi hanya terbatas
pada hak untuk memperoleh dan menggunakan sejumlah kuota air sesuai dengan
alokasi yang penetapannya diatur dengan Peraturan Pemerintah.
(8) Ketentuan lebih lanjut mengenai penggunaan sumber daya air untuk memenuhi
kebutuhan pokok sehari-hari, pertanian rakyat, dan kebutuhan usaha guna memenuhi
5-2
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
5-3
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
5-4
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pasal 1 ayat (8) Pola Pengelolaan Sumber Daya Air adalah kerangka dasar dalam
merencanakan, melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi kegiatan konservasi sumber
daya air, pendayagunaan sumber daya air, dan pengendalian daya rusak air.
5-5
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pasal 15
(1) Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai disusun sebagai
berikut:
a) Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai dalam satu
kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber
daya air pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan;
b) Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
kabupaten/kota disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber
daya air pada tingkat kabupaten/kota yang bersangkutan;
c) Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
provinsi disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air
pada tingkat provinsi yang bersangkutan;
d) Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai lintas
negara dan Wilayah Sungai strategis nasional disusun dengan memperhatikan
kebijakan nasional sumber daya air dan kebijakan pengelolaan sumber daya air
pada tingkat provinsi dan/atau kabupaten/kota yang bersangkutan.
(2) Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air mengacu pada data dan/atau
informasi mengenai:
5-6
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pasal 16, Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 14 memuat:
(1) Tujuan Pengelolaan Sumber Daya Air pada Wilayah Sungai yang bersangkutan;
(2) Dasar pertimbangan yang digunakan dalam melakukan pengelolaan sumber daya air;
(3) Beberapa skenario kondisi Wilayah Sungai;
(4) Alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap skenario
sebagaimana dimaksud pada ayat (3); dan
(5) Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya air.
Pasal 19
Rancangan pola pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai lintas provinsi
dirumuskan oleh wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai
lintas provinsi.
Pasal 22
1) Pola pengelolaan sumber daya air yang sudah ditetapkan dapat ditinjau dan
dievaluasi paling singkat setiap 5 (lima) tahun sekali.
2) Hasil peninjauan dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar
pertimbangan bagi penyempurnaan pola pengelolaan sumber daya air.
5-7
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pasal 23
Pedoman teknis dan tata cara penyusunan pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 17 sampai dengan Pasal 21 diatur dengan peraturan Menteri.
5-8
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
5-9
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
32) Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2008 tentang Perubahan
atas Peraturan Pemerintah Nomor 6 tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan
Rencana Pengelolaan Hutan, serta Pemanfaatan Hutan
33) Peraturan Pemerintah Nomor 38/2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan
34) Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 (Tentang Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan)
35) Keppres Nomor 2 Tahun 1984 (Tentang Pedoman Pelaksanaan Pembinaan
Perkumpulan Petani Pemakai Air)
36) Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Dewan SDA
37) Peraturan Presiden Nomor 89/2007 tentang Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan
dan Lahan
38) Peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2008 Dewan Nasional Perubahan Iklim
39) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 11/PRT/M/2008 Organisasi dan Tata
Kerja Sekretariat Dewan SDA Nasional
40) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 04/PRT/M/2008 tentang Pedoman
Pembentukan Pembentukan Wadah Koordinasi Pengelolaan SDA Pada Tingkat
Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Wilayah Sungai
41) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 01/PRT/M/2008 tentang Organisasi &
Tata Kerja Kementerian Pekerjaan Umum
42) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 33 tahun 2007 tentang Pedoman
Pemberdayaan P3A / GP3A / IP3A
43) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 32 tahun 2007 tentang Pedoman
Operasi dan Pemeliharaan Jaringan Irigasi [Lampiran 1] [ Lampiran 2 ]
44) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 31 tahun 2007 tentang Pedoman
Mengenai Komisi Irigasi
45) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30 tahun 2007 tentang Pedoman
Pengembangan dan Pengelolaan Sistem Irigasi Partisipatif
46) Keputusan Menteri Nomor 390/KPTS/M/2007 tentang Penetapan Status Daerah
Irigasi yang Pengelolaannya Menjadi Wewenang dan Tanggung Jawab Pemerintah,
Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Kabupaten/Kota
47) Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 37/PRT/M/2006 tentang Pedoman
Pelaksanaan Kegiatan Pekerjaan Umum (dilaksanakan sendiri)
5-10
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pengelolaan sumber daya air merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa
sub sistem yaitu mereka yang berkepentingan atas sumber air maupun pemanfaatannya,
sehingga dalam pengembangan dan pengelolaan sumber daya air perlu
mempertimbangkan berbagai aspek, yaitu sumber air, nilai sosial ekonomi air,
lingkungan, ketersediaan air baik secara kuantitas maupun kualitas, pengguna air
(stakeholder) serta kebijakan Pemerintah dalam pengaturan pengelolaan dan
pemanfaatan SDA.
