ICS 93.160
SNI 03-1724-1989
Kita semua menyadari dan mengetahui, betapa pesatnya ilmu pengetahuan berkembang dan
betapa cepatnya teknologi konstruksi melaju.
Kitapun bersepakat bahwa kasus demikian memerlukan tindak lanjut dengan upaya
penyesuaian standar-standar konstruksi bangunan yang berlaku di seluruh Indonesia. Dengan
demikian, maka akan terwujudlah pembinaan Dunia Usaha Jasa Konstruksi Indonesia.
Dalam hubungan itu maka Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum ingin membantu
menyebar luaskan buku-buku SKBI ( Standar Konstruksi Bangunan Indonesia ), yang telah
disahkan dengan Keputusan Menteri Pekerjaan Umum 378/KPTS/1987.
Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum dengan ini menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Badan Penelitian dan Pengembangan P.U./Ketua Pantap SKBI, yang dengan Surat no.
UM 0101-KL/222, 3 - Oktober 1987 telah memberi izin kepada Yayasan Badan Penerbit P.U.
untuk menerbitkan serta menyebarluaskan buku-buku SKBI tersebut.
Semoga usaha Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum menyebarluaskan buku-buku SKBI
ini dapat diambil kegunaannya oleh khalayak ramai, terutama bagi mereka yang berkepentingan.
Jakarta : 7 - Oktober 1987
Penerbit,
SNI 03-1724-1989
Kata pengantar
iii
SNI 03-1724-1989
REPUBLIK INDONESIA
MENTERI PEKERJAAN UMUM
KEPUTUSAN MENTERI PEKERJAAN UMUM
NOMOR : 378/KPTS/1987
TENTANG
PENGESAHAN 33 STANDAR KONSTRUKSI
BANGUNAN INDONESIA
Menteri Pekerjaan Umum Menimbang : bahwa pads hakekatnya Standar
Konstruksi Bangunan memuat ketentuan-ketentuan teknis konstruksi yang dibakukan dan disusun
berdasarkan konsensus semua pihak dengan memperhatikan syarat-syarat kesehatan,
keselamatan, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berdasarkan pengalaman
perkembangan masa kini dan masa yang akan datang untuk memperoleh manfaat yang
sebesar-besamya bagi kepentingan umum; a. bahwa kepesatan perkembangan ilmu pengetahuan
dan kemajuan teknologi konstruksi,
perlu ditindak lanjuti dengan upaya penyesuaian standar-standar konstruksi bangunan yang
berlaku di Indonesia sebagai salah satu wujud pembinaan Dunia Usaha Jasa Konstruksi;
b. bahwa untuk terlaksana maksud tersebut di atas, perlu adanya Keputusan Menteri Pekedaan
Umum mengenai pengesahan Standar Konstruksi Bangunan Indonesia (SKBI) yang dapat
memedomani unsur aparatur Departemen Pekerjaan Umum dan unsur masyarakat yang
berkepentingan dengan proses perencanaan dan pelaksanaan konstruksi.
Mengingat : 1. Keputusan Presiden RI No. 44 Tahun
1974; 2. Keputusan Presiden RI No. 45/M Tahun
1983; 3. Keputusan Presiden RI No. 15 Tahun 1984; 4.
Keputusan Presiden RI No. 20 Tahun 1984; 5.
Keputusan Menteri PU No. 211/KPTS/1984; 6.
Keputusan Menteri PU No. 217/KPTS/1986;
MEMUTUSKAN: Menetapkan : KEPUTUSAN MENTERI
PEKERJAAN UMUM TENTANG PENGESAHAN 33 STANDAR KONSTRUKSI BANGUNAN
INDONESIA. KE SATU : Mengesahkan 33 Standar Konstruksi Bangunan Indonesia yang
selanjutnya disingkat SKBI berupa buku sebagaimana tercantum dalam daftar lampiran Keputusan
iv
Menteri ini dan merupakan bagian tak terpisahkan dari Ketetapan ini. KE DUA : Buku SKBI
berlaku bagi unsur aparatur pemerintah bidang pekerjaan umum untuk digunakan dalam perjanjian
kerja antar pihak-pihak yang bersangkutan dengan bidang konstruksi, sampai ditetapkannya
Standar Nasional Indonesia Bidang Konstruksi. KE TIGA : Buku SKBI disusun berdasarkan
matriks hubungan antara Jenis Buku dan Urutan Tahap Pelaksanaan, Yaitu : a. Jenis Buku, terdiri
dari : 1. Pedoman; 2. Petunjuk; 3. Panduan; 4. Spesifikasi Produk; b. Urutan Tahap Pelaksanaan
merupakan urutan proses konstruksi, terdiri dari : 1. Perencanaan meliputi kegiatan : 1.1. survai
(S ); 1.2. investasi ( I ) ; 1.3. desain ( D ) ; 2. Konstruksi (K ); 3. Eksploatasi / Operasi ( O ); 4.
Pemeliharaan (P ); KE EMPAT: Menugaskan kepada Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Pekerjaan Umum, untuk : a. menyebar luaskan Buku SKBI; b. mengawasi
penerapan SKBI; c. menampung saran penyempumaan SKBI. KE LIMA Keputusan ini berlaku
sejak tanggal ditetapkan, dengan ketentuan bahwa segala
sesuatunya akan diadakan perbaikan jika ada kesalahan-kesalahan dan disesuaikan
sebagaimana mestinya.
TEMBUSAN Keputusan ini disampaikan kepada Yth. : 1. Sdr. Para Menteri Negara Kabinet
Pembangunan IV; 2. Sdr. Ketua Dewan Standarisasi Nasional; 3. Sdr. Ketua Lembaga Ilmu
Pengetahuan Indonesia; 4. Distribusi A dan B Departemen Pekerjaan Umum; 5. Sdr. Kepala
Kantor Wilayah Dep. PU seluruh Indonesia; 6. Sdr. Kepala Dinas PU Propinsi seluruh Indonesia;
7. Arsip.
SNI 03-1724-1989
SNI 03-1724-1989
v
i
: 626.12S( 083.7 )
N
PEDOMAN
PERENCANAAN
I
HIDROLOGI DAN HIDRAULIK
UNTUK BANGUNAN
DI SUNGAI
0
vii
S
K
B
I
1
.
3
.
1
0
.
1
9
8
7
U
D
C
3
1
7
2
4
Lampiran nomor
2 Keputusan
Menteri Pekerjaan
Umum
1
Nomor 378/KPTS/1987
9
8 Agustus 1987
Tanggal 31
9
SNI 03-1724-1989
Bab 1 pendahuluan
1 dari 28
SNI 03-1724-1989
sudetan, banjir kanal, pengarah arus (krib), tanggul banjir; dan pelimpah banjir, bangunan
pengatur sedimen, pem--bagi banjir, tanggul penutup, dan bangunan retensi banjir serta
bangunan pengendali pasang dan air asin. 5.3 Bangunan silang terdiri atas (i). bangunan lintas
atas sungai : jembatan, talang, pipa hisap, dan bangunan pipa lainnya, dan (ii). bangunan lintas
bawah sungai : sifon, goronggorong, dan bangunan pipa lainnya. Penjelasan dan latar belakang
lebih teknis dari pedoman ini akan diuraikan lebih terinci dalam beberapa Buku Petunjuk yang
akan diterbitkan sesudah pedoman ini.
