Anda di halaman 1dari 61

MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN BENDUNGAN

MODUL 06

MODUL 02

MODUL KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN BENDUNGAN

PELATIHAN PERENCANAAN BENDUNGAN TINGKAT DASAR

2017
PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN KONSTRUKSI

Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan


Konstruksi
MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas selesainya
validasi dan penyempurnaan Modul Kebijakan dalam Pengembangan Bendungan
sebagai Materi Wawasan dalam Pelatihan Perencanaan Bendungan Tingkat Dasar.
Modul ini disusun untuk memenuhi kebutuhan kompetensi dasar Aparatur Sipil
Negara (ASN) di bidang Sumber Daya Air.

Modul Kebijakan dalam Pengembangan Bendungan disusun dalam 5 (lima) bab


yang terbagi atas Pendahuluan, Materi Pokok, dan Penutup. Penyusunan modul
yang sistematis diharapkan mampu mempermudah peserta pelatihan dalam
memahami kebijakan dalam pengembangan bendungan. Penekanan orientasi
pembelajaran pada modul ini lebih menekankan pada partisipasi aktif dari para
peserta.

Akhirnya, ucapan terima kasih dan penghargaan kami sampaikan kepada Tim
Penyusun dan Narasumber Validasi, sehingga modul ini dapat diselesaikan dengan
baik. Penyempurnaan maupun perubahan modul di masa mendatang senantiasa
terbuka dan dimungkinkan mengingat akan perkembangan situasi, kebijakan dan
peraturan yang terus menerus terjadi. Semoga Modul ini dapat memberikan manfaat
bagi peningkatan kompetensi ASN di bidang Sumber Daya Air.

Bandung, Nopember 2017


Kepala Pusat Pendidikan dan
Pelatihan
Sumber Daya Air dan Konstruksi

Ir. K. M. Arsyad, M.Sc

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN i


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................i

DAFTAR ISI...................................................................................................................ii

DAFTAR GAMBAR......................................................................................................iv

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL..........................................................................v

BAB I PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Deskripsi Singkat..............................................................................................3
1.3 Tujuan Pembelajaran.......................................................................................3
1.3.1 Hasil Belajar...........................................................................................3
1.3.2 Indikator Hasil Belajar............................................................................3
1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok................................................................4

BAB II GARIS BESAR DASAR HUKUM KEBIJAKAN PENGEMBANGAN


BENDUNGAN...............................................................................................................5
2.1 Pokok Bahasan Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang
Pengairan.........................................................................................................5
2.2 Pokok Bahasan Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang Jasa
Konstruksi.........................................................................................................6
2.3 Kronologis dan Sejarah Regulasi Pengembangan Bendungan.......................8
2.4 Pola Pikir Proses Pengembangan Bendungan................................................9
2.5 Pokok Bahasan Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 27 Tahun 2015
Tentang Bendungan.......................................................................................11
2.6 Latihan............................................................................................................12
2.7 Rangkuman....................................................................................................12
2.8 Evaluasi..........................................................................................................14

BAB III PROSEDUR PEMBANGUNAN BENDUNGAN............................................17


3.1 Tahapan dan Prosedur Pembangunan Bendungan.......................................17
3.2 Bagan Alir Prosedur Pembangunan Bendungan...........................................22
3.3 Peraturan Perundang-Undangan Pendukung Tahapan Pembangunan
Bendungan.....................................................................................................28

i PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

3.4 Latihan............................................................................................................32
3.5 Rangkuman....................................................................................................32
3.6 Evaluasi..........................................................................................................33

BAB IV KONDISI EKSISTING BENDUNGAN DAN PROGRAM PENGEMBANGAN


BENDUNGAN.............................................................................................................35
4.1 Kondisi Eksisting Pembangunan Bendungan................................................35
4.2 Program Pengembangan Bendungan............................................................37
4.3 Kesiapan Sumber Daya Manusia Tenaga Ahli Bidang Bendungan..............40
4.4 Latihan............................................................................................................41
4.5 Rangkuman....................................................................................................41
4.6 Evaluasi..........................................................................................................42

BAB V PENUTUP......................................................................................................45
5.1 Simpulan.........................................................................................................45
5.2 Tindak Lanjut..................................................................................................45

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................46

GLOSARIUM...............................................................................................................48

KUNCI JAWABAN......................................................................................................52

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN i


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Pokok Bahasan Materi UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan........6
Gambar 2.2. Pokok Bahasan Materi UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi................................................................................................8
Gambar 2.3. Pola Pikir Proses Pengaturan Pengembangan Bendungan....................9
Gambar 2.4. Pokok Bahasan Materi Permen PUPR Nomor 27 Tahun 2015.............12
Gambar 3.1. Bagan Alir Tahap I Persiapan Pembangunan.......................................23
Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap I Persiapan Pembangunan (lanjutan).......................24
Gambar 3.3. Bagan Alir Tahap II Perencanaan Pembangunan.................................25
Gambar 3.4. Bagan Alir Tahap III Pelaksanaan Konstruksi.......................................26
Gambar 3.5. Bagan Alir Tahap III Pelaksanaan Konstruksi (lanjutan).......................27
Gambar 3.6. Bagan Alir Tahap IV Pengisian awal Waduk.........................................28
Gambar 4.1. Profil Prosentasi Peningkatan Layanan Irigasi dengan Solusi
Bendungan.............................................................................................39

i PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Deskripsi

Modul Kebijakan dalam Pengembangan Bendungan ini terdiri dari tiga kegiatan
belajar mengajar. Kegiatan belajar pertama membahas tentang garis besar dasar
hokum kebijakan pengembangan bendungan. Kegiatan belajar kedua membas
tentang prosedur pembangunan bendungan. Kegiatan belajar ketiga membahas
tentang kondisi eksisting bendungan dan program pengembangan bendungan.

Peserta pelatihan mempelajari keseluruhan modul ini dengan cara yang


berurutan. Pemahaman setiap materi pada modul ini diperlukan untuk
memahami kebijakan dalam pengembangan bendungan. Setiap kegiatan belajar
dilengkapi dengan latihan atau evaluasi yang menjadi alat ukur tingkat
penguasaan peserta pelatihan setelah mempelajari materi dalam modul ini.

Persyaratan

Dalam mempelajari modul pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan dapat


menyimak dengan seksama penjelasan dari pengajar, sehingga dapat
memahami dengan baik materi yang merupakan dasar dari Perencanaan
Bendungan. Untuk menambah wawasan, peserta diharapkan dapat membaca
terlebih dahulu Peraturan dan Kebijakan terkait Bendungan.

Metode

Dalam pelaksanaan pembelajaran ini, metode yang dipergunakan adalah


dengan kegiatan pemaparan yang dilakukan oleh Widyaiswara/ Fasilitator,
adanya kesempatan tanya jawab, curah pendapat, bahkan diskusi.

Alat Bantu/ Media

Untuk menunjang tercapainya tujuan pembelajaran ini, diperlukan Alat Bantu/


Media pembelajaran tertentu, yaitu: LCD/ proyektor, Laptop, white board dengan
spidol dan penghapusnya, bahan tayang, serta modul dan/ atau bahan ajar.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN v


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Tujuan Kurikuler Khusus

Setelah mengikuti semua kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini,


peserta diharapkan mampu memahami dasar-dasar kebijakan dalam
pengembangan bendungan.

v PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Kebijakan Dalam Pengembangan Bendungan adalah mencakup Kebijakan
dalam Pembangunan dan Pengelolaan Bendungan, yang didasari pada
pemenuhan kebutuhan pangan, ketenagaan, dan air baku (Food, energy and
Water). Peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air, pengawetan air,
dan pengendalian daya rusak air, perlu dijaga terhadap keamanan dan
keselamatan lingkungan hidup, yang berkelanjutan.

Pembangunan bendungan yang kemudian dilanjutkan dengan pengelolaan


bendungan beserta waduknya merupakan upaya untuk mensejahterakan
masyarakat. Pembangunan bendungan, disamping memberi manfaat yang
besar dapat juga mengandung dampak lingkungan dan sosial yang seringkali
tidak dapat diterima masyarakat. Disamping itu pembangunan dan
pengelolaan bendungan juga harus memperhatikan mengenai keamanan
bendungan. Pembangunan dan pengelolaan bendungan yang berkelanjutan
memerlukan penyiapan pengaturan tentang bendungan oleh Pemerintah.

Kebijakan tentang bendungan, semula Pemerintah telah menetapkan


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 72 Tahun 1997
tentang Keamanan Bendungan, yang diawali dengan pengaturan tentang
kriteria bendungan yang terkait dengan lingkup keamanan bendungan, dan
perubahannya sebagai berikut:
a) Bendungan dengan tinggi 15 meter atau lebih, diukur dari dasar lembah
terdalam dan daya dengan daya tamping sekurang-kurangnya 100.000
m3, atau;
b) Bendungan dengan tinggi kurang dari 15 meter, diukur dari dasar lembah
terdalam dan dengan daya tamping sekurang-kurangnya 500.000 m3.
Atau;
c) Bangunan penahan air lainnya diluar ketentuan yang disebutkan dalam
butir (1) dan atau (2) yang ditetapkan oleh Komisi Keamanan Bendungan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 1


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Sedangkan kriteria bendungan besar (large dams) berdasarkan International


Commission on Large Dams (ICOLD), Bulletin Nomor 31, 1977, Glossary of
Worlds and Phrases related to Dams, Section 41, adalah:
a) Bendungan dengan tinggi lebih dari 15 meter, diukur dari bagian terbawah
pondasi sampai ke puncak bendungan;
b) Bendungan dengan tingginya antara 10 meter sampai 15 meter, yang
memenuhi salah satu atau lebih kriteria: a) panjang puncak bendungan
tidak kurang dari 15 meter; b) kapasitas waduk yang terbentuk tidak
kurang dari 1 juta m3; c) debit banjir maksimal yang diperhitungkan tidak
kurang dari 2.000 m3/detik; d) bendungan menghadapi kesulitan khusus
pada pondasinya; dan e) bendungan didesain tidak seperti biasanya.

Selanjutnya sejalan dengan kompleksitas permasalahan lahan; lingkungan


hidup dan sosial; serta pengelolaan bendungan pasca pembangunan yang
terkait dengan kelembagaan pengelola bendungan, operasi dan
pemeliharaan; Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR), menetapkan Permen PUPR Nomor 27 Tahun
2015 tentang Bendungan. Ruang lingkup Permen PUPR ini meliputi kriteria
pembangunan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya sebagai
berikut:
a) Bendungan dengan tinggi lebih dari 15 meter atau lebih diukur dari dasar
pondasi terdalam;
b) Bendungan dengan tinggi 10 meter sampai dengan 15 meter diukur dari
dasar pondasi terdalam dengan ketentuan: a) panjang puncak bendungan
paling sedikit 500 meter; b) daya tamping waduk paling sedikit 500.000
m3; atau c) debit banjir maksimal yang diperhitungkan paling sedikit 1.000
m3/detik; atau
c) Bendungan yang mempunyai kesulitan khusus pada pondasi atau
bendungan yang didesain menggunakan teknologi baru dan/atau
bendungan yang mempunyai kelas bahaya tinggi.

