Anda di halaman 1dari 69

TATA CARA

PEMBUATAN KOLAM RETENSI DAN POLDER


(NSPM)
DAFTAR ISI

Halaman
Daftar Isi...............................................................................................................................i

BAB I DESKRIPSI
1.1. Maksud dan Tujuan................................................................................1
1.1.1 Maksud......................................................................................1
1.1.2 Tujuan........................................................................................1
1.2. Ruang Lingkup.......................................................................................1
1.3. Pengertian..............................................................................................1
1.4. Fungsi Drainase Perkotaan....................................................................3
1.4.1 Secara Umum............................................................................3
1.4.2 Berdasarkan Fungsi Layan........................................................3
1.4.3 Berdasarkan Fisiknya................................................................4

BAB II KETENTUAN-KETENTUAN
2.1. Umum.....................................................................................................5
2.2. Teknis.....................................................................................................5
2.2.1 Data dan Informasi....................................................................5
2.2.2 Kala Ulang.................................................................................6
2.2.3 Kriteria Perencanaan Hidrologi..................................................6
2.2.4 Kriteria Hidrolika........................................................................7
2.2.5 Kriteria Konstruksi.....................................................................7
2.2.6 Parameter Penentuan Prioritas Penanganan............................8

BAB III SURVEI DAN PENYELIDIKAN


3.1. Survey....................................................................................................9
3.2. Penyelidikan...........................................................................................9

i
BAB IV PERENCANAAN TEKNIK PERHITUNGAN KOLAM RETENSI DAN
POLDER
4.1. Tahap Perencanaan Daerah Kolam Retensi dan Polder.....................10
4.2. Tahap Perencanaan Hidrologi.............................................................17
4.3. Tahap Perencanaan Hidrolika..............................................................18
4.4. Tahap Perencanaan Kapasitas Kolam Retensi dan Pompa................18

BAB V PELAKSANAAN KONSTRUKSI


5.1 Pekerjaan Persiapan............................................................................22
5.2 Pekerjaan Kolam Retensi.....................................................................22
5.3 Pekerjaan Tanggul Keliling..................................................................23
5.4 Pekerjaan Bangunan Station Pompa...................................................24
5.5 Pekerjaan Bangunan Genset...............................................................24
5.6 Pekerjaan Saluran Inlet/Outlet.............................................................25
5.7 Pekerjaan Bangunan Pintu Air Inlet/Outlet...........................................25

BAB VI OPERASI DAN PEMELIHARAAN


6.1. Pengoperasian Station Pompa............................................................26
6.2. Pemeliharaan Station Pompa..............................................................26
6.3. Pengoperasian Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi.............................27
6.4. Pemeliharaan Pintu Air Inlet, Outlet dan Pembagi...............................28
6.5. Pemeliharaan Kolam Retensi...............................................................29

BAB VII LAIN-LAIN


7.1 Laporan................................................................................................30
7.2 Koordinasi dan Tanggung Jawab Perencanaan..................................30

Lampiran A Contoh Perhitungan Hidrologi dan Hidrolika Kapasitas Kolam Retensi


dan Pompa...........................................................................................................

ii
BAB I
DESKRIPSI

1.1 Maksud dan Tujuan


1.1.1 Maksud
Tata cara pembuatan kolam retensi dan polder ini dimaksudkan sebagai
pegangan untuk bahan acuan kepada para penyelenggara PLP dalam
perencanaan dan pembangunan kolam retensi dan polder sebagai bagian
dari penyelenggaraan sistem drainase di daerah.

1.1.2 Tujuan
Tujuan tata cara pembuatan kolam retensi dan polder ini adalah tersedianya
Tata Cara Pembuatan Kolam Retensi dan Polder yang dapat digunakan
sebagai acuan dalam perencanaan dan penyelenggaraan prasarana sarana
drainase perkotaan di daerah.

1.2 Ruang Lingkup


Tata cara umum pembuatan ini mencakup :
1) Ketentuan – ketentuan
2) Survei dan Penyelidikan
3) Perencanaan Teknik Perhitungan Kolam Retensi dan Polder.
4) Pelaksanaan Kontruksi
5) Operasi dan Pemeliharaan

1.3 Pengertian
Pengertian tentang drainase kota pada dasarnya telah diatur dalam SK
menteri PU 239 tahun 1987. Menurut SK tersebut, yang dimaksud drainase
kota adalah: “Jaringan pembuangan air yang berfungsi mengeringkan
bagian-bagian wilayah administrasi kota dan daerah urban dari genangan air,
baik dari hujan lokal maupun luapan sungai yang melintas di dalam kota”.
Untuk memahami drainase secara menyeluruh, berikut ini diperlihatkan
beberapa pengertian pokok tentang drainase :

1
1) Drainase adalah prasarana yang berfungsi mengalirkan air permukaan ke
badan air atau ke bangunan resapan buatan.
2) Drainase perkotaan adalah sistem drainase dalam wilayah administrasi
kota dan daerah perkotaan (urban) yang berfungsi untuk mengendalikan
atau mengeringkan kelebihan air permukaan di daerah permukiman yang
berasal dari hujan lokal, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan
dapat memberikan manfaat bagi kehidupan hidup manusia.
3) Drainase berwawasan lingkungan adalah pengelolaan drainase yang
tidak menimbulkan dampak yang merugikan bagi lingkungan. Terdapat 2
pola yang dipakai :
a. Pola detensi (menampung air sementara), misalnya dengan
membuat kolam penampung.
b. Pola retensi (meresapkan ), antara lain dengan membuat sumur
resapan, bidang resapan atau kolam resapan
4) Pengendali banjir adalah bangunan untuk mengendalikan tinggi muka
air agar tidak terjadi limpasan atau genangan yang menimbulkan
kerugian.
5) Badan penerima air adalah sungai, danau, atau laut yang menerima
aliran dari sistem drainase perkotaan.
6) Bangunan pelengkap adalah bangunan yang ikut mengatur dan
mengendalikan sistem aliran air hujan agar aman dan mudah melewati
jalan, belokan daerah curam, bangunan tersebut seperti gorong-gorong,
pertemuan saluran, bangunan terjunan, jembatan, street inlet, pompa,
pintu air.
7) Daerah genangan adalah kawasan yang tergenang air akibat tidak ada
ataupun tidak berfungsinya sistem drainase.
8) Daerah pengaliran adalah daerah tangkapan air yang mengalirkan air ke
dalam saluran.
9) Kala ulang adalah selang waktu pengulangan kejadian hujan atau debit
banjir rencana yang mungkin terjadi.
10) Tinggi jagaan adalah ketinggian yang diukur dari permukaan air
maksimum sampai permukaan tanggul saluran.
11) Waktu pengaliran permukaan adalah waktu yang diperlukan oleh titik air
hujan yang jatuh ke permukaan tanah dan mengalir ke titik saluran
drainase yang diamati.
12) Waktu drainase adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan yang
mengalir dari satu titik ke titik lain dalam saluran drainase yang diamati.
13) Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh titik air hujan
yang jatuh pada permukaan tanah mengalir sampai di suatu titik di
saluran drainase yang terpanjang.
14) Zona adalah sub sistem pelayanan satu aliran saluran drainase.
15) Kolam Retensi adalah kolam/waduk penampungan air hujan dalam
jangka waktu tertentu. Fungsinya untuk memotong puncak banjir yang
terjadi dalam badan air/sungai.
16) Sistem Polder adalah sistem penanganan drainase perkotaan dengan
cara mengisolasi daerah yang dilayani dari pengaruh limpasan air hujan /
air laut dengan penanggulangan / prasarana lain (jalan, jalan kereta api),
dan sistem drainasenya dengan pemompaan.
17) SOP adalah Standar Operasi Prosedur

1.4 Fungsi Drainase Perkotaan


1.4.1 Secara Umum :
 Mengeringkan bagian wilayah kota dari genangan sehingga tidak
menimbulkan dampak negatif.
 Mengalirkan air permukaan ke badan air penerima terdekat secepatnya.
 Mengendalikan kelebihan air permukaan yang dapat dimanfaatkan untuk
persediaan air dan kehidupan akuatik.
 Meresapkan air pemukaan untuk menjaga kelestarian air tanah
(konservasi air).
 Melindungi prasarana dan sarana yang sudah terbangun.

1.4.2 Berdasarkan fungsi layanan :


a) Sistem drainase lokal :
Yang termasuk sistem drainase lokal adalah saluran awal yang melayani
suatu kawasan kota tertentu seperti komplek, areal pasar, perkantoran,
areal industri dan komersial. Sistem ini melayani areal kurang dari 10 ha.
Pengelolaan sistem drainase lokal menjadi tanggung jawab masyarakat,
pengembang atau instansi lainnya.
b) Sistem drainase utama :
Yang termasuk dalam sistem drainase utama adalah saluran drainase
primer, sekunder, tersier beserta bangunan kelengkapannya yang
melayani kepentingan sebagian besar warga masyarakat. Pengelolaan
sistem drainase utama merupakan tanggung jawab pemerintah kota.
c) Pengendalian banjir (Flood Control) :
Adalah sungai yang melintasi wilayah kota yang berfungsi mengendalikan
air sungai, sehingga tidak mengganggu masyarakat dan dapat
memberikan manfaat bagi kegiatan kehidupan manusia.
Pengelolaan/pengendalian banjir merupakan tugas dan tanggung jawab
dinas pengairan (Sumber Daya Air).

1.4.3 Berdasarkan fisiknya :


a) Sistem saluran primer :
Adalah saluran utama yang menerima masukan aliran dari saluran
sekunder. Dimensi saluran ini relatif besar. Akhir saluran primer adalah
badan penerima air.
b) Sistem saluran sekunder :
Adalah saluran terbuka atau tertutup yang berfungsi menerima aliran air
dari saluran tersier dan limpasan air dari permukaan sekitarnya, dan
meneruskan air ke saluran primer. Dimensi saluran tergantung pada debit
yang dialirkan.
c) Sistem saluran tersier :
Adalah saluran drainase yang menerima air dari saluran drainase lokal.
BAB II
KETENTUAN - KETENTUAN

2.1 Umum
Ketentuan-ketentuan yang harus dipenuhi adalah sebagai berikut :
- Pembuatan Kolam Retensi dan Sistem Polder disusun dengan
memperhatikan faktor sosial ekonomi antara lain perkembangan kota dan
rencana prasarana dan sarana kota.
- Kelayakan pelaksanaan Kolam Retensi dan Sistem Polder harus
berdasarkan tiga faktor antara lain : biaya konstruksi, biaya operasi dan
biaya pemeliharaan.
- Ketersediaan dan tata guna lahan
- Kolam Retensi dan Kolam Polder dilaksanakan berdasarkan prioritas
zona yang telah ditentukan dalam Rencana Induk Sistem Drainase.

