Anda di halaman 1dari 54

MATERI KULIAH

PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR

PERENCANAAN TEKNIK SUNGAI


DAFTAR ISI

MATERI I. PENGERTIAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIRTERPADU


1.1 Pengertian Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu
1.2 Permasalahan dan Mengapa PSDAT Diperlukan
1.2.1 Permasalahan Pokok
1.2.2 Mengapa PSDAT Perlu?
1.3 Perkembangan dan Arah Penerapan PSDAT
1.3.1 Perkembangan PSDAT
1.3.2 Arah Penerapan SPDAT
1.3.3 Apa Yang Diperlukan Dalam PSDAT ?
1.4 Rangkuman
MATERI POKOK 2 LINGKUP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU
2.1 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.1.1 Pola Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
2.1.2 Lingkup Pengelolaan Daerah Aliran Sungai
2.1.3 Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)
2.2 Pengelolaan Sumber Daya Air
2.2.1 Lingkup Pengelolaan
2.2.2 Kelembagaan dan Instansi yang Terkait
2.2.3 Instansi Terkait Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
2.3 Rangkuman
MATERI 3 PENERAPAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIRTERPADU
3.1 Persyaratan Penerapan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu
3.1.1 Persyaratan Penerapan PSDAT (IWRM)
3.1.2 The Three Pillars of IWRM (GWP 2004)
3.2 Rincian Persyaratan Penerapan PSDAT
3.2.1 The Enabling Environment
3.2.2 Institutional Framework/Roles
3.2.3 Management Instrument
3.3 Pola Pengelolaan Sumber Daya Air
3.4 Rangkuman

2
MATERI 4 ILUSTRASI IMPLEMENTASI PSDAT
4.1 Konservasi Sumber Daya Air
4.2 Pendayagunaan Sumber Daya Air
4.3 Pengendalian Daya Rusak Air
4.4 Pemberdayaan Masyarakat
4.5 Rangkuman

3
MATERI I
PENGERTIAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU

1.1 Pengertian Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu


Beberapa pengertian yang terkait dengan Pengelolaan SDA Terpadu :
a. Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan
satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan
ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktifitas daratan.

Keberadaan air di bumi meliputi yang terdapat di atmosfir, di atas permukaan


dan di bawah permukaan tanah diperkirakan jumlah air di bumi ini sekitar 1.400
x 104 m3 yang terdiri dari air laut 97% dan 39% air tawar sebagai salju, es,
glatser, air tanah, air danau, butir-butir daerah tidak jenuh, awan, kabut, embun,
hujan, dan air sungai. Peredaran air secara alamiah diatur melalui Siklus (Daur)
Hidrologi.

Siklus (Daur) hidrologi diatur oleh 2 macam energi pokok yaitu :


1. Energi pancar matahari (penguapan, pindah, pemekatan/kondensasi)
2. Energi gravitasi (turun hujan, aliran, perkolasi)

4
Gambar I.1 - Siklus/daur hidrologi

Pendekatan penyelenggaraan Pengelolaan Sumber Daya Air (PSDA)/ (Water


Governance) yang mutakhir (2000) adalah PSDA Terpadu (PSDAT) atau
Integrated Water Resources Management (IWRM).

Pengelolaan SDA Terpadu (menurut wacana Global) adalah Proses


Pengelolaan SDA yang memadukan antara sumber daya air dengan sumber
daya terkait lainnya antar sektor, antar wilayah secara berkelanjutan tanpa
harus mengorbankan lingkungan dan diselenggarakan dengan pendekatan
partisipatif.

Pengelolaan Sumber Daya air yang terpadu (sesuai UU 7/2004)


diselenggarakan secara menyeluruh (perencanaan, pelaksanaan, monitor dan
evaluasi, konstruksi, pendayagunaan, pengendalian), terpadu (stakeholdes,
antar sektor, wilayah) dan berwawasan lingkungan hidup (keseimbangan
ekosistem dan daya dukung lingkungan) dengan tujuan mewujudkan
kemanfaatan sumber daya air yang berkelanjutan (antar generasi) untuk
sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Dengan interpretasi sederhana, IWRM dapat dimaknai sebagai : “proses


Membangun Persepsi dan Komitmen untuk Menyikapi Secara Kolektif yang

5
dilandasi kesamaan pemahaman dari mana datangnya air, bagaimana
memanfaatkannya, dan ke mana perginya air”.