(6) Bangunan pemanfaatan sungai seperti : bendungan, prasarana pompa, bangunan navigasi
dan alur pengerukan (normalisasi), dan bangunan konservasi sungai seperti : pelimpah banjir,
bangunan pengatur sedimen, penibagi banjir, tanggul penutup dan bangunan retensi banjir serta
bangunan pengendali pasang dan air asin, akan diatur dalam standar tersendiri.
Pasal 3 Pengertian (1) Aliran adalah gerak air yang dinyatakan dengan gejala dan parameter.
(2) Bangunan di
sungai adalah bangunan sungai dan bangunan silang. Bangunan sungai adalah bangunan yang
berfungsi untuk perlindungan, pengendalian, penggunaan, dan pengembangan lainnya. Untuk
selanjutnya bangunan di sungai dalam pedoman ini disebut bangunan. (3) Bentuk bangunan
adalah tipe dan ukuran bangunan, bagian atau komponen bangunan. (4) Daerah Pengaliran
Sungai (disingkat DPS) adalah suatu kesatuan wilayah tata-air yang
terbentuk secara alamiah di maim air meresap dan atau mengalir (dalam suatu sistem
pengaliran) melalui lahan, anak sungai dan sungai induknya; dan DPS dibatasi tidak termasuk
daerah laut.
(5) Debit adalah jumlah/volume air yang mengalir melewati suatu penampang melintang saluran,
sungai atau jalur air yang lain per satuan waktu.
(6) Desain adalah perencanaan teknik. (7) Hidraulik adalah segala sifat yang berhubungan
dengan aliran. (8) Hidraulika adalah ilmu yang mempelajari aliran dan material yang dibawanya,
serta sifat
air yang diam. (9) Hidrograf debit adalah gambaran perubahan debit sungai dalam kaitannya
dari waktu ke
waktu di suatu tempat. (I0) Hidrograf muka air adalah gambaran perubahan muka air sungai
dalam kaitannya dari
waktu ke waktu di suatu tempat. (11) Hidrologi adalah ilmu yang mempelajari sistem kejadian
air di atas, pada permukaan,
dan di dalam tanah. Hidrologi dalam pedoman ini terbatas pada hidrologi rekayasa. (12)
Muatan adalah sedimen yang terangkut aliran, meliputi muatan layang dan muatan
dasar. (13) Pemilik bangunan adalah instansi Pemerintah, badan hukum , badan usaha,
organisasi,
atau perorangan yang mempunyai hak milik yang sah menurut
peraturanperundangundangan atas bangunan.
2 dari 28
(14)Perencanaan adalah kegiatan yang mencakup survei, penyelidikan, dan desain. (15)Sungai
adalah : 15.1 Wadah atau penampung dan penyalur alamiah dari aliran air dengan segala yang
terbawa dari DPS ke tempat yang lebih rendah dan berakhir di laut; atau 15.2 Sistem pengaliran
air mulai dari mata air sampai muara dengan dibatasi kanan kirinya serta sepanjang pengalirannya
oleh daerah sempadan.
Bab 2 sifat daerah pengaliran sungai
Pasal 4 Pengertian (1) Yang dimaksud dengan DPS adalah sesuai dengan ayat (4) pasal 3;
tetapi DPS dalam
kaitannya dengan studi dan atau analisis hidrologi untuk mendesain sesuatu bangunan
dibatasi mulai dari tempat bangunan yang bersangkutan ke hulu.
(2) Dalam mendesain bangunan, karakteristik DPS harus dipelajari sesuai dengan ketentuan yang
diatur dalam bab ini.
(3) Karakteristik DPS seperti yang dimaksud pada ayat (2) pasal ini mcliputi keadaan topografi,
vegetasi dan pengolahan lahan, dan karakteristik geoteknik dan fisik tanah.
Pasal 5 Keadaan Topografi (1) Keadaan topografi akan mempengaruhi bentuk dan ukuran
(luas) suatu DPS; dan
selanjutnya bentuk dan luas DPS akan memberi gambaran jenis/ bentuk hidrograf debit dan
muka air sungai bersangkutan.
(2) Dalam mendesain bengunan, batas DPS digambarkan herdasarkan pets topografi atau peta
ortofoto dengan skala minimal 1 : 100.000.
Pasal 6 Penutup Lahan (1) Keadaan penutup laha lazimnya ditinjau dari keadaan vegetasi
dan pengolahan lahan
(antara lain terasering) yang mempunyai pengaruh do:ninan terhadap laju erosi dan sedimentasi.
(2) Tanah yang bervegetasi baik mempunyai potensi : 2.1 mengurangi kecepatan aliran
permukaan, 2.2 meningkatkan daya infiltrasi, 2.3 melindungi tanah, menyerap dan menahan air,
serta mengendapkan partikel tanah yang terangkut, dan 2.4 memperkecil erosi. (3) Vegetasi dan
pengolahan lahan merupakan salah satu faktor erosi. Nilainya dapat
diperkirakan berdasarkan data dan harus disetujui oleh instansi yang mempunyai wewenang
dan tanggung jawab pembinaan atas sungai.
(4) Dalam menetapkan nilai pengaruh penutup lahan untuk mendesain bangunan tertentu perlu
mempelajari distribusi dan luas masing-masing satuan vegetasi dan atau mempelajari peta
pengolahan lahan.
SNI 03-1724-1989
3 dari 28
SNI 03-1724-1989
SNI 03-1724-1989
SNI 03-1724-1989
sungai.
Pasal 12 Pengukuran Debit Secara Langsung (1) Pengukuran debit secara langsung yang
paling lazim adalah menggunakan alat ukur
arus. (2) Pengukuran debit sungai tidak mungkin dilaksanakan setiap saat secara terus
menerus.
Oleh karena itu agar dapat diperoleh gambaran perubahan yang menerus, maka harus
dilakukan :
2.1 pemantauan berlanjut tentang perubahan muka air sungai dengan memasang alat duga
otomatis atau yang biasa; tetapi yang bekerja otomatis lebih disarankan. 2.2 pembuatan lengkung
debit sungai yang harus : (1) mencakup keadaan debit kecil hingga debit besar, sehingga perlu
mempertimbangkan
geometri dan pola arus sungai, dan (ii) selalu dimutakhirkan untuk menyesuaikan dengan
perubahan geometri dan pola arus sungai.
2.3 pembuatan ludrograf debit sungai yang dapat ditentukan berdasarkan basil pekerjaan tersebut
pada sub ayat 2.1 dan 2.2 ayat (2) pasal ini. (3) Agar pengukuran seperti tersebut pada ayat (1)
pasal ini memberi basil yang mantap
dan dapat diandalkan, maka dalam melaksanakan pengukuran hendaknya memperbatikan
faktor, antara lain :
3.1 tempat pengukuran, 3.2 alat yang dipergunakan,
3.3 cara pengukuran, 3.4 tenaga pengukur, dan 3.5
lama pengukuran. (4) Metoda lain :
Selain menggunakan alat ukur arus, pengukuran debit secara langsung dapat juga
dilaksanakan dengan menggunakan :
4.1 pelampung, 4.2 zat warna, 4.3 cara
volumetrik, 4.4 teknik ultra sonik, dan
lain-lain.
