Anda di halaman 1dari 74

ALIRAN PADA

BELOKAN SALURAN

MUHAMMAD GALIB ISHAK


ALIRAN PADA BELOKAN
SALURAN

Edisi Pertama

Oleh:
Muhammad Galib Ishak

Penerbit

2017

i
Perpustakaan Nasional RI. Katalog Dalam Terbitan (KDT)

Aliran Pada Belokan Saluran


Muhammad Galib Ishak. Palu: Untad Press, 2017
x hal + 63 hal.; 15,5 x 23 cm

ISBN: 978-602-6619-16-7

© Hak Cipta 2017

1. Non Fiksi i. Judul ii. Muhammad Galib Ishak


Kutipan Pasal 72:
Sanksi Pelanggaran Undang-Undang Hal Cipta No. 19 Tahun 2002
1. Barangsiapa dengan sengaja dan tanpa hak melakukan perbuatan
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayar (1) atau Pasal 49 ayat (1)
dan ayat (2) dipidana dengan pidana penjara masing-masing paling
singkat 1 (satu) bulan dan/atau denda paling sedikit Rp1.000.000 (satu
juta rupiah), atau pidana penjara paling lama 7 (tujuh) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp5.000.000.000 (lima miliar rupiah)
2. Barangsiapa dengan sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan
atau menjual kepada umum suatu ciptaan atau barang hasil pelanggaran
Hak Cipta atau Hak Terkait sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan/atau
denda paling banyak Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah).

Penerbit:
UNTAD Press
Jl. Soekarno Hatta KM. 9 Palu
Sulawesi Tengah 94118

ii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT, yang telah


melimpahkan rahmat dan hidayat-Nya sehingga buku ini
yang khusus membahas tentang aliran pada belokan saluran
dapat terwujud, Penulisan buku ini dimaksudkan dapat
menjadi refrensi pada mahasiswa dalam rangka mengkaji
lebih mendalam ilmu rekayasa khususnya aliran pada
belokan sungai, dengan mengetahui prilaku sungai pada
belokan dapat dilakukan usaha untuk membuat suatu
pencegahan terhadap terjadinya bencana, dan dapat
memanfaatkan potensi air serta sumberdaya air.
Hal-hal kusus yang ada dalam buku ini tentang teori-
teori dasar saluran terbuka, distribusi kecepatan pada suatu
penampang aliran pada saluran terbuka, angkutan sedimen
yang terkait langsung dengan gerak mula sedimen, lebih
khusus lagi beberapa penelitian tentang belokan sungai atau
model belokan saluran tanpa hambatan dan dengan
hambatan pilar.
Dalam penulisan buku ini dapat tersusun atas
dukungan dan keterlibatan banyak pihak, oleh karena itu
penulis manyampaikan ucapan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu baik moriil maupun materil.
Khusus kepada rekan-rekan dosen teknik sipil khususnya
kelompok dosen keairan, kepada Dekan Fakultas Teknik,

iii
Ketua Jurusan dan Kepala laboratorium Hidrolika, yang telah
memberikan kesempatan sehingga buku ini dapat diterbitkan
diucapkan banyak terima kasih.
Kritik dan saran kepada pengguna untuk penerbitan
selanjutnya, sehingga partisipasi dan sumbangsih semua
pihak yang telah membantu dalam proses penyusunan buku
ajar ini akan menjadi amal ibadah dan memperoleh Ridha
dari Allah SWT.
Palu, 21 Juli 2017

Dr. Ir. H. M. Galib Ishak, M.S.

iv
DAFTAR ISI

COVER i
PRAKATA ii
DAFTAR ISI iv
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vii
DAFTAR SINGKATAN x
BAB I. PENDAHULUAN 1
BAB II. SALURAN TERBUKA 6
2.1. Type Aliran 7
2.2. Kecepatan Aliran dan Distribusi
9
Kecepatan
2.3. Pengelompokan Aliran 14
BAB III. ANGKUTAN SEDIMEN 17
3.1. Mekanisme Angkutan Sedimen 17
3.2. Gerak Mula Partikel Sedimen
20
dan Kecepatan Kritis
3.3. Distribusi Ukuran Butiran 23
ALIRAN PADA BELOKAN
BAB IV. 26
SALURAN
4.1. Gerusan pada Belokan Saluran 26
4.2. Superelevasi 29
4.3. Distribusi Kecepatan pada
37
Belokan Saluran
BAB V. BELOKAN SALURAN DENGAN
43
HAMBATAN
BAB VI. RANGKUMAN 52
DAFTAR PUSTAKA 55
Lampiran 58

v
DAFTAR TABEL

No.
Uraian Halaman
Tabel

1. Pengelompokan aliran berdasarkan


bilangan Froude dan Reynolds pada
saluran terbuka 16
2. Sifat dan parameter angkutan sedimen 17
3. Besaran aliran dan dimensi saluran
(Mozaffari dkk. 2011) 27
4. Dimensi hidrolis model (Blanckaert 2002) 28
5. Ukuran dan hidrolis model (Yen dkk., 1971) 33
6. Data geometrik saluran dan parameter
aliran yang disimulasi 40

vi
DAFTAR GAMBAR

No.
Uraian Halaman
Gambar

1. Gaya-gaya yang bekerja pada pias aliran 10


2. Distribusi kecepatan untuk rezim aliran
hidrolik halus dan kasar (Leo C. van Rijn,
1990) 13
3. Nilai B pada rumus Logaritmic Low
(Nikuradse, 1933 dalam Daryl, 1977) 13
4. Aliran laminar dan aliran turbulen 15
5 Asal dan cara bergeraknya sedimen di
sungai (Jansen dkk., 1979) 19
6. Grafik Shields (Leo C. van Rijn, 1989) 22
7. Grafik distribusi ukuran butiran D m, D35,
D50, D65, D85 dan D90 (Daryl dan Sentruck,
1977) 25
8. Model saluran penelitian (Mozaffari dkk.,
2011) 27
9. Potongan melintang permukaan sedimen
pada sudut belokan 700 dan Topografi
aliran untuk debit 63 lt/dt (Mozaffari dkk.,
2011) 28
10. Arah kecepatan melintang saluran dan
topografi dasar pada belokan (Blanckaert,
2002) 29
11. Sketsa belokan saluran penelitian (Yen
dkk., 1971) 34
12. Topografi dasar saluran untuk model
penampang trapesium (Yen dkk., 1971) 34
13. Koefien superelevasi (Yen dkk., 1971) 35
14. Pengukuran profil kecepatan pada
potongan melintang 1800 (Mozaffari, 2011) 37
15. Profil kecepatan beberapa model
penelitian untuk debit 63 lt/dt (Mozaffari,
2011) 38
16. Model belokan saluran di Delft University
of Technology (Booij, 2003). 39
vii
17. Hasil pengukuran kecepatan sekunder
atau biasa disebut kecepatan arah
melintang saluran (Booij, 2003) 39
18. Profil vertikal terhadap pengukuran
komponen kecepatan (Booij, 2003). 40
19. Model Fisik Penelitian (de Vriend,1979
dan Rozovskii 1961 dalam Duan, 2004) 41
20. Medel saluran yang digunakan dalam
penelitian (Masjedi dkk., 2007) 45
21. Grafik stabilitas gerusan pada posisi 60𝑜
(Masjedi dkk., 2007) 46
22. Gerusan dengan Pilar Percobaan dengan
debit 24, 28, 30, dan 32 ltr/dt (Masjedi
dkk., 2007) 46
23. Profil maksimum dalam arah melintang
saluran dengan variasi kedalaman pada
debit 32 ltr/dt (Masjedi dkk., 2007) 47
24. Profil maksimum gerusan dengan dengan
debit yang berbeda pada posisi 60 derajat
(Masjedi dkk., 2007) 47
25. Sketsa Penempatan Pilar pada Model
Saluran Terbuka (Wiyono dkk, 2006) 49
26 Model Saluran Belokan 1800 50
27. Foto Pilar Terpasang pada Belokan
Saluran 51

viii
DAFTAR SINGKATAN

Simbol Uraian Satuan

a Percepatan m/dt-2
A Luas penampang m2
𝛼 Koefisien kekasaran pengaliran -
B Lebar saluran M
C Koefisien Chezy m1/2/dt
Cr Kemiringan permukaan air terhadap as -
saluran
Cs Koefisien superelevasi -
D Kedalaman maksimum aliran M
D35 ukuran sedimen yang 35 persen lolos M
saringan
D40 ukuran sedimen yang 40 persen lolos m
saringan
D50 ukuran sedimen yang 50 persen lolos m
saringan
D65 ukuran sedimen yang 65 persen lolos m
saringan
D85 ukuran sedimen yang 85 persen lolos m
saringan
D90 ukuran sedimen yang 90 persen lolos m
saringan
Dg ukuran rata-rata sedimen secara m
geometric
Dm diameter rata-rata m
𝛥 Kerapatan relative air -
F Gaya Newton kg/m2
.dt2
Fr Bilangan Froude -
g Gaya grafitasi m/dt2
γ Berat jenis spesifik N/m3
h Tinggi air m
He Tinggi energi m
Hrc Perbedaan permukaan air arah m
melintang
ks Besaran butiran m
ix
K Konstante Von Karman = 0,4 -
m Massa kg/m3
µ Viskositas dinamis kg/m
.dt2
ν Viskositas kenematis m2/dt
P Keliling basa saluran m
Q Debit air m3/dt
r Jari –jari belokan saluran m
rc Jari-jari pusat aliran m
R Jari-jari hidrolis m
Re Bilangan Reynolds -
ρa Rapat massa air kg/m 3