2.2 Teknis
2.2.1 Data dan Informasi
Data dan informasi yang diperlukan adalah sebagai berikut :
a. Data klimatologi yang terdiri dari data hujan, angin, temperatur dari BMG
terdekat.
b. Data hidrologi terdiri dari data tinggi muka air sungai, debit, laju sedimen,
peil banjir, pengaruh back water, karakteristik daerah aliran, data pasang
surut sungai / laut.
c. Data sistem drainase yang ada yaitu daerah genangan/banjir,
permasalahannya dari hasil studi rencana induk sistem.
d. Data peta yang terdiri dari peta dasar, peta sistem drainase, sistem
jaringan jalan, peta tata guna lahan, peta tofograpi dengan skala antara
1 : 5000 sampai dengan 1 : 50.000 disesuaikan dengan tipologi kota.
e. Data kependudukan yang terdiri dari jumlah, kepadatan, laju pertumbuhan
dan penyebarannya serta data kepadatan bangunan.
2.2.2 Kala ulang
Kala ulang untuk desain kolam retensi & polder harus memenuhi kriteria
sebagai berikut :
a. Kala ulang yang dipakai berdasarkan luas daerah pengaliran (catchment
area), tipologi kota yang akan direncanakan kolam retensi / polder.
Tabel 1 Kala ulang berdasarkan tipologi kota & luas daerah pengaliran
Catcment Area ( Ha )
Tipologi Kota
< 10 10 - 100 100 - 500 > 500

Kota Metropolitan 2 thn 2 - 5 thn 5 - 10 thn 10 - 25 thn

Kota Besar 2 thn 2 - 5 thn 2 - 5 thn 5 - 20 thn

Kota Sedang / Kecil 2 thn 2 - 5 thn 2 - 5 thn 5 - 10 thn

b. Perhitungan curah hujan berdasarkan data hujan paling sedikit 10 tahun


yang berurutan.
c. Bangunan pelengkap dipakai kala ulang yang sama dengan saluran
dimana bangunan pelengkap itu berada.

2.2.3 Kriteria Perencanaan Hidrologi


Kriteria perencanaan hidrologi adalah sebagai berikut :
1) Hujan
a. Perkiraan hujan rencana dilakukan dengan analisis frekuensi terhadap
data curah hujan harian maksimum tahunan, dengan lama
pengamatan paling sedikit 10 tahun yang berurutan.
b. Analisis frekuensi terhadap curah hujan, menggunakan metode Log
Pearson tipe III, atau metode Gumbel sesuai dengan kala ulang 1, 2,
5, 10 dan 25 tahun (mengacu pada tata cara perhitungan debit desain
saluran).
c. Untuk pengecekan data hujan, lazimnya digunakan metode lengkung
masa ganda atau yang sesuai.
d. Perhitungan intensitas hujan ditinjau dengan menggunakan metode
Mononobe.
2) Debit banjir
a. Debit banjir rencana dihitung dengan metode Rasional yang telah
dimodifikasi (lihat pada lampiran A.6)
b. Koefisien limpasan (run off) ditentukan berdasarkan tata guna lahan
daerah tangkapan.
c. Waktu konsentrasi adalah jumlah waktu pengaliran di permukaan dan
waktu drainase.
d. Koefisien penyimpangan dihitung dari perbandingan waktu konsentrasi
dan waktu drainase.

2.2.4 Kriteria Hidrolika


Kriteria perencanaan hidrolika ditentukan sebagai berikut :
a. Kapasitas saluran dihitung dengan rumus Manning atau yang sesuai.
b. Saluran drainase yang terpengaruh oleh pengempangan (back water
effect) perlu diperhitungkan pasang surutnya dengan metode Standard
Step Method.
c. Kecepatan maksimum (V) ditentukan oleh kekasaran dinding dan dasar
saluran. Untuk saluran tanah V = 0,7 m/dt, pasangan batu kali V = 2 m/dt
dan pasangan beton V = 3 m/dt.
d. Kecepatan minimum untuk saluran drainase ditentukan V = 0,4 m/det,
kecuali untuk saluran storage memanjang kecepatan minimumnya bisa
mencapai 0,1 m/det dengan konsekuensi terjadi endapan di saluran
tersebut.

2.2.5 Kriteria Konstruksi


Kriteria perencanaan konstruksi ditentukan sebagai berikut :
a. Pembebanan yang digunakan sesuai standar teknik praktis yang berlaku,
b. Kombinasi muatan atas konstruksi ditentukan secara individual sesuai
fungsi, cara, dan tempat penggunaannya.
c. Stabilitas konstruksi bangunan penahan tanah dikontrol keamanannya
terhadap kekuatan penahan tanah (amblas), geser dan guling. Faktor-
faktor keamanan minimumnya sebagai berikut :
Fkekuatan penahan tanah ≥ 1,5
Fgeser (kondisi biasa) ≥ 1,5
Fgeser (kondisi gempa) ≥ 1,2
Fguling ≥ 1,5
d. Bahan konstruksi yang digunakan harus sesuai dengan standar teknik
praktis yang berlaku.

2.2.6 Parameter Penentuan Prioritas Penanganan


Parameter penentuan prioritas penanganan meliputi hal sebagi berikut :
a. Parameter genangan, meliputi tinggi genangan, luas genangan, dan
lamanya genangan terjadi.
b. Parameter frekuensi terjadinya genangan setiap tahunnya.
c. Parameter ekonomi, dihitung perkiraan kerugian atas fasilitas ekonomi
yang ada, seperti : kawasan industri, fasum, fasos, perkantoran,
perumahan, daerah pertanian dan pertamanan.
d. Parameter gangguan sosial, seperti : kesehatan masyarakat, keresahan
sosial dan kerusakan lingkungan.
BAB III
SURVEI DAN PENYELIDIKAN TANAH

3.1 Survey
1) Gunakan peta Topografi skala 1 : 5000 s/d 1 : 50.000 untuk
mengidentifikasikan Daerah Aliran Polder / Kolam retensi.
2) Hitung luas masing-masing DAS / daerah tangkapan air.
3) Petakan rencana sistem retensi/polder dengan pengukuran geodetik.
Dibuat garis kontur ketinggian lahan dengan interval setiap ketinggian
0.25 s/d 0.50 m.

3.2 Penyelidikan Tanah


1) Rencanakan dimana instalasi pompa akan ditempatkan beserta
konstruksi outlet dan konstruksi bangunan yang terkait dengan instalasi
pompa yaitu pada lokasi yang paling dekat dengan badan air.
2) Lakukan investigasi Geologi terutama Soil Mekanik untuk Perencanaan
pondasi Bangunan Air.
3) Paramater soil mekanik yang digunakan mengikuti standar teknik PU Bina
Marga.
BAB IV
PERENCANAAN TEKNIK PERHITUNGAN KOLAM RETENSI & POLDER

Gambar 1 Bagan alir perencanaan sistem kolam retensi dan polder

4.1 Tahap Perencanaan Daerah Kolam Retensi dan Polder


1) Pastikan daerah genangan dan parameter genangan yang meliputi luas
genangan, tinggi genangan, lamanya genangan dan frekuensi
genangan;
2) Pastikan bahwa elevasi muka air di muara saluran lebih tinggi dari
elevasi muka tanah di daerah genangan;
3) Tentukan lokasi Kolam Retensi yang akan dijadikan tempat
penampungan kelebihan air permukaan dan perkirakan batas luas
Kolam Retensi tersebut;
4) Tentukan daerah pengaliran saluran primer (DPSAL) yang mengalir ke
Kolam Retensi melalui peta topografi.
5) Tentukan sistem aliran inlet, outlet dan station pompa
6) Muka air di kolam retensi / kolam polder direncanakan dari dasar muka
tanah terendah di daerah perencanaan dan ditarik dengan lamanya
tertentu sesuai dengan kemiringan lahan.
7) Alternatif tipe kolam retensi, antara lain :
a) Kolam retensi tipe di samping badan sungai

Gambar 2 Kolam retensi tipe di samping badan sungai


 Kelengkapan Sistem:
- Kolam retensi
- Pintu inlet
- Bangunan pelimpah samping
- Pintu outlet
- Jalan akses menuju kolam retensi
- Ambang rendah di depan pintu outlet
- Saringan sampah
- Kolam Penangkap Sedimen
 Kesesuaian tipe:
- Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi
- Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
- Tidak mengganggu sistem aliran yang ada
- Pemeliharaan lebih mudah
- Pelaksanaan lebih mudah

b) Kolam retensi tipe di dalam badan sungai

Gambar 3 kolam retensi tipe di dalam badan sungai


 Kelengkapan Sistem:
- Kolam retensi
- Tanggul keliling
- Pintu outlet
- Bendung
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
 Kesesuaian tipe:
- Dipakai apabila lahan sulit didapat
- Kapasitas kolam retensi terbatas
- Mengganggu aliran yang ada dihulu
- Pelaksanaan lebih sulit
- Pemeliharaan lebih mahal
c) Kolam retensi tipe storage memanjang

Gambar 4 Kolam retensi tipe storage memanjang


 Kelengkapan Sistem:
- Saluran Yang Lebar dan Dalam
- Cek Dam/ Bendung Setempat
 Kesesuaian tipe:
- Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan tidak
tersedia
- Kapasitasnya terbatas
- Mengganggu aliran yang ada
- Pelaksanaan lebih sulit
8) Alternatif tipe polder, antara lain :
a) Sistem polder dengan pompa dan kolam di samping badan
saluran/sungai

Gambar 5 Sistem polder dengan pompa dan kolam di samping badan


saluran/sungai
 Kelengkapan Sistem:
- Kolam Retensi
- Stasion Pompa
- Pintu Inlet
- Saluran Inlet
- Pintu Pembagi
- Pintu Outlet
- Saluran Outlet
- Tangggul Keliling
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
 Kesesuaian tipe:
- Dipakai apabila tersedia lahan kolam retensi
- Kapasitas bisa optimal apabila lahan tersedia
- Tidak mengganggu sistem aliran yang ada
- Pemeliharaan lebih mudah
- Pelaksanaan lebih mudah
b) Sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan
saluran/sungai

Gambar 6 Sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan


saluran/sungai
 Kelengkapan Sistem:
- Kolam retensi
- Stasion Pompa
- Saluran Inlet
- Pintu Outlet
- Saluran Outlet
- Tangggul Keliling
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
 Kesesuaian tipe:
- Dipakai apabila lahan sulit didapat
- Kapasitas kolam retensi terbatas
- Mengganggu aliran yang ada dihulu
- Pelaksanaan lebih sulit
- Pemeliharaan lebih mahal
c) Sistem polder dengan pompa dan kolam tipe storage memanjang