Pasal 13 Pengukuran Debit Secara Tidak Langsung (1) Pengukuran debit secara tidak
langsung sexing kali diperlukan, dan hanya boleh
dilaksanakan apabila ditemui salah satu atau beberapa masalah/ kondisi berikut : 1.1
Pengukuran debit secara langsung berbahaya bagi keselamatan petugas dan peralatan yang
digunakan. 1.2 Sifat perubahan debit banjir relatif singkat waktunya dan saat kejadiannya sulit
diramalkan. 1.3 Selama suatu pengukuran dilakukan, kadang-kadang banjir tidak terjadi sehingga
diperlukan cara lain untuk memperkirakan debit banjir tersebut.
6 dari 28
4 Kadang-kadang pengukuran debit banjir untuk beberapa tempat sulit dilaksanakan pada saat
yang bersamaan, pada hal datanya sangat diperlukan. (2) Pengukuran debit secara tidak
langsung seperti yang dimaksud pada ayat (1) pasal ini dapat dilakukan dengan menggunakan :
2.1 Cara luas kemiringan memerlukan kegiatan : (i) pengukuran tanda bekas banjir untuk
menentukan kemiringan muka air banjir, (ii) pengukuran penampang melintang dan memanjang
sungai, dan (iii)memperkirakan kekasaran hidraulik sungai. 2.2 Cara ambang (i) ambang buatan
(antara lain : bendung, pengendali dan pelindung dasar sungai), (ii) ambang alam yang tetap. Bila
data telah tersedia selanjutnya debit dapat dihitung dengan rumus hidraulik.
Pasal 14 Penentuan Debit Secara Analisis
(1) Penentuan debit sungai secara analisis dari data hujan di DPS dapat dilakukan dengan
menggunakan metoda statistik dan atau matematik. Metoda yang lazim dipergunakan adala
1.1 metoda rasional, 1.2 metoda empiris, dan 1.3 model matematik. Metoda ini hanya boleh
dipergunakan apabila data yang diperoleh dengan pengukuran secara langsung seperti tersebut
pada pasal 12 tidak cukup memadai, baik secara kualitatif maupun kuantitatif. (2) Pemilihan
metoda tersebut pada ayat (1) pasal ini harus sesuai dengan karakteristik DPS
yang ditinjau, data yang tersedia, dan harus disetujui bersama oleh pihak pemilik, pendesain,
dan instansi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab pembinaan atas sungai.
Pasal 15 Kala Ulang dan Debit Banjir Desain (1)
Pengertian
Kala ulang debit/curah hujan adalah suatu kurun waktu berulang di mans debit/curah hujan
yang terjadi dilampaui atau disamai oleh debit banjir/ curah hujan desain.
(2) Cara Perhitungan Statistik 2.1 Hubungan antara kala ulang atau frekuensi dengan suatu
besaran kejadian dalam hal ini debit atau curah hujan - pada umumnya dapat dihitung
dengan cara statistik yang sesuai dengan sifat spesilIk data tersedia. 2.2 Apabila analisis
frekuensi debit atau curah hujan menggunakan metoda: (i) distribusi Gumbel, atau (ii) distribusi
log Pearson tipe III, maka paling sedikit harus menggunakan data sepanjang 10 tahun yang
berurutan.
SNI 03-1724-1989
7 dari 28
SNI 03-1724-1989
memperhatikan pengaruh pah dan pemanfaatan lahan pada bantaran sungai. (2) Hidrografi, yang
merupakan luaran hidrologi di dalam DPS dengan gejalanya ran kecil dan besar, mempunyai
parameter untuk kebutuhan desain berikut : 2.1 Parameter aliran besar/banjir yang meliputi :
1) debit puncak, 2) jangka waktu tercapainya puncak aliran, 3)
kecepatan naik dan turunnya aliran, volume aliran/banjir, dan 4)
tinggi muka air.
2.2 aliran kecil atau sedang perlu dipertimbangkan dalam hal pengaruhnya terhadap geometri
sungai, serta ketersediaan air untuk rencana pemanfaatan dan operasinya. (3) Hidraulika yang
berkaitan dengan perubahan morfologi sungai (Hidraulika periksa pasal 19). (4) Angkutan muatan
dan hal lain yang terkait dengan gejala dan parameternya limensi ruang dan waktu. Gejala
angkutan muatan yang biasa diintara lain : 4.1 Angkutan muatan berupa muatan dasar, dan
muatan layang, dengan rameter : jenis material, diameter butir, dan volume atau berat per tuan
waktu. Rumus angkutan muatan yang ada dan biasa digunakan antara lain : Byer Peter dan
Muller, Engelund Hansen, Einstein, Einstein own, merupakan rumus empiris. Karena itu
disarankan agar dilakukan kalibrasi terlebih dahulu sebelum digunakan. 4.2 Degradasi/penurunan
dasar alur dan/atau palung sungai, dengan parameter : panjang, lebar, dan dalam. 4.3
Agradiasi/sedimentasi dengan parameter : panjang, lebar, dan tinggi/ tebal. 4.4 Penerusan lokal
sebagai akibat gangguan terhadap aliran sungai oleh struktur alam/battan dengan parameter :
panjang, lebar, dan dalam, serta tempatnya. 4.5 Penggerowongan tebing akibat aliran helikoidal
atau spiral dan atau pusaran air, yang dapat mengakibatkan longsoran tebing. Parameternya
meliputi : panjang, lebar, dan dalam. 4.6 Meander, yaitu gejala berliku-likunya sungai di daerah
yang memanjang. Parameternya : panjang, lebar, dalam, dan denah. 4.7 Berjalin, yaitu kombinasi
gejala meander dun pengendapan setempat yang banyak jumlahnya. Parameternya : panjang,
lebar, dalam, dan denah : besarannya umumnya lebih panjang Hari pada meander. 4.8 Benturan
dan abrasi oleh material keras yang terangkut aliran terhadap struktur bangunan, tebing, dan dasar
sungai. Parameter yang diperlukan tercakup dalam ayat (5) pasal Mi. 4.9 Penghanyutan material
oleh rembesan (gejala erosi buluh) pada tebing kiri dan kanan sungai di mans parameter yang
diperlukan tercakup dalam ayat (5) pasal ini. 4.10 Angkutan material lain berupa biotic, abiotis, dan
bahan kimia. (5) Geoteknik, yang memberikan informasi tentang keadaan batuan dalam kaitannya
dengan
potensi angkutan muatan, dan gerakan tanah di alur, palung, tebing sungai, dan di DPS.
Parameter yang penting adalah jenis, gradasi butir, kekerasan, kepadatan, homogenitas,
perlapisan dan atau struktur material pembentuk sungai, serta sifat rekuyasanya.
SNI 03-1724-1989
9 dari 28
SNI 03-1724-1989
(6) Faktor lain 6.1 Tempat dan jenis/tipe semua bangunan dan bangunan umum lainng
mempengaruhi
morfologi sungai. 6.2 Pengaruh lingkungan yang dapat mengubah morfologi sungai, antara lain :
penambangan bahan galian golongan C, pekeijaan pengerukan, perbaikan alur sungai, dan
transportasi sungai.
6.3 Pengaruh kelautan antara lain kegaraman, sedimentasi dan erosi akibat gelombang, arus, dan
pasang surut.