ρs Rapat massa sedimen kg/m3


SE Energi spesifik m
Sf Kemeiringan energi -
Sw Kemiringan air -
So Kemiringan dasar saluran -
Sr Kemiringan permukaan air -
σ Tegangan permukaan kg/m2
τo Tegangan geser dasar kg/m2
u Kecepatan air arah logitudinal m/dt
um Kecepatan rata-rata segmen m/dt
u0,2 Kecepatan air pada ketinggian 0,2 h m/dt
u0,6 Kecepatan air pada ketinggian 0,6 h m/dt
u0,8 Kecepatan air pada ketinggian 0,8 h m/dt
ū Kecepatan rata-rata penampang aliran m/dt
u∗ Kecepatan geser m/dt
uc Kecepatan kritis m/dt
V Kecepatan air arah transversal m/dt
W Kecepatan air dalam arah tegak lurus m/dt
saluran
z Segmen kedalaman air m
zo Tebal aliran viskos m
zb Tinggi dasar dari bidang persamaan m
Ψcr Parameter kritis Shields -
D∗ Parameter partikel -

x
BAB I
PENDAHULUAN

Bumi terdiri atas lautan dan daratan yang terdiri atas


pegunungan, gunung, bukit, dataran tinggi, dataran rendah,
lembah, dan ngarai, luas daratan tersebut hampir semuanya
terdiri atas daerah aliran sungai. Sedang daerah aliran sungai adalah
suatu wilayah daratan yang secara topografi dibatasi oleh punggung-
punggung bukit yang menampung dan menyimpan air hujan untuk
kemudian menyalurkannya ke laut melalui sungai utama (Asdak, 2002).
Definisi sungai secara umum adalah perpaduan antara
alur sungai dan aliran air. Sungai merupakan suatu alur yang
panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal
dari hujan. Aliran air marupakan bagian yang senantiasa tersentuh oleh
air. Daerah aliran sungai merupakan lahan total dan permukaan air yang
dibatasi oleh suatu batas topografi dan salah satu cara memberikan
sumbangan terhadap debit suatu sungai pada suatu irisan melintang
(Sehyan, 1990).
Suatu alur yang panjang di atas permukaan bumi tempat
mengalirnya air yang berasal dari air hujan atau bagian yang senantiasa
tersentuh oleh aliran air ini disebut alur sungai. Perpaduan antara alur
sungai dan aliran air di dalamnya disebut sungai (Sosrodarsono S. dkk.,
1994). Secara umum sungai dapat dibagi berdasarkan
pengalirannya pada daerah hulu di pegunungan dengan lereng
yang curam pada umumnya sungainya lurus sedang pada daerah
lereng dengan topografi sangat landai dekat muara terjadi
meander dan juga sering terbentuk delta. Di hulu pada
umumnya sungai mengalir deras oleh karena kemiringan
medannya yang sangat terjal, sedang sungai dibagian hilir sudah
memasuki dataran rendah yang kemiringan medannya cukup
landai, sehingga kecepatan air menjadi lambat dan sering terjadi
pengendapan sedimen, yang menyebabkan sungai menjadi
mudah berpidah-pindah arus dan berbelok-belok.
Debit Aliran Sungai adalah volume air sungai yang
mengalir dalam satuan waktu tertentu, atau debit air sungai
adalah tinggi permukaan air sungai yang terukur oleh alat ukur
pemukaan air sungai. Pengukurannya dilakukan tiap hari dengan
Automatic Water Level Record (AWLR), atau dengan pengertian
yang lain debit atau aliran sungai adalah laju aliran air atau
volume air yang melewati suatu penampang melintang sungai
persatuan waktu. Dalam sistem satuan SI besarnya debit
dinyatakan dalam satuan meter kubik perdetik.
Sungai dengan kemiringan yang landai menyebabkan
kecepatan air menurun sedimen akan mengendap yang
menyebabkan terjadinya hambatan aliran air berakibat
berubahnya sungai menjadi berbelok-belok dan semakin lebar.
Dari hal tersebut di atas sungai dengan aliran yang tetap dan
memisahkan antara daerah yang satu dengan yang lainnya,
memiliki beberapa macam morfologi antara lain sungai lurus,
sungai dengan belokan dan sungai yang menganyam. Pada
bagian hulu sungai pada umumnya terjal dimana aliran yang
terjadi adalah aliran kritis – turbulen, sedang pada bagian hilir

2
dimana alirannya landai dan berbelok-belok sehingga terjadi
aliran subkritis-turbulen.
Sungai berkelok-kelok adalah sistem dinamis yang
sangat nonlinier, yang menghasilkan pola planimetrik yang
kompleks dan mempesona. Memahami sifat perubahan
morfologis sungai ini telah lama menarik perhatian masyarakat
ilmiah, baik di bidang geomorfologi fluvial dan teknik hidrolik
(Frascati, 2008)
Karakteristik yang spesifik pada sebuah belokan sungai,
yaitu aliran air di belokan yang dapat menyebabkan gerusan
pada bagian luar belokan, sedang bagian dalam belokan dalam
terjadi endapan. Sungai mempunyai banyak masalah pada
gerusan yang terjadi di bagian luar tikungan sungai, sedang
bagian dalam tikungan terjadi endapan secara terus menerus
(Mozaffari dkk, 2011, Masjedi dkk, 2007).
Idealnya membangun jembatan pada bagian sungai yang
lurus untuk meminimalkan gerusan pada abutmen dan pilar,
namun sering kali ini sulit dilaksanakan khususnya pada daerah
perkotaan, oleh karena berdampak pada aspek sosial dan
ekonomi misalnya dilakukan pelurusan sungai (sodetan),
kegiatan tersebut akan menimbulkan dampak. Bila suatu sungai
dilakukan sodetan atau normalisasi sungai akan terjadi
perubahan hidrolis, lebih jelasnya perubahan hidrolis bila suatu
sungai dilakukan sodetan antara lain; kemiringan sungai menjadi
lebih terjal dari sebelumnya karena sungai menjadi lebih
pendek, kecepatan air menjadi lebih cepat, sebagian sedimen

3
dasar menjadi sedimen melayang, diameter sedimen yang
mengendap di dasar sungai menjadi lebih besar, terjadinya
penurunan air tanah khususnya disepanjang sungai, oleh karena
elevasi permukaan air di sungai turun, berkurangnya areal
genangan air di daratan, mempercepat air sampai di laut,
berkurangnya daerah resapan, bertambahnya luas daratan yang
tidak berfungsi lagi sebagai sungai, bergesernya pertemuan
antara air tawar dengan air laut bertambahnya daratan.
Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa sungai dibagian hilir
lebih banyak yang bermeander (belokan) dan khususnya didekat
muara yang mana pada umumnya adalah daerah perkotaan,
olehnya itu sangat sulit bila dilakukan sodetan, memerlukan
biaya yang besar, pembebasan tanah, ganti rugi bangunan dan
juga dampak sosial, ekonomi, kerusakan lingkungan.
Membangun suatu pilar jembatan pada belokan sungai
diperlukan suatu analisa terhadap kompleksitas aliran disekitar
belokan, dimana garis alirannya tidak hanya kurva liniar, tetapi
jalin menjalin yang menghasilkan arus spiral dan gelombang
bersilangan. Gaya sentrifugal yang terjadi pada aliran sepanjang
belokan yang berpengaruh terhadap naiknya permukaan air pada
bagian luar dan penurunan permukaan air pada bagian dalam
belokan kejadian tersebut didefinisikan sebagai superelevasi
(Chow, 1989, Yen, 1971, Duan, 2004), hal tersebut terlebih bila
pada suatu belokan sungai dibuat jembatan dimana ditengah
sungai terdapat pilar jembatan.

4
Beberapa penelitian mengkaji tentang aliran belokan
saluran, pengaruh adanya pilar jembatan yang dibangun di
penampang sungai akan mempengaruhi aliran sungai yang
berakibat berubahnya penampang melintang aliran. Beberapa
pengaruh akibat adanya pilar di tengah alur sungai antara lain,
terjadinya perubahan distribusi kecepatan, aliran semakin
meningkat turbulensinya, berubahnya topografi dasar sepanjang
belokan dari semua hal tersebut menyebabkan berubahnya
permukaan air dalam arah melintang sepanjang belokan.

5
BAB II
SALURAN TERBUKA

Membicarakan tentang aliran air di sungai, banyak


peneliti yang telah mengungkapkan tentang teori-teori yang
terkait dengan hal tersebut, sebagaimana diungkapkan oleh
Daryl dan Sentruck (1977) menulis bahwa Leonardo da Vinci
(1452-1519) telah mengembangkan metode penelitian mengenai
aliran saluran terbuka terhadap gerak fluida dan dan melakukan
pengamatan tentang pergerakan sedimen. Castelli (1628) dalam
bukunya yang berjudul “On the Measurement of Liquid
Current” dikemukakan tentang perinsip-perinsip dasar hidrolika
yang banyak digunakan sampai sekarang, dan beberapa ilmuan
yang telah mengembangkan hal yang terkait dengan fluida
antara lain Toricelli (1608-1647), Mariotte, Hooke, Parent,
Descrates, Pascal, dan Isac Newton.
Rumus tentang tahanan aliran Philippe-Gaspard
Gauckler (1826-1905) dan Robert Manning (1816-1897).
Giovanni Venturi (1746-1822) mempelajari pengaruh perubahan
penampang pipa dan saluran terhadap tekanan dan profil aliran.
Osborn Reynolds (1842-1912) mengembangkan teknik model
fisik gerak sedimen dasar dan meneliti masalah kavitasi. Selain
itu dia juga mengusulkan bilangan tak berdimensi yang dikenal
dengan bilangan Reynolds, dan meneliti kondisi aliran laminer,
turbulen, dan kritis.

