Data-data curah hujan yang diperoleh pada suatu lokasi studi kadang kala tidak lengkap, berasal
lebih dari satu stasiun pengamat hujan dan bahkan tidak ada sama sekali. Untuk itu perlu
dilakukan analisis agar data yang digunakan mewakili karakteristik daerah proyek yang
bersangkutan.
Untuk data-data yang hilang atau tidak tercatat, agar terjamin kontinuitas data maka perlu
ditetapkan data curah hujan yang hilang. Data tersebut akan dicari dengan metoda
perbandingan normal yang memberi rumus sebagai berikut.
n
1 Rx
Px
n
. R
n 1 i
. ri
dimana:
Px : data hujan yang hilang,
Rx : curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun dimana data yang hilang dihitung,
ri : curah hujan harian pada stasiun ke-i pada tahun yang hilang,
Ri : curah hujan tahunan rata-rata pada stasiun ke-i, dan
n : banyaknya stasiun yang datanya tidak hilang pada tahun tersebut.
Pada dasarnya metoda pengujian tersebut merupakan pembandingan data stasiun yang
bersangkutan dengan data stasiun lain di sekitarnya. Hal ini dilakukan dengan asumsi perubahan
meteorologi tidak akan menyebabkan perubahan kemiringan garis hubungan antara data stasiun
tersebut dengan data stasiun disekitarnya, karena stasiun-stasiun lainnya pun akan ikut
terpengaruh kondisi yang sama. Konsistensi data-data hujan bagi masing-masing stasiun dasar
(stasiun yang akan digunakan untuk menguji) harus diuji terlebih dahulu dan yang menunjukkan
catatan yang tak konsisten harus dibuang sebelum dipergunakan. Jika tidak ada stasiun yang bisa
dijadikan stasiun dasar, atau tidak terdapat catatan historis mengenai perubahan data, maka
Prepared by Anik S. 1
Hidrologi
analisa awal terhadap data adalah menghapus data-data yang dianggap meragukan. Konsistensi
data hujan dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut.:
a) Cara Regresi / Korelasi
b) Cara Kurva Masa Ganda
c. Hujan Wilayah
Curah hujan yang diperlukan untuk penyusunan rancangan pemanfaatan air adalah curah hujan
rata-rata di seluruh daerah yang bersangkutan. Stasiun-stasiun pengamat hujan yang tersebar
pada suatu daerah aliran dapat dianggap sebagai titik (point). Tujuan mencari hujan rata-rata
adalah mengubah hujan titik (point rainfall) menjadi hujan wilayah (regional rainfall) atau
mencari suatu nilai yang dapat mewakili pada suatu daerah aliran, yaitu:
dimana: Ai adalah luas pengaruh dari stasiun i.Cara Thiessen ini memberikan hasil yang lebih
teliti dari cara aljabar. Akan tetapi penentuan titik pengamatan akan mempengaruhi ketelitian
hasil yang didapat. Gambar 1 mendeskripsikan penentuan curah hujan representatif dengan cara
Poligon Thiessen.
Prepared by Anik S. 2
Hidrologi
R3
A3
R A1
1
A2
R2
A 1R 1 A 2 R 2 A 3R 4 .......... ................... A NR N
R
A 1 A 2 A 3 .......... .......... A N
dimana :
R = Curah hujan rata-rata Regional
Ri = Curah hujan rata-rata pada bagian-bagian Ai
Ai = Luas bagian antara garis isohyet
Cara ini adalah cara rasional yang terbaik jika garis-garis isohyet dapat digambar secara teliti.
S1
110 mm
A1
110 mm 100 mm
90 mm
S2
A2
100 mm
S4 A4
S3
95 mm
A3
90 mm
95 mm
Prepared by Anik S. 3
Hidrologi
Hasil analisis debit banjir merupakan data masukan penting dalam merencanakan suatu
bangunan air. Ilustrasi rangkaian perhitungan debit banjir rancangan dapat dilihat pada gambar
di bawah ini.
Hidrograf Debit
Banjir Rancangan
Analisis Frekuensi
Hasil analisis frekuensi ini diperlukan untuk menentukan curah hujan dalam periode ulang
tertentu. Curah hujan ini akan digunakan untuk menghitung debit banjir untuk data perencanaan
pengendalian banjir.
Analisa frekuensi dapat dilakukan terhadap seri data hujan. Jenis distribusi frekuensi
yang digunakan dalam analisis hidrologi ini bisa dipilih dari berbagai distribusi frekuensi .