Gambar 7 Sistem polder dengan pompa dan kolam tipe storage memanjang
 Kelengkapan Sistem:
- Storage Memanjang
- Stasion Pompa
- Pintu Outlet
- Tangggul Keliling
- Saringan sampah
- Kolam penangkap sedimen
 Kesesuaian tipe:
- Mengoptimalkan saluran drainase yang ada karena lahan tidak
tersedia
- Kapasitasnya terbatas
- Mengganggu aliran yang ada
- Pelaksanaan lebih sulit
4.2 Tahap Perencanaan Hidrologi
1) Kumpulkan data curah hujan harian maksimum tahunan untuk periode
minimum terakhir selama 10 tahun yang berurutan, dari beberapa
stasion curah hujan di daerah pengaliran saluran (DPSAL);
2) Hitung tinggi curah hujan harian rata-rata dari butir 1) diatas dengan
metode Aritmatik atau Thiesen atau Isohyt, apabila tidak ada peta
stasion curah hujan dianjurkan menggunakan metode Aritmatik;
3) Hitung hujan rencana beberapa kala ulang dengan menggunakan
persamaan Log Pearson Tipe III atau persamaan Gumbel, dengan
menggunakan data curah hujan harian rata-rata dari butir 2);
4) Tentukan koefisien pengaliran (C) berdasarkan literatur dan penelitian di
lapangan sesuai dengan tata guna lahan (lihat lampiran A.6.2)
5) Tentukan koefisien pengaliran ekivalen (Ceq), apabila daerah pengaliran
saluran (DPSAL) terdiri dari beberapa sub-DPSAL;
6) Hitung waktu konsentrasi (tc) dengan menggunakan rumus Kirpich;
7) Kolam Retensi dipakai apabila diinginkan memotong puncak banjir yang
terjadi, juga untuk mengurangi dimensi saluran;
8) Sistem Polder dipilih apabila daerah yang akan dikeringkan, relatif lebih
rendah dari muka air tinggi sungai / badan air penerima atau muka air
laut pasang
9) Hitung intensitas curah hujan dengan menggunakan rumus Mononobe
dari nilai hujan rencana dari butir 3), dan waktu konsentrasi dari butir 6);
10) Hitung debit banjir rencana dengan metode rasional praktis dengan
koefisien pengaliran dari butir 4) atau dari butir 5), dan intensitas curah
hujan dari butir 7);
11) Hitung debit banjir rencana dengan menggunakan unit hidrograph untuk
daerah perkotaan;
12) Hitung debit banjir rencana dengan metode Rasional Modifikasi.
4.3 Tahap Perencanaan Hidrolika
1) Hitung profil basah saluran eksisting sesuai bentuknya (lingkaran,
trapesium, atau segiempat);
2) Hitung keliling basah saluran eksisting sesuai bentuknya (lingkaran,
trapesium, atau segiempat);
3) Hitung jari-jari hidraulis saluran dari perbandingan butir 1 dan butir 2;
4) Hitung kemiringan dasar saluran rata-rata dari penelitian hasil lapangan;
5) Hitung kecepatan aliran rata-rata maksimum menggunakan rumus
Manning. Apabila kekasaran dinding bervariasi maka harus dihitung
kekasaran dinding ekivalen;
6) Hitung kapasitas maksimum saluran eksisting;
7) Bandingkan kapasitas maksimum saluran eksisting dari butir 6) dengan
debit banjir rencana dari butir 10), 11) dan 12) di sub-bab 4.2.
8) Dari ketiga perhitungan debit banjir rencana tersebut pilih yang terbesar.
Apabila kapasitas eksisting lebih besar dari debit banjir rencana yang
terbesar, maka saluran eksisting tidak perlu direhabilitasi.

4.4 Tahap Perencanaan Kapasitas Kolam Retensi dan Pompa


1) Buat unit hidrograph daerah perkotaan, kemudian jumlahkan masing-
masing ordinatnya. Sehingga diperoleh debit rencana maksimum
dengan gambar hidrographnya;
2) Hitung volume komulatif air yang masuk ke dalam kolam retensi dari
hidrograph;
3) Gambarkan hasil perhitungan volume komulatif dari butir 2) di atas
dalam koordinat orthogonal dengan ordinat besarnya volume komulatif
dan absis besarnya waktu;
4) Hitung volume komulatif pompa untuk berbagai kapasitas pompa dan
terapkan pada komulatif air yang masuk kolam retensi dari butir 3) di
atas;
5) Ukur ordinat yang terletak antara garis volume komulatif pompa dengan
garis singgung volume komulatif air yang masuk ke dalam kolam retensi
seperti pada butir 4) di atas, menunjukkan volume air yang tertinggal di
dalam kolam retensi;
6) Hitung luas kolam retensi yang diperlukan dengan membagi volume
komulatif yang tertinggal di dalam kolam retensi seperti butir 5) di atas
dengan rencana dalamnya air efektif di kolam retensi;
7) Lakukan langkah butir 4), butir 5) dan butir 6) di atas berulang-ulang,
sehingga diperoleh biaya yang efisien dan efektif dalam menentukan
luas kolam retensi dan kapasitas pompa yang dibutuhkan. Contoh
perhitungan kapasitas kolam retensi dan pompa dapat dilihat di lampiran
A.
8) Hitung kebutuhan head pompa dari elevasi muka air minimum di kolam
retensi ke muka air maksimum banjir di sungai atau muka air pasang
tertinggi di laut.
9) Pilih tipe pompa sesuai dengan kebutuhan yang ada. Tipe-tipe pompa
yang dimaksud adalah sebagai berikut :
a) Pompa Archemedian Screw.
Pompa archemedian screw digunakan untuk kondisi elevasi muka
air yang dipompa relatif aman tidak sesuai untuk elevasi muka air
yang perubahannya relatif besar.

ELEVASI. MAKS PENGELUARAN


MOTOR

ELEV. PEMASUKAN

Gambar 8 Pompa archemedian screw

Pompa ini tidak terganggu dengan adanya tumbuhan air dan


sampah, oleh sebab itu pompa ini mampu beroperasi tanpa dijaga
dalam jangka waktu yang lama.
b) Pompa Rotodynamic.
Pompa rotodynamic dipilih sesuai dengan keperluan perencanaan.
Pompa ini terdiri atas :
(1) Pompa Centrifugal (aliran radial)
Dipergunakan untuk memompa air dengan ketingian yang besar
dan aliran sedang.

Gambar 9 Pompa centrifugal

(2) Pompa Axial (baling-baling)


Dipergunakan untuk memompa air dengan ketinggian yang rendah
sampai aliran yang besar.

Gambar 10 Pompa axial


c) Pompa Aliran campuran
Digunakan dengan karakteristik tengah-tengah antara Pompa
Centrifugal dengan Pompa Axial.

Gambar 11 Pompa aliran campuran


BAB V
PELAKSANAAN KONSTRUKSI

5.1 PEKERJAAN PERSIAPAN


1) Buat rencana kerja dan jadwal pelaksanaan.
2) Persiapkan bahan material dan tenaga kerja.
3) Sediakan atau buat direksi keet, gudang dan bengkel kontraktor.
4) Gunakan titik benchmark yang ada di lapangan sebagai titik referensi
untuk ketinggian dan koordinat.
5) Lakukan pengukuran outzet untuk mendapatkan tata letak bangunan
sistem polder.
6) Lakukan penyelidikan tanah di tempat yang akan memikul konstruksi dan
bangunan pelengkap.
7) Buat akses sementara berupa jalan kerja untuk memudahkan mobilisasi
pengangkutan bahan, alat dan pekerja ke lokasi pekerjaan.
8) Buatkan pagar pengaman dari kayu atau bahan lainnya.

5.2 PEKERJAAN KOLAM RETENSI


1) Bersihkan permukaan lokasi kolam retensi dari pohon, kayu-kayu,
pecahan benda, semak-semak, sampah dan semua bahan-bahan lainnya
yang tidak dikehendaki.
2) Kerjakan penggalian tanah sampai kedalaman dasar kolam retensi yang
telah direncanakan dengan menggunakan alat-alat berat.
3) Periksa elevasi dasar kolam retensi apakah telah sesuai dengan elevasi
yang direncanakan dengan menggunakan alat ukur waterpass.
4) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
5) Buatkan tanggul kolam retensi dari timbunan tanah atau bahan lainnya.
6) Periksa elevasi puncak tanggul dengan menggunakan alat ukur waterpass
apakah telah sesuai dengan elevasi yang direncanakan.
7) Buatkan talud kolam di sekeliling kolam retensi dari bahan yang telah
direncanakan.
8) Rapikan semua pekerjaan sampai selesai.

5.3 PEKERJAAN TANGGUL KELILING


1) Tanggul keliling biasanya memakai kontruksi dari tanah atau pasangan
2) Jika kontruksi tanggul memakai bahan dari tanah maka cara pekerjaan
pelaksanaan kontruksi sebagai berikut :
 Bersihkan permukaan lokasi tanggul dari rumput-rumput dan pohon-
pohon serta akar-akarnya.
 Kupas atau gali permukaan pondasi hingga mencapai lapisan tanah
asli yang baik.
 Hamparkan tanah timbunan layer per layer ke lokasi tanggul keliling
yang direncanakan setinggi 40 cm setiap layernya.
 Padatkan setiap layer timbunan secara menyeluruh dengan alat
pemadat setiap layer harus benar-benar padat.
 Pemadatan dilakukan sampai pada elevasi tanggul yang direncanakan.
 Parameter untuk Layer menggunakan factor CBR yang berlaku di Bina
Marga.
3) Jika konstruksi tanggul memakai bahan pasangan maka cara pekerjaan
pelaksanaan kontruksi sebagai berikut :
 Gali tanah sampai elevasi dasar pondasi tanggul yang direncanakan
jika keadaan konstruksi tanah untuk dudukan pondasi kurang baik
maka dilakukan dulu perbaikan tanah dengan membuat cerucuk
bambu, dolken atau pancang dari beton bertulangan.
 Buat lantai kerja untuk tanggul yang dibuat dari beton bertulang jika
memakai pasangan batu kali hamparkan urugan pasir kemudian
dipadatkan.
 Buat kontruksi tanggul seperti bentuk rencana baik memakai
pasangan beton bertulang atau pasangan batu kali dari mulai bawah
sampai atas pada elevasi tanggul yang direncanakan.
4) Urug kembali dengan tanah yang baik lobang galian yang tidak terpakai
oleh kontruksi pasangan dan dipadatkan.
5) Rapikan kontruksi tanggul sampai selesai semuanya.
5.4 PEKERJAAN BANGUNAN STATION POMPA
1) Bersihkan permukaan lokasi bangunan station pompa.
2) Gali tanah sampai kedalaman dasar bangunan yang telah direncanakan
dengan menggunakan alat berat.
3) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
4) Perkuat daya dukung tanah dengan menggunakan cerucuk atau bahan
lainnya.
5) Buat lantai kerja dari pasangan beton.
6) Pasang lantai dasar dengan konstruksi yang direncanakan.
7) Pasang pondasi
8) Urug tanah sampai ketinggian lantai dasar.
9) Pasang sloof, balok, kolom dan dinding penahan tanah sesuai yang
direncanakan.
10) Buatkan pelat atas dengan konstruksi beton bertulang.
11) Sediakan angker-angker untuk penempatan pompa.
12) Pasang pipa hisap, pipa outlet dan aksesoris lainnya.
13) Sambungkan pompa dengan pipa hisap dan pipa outlet.
14) Pasang panel listrik dan lakukan instalasi elektrik.
15) Pasang pintu-pintu air.
16) Pasang pintu-pintu saringan sampah.
17) Lakukan uji coba terhadap pompa air, sebelumnya periksa aliran listrik
baik dari PLN maupun dari Genset terlebih dahulu.