6
Dalam mempelajari tentang prilaku sungai dan proses
pembentukan sungai yang merupakan suatu yang memberikan
pengaruh perubahan permukaan bumi (agent of earth crust
change), pengetahuan dasar untuk hal tersebut adalah
pengetahuan tentang morfologi dan hidrolika sungai, yang mana
didalamnya akan dibahas yang terkait dengan perilaku sungai.
Mempelajari tentang aliran air dan material atau sedimen
yang dibawanya pada suatu pengaliran sungai adalah hal
mendasar, olehnya itu diperlukan pengetahuan tentang type
aliran, persamaan pengaturnya, pengelompokkan aliran, dan
persamaan dasar alirannya.

2.1. Type Aliran

Type aliran pada saluran terbuka adalah:

a. Aliran tunak (steady flow)


Q
Perbahan volume terhadap waktu tetap 0
t
h
Perubahan kedalaman terhadap waktu tetap 0
t
v
Perubahan kecepatan terhadap waktu tetap 0
t
b. Aliran tak tunak (unsteady flow)
Q
Perbahan volume terhadap waktu tidak tetap 0
t
h
Perubahan kedalaman terhadap waktu tidak tetap 0
t

7
h
Perubahan kecepatan terhadap waktu tidak tetap 0
t
c. Aliran seragam (uniform flow)
Q
Besar dan arah kecepatan tetap terhadap jarak 0
s
h
Aliran dengan penampang sama 0
s
v
Variabel fluida lain juga tetap 0
s
d. Aliran tidak seragam (non uniform flow)
Q
Aliran dengan penampang tidak merata 0
s
h
Loncatan hidrolik (hydraulic jump) 0
s
Pengaruh pembendungan dan variabel lain juga tidak tetap
h
0
s
Untuk aliran tunak dan seragam (∂u/∂t = 0), yang
dimaksudkan bahwa kecepatan tetap sepanjang aliran (∂u/∂x=
0). Aliran tunak dan seragam pada saluran penampang
berbentuk prisma, aliran tetap, kecepatan dan tinggi air tetap,
permukaan air sejajar dengan dasar saluran. Aliran fluida
dengan viskositas disimbolkan dengan μ, Tinggi total terhadap
kekurangan energi adalah 𝛥He persatuan panjang dimana
kemiringan energi ie = 𝛥He/L adalah sama dengan kemiringan
dasar ib = sinβ, ie = ib.
Tinggi energi kecepatan (He), tetap sepanjang aliran,

8
2
u
He  (1)
2g
Dengan ; ū = Kecepatan rata-rata penampang aliran, g = gaya
gravitasi
Tinggi energi (He) dengan bidang persamaan (datum)
adalah;
2
u
H e  zb  h cos   (2)
2g
untuk kemiringan yang tidak tajam cosβ = 1, sehingga total
energi menjadi
2
u
H e  zb  (3)
2g

Tinggi elevasi permukaan air dari bidang persamaan


adalah (zb + h), sedang energi spesifik (SE) didefinisikan adalah
energi perunit massa fluida dengan pengaruh dasar saluran
didefinisikan
2
u Q 2
SE  h   (4)
2g 2 gA2
Dengan: Q = Debit aliran, A = Luas penampang melintang
saluran.

2.2. Kecepatan Aliran dan Distribusi Kecepatan

Aliran permanen beraturan dan seragam merupakan


salah satu karakteristik aliran pada saluran terbuka. Jenis aliran
seperti ini jarang ditemui di alam. Walaupun demikian
9
mempelajari aliran seragam adalah hal yang sangat penting,
sebab banyak aliran di alam yang mendekati aliran seragam.
Adapun ciri-ciri aliran seragam adalah aliran tidak berubah
terhadap waktu (steady), kedalaman air pada setiap titik konstan
dan kemiringan garis energi identik dengan kemiringan muka air
dan dasar saluran (Sf = Sw = S0).
Tegangan gesek adalah gaya gesek yang bekerja
persatuan luas. Konsep tegangan didasarkan atas Hukum
Newton II tentang gerak sebagaimana pada gambar 1.

 F  m.a (5)

u2/2g
Sf
h Sw
FP1 W sin 

FP2
 S0
W cos 

Gambar 1. Gaya-gaya yang bekerja pada pias aliran


Berdasarkan konsep tersebut, gaya-gaya yang bekerja
pada aliran terdiri atas 2 macam yakni gaya penghambat dan
gaya pendorong. Gaya penghambat terdiri atas gaya tekanan
hidrostatis di sebelah hulu dan di sebelah hilir pias yang saling
meniadakan dan gaya berat massa air (W). Gaya penghambat
merupakan gaya gesek pada dinding saluran. Untuk aliran
permanen seragam, percepatan aliran (a = du/dt) = 0), dengan
demikian :
10
W sin   P dx  0  F p1 Fp 2  0 (6)

 adalah sudut kemiringan dasar, P adalah keliling basah


saluran. Bila dijabarkan lebih lanjut dengan asumsi bahwa untuk
 kecil, sin   Sf  S0, sehingga ( A dx  ) sin   p d  0
A
0   g Sf (7)
Pm

 0  R  g S f untuk sungai atau aliran sangat lebar (b/h > 10),

maka R  h, sehingga:
 0   g h S0 (8)
0 adalah tegangan gesek dasar
Persamaan distribusi tegangan gesek vertikal untuk
aliran laminer dan turbulen, dapat dituliskan :
z
 0   g S0 (1  ) (9)
h
Untuk aliran laminer, tegangan gesek lebih dipengaruhi
sifat viskositas aliran, dan dapat dinyatakan secara spesifik
dengan:
du
0   , dan bila τz disubstitusi dengan ρghSo, maka
dz
diperoleh distrubusi kecepatan vertikal berbentuk parabola:
g S0
uz  )(h z  0,5 z 2 ) (10)

Sedangkan distribusi kecepatan rata-ratanya adalah:

11
g S0 2
u h (11)
3

Secara umum distribusi kecepatan pada kedalaman


tertentu dalam kondisi rezim hidrolik halus dan kasar aliran
adalah;
u* z
u ln ( ) (12)
K z0
Nikuradse (1933) dalam Leo C. van Rijn (1994) merumuskan
distribusi kecepatan untuk dasar yang bergerak (sedimen)
u z
 5,75 log ( )  B (13)
u* z0

dengan : u = Kecepatan rata-rata, u*= Kecepatan geser, z =


tinggi aliran, zo = tebal aliran viskos, z0 = nilainya tergantung
rezim aliran dimana untuk u = 0 di z = z0.
b g 2
u*  u* 
2
Sedang atau u dapat dituliskan
 C2

u
u*  g
C
0,11 u k
Rezim aliran dasar halus z0  untuk * s  5
u* 
u* k s
Rezim aliran dasar kasar z0  0,033 k s untuk  70

0,11 u k
Rezim aliran transisi z0   0,033 z0 untuk 5  * s  70
u* 

12
Gambar 2. Distribusi kecepatan untuk rezim aliran hidrolik
halus dan kasar (Leo C. van Rijn, 1990)

Sedang besaran nilai B dapat dilihat pada grafik yang telah


dirumuskan oleh Nikuradse, 1933 sebagaimana pada gambar 3
dibawah ini

Gambar 3. Nilai B dengan Logaritmic Low.

Untuk pengukuran kecepatan pada aliran pengukurannya


dilakukan dengan alat current meter, dengan cara membagi
segmen dalam arah melintang saluran, direkomendasikan oleh

13
French (1985), Daryl dan Sentruck (1977), Chow (1989)
sebagai berikut:
u 0 ,8  u 0 , 2
u (14)
2
Sedang untuk air dangkal (lihat syarat alat ukur)
pengkuran dilakukan setiap segmen dengan kedalaman 0,6h dari
dasar saluran.

u  u0 , 6 (15)

2.3. Pengelompokan aliran

Pengelompokan aliran berdasarkan gaya kekentalan


(viscous forces) dijabarkan oleh Reynolds (Re),

u2
 uL
Re  L  (16)
u
 2 
L
u2 u
Dengan:  = Gaya enersia,  2 = Gaya gaya geser
L L
terhadap dasar.
Menurut Chow (1989), nilai Re untuk saluran terbuka Re ≤ 500
disebut aliran berlapis (laminer flow), Re ≥ 2000 disebut aliran
bergolak (turbulent flow), 500<Re<2000 disebut aliran transisi.
Nilai Re untuk saluran tertutup pipa: Re≤2.000 disebut aliran
berlapir (laminer flow), Re ≥ 50.000 disebut aliran bergolak
(turbulent flow), 2.000<Re<50.000 disebut aliran transisi.

14
Aliran laminar Aliran turbulen
Gambar 4. Aliran Laminer dan Aliran Turbulen
Pengelompokan aliran berdasarkan gaya gravitasi
dijabarkan Froude (Fr) dengan suatu bilangan tak berdimensi
u
Fr  (17)
gD
Dengan: u = Kecepatan rata-rata aliran, g = Gaya
gravitasi, D = Kedalaman maksimum aliran

Bila Fr < 1, artinya u  gD = aliran sub kritis

Bila Fr > 1, artinya u  gD = aliran super kritis

Bila Fr = 1 artinya u  gD = aliran kritis

Mengacu pada batasan untuk saluran terbuka menurut


Chow (1989), dapat disimpulkan bahwa hubungan antara aliran
berdasarkan kekentalan dan aliran berdasarkan gaya gravitasi
(Re dan Fr) untuk saluran terbuka sebagai tabel 1.