Bab 6 hidraulika sungai dan hidraulika bangunan Pasal 19 hidraulika sungai Air di sungai
dapat menunjukkan gejala diam dan mengalir (turbulen dan laminer, menjeram,
air loncat, pusaran dan sebagainya). Parameternya dalam dimensi ruang dan waktu, antara lain :
(1) Debit, tinggi air, dan kecepatan aliran, yang ditentukan berdasarkan ketentuan dalam pasal 11,
12, 13, 14, dan 15; serta
(2) Tekanan, gaya seret, dan arah aliran, seperti ditentukan berdasarkan ketentuan dalam pasal
18.
Pasal 20 Hidraulika Bangunan (1) Dalam penentuan bentuk hidraulik yang aman bagi
bangunan dan atau bagianbagiannya, harus memperhitungkan perubahan morfologi sungai dan sifat hidrauliknya (pasal
18).
(2) Sifat hidraulik bangunan tercermin dalam rumus-rumus yang menyatakan hubungan antara
gejala dan parameter aliran.
(3) Rumus yang dimaksudkan seperti tersebut dalam ayat (2) pasal ini, antara lain : rumus tentang
kapasitas peluapan, peredanian enersi, pcnggcrusau lokal, perkolasi, lengkung hidrograf,
pengendalian muatan, penjalaran gelombang, kavitasi. Rumu's. tersebut di atas dapat ditentukan
secara teoritis dan empiris.
(4) Koefisien dalam rumus desain hidraulik, harus ditetapkan sesuai dengan bentuk bangunan dan
unsur morfologi sungai. Koefisien ini dapat dipe;oleh dad basil analisis model matematik, dan atau
penyelidikan/pengujian di laboratorium dan atau di lapangan, dan atau dengan
membandingkan/mengambil dari pustaka yang umum dipakai.
Bab 7 tempat bangunan
Pasal 21 Tempat Bangunan Yang Baik (I) Tempat bangunan yang baik adalah yang
menguntungkan ditinjau dari segi teknik dan
non teknik (antara lain : ekonomi dan Iingkwigan). (2) Tempat bangunan lazimnya harus
dipilih berdasarkan studi perbandingan atas beberapa
10 dari 28
SNI 03-1724-1989
11 dari 28
SNI 03-1724-1989
SNI 03-1724-1989
13 dari 28
SNI 03-1724-1989
Bagian bangunan dan atau komponennya harus didesain cukup stabil terhadap tekanan air
dan tekanan sedimennya, serta terhadap getaran akibat gerak air antara lain di : pintu,
terjunan yang tinggi. Dalam hal ini keamanan bagian bangunan dan atau komponennya dapat
dicapai dengan memperbesar dimensi (tebal)-nya.
3.3 Keamanan Struktural, yaitu keamanan yang berkaitan dengan kekuatan dan kestabilan
struktural secara parsial maupun menyeluruh, untuk bangunan bawah (fondasi) dan bangunan
atas.
3.4 Keamanan fungsional, yaitu keamanan terhadap gangguan angkutan muatan dan benda
padat lain :
Bila sungai membawa muatan dan atau benda padat lainnya, maka bangunan harus didesain agar
babas dari gangguannya, sehingga tetap dapat berfungsi baik. Masalah ini dapat diperkecil
dengan mengusahakan :
(i) mengendalikan pola arus sehingga muatan dan atau benda padat lainnya yang terangkut aliran
tidak mengganggu fungsi bangunan.
(ii) penempatan yang tepat bagi bangunan pengambilan dan bangunan pelengkapnya : bangunan
bilas, bangunan pengambilan bawah, kantong lumpur, saringan.
(iii) mengalihkan dan atau membagi angkutan muatan dan benda padat lainnya. Untuk
selanjutnya ayat (4) dalam pasal ini, dan pasal 25 hingga pasal 34 hanya memuat
ketentuan keamanan yang menyangkut sub ayat 3.2 dan sub ayat 3.4 ayat (3), sedangkan
ketentuan yang menyangkut sub ayat 3.3 (keamanan struktural) akan diatur dalam standar
tersendiri.
(4) Dimensi Hidraulik 4.1 Panjang mercu dan bukaan pintu Panjang mercu bendung pada
bendung tetap atau panjang bukaan pintu pada bendung
gerak harus diperhitungkan terhadap : (i) kemampuan melewatkan debit banjir desain dengan
tinggi jagaan cukup, sehingga setiap
bagian bangunan aman terhadap kerusakan berat, seperti yang disebutkan dalam butir (i) sub
ayat 3.2 ayat (3) pasal ini.
(ii) batasan tinggi muka air genangan pada debit banjir desain mengingat pengaruhnya terhadap :
keamanan lingkungan, dan dimensi bagian bangunan lain seperti : tanggul banjir, peredam enersi.
4.2 Tinggi mercu dan tinggi empangan Tinggi mercu bendung tetap atau tinggi muka air normal
atau tinggi empangan pada
bendung gerak harus ditetapkan dengan mempertimbangkan : (i) kebutuhan penyadapan, (ii)
kebutuhan pembilasan, balk di bangunan pembilas dan atau kantong lumpur (bila ada), (iii) tinggi
muka air genangan yang akan terjadi di udik bangunan pada debit banjir desain
(periksa juga butir (ii) sub ayat 4.1 ayat (4) pasal ini). (iv) kesempurnaan aliran lewat mercu
bendung. 4.3 Bentuk mercu bendung tetap dan bentuk ambang bendung gerak Mercu atau
ambang dapat berbentuk bulat (dengan satu atau dua radius) atau ambang
lebar, dan harus ditentukan dengan mempertimbangkan faktor-faktor : macam dan
14 dari 28
parameter aliran (lihat pasal 19), debit desain untuk kapasitas pelimpahan (butir (i) sub ayat 3.2
ayat (3) pasal ini), dan kemungkinan kavitasi. 4.4 Tubuh bendung Tubuh bendung dapat didesain
tegak atau miring, dengan memperhatikan faktor : parameter aliran (pasal 19), koefisien pengaliran
mercu pada debit desain (butir (i) sub ayat 3.2 ayat (3) pasal ini), benturan oleh muatan dan batu,
kemungkinan kavitasi, tipe peredam enersi, rembesan, dan stabilitas struktural. 4.5 Peredam
energi (i) Peredam energi dapat dipilih dengan bentuk: lantai dengan/tanpa pelengkapnya (antara
lain : blok luncur, blok lantai, ambang hilir), kolam cekung (antara lain : solid, slotted,
tenggelam/roller bucket, ski jump), bertangga, berganda, dan lulus air.
(ii) Dimensi peredam energi harus diperhitungkan terhadap: tinggi terjunan, gerusan lokal dan
degradasi dasar sungai (butir (ii) sub ayat 3.2 ayat (3) pasal ini), benturan dan abrasi oleh muatan
dan benda padat lainnya (butir (iv) sub ayat 3.2 ayat (3) pasal ini), rembesan, dan debit desain
untuk bagian bangunan peredam energi.
4.6 Tembok sayap hilir Bentuk tmbok sayap harus ditentukan dengan memperhatikan: bentuk
bangunan peredam energi, geometri sungai di hilir dan sekitarnya, dalamnya gerusan lokal dan
degradasi dasar sungai (butir (ii) sub ayat 3.2 ayat (3) pasal ini), stabilitas tebing, dan tinggi muka
air hilir pada debit desain peredam energi dengan tinggi jagaan secukupnya. 4.7 Bangunan
pengambilan dan bangunan pengatur angkutan muatan Dimensi bangunan pengambilan (lubang
pengambilan) harus ditentukan atas dasar kebutuhan air maksimum, dengan membatasi
kecepatan aliran masuk untuk pengendalian angkutan muatan dan benda padat lainnya.