5.5 PEKERJAAN BANGUNAN RUMAH GENSET


1) Bersihkan lokasi permukaan.
2) Gali tanah sampai kedalaman dasar bangunan yang telah direncanakan.
3) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
4) Perkuat daya dukung tanah dengan menggunakan cerucuk atau bahan
lainnya.
5) Pasang lantai kerja dari pasangan beton.
6) Pasang pondasi
7) Urug tanah sampai ketinggian lantai dasar.
8) Pasang sloof, balok, kolom dan dinding penahan tanah sesuai yang
direncanakan.
9) Buatkan pelat atap dengan konstruksi beton bertulang.
10) Sediakan angker-angker untuk penempatan genset.
11) Lakukan instalasi mesin genset dan panel-panel listrik.
12) Lakukan uji coba genset

5.6 PEKERJAAN SALURAN INLET/OUTLET


1) Bersihkan permukaan lokasi untuk saluran inlet/outlet.
2) Gali tanah untuk kedalaman saluran inlet/outlet sesuai dengan elevasi
dasar saluran yang direncanakan.
3) Periksa elevasi dasar saluran hasil galian dengan menggunakan alat
waterpass.
4) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
5) Buat konstruksi saluran dengan pasangan sesuai dengan yang telah
direncanakan.
6) Kerjakan perapihan pekerjaan saluran inlet/outlet.

5.7 PEKERJAAN BANGUNAN PINTU AIR INLET/OUTLET


1) Bersihkan permukaan lokasi untuk bangunan pintu air inlet/outlet.
2) Gali tanah sesuai dengan kedalaman dan lebar bangunan pintu air yang
telah direncanakan.
3) Periksa elevasi dasar bangunan pintu air dengan alat waterpass.
4) Buang sisa tanah hasil galian yang tidak terpakai ke lokasi yang telah
ditentukan.
5) Pasang kontruksi bangunan pintu air dari mulai lantai, dinding sampai ke
atas.
6) Pasang pintu air.
7) Lakukan uji coba pintu air apakah berfungsi dengan baik.
BAB VI
OPERASI DAN PEMELIHARAAN

6.1 PENGOPERASIAN POMPA


1) Hidupkan mesin diesel sesuai SOP atau petunjuk kerja yang berlaku atau
kontakkan handle sakelar utama apabila menggunakan PLN.
2) Pastikan tegangan, frekuensi, arus listrik sesuaikan dengan ketentuan
atau SOP.
3) Geser sakelar utama pada posisi “ON”.
4) Hidupkan pompa apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi
melebihi elevasi normal sesuai dengan ketentuan di dalam SOP.
5) Lakukan kegiatan seperti butir 3), sesuai dengan kecepatan naiknya
elevasi muka air di dalam kolam retensi dengan kapasitas pompa
menurut ketentuan di dalam SOP.
6) Atur aliran air dari saluran yang masuk ke dalam kolam retensi dengan
pintu air terutama pada musim kering. Apabila pengaturan air masuk ke
dalam kolam retensi dengan pintu air, supaya air limbah dari saluran
tidak masuk ke dalam kolam retensi.
7) Matikan pompa apabila elevasi muka air di dalam kolam retensi sudah
mencapai elevasi normal sesuai dengan ketentuan di dalam SOP.

6.2 PEMELIHARAAN STATION POMPA


1) Station pompa sekalipun dibangun dengan konstruksi beton bertulang
tetap harus dipelihara agar jangan terkesan angker dan kumuh. Untuk itu
secara rutin petugas harus menjaga kebersihan lingkungan instalasi.
2) Secara berkala station pompa harus dicat agar dari segi estetika indah
dan nyaman untuk dijadikan sarana rekreasi bila perlu.
3) Sewaktu pompa tidak dioperasikan periksa kelengkapan saringan
sampah di bagian depan pompa. Terutama dari sampah-sampah plastik
yang dapat merusak poros dan propeller pompa.
4) Periksa secara rutin panel operasi jangan sampai ada kabel yang putus
karena termakan usia atau oleh binatang pengerat seperti tikus dll.
5) Perhatikan engsel-engsel pintu instalasi agar jangan sampai kering.
Sebab semua petugas operasional pompa harus tetap siaga menjaga
kemungkinan terjadi banjir dadakan.

6.3 PENGOPERASIAN PINTU AIR INLET, OUTLET DAN PEMBAGI


1. Untuk kolam retensi tipe di samping badan sungai
a. Pada saat banjir datang pintu inlet dibuka, air dari sungai akan masuk
dan mengisi kolam retensi.
b. Jika muka air di kolam retensi telah mencapai level maksimum maka
pintu air outlet dibuka secukupnya sehingga air di kolam retensi bisa
keluar kembali ke sungai, tetapi muka air dalam kolam retensi harus
dijaga agar tetap pada level maksimum.
c. Pada saat banjir telah surut maka air di kolam retensi dikeluarkan
melalui pintu outlet sampai mencapai muka air minimum, hal ini
dimaksudkan untuk menerima banjir berikutnya/yang akan datang.
d. Di musim kemarau pintu inlet ditutup, sesekali dibuka hanya untuk
memasukkan air ke kolam retensi, agar muka air di kolam retensi
tetap terjaga dalam keadaan normal.
2. Untuk kolam retensi tipe di dalam badan sungai
a. Pada saat banjir datang pintu outlet ditutup, air dari sungai akan
masuk dan mengisi kolam retensi.
b. Meskipun muka air di kolam retensi telah mencapai elevasi
maksimum, pintu air outlet tetap ditutup, sehingga air dari kolam
retensi mengalir ke sungai melalui pelimpah bendung
c. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka air di kolam retensi
dikeluarkan melalui pintu outlet sampai mencapai muka air minimum,
keadaan ini untuk menerima banjir berikutnya/yang akan datang.
d. Di musim kemarau pintu outlet ditutup, sehingga di kolam retensi
tetap ada air.
3. Untuk sistem polder dengan pompa dan kolam di samping badan
saluran/sungai
a. Pada saat banjir datang pintu pembagi ditutup. Sebaliknya pintu inlet
dibuka, sehingga air dari saluran drainase akan masuk dan mengisi
kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan dengan pengoperasian
pompa.
b. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu pembagi dibuka
agar air di saluran drainase bisa mengalir ke sungai secara gravitasi.
Selain itu pintu air inlet harus ditutup, agar air tidak masuk ke kolam
retensi.
c. Di musim kemarau pintu air inlet ditutup, sesekali dibuka hanya untuk
memasukkan air ke kolam retensi, agar muka air di kolam retensi
dalam keadaan normal.
4. Untuk sistem polder dengan pompa dan kolam di dalam badan
saluran/sungai
a. Pada saat banjir datang pintu outlet ditutup, air dari saluran drainase
akan masuk dan mengisi kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan
dengan pengoperasian pompa.
b. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu outlet dibuka agar
air di kolam retensi bisa mengalir ke sungai secara gravitasi.
c. Di musim kemarau pintu outlet dibuka secukupnya, sehingga di kolam
retensi tetap ada air.
5. Untuk sistem polder dengan pompa dan kolam tipe memanjang
a. Pada saat banjir datang pintu outlet ditutup, air dari saluran drainase
akan masuk dan mengisi kolam retensi. Hal ini dilakukan bersamaan
dengan pengoperasian pompa.
b. Pada saat banjir di sungai telah surut, maka pintu outlet dibuka agar
air di kolam retensi bisa mengalir ke sungai secara gravitasi.
c. Di musim kemarau pintu outlet dibuka secukupnya, sehingga di kolam
retensi tetap ada air.

6.4 PEMELIHARAAN PINTU AIR INLET, OUTLET DAN PEMBAGI


1. Melumasi pintu-pintu air.
2. Pengecatan pintu-pintu air.
3. Membersihkan sampah atau endapan di pintu-pintu air.
4. Lakukan perbaikan secara berkala untuk pintu-pintu air yang mengalami
kerusakan.
6.5 PEMELIHARAAN KOLAM RETENSI
1. Pembersihan sampah-sampah yang menyangkut di saringan sampah
secara rutin.
2. Cegah sedini mungkin penyerobotan terhadap lahan dan bantaran kolam
retensi dari bangunan-bangunan pemukiman liar.
3. Secara berkala keruk sedimen yang terlanjur masuk ke kolam retensi
agar fungsi daya tampung kolam retensi tidak menyusut.
4. Angkat saringan sampah secara berkala bersihkan dan cat kembali.
5. Bersihkan saluran inlet/outlet secara rutin.
6. Lakukan perbaikan secara berkala untuk bangunan air yang mengalami
kerusakan.
7. Tembok pasangan batu yang rusak segera diperbaiki, untuk ini harus
secara rutin dilakukan inspeksi terutama pada stalling basin pintu inlet.
Atau kolam retensi dilengkapi dengan saluran gendong biasanya saluran
tersebut tepi kanan dan kirinya dilapisi dengan pasangan batu kali.
8. Bersihkan kolam retensi yang ditumbuhi gulma seperti eceng gondok. Bila
perlu ajak pihak swasta untuk memanfaatkan eceng gondok menjadi
komoditi yang berguna seperti pembuatan tas, serta mungkin dapat
diolah menjadi gas bio.
BAB VII
LAIN-LAIN

7.1 Laporan
Laporan mengenai pembuatan kolam retensi dan polder dijelaskan sebagai
berikut :
1) Setiap aspek perencanaan baik yang menyangkut bangunan baru maupun
bangunan lama agar dilaporkan dan dikonsultasikan kepada instansi yang
berwenang dan bertanggung jawab atas pembuatan kolam retensi dan
polder;
2) Laporan perlu dibuat secara berkala oleh perencana, dan dilaporkan
kepada instansi yang berwenang dan bertanggung jawab atas pembuatan
kolam retensi dan polder.

