BAB I
PENDAHULUAN
P
ekerjaan sungai termasuk salah satu pekerjaan yang tertua
di dunia. Menurut ahli sejarah Herodotus, bendungan tertua
telah dibangun di sungai Nil oleh Raja Menes, raja pertama
di Mesir, pada tahun 3200 tahun sebelum Masehi. Ia juga
menyebutkan bahwa pada Zaman Kerajaan Pertengahan ( 2160 -
1788 tahun sebelum Masehi) banjir sungai Nil telah dikendalikan
dengan danau-danau buatan manusia. Salah satu danau buatan
yang dikagumi adalah danau Moeris yang mempunyai ukuran
keliling 450 mil ( 725 km ), yang kurang lebih sama dengan
panjang garis pantai Negeri Mesir.
Namun pengembangan sungai di zaman dahulu itu tidak
direncanakan dan dibangun oleh sarjana-sarjana teknik, melainkan
hanya oleh para teknisi yang menerapkan kemahiran perkiraan
nalurinya serta mengikuti aturan-aturan hukum ibu jari dalam
perencanaan dan pelaksanaan pembangunan. Sebenarnya barulah
pada masa Leonardo Da Vinci (Tahun 1500 Masehi) dimulainya
penerapan pengembangan ilmu teknik yaitu setelah diterimanya
pendapat bahwa curah hujan adalah sumber dari aliran sungai.
Sedangkan pengembangan ilmu pengetahuan teknik secara
tertib barulah dimulai dengan didirikannya Ecole des Ponts et
Chaussees di Paris pada tahun 1760. Namun sampai dengan tahun
1850 sebenarnya perencanaan-perencanaan teknis masih
didasarkan terutama pada hukum ibu jari yang dikembangkan dari
pengalaman dan dengan faktor keamanan yang amat tinggi.
1
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
2
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
3
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
4
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
5
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
6
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
7
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
8
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
9
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
10
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
11
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
BAB II
KARAKTERISTIK DAN
PEMANFAATAN SUNGAI
12
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
S
ungai merupakan bagian terendah di permukaan bumi
dalam bentuk alur memanjang dari sebelah hulu (atas)
menuju ke sebelah hilir (bawah). Sungai merupakan sistem
alur alam, dapat terdiri dari satu atau lebih alur-alur yang bertemu
atau bercabang. Dengan kondisi fisik alami seperti diatas, sungai
akan menjadi terminal dari perjalanan gerakan air di sungai
(kuantitas dan kualitas), beserta interaksinya dengan tampang
basah sungai, sangat dipengaruhi oleh perjalanan menuju ke sungai
tersebut.
Sedangkan menurut Pedoman Perencanaan Hidrologi dan
Hidraulik Untuk Bangunan di Sungai, Sungai adalah wadah atau
penampung dan penyalur alamiah dari aliran air dengan segala
yang terbawa dari DPS (Daerah Pengaliran Sungai) ke tempat yang
lebih rendah dan berakhir di laut. Dalam pengertian/definisi yang
lain, sungai adalah sistem pengaliran air mulai dari mata air sampai
muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sepanjang
pengalirannya oleh daerah sempadan.
Mulai dari mata airnya di bagian yang paling hulu di daerah
pegunungan dalam perjalanannya ke hilir di daerah dataran, aliran
sungai secara berangsur-angsur berpadu dengan banyak sungai
lainnya, sehingga lambat laun tubuh sungai menjadi semakin besar.
Kadang-kadang sungai yang bermuara di sebuah danau atau di
pantai laut terdiri dari beberapa cabang. Apabila sungai semacam
ini mempunyai lebih dari dua cabang, maka sungai yang paling
penting, yakni sungai yang daerah pengalirannya, panjangnya dan
volume airnya paling besar disebut sungai utama (main river),
sedangkan cabang-cabang lainnya disebut anak sungai (tributary).
Kadang-kadang sebelum alirannya berakhir di sebuah danau atau
13
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
14
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
15
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Pada daerah dataran yang rata alur sungai tidak stabil dan apabila
sungai mulai membelok, maka terjadilah erosi pada tebing belokan
luar yang berlangsung sangat intensif, sehingga terbentuklah
meander.