5-11
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Kebijakan pengembangan dan konservasi sumber daya air tidak dapat dilakukan
secara terpisah, akan tetapi perlu dilaksanakan secara terpadu sebagai salah satu upaya
dalam rangka mendukung pengelolaan wilayah DAS secara terpadu. Untuk mendukung
kebijakan Pengelolaan DAS secara terpadu (termasuk didalamnya sumber daya air),
telah diterbitkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan,
Undang-Undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang, dan Undang-Undang
Nomor 17 Tahun 2019 tentang Sumber Daya Air.
5-12
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Selain itu dampak perubahan iklim dialami juga oleh Indonesia dan di belahan
dunia lainnya. Dari data yang ada menunjukan bahwa telah terjadi anomali yang
signifikan, khususnya dalam 25 tahun terakhir seperti meningkatnya temperatur global,
naiknya permukaan air laut dan sering terjadinya kondisi ekstrim seperti banjir, tanah
longsor, dan kekeringan. Indonesia sendiri sebagai negara kepulauan sangat rentan
terkena dampak perubahan iklim tersebut oleh karena itu perlu disiapkan rencana
kegiatan secara detail dalam upaya mitigasi dan adaptasi perubahan iklim dalam hal ini
Direktorat Jenderal Sumber Daya Air Kementerian Pekerjaan Umum merumuskan
sebuah kebijakan dan strategi pengelolaan sumber daya air terhadap perubahan iklim.
Perumusan dan Strategi Pengelolaan Sumber Daya Air terhadap perubahan iklim
tersebut yaitu:
1) Strategi Mitigasi dengan mengelola tata air pada lahan-lahan gambut (low land)
dalam rangka mengurangi kerentanan kebakaran pada lahan gambut (pengendalian
5-13
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
emisi gas rumah kaca) dan mendukung kegiatan penghijauan di Daerah Aliran
Sungai yang kritis dan kawasan hulu sungai.
2) Strategi Adaptasi yaitu dengan meningkatkan pengelolaan bangunan infrastruktur
sumber daya air untuk mendukung ketahanan pangan, pengembangan pengelolaan
resiko bencana untuk banjir dan kekeringan, dan pengembangan perlindungan pantai.
Hal ini terkait juga dengan adanya dampak akibat tsunami yang terjadi beberapa thun
lalu yang sampai saat ini belum semua infrastruktur teratasi dengan rehabilitasi dan
rekonstruksi.
Kedua strategi diatas sangat penting dilakukan karena perubahan iklim juga dapat
berdampak pada terjadinya krisis pangan, krisis air global, dan krisis energi sebagai
akibat dari kondisi perubahan iklim yang ekstrem. Selanjutnya untuk kebijakan air tanah,
landasan kebijakan adalah sebagai berikut:
1) Air tanah mempunyai peran yang penting bagi kehidupan dan penghidupan rakyat
Indonesia, mengingat fungsinya sebagai salah satu kebutuhan pokok hidup.
2) Air tanah harus dikelola secara bijaksana, menyeluruh, terpadu, berkelanjutan, dan
berwawasan lingkungan.
3) Pengelolaan air tanah secara teknis perlu disesuaikan dengan perilaku air tanah
meliputi keterdapatan, penyebaran, ketersediaan, dan kualitas air tanah serta
lingkungan keberadaannya.
4) Pengelolaan air tanah perlu diarahkan pada keseimbangan antara upaya konservasi
dan pendayagunaan air tanah yang terintegrasi dalam kebijakan dan pola pengelolaan
sumber daya air.
5) Kegiatan utama dalam pengelolaan air tanah yang mencakup konservasi dan
pendayagunaan air tanah diselenggarakan untuk mewujudkan (a) Kelestarian dan
kesinambungan ketersediaan air tanah, (b) kemanfaatan air tanah yang berkelanjutan
dan sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat
5-14
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
5) Penggunaan yang saling menunjang antara air tanah dan air permukaan dengan
mengutamakan penggunaan air permukaan;
6) Keseimbangan antara konservasi dan penggunaan air tanah.
5-15
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
5-16
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
ii) Membentuk wadah koordinasi antar para pelaku sumber daya air di tingkat
Pusat, Provinsi, Kabupaten/Kota, dan Wilayah Sungai.
b) Berbasiskan Wilayah Sungai yang terpadu
i) Menerapkan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air yang didasarkan atas
Wilayah Sungai (WS).
ii) Meningkatkan upaya penerapan konsep pengelolaan Wilayah Sungai yang
terpadu.
iii) Menerapkan prinsip keseimbangan antara permintaan dan penyediaan air
dengan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air secara terpadu dan berkelanjutan.
c) Menyeimbangkan upaya konservasi dan pendayagunaan
Memperbaiki perencanaan pengelolaan bidang Sumber Daya Air agar upaya
konservasi dan pendayagunaan Sumber Daya Air lebih seimbang.
d) Menyeimbangkan fungsi sosial dan nilai ekonomi air
i) Mengembangkan dan menerapkan instrumen kebijakan ekonomi untuk
mendorong alokasi air yang efisien dan memberikan manfaat sosial ekonomi
paling besar bagi masyarakat.