7.2 Koordinasi dan Tanggung Jawab Perencanaan


Koordinasi dan tanggung jawab pembuatan kolam retensi dan polder
dijelaskan sebagai berikut :
1) Seluruh penyelenggaraan teknis pekerjaan pembuatan kolam retensi dan
polder agar dilaksanakan di bawah koordinasi dan tanggung jawab
seorang ahli yang kompeten, dibantu tim terpadu yang karena pelatihan
dan pengalamannya berpengetahuan luas dan ahli dalam pekerjaan yang
berkaitan dengan pembuatan kolam retensi dan polder;
2) Apabila dalam tahapan pembuatan kolam retensi dan polder timbul
masalah yang tidak dapat diselesaikan oleh instansi yang berwenang,
maka masalah tersebut harus diajukan kepada pihak berwenang yang
lebih tinggi.
LAMPIRAN A
CONTOH PERHITUNGAN HIDROLOGI DAN
HIDROLIKA KAPASITAS KOLAM RETENSI DAN
POMPA

A.1 KONDISI PERENCANAAN


Wilayah perencanaan berada di daerah perumahan di Jakarta. Wilayah ini
mengalami banjir dan genangan setiap tahunnya. Penyebabnya adalah elevasi
muka air banjir di sungai lebih tinggi dari elevasi tanah di daerah perumahan.
Permasalahan ini diselesaikan dengan merencanakan sistem polder.
Data perencanaan yang digunakan sebagai berikut :
 Luas catchment area (A) = 500 Ha
 Panjang saluran (L) = 5400 m
 Data curah hujan harian maksimum selama 20 tahun (1986 s/d 2005)

Gambar 1 Skema sistem polder

Untuk memenuhi perhitungan hidrologi dan hidrolika perlu adanya asumsi


batasan-batasan, bilamana asumsi ini terpenuhi maka analisa bisa dilaksanakan,

1
sehingga dapat dicapai sasaran penanggulangan banjir dan genangan. Asumsi
perhitungan yang digunakan sebagai berikut :
 Total Inflow – Total out flow = Storage penampungan pada waktu (t)
 Bentuk hidrograf aliran masuk (inflow) yang digunakan sesuai bagi
penggunaan rumus modifikasi Rational.
 Rate dari flow dianggap konstan
Dalam lampiran ini akan diuraikan metode perhitungan hidrologi dan hidrolika
untuk kolam retensi dan polder beserta contoh perhitungannya yang disesuaikan
dengan kondisi perencanaan.

A.2 MELENGKAPI DATA CURAH HUJAN


Maksudnya adalah data curah hujan harian maksimum dalam setahun yang
dinyatakan dalam mm/ hari, untuk stasion curah hujan yang terdekat dengan lokasi
sistem drainase, jumlah data curah hujan paling sedikit dalam jangka waktu 10
tahun berturut-berturut.
Stasion hujan kadang tidak mempunyai data yang lengkap, jika ditemui data
yang kurang, perlu dilengkapi dengan melakukan pengisian data terhadap stasion
yang tidak lengkap atau kosong, dengan beberapa metode antara lain :
 Bila perbedaan hujan tahunan normal di stasion yang mau dilengkapi tidak
lebih dari 10 %, untuk mengisi kekurangan data dapat mengisinya dengan
harga rata-rata hujan dari stasion=stasion disekitarnya.
 Bila perbedaan hujan tahunan lebih dari 10 %, melengkapi data dengan
metode Rasio Normal, yakni dengan membandingkan data hujan tahunan
stasion yang kurang datanya terhadap stasion disekitarnya dengan cara
sebagai berikut :
1 ⎛ R  rA R  R  rC ⎞
rB
r ⎜   ⎟
n ⎝ RA RC ⎠
RB
Dimana : n = jumlah stasion hujan
r = curah hujan yang dicari (mm)
R = curah hujan rata-rata setahun di tempat pengamatan R yang
datanya akan dilengkapi
rA, rB, rC = curah hujan di tempat-tempat pengamatan A, B, dan C
RA, RB, RC = curah hujan rata-rata setahun di stasion A, B, dan C
Berikut adalah tabel data curah hujan harian maksimum selama 20 tahun
(1986 s/d 2005) yang diperoleh di Stasion A (St. A). Diasumsikan Stasion A
sebagai stasion curah hujan yang terdekat dengan lokasi perencanaan sistem
drainase.
Tabel 1 Data curah hujan harian maksimum (CHHmax) St. A
CHHmax)
Tahun (mm/hari)
1986 152
1987 80
1988 92
1989 130
1990 70
1991 26
1992 92
1993 79
1994 79
1995 23
1996 71
1997 112
1998 150
1999 129
2000 67
2001 92
2002 58
2003 90
2004 74
2005 87

A.3 MENENTUKAN KALA ULANG


Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu
mempunyai kala ulang tertentu, kala ulang rencana untuk saluran mengikuti
standar yang berlaku seperti tabel berikut :
Tabel 2 Kala ulang berdasarkan tipologi kota & luas daerah pengaliran
Catcment Area ( Ha )
Tipologi Kota
< 10 10 - 100 100 - 500 > 500
Kota Metropolitan 2 thn 2 - 5 thn 5 - 10 thn 10 - 25 thn
Kota Besar 2 thn 2 - 5 thn 2 - 5 thn 5 - 20 thn
Kota Sedang / Kecil 2 thn 2 - 5 thn 2 - 5 thn 5 - 10 thn
Contoh Perhitungan 1 :
Tentukan kala ulang rencana untuk saluran di daerah Jakarta dengan luas catchment area
seluas 500 Ha.

Penyelesaian :
Dari tabel 2 di atas untuk daerah Jakarta dengan luas catchment area seluas 500 Ha
didapatkan kala ulang rencana 10 tahunan.

A.4 MENGANALISA HUJAN RENCANA


A.4.1 Metode Gumbel
Parameter - parameter statistik yang diperlukan oleh distribusi harga
ekstrim gumbel adalah :
1. Menentukan harga tengahnya (R) :

R
R i

n
2. Menentukan harga penyimpangan standard (Sx) :

S 
 (R i  R)2
x
n1
3. Menentukan faktor frekuensi (K) :

Yt  Yn
K
Sn
dimana : K = faktor frekuensi
Yt = Reduced Variable (lihat tabel 3 hubungan antara waktu ulang T
dengan Yt)
Yn = Reduced Mean (lihat tabel 4 hubungan antara lamanya
pengamatan n dengan Yn)
Sn = Reduced Standard Deviation (lihat tabel 4 hubungan antara n
dengan Sn)
Ri = Curah hujan
n = Jumlah data
4. Menentukan curah hujan rencana dengan waktu ulang yang dipilih, dengan
rumus :

Rt  R  K.S x
5. Menentukan data variasi fungsi kala ulang (Yt)
Tabel 3 Data Variasi Fungsi Kala ulang (Yt)
T (tahun) Yt
2 0.3665
5 1.4999
10 2.2502
25 3.1985
50 3.9019
100 4.6001

6. Menentukan data nilai Yn dan Sn yang tergantung pada n


Tabel 4 Data Nilai Yn dan Sn Yang Tergantung Pada n
n Yn Sn
10 0.4592 0.9496
11 0.4996 0.9676
12 0.5053 0.9933
13 0.5070 0.9971
14 0.5100 1.0095
15 0.5128 1.0206
16 0.5157 1.0316
17 0.5181 1.0411
18 0.5202 1.0493
19 0.5220 1.0565
20 0.5236 1.0628
21 0.5252 1.0696
22 0.5268 1.0754
23 0.5283 1.0811
24 0.5296 1.0864
25 0.5309 1.0915
26 0.5320 1.1961
27 0.5332 1.1004
28 0.5343 1.1047
29 0.5353 1.1086
30 0.5362 1.1124
31 0.5371 1.1159
32 0.5380 1.1193
33 0.5388 1.1226
34 0.5396 1.1255
35 0.5402 1.1285
36 0.5410 1.1313
37 0.5418 1.1339
38 0.5424 1.1363
39 0.5430 1.1388
n Yn Sn
40 0.5436 1.1413
41 0.5442 1.1436
42 0.5448 1.1458
43 0.5453 1.1480
44 0.5458 1.1499
45 0.5463 1.1519
46 0.5468 1.1538
47 0.5473 1.1557
48 0.5477 1.1574
49 0.5481 1.1590
50 0.5485 1.1607
51 0.5489 1.1623
52 0.5493 1.1638
53 0.5497 1.1658
54 0.5501 1.1667
55 0.5504 1.1681

Contoh Perhitungan 2 :
Dengan menggunakan data curah hujan maksimum selama 20 tahun yang terdapat pada
tabel 1, analisa frekuensi hujan dengan menggunakan metode Gumbel.

Penyelesaian :
1) Merangking data curah hujan harian maksimum yang didapat dari tabel 1
Tabel 5 Merangking data curah hujan harian
maksimum
No Urut CHHMax (Ri)
1 152
2 150
3 130
4 129
5 112
6 92
7 92
8 92
9 90
10 87
11 80
12 79
13 74
14 73
15 71
16 70
No Urut CHHMax (Ri)
17 67
18 58
19 26
20 23

X1 100 1100
2) Menghitung nilai prosentase (%) : P    4,8%
Xtotal 1 20 1
R 1747
3) Menentukan nilai hujan rata-rata :  total  87,4
R r
X total 20
4) Menentukan selisih curah hujan maksimum terhadap hujan rata-rata:
R  R 2  152  87,42  4179,6
1 r

5) Sehingga secara tabelaris dengan mengikuti langkah nomor 2), 3) dan 4) untuk urutan berikutnya
didapatkan hasilnya sebagai berikut:
Tabel 6 Perhitungan metode Gumbel
2
No Urut CHHMax (Ri) P (%) Ri - Rrata (Ri-Rrata)
1 152 4.8 64.7 4,179.6
2 150 9.5 62.7 3,925.0
3 130 14.3 42.7 1,819.0
4 129 19.0 41.7 1,734.7
5 112 23.8 24.7 607.6
6 92 28.6 4.7 21.6
7 92 33.3 4.7 21.6
8 92 38.1 4.7 21.6
9 90 42.9 2.7 7.0
10 87 47.6 -0.3 0.1
11 80 52.4 -7.3 54.0
12 79 57.1 -8.3 69.7
13 74 61.9 -13.4 178.2
14 73 66.7 -14.4 205.9
15 71 71.4 -16.4 267.3
16 70 76.2 -17.4 301.0
17 67 81.0 -20.4 414.1
18 58 85.7 -29.4 861.4
19 26 90.5 -61.4 3,763.8
20 23 95.2 -64.4 4,140.9
Total 1,747 1,000.0 0.000 22,595

6) Menentukan standar deviasi :

 R R
2 22,595
Sr  i
n 1 
20 1
r
34,48
7) Menentukan nilai Yn dan Sn yang tergantung pada n (lihat tabel
3) N = 20, → Yn = 0,524
N = 20 , → Sn = 1,063
8) Menentukan variasi fungsi kala ulang Yt (lihat tabel
2) Variasi fungsi kala ulang 2 Thn € Yt = 0,367
9) Menentukan hujan rencana kala ulang

Yt  Yn
K t 0,367  0,524
Sn   0,148
1,063
Rt  Rr  K t  S x 
R2thn  87,4   0,148  34,48  82mm
10) Sehingga secara tabelaris dengan mengikuti langkah nomor 8) dan 9) untuk data berikutnya
didapatkan hasilnya sebagai berikut:
Tabel 7 Menentukan Hujan Rencana Kala Ulang Metode Gumbel
Kala ulang Rt
Yt Kt
(Tahun) (mm)
2 0.367 0,148 82
5 1.500 0,919 119
10 2.250 1,625 143
25 3.199 2,517 174
50 3.902 3,179 197
100 4.600 3,836 220

A.4.2 Metode Log Pearson Type III


Pada garis besarnya, langkah penyelesaian distribusi log Pearson Type III
adalah sebagai berikut :
1. Mentransformasikan data curah hujan harian maksimum kedalam harga
logaritmanya :
R1, R2, ...., Rn menjadi log R1, log R2,......, log Rn