Bangunan ini seharusnya dilengkapi dengan perlengkapan pengatur muatan (butir (ii) sub ayat
3.4 ayat (3) pasal ini). 4.8 Bangunan pengarah arus Bentuk bangunan pengarah arus di udik
bendung harus dipilih dan disesuaikan dengan : keadaan morfologi sungai di udik bendung dan
panjang mercu bendung, sehingga arus berarah tegak lurus terhadap sumbu bendung. Tingginya
ditentukan setinggi muka air pada debit desain untuk kapasitas pelimpahan (butir (i) sub ayat 3.2.
ayat (3) pasal ini), dan dengan mempertimbangkan perubahan morfologi sungai. 4.9 Tanggul
penutup dan tanggul banjir Bila diperlukan tanggul penutup, maka tingginya harus
dipertimbangkan terhadap tinggi muka air empangan pada debit desain pelimpahan (butir (i) sub
ayat 3.2. ayat (3) pasal ini) dengan tinggi jagaan secukupnya menurut ketentuan yang berlaku.
4.10 Tembok pangkal bendung Tinggi tembok pangkal bendung harus ditentukan dengan
memperhatikan debit desain untuk kapasitas pelimpahan (butir (i) sub ayat 3.2 ayat (3) pasal ini).
Panjang tembok pangkal ditentukan oleh dimensi tubuh bendung dan parameter hidraulik (pasal
19). Bentuk tembok pangkal dapat dibuat tegak atau miring. 4.11 Panjang bendung Panjang
bendung adalah jarak antara dua tembok pangkal yang ditentukan oleh :
SNI 03-1724-1989
15 dari 28
SNI 03-1724-1989
(i) panjang mercu (sub ayat 4.1 ayat (4) pasal ini), ditambah dengan lebar pembilas, dan atau
pelepas banjir, dan atau lebar pilar pada bendung tetap, atau (ii) panjang bukaan pintu gerak,
ditambah dengan lebar pembilas dan atau pelepas banjir serta lebar pilar dan atau lebar lintas
perahu dan lebar lintas ikan.
Pasal 25 Bangunan Sadap Babas (1)
Fungsi
Bangunan sadap bebas harus didesain agar dapat berfungsi mengatur debit yang
masuk/disadap sesuai kebutuhan. Dan juga harus dapat dicegah semaksimal mungkin
masuknya angkutan muatan dan atau benda padat lainnya ke bangunan, serta masuknya air
banjir.
(2) Tempat Bangunan 2.1 Tempat bangunan sadap bebas harus ditentukan berdasarkan ketentuan
dalam pasal 21 dan 22. Sebaiknya bangunan ditempatkan di tikungan luar aliran sungai,
sedemikian sehingga masuknya aliran lancar. 2.2 Bilamana keadaan tempat bangunan secara
alamiah tidak dapat menjamin ketentuan seperti tersebut pada sub ayat 2.1 ayat (2) pasal ini
karena satu atau beberapa sebab, maka harus diusahakan pemecahannya yang paling baik. Cara
pemecahan yang dipilih hams sesuai dengan masalahnya, antara lain dapat berupa salah satu
atau kombinasi dari beberapa teknik sebagai berikut : (i) pengarahan arus (krib, dinding pengarah,
deflector) (ii) perlindungan tebing, lembah, dan palung sungai (krib, pelindung tebing, dan
sebagainya). (iii) pengendalian dasar sungai. (3) Syarat Keamanan 3.1 Keamanan Hidraulik
(termasuk rembesan) (i) Keamanan bangunan sadap bebas harus ditentukan berdasarkan
ketentuan dalam butir (ii), (iii), (iv), (v), (vi), dan (vii), sub ayat 3.2 ayat (3) pasal 24. (ii) Keamanan
terhadap Iuapan Bangunan harus didesain aman terhadap debit desain tertentu. Dengan deniikian
puncak tembok dan atau bagian bangunan yang berfungsi melindungi bagian bangunan lainnya
hares mempunyai tinggi jagaan yang cukup pada debit desain tersebut di atas. 3.2 Keamanan
terhadap gangguan angkutan muatan dan benda padat lainnya. Keamanan terhadap gangguan
angkutan muatan dan benda padat lainnya hares dipertimbangkan dalam mendesain bangunan ini
sesuai ketentuan dalam sub ayat 3.4. ayat (3) pasal 24. (4) Dimensi Hidraulik Dalam menentukan
dimensi hidraulik bangunan sadap bebas, harus mempertimbangkan kemampuan dan fungsinya
seperti disebutkan dalam ayat (1) pasal ini. 4.1 Penampang aliran masuk Dimensi bangunan (lebar
dan tinggi penampang basah aliran masuk) harus ditentukan sedemikian sehingga : (i) bangunan
masih dapat berfungsi untuk memenuhi kebutuhan debit pada keadaan muka
16 dari 28
air sungai terendah, dan (ii) bangunan dapat membatasi kecepatan aliran masuk agar dapat
mengendalikan angkutan
muatan dan atau benda padat lainnya yang terangkut aliran. 4:2 Peredam Energi Peredam
energi biasanya dipilih dengan bentuk lantai dengan/tanpa pelengkapnya. Dimensi bagian
bangunan ini hares diperhitungkan terhadap beda tinggi tekanan, gerusan lokal, dan rembesan.
4.3 Tembok sayap hilir Bentuk bangunan ini harus ditentukan dengan memperhatikan bentuk
bangunan peredam energi, geometri saluran, dalamnya gerusan lokal, stabilitas tebing, dan tinggi
muka air di hilir pada debit maksimum saluran. 4.4 Tembok pangkal Tinggi tembok pangkal
bangunan sadap bebas harus ditentukan dengan memperhatikan debit desain sesuai dengan butir
(ii) sub ayat 3.1 ayat(3) pasal ini. Bentuk tembok dapat didesain tegak, miring, atau kombinasinya.
Pasal 26 Dam Penahan Sedimen (1)
Fungsi
Dam penahan sedimen dapat didesain seperti bendung tetap sehingga dapat berfungsi
menampung dan atau menahan sedimen dalarn jangka waktu sementara atau tetap, dan
harus tetap dapat melewatkan aliran air balk melalui mercu maupun tubuh bangunan.
(2) Tempat Bangunan Tempat bangunan harus ditentukan berdasarkan ketentuan dalam pasal 21
dan pasal 22, juga harus tersedia tempat penampungan sedimen, baik alamiah maupun buatan.
(3) Syarat Keamanan 3.1 Keamanan dan penahan sedimen harus ditentukan seperti syarat yang
disebutkan dalam sub ayat 3.1 ayat (3) pasal 24. 3.2 Keamanan Hidraulik Keamanan hidraulik
darn penahan sedimen harus ditentukan seperti syarat yang disebutkan dalam butir (i), (ii), (iv)
dan (v), sub ayat 3.2 ayat (3) pasal 24, dan mempertimbangkan pula faktor kavitasi yang mungkin
terjadi di tubuh bendung bagian hilir. (4) Dimensi Hidraulik 4.1 Panjang mercu Panjang mercu
pelimpahan dam penahan sedimen harus diperhitungkan seperti persyaratan dalam butir (i) dan
(ii). sub ayat 4.1 ayat (4) pasal 24. Juga harus diperhitungkan terhadap kemampuan menampung
sedimen (tinggi tampungan sedimen). 4.2 Tinggi mercu Tinggi mercu pelimpahan dam penahan
sedimen harus diperhitungkan dengan mempertimbangkan : (i) kebutuhan tampungan sedimen di
udik bangunan dengan memperhatikan jumlah bangunan : tunggal atau serial; (ii) tinggi muka air
genangan yang akan terjadi pada debit desain.