Kriteria pada Permen PUPR Nomor 27 Tahun 2015 tentang Bendungan,


menjadi dasar sebagai tahapan dan prosedur pembangunan dan pengelolaan
bendungan, substansi pengaturan, dan implikasi pengaturan bendungan.

2 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Tersedia sejumlah dasar hukum, ketentuan Umum, dan Standar Nasional


Indonesia (SNI) lainnya, untuk mendukung suksesnya pembangunan dan
pengelolaan bendungan. Pembangunan bendungan dimulai dari tahapan-
tahapan: persiapan pembangunan; perencanaan pembangunan; pelaksanaan
konstruksi; dan pengisian awal waduk. Tahapan-tahapan pengelolaan
bendungan beserta waduknya, yaitu mulai dari tahapan: operasi dan
pemeliharaan; perubahan atau rehabilitasi, dan penghapusan fungsi
bendungan.

1.2 Deskripsi Singkat


Mata pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan terkait dengan
garis besar dasar hukum kebijakan pengembangan bendungan; prosedur
pembangunan bendungan; kondisi eksisting bendungan dan program
pengembangan bendungan.

1.3 Tujuan Pembelajaran


1.3.1 Hasil Belajar

Setelah mengikuti semua kegiatan pembelajaran dalam mata pelatihan ini,


peserta diharapkan mampu memahami dasar-dasar kebijakan dalam
pengembangan bendungan.

1.3.2 Indikator Hasil Belajar

Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta pelatihan diharapkan mampu:


a) Menjelaskan garis besar dasar hukum kebijakan pengembangan
bendungan.
b) Menjelaskan prosedur pembanguna bendungan.
c) Menjelaskan kondisi eksisting bendungan dan program pengembangan
bendungan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 3


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

1.4 Materi Pokok dan Sub Materi Pokok


a) Materi Pokok 1: Garis Besar Dasar Hukum Kebijakan Pengembangan
Bendungan
1) Pokok Bahasan Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang
Pengairan
2) Pokok Bahasan Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang
Jasa Konstruksi
3) Kronologis dan Sejarah Regulasi Pengembangan Bendungan
4) Pola Pikir Proses Pengembangan Bendungan
5) Pokok Bahasan Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 27 Tahun 2015
Tentang Bendungan
6) Latihan
7) Rangkuman
8) Evaluasi

b) Materi Pokok 2: Prosedur Pembangunan Bendungan


1) Tahapan dan Prosedur Pembangunan Bendungan
2) Bagan Alir Prosedur Pembangunan Bendungan
3) Peraturan Perundang-Undangan Pendukung Tahapan Pembangunan
Bendungan
4) Latihan
5) Rangkuman
6) Evaluasi

c) Materi Pokok 3: Kondisi Eksisting Bendungan dan Program


Pengembangan Bendungan
1) Kondisi Eksisting Pembangunan Bendungan
2) Program Pengembangan Bendungan
3) Kesiapan Sumber Daya Manusia Tenaga Ahli Bidang Bendungan
4) Latihan
5) Rangkuman
6) Evaluasi

4 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

BAB II
GARIS BESAR DASAR HUKUM KEBIJAKAN
PENGEMBANGAN BENDUNGAN
Indikator Hasil Belajar:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan garis besar dasar hukum kebijakan p

2.1 Pokok Bahasan Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1974 Tentang


Pengairan
Esensi pengaturan berdasarkan dictum UUD 1945, bahwa pembangunan
pada hakekatnya adalah sarana untuk mewujudkan tujuan dibentuknya
Negara Kesatuan RI, yaitu masyarakat yang adil, makmur dan sejahtera
berdasarkan Pancasila dan Undang-undang Dasar NKRI Tahun 1945.

Selanjutnya, bahwa bumi air dan kekayaan alam yang terkandung di


dalamnya dikuasai oleh Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran Rakyat secara adil dan merata. Berikutnya, bahwa
pemanfaatannya haruslah diabdikan kepada kepentingan dan kesejahteraan
rakyat yang sekaligus menciptakan pertumbuhan, keadilan sosial dan
kemampuan untuk berdiri atas kekuatan sendiri menuju masyarakat yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila.

Algemeen Water-reglement Tahun 1936 berlaku untuk seluruh Indonesia dan


peraturan perundang-undangan lain yang bersangkutan dengan pengairan
dirasakan sudah tidak sesuai lagi dengan perkembangan dan keadaan pada
dewasa ini. Untuk terlaksananya maksud diatas, perlu adanya Undang-
undang mengenai pengairan yang bersifat nasional dan disesuaikan dengan
perkembangan keadaan di Indonesia, baik ditinjau dari segi ekonomi, sosial
dan teknologi, guna dijadikan landasan bagi penyusunan peraturan
perundangan-undangan selanjutnya.

Atas dasar kerangka berfikir demikian, selanjutnya ditetapkan diktum Undang-


Undang No.11 Tahun1974 tentang Pengairan. Isi terdiri dari diktum dan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 5


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

muatan materi yang terdapat dalam dua belas bab mencakup 17 pasal
dengan pokok bahasan materi: (1) Pengertian; (2) Fungsi; (3) Hak
Penguasaan dan Wewenang; (4) Perencanaan dan Perencanaan Teknis; (5)
Pembinaan; (6) Pengusahaan; (7) Eksploitasi dan Pemeliharaan; (8)
Perlindungan; (9) Pembiayaan; (10) Ketentuan Pidana; (11) Ketentuan
Peralihan; dan (12) Ketentuan Penutup. Lihat Gambar 2.1. Pokok Bahasan
materi UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan.

Perencanaan Teknis yang diamanatkan dalam Bab IV, UU No. 11/1974


tentang Pengairan, dan Permen PUPR No. 10 Tahun 2015 tentang Rencana
dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan, keputusan
dengan pengembangan bendungan, tata pengaturan air dan tata
pengairannya dilaksanakan berdasarkan wilayah sungai.

Gambar 2.1. Pokok Bahasan Materi UU No. 11 Tahun 1974 tentang


Pengairan

2.2 Pokok Bahasan Dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 Tentang


Jasa Konstruksi
Esensi pengaturan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat adil dan makmur yang berdasarkan Pancasila dan
6 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN
MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Undang-Undang Dasar NKRI Tahun 1945. Sektor jasa konstruksi merupakan


kegiatan masyarakat mewujudkan bangunan yang berfungsi sebagai
pendukung atau prasarana aktivitas sosial, ekonomi kemasyarakatan guna
menunjang terwujudnya tujuan pembangunan nasional.

Berikut, bahwa sehubungan dengan Undang-Undang No. 18 Tahun 1999


tentang Jasa Konstruksi belum dapat memenuhi tuntutan kebutuhan tata
kelola yang baik dan dinamika perkembangan penyelenggaraan jasa
konstruksi, atas dasar kerangka berfikir demikian, ditetapkan diktum Undang-
Undang No. 2 Tahun2017 tentang Jasa Konstruksi. Isi materi dictum terdiri
atas: (1). Ketentuan Umum; (2) Asas dan Tujuan; (3) Tanggung Jawab dan
Kewenangan; (4) Usaha Jasa Konstruksi (5) Penyelenggaraan Jasa
Konstruksi (6) Keamanan Keselamatan, Kesehatan dan Keberlanjutan
Konstruksi; (7) Tenaga Kerja konstruksi; (8) Pembinaan; (9) Sistem Informasi
Jasa Konstruksi; (10)Partisipasi Masyarakat; (11) Penyelesaian Sengketa
(12) Sanksi Administrasi; (13) Ketentuan Peralihan; dan (14) Ketentuan
Penutup.

Kepastian bahwa, penyelenggaraan Pekerjaan konstruksi (Bab V. UU No. 2


Tahun 2017) wajib memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan,
keselamatan dan kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata
lingkungan setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan
pekerjaan konstruksi.

Kegagalan Bangunan, pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung


jawab atas kegagalan bangunan. Kegagalan bangunan yang menjadi
tanggung jawab penyedia jasa ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir
pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 7


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

XIV. Ketentuan Penutup


I. Ketentuan Umum

XIII. Ketentuan Peralihan

II. Asas dan Tujuan

XII. Sanksi Administrasi


III. Tanggung Jawab dan Kewenangan
UU No. 2 Tahun 2017 Tentang Jasa Konstruksi.
XI. Penyelesaian Sengketa

IV. Usaha Jasa Konstruksi


X. Partisipasi Masyarakat

V. Penyelenggaraan Jasa Konstruksi


IX. Sistem Informasi Jasa Konstruksi

VIII. Pembinaan
VI. Keamanan, Keselamatan, Kesehatan VII.
& Keberlanjutan
Tenaga Kerja Konstruksi
Konstruksi

Gambar 2.2. Pokok Bahasan Materi UU No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa
Konstruksi

2.3 Kronologis dan Sejarah Regulasi Pengembangan Bendungan


Berdasarkan data yang ada, bahwa pembangunan bendungan di Indonesia
dimulai di era Hindia Belanda tahun 1916 (bendungan Nglangon di Jawa
Tengah), dan sampai dengan tahun 2016 telah dibangun lebih dari 1.000
bendungan, sekitar 231 diantaranya dikatagorikan sebagai bendungan besar,
sisanya bendungan skali kecil (situ/embung). Pembangunan bendungan yang
dilanjutkan dengan pengelolaan bendungan beserta waduknya diharapkan
merupakan salah satu upaya mensejahterkan rakyat, namun juga memberikan
dampak lingkungan dan social yang dapat saja tidak dapat diterima oleh
masyarakat.

Kebijakan tentang bendungan, semula Pemerintah telah menetapkan


Peraturan Menteri Pekerjaan Umum (Permen PU) Nomor 72 Tahun 1997
tentang Keamanan Bendungan, yang diawali dengan pengaturan tentang
kriteria bendungan yang terkait dengan lingkup keamanan bendungan.

8 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Selanjutnya, sejalan dengan kompleksitas permasalahan lahan; lingkungan


hidup dan sosial; serta pengelolaan bendungan pasca pembangunan yang
terkait dengan kelembagaan pengelola bendungan, operasi dan
pemeliharaan; Pemerintah melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan
Perumahan Rakyat (PUPR), menetapkan Peraturan Menteri PUPR Nomor 27
Tahun 2015 tentang Bendungan.

2.4 Pola Pikir Proses Pengembangan Bendungan


Komponen-komponen yang menentukan sehingga memerlukan pengaturan
pengembangan bendungan lihat Gambar 2.3. Pola Pikir Proses Pengaturan
Pengembangan Bendungan, yaitu:
a) Kondisi, proses, dan tujuan yang terdiri atas kondisi awal; langkah/ upaya;
kondisi yang diinginkan; dan tujuan;
b) Hal-hal yang mendasari, meliputi peraturan perundang-undangan, dan
kebijakan; dan
c) Hal-hal yang mempengaruhi yaitu lingkungan strategis.