2. Menghitung harga tengahnya ( log R ) :

log R 
 LogR
n
3. Menghitung harga penyimpangan standar (Sx):

LogR  LogR
2
i
Sx 
n1
4. Menghitung koefisien asimetri (Cs) :

n. LogRi  log R 3 
C
s n 1n  2xS 3
5. Menghitung besarnya logaritma hujan rencana dengan waktu ulang yang
dipilih, dengan rumus :

LogRt  LogR  K.Sx


Dimana : R = tinggi hujan rata-rata daerah
n = jumlah tahun pengamatan
data Cs = Koefisien penyimpangan
Sx = standar deviasi
K = faktor kekerapan Log Pearson Tipe III
6. Menentukan nilai K untuk metode Log Pearson Tipe III
Tabel 8 Nilai-nilai K untuk metode Log Pearson Tipe III
Interval Ulang,tahun
Faktor 1.001 1.2500 2 5 10 25 50 100
Kekerapan
(K) Persen Peluang
99 80 50 20 10 4 2 1
3.0 ‐0.667 ‐0.636 ‐0.396 0.420 1.180 2.278 3.152 4.051
2.8 ‐0.714 ‐0.666 ‐0.384 0.460 1.210 2.275 3.114 3.973
2.6 ‐0.769 ‐0.696 ‐0.368 0.499 1.238 2.267 3.071 3.889
2.4 ‐0.832 ‐0.725 ‐0.351 0.537 1.262 2.256 3.023 3.800
2.2 ‐0.905 ‐0.752 ‐0.330 0.574 1.284 2.240 2.970 3.705
2.0 ‐0.990 ‐0.777 ‐0.307 0.609 1.302 2.219 2.912 3.605
1.8 ‐1.087 ‐0.799 ‐0.282 0.643 1.318 2.193 2.848 3.499
1.6 ‐1.197 ‐0.817 ‐0.254 0.675 1.329 2.163 2.780 3.388
1.4 ‐1.318 ‐0.832 ‐0.225 0.705 1.337 2.128 2.706 3.271
1.2 ‐1.449 ‐0.844 ‐0.195 0.732 1.340 2.087 2.626 3.149
1.0 ‐1.588 ‐0.852 ‐0.164 0.758 1.340 2.043 2.542 3.022
0.8 ‐1.733 ‐0.856 ‐0.132 0.780 1.336 1.993 2.453 2.891
0.6 ‐1.880 ‐0.857 ‐0.099 0.800 1.328 1.939 2.359 2.755
0.4 ‐2.029 ‐0.855 ‐0.066 0.816 1.317 1.880 2.261 2.615
0.2 ‐2.178 ‐0.850 ‐0.033 0.830 1.301 1.818 2.159 2.472
0 ‐2.326 ‐0.842 0 0.842 1.282 1.751 2.054 2.326
‐0.2 ‐2.472 ‐0.830 0.033 0.850 1.258 1.680 1.945 2.178
‐0.4 ‐2.615 ‐0.816 0.066 0.855 1.231 1.606 1.834 2.029
‐0.6 ‐2.755 ‐0.800 0.099 0.857 1.200 1.528 1.720 1.880
‐0.8 ‐2.891 ‐0.780 0.132 0.856 1.166 1.448 1.606 1.733
‐1.0 ‐3.022 ‐0.758 0.164 0.852 1.128 1.366 1.492 1.588
‐1.2 ‐3.149 ‐0.732 0.195 0.844 1.086 1.282 1.379 1.449
Interval Ulang,tahun
Faktor 1.001 1.2500 2 5 10 25 50 100
Kekerapan
(K) Persen Peluang
99 80 50 20 10 4 2 1
‐1.4 ‐3.271 ‐0.705 0.225 0.832 1.041 1.198 1.270 1.318
‐1.6 ‐3.388 ‐0.675 0.254 0.817 0.994 1.116 1.166 1.197
‐1.8 ‐3.499 ‐0.643 0.282 0.799 0.945 1.035 1.069 1.087
‐2.0 ‐3.605 ‐0.609 0.307 0.777 0.895 0.959 0.980 0.990
‐2.2 ‐3.705 ‐0.574 0.330 0.752 0.844 0.888 0.900 0.905
‐2.4 ‐3.800 ‐0.537 0.351 0.725 0.795 0.823 0.830 0.832
‐2.6 ‐3.889 ‐0.499 0.368 0.696 0.747 0.764 0.768 0.769
‐2.8 ‐3.973 ‐0.460 0.384 0.666 0.702 0.712 0.714 0.714
‐3.0 ‐4.051 ‐0.420 0.396 0.636 0.660 0.666 0.666 0.667

Contoh Perhitungan 3 :
Dengan menggunakan data curah hujan harian maksimum selama 20 tahun yang diperoleh di
tabel 1, analisa frekuensi hujan dengan menggunakan metode Log Pearson Type III.

Penyelesaian :
1) Merangking data curah hujan harian maksimum yang didapat dari tabel 1.
Tabel 9 Merangking data curah hujan harian
maksimum
No Urut CHHMax (Ri)
1 152
2 150
3 130
4 129
5 112
6 92
7 92
8 92
9 90
10 87
11 80
12 79
13 74
14 73
15 71
16 70
17 67
18 58
19 26
20 23
Total 1,747
2) Menghitung logaritma curah hujan maksimum (log Ri) :

logR1  log152  2,182

3) Menghitung harga tengahnya ( log R ) :

log R 
 LogR  38  1,90
n 20
4) LogR1  log R  2.182 1,90  0,281
5)  
LogR1  log R 2  0,281  0,079
2

6) LogR 1 
 log R 3  0,281  0,022
3

7) Sehingga secara tabelaris dengan mengikuti langkah nomor 2) s/d 6) untuk data berikutnya
didapatkan hasilnya sebagai berikut:
Tabel 10 Perhitungan metode Log Pearson III
LogR i 
 log R 2 LogRi  log R 
3
No Urut CHHMax (Ri) Log Ri LogR  log R
i

1 152 2.182 0.281 0.079 0.022


2 150 2.176 0.275 0.076 0.021
3 130 2.114 0.213 0.046 0.010
4 129 2.111 0.210 0.044 0.009
5 112 2.049 0.149 0.022 0.003
6 92 1.964 0.063 0.004 0.000
7 92 1.964 0.063 0.004 0.000
8 92 1.964 0.063 0.004 0.000
9 90 1.954 0.054 0.003 0.000
10 87 1.940 0.039 0.002 0.000
11 80 1.903 0.002 0.000 0.000
12 79 1.898 (0.003) 0.000 0.000
13 74 1.869 (0.031) 0.001 0.000
14 73 1.863 (0.037) 0.001 0.000
15 71 1.851 (0.049) 0.002 0.000
16 70 1.845 (0.056) 0.003 0.000
17 67 1.826 (0.075) 0.006 0.000
18 58 1.763 (0.137) 0.019 -0.003
19 26 1.415 (0.486) 0.236 -0.115
20 23 1.362 (0.539) 0.290 -0.157
Total 1,747 38.0 0.000000 0.841552 -0.208079

8) Menentukan standar deviasi (Sx) :

LogR  LogR
2
i 0,84155
Sx   20 1  0,211
n 1
9) Menghitung koefisien asimetri (Cs) :

C 
n.
 LogR  log

20   0,208  1,305

R3
s n  1n  2Sx 3
19 18  0,21
3

10) Menentukan faktor kekerapan Kf (lihat tabel 6)


Dengan data K = -1,305 dan kala ulang 2
tahun Secara interpolasi didapatkan harga K:
(1,305)  (1,2)
0,195  0,225  0,195 
0,211 (1,4)  (1,2)
Maka untuk kala ulang 2 tahun didapatkan K sebesar 0,211
11) Menentukan hujan rencana kala ulang (Rt) :
LogRt
 LogR  K.Sx
LogR2  1,90  0,211 0,211  1,945
R2
 101,945  88mm
12) Sehingga secara tabelaris dengan mengikuti langkah nomor 3) s/d 11) didapatkan hasilnya
sebagai berikut:
Tabel 11 Menentukan Hujan Rencana Kala Ulang Metode Log Pearson III
Kala ulang Rt
(Tahun) log R K Log Rt (mm)
2 1.90 0.211 1,945 88
5 1.90 0.838 2,077 119
10 1.90 1.062 2,124 133
25 1.90 1.238 2,161 145
50 1.90 1.322 2,179 151
100 1.90 1.380 2,191 155

A.4.3 Resume Hujan Rata-rata Metode Log Pearson III dan Metode Gumbel
Dengan cara yang sama dihitung pula data dari beberapa stasion lainnya,
diupayakan yang berdekatan dengan daerah studi, setidaknya mempunyai sifat
hujan yang sama. Hasil hitungan rata-rata dari beberapa stasion lainnya seperti
tabel berikut. Menghitung hujan rata-rata, dilakukan dengan rata-rata arimatik.
Tabel 12 Resume Hujan Rata-rata Metode Log Pearson III dan Metode Gumbel

Hujan Rencana (mm/hari) dengan kala ulang


Stasion
Metode Analisa
Hujan
2 Thn 5 Thn 10 Thn 25 Thn 50 Thn 100 Thn

Log Pearson III 88 119 133 145 151 155


St. A
Gumbel 82 119 143 174 197 220
Hujan Rencana (mm/hari) dengan kala ulang
Stasion
Metode Analisa
Hujan
2 Thn 5 Thn 10 Thn 25 Thn 50 Thn 100 Thn

Log Pearson III 97 150 194 259 316 381


St. B
Gumbel 104 179 228 291 337 383

Log Pearson III 99 158 205 260 320 395


St. C
Gumbel 110 180 235 300 345 418

Rata-rata (mm/hari) 97 151 190 238 278 325

A.5 MENGANALISA INTENSITAS HUJAN


Rumus menghitung intensitas curah hujan (I) menggunakan hasil analisa
distribusi frekuensi yang sudah dirata-rata, menggunakan rumus Mononobe
sebagai berikut :
Rt⎛ 24 ⎞ 3 2

I  ⎜ ⎟
t
t
24 ⎝ ⎠
dimana : Rt = hujan rencana untuk berbagai kala ulang (mm)
t = waktu konsentrasi (jam), untuk satuan dalam menit, t dikalikan
60. It = intensitas hujan untuk berbagai kala ulang (mm/jam)

Contoh Perhitungan 4 :
Dengan menggunakan hasil rata-rata dari metode Log Pearson III dan metode Gumbel (lihat
tabel 12), analisa intensitas hujan dengan berbagai kala ulang.