Effective Water Governance adalah tata penyelenggaraan pengelolaan sumber


daya air yang efektif, efisien, adil dan berkelanjutan baik dalam aspek sosial,
lingkungan maupun ekonomi serta diselenggarakan dengan pendekatan
partisipatif.

b. Terkait dengan air dan sumber daya air dapat didefinisikan sebagai berikut :
1. Air : semua air yang terdapat pada, di atas, ataupun di bawah permukaan
tanah, seperti air permukaan, air tanah, air hujan, dan air laut yang berada
di darat
2. Sumber air : tempat atau wadah air alami dan atau buatan yang terdapat
pada, di atas, ataupun di bawah permukaan tanah
3. Daya air : potensi yang terkandung dalam air dan atau sumber daya air
yang dapat member manfaat ataupun kerugian bagi kehidupan manusia
dan lingkungannya
4. Sumber daya air : air, sumber air, dan daya air yang dikandung di
dalamnya.

c. Dengan pengertian bahwa PSDAT harus diselenggarakan secara : menyeluruh,


terpadu, berwawasan lingkungan hidup serta berkelanjutan, maka pemanfaatan
PSDAT tersebut harus mempertimbangkan hal-hal tersebut di bawah ini :
1. Dasar dari PSDAT adalah bahwa penggunaan sumber daya air yang
berlain-lainan tujuan memiliki saling ketergantungan (interdependensi)
dalam konteks DAS hulu-hilir.
2. Pengelolaan Terpadu adalah suatu proses yang mempertimbangkan
kepentingan semua pengguna air secara bersama.
3. Setiap penggunaan harus memperhatikan dampaknya terhadap
penggunaan lainnya.
4. Mempertimbangkan aspek sosial dan ekonomi termasuk sasaran
pengelolaan berkelanjutan.

6
5. Pengelolaan sumber daya air tidak hanya difokuskan pada pembangunan
dalam sumber daya air tetapi harus menjamin tersedianya sumber daya air
yang berkelanjutan.

1.2 Permasalahan dan Mengapa PSDAT Diperlukan


1.2.1 Permasalahan Pokok
Terdapat 3 (tiga) permasalahan pokok yang dapat dirasakan sedemikian sehingga
PSDAT diperlukan adalah :
a. Masalah Umum
Masalah umum ini mencakup :
1. Krisis Air
a) Pertumbuhan penduduk, over eksploitasi
b) Air terlalu banyak, terlalu sedikit, dan terlalu kotor
2. Krisis Perilaku
c) Pencemaran
d) Kerusakan ekosistem
3. Krisis Penyelenggaraan Pengelolaan
e) Sektoral, top down, tidak terlegitimasi
f) Biaya pengelolaan ditanggung pemerintah
b. Masalah Aktual
1. Ketahanan Pangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar utama bagi manusia yang harus
dipenuhi setiap saat. Hak untuk memperoleh pangan merupakan salah satu
hak asasi manusia, sebagaimana tersebut dalam pasal 27 UUD 1945.

Ketahanan pangan adalah “Kondisi terpenuhinya pangan bagi Negara


sampai dengan perseorangan yang tercermin dari tersedianya pangan
yang cukup (jumlah dan mutunya), aman, beragam dan lain sebagainya.
Untuk dapat hidup sehat, aktif dan produktif secara berkelanjutan, karena
pangan mempunyai arti dan peran yang sangat penting dan kalau terjadi
kekurangan akan dapat menimbulkan gejolak sosial dan politik, maka di
dalam kebijaksanaannya Pemerintah harus dapat mengakomodasikan dan
menyeimbangkan antara aspek produksi dan permintaan.

7
2. Pelayanan Air Bersih
Mengacu pada perhitungan WHO (2010), kebutuhan air adalah 20 liter per
individu per hari. Dengan asumsi pada akhir tahun 2014 penduduk
Indonesia 252 juta, maka per hari jumlah air yang dikonsumsi oleh
penduduk Indonesia adalah 7,56 mili liter; bahkan dalam 10 tahun
berikutnya di mana penduduk diprediksi sebesar 285 juta, maka jumlah air
yang dikonsumsi per hari menjadi 8,55 mili liter.

Sesuai sasaran program dalam Milenium Development Goal (MDG) pada


tahun 2015 ditargetkan 68,87 % penduduk di Indonesia akan memperoleh
layanan air bersih, namun kenyataannya pada akhir tahun 2013 baru sekitar
separuh dari penduduk Indonesia (57,25%) atau sekitar 36,7 juta kepala
keluarga yang mendapatkan akses layanan air minum .

3. Banjir
Banjir merupakan fenomena alam ketika sungai tersebut tidak dapat
menampung limpahan air hujan karena proses infiltrasi mengalami
penurunan. Gejala banjir yang terasa semakin sering frekuensinya serta
membesar dimensinya disebabkan karena degradasi Daerah Aliran Sungai
yang menurunkan kapasitas infiltrasi dan meningkatnya koefisien aliran
permukaan.