PERATURAN PERUNDANG- UNDANGAN

KEBIJAKAN

KONDISI YANG DIINGINKAN


LANGKAH/ UPAYA
KONDISI AWAL TUJUAN

LINGKUNGAN STRATEGIS

Gambar 2.3. Pola Pikir Proses Pengaturan Pengembangan Bendungan

Kondisi Awal, ada kecenderungan terhadap bendungan yang ada: 1) dalam


membangun tanpa mengikuti kaidah-kaidah dan persyaratan pembangunan
bendungan; 2) terjadi kegagalan bendungan karena belum ada kejelasan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 9


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

dalam pengaturan bendungan; 3) belum ada kejelasan tahapan pembangunan


dan pengelolaan bendungan; 4) belum ada ketentuan mengenai peran pemilik
bendungan, pengelola bendungan dan pembangun bendungan, serta
implikasi lembaga terkait dalam pengaturan bendungan; 5) belum ada
ketentuan mengenai sanksi dalam pengaturan bendungan; dan 6) belum ada
pengaturan mengenai bendungan limbah tambang atau penampung lumpur.

Peraturan perundang-undangan yang mendasari, yaitu regulasi yang


terkait langsung dengan persiapan pembangunan bendungan, perencanaan
bendungan, pelaksanaan bendungan, dan operasi dan pemeliharaan
bendungan; serta regulasi pendukung antar sektor terkait lahan, lingkungan
hidup dan kehutanan.

Kebijakan yang mendasari, dalam rangka: pemenuhan kebutuhan pangan,


ketenagaan, dan air baku; peningkatan kemanfaatan fungsi sumber daya air,
pengawetan air, dan pengendalian daya rusak air; penjagaan keamanan dan
keselamatan lingkungan hidup; dan keberlanjutan pembangunan bendungan
dan pengelolaan bendungan beserta waduknya.

Lingkungan strategis, yang mempengaruhi perubahan antara lain:


demokratisasi dan trnasparansi; otonomi daerah/ desentralisasi; pandangan
global mengenai bendungan, perkembangan teknologi mengenai bendungan;
daya dukung lingkungan hidup; perubahan iklim global; peran masyarakat;
dan politik, ekonomi, social, budaya, pertahanan dan keamanan.

Langkah/ upaya, mempersiapkan pengaturan pengembangan bendungan


dalam cakupan pengaturan yang lebih tinggi, dan ke depan mempersiapkan
kembali Peraturan Pemerintah tentang Bendungan.

Kondisi yang diinginkan, adanya Peraturan Pemerintah tentang bendungan


yang mencakup keseluruhan pengembangan bendungan yaitu pengaturan
mengenai pembangunan dan pengelolaan bendungan memenuhi kriteria
bendungan besar yang ditetapkan, dan pengaturan mengenai pembangunan
dan pengelolaan bendungan kriteria bendungan kecil.

1 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

2.5 Pokok Bahasan Dalam Peraturan Menteri PUPR Nomor 27 Tahun


2015 Tentang Bendungan
Regulasi dalam pengembangan bendungan yaitu Permen PUPR Nomor 27
Tahun 2015, yang mencakup pokok bahasan materi lihat pada Gambar 2.4.

Esensi pengaturan bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada saat
musim penghujan agar dapat dimanfaatkan guna pemenuhan kebutuhan air
dan daya air pada waktu diperlukan, serta mengendalikan daya rusak air,
perlu membentuk waduk yang dapat menampung air.

Waduk selain berfungsi menampung air dapat pula untuk menampung limbah
tambang (tailing) atau menampung lumpur dalam rangka menjaga keamanan
serta keselamatan lingkungan hidup. Untuk membentuk waduk yang dapat
menampung air, limbah tambang (tailing), atau lumpur, perlu membangun
bendungan.

Untuk membangun bendungan yang secara teknis dapat berfungsi sesuai


dengan tujuan pembangunan sekaligus dapat menjamin keamanan
bendungan, perlu pengaturan mengenai bendungan.

Permen PUPR Nomor 27 Tahun 2015 tentang Bendungan, terdiri dari Diktum
dan muatan materi yang terdapat dalam 11 (sebelas) Bab yang mencakup
161 pasal dengan pokok-pokok muatan materi.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 1


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

I. Ketentuan Umum
(hal 3) XI. Ketentuan Penutup
(hal 70).

II. Pembangunan Peraturan Menteri X. Ketentuan Peraliahan


Bendungan (hal 6) PUPR No. 27 (hal 69)
tahun 2015
III. Pengelolaan tentang
IX. Peran Masyarakat
Bendungan (hal 32) Bendungan.
(hal 68)

IV. Organisasi (hal 60) VIII. Pengawasan


(hal 67)

V. Panel Ahli Bebas


(hal 63) VI. Pembiayaan (hal 64) VII. Dokumentasi dan
Informasi (hal 66)

Gambar 2.4. Pokok Bahasan Materi Permen PUPR Nomor 27 Tahun 2015.

2.6 Latihan
1. Jelaskan secara singkat tentang Komponen-komponen yang menentukan
sehingga diperlukan pengaturan pengembangan bendungan!
2. Belajar dari Kondisi Awal bendungan yang ada, sehingga perlu
pengaturan pengembangan bendungan, kondisi apa yang diperoleh?
3. Dari sisi kemanfaatan pengembangan bendungan, esensi apakah yang
diperoleh dengan pengaturan pembangunan dan pengelolaan bendungan!

2.7 Rangkuman
Perencanaan Teknis tentang pengembangan bendungan, diamanatkan dalam
Bab IV, UU No. 11/1974 tentang Pengairan, dan Permen PUPR No. 10 Tahun
2015 tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata
Pengairan, keputusan dengan pengembangan bendungan, tata pengaturan air
dan tata pengairannya dilaksanakan berdasarkan wilayah sungai.

Dalam pelaksanaan pembangunan bendungan, adanya kepastian bahwa,


penyelenggaraan Pekerjaan konstruksi (Bab V. UU No. 2 Tahun 2017) wajib
memenuhi ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan

1 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan setempat


untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.

Kita, sudah membangun bendungan sejak jaman Hindia Belanda (1911),


namun ketentuan tentang keamanan bendungan baru ditetapkan melalui
Permen PU Nomor 72 Tahun 1997 tentang keamanan bendungan. Terbaru,
sejalan dengan kompleksitas permasalahan lahan; lingkungan hidup dan
sosial; serta pengelolaan bendungan pasca pembangunan yang terkait
dengan kelembagaan pengelola bendungan, operasi dan pemeliharaan;
Pemerintah melalui Kementerian PUPR, menetapkan Permen PUPR Nomor
27 Tahun 2015 tentang Bendungan, sebagai pedoman dalam Pembangunan
dan Pengelolaan Bendungan.

Komponen-komponen yang menentukan sehingga kita memerlukan


pengaturan pengembangan bendungan melalui pola pikir proses pengaturan
pengembangan bendungan, yaitu: mengetahui kondisi awal dan kondisi yang
diinginkan dengan tujuan pembangunan; peraturan perundang-undangan dan
kebijakan yang mendukung; dan lingkungan strategis yang mempengaruhi.

Kondisi Awal, belajar dari bendungan yang ada: dalam membangun tanpa
mengikuti kaidah-kaidah dan persyaratan pembangunan bendungan; terjadi
kegagalan bendungan, belum ada kejelasan dalam pengaturan bendungan;
belum ada kejelasan tahapan pembangunan dan pengelolaan bendungan;
belum ada ketentuan mengenai peran pemilik bendungan, pengelola dan
pembangun bendungan, serta implikasi lembaga terkait; belum ada ketentuan
mengenai sanksi; dan belum ada pengaturan mengenai bendungan limbah
tambang atau penampung lumpur.

Peraturan perundang-undangan yang mendasari, yaitu regulasi yang terkait


langsung dengan persiapan pembangunan, perencanaan bendungan,
pelaksanaan bendungan, operasi dan pemeliharaan bendungan; serta
regulasi pendukung antar sektor terkait lahan, lingkungan hidup dan
kehutanan. Sedangkan kebijakan yang mendasari yaitu: pemenuhan
kebutuhan pangan, ketenagaan, dan air baku; peningkatan kemanfaatan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 1


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

fungsi SDA, pengawetan air, dan pengendalian daya rusak air; penjagaan
keamanan dan keselamatan lingkungan hidup; dan keberlanjutan
pembangunan dan pengelolaan bendungan beserta waduknya.

Terhadap kondisi yang diinginkan, adanya Peraturan Pemerintah tentang


bendungan yang mencakup keseluruhan pengembangan bendungan yaitu
pengaturan pembangunan dan pengelolaan bendungan memenuhi kriteria
bendungan besar, dan pengaturan mengenai pembangunan dan pengelolaan
bendungan kriteria bendungan kecil.

Esensi pengaturan bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada saat
musim penghujan agar dapat dimanfaatkan guna pemenuhan kebutuhan air
dan daya air pada waktu diperlukan, serta mengendalikan daya rusak air,
dengan membentuk waduk yang dapat menampung air.

2.8 Evaluasi
1. Perencanaan Teknis tentang pengembangan bendungan, diamanatkan
dalam Bab IV, UU No. 11/1974 tentang Pengairan, dan Permen PUPR No.
10 Tahun 2015 tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata Pengaturan
Air dan Tata Pengairan, dilaksanakan didasarkan pada…..
a. Keputusan dengan pengembangan bendungan, tata pengaturan air
dan tata pengairannya dilaksanakan berdasarkan Wilayah Sungai.
b. Keputusan dengan pengembangan bendungan, tata pengaturan air
dan tata pengairannya dilaksanakan berdasarkan studi kelayakan.
c. Keputusan dengan pengembangan bendungan, tata pengaturan air
dan tata pengairannya dilaksanakan berdasarkan rencana
pengelolaan SDA.
2. Penyelenggaraan Pekerjaan konstruksi (Bab V. UU No. 2 Tahun 2017),
termasuk pembangunan bendungan, dipastikan bahwa pembangunan
wajib memenuhi…..
a. Ketentuan tentang keamanan, keselamatan dan kesehatan kerja,
perlindungan tenaga kerja, dan tertib pekerjaan konstruksi.
b. Ketentuan tentang keteknikan, keamanan, keselamatan dan
kesehatan kerja, perlindungan tenaga kerja, serta tata lingkungan
1 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN
MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

setempat untuk menjamin terwujudnya tertib penyelenggaraan


pekerjaan konstruksi.
c. Ketentuan tentang keteknikan, keamanan, perlindungan tenaga kerja,
serta tata lingkungan menjamin terwujudnya tertibnya pekerjaan
konstruksi.