Penyelesaian :
1) Dengan interval 2 tahun diperoleh hujan rencana untuk berbagai kala ulang sebesar 97 mm/hari
(lihat tabel 12). Maka untuk waktu t = 10 menit didapatkan intensitas hujan sebesar :
R ⎛ 24 ⎞2 3
I  t ⎜ ⎟
t
t
24 ⎝ ⎠
I t  97 ⎜⎛ 24 ⎟⎞2 3
24 10 60
⎝ ⎠
 111mm / jam
2) Sehingga secara tabelaris dengan mengikuti langkah nomor 1) untuk waktu berikutnya
didapatkan hasilnya sebagai berikut:
Tabel 13 Analisa Intensitas Hujan (mm/jam)
t 97 151 190 238 278 325
(Menit) It 2 Thn It 5 Thn It 10 Thn It 25 Thn It 50 Thn It 100 Thn
10 111 173 217 272 318 372
20 70 109 137 172 200 234
30 53 83 105 131 153 179
40 44 69 86 108 126 148
50 38 59 74 93 109 127
60 34 52 66 83 96 113
70 30 47 59 74 87 102
80 28 43 54 68 80 93
90 26 40 50 63 74 86
100 24 37 47 59 69 80
110 22 35 44 55 64 75
130 20 31 39 49 58 67
150 18 28 36 45 52 61
170 17 26 33 41 48 56
190 16 24 31 38 45 52
210 15 23 29 36 42 49
230 14 21 27 34 39 46
250 13 20 25 32 37 44

3) Dari tabel diatas didapatkan grafik intensitas hujan sebagai berikut :

Gambar 2 Grafik Intensitas Hujan


A.6 ANALISA DEBIT BANJIR
A.6.1 Metode Rasional.
Rumus umum Metode Rasional

Qt  0,278C.I.A
dimana : Qt = Debit banjir (m3/det)
C = Koefisien
pengaliran
I = Intensitas hujan (mm/jam)\
A = Luas Daerah Aliran (km2)
Tabel 14 Koefisien pengaliran (C)

Tipe daerah aliran Keterangan Koefisien C


Perumputan Tanah gemuk 2 – 7 % 0,18 – 0,22
Daerah kota lama 0,75 – 0,95
Busines Daerah pinggran 0,50 – 0,70
Single family 0,3 – 0,5
Terpisah penuh 0,4 – 0,6
Perumahan 0,6 – 0,7
Tertutup/rapat
Apartemen 0,5 – 0,7
Ringan 0,5 – 0,8
Industri
Berat 0,6 – 0,9

Ada beberapa kekurangan dari metode ini adalah :


 Daya tampung daerah penangkapan hujan tidak diperhitungkan
 Hujan diperkirakan merata pada seluruh daerah tangkap hujan
 Hidrograph dari aliran tidak bisa digambarkan
Untuk mengurangi kelemahan tersebut diatas maka metode ini kemudian
dimodifikasi, yang disebut Modifikasi Rasional.

A.6.2 Metode Modifikasi Rasional.


Saluran drainase primer akan dihitung dengan rumus Rasional yang
dimodifikasi. Debit saluran yang akan diperiksa kapasitasnya, dihitung sebagai
berikut :

Qt  0,278C.Cs .I.A
2tc
Cs 
2tc  td

tc  to  td
L
t 
d
V
dimana : Q = Debit banjir rencana (m3/det)
C = Koefisien Pengaliran yang tergantung dari permukaan tanah daerah
perencanaan.
Cs = Koefisien Penyimpangan
I = Intensitas hujan (mm/jam)
A = Luas daerah aliran (catchment area) (Km 2)
tc = Waktu konsentrasi, untuk daerah saluran drainase perkotaan terdiri dari
to dan td
to = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir melalui permukaan tanah ke
saluran terdekat (menit).
td = Waktu yang diperlukan air untuk mengalir didalam saluran ke tempat
yang direncanakan (menit)
Tabel 15 Koefisien pengaliran
Lempung Lempung
Kemiringan Permukaan Tanah Loam berpasir
siltloam padat
0–5% 0,10 0,30 0,40
Hutan kemiringan 5 – 10 % 0,25 0,35 0,50
10 – 30 % 0,30 0,50 0,60
Padang rumput/ 0–5% 0,10 0,30 0,40
semak-semak 5 – 10 % 0,15 0,35 0,55
kemiringan 10 – 30 % 0,20 0,40 0,60
0–5% 0,30 0,50 0,60
Tanah pertanian
5 – 10 % 0,40 0,60 0,70
kemiringan
10 – 30 % 0,50 0,70 0,80

Tabel 16 Koefisien pengaliran


Tipe Daerah Aliran Keterangan Harga C
Tanah pasir, datar 2% 0,05 – 0,10
Tanah pasir, rata-rata 2 – 7% 0,10 – 0,15
Tanah pasir, curam 7% 0,15 – 0,20
Perumputan
Tanah gemuk, datar 0,13 – 0,17
2% 0,18 – 0,22
Tanah gemuk, rata-rata 2 – 7% 0,25 – 0,35
Tanah gemuk, curam 7%
Daerah kota lama 0,75 – 0,95
Business Daerah pinggiran 0,50 – 0,70
Daerah “single family” 0,30 – 0,50
“multi units”, terpisah- 0,40 – 0,60
Perumahan
pisah “multi units”, tertutup 0,60 – 0,75
“suburban”, daerah perumahan apartemen 0,25 – 0,40
Daerah ringan
Industri
Daerah berat
Pertamanan, kuburan 0,10 – 0,25
Tempat bermain 0,20 – 0,35
Halaman kereta api 0,20 – 0,40
Daerah yang tidak
0,10 – 0,30
dikerjakan
Tipe Daerah Aliran Keterangan Harga C
Beraspal 0,70 – 0,95
Jalan Beton 0,80 – 0,95
Batu 0,70 – 0,85
Untuk berjalan dan naik
0,75 – 0,85
kuda
Atap 0,75 – 0,95

Secara matematis harga Q pada modifikasi ini akan lebih kecil dari pada Q
sebelum dimodifikasi. Dari gambar berikut dapat dilihat :

Qp

Waktu (menit)

Gambar 3 Skematik Unit Hidrograph

Bahwa Qp  0,278C..I.A
Setelah dimodifikasi maka bentuk curve diatas akan menjadi sebagai berikut:

Gambar 4 Skematik Unit Hidrograph yang sudah di modifikasi


A.6.3 Waktu Konsentrasi
Waktu konsentrasi adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir dari
titik yang terjauh ke titik yang akan dihitung debitnya. Metode Kirpich merupakan
metode yang biasa digunakan untuk menghitung waktu.

0, 77
t  0,0195 ⎛⎜ L ⎟⎞
⎝S⎠
dimana
:
t = waktu konsentrasi (menit)
L = panjang sungai/saluran dari hulu sampai titik yang diambil debitnya
(m) s = kemiringan daerah saluran/sungai = H / L

Contoh Perhitungan 5 :
Analisa debit banjir saluran drainase hujan periode ulang 10 tahunan pada Contoh
Perhitungan 4 dengan data perencanaan sebagai berikut :
 Luas catchment area (A) = 500 Ha = 5 km2
 Koefisien pengaliran (C) = 0,73
 Waktu awal (t0) = 10 menit
 Waktu konsentrasi (tc) = 70 menit
 Panjang saluran (L) = 5400 m
 Kecepatan rata-rata/velocity (V) = 1,5 m/det
 Hujan rencana kala ulang 10 tahunan (Rt) = 190 mm/hari (lihat tabel12)

Penyelesaian :
1) Waktu pengaliran sepanjang saluran :

td  L
5400  60menit
60  60
V 1,5
2) Waktu konsentrasi :
tc  to  td  10  60  70menit
3) Koefisien penyimpangan :
Cs  2t  2  0,7
70

c

2 t c t d 2  70  60
4) Intensitas hujan:
R ⎛ 24 ⎞2 3
I  t ⎜ ⎟
t
24 ⎝ t ⎠
190 ⎛ 24 ⎞ 2 3
I t  24  ⎜ 70  60⎟
⎝ ⎠
 59mm / jam
5) Debit air yang masuk :
Qin  0,278C  C s  I  A
 0,278  0,73  0,70  59  5
 42m 3 / det

Contoh Perhitungan 6 :
Gunakan data yang diperoleh dari Contoh Perhitungan 5 untuk menghitung volume kolam
retensi dan kapasitas pompa.

PENYELESAIAN :
1) Data yang digunakan :
 Waktu pengaliran sepanjang saluran (td) = 60 menit
 Waktu konsentrasi (tc) = 70 menit
 Hujan rencana kala ulang 10 tahunan (Rt) = 190 mm/hari
 Intensitas hujan (I) = 59 mm/jam
 Debit air yang masuk (Qin) = 42 m3/det
2) Dari data diatas diperoleh hidrograf aliran masuk seperti terlihat pada gambar dibawah ini.

50
3
Qin = 42m /det
40
Q (m3/det)

30

20

10
100

120

140

160

180

200

220

240
20

40

60

80

t (menit)
to td

tc tc + td
Gambar 5 Grafik hidrograph aliran masuk
3) Hitung kumulatif volume aliran masuknya dari grafik hidrograph diatas, hasilnya seperti terlihat
pada tabel berikut :
Tabel 17 Kumulatif aliran masuk Qin dimensi tc

Kumulatif Aliran Rata-rata Kumulatif


Volume
Waktu Masuk Aliran Masuk At Volume 1
(m3)
(menit) (m3/det) (m3/det) (m3)
0 0.00 1200
10 6.00 3.00 1200 3600 3600
20 12.00 9.00 1200 10800 14400
30 18.00 15.00 1200 18000 32400
40 24.00 21.00 1200 25200 57600
50 30.00 27.00 1200 32400 90000
60 36.00 33.00 1200 39600 129600
70 42.00 39.00 1200 46800 176400
80 38.77 40.38 1200 48462 224862
90 35.54 37.15 1200 44585 269446
100 32.31 33.92 1200 40708 310154
110 29.08 30.69 1200 36831 346985
120 25.85 27.46 1200 32954 379938
130 22.62 24.23 1200 29077 409015
140 19.38 21.00 1200 25200 434215
150 16.15 17.77 1200 21323 455538
160 12.92 14.54 1200 17446 472985
170 9.69 11.31 1200 13569 486554
180 6.46 8.08 1200 9692 496246
190 3.23 4.85 1200 5815 502062
200 0.00 1.62 1200 1938 504000
210 0.00 0.00 1200 0 504000
220 0.00 0.00 1200 0 504000
230 0.00 0.00 1200 0 504000
240 0.00 0.00 1200 0 504000
250 0.00 0.00 1200 0 504000
260 0.00 0.00 1200 0 504000

4) Perhitungan Kapasitas Inflow, kritis dengan mencoba (trial & error) model hidrograf kondisi kolam
retensi kritis tc > t
Dicoba : kala ulang 10 tahunan dengan tc = 100 menit € i = 47 mm/jam (lihat tabel intensitas hujan)
Cs 
2t  2  0.76
100

c

2tc  td 2 100 60
Qin '
 0.278C.Cs .i.A
 0.278  0.73  0.76  47  5
 36
m3 / det
5) Untuk hidrograf aliran masuknya dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 6 Grafik hidrograph bila terjadi waktu kri