15
Tabel 1. Pengelompokan aliran berdasarkan bilangan Froude
dan Reynolds pada saluran terbuka
Bilangan Bilangan
No. Pengelompokan Froude Reynolds
(Fr) (Re)
1 Aliran sub keritis– berlapis <1 < 500
2 Aliran superkritis – berlapis >1 < 500
3 Aliran sub kritis – transisi <1 500< Re < 2000
4 Aliran super kritis – transisi >1 500< Re < 2000
5 Aliran kritis =1 Bebas
6 Aliran sub kritis – bergolak <1 > 2000
7 Aliran super kritis - bergolak >1 > 2000

16
BAB III
ANGKUTAN SEDIMEN

3.1. Mekanisme angkutan sedimen

Pengangkutan sedimen di sungai pada umumnya


digerakkan oleh aliran air sehingga sangat penting untuk
mengetahui sifat-sifat aliran terutama aliran pada saluran
terbuka. Beberapa sifat dan parameter yang saling berkaitan
Tebel 2. Sifat dan parameter angkutan sedimen
Besaran Simbol Satuan/dimensi Rumus
M
Rapat massa air ρa Kg.m-3 - M L-3 
V
M
Rapat massa sedimen ρs Kg. m-3- M L-3 
V
Berat jenis (spesfic
ϒ N. m-3  g
weight)
s  a

Kerapatan relatif air 𝛥 - a

μ Kg. m-1det- u
Viskositas dinamik 1
/N.det. m-1  
z


Viskositas kinematik  m2/dt – L2T-2 

Kg.det-2 atau
Tegangan permukaan σ N. m-2
-

dan berpengaruh pada pengangkutan sedimen dikutip dari Leo


C. van Rijn (1989), khususnya tentang simbol dan

17
satuan/dimensi yang erat kaitannya dengan hal tersebut
disimpulkan sebagaimana pada tabel 2.

Menurut mekanisme muatan sedimen di sungai


dibedakan menjadi 2 macam (Jansen dkk., 1979) yaitu:

a. Muatan dasar (bed load), dimana penggerakan partikel


sedimen di dalam aliran air sungai berlangsung dengan cara
menggelinding, meluncur, dan atau meloncat-loncat di atas
permukaan dasar sungai.
b. Muatan melayang (suspended load), terdiri dari butiran
halus yang senantiasa melayang di dalam aliran air sungai.
Kecenderungan partikel sedimen untuk mengendap selalu
terkompensasi oleh aksi defusif dari aliran turbulen air
sungai. Muatan melayang ini mengalir tidak mempunyai
kontak dengan dasar sungai untuk waktu tertentu, artinya
pada kondisi aliran sungai disebelah hilir (kelandaian
tertentu) muatan melayang ini akan menjadi muatan dasar.

Sedangkan menurut asalnya bahan angkutan sedimen


sungai juga dibedakan menjadi 2 macam yaitu ;

a. Material sedimen dasar (bed material), yaitu bahan angkutan


yang berasal dari dalam tubuh sungai itu sendiri. Bahan
angkutan sedimen ini dapat diangkut sebagai muatan dasar
maupun muatan melayang.
b. Material cucian (wash load), yaitu bahan angkutan sedimen
yang berasal dari sumber sumber luar (diluar tubuh sungai)

18
yang tidak ada hubungannya dengan kondisi lokal sungai.
Bahan angkutan ini berasal dari hasil erosi di daerah aliran
sungai terutama dari bagian hulu dan hanya bisa diangkut
sebagai muatan melayang, umumnya terdiri dari bahan-
bahan yang sangat halus dengan ukuran < 50 mm. Di sungai
muatan cucian selalu melayang sehingga tidak akan
mempengaruhi perubahan dasar sungai, hanya berpengaruh
pada sedimentasi di waduk atau pengendapan di muara pada
umumnya kecepatan aliran sangat kecil.
Untuk lebih jelasnya cara pergerakan sedimen dapat
dilihat pada gambar oleh Jansen dkk.,1979 sebagaimana
gambar 5.

Muatan Material
Melayang Cuci
(suspended (wash load)
load)

Mekanisme Asal Bahan


Angkutan Angkutan

Material
Muatan Dasar
Dasar (bed material)
(Bed load)

Gambar 5. Asal dan cara bergeraknya sedimen di sungai .

19
3.2. Gerak Mula Partikel Sedimen dan Kecepatan Kritis

Air yang mengalir pada permukaan sedimen


menimbulkan gaya pada butiran yang cenderung
menggerakkannya, sedang besarnya gaya tahanan yang
ditimbulkan oleh air mengalir berbeda-beda tergantung dengan
ukuran butiran sedimen. Untuk sedimen dasar misalnya pasir,
kerikil, gaya tahanan adalah berat partikel sedimen. Sedimen
halus yang mengandung sedikit lumpur atau tanah liat
cenderung bersifat kohesif, tahanannya berdasarkan gaya berat
butir secara individu. Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa sedimen dengan butiran halus akan bergerak sebagai satu
kesatuan, sedang sedimen kasar yang bersifat non kohesip
bergerak sebagai butiran yang bebas.
Bila gaya hidrodinamik bekerja pada suatu butiran dari
sedimen atau agregat dari partikel sedimen non kehesip telah
mencapai suatu nilai yang bila ditambah sedikit saja akan
menyebabkan butiran bergerak, yang biasa disebut kondisi
kritis, nilai kondisi kritis tersebut mencapai suatu besaran gaya
geser dasar aliran, maka kecepatan rata-ratanya telah mencapai
kritis, pada kondisi aliran seperti ini berpotensi menggerakkan
sedimen.
Beberapa peneliti yang banyak digunakan penelitiaanya
dalam hal gerak mula antara lain Shields (1936) dalam Leo C.
van Rijn (1989) sebagaimana gambar 6, dimana dalam grafik
Shields telah dibuat bilangan tak berdimensi yaitu sumbu tegak

20
adalah parameter gerak sedang pada sumbu horizontal adalah
parameter partikel, dengan menggunakan parameter ini, grafik
Shields dapat dinyatakan;
Ψcr = 0,24 D*-1 untuk nilai 1 < D* ≤ 4

Ψcr = 0,14 D*-0,64 untuk nilai 4 < D* ≤ 1

Ψcr = 0,04 D*-0,1 untuk nilai 10 < D* ≤ 20

Ψcr = 0,013 D*-0,29 untuk nilai 20 < D* ≤ 150

Ψcr = 0,055 untuk nilai D* > 150

 *cr
 cr  (18)
(  s   a ) g D50

g
1/ 3

D*  D50  2  (19)
 v 
Dengan : Ψcr = parameter kritis Shields (tanpa dimensi)
D* = parameter partikel (tanpa dimensi)
τ*cr= tegangan geser kritis
ρs = rapat massa sedimen
ρa = rapat massa air
g = gaya gravitasi
D50 = diameter median
s  a
 , dan ν = Kekentalan kinematis
a

21
Gambar 6. Grafik Shields.

Gerak mula sedimen terjadi bila kecepatan kritis lebih


besar dari kecepatan rata-rata aliran, beberapa peneliti telah
merumuskan tentang kecepatan kritis sebagaimana telah
dikemukakan dalam Xiaoqing (2003) terhadap rumus dari
beberapa peneliti sebagai berikut:

Shamov (1952),
1/ 6
h
uc  1,47 gD   (20)
D

Goncharov (1962),

22
gD s    8,8h
uc  1,06 log (21)
 D95

Levy (1956), untuk

R 12 R
 90, uc  1,4 gD log (22)
D90 D90

dan untuk

R 12 R
 10  40, u c  (1,04  0,87 log ) gD (23)
D90 D90

Persamaan gerak sedimen kohesif, pada jurnal The Wuhan


Institute of Hydraulic and Elektric Engineering (1961) dalam
Xiaoqing (2003).

1/ 2
   10  h 
0 ,14
h
uc    17,6 s D  6,05 x 10 7 x 0,72  (24)
D   D 

3.3. Distribusi Ukuran Butiran

Menurut Daryl dan Sentruck (1977) metode yang paling


umum digunakan untuk menentukan distribusi ukuran butiran
secara mekanis dilakukan dengan analisis saringan (sieve
analysis) sebagaimana gambar 7. Secara umum hasilnya
disajikan sebagai berat komulatif yang lolos saringan yang
disajikan dalam grafik ukuran butiran. Persentase berat dari
sedimen yang lebih kecil atau lebih besar dari ukuran tertentu

23
diplot kegrafik partikel, dari grafik frekuensi ukuran diperoleh
sebagai berikut:
a. D35, ukuran sedimen yang 35 persen, ukuran ini digunakan
oleh Einstein sebagai ukuran butir yang mewakili ukuran
sedimen.
b. D40 ukuran yang digunakan oleh Schoklitsch sebagai
diameter sedimen.
c. D50, diameter median, secara alami diasumsikan bahwa
ukuran ini merupakan campuran sedimen berbagai
diameter, Shields menggunakan ukuran D50 dalam analisis
atau awal gerak sedimen.
d. Pengambilan ukuran sedimen sebagai anggapan mewakili
ukuran butiran hanya berdasarkan pilihan para peneliti
sebagaimana yang dilakukan oleh Einstein yaitu
menggunakan D65, ukuran yang digunakan untuk
menentukan kekasaran dasar. Hal ini juga digunakan oleh
Senturk untuk mewakili kekasaran dalam tahanan aliran.
e. D90, ukuran dipilih oleh Meyer-Peter dan Muller untuk
mewakili diameter sedimen
f. D85 ukuran yang digunakan oleh Simon dan Ruchardson
dalam formula yang mereka ditetapkan untuk perhitungan
tahanan aliran pada sedimen dasar.
g. Dg, ukuran rata-rata sedimen secara geometrik
h. Dm, diameter rata-rata

24

1/ 2
Di D 
Dm  i
Standar deviasi, dan Dg   84,1 
100 D 
 15,9 

Gambar 7. Grafik distribusi ukuran butiran Dm, D35, D50, D65,


D85 dan D90.