3. Ketentuan tentang keamanan bendungan awalnya ditetapkan dengan


Permen PU Nomor 72 Tahun 1997 tentang keamanan bendungan.
Terbaru, Pemerintah melalui Kementerian PUPR, menetapkan Permen
PUPR Nomor 27 Tahun 2015 tentang Bendungan, sebagai pedoman
dalam Pembangunan dan Pengelolaan Bendungan, sejalan dengan…..
a. Sejalan dengan permasalahan lahan; lingkungan hidup dan sosial;
serta pengelolaan bendungan pasca pembangunan, dan operasi dan
pemeliharaan.
b. Sejalan dengan kompleksitas permasalahan lahan; lingkungan hidup
dan sosial; serta pengelolaan bendungan tahap operasi dan
pemeliharaan.
c. Sejalan dengan kompleksitas permasalahan lahan; lingkungan hidup
dan sosial; serta pengelolaan bendungan pasca pembangunan yang
terkait dengan kelembagaan pengelola bendungan, operasi dan
pemeliharaan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 1


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

1 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

BAB III
PROSEDUR PEMBANGUNAN BENDUNGAN
Indikator Hasil Belajar:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta mampu menjelaskan prosedur pembangunan bendungan.

3.1 Tahapan dan Prosedur Pembangunan Bendungan


Tahapan dan prosedur pembangunan bendungan meliputi:
a) Tahap I. Persiapan pembangunan, dokumen yang harus dilengkapi
adalah:
• Rencana pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai dengan
pembangunan bendungan,
• Kondisi sumber daya air dan rencana tata ruang untuk pembangunan
bendungan,
• Izin penggunaan sumber daya air; yang diberikan oleh Menteri atau
Gubernur atau Bupati/ Walikota, sesuai kewenangannya. Izin
penggunaan sumber daya air berlaku dalam jangka waktu paling lama
5 (lima) tahun,
• Persetujuan prinsip pembangunan bendungan, diberikan oleh Menteri
atau Gubernur atau Bupati/ Walikota, sesuai kewenangannya.
Persetujuan prinsip pembangunan bendungan diberikan untuk jangka
waktu paling lama 5 (lima) tahun, dan dapat diperpanjang 1 (satu)
untuk jangka waktu 5 (lima) tahun.

Persetujuan prinsip pembangunan bendungan harus memenuhi


persyaratan administrasi dan persyaratan teknis. Persyaratan administrasi
berupa permohonan persetujuan prinsip pembangunan, melampirkan
identitas pembangunan bendungan, izin penggunaan sumber daya air,
dan izin lainnya sesuai ketentuan yang berlaku. Persyaratan Teknis
meliputi: rekomendasi teknis dari Unit Pelaksana Teknis yang membidangi
SDA pada wilayah sungai yang bersangkutan; dokumen studi kelayakan;
dan dokumen pengelolaan lingkungan hidup. Lihat Gambar 3.1. Bagan
alir Tahap I Persiapan Pembangunan Bendungan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 1


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

b) Tahap II. Perencanaan pembangunan, dokumen yang perlu


disiapkan adalah:

• Studi kelayakan,
• Penyusunan desain, dan
• Studi pengadaan tanah.
Perencanaan pembangunan bendungan disusun dengan memperhatikan:
kondisi SDA; keberadaan masyarakat, benda sejarah, daya dukung
lingkungan hidup; dan rencana tata ruang wilayah. Dalam tahapan
perencanaan bendungan sudah harus dilakukan Pertemuan Konsultasi
Publik (PKM), dengan mengikut-sertakan instansi dan masyarakat terkait.

Studi Kelayakan, untuk pembangunan bendungan mencakup pra-studi


kelayakan harus disertai dengan Studi Analisis Mengenai Dampak
Lingkungan (AMDAL). Studi kelayakan paling sedikit memuat: 1) analisis
kondisi topografi; rencana tapak bendungan, jalan akses, quarry dan
borrow area, penyimpanan material, tempat pembuangan galian, dan
daerah genangan; 2) analisis geologi; tapak bendungan, lokasi quarry dan
borrow area,dan daerah genangan; 3) analisis hidrologi daerah tangkapan
air; 4) analisis kependudukan di daerah waduk dan bendungan, dan di
daerah penerima manfaat bendungan; 5) analisis sosial, ekonomi, dan
budaya, di daerah waduk dan bendungan, dan di daerah penerima
manfaat bendungan; 6) analisis kelayakan teknis, ekonomis, umur layan
dan lingkungan untuk setiap alternative; 7) rencana bendungan yang
paling layak dipilih dan desain pendahuluan bendungan.

Penyusunan Desain, dilakukan melalui kegiatan survei dan investigasi.


Desain bendungan dituangkan dalam dokumen, paling sedikit memuat: 1)
gambar teknis rencana bendungan, bangunan pelengkap dan bangunan
fasilitas operasi dan pemeliharaan; 2) nota desain, kriteria dan
perhitungan gambar teknis; 3) spesifikasi teknis untuk mencapai kualitas
pekerjaan yang disyaratkan dan peralatan yang dipergunakan dalam
pelaksanaan konstrusi; 4) metoda pelaksanaan: cara pengelakan sungai,
penimbunan tubuh bendungan, dan pemasangan peralatan mekanikal; 5)

1 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

rencana anggaran biaya pelaksanaan konstruksi bendungan meliputi


perhitungan volume pekerjaan dan harga satuan pekerjaan.
Desain diajukan oleh Pembangun bendungan kepada Menteri untuk
memperoleh persetujuan desain. Persetujuan desain diberikan Menteri
setelah mendapat rekomendasi dari Komisi Keamanan Bendungan (KKB).

Studi Pengadaan Tanah, paling sedikit memuat: 1) lokasi tanah yang


diperlukan; 2) peta dan luasan tanah; 3) status dan kondisi tanah; dan 4)
rencana pembiayaan.

Dalam hal pembangunan bendungan memerlukan lahan pada kawasan


permukiman, perencanaan bendungan perlu dilengkapi dengan studi
pemukiman kembali (LARAP). Demikian juga, dalam hal perencanaan
pembangunan bendungan berada dalam kawasan hutan, ketentuan studi
pengadaan tanah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan bidang kehutanan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 1


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

c) Tahap III. Pelaksanaan Konstruksi, yang terdiri atas:

1) Persiapan Pelaksanaan Konstruksi


- Pengadaan Tanah
- Mobilisasi Sumber Daya
2) Pelaksanaan Konstruksi.

Persiapan Pelaksanaan Konstruksi, dalam jangka waktu paling lama 5


(lima) tahun setelah mendapatkan persetujuan desain, Pembangun
bendungan harus mengajukan permohonan izin pelaksanaan konstruksi.
Permohonan izin pelaksanaan konstruksi telah memenuhi persyaratan
administrasi dan persyaratan Teknis.
Persyaratan administrasi meliputi dokumen: permohonan izin pelaksanaan
konstruksi, melampirkan pernyataan dari Pembangun bendungan
mengenai tersedianya lahan untuk lokasi bendungan, sumber material,
dan jalan akses menuju bendungan. Persyaratan teknis meliputi
dokumen: dokumen desain yang telah mendapat persetujuan, studi
pengadaan tanah, dan pengelolaan lingkungan hidup.

Pengadaan tanah dilakukan oleh Pembangun bendungan dilakukan


sesuai hasil studi pengadaan tanah, dan dilakukan sesuai dengan
ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan, mobilisasi
sumber daya meliputi penyediaan tenaga kerja, peralatan, dan fasilitas
pendukung, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.

Pelaksanaan Konstruksi, dalam jangka waktu 3 (tiga) tahun sejak


diterbitkan izin pelaksanaan konstruksi, Pembangun bendungan wajib
melakukan pekerjaan konstruksi sesuai jadwal pelaksanaan konstruksi.
Pelaksanaan konstruksi bendungan harus mengutamakan teknologi dan
memanfaatkan sumber daya lokal; dalam pelaksanaan konstruksi
bendungan dilakukan kegiatan pemantauan lingkungan dan kegiatan
pengelolaan lingkungan.

2 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Selama pelaksanaan konstruksi, Pembangun bendungan melakukan:


pembersihan lahan genangan; pemindahan penduduk/ pemukiman
kembali; penyelamatan benda sejarah; pemindahan satwa liar yang
dilindungi dari daerah genangan; dan tata acara pelaksanaan kegiatan,
dilakukan sesuai ketentuan dan perundang-undangan. Kegiatan tersebut
di atas harus selesai sebelum pengisian awal waduk.

Selama pelaksanaan konstruksi juga, Pembangun bendungan harus


menyiapkan dokumen:
 Rencana Pengisian Awal Waduk;
 Rencana Pengelolaan Bendungan,
 Rencana Pembentukan Unit Pengelola Bendungan; dan
 Rencana Tindak Darurat (RTD).

Pada akhir pelaksanaan konstruksi, Pembangun bendungan harus


membuat laporan akhir pelaksanaan konstruksi bendungan.

d) Tahap IV. Pengisian Awal Waduk, yang mencakup:


 Pelaksanaan Pengisian Awal Waduk
 Pembentukan Unit Pengelola Bendungan.

Pengisian awal waduk, dilakukan setelah pelaksanaan konstruksi


bendungan selesai, dan dilakukan berdasarkan izin pengisian awal
waduk. Permohonan izin pengisian awal waduk diajukan oleh
Pembangun bendungan kepada Menteri, dan harus memenuhi
persyaratan administrasi dan persyaratan teknis.

Persyaratan administrative meliputi dokumen: permohonan izin pengisian


awal waduk; indentitas pembangunan bendungan; rencana
pembentukan unit pengelola bendungan; dan izin atau persyaratan lain
sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. Sedangkan persyaratan
teknis meliputi dokumen: laporan akhir pelaksanaan konstruksi; laporan
penyiapan pelaksanaan daerah genangan waduk; rencana pengisian

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 2


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

awal waduk; rencana pengelolaan bendungan; dan rencana tindak


darurat.

Komisi Keamanan Bendungan melakukan penilaian terhadap


persyaratan teknis, dan hasil penilaian disampaikan dalam bentuk
rekomendasi kepada Menteri, untuk diterbitkan izin pengisian awal
waduk.

3.2 Bagan Alir Prosedur Pembangunan Bendungan


Bagan Alir Tahap I Persiapan Pembangunan, pada Tahap I Persiapan
Pembangunan ini, kegiatan dimulai dari memperoleh: isu kebutuhan air, daya
air, kelestarian lingkungan hidup; lalu diperoleh alternatif strategi pengelolaan
sumber daya air dengan solusi pembangunan bendungan; berproses berlanjut
hingga penetapan izin penggunaan sumber daya air. Lihat Gambar 3.1.
Bagan Alir Tahap I Persiapan Pembangunan.

Lanjutan, Izin penggunaan sumber daya air diperoleh, tahap I persiapan


pembangunan berlanjut dengan survai dan investigasi; studi kelayakan-
AMDAL; konsultasi publik penyelesaian konflik; hingga diperoleh persetujuan
prinsip pembangunan bendungan. Lihat Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap I
Persiapan Pembangunan (lanjutan).