6) Hitung kumulatif volume aliran masuknya dari grafik hidrograph diatas, hasilnya seperti terlihat pada
tabel berikut :
Tabel 18 Kumulatif volume aliran masuk Qin’ durasi tc
Kumulatif Aliran Rata-rata Kumulatif
Volume
Waktu Masuk Aliran Masuk At 3 Volume 2
(m )
(menit) (m3/det) (m3/det) (m3)
0 0.00 1200
10 6.00 3.00 1200 3600 3600
20 12.00 9.00 1200 10800 14400
30 18.00 15.00 1200 18000 32400
40 24.00 21.00 1200 25200 57600
50 30.00 27.00 1200 32400 90000
60 36.00 33.00 1200 39600 129600
70 36.00 36.00 1200 43200 172800
80 36.00 36.00 1200 43200 216000
90 36.00 36.00 1200 43200 259200
100 36.00 36.00 1200 43200 302400
110 33.75 34.88 1200 41850 344250
120 31.50 32.63 1200 39150 383400
130 29.25 30.38 1200 36450 419850
140 27.00 28.13 1200 33750 453600
150 24.75 25.88 1200 31050 484650
160 22.50 23.63 1200 28350 513000
170 20.25 21.38 1200 25650 538650
180 18.00 19.13 1200 22950 561600
190 15.75 16.88 1200 20250 581850
200 13.50 14.63 1200 17550 599400
210 11.25 12.38 1200 14850 614250
220 9.00 10.13 1200 12150 626400
Kumulatif Aliran Rata-rata Kumulatif
Volume
Waktu Masuk Aliran Masuk At 3 Volume 2
(menit) (m3/det) (m3/det) (m ) (m3)
230 6.75 7.88 1200 9450 635850
240 4.50 5.63 1200 6750 642600
250 2.25 3.38 1200 4050 646650
260 0.00 1.13 1200 1350 648000

7) Tentukan volume kolam retensi dan kapasitas pompanya :


Dicoba dengan menggunakan kapasitas pompa 5 m3/det dan 10 m3/det.
Tabel 19 Analisa volume kolam retensi dan keperluan pompa
Volume Volume
Kumulatif Kumulatif Kumulatif Kolam
Waktu Volume 2 Pompa Retensi
(menit) (m3)
5 m3/det 10 m3/det 5 m3/det 10 m3/det
0 0 0 0 0 0
10 3600 3000 6000 600 -2400
20 14400 6000 12000 8400 2400
30 32400 9000 18000 23400 14400
40 57600 12000 24000 45600 33600
50 90000 15000 30000 75000 60000
60 129600 18000 36000 111600 93600
70 172800 21000 42000 151800 130800
80 216000 24000 48000 192000 168000
90 259200 27000 54000 232200 205200
100 302400 30000 60000 272400 242400
110 344250 33000 66000 311250 278250
120 383400 36000 72000 347400 311400
130 419850 39000 78000 380850 341850
140 453600 42000 84000 411600 369600
150 484650 45000 90000 439650 394650
160 513000 48000 96000 465000 417000
170 538650 51000 102000 487650 436650
180 561600 54000 108000 507600 453600
190 581850 57000 114000 524850 467850
200 599400 60000 120000 539400 479400
210 614250 63000 126000 551250 488250
220 626400 66000 132000 560400 494400
230 635850 69000 138000 566850 497850
240 642600 72000 144000 570600 498600
250 646650 75000 150000 571650 496650
260 648000 78000 156000 570000 492000
8) Hasil Kumulatif dari tabel 16, 17 dan 18 kemudian di plot. Dari gambar tersebut terlihat tidak terjadi
aliran kritis pada daerah studi, aliran tersebut lebih besar dari perencanaan berdasarkan waktu
konsentrasi.

Gambar 7 Grafik kumulatif aliran

9) Dari grafik kumulatif aliran di atas dihasilkan volume kolam retensi sebagai berikut :
 Kapasitas pompa 5 m3/detik, maka volume kolam retensinya didapat 571650 m3
 Kapasitas pompa 10 m3/detik, maka volume kolam retensinya didapat 498600 m3
A.7 ANALISA DIMENSI SALURAN
A.7.1 Penampang basah yang paling ekonomis untuk menampung debit
maksimum (Ae).
1. Saluran Bentuk Trapesium

h 1

Gambar 8 Saluran bentuk trapesium


Rumus yang digunakan :
Ae  (b 


m.h)h P  b1  m 2 
2h
Ae
R
P
Dimana :
B = lebar saluran (m)
h = dalamnya air (m)
m = perbandingan kemiringan talud
R = jari – jari hidrolis (m)
P = Keliling basah saluran (m)
Ae = Luas Penampang basah (m2)
2. Saluran Bentuk Segi Empat
Rumus yang digunakan :
Ae  b.h
Ae
R
P
P  b  2h
h

Gambar 9 Saluran bentuk segiempat


Dimana :
B = lebar saluran (m)
h = dalamnya air ( m )
R = jari – jari hidrolis ( m )
P = Keliling basah saluran (m)
Ae = Luas Penampang basah (m2)

A.7.2 Penampang basah berdasarkan debit air (Q) dan kecepatan (V)
Dimensi saluran diperhitungkan dengan rumus Manning sebagai berikut :
Q  V .A
1
V  R 2 / 3 i 1 / 2
n
Dimana : Q : Debit air di saluran (m3/det)
V : Kecepatan air dalam saluran
(m/det) n : Koefisien kekasaran dinding.
R : Jari-jari hidraulik (meter)
i : Kemiringan dasar saluran
A : Luas penampang basah (m2)
Tabel 20 Koefisien kekasaran dinding (n)

Tipe saluran n
Lapisan beton 0,017 – 0,029
Pasangan batukali diplester 0,020 – 0,025
Saluran dari alam 0,025 – 0,045
A.7.3 Kemiringan Talud.
1. Kemiringan Talud Saluran Tanah.
Kemiringan talud disesuaikan dengan karakteristik tanah setempat yang
pada umumnya berkisar antara 1 : 1,5 s/d 1 : 4.
Tabel 21 Kemiringan Talud Bahan dari Tanah
Kemiringan Talud
Bahan Tanah
(m = H/V)
Batu 0,25
Lempung kenyal, geluh 1 -2
Lempung pasir, tanah kohesi f 1,5 - 2,5
Pasir lanauan 2 -5
Gambut kenyal 1 -2
Gambut lunak 3 -4
Tanah dipadatkan dengan baik 1 - 1,5

2. Kemiringan Talud Saluran Pasangan.


Tabel 22 Kemiringan Talud Bahan dari Pasangan

Tinggi Air m
h < 0,40 m 0 (dinding tegak vertikal)
0,75 > h > 0,40 m 0,25 - 0,5
H > 0,75 m 0,50 - 1,0

A.7.4 Tinggi Jagaan (F).


Tinggi jagaan minimum untuk saluran dengan pasangan direncanakan =
0,50m. Untuk saluran tanpa pasangan dengan debit tinggi jagaan sebagai berikut :
Tabel 23 Tinggi jagaan

Q F (m) Polder (m)


Q < 5 m3/det 0,20 – 0,30 0,75 – 1,00
10 m /det > Q > 5 m3/det
3
0,30 – 0,50 1,00 – 1,25
Q > 10 m3/det 0,70 – 1,00 1,25 – 1,50
A.7.5 Kemiringan Tanah
Kemiringan tanah di tempat dibuatnya fasilitas saluran drainase ditentukan
dari hasil pengukuran di lapangan, dihitung dengan rumus :

t1  t2 x100 %
i L
Keterangan
:
t1 = tinggi tanah di bagian tertinggi ( m )
t2 = tinggi tanah di bagian terendah ( m
)

Gambar 10 Kemiringan tanah

Tabel 24 Harga n untuk rumus Manning


Baik
No Tipe Saluran sekali Baik Sedang Jelek

SALURAN BUATAN

1 saluran tanah, lurus teratur 0.017 0.02 0.023 0.025

2 saluran tanah yang dibuat dengan excavator 0.023 0.028 0.03 0.04

3 saluran pada dinding batuan, lurus, teratur 0.02 0.03 0.033 0.035
saluran pada dinding batuan, tidak lurus, tidak
4 0.035 0.04 0.045 0.045
teratur
saluran batuan yang diledakkan, ada tumbuh-
5 tumbuhan 0.025 0.03 0.035 0.04

6 dasar saluran dari tanah, sisi saluran berbatu 0.028 0.03 0.033 0.035

7 saluran lengkung, dengan kecepatan aliran rendah 0.02 0.025 0.028 0.03

SALURAN ALAM

8 Bersih, lurus tidak berpasir, tidak berlubang 0.025 0.028 0.03 0.033

9 seperti no.8, tetapi tidak ada timbunan atau kerikil 0.03 0.033 0.035 0.04

10 Melengkung bersih, berlubang dan berdinding pasir 0.033 0.035 0.04 0.045
Baik
No Tipe Saluran Baik Sedang Jelek
sekali
11 seperti no.10, dangkal tidak teratur 0.04 0.045 0.05 0.055

12 seperti no.10, berbatu dan ada tumbuh-tumbuhan 0.035 0.04 0.045 0.05

13 seperti no.10, sebagian berbatu 0.045 0.05 0.055 0.06


aliran pelan, banyak tumbuh-tumbuhan dan
14 0.05 0.06 0.07 0.08
berlubang
15 banyak tumbuh-tumbuhan 0.075 0.1 0.125 0.15

SALURAN BUATAN,BETON, ATAU BATU KALI

16 saluran pasangan batu, tanpa penyelesaian 0.025 0.03 0.033 0.035

17 seperti no 16, tapi dengan penyelesaian 0.017 0.02 0.025 0.03

18 saluran beton 0.014 0.016 0.019 0.021

19 saluran beton halus dan rata 0.01 0.011 0.012 0.013

20 saluran beton pracetak dengan acuan baja 0.013 0.014 0.014 0.015

21 saluran beton pracetak dengan acuan kayu 0.015 0.016 0.016 0.018

Contoh Perhitungan 7 :
Analisa dimensi saluran trapesium dengan menggunakan data perencanaan sebagai berikut :
 Debit air yang masuk (Qin) = 42 m3/det (diambil dari contoh perhitungan 5)
 Lebar saluran (b) =5m
 Dalamnya air (h) = 1,9 m
 Perbandingan kemiringan talud (m) = 1,5
 Kemiringan saluran yang diijinkan (i) = 0,0025
 Koefisien kekasaran Manning (n) = 0,020

Gambar 11 Kemiringan tanah


Penyelesaian :
1) Luas penampang basah saluran :

Ae  (b  m.h)h
 5,0  1,5x1,9x1,9
 14,92m2
2) Keliling basah saluran :

P  b  2h 1  m2  

 5  2(1,9)1  1,52 
 11,9m
3) Jari-jari hidrolis :
Ae
R
P
14,92
 11,9
 1,26m
4) Kecepatan aliran :
1
V  R 2 / 3 i 1 / 2
n
1
 0 ,020 1, 26 2 / 3 0 , 1 / 2
0025
 2 ,91 m / det

5) Debit air yang keluar :


Qout  V .A
 2,9114,92
 43,47m3 / det
6) Check :
Q
Rem  Q in
out

42
 43,47
 0,97 (OK )

Anda mungkin juga menyukai