25
BAB IV
ALIRAN PADA BELOKAN SALURAN

4.1. Gerusan pada Belokan Saluran

Mozaffari dkk. (2011) melakukan penelitian dengan


menitik beratkan pada adanya arus sekunder yang berhubungan
dengan dasar saluran pada belokan sungai yang sangat
berpengaruh terhadap distribusi kecepatan dalam arah vertikal
dan arah melintang, yang menyebabkan tegangan geser dalam
melintang dan memanjang pada belokan. Penelitian dengan
menggunakan satu set saluran buatan untuk menelusuri
distribusi kecepatan dalam arah melintang dan memanjang
saluran pada belokan saluran, dan dilakukan di laboratory of
hydraulics departement of EPFL University in Switzerland,
dengan menggunakan debit 63, 89, dan 104 ltr/dt. Dengan
dimensi saluran lebar 1,3 m, sudut belokan 193 derajat,
pengambilan data dilakukan mulai pada Januari 2009 sampai
dengan bulan September 2009, pengukuran kecepatan dengan
menggunakan alat Acoustic Doppler Velocimeter Profiler
(ADVP)

26
Gambar 8. Model saluran penelitian (Mozaffari dkk., 2011)

Gambar tersebut di atas memperlihatkan sirkulasi


dimana bak sebagai sumber air untuk dialirkan ke saluran, yang
bermula pada saluran lurus dengan panjang 9 m, kemudian
memasuki belokan saluran dengan jari-jari 1,7 m, pada hilir
pertama saluran dengan panjang 3 m, dan selanjutnya dengan
saluran 2 m menuju pada bak penampung sedimen.
Tabel 3. Besaran aliran dan dimensi saluran model Mozaffari
dkk. (2011)
Q H u u* Sf Re Fr R/B R/H B/H
lt/dt m m/dt m/dt [-] [-] [-] [-] [-] [-]
63 0,098 0,49 0,056 0,004 43000 0,5 1,31 17 13
89 0,12 0,54 0,063 0,0037 58000 0,5 1,31 14,1 10,8
104 0,13 0,63 0,065 0,0043 73000 0,56 1,31 13 10

27
Gambar 9. Potongan melintang permukaan sedimen pada sudut
belokan 700 dan topografi aliran untuk debit 63 lt/dt
(Mozaffari dkk., 2011)

Pada gambar 9 menunjukkan perubahan topografi untuk


debit 63 ltr/dt dengan gerusan maksimum pada bagian luar
belokan saluran, dan pada bagian dalam belokan saluran terjadi
pendangkalan, diperlihatkan juga adanya gerusan pada 6 titik,
yang terdalam pada bagian luar belokan di sudut 700.
Kemiringan dasar saluran mulai pada sudut 31 0, dan gerusan
mulai menurun setelah sudut belokan 900.
Penelitian lainnya yang dilakukan oleh Blanckaert
(2002) dengan dimensi hidrolis pada tabel dibawah ini:
Tabel 4. Dimensi hidrolis model (Blanckaert 2002)
R B Q Ss u C Re Fr R/B R/H B/H
m m lt/dt o/o m/dt m1/2/dt 103 - - - -
o
2 0,40 17 0,11 1,89 35 42 0,36 5 17,9 3,6

Blanckaert (2002) melakukan penelitian pada belokan


saluran sebagaimnana yang telah dilakukan sebelumnya oleh

28
Mockmore (1943), Einstein & Keras (1954), Rozovskii (1957),
pengukuran kecepatan pada belokan saluran dilakukan dalam
arah 3 dimensi dilakukan dengan menggunakan ADVP. Kontur
topografi dasar dan kecepatan dalam arah transversal atau
melintang saluran gerusan mulai terjadi pada belokan 300 dan
gerusan paling dalam pada belokan 450, sebagaiman terlihat
pada gambar 10.

Gambar 10. Arah kecepatan melintang saluran dan topografi


dasar pada belokan (Blanckaert, 2002)

4.2. Superelevasi

Aliran spiral pada belokan saluran pertama kali diamati


oleh James Thomson pada tahun 1876. Penyebab utama gejala
aliran spiral adalah gesekan pada dinding saluran yang
menyebabkan kecepatan filamental lebih tinggi pada daerah di
dekat pusat dibandingkan dengan di dekat dinding saluran, gaya
sentrifugal mengelilingi lengkungan mengahasilkan suatu hal
yang unik menyebabkan terjadinya peningkatan tinggi muka air

29
pada bagian luar belokan saluran sedang bagian dalam lebih
rendah. Dalam usaha untuk melukiskan pengaruh dan besarnya
aliran spiral, pada belokan yang berbeda-beda, dan kondisi
aliran yang bermacam-macam, menurut Ahmad Shukry (1950)
dalam Chow (1989) digunakan istilah yang dinamakan kekuatan
aliran spiral. Kekuatan aliran spiral didefinisikan sebagai rasio
peresentase energi kinetik rata-rata gerakan lateral, terhadap
energi kinetik total aliran pada penampang yang ditinjau. Energi
kinetik aliran tergantung pada kuadrat kecepatan aliran (Chow
1989), kekuatan penampang tersebut adalah;

2
u xy
S xy  x 100 (25)
u2
Dengan: uxy adalah proyeksi vektor kecepatan rata-rata pada
bidang xy dan u adalah kecepatan rata-rata pada penampang, jadi
untuk saluran lurus Sxy = 0.
Perubahan permukaan air dalam arah melintang saluran
disebut superelevasi, dimana pada sisi luar belokan permukaan
air naik sedang pada sisi dalam belokan permukaan air turun,
secara praktis superlevasi diestimasi terhadap pengaruh
kecepatan rata-rata aliran dan perbandingan antara lebar
permukaan air dengan jari-jari belokan. Penyebab utama gejala
aliran spiral adalah gesekan pada dinding saluran, gaya
sentrifugal yang membelokkan partikel air, dan distribusi
kecepatan vertikal yang terjadi pada saluran, superelevasi

30
dipengaruhi adanya gerakan helikal dan perubahan topografi
dasar saluran.
Permukaan air pada aliran belokan saluran dirumuskan
dengan persamaan gerak aliran oleh Yen dkk. (1971),
merumuskan persamaan matematik terhadap permukaan air
dalam arah melintang dan memanjang pada belokan saluran
dengan menggunakan koordinat selinder, dengan merumuskan
kembali persamaan gerak untuk aliran turbulen, sehingga
persamaan dapat dituliskan permukaan air dalam arah melintang
dan memanjang sepanjang belokan saluran sebagai berikut;
   v  
 2 z1 / h  2    
ru   u   u m   d  z 
2
Sr  m  2  *  sin   2  
u u
  (26)
h  um   um    h 
 
2 gr u
 z0/ h m
 
   

Dengan : Sr = Kemiringan melintang saluran pada belokan


v
Sin 
u
Θ = sudut belokan salurang
g = gaya gravitasi
h = tinggi permukaan air

0
u*  = Kecepatan geser

um = Kecepatan rata-rata segmen saluran
ū = Kecepatan rata-rata arah memanjang aliran

v = Kecepatan rata-rata arah melintang aliran


ρ = rapat massa zat air

31
r = Jari-jari belokan saluran
z0 = kekasaran dasar saluran
z1 = z = tinggi air
2
ru 
Apabila Cr1  2  *2  sin 
hu 
2
 u  z
z1 / h

Cr 2  2    d   dan
z0 / h  m 
u h
 v 
 
z1 / h
 u  u z
Cr 3   2     m  d  
z0 / h  m 
u  h
maka Cr  Cr1  Cr 2  Cr 3 Secara sederhana superelevasi dapat

dinyatakan
2
um
Sr  Cr (27)
2 gr
Dengan : Sr = Kemiringan permukaan air

Cr = Kemiringan permukaan terhadap as saluran

um = Kecepatan rata-rata segmen

g = gaya gravitasi

r = jari-jari belokan saluran

Dengan integrasi numerik nilai Cr1, Cr2, dan Cr3 dapat dihitung,
sehingga profil permukaan air arah melintang pada setiap
potongan

32
r 2 r
um Cr
H rc   S r dr   dr (28)
rc
2g rc
r
Dengan : Hrc = Perbedaan permukaan air arah melintang (m)
um = Kecepatan rata-rata penampang (m/dt)
g = Gaya gravitasi
r = jari-jari saluran,
rc = jari-jari pusat aliran
Cr = kemiringan permukaan terhadap as saluran
Dengan menggunakan data dari dua model belokan
saluran yang telah dilaksanakan penelitiannya di Iowa Institute
Hydraulic Research, dan model tersebut dianggap sebagai
mewakili sungai Mississippi dan Missouri, dimana terdapat dua
belokan 900, dengan dimensi hidrolis sebagai berikut:
Tabel 5. Ukuran dan hidrolis model (Yen dkk., 1971)
Bentuk Penampang rc B Re Fr rc/B
Saluran segi empat 28 ft 14 ft 0,7 x105 0,3 2
s.d. s.d.
1,6 x105 0,7
Saluran trapesium 28 ft 6 ft 2,5 x105 0,37 4,67
s.d. s.d.
5,5 x105 0,82

Superlevasi pada potongan melintang saluran dengan


mengintegrasikan persamaan di atas
r
Hs C
2
  r dr
um ri
r (29)
2g

33
Gambar 11. Sketsa belokan saluran penelitian (Yen dkk.,1971)

Gambar 12. Topografi dasar saluran untuk model penampang


trapesium (Yen dkk., 1971)

Dengan: Hs = Tinggi Superelevasi, ro = Jari-jari bagian dalam


belokan, dan ro = Jari-jari bagian luar belokan, sehingga
koefisien superlevasi dapat didefinisikan

34
C r 
r 0 / rc
Hs rc
Cs    r d 
um B s ri / rc r  rc 
2
(30)
2g
Dengan: Bs = ro - ri lebar permukaan air melintang koefisien
superelevasi berdasar atas pengukuran pada model dan
perhitungan dengan analisa numerik oleh Yen dkk. (1971),
dengan data mulai dari sudut belok 00 sampai dengan Π/2
sebagaimana pada gambar 13 menunjukkan bahwa koefisien
superelevasi pada equilibrium bed model jauh lebih besar
dibandingkan dengan trapezoidal model.