ii) Memperbaiki alokasi air, di luar kebutuhan pokok, antar sektor, dan antar
wilayah dengan menggunakan perkiraan nilai ekonomi air dalam penentuan
alokasi dan tarif pelayanan air.
e) Memperbaiki dan mengembangkan sistem pembiayaan pengelolaan
i) Menetapkan pedoman tentang nilai pelayanan sumber daya air dan
memberlakukan pedoman tersebut dalam upaya konservasi oleh pelaku-
pelaku di bidang sumber daya air.
ii) Mengupayakan diversivikasi sumber pembiayaan pengelolaan sumber daya
air.
iii) Menyelenggarakan sistem pembiayaan pengelolaan sumber daya air yang
memadukan aspek teknis dan pemberdayaan masyarakat serta berorientasi
pada keberlanjutan.
f) Mengembangkan sistem kelembagaan pengelolaan
Melaksanakan rasionalisasi kelembagaan pengelolaan sumber daya air di tingkat
Provinsi, Wilayah Sungai, dan Kabupaten/Kota agar lebih efektif dan efisien
dalam melaksakan tugas, tanggung jawab, dan kewenanganya.
5-17
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
BAB 6
PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR
WILAYAH SUNGAI SERAYU BOGOWONTO
Rencana tata pengaturan air dan tata pengairan adalah hasil perencanaan tata
pengaturan air dan tata pengairan pada setiap Wilayah Sungai yang bersifat makro,
dimuat dalam suatu dokumen Pola Pengelolaan Sumber Daya Air.
Pola pengelolaan sumber daya air disusun secara terkoordinasi diantara instansi
terkait, berdasarkan asas kelestarian, asas keseimbangan fungsi sosial, lingkungan hidup,
dan ekonomi, asas kemanfaatan umum, asas keterpaduan dan keserasian, asas keadilan,
asas kemandirian, serta asas transparansi dan akuntabilitas. Penyusunan Pola
Pengelolaan Sumber Daya Air perlu melibatkan seluas-luasnya peran masyarakat dan
dunia usaha baik koperasi, BUMN, BUMD, maupun badan usaha swasta. Sejalan dengan
prinsip demokratis, masyarakat tidak hanya diberi peran dalam penyusunan pola
pengelolaan sumber daya air, tetapi berperan pula dalam proses perencanaan,
pelaksanaan konstruksi, operasi dan pemeliharaan, pemantauan, serta pengawasan atas
pengelolaan Sumber Daya Air.
6-1
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Untuk dapat menyusun Rancangan Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah
Sungai perlu diketahui sistem pengelolaan Sumber Daya Air yang sedang berjalan saat
ini, mencakup aspek-aspek konservasi Sumber Daya Air, pendayagunaan Sumber Daya
Air, pengendalian daya rusak air, sistem informasi Sumber Daya Air, dan peran serta
masyarakat, swasta, dan dunia usaha dalam pengelolaan Sumber Daya Air.
Disamping inventarisasi sistem pengelolaan Sumber Daya Air saat ini, juga
dilakukan inventarisasi permasalahan yang ada dalam pengelolaan Sumber Daya Air di
Wilayah Sungai, yang akan dijadikan acuan dalam penyusunan Rancangan Rencana
Pengelolaan Sumber Daya Air di masa yang akan datang yang kini disebut sebagai
Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan.
Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan adalah hasil
perencanaan teknis tata pengaturan air dan tata pengairan pada setiap Wilayah Sungai
yang dimuat dalam suatu Dokumen Rencana Pengelolaan Sumber Daya Air.
6-2
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Luas
No. Kabupaten
(Km2) (%)
1. Kebumen 1.329,79 18,35%
2. Banyumas 1.329,12 17,69%
3. Banjarnegara 1.139,04 15,19%
4. Purworejo 1.081,07 14,38%
5. Wonosobo 984,37 13,40%
6. Purbalingga 799,16 10,63%
7. Cilacap 605,21 8,85%
8. Magelang 35,18 0,72%
9. Kulon Progo 29,48 0,49%
10. Brebes 11,16 0,14%
11. Temanggung 4,65 0,06%
12. Pemalang 3,78 0,05%
13. Batang 1,75 0,02%
14. Kendal 0,24 0,01%
Jumlah 7.307,77 100,00%
Sumber: Pola Pengelolaan Sumber Daya Air Wilayah Sungai Serayu-Bogowonto, 2016
6-3
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-4
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Pengelolaan sumber daya air Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto disusun dengan
berpedoman pada SDGs untuk menjamin kelanjutan ketahanan pangan, ketahanan
energi, dan ketahanan air dengan potensi air permukaan di Wilayah sungai Serayu –
Bogowonto diperkirakan mencapai 13.439 m3/tahun.