Prepared by Anik S. 4
Hidrologi
2. Simpangan baku
n 2
xi x
Sd i 1
n 1
5. Koefisien kurtosis
4
1 n
Ck = n xi x
i 1
4
Sd
1) Sebaran Normal
Rumus umum :
XT = Xbar + K Sd
Dimana :
XT = besarnya curah hujan yang disamai atau disimpan dengan periode ulang T
Prepared by Anik S. 5
Hidrologi
2) Sebaran Gumbel
Rumus umum :
S
XT = X bar y yn
Sn
Dimana :
XT = curah hujan maksimum dengan periode ulang tertentu
Xbar = curah hujan rata-rata
S = simpangan baku
Sn = simpangan baku dari reduce variate
y = reduce variate
yn = reduce mean
3) Sebaran Log Normal 2 parameter
Rumus umum :
ln XT = (ln x)bar + K Sd (ln x)
Dimana :
ln XT = harga log dari besarnya curah hujan yang disamakan dengan periode ulang
tertentu
(ln x)bar = rata-rata curah hujan setelah dilogkan
K = faktor frekuensi
Sd (ln x) = simpangan baku dari harga log
XT = Xbar + K Sd
Dimana :
XT = besarnya curah hujan yang dilampau dengan periode ulang tertentu
Xbar = curah hujan rata-rata
Prepared by Anik S. 6
Hidrologi
1 n
X bar xi
n i 1
Sd = standar deviasi
n 2
xi x
Sd i 1
n 1
n 3
n
Cs xi x
Sd n 1 n 2 i 1
3
K= faktor frekuensi
Dimana :
ln XT = harga log dari curah hujan yang dilampaui dengan periode ulang tertentu
(ln x)bar = rata-rata curah hujan setelah dilogkan
K = faktor frekuensi
S(ln x) = simpangan baku dari harga log
Untuk menguji apakah sebaran yang digunakan dalam pembuatan lengkung kekerapan cocok
dengan sebaran empirisnya, perlu diadakan pengujian. Setelah diadakan pengujian dan ternyata
sebarannya cocok maka besarnya curah hujan maksimum dengan periode ulang Tr dapat
ditentukan gambar sebaran tersebut. Ada dua cara untuk melakukan pengujian. Cara pertama
dengan metode Chi Square Test dan yang kedua dengan metode Smirnov Kolmogorov.
x 2 ln
Ei Oi 2
Ei
Prepared by Anik S. 7
Hidrologi
Dimana :
Ei = data hasil perhitungan dari sebaran teoritik untuk masing-masing kelas interval
Oi = data hasil pengamatan dari sebaran empiris
X2ln = t (l, Dk) dibaca dari table distribusi x2
d = derajat kepercayaan
Dk = derajat kebebasan = k h l
K = jumlah kelas interval
h = banyaknya parameter.
Jumlah kelas yang diperlukan dalam metode uji ini tidak boleh kurang dari 5 dan frekuensi
absolut pada tiap-tiap kelas interval paling sedikit 5. oleh sebab itu cara uji ini hanya dapat
dilakukan pada sample besar (>30)
kritis ini sebagai fungsi dari n dan , dengan n = banyaknya data dan = derajat kecocokan.
Biasanya ditentukan besarnya 0,05 maksudnya 95% yakin bahwa kita telah membuat
kesimpulan yang benar berarti peluang kesalahan sebesar 5%. Bila maks < kritis, maka sebaran
teoritik cocok dengan sebaran empirisnya. Dengan demikian apabila sebaran teoritik cocok
dengan sebaran empirisnya maka lengkung kerapatan hujan yang dihasilkan dapat digunakan
untuk menentukan curah hujan maksimum dengan periode ulang yang dikehendaki.
Banjir Rancangan
Prepared by Anik S. 8
Hidrologi
Analisis banjir rencana bertujuan untuk mendapatkan baik puncak banjir rencana maupun
hidrograf banjir rencana dengan berbagai periode ulang yang akan digunakan sebagai dasar
perencanaan bangunan pengendali banjir.
Namun seringkali untuk mendapatkan data debit dengan periode yang panjang sangat sulit.
Sehingga agar bisa menentukan debit banjir digunakan simulasi hujan-limpasan, yakni
mengkonversi hujan rancangan menjadi banjir rancangan.
Selain metode di atas berbagai metode analisa banjir rancangan telah dikembangkan, seperti
metode Rasional, Melchior, Weduwen, Haspers, Hidrograf Satuan Sintetis dan sebagainya.
Metode yang digunakan tergantung luas DAS yang akan dianalisis. Untuk luas DAS yang sangat
besar bisa digunakan metode hidrograf satuan sintetis Snyder atau Nakayasu dan Gamma 1.