Gambar 13. Koefisien superelevasi (Yen dkk. 1971)

Mencermati besaran koefisien superlevasi (Cs) pada


gambar 13, untuk saluran equilibrium bed model nilai Cs
terbesar pada belokan 450 nilai Cs = 4,2 yang terkecil pada
belokan 900 dengan nilai Cs = 1,7 dan di 00 = 1,5, sedang saluran
trapezoidal model menunjukkan nilai kurang lebih Cs = 2,2
35
sedang terkecil di belokan 00 dan 900 Cs = 1,0. Ahmed Shukry
(1950) dalam Chow (1985), dinyatakan bahwa nilai koefisien
superelevasi rata-rata untuk dasar tanpa sedimen kurang lebih Cs
= 2,0, sedang untuk saluran dengan dasar bergerak atau dengan
dasar sedimen Cs = 2,2. Penelitian yang dilakukan di Fakultas
Teknik Universitas Tadulako (Ishak, 2015) hasilnya
menunjukkan bahwa baik dengan dasar sedimen maupun dengan
sedimen, pilar dan tanpa pilar menunjukkan bahwa nilai Cs < 4,
dan nilai maksimum terjadi pada belokan 300, direkomendasikan
dalam aplikasi Cs = 4, artinya untuk mengetahui tinggi kenaikan
muka air adalah dengan memasukkan kecepatan rata-rata, lebar
sungai, jari-jari belokan pada rumus Cs = Hs/(u2/2g) *rc/Bs.

Analisis permukaan air, topografi dan tegangan geser


dasar saluran sebagaimana penelitian yang dilakukan oleh
Kironoto (1982) yang dilaksanakan pada saluran alamiah di
belokan sungai Baldwin Creek dekat Lander, Wyoming, dimulai
pada sungai sepanjang 100 m, kemudian masuk kesaluran yang
berbelok dengan sudut belokan sungai sebesar 180⁰, Jari-jari
belokan R = 10,7 m, debit 1,96 m3/dt. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa zona terdalam saluran belum tentu
menghasilkan tegangan geser terbesar, karena berdasar atas
pengukuran dimana terdapat air dangkal dengan sedimen pasir
tergerus.

36
4.3. Distribusi Kecepatan pada Belokan Sungai

Mozzafari (2011), pada gambar 14 dan 15


memperlihatkan perbandingan antara hasil perhitungan dengan
rumus-rumus oleh peneliti sebelumnya yaitu Rozovskii (1961),
Kikkawa dkk. (1976), Johannesson and Parker (1989) dan
Bridge (1992) hasil pengukuran dengan menggunakan alat
ADVP. Pada gambar di bawah menunjukkan bahwa dengan
menggunakan rumus logarithmic velocity profile kecepatan
maksimum pada permukaan sedang dengan menggunakan
ADVP hasilnya kecepatan merata setelah z/h = 2 baik pada sisi
luar maupun pada sisi dalam belokan, demikian juga terjadinya
perbedaan hasil dengan menggunakan rumus-rumus yang
dilakukan oleh peneliti sebelumnya, gambar 14 menunjukkan
bahwa profil kecepatan pada belokan tidak membentuk
lengkung logaritmik.

Gambar 14. Pengukuran profil kecepatan pada potongan


melintang 1800 (Mozaffari, 2011)
37
Gambar 15. Profil kecepatan beberapa model penelitian untuk
debit 63 lt/dt (Mozaffari, 2011)

Booij (2003) melakukan penelitian dilakukan model


belokan saluran di Laboratorium Mekanika Fluida Delft
University of Technology (DUT), saluran ini sebagai model dari
sungai alamiah, tinggi air h = 0,05 m, lebar B = 0,5 m dan jari-
jari rc = 4,10 m, debit 5,2 lt/dt = 0,0052 m3/dt, kecepatan aliran
= 0,2 m/dt, belokan saluran 180⁰. Model ini merupakan aliran
yang dangkal (B/h=10) dan belokan sungai (Rc/h=80). Setelah
dilakukan perhitungan terhadap dimensi aliran sehingga
diperoleh hasil bahwa bilangan Reynolds sebesar Re= 10.000,
dan bilangan Froude sebesar Fr = 0,02. Penelitian ini difokuskan
pada distribusi kecepatan dalam arah 3 D

38
Gambar 16. Model belokan saluran di Delft University of
Technology (Booij, 2003)

Hasil pengukuran dengan menggunakan alat Laser


Doppler Velocity (LDP) dalam arah 3 dimensi hasilnya
menunjukkan bahwa adanya aliran sekunder arah melintang
belokan saluran sebagaimana pada gambar 17.

Gambar 17. Hasil pengukuran kecepatan sekunder atau biasa


disebut kecepatan arah melintang saluran (Booij,
2003)

39
Gambar 18. Profil vertikal terhadap pengukuran komponen
kecepatan (Booij, 2003)

Gambar 18 menunjukkan bahwa kecepatan aliran dalam


memanjang saluran (u) menunjukkan bahwa distribusi
kecepatan membentuk logaritmik, dan untuk arah melintang
saluran (v) semakin mendekat kepermukaan kecepatannya
semakin besar, sedang arah vertikal (w), dekat dasar terjadi
aliran negatif, maksimum kecepatan pada bagian tengah
penampang dan besarnya relatif kecil dibandingkan dengan
kecepatan arah longitudinal atau kecepatan memanjang saluran.
Penelitian yang dilakukan oleh Duan (2004) dengan
simulasi model terhadap hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh dua peneliti de Vriend (1979) rc/B = 3,5 dan
Rozovskii (1961) rc/B = 1 dengan belokan 180⁰,
membandingkan dengan simulasi model matematis.

40
Tabel 6. Data geometrik saluran dan parameter aliran yang
disimulasi.
Debit Q Lebar Kedalaman Kecepatan
Peneliti rc/B
(m3 /dt) B (m) h (m) (m/dt)
De Vriend 0,0671 1,7 0,1953 0,202 3,5
(1979)
Rozovskii 0,0123 1,7 0,0530 0,265 1,0
(1961)
Sumber : Duan (2004)

Aliran melalui belokan saluran yang tidak tajam rc/B =


3,5 (de Vriend 1979), aliran dengan penampang tetap lebar 1,7
m dasar yang horizontal dengan dinding tegak, panjang saluran
sebelum belokan 4,25 m, setelah belokan 6,0 m, dengan sudut
belokan 180⁰.

Gambar 19. Model fisik penelitian (de Vriend,1979 dan


Rozovskii, 1961 dalam Duan, 2004)

Perbandingan antara jari-jari belokan dengan lebar


adalah 3,5. Debit pengujian sebesar 0,0671 m3 /dt, kecepatan
rata sebesar 0,202 m/dt, kedalaman rata-rata 0,1953 m.

41
Pengukuran aliran dilakukan dengan 49 potongan melintang,
setiap potongan melintang diukur dengan 23 titik.

Dengan membuat persamaan pengatur (model


matematis) seperti persamaan momentum aliran sebagai berikut:

a. Persamaan logarithmic law

u 1  z 
 ln   (31)
u* K  z o 

b. Hasilnya menunjukkan bahwa penurunan kecepatan pada


belokan sebelah dalam, sedang pada sebelah luar belokan
terjadi kenaikan kecepatan. Akselerasi terhadap perubahan
aliran pada belokan sebelah dalam disebabkan adanya
pergeseran dalam arah melintang aliran terhadap perubahan
momentum aliran sekunder, belokan aliran yang mempunyai
jari-jari yang besar dibandingkan dengan lebar aliran sangat
sedikit pengaruhnya terhadap aliran sekunder dalam arah
potongan melintang saluran.