Banjir tidak hanya terjadi di wilayah Indonesia, tetapi juga merambah ke


Negara-negara Asia (India, Tiongkok dan lain-lain), Australia serta di Eropa
dan bahkan akhir-akhir ini juga meluas di Amerika Serikat (Texas) akibat
Tipon Harvey yang menyebabkan hujan yang sangat besar (131,78
sentimeter)

4. Pencemaran
Berbagai pencemaran lingkungan saat ini melanda di muka bumi akibat dari
bertambahnya industri di mana banyak pabrik yang dibangun dan
menyebabkan berbagai jenis polusi.

8
Pencemaran air adalah perubahan zat atau kandungan di dalam air baik itu
air yang ada di sungai, danau ataupun air di lautan luas bahkan saat ini juga
sudah terdapat pencemaran pada air tanah. Dari pengamatan ternyata
penyebab pencemaran air ini lebih banyak diakibatkan oleh ulah manusia.

Juni tahun 2014, mantan Wakil Menteri PU (DR Hermanto Dardak)


mengemukakan bahwa 73% dari 53 sungai utama di Indonesia terus
tercemar oleh bahan organik dan kimia baik dari limbah industri maupun
limbah rumah tangga.

Sungai Citarum adalah sungai yang paling tercemar berat. Limbah industri
menjadi penyebab tercemarnya sungai. Tidak kurang terdapat 500 pabrik
yang berada di sepanjang aliran sungai Citarum.

5. Degradasi DAS
Dengan adanya pertambahan penduduk memerlukan lahan baik untuk
kegiatan pertanian, perumahan, industri dan lain-lain yang akan
menyebabkan perubahan penggunaan lahan. Perubahan penggunaan
lahan yang paling besar pengaruhnya terhadap kelestarian sumber daya air
adalah perubahan dari kawasan hutan ke penggunaan lainnya seperti
pertanian, perumahan, ataupun industri.

Apabila kegiatan tersebut tidak segera dikelola dengan baik, maka akan
menyebabkan kelebihan air pada saat musim hujan dan kekeringan pada
musim kemarau. Akibat tekanan yang berlebihan pada daerah aliran sungai
bagian hulu ini, luas daerah kritis di 282 DAS mencapai 6,9 juta hektar,
sedangkan areal yang sangat kritis mencapai 23,3 juta hektar. Walaupun
Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah membuat program
gerakan rehabilitasi lahan, Kementerian Pertanian sudah melakukan
bimbingan kepada masyarakat tentang penanaman lahan dan Kementerian
PUPR sudah membuat kebijakan pengendalian banjir, usaha-usaha
tersebut belum memberikan hasil seperti yang diharapkan.

9
c. Masalah Pengelolaan Masa Lalu
Masalah ini mencakup :
1. U/U No. 11 Th 1974 tentang “Pengairan”, di mana Departemen PU sebagai
pemeran utama dalam pengelolaan air, yang harus mengkoordinasi
departemen lainnya yang terkait → tidak bisa terlaksana dengan baik
2. Semua departemen beranggapan bahwa UU No. 11 Tahun 1974 itu kan
undang-undangnya PU, sedangkan kalau sumber air itu urusan saya.
3. Suatu kenyataan bahwa Departemen PU sangat lemah dalam penyediaan
dana O&M
4. Hampir semua proyek dikendalikan oleh Pemerintah Pusat

1.2.2 Mengapa PSDAT Perlu?


a. Ketersediaan air alamiah Indonesia mencapai 1,957 M m3/th, namun
penyebarannya tidak merata.
b. Saat ini Pulau Jawa, Bali, Nusa Tenggara telah defisit air.
c. 93 WS dari 133 WS di Indonesia dipakai bersama/lintas negara,
provinsi, kabupaten/kota.
d. Hampir semua sungai di Jawa, Bali tercemar dan meningkatkan
timbulnya penyakit.
e. 90% bencana alam pada tahun 1990-an terkait dengan air.
f. Peningkatan jumlah penduduk akan menjadi penggerak utama
pengelolaan sumber daya air untuk 50 tahun mendatang.

1.3 Perkembangan dan Arah Penerapan PSDAT


1.3.1 Perkembangan PSDAT
a. Proyek Ekaguna
Proyek Ekaguna ini mempunyai tujuan tunggal untuk memenuhi kebutuhan
mendesak pada suatu saat, untuk mengakomodasi kepentingan komunitas
setempat terbatas, tanpa melakukan peninjauan untuk tujuan maupun tempat
lain. Konsep ini bisa disebut sebagai pendekatan proyek Ekaguna (single
purpose project approach), skalanya dapat berkembang besar.