16
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
17
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
18
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
19
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
20
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
b. Radial
c. Paralel
d. Komplek
Sebagian garis besar dapat diuraikan sebagai berikut :
A. Bentuk Memanjang
Biasanya induk sungainya akan memanjang dengan anak-anak
sungai langsung masuk ke induk sungai. Kadang-kadang
berbentuk seperti bulu burung. Bentuk ini biasanya akan
menyebabkan debit banjirnya relatif kecil karena perjalanan
banjir dari anak sungai berbeda-beda waktunya.
B. Bentuk Radial
Bentuk ini terjadi karena arah alur sungai seolah-olah memusat
pada satu titik sehingga menggambarkan adanya bentuk radial,
kadang-kadang gambaran tersebut berbentuk kipas atau
lingkaran. Sebagai akibat dari bentuk tersebut maka waktu yang
diperlukan aliran yang datang dari segala penjuru arah alur
sungai memerlukan waktu yang hampir bersamaan. Apabila
terjadi hujan yang sifatnya merata di seluruh DPS akan
menyebabkan terjadi banjir besar.
C. Bentuk Paralel
DPS ini dibentuk oleh dua jalur sub DPS yang bersatu di bagian
hilirnya. Apabila terjadi banjir di daerah hilir biasanya setalah di
sebelah hilir titik pertemuan kedua alur sungai sub DPS tersebut.
D. Bentuk Komplek
Merupakan gabungan dasar dua atau lebih bentuk DPS.
21
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
22
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
23
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
24
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
C. Kemiringan Lereng
Kemiringan lereng antara dua lokasi ketinggian dapat dihitung
dengan persamaan berikut ini :
Id = i/w
Dengan :
Id = kemiringan lereng (m/km)
I = interval kontur (m)
w = a/e
a = luas bidang diantara dua kontur (km2)
e = panjang rata-rata dua kontur (km)
25
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
26
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
27
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
E. Kerapatan Sungai
Kerapatan sungai adalah suatu angka indek yang menunjukan
banyaknya anak sungai di dalam suatu DPS. Indek tersebut
dapat diperoleh dengan persamaan sebagai berikut :
Dd = L / A
Dengan
Dd = Indek kerapatan sungai (km/km2)
L = Jumlah panjang sungai termasuk panjang anak-anak
sungainya (km)
A = Luas DPS (km2)
Ada suatu batasan yang menyatakan besarnya indek kerapatan
sungai, yaitu apabila nilai Dd :
1. kurang dari 0.25 km/km2 maka disebut rendah
2. 0.25 10 km/km2, disebut sedang
3. 10 25 km/km2, disebut tinggi
4. lebih dari 25 km/km2, disebut sangat tinggi
Berdasarkan angka batasan tersebut dapat diperkirakan suatu
gejala yang berhubungan dengan aliran sungai, gejala yang
dimaksud antara lain :
1. Jikan nilai Dd rendah, alur sungai melewati batuan dengan
resistensi keras, maka angkutan sedimen yang terangkut
aliran sungai lebih kecil jika dibandingkan pada alur sungai
yang melewati batuan dengan resistensi yang lebih lunak,
apabila kondisi lain yang mempengaruhi sama.
2. Jika nilai Dd sangat tinggi, alur sungainya melewati batuan
yang kedap air. Keadaan ini akan menunjukan bahwa air hujan
yang menjadi aliran akan lebih besar jika dibandingkan suatu
28
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
29
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
30
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
2.5.2. Presipitasi
31
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
2.5.3. Akumulasi
32
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
2.5.4. Evaporasi
33
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
34
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
musim hujan
musim kering
Q (m3/dt)
T (jam)
musim hujan
musim kering
Q (m3/dt)
t (jam)
35
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
sepanjang tahun
Q (m3/dt)
t (jam)
36
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
37
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
38
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
39
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
40
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
41
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Hidrograf alur bagian ini juga masih cukup tajam, banjirnya masih
bersifat banjir bandang. Pada saat debit kecil akan terjadi :
1. Debit akan mengecil dengan cepat begitu presipitasi pada
daerah hulunya berhenti.
42
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
43
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
44
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
45
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
tawar dari hulu dan periode pasang surut astronomis yaitu pasang
surut air laut yang disebabkan oleh gaya tarik surya dan bulan yang
saling bekerja sama dengan gravitasi bumi karena jaraknya lebih
dekat, gaya tarik bulan lebih berpengaruh. Dikenal dua macam
ketinggian pasang, yaitu :
1. Pasang sempurna atau spring tide yang terjadi karena
superposisi gaya gravitasi bumi dan bulan pada saat
purnama terhadap air laut sebagai ketinggian pasang
maksimum.