2. Ketahanan Pangan
Untuk memenuhi kualitas hidup masyarakat yang lebih baik, mandiri, dan sejahtera,
perlu adanya penyediaan pangan yang cukup, berkualitas, dan merata, serta tidak
mengandalkan ketersedian pangan dunia, atau dengan kata lain perlu adanya suatu
ketahanan pangan. Berdasarkan definisi ketahanan pangan dari FAO (1996) dan
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1996 tentang pangan, yang mengadopsi definisi
dari FAO, ada 4 komponen yang harus dipenuhi untuk mencapai kondisi ketahanan
pangan yaitu: (1) kecukupan ketersediaan pangan, (2) stabilitas ketersediaan pangan
tanpa fluktuasi dari musim ke musim atau dari tahun ke tahun, (3) aksesibilitas/
keterjangkauan terhadap pangan, serta (4) kualitas/keamanan pangan.
6-5
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Akibat pemanasan global dan perubahan iklim, permukaan air laut diperkirakan juga
akan naik. Ribuan hektar sawah diperkirakan akan hilang jika ketinggian air laut naik
0,5 meter. Perubahan iklim juga dituding sebagai penyebab naiknya harga komoditas
pangan karena harus bersaing sebagai penyedia bahan biofuel. Hingga kini masih
terus terjadi ketegangan antara kepentingan biofuel dan pangan. Ketahanan pangan
akan menjadi sulit terwujud jika tak ada upaya perbaikan infrastruktur dan
suprastruktur.
4. Ketahanan Energi
Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto sebagai satu kesatuan hidroekologis tiga belas
kabupaten pada wilayah selatan Provinsi Jawa Tengah dan satu kabupaten di Daerah
Istimewa Yogyakarta memiliki peran penting dalam rangka pengembangan wilayah
6-6
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
pada bagian selatan Provinsi Jawa Tengah dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta
pada masa mendatang. Keterpaduan pembangunan antara wilayah hulu dan hilir
sebagai patokan utama untuk menuju keberlanjutan pembangunan pada wilayah
sungai ini masih merupakan sebuah kata yang mudah diucapkan tetapi sangat sulit
untuk diimplementasikan. Kepentingan jangka pendek masing-masing daerah
administrasi, yaitu keinginan untuk melakukan percepatan pertumbuhan ekonomi,
sehingga masing-masing daerah berkompetesi untuk mengoptimalkan potensi
wilayah yang dimiliki dan terkadang mengabaikan kepentingan ekologis, akibatnya
bukan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh tetapi justru kerugian yang
dipetik akibat tidak bijaknya memanfaatkan potensi sumber daya wilayah yang
dimiliki.
2. Pertumbuhan Penduduk
Kebutuhan untuk memenuhi hajat hidup dasar manusia memerlukan lahan yang
dapat mendukung, disatu sisi ada keterbatasan ruang yang membatasi menyebabkan
tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan ruang yang seharusnya difungsikan
menjadi kawasan lindung untuk aktivitas budi daya. Meskipun pada kondisi tertentu
pemanfaatan kawasan lindung untuk aktivitas budi daya masih dimungkinkan dengan
teknik budi daya yang ramah lingkungan. Dikarenakan desakan kepentingan jangka
pendek hal ini sering diabaikan, masyarakat selalu menginginkan sesuatu yang cepat
terlihat hasilnya. Sebagai contoh budi daya tanaman kentang pada kawasan hulu
Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto yang hingga saat ini masyarakat enggan
menggantinya dengan komoditas tanaman keras yang lebih ramah lingkungan atau
dengan aktivitas budidaya non pertanian seperti wisata yang punya potensi
pengembangan jangka panjang.
6-7
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Sebagian besar Kawasan Dieng sebagai hulu Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto
adalah kawasan hutan lindung. Budi daya tanaman kentang membawa kerugian jauh
lebih besar ketimbang dengan menanam jenis tanaman pertanian lainnya karena
merusak lahan. Tanaman kentang dianggap merusak Sumber Daya Air yang
mengakibatkan kehilangan 3 miliar meter kubik air karena 138 dari 582 mata air
mati. Sepanjang perjalanan dari jantung kota menuju kawasan Candi Dieng di dekat
perbatasan Wonosobo – Banjarnegara, gunung dibabat habis untuk pertanian
kentang. Bahkan kentang ditanam pada lahan dengan kemiringan di atas 70 derajat.
Pertumbuhan tanaman ini mensyaratkan lahan terbuka tanpa pohon pelindung
sehingga tanah rawan longsor.
Tekanan penduduk yang tinggi pada wilayah hulu di satu sisi ada keterbatasan ruang
yang membatasi menyebabkan tidak ada pilihan lain untuk memanfaatkan ruang-
ruang yang seharusnya difungsikan menjadi kawasan lindung untuk aktivitas
budidaya. Meskipun pada kondisi tertentu pemanfaatan kawasan lindung untuk
aktivitas budidaya masih dimungkinkan dengan teknik budidaya yang ramah
lingkungan. Tetapi sekali lagi karena desakan kepentingan jangka pendek hal ini
sering diabaikan, masyarakat selalu menginginkan sesuatu yang cepat menghasilkan.