2 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Gambar 3.1. Bagan Alir Tahap I Persiapan Pembangunan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 2


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Gambar 3.2. Bagan Alir Tahap I Persiapan Pembangunan (lanjutan)

Bagan Alir Tahap II Perencanaan Pembangunan, pada Tahap II


Perencanaan Pembangunan Bendungan ini, kegiatan dimulai dari tersedianya
(B1) Studi Amdal yang sudah ditetapkan; (B2) Survei-Investigasi-Desain, studi
kelayankan, detail desain hingga diperoleh persetujuan desain; dan (B3) Studi
Pengadaan Tanah yang sudah didokumentasikan. Lihat Gambar 3.3. Bagan
Alir Tahap II Perencanaan Pembangunan.

2 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Gambar 3.3. Bagan Alir Tahap II Perencanaan Pembangunan

Bagan Alir Tahap III Pelaksanaan Konstruksi, pada Tahap III Pelaksanaan
Konstruksi Bendungan ini, kegiatan dimulai dari tersedianya (C1) Amdal-
RPL/RPL izin lingkungan ditetapkan; (C2) desain sudah disteujui; dan (C3)
Pengadaan Tanah, konsultasi publik dilaksanakan, dan diperoleh izin
pelaksanaan konstruksi. Lihat Gambar 3.4. Bagan Alir Tahap III Pelaksanaan
Konstruksi.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 2


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Gambar 3.4. Bagan Alir Tahap III Pelaksanaan Konstruksi

Lanjutan, pada Tahap III Pelaksanaan Konstruksi Bendungan ini, izin


pelaksanaan konstruksi sudah diperoleh, demobilisasi sudah berjalan,
konsultasi publik sudah dilaksanakan, laporan Amdal-RPL/RKL, serta laporan-
laporan terkait:
• Laporan Akhir Pelaksanaan Konstruksi
• Rencana Pengisian Awal Waduk
• Rencana Pengelolaan Bendungan
• Rencana Pembentukan Unit Pengelola
Lihat Gambar 3.5. Bagan Alir Tahap III Pelaksanaan Konstruksi (lanjutan)

2 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Gambar 3.5. Bagan Alir Tahap III Pelaksanaan Konstruksi (lanjutan)

Bagan Alir Tahap IV Pengisian Awal Waduk, pada Tahap IV ini, pelaksanaan
kontruksi segera selesai, diperlukan izin pengisian awal waduk, Menteri
menerbitkan izin setelah mendapat penilaian dan rekomendasi dari KKB,
konsultasi publik diperlukan menghindari konflik. Sebelum pengisian awal
waduk dan penetapan unit pengelolan bendungan, perlu dilengkapi meliputi:
 Laporan Pengisian Awal Waduk
 Laporan Analisis Perilaku Bendungan
 Pedoman Operasi dan Pemeliharaan Bendungan
 Laporan Kejadian Khusus, jika ada.

Lihat Gambar 3.6. Bagan Alir Tahap IV Pengisian awal Waduk.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 2


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Gambar 3.6. Bagan Alir Tahap IV Pengisian awal Waduk

3.3 Peraturan Perundang-Undangan Pendukung Tahapan


Pembangunan Bendungan
a) Daftar Peraturan PerUndang-Undangan Terkait Dengan Pelaksanaan
Pembangunan Bendungan:
1) Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup;
2) Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan Dan
Perubahannya;
3) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan;
4) Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana;
5) Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
6) Undang-Undang No. 30 Tahun 2009 tentang Ketenagalistrikan;
7) Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan
Pengelolaan Lingkungan Hidup;
8) Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah;

2 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

9) Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi;


10) Peraturan Presiden No. 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas
Peraturan Presiden No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN);
11) Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2010 tentang Perubahan kedua
atas Peraturan Pemerintah No. 28 Tahun 2000 tentang Peran
Masyarakat Jasa Konstruksi;
12) Peraturan Pemerintah No. 27 Tahun 2012 tentang Izin Lingkungan;
13) Peraturan Pemerintah No. 79 Tahun 2015 tentang Perubahan kedua
atas Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 2000 tentang
Penyelenggaran Jasa Konstruksi;
14) Peraturan Menteri Negara LH No. 5 Tahun 2012 tentang Jenis Usaha
dan/ atau Kegiatan yang Wajib Memiliki Anasis Mengenai Dampak
Lingkungan;
15) Peraturan Menteri Negara LH No. 16 Tahun 2012 tentang Pedoman
Penyusunan Dokumen Lingkungan Hidup.

b) Daftar Peraturan dan Perundang-undangan terkait Pengadaan Tanah


untuk Kepentingan Umum:
1) Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok–
Pokok Agraria;
2) Undang-Undang No. 2 Tahun 2012 tentang Pengadaan Tanah Bagi
Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
3) Peraturan Presiden No. 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat
Atas Peraturan Presiden No. 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
4) Peraturan Presiden No. 102 Tahun 2016 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN);
5) Peraturan Pemerintah No. 128 Tahun 2015 Tentang Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berlaku Pada
Kementerian Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional;
6) Peraturan Mahkamah Agung No. 3 Tahun 2016 tentang Tata Cara
Pengajuan Keberatan dan Penitipan Ganti Kerugian ke Pengadilan

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 2


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Negeri Dalam Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk


Kepentingan Umum;
7) Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 1 Tahun 2016 tentang
Pengelolaan Aset Desa;
8) Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.02/2016 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Keuangan No. 13/PMK.02 Tahun 2013
tentang Biaya Operasional dan Biaya Pendukung Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum
yang bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara;
9) Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Kepala Badan Pertanahan
Nasional (BPN) No. 6 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) No. 5 Tahun 2012 tentang
Petunjuk Teknis Pelaksanaan Pengadaan Tanah;
10)Peraturan Menteri Keuangan No. 219/PMK.01/2015 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Nasional
(LMAN);
11)Peraturan Menteri Keuangan No. 21/PMK.06/2017 tanggal 22
Pebruari 2017, tentang Tata Cara Pendanaan Pengadaan Tanah Bagi
Proyek Strategis Nasional dan Pengelolaan Aset Hasil Pengadaan
Tanah Oleh Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN);
12)Surat Edaran Menteri Agraria dan Tata Ruang /Kepala Badan
Pertanahan Nasional No. : 3601/2.1/VII/2016 tanggal 1 Juli 2016
perihal Ketentuan Pengelolaan Biaya Satgas A dan Satgas B dalam
rangka Pengadaan Tanah Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan
Umum.
c) Daftar Peraturan dan PerUndang-Undangan Terkait Pengadaan
Tanah Untuk Kepentingan Umum Yang Mengenai Kawasan Hutan:
1) Peraturan Pemerintah No. 33 Tahun 2014 tentang Jenis dan Tarif
Atas Jenis Penerimaan Negara Bukan Pajak Yang Berasal dari
Penggunaan Kawasan Hutan Untuk Kepentingan Pembangunan di
Luar Kegiatan Kehutanan yang berlaku pada Kementerian Kehutanan;
2) Peraturan Pemerintah No. 105 Tahun 2015 tentang Perubahan Kedua
Atas Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 2010 tentang Penggunaan
Kawasan Hutan;

3 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

3) Peraturan Pemerintah No. 104 Tahun 2015 tentang Tata Cara


Perubahan Peruntukan dan Fungsi Kawasan Hutan;
4) Peraturan Menteri Keuangan No. 91/PMK.02/2009 tentang Tata Cara
Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Penerimaan Negara Bukan
Pajak yang berasal dari Penggunaan Kawasan Hutan Untuk
Kepentingan Pembangunan di Luar Kegiatan Kehutanan;
5) Peraturan Menteri Kehutanan No. P.43/ Menhut-II/ 2013 tanggal 19
Agustus 2013 tentang Penataan Batas Areal Kerja Izin Pinjam
Pemanfaatan Hutan, Persetujuan Prinsip Penggunaan Kawasan
Hutan, Persetujuan Prinsip Pelepasan Kawasan Hutan dan
Pengelolaan Kawasan Hutan pada Kesatuan Pengelolaan Hutan dan
Kawasan Hutan Dengan Tujuan Khusus;
6) Peraturan Menteri Kehutanan No. P.25/Menhut-II/2014 tentang Panitia
Tata Batas Kawasan Hutan;
7) Peraturan Menteri Kehutanan No. P.87/Menhut-II/2014 tentang
Pedoman Penanaman Bagi Pemegang Izin Pinjam Pakai Kawasan
Hutan dalam Rangka Rehabilitasi Daerah Aliran Sungai;
8) Peraturan Menteri LH dan Kehutanan No. P.44/MenLHK-Setjen/2015
tentang Tata Cara Pengenaan, Pemungutan dan Penyetoran Provisi
Sumber Daya Hutan dan Dana Reboisasi, Penggantian Nilai Tegakan
dan Ganti Rugi Tegakan;
9) Peraturan Menteri LH dan Kehutanan No. P.29/ Menlhk/ Setjen/
PHPL3/2/2016 tentang Pembatalan Pengenaan, Pemungutan dan
Penyetoran Penggantian Nilai Tegakan;
10) Peraturan Menteri LH dan Kehutanan No.
P.50/Menlhk/Setjen/Kum.1/6/2016 tentang Pedoman Pinjam Pakai
Kawasan Hutan;
11) Peraturan Direktur Jenderal Planologi Kehutanan No. P.5/VII-
KUH/2011 tanggal 22 Juni 2011 tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan
Tata Batas Areal Kerja Izin Pemanfaatan Hutan;
12) Peraturan Direktorat Jenderal Planologi Kehutanan No. P.3/VII-
IPSDH/2014 tanggal 25 Maret 2014 tentang Petunjuk Teknis
Penggambaran dan Penyajian Peta Kehutanan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 3


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

3.4 Latihan
1. Jelaskan secara singkat tahapan pelaksanaan konstruksi!
2. Jelaskan secara singkat tahapan pengisian awal waduk!
3. Peraturan perundang-undangan pendukung tahapan pembangunan
bendungan, mencakup mengenai apa!

3.5 Rangkuman
Tahapan dan prosedur pembangunan bendungan meliputi: tahap I. Persiapan
pembangunan; tahap II. Perencanaan pembangunan; tahap III.
Pelaksanaan Konstruksi; dan Tahap IV. Pengisian Awal Waduk.

Tahapan persiapan pembangunan, dokumen yang harus dilengkapi adalah:


rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungainya; kondisi SDA dan rencana
tata ruangnya; izin penggunaan SDA; dan persetujuan prinsip pembangunan
bendungan.
Tahapan perencanaan pembangunan, dokumen yang perlu disiapkan adalah:
studi kelayakan; penyusunan desain; dan studi pengadaan tanah.
Tahapan pelaksanaan konstruksi, yang terdiri atas: persiapan pelaksanaan
konstruksi; pengadaan tanah; mobilisasi sumber daya; dan pelaksanaan
konstruksi.

Tahapan pengisian awal waduk, yang mencakup: pelaksanaan pengisian awal


waduk; dan pembentukan unit pengelola bendungan.

Bagan Alir Prosedur Pembangunan Bendungan, meliputi bagan alir tahapan


persiapan pembangunan; tahapan perencanaan pembangunan; tahapan
pelaksanaan konstruksi; dan tahapan pengisian awal waduk.