Data-data yang diperlukan untuk menghitung debit banjir rencana adalah data curah hujan
rencana dan data karakteristik DAS.
Uraian dari beberapa metode banjir rancangan tersebut adalah sebagai berikut:
a. Metode Rasional
Rumus : Q = 0,278 . C . I . A
dimana :
Q = debit banjir rencana (m3/detik)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan maksimum (mm/jam)
A = luas daerah aliran sungai (Km2)
Jika data hujan yang ada hanya terdiri dari data hujan harian, maka intensitas hujan dapat
dihitung dengan menggunakan rumus Mononobe berikut ini :
Prepared by Anik S. 9
Hidrologi
I = (R24/24) . (24/Tc)2/3
dimana :
I = intensitas hujan (mm/detik)
R24 = hujan harian maksimum dengan periode ulang T tahun (mm)
Tc = waktu tiba banjir (jam)
Waktu konsentrasi adalah waktu perjalanan aliran dari jarak terjauh ke lokasi pengamatan. Salah
satu metode yang dapat digunakan untuk menentukan waktu konsentrasi adalah dengan
menggunakan rumus Kirpich sebagai berikut :
Tc = 0,0195 L / S0,5
dimana :
L = panjang jarak lokasi terjauh ke lokasi pengamatan dan diukur menurut meandering
sungai.
S = perbandingan tinggi dan jarak antara titik terjauh dengan lokasi pengamatan,
diperkirakan sama dengan kemiringan rata-rata dari daerah pengaliran.
b. Metode Melchior
Dalam Metode Melchior koefisien runoff () telah dianjurkan untuk memakai 0,52.
Koefisien reduksi :
Dimana :
= koefisien reduksi
A = luas DAS (km2)
N = jumlah stasiun hujan yang tersedia
SIM = faktor simetri
S = landai rata-rata
Waktu konsentrasi t
Waktu konsentrasi dihitung dengan menggunakan rumus :
L
t
3.6v
Prepared by Anik S. 10
Hidrologi
1
v 1.31 q f i 2 5
H
i
0 .9 L
dimana :
L = panjang sungai (km)
v = kecepatan rata-rata air (m/det)
t = waktu konsentrasi (jam)
q = hujan maksimum (m3/km2/detik)
f = luas daerah aliran sungai
i = kemiringan rata-rata sungai
H = beda elevasi hulu sungai dengan mulut DPS
Hujan maksimum
Hujan maksimum dihitung dengan menggunakan rumus :
RT
q
3.6 t
dimana :
RT = hujan rencana harian maksimum dengan periode ulang tertentu (mm)
t = waktu hujan (jam)
q = hujan maksimum (m3/km2/detik)
Debit Banjir
Debit banjir dihitung dengan menggunakan rumus :
R
Q q f T m3 / det
200
c. Metode Haspers
Koefisien Reduksi ( )
1 t 3.7 * 10 0.4 t 0.75
= 1+ x F
t 2 15 12
Prepared by Anik S. 11
Hidrologi
Waktu Konsentrasi ( t )
t = 0.1 x L0.8 x I-0.3
t * Rn
r = (untuk t < 2 jam)
t 1 0.0008 x( 260 Rn )x(2 t )2
t * Rn
r = (untuk 2 jam < t < 19 jam)
t 1
r = 0.707 xRn t 1 (untuk 19 jam < t < 30 hari)
dimana :
Qn = debit banjir dengan periode ulang n
= koefisien reduksi daerah pengaliran
F = luas daerah pengaliran (km2)
t = waktu konsentrasi
Rn = curah hujan rencana untuk periode ulang n
L = panjang sungai (km)
I = kemiringan sungai rata-rata.
tp
tp
Qp
Tp
Menentukan lag-time
Prepared by Anik S. 12
Hidrologi
Rise to peak
Tp = tp +0,5 . tr
f. Metode Nakayasu
Rumus empirisnya adalah:
C * A * Ro
Qp
3,6 (0,3 * T p T0,3 )
dimana :
Qp = debit puncak banjir, m3/detik
Ro = hujan satuan, mm
Tp = tenggang waktu (time lag) dari awal hujan sampai puncak banjir, jam
T0,3 = waktu yang diperlukan oleh penurunan debit, dari debit puncak sampai menjadi 30%
dari debit puncak.