Sebagai contoh budidaya tanaman kentang pada kawasan hulu Wilayah Sungai
Serayu – Bogowonto yang hingga saat ini masyarakat enggan menggantinya dengan
komoditas tanaman keras yang lebih ramah lingkungan atau dengan aktivitas
budidaya non pertanian seperti wisata yang punya potensi pengembangan jangka
panjang.
Jumlah luas sawah yang harus diairi menurut data yang ada sebesar 165.062 Ha,
sedangkan jaringan irigasi dari berbagai Daerah Irigasi (DI) baru mampu melayani
sawah seluas 97.237 Ha. Dengan kondisi tersebut bisa dikatakan bahwa pelayanan
untuk air irigasi pencapaiannya sebesar 59% dari total luas sawah yang seharusnya
diairi.
Faktor lain yang mempunyai peran strategis dalam pengembangan wilayah pada
Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto adalah rencana pengembangan Jaringan Jalan
6-8
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Selatan Jawa, yang direncanakan akan menyusuri pantai di wilayah selatan Provinsi
Jawa Tengah. Pengembangan jaringan jalan ini memang dipastikan akan
memberikan dampak positif dalam pengembangan ekonomi lokal pada kawasan hilir
Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto, tetapi yang harus diingat adalah pada kawasan
hilir ini berupa kawasan yang sangat sensitif terhadap bencana keairan seperti banjir
dan kekeringan dan sebagian besar merupakan daerah pertanian. Pengembangan jalan
di Selatan Jawa Tengah akan mampu memunculkan aktivitas ekonomi dan sosial
baru pada wilayah hilir Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto sehingga harus
diantisipasi dengan kebijakan pengelolaan sumber daya air yang sesuai agar resiko
bencana keairan yang muncul dapat diminimalisir.
Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto yang rawan terjadi banjir adalah kawasan hilir
yang sebagian besar merupakan daerah pertanian. Salah satu penyebab terjadinya
banjir ini karena terjadi penurunan kemampuan tanah dalam menahan air.
Penggunaan lahan yang semula dipenuhi oleh vegetasi kemudian berubah menjadi
hamparan non vegetasi misalnya permukiman menyebabkan air hujan yang jatuh
langsung ke tanah sebagian besar menjadi run off. Data terakhir Tahun 2014 yang
ada menyebutkan bahwa masih terdapat genangan seluas 44.109 Ha (kondisi 2015).
7. Longsor
Defisit air baku di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto terjadi karena salah satunya
adalah minimnya ketersediaan infrastruktur air baku. Kekeringan terjadi di bagian
hulu dan hilir terutama di Kabupaten Banjarnegara, Banyumas, dan Purbalingga
dengan total 228 desa.
6-9
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
9. Sedimentasi
11. Adanya Rencana Pembangunan Pelabuhan Samudera di Barat Muara Kali Jali
6-10
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
1. Mewujudkan pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan hidup yang optimal
dengan tetap menjaga kelestarian fungsinya dalam menopang kehidupan; dan
2. Mewujudkan kualitas dan kuantitas prasarana dan sarana yang menunjang
pengembangan wilayah, penyediaan pelayanan dasar dan pertumbuhan ekonomi
daerah.
6-11
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-12
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-13
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
19. Penyediaan tampungan air baku secara merata dan dalam kondisi yang optimal
sehingga tidak terdapat wilayah yang mengalami kekeringan; dan
20. Perlindungan kses masyarakat terhadap air minum terlindungi dan peningkatan
pelayanan sanitasi layak.
6.5.2. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009
– 2029
Dalam Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 6 Tahun 2010 tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029, rencana
pengembangan prasarana sumberdaya air berpedoman pada pola pengelolaan sumber
daya air, meliputi:
1. Pengembangan sungai
Pengembangan sungai meliputi kegiatan pembangunan, peningkatan, operasional
bangunan sungai, pemeliharaan, dan rehabilitasi sungai dan bangunan sungai yang
berada di wilayah Provinsi Jawa Tengah, terdiri dari sungai induk yang bermuara ke
laut, anak sungai yang bermuara ke sungai, dan anak sungai yang bermuara ke waduk
dan/atau danau.
2. Pengembangan waduk
Pengembangan waduk meliputi semua kegiatan pada waduk yang berada di wilayah
Provinsi Jawa Tengah, mulai pembangunan, peningkatan, operasi, pemeliharaan, dan
rehabilitasi pada waduk yang sudah ada maupun yang sedang dan akan dibangun.
Pengembangan waduk diutamakan untuk meningkatkan fungsi waduk yang ada
untuk berbagai kepentingan, meningkatkan efesiensi pemanfaatan waduk, dan
meningkatkan operasionalisasi dan pemeliharaan waduk. Pengembangan waduk
dilakukan dengan melakukan kerjasama dengan pihak lain dalam memanfaatkan
fungsi waduk, dengan tetap menjaga keamanan waduk dan kondisi lingkungan
waduk. Pengembangan waduk, meliputi:
a. Waduk Sempor;
b. Waduk Wadaslintang; dan
c. Waduk Mrica/Sudirman.