SNI 03-1724-1989
17 dari 28
SNI 03-1724-1989
4.3 Bentuk mercu Bentuk mercu pelimpahan bangunan ini pada umumnya didesain barbentuk
ambang lebar dengan memperhatikan benturan dan abrasi oleh muatan yang terangkut aliran. 4.4
Tubuh bangunan pelimpab Dimensi tubuh bagian bangunan ini harus ditentukan dengan
memperhatikan faktor-faktor (i) bahaya benturan dan abrasi oleh muatan dan atau benda padat
lainnya. (ii) stabilitas struktural dan rembesan. 4.5 Peredam energi (i) Dam penahan sedimen
tidak dilengkapi dengan bangunan peredam energi mengingat
benturan dan abrasi oleh muatan dan benda padat lainnya. (ii) Bila bangunan tidak berdiri di
atas dasar yang kuat, maka perlu dipertunbangkan
pembuatan bangunan peredam energi dengan : tipe lantai yang harus tahan aus dan tahan
benturan, atau tipe bertangga (cascade). Dimensi bangunan peredam energi ini harus
ditentukan dengan mempertimbangkan persyaratan seperti tersebut dalam butir (ii), sub ayat 4.5
ayat (4) pasal 24. 4.6 Tembok pangkal dan tembok sayap (i) Untuk tubuh dam penahan sedimen
yang monolit, maka bangunan harus dimasukkan ke
dalam tebing sungai yang stabil. (ii) Untuk bangunan yang memerlukan tembok pangkal, maka
tinggi, panjang, dan bentuk
tembok harus ditentukan dengan memperhatikan persyaratan seperti yang disebut dalam sub
ayat 4.10, ayat (4) pasal 24.
(iii) Untuk melindungi tebing di udik dan hilir bangunan diperlukan tembok sayap, yang dimensinya
ditentukan oleh faktor-faktor gerusan lokal, agradasi, degradasi, dan sifat material tebing.
Pasal 27 Bangunan Pengendali dan Pelindung Dasar Sungai (1)
Fungsi
Bangunan ini dapat didesain berupa ambang (bendung tetap) atau lantai dan berfungsi untuk
mengendalikan ketinggian dan kemiringan dasar sungai, agar dapat mengurangi atau
menghentikan degradasi dasar sungai.
(2) Tempat Bangunan 2.1 Tempat bangunan harus ditentukan berdasarkan ketentuan dalam pasal
21 dan 22. 2.2 Jumlah serial bangunan harus diperhitungkan terhadap fungsinya dan keadaan
kemiringan dasar sungai serta volume dan ukuran angkutan muatan. (3) Syarat Keamanan
Keamanan bangunan ini didesain dengan persyaratan seperti yang disebut dalam sub ayat 3.1
dan sub ayat 3.2 ayat (3) pasal 24. (4) Dimensi Hidraulik 4.1 Bangunan dengan tipe ambang : (viii)
Tanggul penutup dan tanggul banjir ambang Tinggi tanggul penutup dan tanggul banjir bangunan
ini harus ditentukan berdasarkan persyaratan seperti yang disebut dalam sub ayat 4.9 ayat (4)
pasal 24.
18 dari 28
(ix) Tembok pangkal ambang Tinggi, panjang, dan bentuk tembok pangkal bangunan harus
ditentukan berdasarkan persyaratan seperti yang disebut dalam sub ayat 4.10 ayat (4) pasal 24.
4.2 Bangunan bertipe lantai : Untuk bangunan pengendali dan pelindung dasar sungai yang bertipe
lantai, maka ketinggian lantai didesain lama dengan dasar sungai desain.
Pasal 28 Pelindung Tebing Langsung (1)
Fungsi
Bangunan ini harus didesain agar terletak langsung pada tebing sungai dan berfungsi untuk
melindungi tebing terhadap gejala meander dan gerusan lokal karena arus.
(2) Tempat Bangunan Bangunan ini dibangun pada tempat yang mungkin akan atau telah
mengalami antara lain gerusan, longsoran tebing yang mengganggu lingkungannya (pemukiman,
jalan, bangunan dan sebagainya).
(3) Syarat Keamanan Keamanan hidraulik bangunan ini harus diperhitungkan terhadap
persyaratan tersebut dalam butir (ii), (iv), (v), (vi), dan (vii) sub ayat 3.2 ayat (3) pasal 24.
(4) Dimensi Hidraulik 4.1 Tinggi Tinggi bangunan hams ditentukan sekurang-kurangnya terhadap
muka air banjir tahunan dengan tinggi jagaan secukupnya. Fondasi bangunan hams diletakkan di
bawah gerusan lokal atau degradasi terdalam yang diperkirakan akan terjadi. Di samping itu
pengamanan fondasi dapat dilakukan dengan pemasangan lantai di depan bangunan.
(1) Panjang mercu ambang Panjang mercu bangunan pengendali dan pelindung dasar sungai
hams ditentukan dengan persyaratan seperti yang disebutkan dalam sub ayat 4.1 ayat (4) pasal
24.
(ii) Tinggi mercu ambang Tinggi mercu bangunan ini hams diperhitungkan dengan
mempertimbangkan :
kebutuhan pengendalian dasar sungai di udik, dengan memperhatikan jumlah bangunan:
tunggal atau serial.
tinggi genangan yang mungkin terjadi pada debit desain. (iii)
Bentuk mercu a rnbang
Bentuk mercu ambang dapat dipilih seperti yang disebut dalam sub ayat 4.3 ayat (4) pasal 24
atau dalam sub ayat 4.3 ayat(4) pasal 26.
(iv) Tubuh ambang Dimensi tubuh ambang harus ditentukan berdasarkan persyaratan seperti
yang disebut dalam sub ayat 4.4 ayat (4) pasal 24. Sedangkan untuk dunensi tubuh ambang yang
terdiri dari tunipukan blok-blok batu alam/buatan (beton) harus memperhatikan koefisien
pengaliran pada debit desain, angkutan muatan, dan stabilitasnya.
(v) Peredam energi Dimensi peredam energi bangunan ini harus ditentukan berdasarkan
persyaratan seperti yang disebut dalam sub ayat 4.5 ayat (4) pasal 24.
(vi) Tembok sayap hilir ambang
SNI 03-1724-1989
19 dari 28
SNI 03-1724-1989
Dimensi tembok sayap hilir bangunan ini harus ditentukan berdasarkan persyaratan seperti
yang disebut dalam sub ayat 4.6 ayat (4) pasal 24.
(vii) Bangunan pengarah arus ambang Dimensi bangunan pengarah arus dari bangunan ini harus
ditentukan berdasarkan persyaratan seperti yang disebut dalam sub ayat 4.8 ayat (4) pasal 24.