dimana :
Qn = limpasan sebelum mencapai debit puncak, m3/detik
t= waktu, jam
Prepared by Anik S. 13
Hidrologi
Q
0.8tr tg t
Qp
0.3Q 0.32 Qp
t
Tp T0,3 1.5 T0,3
1-T p
T0,3
Qd 0,3 Q p : Qd 1 Q p . 0,3
1-T 0,5T0,3 1-T p 1,5T0,3
2T0,3
0,3 Q p Qd 0,32 Q p : Qd2 Q p . 0,3
2T0,3
0,3 Q p Qd : Qd3 Q p . 0,3
2
Tenggang waktu :
T = tg + 0,8 tr
dimana:
tg = 0,21 * L0,7 ( untuk L<15 km)
tg = 0,4 + 0,058 * L (untuk L>15 km)
L = panjang alur sungai, km
tg = waktu konsentrasi, jam
tr = 0,5 * tg sampai tg
T0,3 = * tg
Prepared by Anik S. 14
Hidrologi
Perhitungan debit rendah bisa didekati dengan cara salah satu cara diantaranya METODE
NRECA, metode ini dianjurkan dalam menghitung debit andalan, untuk daerah dengan curah
hujan yang relatif kecil, dan juga sesuai untuk daerah cekungan yang setelah hujan berhenti
masih ada aliran air di sungai selama beberapa hari. Kondisi ini bisa terjadi bila tangkapan hujan
cukup luas, sehingga sangat cocok untuk Waduk dengan kriteria :
+ kapasitas tampung Waduk 100.000 m3.
+ luas daerah tangkapan air > 100 ha = 1 km2.
Analisis debit andalan dengan metode tersebut akan dilakukan untuk menganalisis curah hujan
15-harian. Dengan mempertimbangkan terhadap jumlah hari hujan, luas daerah pengaliran,
koefisien pengaliran dan evaporasi, sehingga debit 15-harian dapat diperoleh dengan pendekatan
rumus - rumus yang dijabarkan dalam beberapa langkah sebagai berikut :
Langkah perhitungan mencakup 18 tahap, perhitungan dapat dilakukan kolom per kolom dari
kolom (1) hingga (18) seperti di bawah ini (semua dalam mm).
1. Nama bulan Januari sampai Desember
2. Nilai hujan rata-rata bulanan (Rb)
3. Nilai penguapan peluh potensial (PET)
4. Nilai tampungan kelengasan awal (Wo). Nilai ini harus dicoba-coba, dan percobaan pertama
diambil 600 (mm/bulan) di bulan Januari.
5. Tampungan kelengasan tanah (soil moisture storage - Wi) dihitung dengan rumus :
Wo
Wi = ------------
NOMINAL
NOMINAL = 100 + 0,2 Ra
Ra = hujan tahunan (mm)
6. Rasio Rb/PET = kolom (2) : kolom (3)
7. Rasio AET/PET
AET = penguapan peluh aktual yang dapat diperoleh dengan gambar, nilainya tergantung
dari rasio Rb/PET (kolom 6) dan Wi (kolom 5).
AET
8. AET = ( -------- ) x PET x koefisien reduksi
Prepared by Anik S. 15
Hidrologi
PET
= kolom (7) x kolom (3) x koefisien reduksi
9. Neraca air = Rb - AET = kolom (2) - kolom (8)
10. Rasio kelebihan kelengasan (excess moisture) yang dapat diperoleh sebagai berikut:
Bila neraca air (kolom9) positif, maka rasio tsb dapat diperoleh dari gambar dengan
memasukkan nilai tampungan kelengasan tanah (Wi) di kolom 5. bila neraca air negatif,
rasio = o.
14. Tampungan air tanah awal yang harus dicoba-coba dengan nilai awal = 2.
Prepared by Anik S. 16
Hidrologi
Untuk bulan berikutnya dan tampungan air tanah (kolom 14) bulan berikutnya yang dapat
dihitung. Untuk perhitungan bulan berikutnya diperlukan nilai tampungan kelengasan
(kolom 4) untuk dengan menggunakan rumus berikut :
Tampungan kelengasan = tampungan kelengasan bulan sebelumnya + perubahan
tampungan = kolom (4) + kolom (12), semuanya dari bulan sebelumnya.
Tampungan air tanah = tampungan air tanah bulan sebelumnya - aliran air tanah = kolom
(15) - kolom (16), semuanya dari bulan sebelumnya.
Sebagai patokan akhir perhitungan, nilai tampungan kelengasan awal (Januari) harus
mendekati tampungan kelengasan bulan Desember. Jika perbedaan antar keduanya cukup
jauh ( > 200 m) perhitungan perlu diulang mulai bulan Januari lagi dengan mengambil nilai
tampungan kelengasan awal (Januari) = tampungan kelengasan bulan Desember.
Perhitungan biasanya dapat diselesaikan dalam dua kali jalan.
Prepared by Anik S. 17