2. Pasang perbani atau neap tide yang terjadi karena
superposisi gaya gravitasi bumi dan bulan terhadap air laut
pada kedudukan bulan perbani sebagai ketinggian pasang
minimum.
Siklus pasang surut dapat terjadi apabila :
1. Satu kali dalam 24 jam yang disebut diurnal tide. Pasang
jenis ini biasanya tidak terlalu tinggi dan tidak beraturan dan
terjadi diantaranya pada perariran di Indonesia, Karibia, dan
Teluk Meksiko.
2. Dua kali dalam 24 jam yang disebut semi diurnal tide yang
terjadi pada pantai-pantai samudra Atlantik dan Hindia.
46
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
47
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Pada saat naiknya pasang atau flood tide debit air tawar dari
hulu akan mengalami perlawanan sehingga akan terjadi :
1. Di ruas II bagian sungai pasang surut aliran akan
melambat karena terjadi empangan atau backwater positif
oleh air pasang.
2. Pada ruas I akan terjadi dua arah aliran yaitu air tawar
akan mengalir ke hilir pada lapisan air asin yang menyusup
dibawahnya dan mengalir ke arah hulu.
48
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Pada saat aliran surut kembali atau ebb tide terjadi proses sebagai
berikut :
1. Pada ruas I terjadi penyatuan aliran air tawar dan air asin
yang masuk pada saat air pasang, bersama sama mengalir ke
hilir dengan debit dan kapasitas transpor sedimen yang lebih
besar.
2. Pada ruas II terjadi surutan atau backwater negatif sehingga
endapan yang timbul di situ pada saat air pasang akan
tergerus dan terbawa ke hilir.
3. Sedimen dasar yang diangkut dari ruas II bersama dengan
sedimen dasar yang telah mengendap pada ruas I ini akan
terbawa ke muara sungai. Hal yang sama juga terjadi pada
sedimen layang yang belum sempat menggumpal dan
mengendap pada ruas I ini.
Pada musim kemarau debit air tawar dari hulu kecil, demikian
juga jumlah kandungan sedimen yang dibawahnya, dan hanya pada
49
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
50
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
3. Pada bukaan dan alur yang lebar dan dangkal serta arus yang
kuat, akan terjadi hydraulic bore di situ, yaitu muka aliran air
yang hampir vertikal.
4. Muara dengan bukaan berbentuk trompet sangat ideal untuk
navigasi karena pada saat air pasang naiknya muka air di
dalam alur hampir mendekati harisontal.
51
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
52
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
53
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
54
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
55
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
56
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
57
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
58
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
59
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
60
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
61
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
62
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
63
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
64
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
BAB III
HIDRAULIKA SUNGAI
3.1. Tipe Aliran Saluran Terbuka
3.1.1. Umum
65
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
66
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
67
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
68
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
69
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
70
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
1. Von Karman
z
1 1
u z z h
u 1 1 0 ln
k h h z
1 1 0
h
2. Power Law
1
u z n
un
k h
3. Logaritmik
u z
un ln
k z o
Dengan :
U* = ghl = kecepatan geser, terletak pada 10 15%
kedalaman aliran (diukur dari dasar)
z = elevasi dari dasar
71
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
h = kedalaman air
k = konstanta Von Karman = 0,4
v
zo (untuk hidraulik licin)
9u
72
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
73
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
74
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
75
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
76
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
77
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
78
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
79
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
80
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
81
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
82
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
4. lebih dari 5 mm/thn atau > 100 t/ha/thn adalah tingkat erosi
super kritis.
Hasil lapukan ini terutama akan diangkut oleh air dan
prosesnya dapat dibedakan menjadi :
a. Erosi permukaan atau sheet erosion yaitu kikisan yang
terjadi terhadap lapisan permukaan tanah hasil pelapukan, oleh
surface runoff.
b. Erosi galur atau riil erosion yaitu perkembangan erosi
permukaan dimana aliran mulai membentuk galur-galur kecil dan
aliran cenderung terkumpul, semakin membesar volume maupun
kecepatan alirannya, dan mengiris permukaan tanah dan
membentuk galur-galur.