4.2 Panjang Panjang bangunan harus ditentukan sekurang-kurangnya sepanjang tebing yang
perlu dilindungi, dan tergantung kondisi lingkungannya. 4.3 Bentuk Bentuk bangunan dapat
didesain tegak atau miring.
Pasal 29 Sudetan (1) Fungsi dan
Tempat Bangunan
Sudetan adalah saluran buatan terbuka yang harus dapat berfungsi untuk memindahkan dan
atau membagi aliran sungai. Pada umumnya sudetan dibangun pada sungai yang
berbelok-belok agar rlirannya dapat diluruskan.
(2) Syarat Keamanan Agar tujuan pembuatan sudetan dapat dicapai dengan baik sesuai fungsi
dun tempat bangunan, maka dalam mendesain sudetan harus dipertimbangkan hal-hal sebagai
berikut :
2.1 terganggunya keseimbangan unsur morfologi sungai, 2.2 pengaruhnya terhadap bangunan lain
di sungai karena perubahan dasar dan muka air sungai akibat penggalian, dan 2.3 harus mampu
melewatkan debit desain dengan besaran tertentu yang disesuaikan dengan kapasitas pengaliran
alur sungai di hulu dan hilirnya. (3) Dimensi Hidraulik 3.1 Penampang basah dan kemiringan dasar
sudetan harus ditentukan dengan memperhatikan faktor-faktor : (i) debit desain (ii) kecepatan aliran,
sedemikian sehingga sudetan stabil (tidak ada gerusan dan
pengendapan). (iii) jenis dan keadaan material dasar dan tebing galian. 3.2 Trase sudetan
harus ditetapkan dengan cennat, dan sedapat mungkin disesuaikan dengan kondisi sungai di hulu
dan hilirnya.
Pasal 30 Banjir Kanal (1)
Fungsi
Banjir kanal adalah saluran buatan terbuka yang berfungsi untuk membagi aliran sungai agar
dapat mengendalikan banjir. (2) Syarat Keamanan dan Dimensi
Syarat keamanan, dan dimensi hidraulik banjir kanal ditentukan 'seperti persyatatan yang
20 dari 28
1.1 melindungi tebing sungai secara tidak langsung dari bahaya gerusan lokal karena arus dan
atau bahaya gejala meander, dan atau 1.2 memindahkan/mengarahkan arus sungai sesuai
tujuannya 1.3 memperdalam alur sungai dengan cara mempersempit alur, yaitu dengan
memasang serial krib. (2) Tempat Bangunan
Tempat bangunan krib hams ditentukan berdasarkan ketentuan dalam pasal 21 dan 22. Dan
harus dipilih sesuai dengan fungsinya :
2.1 di tikungan luar sungai untuk melindungi tebing, 2.2 di tempat longsoran atau gerusan tebing
untuk menormalkan kembali aliran, atau 2.3 di alur sungai pada debit kecil untuk memindahkan
aliran, umpamanya agar aliran dapat masuk ke bangunan pengambilan. (3) Syarat Keamanan
Krib hams didesain aman terhadap : 3.1 gerusan lokal dan degradasi
dasar sungai yang mungkin terjadi, 3.2 benturan dan atau abrasi oleh muatan dan atau
benda padat yang terangkut aliran, 3.3 tekanan air (gaya dorong dan atau seret dari arus),
semua pada debit desain, dan 3.4 bahaya longsoran tebing dan tekanan sedimen yang
mungkin terjadi. (4) Dimensi Hidraulik 4.1 Arah krib
Arah krib harus ditentukan berdasarkan pertimbangan : unsur morfologi sungai (pasal 17), dan
fungsinya yang hendak dicapai seperti tersebut pada ayat (1) pasal ini, dan dapat dibuat tegak
lurus atau menyudut terhadap arah arus.
4.2 Tinggi krib Tinggi krib harus ditentukan berdasarkan elevasi bantaran sungai yang ada, atau
kira-kira setinggi elevasi muka air untuk debit dominan desain. Dalamnya fondasi bangunan
harus diletakkan di bawah elevasi kemungkinan gerusan lokal dan degradasi terdalam yang
akan terjadi. Untuk mengatasi masalah gerusan lokal dan degradasi dasar sungai dapat
dipasang lantai atau pelindung dasar sungai. 4.4 Jarak krib Jarak krib harus ditetapkan
berdasarkan pertimbangan faktor berikut : (i) lebar sungai, (ii) panjang krib, (iii) keadaan arus
dan belokan sungai, dan (iv) tempat krib. 4.3 Panjang krib Panjang krib ditentukan berdasarkan
pertimbangan/faktor-faktor berikut : (i) keadaan dan posisi tebing sungai yang ada dan tebing
yang dikehendaki, (ii) lebar sungai, dan (iii) jarak antar krib
SNI 03-1724-1989
tersebut dalam ayat (2) dan (3) pasal 29. Pasal 31 Pengarah Arus (Krib)
atau Pelindung Tebing Tidak Langsung (1) Fungsi Bangunan ini (krib)
harus didesain agar dapat :
21 dari 28
SNI 03-1724-1989
4.5 Jumlah krib Di suatu tempat di sungai krib harus dibangun dalam suatu sistem dan tidak boleh
dibangun
tunggal, karena krib tunggal tidak permit dapat berfungsi baik.
Pasal 32 Tanggul Banjir (1) Fungsi
Bangunan ini umumnya didesain sebagai hangunan tipe urugan tanah, dan berfungsi
melindungidaerah rendah yang tinggi nilai ekonomisnya terhadap bahaya banjir. Tanggul
biasanya ditempatkan, di kiri dan atau kanan sungai. Di daerah pemukiman padat tanggul
kadang-kadang dibangun sebagai dinding pasangan batu atau beton.
(2) Syarat Keamanan 2.1 Mengingat fungsinya seperti tersebut dalam ayat (I) pasal ini, maka
tanggul harus aman
terhadap kemungkinan luapan aliran pada debit banjir desain. 2.2 Mengingat ketentuan tersebut
dalam sub ayat 2.1. ayat (2) pasal ini, maka puncak
tanggul harus mempunyai tinggi jagaan yang cukup di alas muka air sungai pada debit banjir
desain setelah adanya tanggul.
2.3 Dalam profil memanjang, dari hulu ke hilir, ketinggian puncak tanggul seperti tersebut dalam
sub ayat 2.2 ayat (2) pasal ini harus disesuaikan dengan muka air di sepanjang sungai.
2.4 Debit banjir desain seperti tersebut dalam sub ayat 2.1 ayat (2) pasal ini dan tinggi jagaan
seperti tersebut dalam sub ayat 2.2 ayat (2) pasal ini harus diambil menurut ketentuan yang
berlaku.
2.5 Lereng dalam tanggul harus ditutupi pelindung terhadap kerusakan karena erosi atau gerusan
lokal oleh arus sungai pada debit banjir desain. Pelindung tersebut di atas dapat ditentukan
dengan metoda yang telah umum dipakai.
2.6 Trase tanggul terhadap tebing sungai harus ditetapkan berdasarkan kondisi setempat, dengan
memperhatikan faktor teknik, dan non teknik : ekonomi maupun sosial.
Jarak antara trase tanggul dengan tebing sungai sedapat nwngkin diusahakan cukup jauh
sehingga longsoran atau erosi tebing sungai tidak mempengaruhi stabilitas tanggul.