Peraturan perundang-undangan pendukung tahapan pembangunan


bendungan, mencakup: peraturan perundang-undangan terkait dengan
pelaksanaan pembangunan bendungan; peraturan dan perundang-undangan
terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum; dan peraturan dan
perundang-undangan terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum yang
mengenai kawasan hutan.
3 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN
MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

3.6 Evaluasi
1. Tahapan dan prosedur pembangunan bendungan, meliputi…
a. Tahapan persiapan pembangunan; tahapan perencanaan
pembangunan; tahapan pelaksanaan konstruksi; dan tahapan
pengisian awal waduk.
b. Tahapan persiapan pembangunan; tahapan perencanaan
pembangunan; tahapan pelaksanaan konstruksi; tahapan pengisian
awal waduk; dan tahapan operasi dan pemeliharaan.
c. Tahapan tahapan perencanaan pembangunan; tahapan pelaksanaan
konstruksi; dan tahapan pengisian awal waduk.

2. Tahapan persiapan pembangunan, dokumen yang harus dilengkapi


adalah…
a. Rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungainya; izin penggunaan
SDA; dan persetujuan prinsip pembangunan bendungan.
b. Rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungainya; kondisi SDA dan
rencana tata ruangnya; izin penggunaan SDA; dan persetujuan prinsip
pembangunan bendungan.
c. Rencana pengelolaan SDA pada wilayah sungainya; kondisi SDA dan
rencana tata ruangnya; dan izin penggunaan SDA.

3. Tahapan perencanaan pembangunan, dokumen yang perlu disiapkan


adalah..
a. Studi kelayakan; penyusunan desain; dan studi pengadaan tanah,
perhitungan hidrologi.
b. Studi kelayakan; studi amdal, penyusunan desain; dan studi
pengadaan tanah.
c. Studi kelayakan; penyusunan desain; dan studi pengadaan tanah.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 3


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

3 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

BAB IV
KONDISI EKSISTING BENDUNGAN DAN
PROGRAM PENGEMBANGAN BENDUNGAN
Indikator Hasil Belajar:
Setelah mengikuti pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu menjelaskan kondisi eksisting bendungan dan pro

4.1 Kondisi Eksisting Pembangunan Bendungan


a) Perkembangan pembangunan bendungan di Indonesia
Pembangunan bendungan di Indonesia pertama sekali dibangun oleh
Pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke 19. Untuk bendungan
besar pertama sekali dibangun adalah bendungan Nglangon, Jawa
Tengah (1911–1916), dan beberapa bendungan besar yang dibangun
pada masa itu. Sejak tahun 1951-an Indonesia mulai melanjutkan
pembangunan bendungan besar terutama di Palau Jawa, kebanyakan
merupakan bendungan urugan batu dan bendungan urugan tanah.
Bahkan sampai dengan saat ini masih banyak dibangun bendungan tipe
urugan batu dan urugan tanah, antara lain karena alasan-alasan:
1) Bendungan yang bersifat fleksibel, cocok dibangun di daerah (zone)
gempa;
2) Bendungan jenis lain, contohnya bendungan beton, memerlukan
pondasi dan tumpuan yang cukup kuat, hanya di lokasi tertentu
memenuhi syarat untuk dibangun.

Pada kurun waktu selanjutnya, terutama setelah bendungan Jatiluhur


selesai dibangun tahun 1967, pembangunan bendungan sudah mengikuti
perkembangan teknologi mutakhir dunia. Prakiraan hidrologi dan
penerapan volume waduk sudah berdasarkan data pengamatan yang
lebih panjang. Perhitungan-perhitungan dan analisis sudah menggunakan
computer, sehingga tingkat keamanannya dapat dipilih dengan yang lebih
efisien. Dengan kecermatan tersebut, fungsi bendungan dapat dipilih tidak
hanya tunggal, bahkan dapat serba guna. Demikian juga tipe bendungan
mulai bervariasi, dari tipe zonal, urugan batu, pasangan batu, beton,
sampai dengan tipe campuran atau komposit. Tinggi dan kapasitas

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 3


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

tampungan waduk yang dibangun juga semakin besar dengan biaya


pembangunannya juga besar.
Berdasarkan data dari Pusat Bendungan, Direktorat Jenderal Sumber
Daya Air, hingga tahun 2016 telah dibangun lebih dari 208 bendungan
yang memenuhi kriteria bendungan besar (large dams), dan sejumlah
lebih dari 1.000 bendungan dengan skala kecil (situ dan embung), yang
mampu memyimpan air mencapai sejumlah 12.616 milyar m3. Dari
sumber informasi tersebut, total luas area irigasi seluas 7.145.168 Ha,
yang pelayanan air irigasi dengan bendungan/ waduk mencapai seluas
761.542 Ha (10.70 %), dan non waduk seluas 6.383.626 Ha (89.30 %).

Dengan kondisi eksisting di atas, Indonesia masih perlu membangun


banyak bendungan untuk mendukung kepentingan masyarakat, yang
paling nyata untuk keperluan air irigasi, juga untuk kebutuhan air baku,
dan ketenagaan. Lihat Gambar 4.1. Kondisi Eksisting, Realisasi Dan
Program Pembangunan Bendungan 2014 – 2019.

b) Tantangan Pembangunan bendungan


Kualitas lingkungan hidup pada banyak Daerah Aliran Sungai (DAS) yang
mengalami kemunduran, ditunjukkan antara lain dengan fluktuasi debit
sungai yang tidak seimbang, banjir di musim hujan dan kekeringan di
musim kemarau. Demikian pula kualitas air sungai yang menurun, bahkan
beberapa sungai yang kualitas airnya sudah di atas ambang yang
disyaratkan. Kondisi ini dipicu oleh perkembangan penduduk dan industri
yang makin pesat. Pada kondisi seperti inilah diperlukan lebih banyak
bendungan di masa depan.

Usaha membangun bendungan harus disertai dengan usaha


pengendalian kelestarian lingkungan terutama di bagian hulu DAS. Tanpa
usaha tersebut bendungan akan cepat mengalami pengendapan sedimen,
sehingga fungsi penyimpanan air tidak dapat dipertahankan seperti
direncanakan.

3 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Membangun bendungan memerlukan biaya yang sangat besar, dan


menghadapi masalah sosial yang besar pula, misalnya proses ganti rugi
lahan dan memindahkan penduduk dari genangan memerlukan waktu dan
konsultasi publik bersama instansi dan masyarakat terkait
bendungan/waduknya, untuk menyelesaikan konflik dalam proses
pembangunan bendungan. Disamping itu, kita membangun bendungan
melintang sungai yang menghentikan proses sedimentasi dan pengiriman
zat-zat yang mungkin diperlukan oleh biota di hilir bendungan. Disinilah
tantangan itu perlu dijawab oleh para ahli bendungan dan ahli lingkungan
Indonesia. Kita perlu membangun bendungan yang ramah lingkungan,
manfaat optimal, dan utamanya membangun bendungan secara teknis
memberikan aman masyarakat di sekitar bendungan beserta waduknya.

4.2 Program Pengembangan Bendungan


a) Nawacita, Merupakan Sembilan Program Pemerintah Kini Yang Lebih
Mandiri. Diantaranya mandiri dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya,
yang bersifat strategis untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan
pembangunan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan pembangunan daerah. Untuk merealisasikan program ini, Pemerintah
menyiapkan program strategis pada periode 2014 – 2019, yaitu dengan
membangun infrastruktur melalui Proyek Strategis Nasional (PSN).
Pengembangan bendungan sebanyak 65 bendungan adalah menjadi
sasaran yang harus dijalankan kini.

b) Dukungan Regulasi Untuk Pengadaan Tanah Percepatan


Pembangunan Infrastruktur.
Proses ganti rugi lahan dan pemindahan penduduk dari lokasi bendungan
dan genangan waduk memerlukan waktu dan konsultasi publik bersama
instansi dan masyarakat terkait terkena rencana waduk, diperlukan
dukungan regulasi untuk percepatan proses dari kondisi regulasi yang
normative, untuk penyelesaian konflik dalam proses pembangunan
bendungan. Dukungan yang cukup progresif, masih terus perlu upaya-
upaya koordinasi antar instansi dan penganggaran tanah dan social yang

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 3


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

memadai. Peraturan perundang-undangan dalam rangka percepatan


pembangunan infrastruktur ini diantaranya:
1) Peraturan Presiden No. 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat
Atas Peraturan Presiden No. 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum;
2) Peraturan Presiden No. 102 Tahun 2016 tentang Pengadaan Tanah
Bagi Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka
Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional (PSN);
3) Perpres RI Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan
Presiden RI Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan
Proyek Strategis Nasional.

c) Profil Bendungan Eksisting dan Program Pembangunan Bendungan


ke depan
Pembangunan bendungan yang dilakukan Pemerintah lebih lebih kepada
fungsi sosial kemasyarakatan, terutama untuk layanan kebutuhan irigasi.
Gambaran berikut ini memperlihatkan profil prosentase peningkatan
layanan irigasi yang disuplai oleh eksisting bendungan dan rencana
pembangunan 65 bendungan ke depan. Lihat Gambar 4.1. Profil
Prosentasi Peningkatan Layanan Irigasi Dengan Solusi Bendungan.
Gambaran ini belum termasuk fungsi layanan untuk kebutuhan air baku,
ketenaga-listrikan, dan pengendalian banjir; sebagaimana fungsi
pembangunan bendungan yang multi guna.

3 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Gambar 4.1. Profil Prosentasi Peningkatan Layanan Irigasi dengan


Solusi Bendungan
(Sumber: Pusat Bendungan, Ditjen Sumber Daya Air).

Untuk percepatan target realisasi dan rencana program pembangunan


bendungan periode 2015 - 2019, dan berikut periode 2020 – 2022, sesuai
dengan tahun anggarannya dipersiapkan, mulai dari tahapan: Persiapan
Pembangunan; Perencanaan Bendungan; Pelaksanaan Konstruksi; dan
Pengisian Awal Waduk, sebelum saatnya dioperasikan.

Target penyelesaian bendungan 65 bendungan, sesuai periode 2015 –


2019, sebanyak 29 bendungan, dengan rencana penyimpanan air sebesar
2 milyar m3, dan target penyelesaian bendungan periode 2020 – 2022,
sebanyak 36 bendungan, dengan rencana penyimpanan air sebesar 4.5
milyar m3. Untuk tahun 2017, target mulai konstruksi sebanyak 9
bendungan; tahun 2018 target mulai konstruksi 11 bendungan; dan tahun
2019, target mulai konstruksi sebanyak 8 bendungan. Kesiapan
membangun ini ditinjau setiap tahunnya terhadap kesiapan: desain,

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 3


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

sumber daya manusia, pelaku pembangun bendungan, dan sumber daya


penganggaran, serta kesiapan lahan bendungan beserta waduknya.

4.3 Kesiapan Sumber Daya Manusia Tenaga Ahli Bidang Bendungan


Sumber daya manusia, keahlian bidang bendungan masih perlu terus
ditingkatkan dari segi kualitas dan kuantitasnya dalam rangka pembangunan
dan pengelolaan bendungan ke depan. Program melalui diklat Perencanaan;
Pelaksanaan; Pengawasan; dan diklat Operasi dan Pemeliharaan; berlanjut
dan dipertajam, mengantisipasi kesiapan SDM dalam aktivitas pembangunan
dan pengelolaan bendungan.