6-14
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
3. Pengembangan embung
Pengembangan embung meliputi semua kegiatan pada embung yang berada di
wilayah Provinsi Jawa Tengah, mulai dari pembangunan, peningkatan, operasi,
pemeliharaan, dan rehabilitasi yang terdiri dari Embung Banyukuwung, Grawan,
Panohan, Lodan, dan embung-embung lain yang sudah dibangun, sedang dibangun,
dan akan dibangun. Pengembangan embung, meliputi:
a. Pembuatan embung-embung di setiap kabupaten/kota untuk kebutuhan air baku,
pertanian, dan pengendalian banjir seperti Embung Jingkang di Desa Jingkang
Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas, Embung Kejawar di Desa Kejawar
Kecamatan Banyumas Kabupaten Banyumas, Embung Darmakradenan di Desa
Darmakradenan Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas, Embung Sawangan
di Desa Sawangan Kecamatan Ajibarang Kabupaten Banyumas, Embung
Cengkudu di Desa Cengkudu Kecamatan Wangon Kabupaten Banyumas,
Embung Canduk di Desa Canduk Kecamatan Lumbir Kabupaten Banyumas,
Embung Tunjung di Desa Tunjung Kecamatan Jatilawang Kabupaten Banyumas,
Embung Sibrama di Desa Sibrama Kecamatan Sumpiuh Kabupaten Banyumas,
Embung Wonoharto di Desa Wonoharto Kecamatan Tambak Kabupaten
Banyumas, Embung Selanegara di Desa Selanegara Kecamatan Sumpiuh
Kabupaten Banyumas, Embung Sokawera di Desa Sokawera Kidul Kecamatan
Patikraja Kabupaten Banyumas, Embung Karanganyar di Desa Karanganyar
Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara, Embung Petir di Desa Petir
Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara, Embung Kebon Dalem di
Desa Kebon Dalem Kecamatan Purwanegara Kabupaten Banjarnegara, Embung
Kutayasa di Desa Kutayasa Kecamatan Bawang Kabupaten Banjarnegara,
Embung Selakambang di Desa Selakambang Kecamatan Pengadegan Kabupaten
Purbalingga, Embung Karangrandu di Desa Karangrandu Kecamatan Pengadegan
Kabupaten Purbalingga, Embung Sidareja di Desa Sidareja Kecamatan
Pengadegan Kabupaten Purbalingga, Embung Larangan di Desa Larangan
Kecamatan Pengadegan Kabupaten Purbalingga, Embung Sikunang di Desa
Sikunang Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Embung Telaga Pengilon di
Desa Telaga Pengilon Kecamatan Kejajar Kabupaten Wonosobo, Embung
Kambangan di Desa Kambangandi Kecamatan Kaliwiro Kabupaten Wonosobo,
6-15
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-16
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Kawasan yang berfungsi sebagai resapan air dan daerah tangkapan air menjadi
salah satu acuan dalam penyusunan dan pelaksanaan rencana tata ruang wilayah. Untuk
mengetahui lokasi dan batas-batas kawasan resapan air dan daerah tangkapan air pada
Wilayah Sungai maka diperlukan analisis spasial (analisis keruangan) terhadap kawasan
resapan air dan daerah tangkapan air yang masing-masing dilakukan tinjauan terhadap
variabel spasial, kriteria, klasifikasi dari curah hujan, kemiringan lahan, penggunaan
lahan atau tataguna lahan, dan tekstur tanah.
Dengan analisis spasial maka akan diperoleh lokasi dan batas-batas kawasan
resapan air pada wilayah sungai yang akan diklarifikasi kesesuaiannya dengan
keberadaan Cekungan Air Tanah dan batas imbuhan/luahan serta lepasan air. Berikut ini
adalah potensi daerah resapan air di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto dapat dilihat
pada Tabel 6.2 dan Gambar 6.2 berikut ini.
6-17
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Tabel 6.2. Potensi Daerah Resapan Air untuk Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto
Daerah resapan air sangat baik: curah hujan > 3.000 mm/thn, kemiringan lahan <
5%, tata guna lahannya berupa hutan, dan tekstur tanah berupa pasir.
Daerah resapan air kurang baik: curah hujan 2.000 – 3.000 mm/thn, kemiringan
lahan 5% – 20%, tata guna lahannya berupa semak belukar, dan tekstur tanah berupa
pasir berlempung.
Daerah resapan air sedang: curah hujan 1.000 – 2.000 mm/thn, kemiringan lahan
20% – 40%, tata guna lahannya berupa ladang kebun campuran, dan tekstur tanah berupa
lempung berpasir.
Daerah resapan air kurang baik: curah hujan 500 – 1.000 mm/thn, kemiringan
lahan 40% – 60%, tata guna lahannya berupa sawah tambak rawa, dan tekstur tanah
berupa lempung berpasir halus.
Daerah resapan air tidak baik: curah hujan < 500 mm/thn, kemiringan lahan >
60%, tata guna lahannya berupa permukiman, dan tekstur tanah berupa lempung.