83
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
84
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
85
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Pada kondisi ini terjadi lembah sungai yang telah dewasa atau
mature. Pada kondisi akhir, apabila dapat tercapai teoritik
kelandaian aliran akan sangat kecil, sehingga aliran tidak lagi
mempunyai kapasitas angkut, tetapi sebelum kondisi ini tercapai di
alam, akan selalu terjadi proses geologi membentuk relief baru
muka bumi.
86
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
87
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
88
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
aliran sesuai dengan naik atau turunnya kapasitas angkut aliran air
terhadap sedimen.
89
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Dengan :
= parameter intensitas aliran
90
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
91
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
92
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
BAB IV
SURVEY SUNGAI
4.1. Pengertian Umum
93
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
94
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
95
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
96
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
97
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
itu, pada sounding cara ini, pengamatan duga muka air harus
dilakukan selama pekerjaan sounding. Batang ukur dapat juga
diganti dengan tali atau rantai ukur yang diberi beban di ujung
bawahnya. Pada praktek sounding, cara pengukuran ini dikenal
dengan nama colokan.
Untuk sungai-sungai yang lebih dalam lagi dan juga sungai
dengan kecepatan arus besar, kedua cara diatas tidak mungkin
dilakukan. Pada kondisi ini, sounding dilakukan dengan instrumen
yang prinsip kerjanya adalah perambatan gelombang suara.
Instrumen ini dikenal sebagai echo sounder. Dengan cara ini,
kedalaman dasar sungai diukur berdasarkan waktu tempuh
gelombang suara dari instrumen (yang dipancarkan melalui
transducer) kedasar sungai dan kembali ke instrumen. Pada praktek
sounding, cara ini sering masih dilengkapi dengan cara sounding
dengan batang ukur. Hal ini dilakukan di bagian-bagian sungai yang
dangkal, misalnya dibagian pinggir, dimana tidak cukup ruang
untuk transducer atau untuk manuver kapal.
98
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
99
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
100
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
101
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
102
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
103
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
104
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
C. Instrumen
Instrumen pengamat duga muka air sangat beragam jenisnya
dengan kenampakan dan cara pengoperasian yang beragam pula.
Jenis instrumen yang dimaksud adalah :
1. Papan duga (staf gauge, peilschaal)
2. Pelampung (float gauge) dengan berbagai variasinya
antara lain : jenis rantai (chain gauge), kawat (wire gauge),
anchor tape gauge.
3. Tekanan air (pneumatic gauge).
4. Elektro-magnetik (electro-magnetic gauge).
5. Pencatat automatik (automatic water level recorder-
AWLR)
105
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
106
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Gambar 4.5. Instrumen Pengamat Duga Muka Air Jenis Wire Gauge
107
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
108
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
109
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
110
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
111
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
112
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
113
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
114
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
115
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
C.5.2. Akurasi
Ketidaktelitian dan kesalahan dalam pengamatan duga muka
air disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain :
1. Ketidakcermatan rancangan dan pemasangan instrumen
(pelampung, kawat penggantung, pena, kertas, dan sebagainya).
2. Ketidak-cermatan perawatan instrumen dan stasiun.
3. Perubahan temperatur dan kelembaban udara yang dapat
mengurangi akurasi instrumen.
116
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
1. Cara Pengukuran
Pengukuran kecepatan arus dimaksudkan untuk mendapatkan
nilai debit. Kecepatan arus juga diperlukan untuk keperluan studi
model, baik model fisik maupun model matematik. Untuk keperluan
penentuan debit, pengukuran kecepatan arus dilakukan dengan
cara-cara sebagai berikut :
a) Cara kecepatan-luas (velocity-area- method). Luas
tampang aliran ditentukan dari pemetaan (sounding), kecepatan
rata-rata ditentukan dari pengukuran kecepatan aliran di titik-
titik pengukuran yang tersebar di seluruh tampang. Debit
117
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
118
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
2. Instrumen
a. Pelampung , merupakan instrumen pengukur kecepatan
arus yang paling sederhana. Kecepatan arus diukur dengan
waktu yang ditempauh pelampung antara dua titik dengan jarak
tertentu. Contoh beberapa jenis pelampung untuk pengukuran
kecepatan arus disajikan pada gambar dibawah ini.