Di sisi lain, pembinaan SDM ahli bendungan mempunyai asosiasi profesi


bidang bendungan yaitu Komite Nasional Indonesia Untuk Bendungan Besar
(KNI-BB) atau Indonesia National Committee on Large Dams (INACOLD). Di
tingkat Internasional ada International Commission on Large Dams (ICOLD),
yang berinduk di Paris, Prancis. Pembinaan keanggotaan melalui perolehan
Kartu Tanda Anggota (KTA) dan jika memenuhi pengalaman kerja dapat
memperoleh Sertifikat Keahlian Asosiasi (SKA) bidang bendungan dengan
tingkatan: Ahli Muda, Ahli Madya, atau Ahli Utama. KNI-BB adalah salah satu
Unit Sertifikasi Tenaga Kerja Masyarakat (USTKM) bidang bendungan, dalam
Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi Nasional (LPJKN). Hingga 31 Mei
2017, terdapat 1.767 anggota KNI-BB para professional yang bergerak di
bidang Perencanaan, Pelaksanaan, Pengawasan, dan Pengelola bendungan.
Para professional tersebut bekerja sebagai pemilik/ pengelola bendungan,
kontraktor, dan konsultan. Dari jumlah anggota KNI-BB tersebut baru 884 (50
%) anggota KNI-BB yang bersertifikat bidang bendungan besar.

Profesional pemilik/ pengelola bendungan yang memperoleh pendidikan dan


pelatihan (Diklat) dari Pusdiklat, Kementerian PUPR, perlu ditingkatkan karena
kita masih terus membangun dan mengelola bendungan. Kerjasama dengan
asosiasi profesi KNI-BB diharapkan berlanjut, untuk dapat:
 Memperoleh SKA bidang bendungan sebagai pengakuan kompetensi.
 Memperoleh informasi terkini tentang aspek teknis dan lainnya bidang
pembangunan dan pengelolaan bendungan di dunia.
4 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN
MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

 Mengikuti seminar dan lokakarya penyebarluasan perkembangan


teknologi bendungan kepada para anggota dengan aktif, untuk
meningkatkan profesionalisme di bidang bendungan besar.

4.4 Latihan
1. Jelaskan tentang Pembangunan bendungan oleh Pemerintah lebih lebih
kepada fungsi sosial kemasyarakatan!
2. Program diklat tentang bendungan: Perencanaan; Pelaksanaan;
Pengawasan; dan diklat Operasi dan Pemeliharaan; harus terus berlanjut.
Mengapa..?
3. Program Pembangunan bendungan, ditargetkan menyelesaikan 65
bendungan, Jelaskan secara singkat pelaksanaan program tersebut!

4.5 Rangkuman
Perkembangan pembangunan bendungan di Indonesia pertama sekali
dibangun oleh Pemerintah Hindia Belanda pada awal abad ke 19, yaitu
bendungan Nglangon, Jawa Tengah (1911–1916), sampai saat ini masih
banyak dibangun bendungan tipe urugan batu dan urugan tanah, karena
alasan-alasan: bersifat fleksibel, cocok dibangun di daerah (zone) gempa;
bendungan jenis lain, misal bendungan beton, memerlukan pondasi dan
tumpuan yang cukup kuat.

Nawacita, merupakan sembilan program pemerintah kini yang lebih mandiri.


Diantaranya mandiri dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya, yang bersifat
strategis untuk meningkatkan pertumbuhan dan pemerataan pembangunan
dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan
daerah.

Membangun bendungan memerlukan biaya yang sangat besar, dan


menghadapi masalah sosial yang besar pula. Proses ganti rugi lahan dan
memindahkan penduduk dari genangan memerlukan waktu dan konsultasi
publik bersama instansi dan masyarakat terkait bendungan/ waduknya, untuk
menyelesaikan konflik dalam proses pembangunan dan pengelolaan
bendungan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 4


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Peraturan perundang-undangan dalam rangka percepatan pembangunan


infrastuktur cukup mendukung sebagai payung hukum, namun di lapangan
masih memerlukan dukungan yang lebih progresif Pemerintah dalam upaya
koordinasi antar instansi, penganggaran tanah dan social yang memadai.
Program Pembangunan bendungan, ditargetkan menyelesaikan 65
bendungan, periode 2015–2019, sebanyak 29 bendungan, dengan rencana
penyimpanan air sebesar 2 milyar m 3, dan target penyelesaian bendungan
periode 2020–2022, sebanyak 36 bendungan, dengan rencana penyimpanan
air sebesar 4.5 milyar m3. Pembangunan bendungan oleh Pemerintah lebih
lebih kepada fungsi sosial kemasyarakatan, terutama untuk layanan
kebutuhan irigasi.

Sumber daya manusia, ahli bidang bendungan perlu terus ditingkatkan dari
segi kualitas dan kuantitasnya dalam rangka pembangunan dan pengelolaan
bendungan ke depan. Program melalui diklat Perencanaan; Pelaksanaan;
Pengawasan; dan diklat Operasi dan Pemeliharaan; harus terus berlanjut dan
dipertajam, mengantisipasi kesiapan SDM dalam aktivitas pembangunan dan
pengelolaan bendungan.

Peningkatan SDM ahli bidang bendungan, diperlukan kerjasama yang


berkelanjutan dengan asosiasi profesi terutama dengan KNI-BB, seiring
dengan program percepatan pembangunan bendungan.
4.6 Evaluasi
1. Mengapa bendungan tipe urugan batu dan urugan tanah, lebih dipilih
dalam pembangunan bendungan di Indonesia? karena...
a. Bendungan tipe urugan batu dan urugan tanah, bersifat fleksibel,
cocok dibangun di zone gempa; bendungan jenis lain, bendungan
beton, memerlukan pondasi dan tumpuan yang cukup kuat.
b. Bendungan tipe urugan batu dan urugan tanah, lebih murah dan
mudah dilaksanakan, dan tahan gempa.
c. Bendungan tipe urugan batu dan urugan tanah, cocok dibangun di
daerah gempa; dan bendungan jenis lain, memerlukan pondasi yang
cukup kuat.

4 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

2. Nawacita, merupakan sembilan program pemerintah kini yang lebih


mandiri. Apa maksudnya terhadap dukungan PUPR...
a. Nawacita, Diantaranya mandiri dalam bidang ekonomi, sosial dan
budaya, yang bersifat strategis.
b. Dengan pembangunan infrastruktur memberi dukungan program
Nawacita, akan kemandirian dalam bidang ekonomi, sosial dan
budaya, yang bersifat strategis.
c. Nawacita, memberikan dukungan kemandirian dalam bidang ekonomi,
sosial dan budaya, yang bersifat strategis untuk meningkatkan
pertumbuhan dan pemerataan pembangunan.

3. Membangun bendungan memerlukan biaya yang sangat besar, dan


menghadapi masalah sosial yang besar.. mengapa..?
a. Karena, memerlukan konsultasi publik bersama instansi dan
masyarakat terkait bendungan/ waduknya, untuk menyelesaikan
konflik dalam proses pembangunan dan pengelolaan bendungan.
b. Karena, Proses ganti rugi lahan dan memindahkan penduduk dari
genangan memerlukan waktu.
c. Karena, proses ganti rugi lahan dan memindahkan penduduk dari
genangan memerlukan waktu dan konsultasi publik bersama instansi
dan masyarakat terkait bendungan/ waduknya, untuk menyelesaikan
konflik dalam proses pembangunan dan pengelolaan bendungan.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 4


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

4 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

BAB V
PENUTUP

5.1 Simpulan
Perencanaan Teknis tentang pengembangan bendungan, diamanatkan
dalam Bab IV, UU No. 11/1974 tentang Pengairan, dan Permen PUPR No.
10 Tahun 2015 tentang Rencana dan Rencana Teknis Tata Pengaturan Air
dan Tata Pengairan, keputusan dengan pengembangan bendungan, tata
pengaturan air dan tata pengairannya dilaksanakan berdasarkan wilayah
sungai.

Tahapan dan prosedur pembangunan bendungan meliputi: tahap I.


Persiapan pembangunan; tahap II. Perencanaan pembangunan; tahap III.
Pelaksanaan Konstruksi; dan Tahap IV. Pengisian Awal Waduk.

5.2 Tindak Lanjut


Peserta diharapkan mengikuti materi selanjutnya dan membaca secara
keseluruhan literature yang tertera pada daftar pustaka.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 4


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

DAFTAR PUSTAKA

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Sumber Daya Air, Buku 1 - Buku 4,


Tahun 2015, Kementerian PUPR.

KNI-BB – Yayasan Kilas Teknologi Konstruksi Indonesia, Tahun 2006. Menyimak


Bendungan di Indonesia (1910 – 2006), Seri Sejarah Konstruksi Indonesia

Kodoati, Roestam Sjarief et.al, 2005. Pengelolaan SDA Terpadu.

Linsley, Kohler, Pailus, 1964. Hidrology for Engineer.

Peraturan Presiden No. 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden
No. 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis
Nasional (PSN).

Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No. 72 tahun 1977 jo Kepmen.Kimpraswil


nomor 296/KPTS/M/2001 tentang Keamanan Bendungan.

Peraturan Menteri Keuangan No.21/PMK.06/2017 tgl. 22 Pebruari 2017, tentang


Tata Cara Pendanaan Pengadaan Tanah Bagi Proyek Strategis Nasional
Dan Pengelolaan Aset Hasil Pengadaan Tanah Oleh Lembaga Manajemen
Aset Negara (LMAN).

Peraturan Menteri Keuangan RI Nomor 219/PMK.01/2015 tentang Organisasi dan


Tata Kerja Lembaga Manajemen Aset Nasional (LMAN).

Peraturan Menteri PUPR Nomor 10 Tahun 2015 tentang Rencana dan Rencana
Teknis Tata Pengaturan Air dan Tata Pengairan.

Peraturan Menteri PUPR Nomor 27 Tahun 2015 tentang Bendungan.

Peraturan Menteri PUPR NO.04/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan Penetapan


Wilayah Sungai.

Peraturan Menteri PUPR NO.09/PRT/M/2015 tentang Penggunaan Sumber Daya


Air.

4 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2010 tentang Tata Cara
Pelaksanaan Tugas Dan Wewenang Serta Kedudukan Keuangan Gubernur
Sebagai Wakil Pemerintah Di Wilayah Provinsi.

Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2007 tentang


Pembagian Urusan Pemerintahan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah
Provinsi, Dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/Kota

Peraturan Presiden No. 148 Tahun 2015 tentang Perubahan Keempat Atas
Peraturan Presiden No. 71 tahun 2012 tentang Penyelenggaraan
Pengadaan Tanah bagi Pembangunan untuk Kepentingan Umum.

Peraturan Presiden No.102 Tahun 2016 tentang Pengadaan Tanah Bagi


Pembangunan Untuk Kepentingan Umum Dalam Rangka Pelaksanaan
Proyek Strategis Nasional (PSN).