6-18
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-19
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Untuk mengetahui lokasi dan batas-batas daerah tangkapan air dilakukan tinjauan
terhadap variabel spasial, kriteria, klasifikasi dari curah hujan, penggunaan lahan atau
tata guna lahan, bentuk morfologi dan topografi. Dengan analisis spasial maka akan
diperoleh lokasi dan batas-batas daerah tangkapan air pada wilayah sungai. Dari tumpang
susun (overlay) antara peta lokasi dan peta batas-batas kawasan resapan air dengan peta
lokasi dan peta batas-batas daerah tangkapan air akan diperoleh peta kawasan resapan air
dan daerah tangkapan air pada wilayah sungai. Dalam peta kawasan resapan air dan
daerah tangkapan air memuat informasi antara lain.
1. Lokasi kawasan resapan air dan daerah tangkapan air;
2. Batas-batas kawasan resapan air dan daerah tangkapan air; dan
3. Luas kawasan resapan air dan daerah tangkapan air.
Kawasan resapan air dan daerah tangkapan air ini menjadi salah satu acuan dalam
penyusunan dan pelaksanaan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW). Berikut ini adalah
potensi daerah tangkapan air di Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto dapat dilihat pada
Tabel 6.3 dan Gambar 6.3 berikut ini.
Daerah tangkapan air sangat baik: curah hujan > 3.000 mm/thn, tata guna
lahannya berupa hutan, dan bentuk morfologi dan topografi berupa cekungan.
Daerah tangkapan air baik: curah hujan 2.000 – 3.000 mm/thn, tata guna
lahannya berupa semak belukar, dan bentuk morfologi dan topografi berupa lembah.
6-20
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Daerah tangkapan air sedang: curah hujan 1.000 – 2.000 mm/thn, tata guna
lahannya berupa ladang kebun campuran, dan bentuk morfologi dan topografi berupa
datar.
Daerah tangkapan air kurang baik: curah hujan 500 – 1.000 mm/thn, tata guna
lahannya berupa sawah tambak rawa, dan bentuk morfologi dan topografi berupa lereng.
Daerah tangkapan air tidak baik: curah hujan < 500 mm/thn, tata guna lahannya
berupa permukiman, dan bentuk morfologi dan topografi berupa punggung.
6-21
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-22
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Zona pemanfaatan sumber air adalah ruang pada sumber air yang dialokasikan
baik sebagai fungsi lindung maupun sebagai fungsi budidaya. Perencanaan penetapan
zona pemanfaatan sumber air dilakukan dengan memperhatikan prinsip:
a. Meminimalkan dampak negatif terhadap kelestarian sumber daya air;
b. Meminimalkan potensi konflik kepentingan antar jenis pemanfaatan;
c. Keseimbangan fungsi lindung dan budi daya;
d. Memperhatikan kesesuaian pemanfaatan sumber daya air dengan fungsi kawasan;
dan/atau
e. Memperhatikan kondisi sosial budaya dan hak ulayat masyarakat hukum adat yang
berkaitan dengan sumber daya air.
Analisis untuk menentukan zona pemanfaatan sumber air pada wilayah sungai,
dengan melakukan tinjauan terhadap inventarisasi jenis pemanfaatan yang sudah
dilakukan, data parameter fisik dan morfologi sumber air, kimia dan biologi sumber air,
hasil analisis kelayakan lingkungan, dan potensi konflik kepentingan antar jenis
pemanfaatan yang sudah ada.
Untuk mengetahui lokasi dan batas-batas zona pemanfaatan sumber air pada
wilayah sungai dilakukan analisis spasial dengan melakukan tinjauan terhadap beberapa
variabel spasial dengan kriteria analisis, seperti penggunaan lahan yang ada, kesesuaian
lahan dan kemampuan lahan, kawasan resapan air, daerah tangkapan air, ketersediaan
sumber air seperti diuraikan dalam Tabel 6.4 berikut ini.
6-23
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Tabel 6.4. Variabel dan Kriteria Tata Guna Lahan, Kawasan Resapan Air,
dan Daerah Tangkapan Air untuk Zona Pemanfaatan Sumber Air
Dengan analisis spasial (tumpang susun) terhadap variabel dan kriteria di atas
maka akan diperoleh batas-batas zona pemanfaatan sumber air pada wilayah sungai,
yaitu kesesuaian antara tata guna lahan dengan potensi ketersediaan air pada zona
tersebut. Dalam peta zona pemanfaatan sumber air harus memuat:
a. Lokasi zonasi pemanfaatan sumber air;
b. Batas-batas zonasi pemanfaatan sumber air; dan
c. Luas zonasi pemanfaatan sumber air.
Berikut ini adalah potensi zona pemanfaatn air di Wilayah Sungai Serayu –
Bogowonto dapat dilihat pada Tabel 6.5 dan Gambar 6.4 berikut ini.