42
BAB V
BELOKAN SALURAN DENGAN HAMBATAN

Wiyono dkk. (2006) menggolongkan jenis gerusan yang


terjadi pada sungai yaitu:

a. Gerusan umum (general scour) adalah gerusan umum ini


merupakan suatu proses alami yang terjadi pada sungai.
b. Gerusan akibat penyempitan di alur sungai (constraction
scour).
c. Gerusan lokal (local scour) adalah gerusan lokal ini pada
umumnya diakibatkan adanya bangunan air, misalnya pilar
jembatan, ada dua macam gerusan lokal yaitu:
 Clear water scour
Pergerakan sedimen hanya terjadi pada pilar. Ada dua
macam:
- Untuk (u/uc) < 0,5, gerusan lokal tidak terjadi dan
proses transportasi sedimen tidak terjadi.
- Untuk 0,5 ≤ (u/uc) ≤ 1, gerusan lokal terjadi menerus
dan proses transportasi sedimen tidak terjadi.
 Live bed scour
Untuk (u/uc) > 1, terjadi karena adanya perpindahan
sedimen
Dengan : u = kecepatan aliran rata-rata (m/dt)
uc = Kecepatan alira kritis (m/dt)

43
Mempelajari kedalaman gerusan di sekitar pilar
jembatan di belokan sungai sebagaimana penelitian yang telah
dilakukan oleh Masjedi dkk. (2007) dengan membuat model
flume di laboratorium dengan belokan 1800, rc/B = 4,7 (rc = jari-
jari belokan, B = Lebar flume), diameter pilar 6 cm, dengan
memindah-mindahkan pilar dari posisi 00, 300, 600, 900, 1200,
1500, dan 1800, kedalaman air konstan 12 cm, pasir alam yang
seragam D50 = 2 mm dengan faktor keseragaman 1,7 yang
digunakan sebagai dasar saluran, debit aliran sebesar 18, 20
ltr/dt. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aliran alami di
sungai khususnya di tikungan di mana terdapat pilar jembatan
sangat mempengaruhi tingkat kedalaman gerusan yang mana
turbulensi semakin besar dan gaya sentrifugal akibat belokan
juga berpengaruh.

Menurut Masjedi dkk. (2007) bahwa tumbukan air pada


pilar yang berbentuk selinder menimbulkan pusaran air, peneliti
sebelumnya juga telah membuat model pada saluran lurus
seperti yang dilakukan Chiew (1987), Breusers (1991), Melville
(2002) dan Dargahi (1987). Syarat yang direkomendasikan
terhadap suatu model dengan hambatan oleh Chiew (1987)
dalam Masjedi dkk. (2007) bahwa maksimum ukuran pilar 10 %
terhadap lebar saluran untuk menghindari pengaruh dinding
saluran, dan ukuran minimal diameter pilar 1 : 65, pada
penelitian ini digunakan PVC dengan diameter 6 cm, untuk
ukuran diameter partikel model sedimen minimal 1 : 50, sedang

44
pada penelitian ini menggunakan 1 : 25-30, pasir yang
digunakan harus lebih besar dari 0,7 mm, untuk penelitian ini
digunakan pasir alami dengan diameter rata-rata 2 mm dengan
standar deviasi 1,3 dengan ketebalan 30 cm sepanjang saluran.

Gambar 20. Model saluran yang digunakan dalam penelitian


(Masjedi dkk., 2007)

Untuk mencegah pengaruh kekasaran saluran kedalaman


air minimal 20 mm Ippen (1962) dalam Masjedi (2009), pada
penelitian ini dipertahankan kedalaman air konstan 12 cm, untuk
menghindari transportasi sedimen disepanjang saluran
diisyaratkan kecepatan rata-rata aliran tidak melebihi kecepatan
kritis (u<ucr), dimana dengan kecepatan relatif mulai dari 0,75,
0,86, 0,93, dan 1, dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
untuk debit 32 ltr/dt dengan posisi pilar 60 derajat pada gambar
21. setelah 2 jam kondisi perpindahan sedimen hampir tidak
terjadi lagi, pompa dimatikan dan dilanjutkan dengan

45
pengukuran topografi sedimen dengan tingkat ketelitian 0,01
mm.

Gambar 21. Grafik stabilitas gerusan pada posisi 600 (Masjedi


dkk., 2007)

Gambar 22. Gerusan dengan pilar percobaan dengan debit 24,


28, 30, dan 32 ltr/dt (Masjedi dkk., 2007)

46
Gambar 23. Profil maksimum dalam arah melintang saluran
dengan variasi kedalaman pada debit 32 ltr/dt
(Masjedi dkk., 2007)

Gambar 24. Profil maksimum gerusan dengan dengan debit


yang berbeda pada posisi 60 derajat (Masjedi dkk.,
2007).

Mencermati gambar 23 menunjukkan bahwa gerusan


terdalam terjadi pada posisi pilar 60 0, kedua terdalam pada

47
posisi pilar 900, dan gerusan terdangkal pada posisi pilar 30 0
sedang pada gambar 24 menunjukkan semakin besar debit
semakin besar gerusan.

Penelitian lainnya tentang aliran disekitar pilar


sebagaimana yang telah dilakukan oleh Wiyono dkk. (2006)
dengan judul perbandingan beberapa formula perhitungan
gerusan di sekitar pilar, dengan membuat model fisik di
laboratorium dengan menggunakan model saluran terbuka
berdinding fiberglass dengan dasar semen yang memiliki sudut
tikungan 900 dan 1800, lebar saluran 0,5 meter dan tinggi 0,4
meter, panjang keseluruhan 12,4 meter yang terdiri atas lima
bagian yaitu:

a. Bagian lurus I: saluran lurus sepanjang 3 meter


b. Bagian tikungan I: saluran menikung 1800 dan jari-jari 1,25
meter
c. Bagian Lurus II: saluran lurus sepanjang 1,5 meter
d. Bagian tikungan II: saluran menikung 900 dan jari-jari 1,25
meter
Hasil penelitian ini dibandingkan dengan tiga formula
yaitu: yaitu Laursen (1962), Neill, dan Shen dkk. (1969),
Colorado State University CSU (1975)

48
Gambar 25. Sketsa penempatan pilar pada model saluran
terbuka (Wiyono dkk., 2006)

Hasil perhitungan merupakan hasil kalkulasi dengan


menggunakan formula-formula di atas, dan pengukuran
dilakukan dengan tiga debit yaitu 7 liter/detik, 9 liter/detik, dan
11 liter/detik. Hasil penelitian Wahyono dkk. (2006) adalah
sebagai berikut, perhitungan dengan menggunakan lima metode
yang berbeda, akan memberikan hasil yang berbeda antara lain
ketidak tepatan metode Laursen 72%, Shen dkk. 33,9%, Jain dan
Fischer 23,5%, Neill 15,2%, dan Metode Colorado State
University (CSU) 14,4%. Jadi yang paling mendekati adalah
metode CSU.
Penelitian lainnya tentang belokan saluran yang
dilakukan di Laboratorium Hidrolika Fakultas Teknik
Universitas Tadulako yaitu dengan membuat saluran model
sebagaimana pada gambar 26.

49
Gambar 26. Model saluran belokan 1800.

Penelitian ini dilaksanakan dalam rangka untuk


memperoleh gambaran dan data-data yang mendekati yang
sebenarnya terjadi pada saluran alam, khususnya studi dan
analisa pengaruh pilar terhadap permukaan air melintang
(superlevasi), kemiringan sedimen, dan distribusi kecepatan
sepanjang belokan 180°.
Saluran terbuka dibuat dengan ukuran lebar 0,5 meter
dan tinggi saluran 0,4 meter yang terbuat dari fiberglass, model
saluran dibagi menjadi tiga bagian dari hulu kehilir yaitu; bagian
pertama saluran lurus panjang 3 meter, bagian kedua saluran
dengan belokan 1800 dan jari-jari 0,75 meter, bagian ketiga
saluran lurus panjang 2 meter, pada bagian hilir dibuat pintu
yang bisa dirubah ketinggiannya sesuai kebutuhan penelitian.
Pilar yang digunakan adalah dibuat dari kayu tebal 3 cm
lebar 10 cm tinggi 50 cm, material dasar yang digunakan adalah
pasir alam dengan diameter seragam lolos saringan 2,16 mm dan
tetahan saringan 1,18 mm, untuk mengukur tinggi air, tinggi
sedimen digunakan alat ukur point gauge dengan tingkat

50
ketelitian 0,1 mm (gambar 33), sedang untuk mengukur
kecepatan air digunakan alar current meter, untuk mengalirkan
air digunakan pompa dengan kapasitas 1300 ltr/dt.
Berikut beberapa model pilar yang telah diuji antara lain dengan
tebal 3 cm, dan 2 cm sebagaimana gambar 27.

Gambar 27. Foto flume dengan pilar yang dipasang setiap


interval 300.

Penelitian lainnya dengan menggunakan pilar bulat


diameter 5 cm dan pilar berbentuk segitiga lebar 35 cm. Adapun
pengujian yang telah dilakukan antara lain; Analisis perubahan
permukaan air, gerusan pada belokan, dan koefisien superelevasi
dengan hasil sebagai berikut; Elevasi permukaan air maksimum
pada bagian luar belokan untuk semua kondisi pengujian terjadi
pada belokan 300, sedang gerusan mulai terjadi pada belokan
300, maksimum gerusan pada belokan 600,gerusan mulai
menurun pada belokan 900, disimpulkan bahwa dalam aplikasi
pengendalian sungai perlu diperhatikan terhadap fenomena yang
terjadi pada belokan saluran sebagaimana tersebut di atas.