Undang-Undang Republik lndonesia Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan


Ruang.

Undang-undang Dasar 1945 tentang Dasar dan Bentuk Negara RI, Poliyama
Widyapustaka, Jakarta.

Undang-Undang No. 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

Undang-Undang No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan

Daerah. Undang-Undang RI nomor 11 tahun 1974 tentang

Pengairan.

Undang-Undang RI Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 4


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

GLOSARIUM

Air : semua air yang terdapat pada,di atas, ataupun di


bawah permukaan tanah, termasuk dalam
pengertian ini air permukaan, air tanah, air hujan,
dan air laut yang berada di darat.
Air Tanah : air yang terdapat dalam lapisan tanah atau batuan
di bawah permukaan tanah.
Air Permukaan : semua air yang terdapat pada permukaan tanah
Cekungan Air Tanah : suatu wilayah yang dibatasi oleh batas
hidrogeologis, tempat semua kejadian
hidrogeologis seperti proses pengimbuhan,
pengaliran, dan pelepasan air tanah berlangsung.
Daerah Aliran Sungai : suatu wilayah daratan yang merupakan satu
(Das) kesatuan dengan sungai dan anak-anak
sungainya, yang berfungsi menampung,
menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal
dari curah hujan ke danau atau ke laut secara
alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah
perairan yang masih terpengaruh aktivitas daratan.
Daya Rusak Air : daya air yang dapat merugikan kehidupan
Daya Air : potensi yang terkandung dalam air dan/atau pada
sumber air yang dapat memberikan manfaat
ataupun kerugian bagi kehidupan dan
penghidupan manusia serta lingkungannya.
Hak Guna Air : hak untuk mernperoleh dan memakai atau
mengusahakan air untuk berbagai keperluan.
Hak Guna Pakai Air : hak untuk memperoleh dan memakai air. Hak
guna usaha air adalah hak untuk memperoleh
dan mengusahakan air

4 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Konservasi Sumber Daya : upaya memelihara keberadaan serta


Air keberlanjutan keadaan, sifat, dan fungsi sumber
daya air agar senantiasa tersedia dalam
kuantitas dan kualitas yang memadai untuk
memenuhi kebutuhan makhluk hidup, baik pada
waktu sekarang maupun yang akan datang.
Operasi : kegiatan pengaturan, pengalokasian, serta
penyediaan air dan sumber air untuk
mengoptimalkan pemanfaatan prasarana sumber
daya air.
Pemberdayaan dan : upaya untuk Peningkatan peran serta masyarakat
Peningkatan Peran dan dunia usaha dalam perencanaan; Peningkatan
Masyarakat dan Dunia peran serta masyarakat dan dunia usaha dalam
Usaha pelaksanaan; dan Peningkatan peran serta
masyarakat dan dunia usaha dalam pengawasan.
Pemeliharaan : kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana
sumber daya air yang ditujukan untuk menjamin
kelestarian fungsi sumber air dan prasarana
sumber daya air.
Pemerintah Pusat : selanjutnya disebut Pemerintah, adalah
perangkat Negara Kesatuan Republik Indonesia
yang terdiri atas Presiden beserta para menteri.
Pemerintah Daerah : kepala daerah beserta perangkat daerah otonom
yang lain sebagai badan eksekutif daerah.
Pendayagunaan Sumber : upaya penatagunaan, penyediaan, penggunaan,
Daya Air pengembangan dan pengusahaan sumber daya air
secara optimal agar berhasil guna dan berdaya
guna.
Pengelola Sumber Daya : institusi yang diberi wewenang untuk
Air melaksanakan pengelolaan sumber daya air.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 4


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Pengelolaan Sumber : upaya merencanakan, melaksanakan, memantau,


Daya Air (PSDA) dan mengevaluasi penyelenggaraan konservasi
sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air,
dan pengendalian daya rusak air.
Pengendalian Daya Rusak : upaya untuk mencegah,menanggulangi, dan
Air memulihkan kerusakan kualitas lingkungan yang
disebabkan oleh daya rusak air.
Perencanaan : suatu proses kegiatan untuk menentukan
tindakan yang akan dilakukan secara
terkoordinasi dan terarah dalam rangka
mencapai tujuan pengelolaan sumber daya
air.
Pola Pengelolaan Sumber : kerangka dasar dalam merencanakan,
Daya Air melaksanakan, memantau, dan mengevaluasi
kegiatan konservasi sumber daya air,
pendayagunaan sumber daya air, dan
pengendalian daya rusak air.
Prasarana Sumber Daya : bangunan air beserta bangunan lain yang
Air menunjang kegiatan pengelolaan sumber daya
air, baik langsung maupun tidak langsung.
Rencana Pengelolaan : hasil perencanaan secara menyeluruh dan terpadu
Sumber Daya Air yang diperlukan untuk menyelenggarakan
pengelolaan sumber daya air.
Rencana Tata Pengaturan : hasil perencanaan tata pengaturan air dan tata
Air Dan Tata Pengairan pengairan pada setiap wilayah sungai yang
bersifat makro, dimuat dalam suatu dokumen pola
pengelolaan sumber daya air.
Rencana Teknis Tata : hasil perencanaan teknis tata pengaturan air dan
Pengaturan Air Dan tata pengairan pada setiap wilayah sungai yang
Tata Pengairan dimuat dalam suatu dokumen rencana
pengelolaan sumber daya air.

5 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

Sistim Informasi Sumber : upaya untuk menyiapkan prasarana dan sarana


Daya Air system informasi sumber daya air; Institusi
Pengelola system informasi sumber daya air; dan
Peningkatan kelembagaan dan sumber daya
manusia dalam pengelolaan system informasi
sumber daya air.
Sumber Air : tempat atau wadah air alami dan/atau buatan yang
terdapat pada, di atas, ataupun di bawah
permukaan tanah.
Sumber Daya Air (SDA) : air, sumber air, dan daya air yang terkandung di
dalamnya.
Wilayah Sungai (WS) : kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air
dalam satu atau lebih daerah aliran sungai
dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang
dari atau sama dengan 2.000 km2.

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 5


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

KUNCI JAWABAN

A. Latihan Materi Pokok 1: Garis Besar Dasar Hukum Kebijakan


Pengembangan Bendungan
1. Jelaskan secara singkat tentang Komponen-komponen yang menentukan
sehingga diperlukan pengaturan pengembangan bendungan!
Jawaban:
Mengetahui kondisi awal dan kondisi yang diinginkan dengan tujuan
pembangunan; peraturan perundang-undangan dan kebijakan yang
mendukung; dan lingkungan strategis yang mempengaruhi.

2. Belajar dari Kondisi Awal bendungan yang ada, sehingga perlu pengaturan
pengembangan bendungan, kondisi apa yang diperoleh?
Jawaban:
Kondisi dalam membangun tanpa mengikuti kaidah-kaidah dan persyaratan
pembangunan bendungan; terjadi kegagalan bendungan, belum ada
kejelasan dalam pengaturan bendungan; belum ada kejelasan tahapan
pembangunan dan pengelolaan bendungan; belum ada ketentuan mengenai
peran pemilik bendungan, pengelola dan pembangun bendungan, serta
implikasi lembaga terkait; belum ada ketentuan mengenai sanksi; dan belum
ada pengaturan mengenai bendungan limbah tambang atau penampung
lumpur

3. Dari sisi kemanfaatan pengembangan bendungan, esensi apakah yang


diperoleh dengan pengaturan pembangunan dan pengelolaan bendungan!
Jawaban:
Esensi pengaturan bahwa untuk menyimpan air yang berlebih pada saat
musim penghujan agar dapat dimanfaatkan guna pemenuhan kebutuhan air
dan daya air pada waktu diperlukan, serta mengendalikan daya rusak air,
dengan membentuk waduk yang dapat menampung air.

5 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

B. Evaluasi Materi Pokok 1: Garis Besar Dasar Hukum Kebijakan


Pengembangan Bendungan
1. A
2. B
3. C

C. Latihan Materi Pokok 2: Prosedur Pembangunan Bendungan


1. Jelaskan secara singkat tahapan pelaksanaan konstruksi!
Jawaban:
Tahapan pelaksanaan konstruksi, yang terdiri atas: persiapan pelaksanaan
konstruksi; pengadaan tanah; mobilisasi sumber daya; dan pelaksanaan
konstruksi.

2. Jelaskan secara singkat tahapan pengisian awal waduk!


Jawaban:
Tahapan pengisian awal waduk, yang mencakup: pelaksanaan pengisian
awal waduk; dan pembentukan unit pengelola bendungan.

3. Peraturan perundang-undangan pendukung tahapan pembangunan


bendungan, mencakup mengenai apa!
Jawaban:
Peraturan perundang-undangan pendukung tahapan pembangunan
bendungan, mencakup: peraturan perundang-undangan terkait dengan
pelaksanaan pembangunan bendungan; peraturan dan perundang-undangan
terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum; dan peraturan dan
perundang-undangan terkait pengadaan tanah untuk kepentingan umum
yang mengenai kawasan hutan.

D. Evaluasi Materi Pokok 2 : Prosedur Pembangunan Bendungan


1. A
2. B
3. C

PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN 5


MODUL 2 KEBIJAKAN DALAM PENGEMBANGAN

E. Latihan Materi Pokok 3: Kondisi Eksisting Bendungan dan Program


Pengembangan Bendungan
1. Jelaskan tentang Pembangunan bendungan oleh Pemerintah lebih lebih
kepada fungsi sosial kemasyarakatan!
Jawaban:
Pembangunan bendungan oleh Pemerintah lebih lebih kepada fungsi sosial
kemasyarakatan, karena tujuan pembangunanlebih kepada pemenuhan
layanan kebutuhan irigasi dan air baku untuk masyarakat.

2. Program diklat tentang bendungan: Perencanaan; Pelaksanaan;


Pengawasan; dan diklat Operasi dan Pemeliharaan; harus terus berlanjut.
Mengapa..?
Jawaban:
Karena Institusi masih memerlukan SDM, ahli bidang bendungan baik
kualitas maupun kuantitasnya untuk pembangunan dan pengelolaan
bendungan ke depan.

3. Program Pembangunan bendungan, ditargetkan menyelesaikan 65


bendungan, Jelaskan secara singkat pelaksanaan program tersebut!
Jawaban:
Target penyelesaikan 65 bendungan, akan dilaksanakan bertahap yaitu:
periode 2015–2019, sebanyak 29 bendungan, dengan rencana penyimpanan
air sebesar 2 milyar m3, dan target penyelesaian bendungan periode 2020–
2022, sebanyak 36 bendungan, dengan rencana penyimpanan air sebesar
4.5 milyar m3.

F. Evaluasi Materi Pokok 3: Kondisi Eksisting Bendungan dan Program


Pengembangan Bendungan
1. A
2. B
3. C

5 PUSAT PENDIDIKAN DAN PELATIHAN SUMBER DAYA AIR DAN

Anda mungkin juga menyukai