6-24
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-25
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-26
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Berikut adalah pembagian tata guna lahan beserta luasannya di Wilayah Sungai
Serayu – Bogowonto seperti pada Tabel 6.6 berikut ini:
Tabel 6.6. Luas Tata Guna Lahan di Wilayah Sungai Serayu - Bogowonto
6-27
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-28
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Berikut adalah peta pola ruang Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto yang
mengacu pada Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 06 Tahun 2010 Tentang
Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Jawa Tengah Tahun 2009 – 2029 seperti pada
Gambar 6.5 berikut ini.
6-29
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-30
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Berikut adalah luas lahan kritis masing-masing Daerah Aliran Sungai di Wilayah
Sungai Serayu – Bogowonto seperti pada Tabel 6.7 di bawah ini dimana ditunjukkan
sebaran kekritisan lahan pada Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto yaitu sebesar
24,92% agak kritis, 12,10% kritis, 26,16% potensial kritis, 1,62% sangat kritis, dan
35,19% tidak kritis.
6-31
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Berikut adalah peta sebaran lahan kritis masing-masing Daerah Aliran Sungai di
Wilayah Sungai Serayu – Bogowonto seperti pada Gambar 6.6 berikut ini.
6-32
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-33
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-34
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-35
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
6-36
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
BAB 7
KONDISI INFRASTRUKTUR SUMBER DAYA AIR
Sumber pendapatan asli Provinsi Jawa Tengah sebagian besar dari pertanian, baik
pertanian sawah maupun tanaman hortikultura. Untuk kebutuhan pertanian padi sawah
dibutuhkan infrastruktur jaringan irigasi yang memadai.
Jaringan irigasi yang ada di Provinsi Jawa Tengah dikelola oleh Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi Jawa Tengah, maupun Pemerintah Kabupaten/Kota.
Kewenangan pengelolaan jaringan irigasi tersebut ditentukan oleh luas areal irigasi yang
ada. Pemerintah Pusat (dalam hal ini berupa Balai Besar Wilayah Sungai Serayu Opak
dan Balai Wilayah Sungai Pemali Juwana) mengelola lahan irigasi dengan luas areal
3.000 Ha lebih dan daerah irigasi lintas provinsi, sementara Pemerintah Provinsi Jawa
Tengah mengelola daerah irigasi dengan luas antara 1.000 Ha sampai dengan 3.000 Ha
dan daerah irigasi lintas kabupaten/kota, selebihnya daerah irigasi dengan luas dibawah
1.000 Ha dikelola oleh Pemerintah Kabupaten/Kota.
Daerah irigasi yang dikelola oleh Pemerintah Pusat di Provinsi Jawa Tengah
sebanyak 33 Daerah Irigasi seluas 347.674 Ha (Keputusan Menteri Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat Republik Indonesia Nomor 14/PRT/M/2015 Lampiran I). Daerah
Irigasi lintas provinsi adalah sebagai berikut: D.I. Cisanggarung seluas 213 Ha (lintas
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Barat), D.I. Tuk Kuning seluas 264 Ha (lintas Provinsi
Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta), D.I. Colo seluas 25.056 Ha (lintas
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur), dan D.I. Semen/Krinjo seluas 929 Ha (lintas
Provinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur). Sementara secara keseluruhan daerah irigasi di
Provinsi Jawa Tengah yang dikelola oleh Pemerintah Pusat adalah sebanyak 33 daerah
irigasi dengan luas total sebesar 347.674 Ha.
Daerah irigasi yang dikelola oleh Provinsi Jawa Tengah yang merupakan D.I.
lintas kabupaten sebanyak 14 Daerah Irigasi dengan luas 189.624 Ha. Sementara secara
keseluruhan daerah irigasi di Provinsi Jawa Tengah yang dikelola oleh Pemerintah
Provinsi adalah sebanyak 108 Daerah Irigasi dengan luas total sebesar 86.685 Ha.
7-1
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Sampai tahun 2020 sudah dibangun embung di Provinsi Jawa Tengah sebanyak
90 buah dengan kapasitas tampungan sebesar 2.451.536,80 m 3 yang tersebar di seluruh
Provinsi Jawa Tengah. Pemanfaatan embung adalah untuk irigasi seluas 2.015 Ha dan
untuk air baku melayani sebanyak 27.426 KK. Sebagian besar pemanfaatan embung
dengan menggunakan pompa, sebagian kecil menggunakan gravitasi dan timba.
Untuk tampungan yang lebih besar dan penggunaan yang multi purpose di
Provinsi Jawa Tengah sudah dibangun sebanyak 41 buah waduk yang terdiri dari waduk
besar dan waduk kecil yang tersebar di beberapa kabupaten.
7-2
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
Industri perikanan budidaya yang ada di Provinsi Jawa Tengah bagian selatan
adalah berupa:
1. Shrimp Estate di Desa Karanggadung dan Tegaltirto, Kecamatan Petanahan,
Kabupaten Kebumen
2. Shrimp Estate di Desa Jogosimo, Kecamatan Klirong, Kabupaten Kebumen.
7-3
Penyusunan Kajian Pendukung Kebijakan
Percepatan Infrastruktur Sumber Daya Air dan Rekayasa Pantai 2021
7-4