51
BAB VI
RANGKUMAN

Sebelum membahas lebih jauh tentang belokan saluran


sebagaimana judul buku terlebih dahulu dibahas hal-hal yang
berkaitan langsung dengan hal tersebut antara lain; teori dasar
tentang saluran terbuka seperti pengelompokan aliran, jenis
angkutan sedimen serta variable-variabel yang sangat penting
dalam menentukan kondisi aliran.
Pengetahuan tentang type aliran, persamaan pengatur,
pengelompokkan aliran, dan persamaan dasar aliran telah
dibahas pada bab II. Misalnya tentang type aliran pada saluran
terbuka adalah: Aliran tunak (steady flow), aliran tak tunak
(unsteady flow), aliran seragam (uniform flow), aliran tidak
seragam (non uniform flow), Aliran tunak dan seragam pada
saluran penampang berbentuk prisma, aliran tetap, kecepatan
dan tinggi air tetap, permukaan air sejajar dengan dasar saluran.
Tinggi energi kecepatan dan kemiringan energi.
Metode untuk mengukur kecepatan aliran serta alat yang
dapat digunakan, misalnya untuk mengukur kecepatan dilakukan
dengan membagi beberapa segmen pada penampang melintang
saluran, diukur pada titik ketinggian 0,2 tinggi air dan 0,8 tinggi
air, kemudian dirata-ratakan semua pengukuran, dan khusus
untuk saluran dangkal dilakukan cukup 0,6 tinggi air. Distribusi
kecepatan dalam arah vertikal pada suatu penampang melintang
untuk saluran lurus yaitu dengan rumus logarithmic law,

52
berdasar atas penelitian bahwa untuk belokan saluran terbuka
rumus ini tidak sesuai atau tidak berlaku.
Pengelompokan aliran atas gaya kekentalan oleh
Reynold yaitu dengan menghitung gaya enersia dibagi dengan
gaya geser yang dikenal dengan bilangan Reynolds (Re), yang
dibagi dalam tiga kelompok yaitu aliran turbulen (bergolak),
transisi, dan aliran laminar (berlapis). Pengelompokan
aliranberdasarkan gaya gravitasi yang dibagi dalam tiga
kelompok yaitu aliran subkritis, kritis, dan aliran superkritis
(aliran adi rawan).
Selanjutanya pada bab III dibahas mengenai angkutan
sedimen (transport sediment), secara ringkas bahwa sedimen
yang mengalir pada saluran terbuka yaitu angkutan sedimen
melayang (suspended load), dan angkutan sedimen dasar (bed
load). Sumber sedimen dijelaskan secara ringkas sebagaimana
pada gambar 5. Penentuan kekasaran saluran khususnya pada
angkutan sedimen dasar dikelompokkan dalam 3 kelompok
aliran yaitu aliran dengan dasar yang halus, transisi, dan aliran
dengan dasar kasar dijelaksan pada gambar 2.
Gerak mula pada angkutan sedimen dasar adalah
merupakan hal yang sangat penting oleh karena dari perinsip
inilah terjadinya gerusan dasar dan telah dirumuskan oleh
Shields (1936) dengan gambar 6 yaitu pada aliran tertentu
sedimen mengendap, sedimen dasar diam di dasar saluran,
sedimen mulai menggelinding, bergeser, dan meloncat
mengikuti arah aliran. Rumus untuk menghitung kecepatan

53
kritis digunakan untuk menentukan kapan suatu aliran dengan
diameter tententu dari sedimen akan mulai bergerak.
Beberapa model belokan saluan oleh peneliti antara lain
Mozaffari (2011), Blanckaert, 2002, Yen 1971, Booij (2003),
Duan (2004), dan peneliti belokan saluran dengan hambatan
pilar yang dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Wiyono
dkk. (2006), Masjedi dkk. (2007), dan Ishak, 2015) melakukan
pengujian belokan dengan jari-jari yang berbeda namun
mendatkan bahwa awal terjadinya gerusan pada belokan 30 0,
maksimum gerusan pada belokan 600, mulai menurun pada
belokan 900.

54
DAFTAR PUSTAKA

Asdak, C. 2002. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran


Sungai. Gajah Mada University Press, Yogyakarta.

Blanckaert, K. 2002. Analysis Of Co

herent Flow Structures In A Bend Based On Instantaneous-


Velocity Profiling, Third International Symposium on
Ultrasonic Doppler Methods for Fluid MechaniCs and
Fluid Engineering EPFL. Lausanne, Switzerland.

Booij, R. 2003. Modeling the Flow in Curved Tidal Channels


and Rivers. International Conference on Estuaries and
Coasts, November 9-11. 2003. Hangzhou, China.

Chow, V. T. 1989. Hidrolika Saluran Terbuka (Open Channel


Hydraulics). Penerbit Erlangga, Bandung.

Daryl, B. S., Senturk, F. 1977. Sediment Transport Technology.


Water Resources Publications Fort Collins Colorado
80522, USA.

Duan, J. G. 2004. Simulation of Flow and Mass Dispersion in


Meandering Channels. Journal of Hidrolic Engineering @
ASCE.

Duan, J. G., Julien, P. Y. 2010. Numerical simulation of


meandering evolution. Journal of Hydrology 391 (2010)
34–46.

Frascati, A., Lanzoni, S. “Morphodynamic regime and long-


term evolution of meandering rivers,” Journal of
Geophysical Research, vol. 14, no. 4, pp. 1-12, 2009.
Available:

55
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1029/2008JF001101/
full [Accessed: 12 January 2017].

Ishak, M. Galib, 2015, Coefficient of Superelevation for the


Flow Using Movable Pillar in Channel Bend, Volume 7
Issue-1 No. 6 ISSN : 0975-4024, 63-69,
http://www.enggjournals.com/ijet/docs/IJET15-07-01-
306.pdf

Jansen, P. Ph., Bendegon, L. Van., Berg, J. Van den., Vries, M.


de., Zanen A. 1979. Principles of River Engineering,
Pitmen, Londen.

Kikkawa, H., Ikeda, S., Ohkawa, H., and Kikkawa, Y. 1973.


Secondary Flow in a Bend of Turbulent Stream, Proc. Of
JSCE, No. 219, Nov. 1973.

Leo, C. van Rijn. 1984. Sediment Transport. Part I: Bed Load


Transport. Journal of Hydraulic Enginnering. Vol. 110.
No. 10. ISSN 0733-9429/84/0010-1431/$01.00.Paper No.
19220.

Leo, C. van Rijn. 1989. Handbook Sediment Transport by


Currents and Waves. Delft Hydraulics.

Leo, C. van Rijn. 1990. Principles of Fluid Flow and Surface


Waves in Rivers, Estuaries, Seas, and Oceans. Delft
Hydraulics.

Kironoto, L. B. 1982. Water Surface Topography in River


Channels and Inplications for Mender Development,
Gravel-bed River, Edited by R. D. Hey, J. C. Bathurst and
C. R. Thorne. John Wley & Sons Ltd.

Masjedi, A., Kazemi, H., Foroushani, E. P. 2009. Experimental


Study on the Effect of Cylindricad Bridge Pier Position on
the Scoring Depth in the Rivers Bend, 33rd IAHR
56
Congress: Water Engineering for a Sustainable
Environment Copyright °c 2009 by International
Association of Hydraulic Engineering & Research (IAHR)
ISBN: 978-94-90365-01-1.

Mozaffari, J., Amiri-Tokaldany, E., Blanckaert. 2011.


Exprimental Investigations to Determine the Distribution
of Longitudinal Velocity in Rivers Bends. Research
Journal of Environmental Sciences 5 (6): 544, 2011 ISSN
1819-3412 / DOI:10,3923/rjes,2011,544,556 © 2011
Academic Journals Inc.
Sehyan, E. 1990. Dasar-Dasar Hidrologi. Yokyakarta. Gajah
Mada University press.

Sosrodarsonno, S., Masateru, T. 1994. Perbaikan dan


Pengaturan Sungai. Penerbit Pradnya Paramita, Jakarta.

Wiyono, A., Soekarno, I., Egon, A. 2006. Perbandingan


Beberapa Formula Perhitungan Gerusan di Sekitar Pilar
(Kajian Laboratorium). Jurnal Teknik Sipil ISSN 0853-
2982 Vol. 13 No. 1.

Xiaoqing, Y. 2003. Manual on Sediment Management and


Measurement. World Meteorological Organization,
Opertional Hydrology Report no. 47. Genewa-Switzerland.

Yen, C. L., Yen, B. C. 1971. Water Surface Configuration in


Channel Bends. Journal of the Hydraulics Division.
Procedings of the American Sociaty of Civil Engineers.

57
Lampiran Foto Jembatan di Belokan Sungai

Foto 1. Jembatan Kota Poso, Sulawesi Tengah

58
Foto 2. The Brisbane River meandering through the City,
Queensland Australia

Foto 3. Jembatan Sungai Tallo-Makassar, Sulawesi Selatan

59
Foto 4. River Lagan, Northern Ireland

Foto 5. Belokan sungai alamiah

60
Foto 6. Belokan sungai dengan penggulangan tebing

Foto 7. Penanggulangan sementara pada belokan Sungai


Walennae

61
Foto 8. Penanggulangan tebing luar pada belokan

TENTANG PENULIS
Muhammad Galib Ishak, lahir di Sengkang
Kabupaten Wajo pada tanggal 3 September
1956, Sarjana Teknik Sipil Universitas
Hasanuddin tahun 1983, Magister Teknik Sipil
Institut Teknologi Bandung (Teknik Sumber
Daya Air), Doktor Teknik Sipil Universitas Hasanuddin.
Diangkat sebagai dosen di Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik
Universitas Tadulako mulai tahun 1985 sampai sekarang.

Bekerja di PLTA Bakaru sebagai supervisor In-situ Road


Garugu-Bakaru, Setelah selesai pendidikan beberapa proyek
yang pernah dikerjakan sebagai site manager antara lain; Proyek
Irigasi Parigi Kanan, Pembangunan Jembatan Palu III, dan
sebagai site engineer pada Proyek Irigasi Pesisir Barat Danau
Poso.
Selain tugas utama sebagai dosen juga pernah ikut dalam
organisasi yang berkaitan dengan jasa konstruksi antara lain;
sebagai Wakil Ketua LPJK Sulawesi Tengah (2000-2004),
Pengurus Persatuan Insinyur Indonesia Cabang Palu, dan
Pengurus INKINDO Sulteng, Pengurus Himpunan Ahli Teknik
Hidrolik Indonesia (HATHI) hingga sekarang.

62
ISBN : 978 - 602 - 5519 - 16 - 7

Anda mungkin juga menyukai