119
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
120
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
121
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
3. Penentuan Debit
a. Cara kecepatan luas (velocity area method)
Penentuan debit cara kecepatan luas didasarkan pada
persamaan debit berikut :
m
Q b jh ju j
i 1
122
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
123
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
124
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
125
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
126
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Q j u jA j C jA jR j2i
1 1
2
Q j K j i
1
2
127
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Q K1 K 2i
128
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
C1
N
C2 C0
Dengan :
V = volume campuran tracer yang diinjeksikan
C1 = kosentrasi tracer dalam campuran
C0 = kosentrasi tracer dalam sampel air di hulu lokasi
penginjeksian
Ct = kosentrasi tracer dalam sampel air di hilir selama waktu
dt
129
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
A. Umum
Informasi mengenai transpor sedimen di sungai diperlukan
untuk studi permasalahan morfologi sungai. Transpor sedimen
diklasifikasikan menurut asal/sumber sedimen, yaitu material dasar
dan wash load, serta menurut mekanisme transpor, yaitu transpor
sedimen dasar (bed load) dan transpor sedimen suspensi
(suspended load).
Dalam kaitannya dengan instrumen pengukur transpor
sedimen, maka pembedaan antara transpor sedimen dasar dan
suspensi sangat penting. Masing-masing jenis transpor sedimen
tersebut memiliki prosedur pengukuran sendiri. Sebaliknya,
pembedaan antara material dasar dan wash load berperan dalam
130
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
131
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
132
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
133
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
134
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
135
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
136
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
137
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
138
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
139
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
2. Pengukuran Sesaat
Cara pengukuran sesaat (instantaneous sampling) transpor
sedimen suspensi cukup sederhana, yaitu dengan penurunan
instrumen di kedalaman tertentu dan kemudian sampel
air+sedimen ditangkap. Instrumen untuk pengukuran cara ini ada
dua jenis, yaitu jenis horizontal da vertikal. Jenis vertikal dikenal
dengan nama Botol Nansen.
140
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
141
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
3. Pengukuran Terintegrasi
Pengukuran transpor sedimen suspensi cara terintegrasi
terdiri dari 2 cara. Cara pertama adalah cara integrasi titik (point-
integration) yaitu dengan mengambil sampel di satu titik tertentu
selama waktu tertentu. Cara kedua adalah cara integrasi menerus
(depth-integration) yaitu dengan mengambil sampel dimana
instrumen dijalankan di seluruh kedalaman. Instrumen untuk
pengukuran sedimen suspensi dengan kedua cara tersebut terdiri
dari wadah (container), nozzle, lubang pelepas udara, dan tutup
masuk dan keluar.
a. Point-Integration sampling
142
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
143
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
144
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
b. Depth-Integration Sampling
145
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
146
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
147
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
4. Pengukuran Menerus
Prinsip pengukuran transpor sedimen suspensi cara ini adalah
bahwa air yang mengandung partikel suspensi akan lebih keruh.
Kosentrasi partikel tersebut dapat diukur dengan instrumen yang
memancarkan cahaya yang kemudian diterima oleh photocell di sisi
yang berlawanan. Pembacaan dilakukan dengan ammeter yang
telah dikalibrasi.
148
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
149
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
150
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
BAB V
PEKERJAAN SUNGAI
S
etelah mengenal sebagian sifat-sifat sungai dan
karakteristiknya, maka dalam melakukan pekerjaan sipil
atau rekayasa sungai akan lebih mudah, sehingga semua
potensi sungai dapat dimanfaatkan lebih optimal dalam berbagai
aspek kehidupan yang berhubungan dengan sungai. Pemanfaatan
demikian akan memberikan keuntungan bagi masyarakat secara
umum sehingga dampak negatif atau kerugian dari sumber daya
sungai dapat diminimalkan.
Satu hal yang harus disadari oleh semua pihak, bahwa
tidaklah mudah memahami dan mengerti watak sungai secara
menyeluruh, untuk itu harus dilakukan pendekatan yang fleksibel
apabila dikemudian hari ternyata terjadi dampak-dampak yang
belum mampu diantisipasi sebelumnya.
151
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
152
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
153
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
154
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
155
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
156
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
157
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
158
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
159
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
160
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
161
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
162
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
163
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
BAB VI
RAWA
6.1. Pengertin
Secara definisi, rawa dapat didefinisikan sebagai berikut :
Rawa sesuai dengan definisinya yang dikutip dari PP Rawa No.