(3) Dimensi 3.1 Tinggi Tinggi tanggul harus ditentukan agar memenuhi persyaratan yang tersebut
dalam sub ayat
2.1, 2.2 dan 2.3 ayat (2) pasal ini. 3.2 Lebar puncak Lebar puncak tanggul pada umumnya
ditentukan oleh pemanfaatannya (misalnya untuk lalu
lintas umum, jalan inspeksi). 33 Lereng Lereng tanggul harus ditentukan dengan
mempertimbangkan faktor geoteknik (bahan urugan
dan fondasi).
22 dari 28
Pasal 33 Bangunan Lintas Atas Sungai (Jembatan, Talang, Pipa Hisap dan Bangunan
Pipa : gas, minyak, dan kabel)
(1) Bangunan Bawah Bangunan bawah dari bangunan lintas atas sungai berfungsi untuk
mendukung bangunan bagian atasnya, dan umumnya terdiri dari pilar, tembok pangkal, dan
fondasinya.
(2) Tempat Bangunan Tempat bangunan ini harus ditentukan berdasarkan ketentuan dalam pasal
21 dan 22, biasanya dipilih pada ruas sungai yang relatif lurus.
(3) Syarat Keamanan 3.1 (i) Bagian bawah bangunan lintas atas sungai tidak boleh memperkecil
penampang basah sungai. Penampang basah sungai harus tetap mampu melewatkan debit
sebesar debit banjir desain dengan aman, baik bagi bangunan bersangkutan dan lingkungan di
sekitarnya, maupun bagi daerah di udik bangunan . (ii) Debit banjir desain seperti yang dimaksud
pada butir (i) sub ayat 3.1. ayat (3) pasal ini
harus diambil sesuai dengan sistem pengelolaan sungai dan jenis bangunan yang didesain
serta menuruti ketentuan yang berlaku.
3.2 Agar supaya ketentuan seperti yang dimaksud pada sub ayat 3.1 ayat (3) pasal ini dapat
dicapai, maka bangunan harus didesain agar memenuhi scrnua ketentuan sebagai berikut :
(i) bangunan tidak boleh menimbulkan arus pembendungan yang dapat mengakibatkan
banjir/gcnangan di daerah !lulu bangunan, dan atau mengakibatkan berkurangnya kapasitas alur
sungai di hulu bangunan,
(ii) bangunan harus mempunyai ruang bebas menurut ketentuan yang berlaku, sehingga muka air
sungai pads debit banjir desain tidak menyentuh setiap bagian atau komponen bangunan atas.
(iii) bangunan harus stabil secara parsial maupun nrenyeluruh terhadap gerusan lokal, dan
degradasi dasar sungai.
(iv) setiap bagian bangunan tidak boleti rusak akibat angkutan muatan dan benda padat lainnya.
3.3 Bagian bangunan tidak boleh menyebabkan penyernpitan penampang aliran sungai. Bagian
bangunan semacam ini antara lain : (i) tembok pangkal yang menjorok masuk ke sungai, (ii) jarak
pilar yang relatif terlalu dekat/rapat, (iii) sisa bangunan lama dan sisa bangunan penunjang
pelaksanaan yang tidak terpakai. (4) Dimensi Bangunan Bagian Bawah 4.1 Arab dan bentuk dari
tembok pangkal dan pilar harus diatur sedemikian sehingga searah dengan aliran. Bilamana
ketentuan ini sulit terpenuhi karena satu atau beberapa sebab, maka perlu diusahakan perbaikan
arali aliran, antara lain dengan pengarah arus, perbaikan arah alur sungai, dan sudetan. 4.2
Dasar pilar jembatan disarankan tertanam di bawah elevasi terendah gerusan lokal atau
degradasi dasar sungai yang mungkin terjadi.
SNI 03-1724-1989
23 dari 28
SNI 03-1724-1989
Pasal 34 Bangunan Lintas Bawah Sungai (Sifon, Gorong-gorong, dan Bangunan Pipa :
gas, minyak, angkutan pasir, dan kabel) (1)
Fungsi
Bangunan ini berfungsi untuk mengalirkan benda cair, gas, dan padat, serta melindungi kabel
melewati bawah dasar sungai.
(2) Tempat Bangunan Tempat bangunan lintas bawah sungai harus ditentukan berdasarkan
ketentuan dalam ayat (2) pasal 33.
(3) Syarat Keamanan Dalam mendesain bangunan ini harus mempertimbangkan ketentuan
sebagai berikut :
3.1 kedalaman dasar bangunan ditentukan sedemikian sehingga anman terhadap pengaruh
degradasi dasar sungai dan gerusan lokal yang mungkin terjadi; seluruh bagian bangunan ini
harus berada di bawah dasar sungai. 3.2 tebing dan dasar sungai di sekitar bangunan harus
dilindungi terhadap kerusakan apabila material tebing dan dasar sungai mudah tergerus. Bab 9
pemilihan metoda dan pengujian dengan model
Pasal 35 Ketentuan Umum (1) Dalam mendesain bangunan diperlukan metoda perhitungan
yang tepat dan andal untuk
dapat menentukan : dimensi, kapasitas bangunan, bentuk hidraulik bangunan, tipe tiap
bagian bangunan, cara operasi, dan cara konstruksi, sehingga keamanan bangunan dan
sungai dapat terjamin baik.
(2) Metoda seperti yang dimaksud dalam ayat (1) pasal ini harus dipilih berdasarkan pertimbangan
berikut ini :
2.1 metoda yang sudah lazim dipakai secara nasional menurut ketentuan yang berlaku; 2.2
bilamana metoda yang dimaksud dalam sub ayat 2.1 ayat (2) pasal ini belum ada, maka diijinkan
menggunakan metoda yang berlaku secara internasional dengan persetujuan bersama antara
pihak : pendesain, pemilik, dan instansi yang mempunyai wewenang dan tanggung jawab
pembinaan atas sungai; 2.3 sesuai dengan resiko dan konsekuensi yang mungkin dapat terjadi
akibat didirikannya bangunan bersangkutan; 2.4 sesuai dengan jenis dan kelas bangunan, serta
tipe tiap bagian bangunan yang hendak didesain; 2.5 sesuai dengan perkembangan teknologi
yang ada; 2.6 sesuai dengan keandalan parameter desain yang dapat diperoleh menurut
ketentuan bab 2, 3, 4, 5, dan 6.
Pasal 36 Penyederhanaan Dasar Hidraulika (1) Aliran sungai lazimnya selalu berubah dalam
dimensi ruang dan waktu. Masalah aliran
sungai untuk mendesain bangunan dapat disederhanakan, tetapi harus tetap sesuai
24 dari 28
SNI 03-1724-1989
25 dari 28
SNI 03-1724-1989
SNI 03-1724-1989
27 dari 28
SNI 03-1724-1989
mutakhir = up date pemutakhiran = up dating pelepas banjir = flood way pelintas ikan = fish way
pelintas perahu = raft way pelontar = ski jump pipa hisap = heuvel peluapan = overtopping
pernbilas = flush way pengendapan setempat = shoaling penggerowongan tebing = bank caving =
undermined pengikisan = erosion peristiwa = accident ruang bebas = clearance saluran bilas
bawah
= undersluice = saluran di dasar bangunan untuk menyedot
atau memisahkan angkutan sedimen dari aliran air
tembok pangkal bendung = abutment tempat (bangunan) = site tinggi empangan = pond
level
28 dari 28