27/1991 adalah lahan genangan air secara alamiah yang terjadi
terus menerus atau musiman akibat drainase alamiah yang
terhambat serta mempunyai ciri khusus secara fisik, kimia, dan
biologis.
Perbedaan prinsip utama sistem tata air antara reklamasi
rawa dengan irigasi adalah, pada irigasi yang diatur adalah jumlah
debit air tertentu yang harus dialirkan kedalam suatu lahan
pengairan sesuai dengan kebutuhannya, sedangkan pada lahan
rawa yang diatur adalah tinggi/letak muka air baik diatas muka
tanah (positif) maupun dibawah muka tanah (negatif).
Letak muka air yang tepat dengan batas toleransi yang
diizinkan untuk berbagai tempat dilahan rawa tergantung pada
penggunaan. Letak muka air untuk pemukiman, fasilitas umum
akan lain dengan letak muka air untuk pertanian. Untuk pertanian
sendiri letak muka air berbeda-beda tergantung pada jenis
tanaman. Untuk berbagai jenis tanaman letak muka airnya ada
yang harus selalu diatas tanah atau selalu tergenang. Ada yang
satu saat diatas tanah dan dilain waktu dibawah muka atanah dan
ada yang harus selalu dibawah muka tanah. Para perencana
(desainer) sangat mengetahui hal tersebut dan semua desain rawa,
letak muka air sudah ditetapkan untuk berbagai tempat, berbagai
164
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
165
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
166
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
167
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
168
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
169
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
170
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
atau karakteristik air (termasuk yang masuk ke darat tiap hari tapi
bukan banjir) ialah tiap hari ada lapisan tipis air yang dapat meluap
diatas lahan, tidak lama karena air pasang yang bisa menjangkau
darat ini hanya puncak pasang dengan waktu yang relatif pendek,
tawar, pada bagian air sungai terdesak masih tawar umumnya agak
ke hulu dan asin pada sekitar muara karena air laut masuk ke
muara dan kearah hulu.
Jarak pengaruh air asin ini tergantung banyaknya debit sungai
saat didesak pasang dan tingginya pasang. Pada saat pasang besar
(bulan purnama atau perbani) dan debit sungai kecil, air asin paling
jauh masuk ke darat. Dibawah ini dijelaskan dengan gambar secara
skematis.
Jika perbedaan asin besar antara air tawar dan air laut
sedangkan beda pasangnya besar, sering terjadi bahwa air tawar
tidak sempat bercampur dengan air asin dan bentuknya cenderung
seperti Gambar 6.2. Tetapi jika perbedaan keasinan antara air laut (
di muara) dan air tawar kecil atau kadar garam air lautnya rendah,
171
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
172
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
173
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
174
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
175
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
176
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
177
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
178
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
BAB VII
REKLAMASI RAWA
179
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
180
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
181
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
182
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
183
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
184
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
Kurang sesuai
Diusahakan Cocok untuk Sub Total
Pulau untuk
(Ha) pertanian (Ha) (Ha)
pertanian (Ha)
Sumatera 2.089.100 6.301.800 1.380.100 9.771.000
Kalimantan 1.189.200 4.472.300 1.392.500 7.054.000
Irian Jaya - 4.990.625 2.808.125 7.798.750
Total 3.278.300 15.704.725 5.580.725 24.623.750
Sumber : Darmanto 1992
Keterangan :
Lahan diusahakan adalah lahan yang
sekarang ini diusahakan untuk sawah ataupun perkebunan.
Lahan kurang sesuai untuk pertanian adalah
lahan yang masih berupa hutan mangrove, gambut tebal
maupun lahan yang selalu terganggu oleh bahaya banjir. Lahan
ini sulit untuk diusahakan sebagai lahan usaha pertanian.
Lahan yang sesuai untuk pertanian adalah
lahan yang masih berupa rawa-rawa dengan kondisi drainase
yang kurang baik, dipengaruhi oleh gerakan pasut dan dengan
reklamasi akan mempunyai potensi untuk dikembangkan.
185
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
7.6. Polder
186
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
187
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
188
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
189
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
190
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
191
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
192
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
193
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
194
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
195
Rekayasa Sungai dan Rawa
Jurusan T. Sipil UNTAD
196