10
b. Multiguna
Perkembangan kebutuhan masyarakat yang beragam, mulai menyebabkan
pertentangan antar pengguna air. Kerusuhan demi kerusuhan terjadi, seperti
kerusuhan di Sind-Punjab (1941). Peraturan pada waktu itu : “Yang terdahulu
mengambil air, mendapat preoritas”.

c. Terpadu
Konsep bangunan multiguna sebagai perkembangan dari bangunan ekaguna,
yang sukses dalam memenuhi kebutuhan air setempat dengan cara yang
efisien pada pembangunan sejumlah proyek, ternyata gagal dalam memenuhi
kebutuhan air bagi seluruh DAS. Presiden Theodore Roosevelt, dalam suratnya
kepada Inland Waterway Commission (1908) menyatakan sebagai berikut :

“Tiap sistem sungai dari sumber-sumbernya di hutan sampai di muaranya di


pantai merupakan single unit dan harus dipandang sebagai satu kesatuan”.

Mulailah berkembang konsep proyek terpadu yang mempunyai banyak tujuan


untuk mengakomodasi kepentingan komunitas seluruh DAS, bukan setempat
saja.

Pengakuan konsep pengembangan terpadu ini tampak poada pernyataan para


pemimpin yang menekankan antara lain :

“Unit untuk dasar perencanaan sumber-sumber air termasuk air tanah


diharapkan berupa DAS”. (U.s. President’s Water Resources Policy
Commission, 1950). Ditegaskan pula dalam pernyataan Sekjen PBB dalam
laporan kepada Dewan Ekonomi dan Sosial.

11
1.3.2 Arah Penerapan SPDAT
1.3.2.1 Prinsip Dasar PSDAT
a. Rekomendasi Agenda 21, Chapter 18, UNCED 1992 di Rio de Jeneiro
Pengelolaan Sumber Daya air Terpadu (PSDAT) direncanakan secara :
1. Terpadu, holistic untuk mencegah kekurangan air dan pencemaran;
2. Memenuhi kebutuhan dasar manusia dan keberlanjutan ekosistem sebagai
prioritas utama;
3. Pemanfaatan air seharusnya dipungut biaya sepantasnya;
4. Diprogramkan pengelolaan SDA berdasar das dan penghematan air.

b. Rekomendasi Prinsip Rio-Dublin 1992


1. Air adalah sumber daya yang terbatas dan rentan terhadap ekosistem,
harus dikelola dengan memadai sehingga dapat berkelanjutan keberadaan
fungsinya;
2. Dikelola dengan partisipasi stakeholders dan melibatkan unit pengambilan
keputusan pada tingkat yang paling rendah;
3. Mengakui peran sentral perempuan dalam pengambilan keputusan;
4. Air mempunyai nilai dan fungsi sosial, ekonomi, lingkungan dan budaya.

c. Rekomendasi GWP tentang IWRM 2000


Pengelolaan SDA Terpadu adalah proses pengelolaan SDA yang memadukan
antara sumber daya air dengan sumber daya terkait lainnya, antar sektor, antar
wilayah secara berkelanjutan tanpa harus mengorbankan lingkungan dan
diselenggarakan dengan pendekatan partisipatif.

Langkah perbaikan PSDA :


1. The enabling environment memperbaiki kebijakan, perundangan, sistem
pembiayaan SDA
2. Institutional Frameworks/Roles memperbaiki kelembagaan, struktur, tugas-
tanggung jawab, wewenang, capacity building SDM (pusat, daerah, wilayah
sungai, masyarakat)
3. Management Instrument melengkapi prosedur tata kerja kelembagaan

12
4. Sasaran terpenuhinya keseimbangan air untuk kehidupan dan air sebagai
sumber daya

Keterpaduan sistem alam dan sistem manusia :


1. Keterpaduan sistem alam : lahan/air, air permukaan/air tanah;
kuantitas/kualitas, hulu/hilir, instream/offstream, dan lain-lain;
2. Keterpaduan sistem manusia : pemilik kepentingan, sasaran, kebijakan
sumber daya air terkait, antar sektor, antar generasi, pengelolaan
air/limbah, dan lain-lain;
3. Kriteria keberhasilan (keadilan, efisien dalam penggunaan air,
keberlanjutan ekosistem)

d. Rekomendasi UU 7/2004 tentang Sumber Daya Air


PSDA menyeluruh mencakup semua bidang pengelolaan yang meliputi
konservasi, pendayagunaan, dan pengendalian daya rusak air, serta meliputi
satu sistem wilayah pengelolaan secara utuh yang mencakup semua proses
perencanaan, pelaksanaan, serta pemantauan dan evaluasi.

PSDA berwawasan lingkungan hidup adalah pengelolaan yang memperhatikan


keseimbangan ekosistem dan daya dukung lingkungan.

PSDA berkelanjutan adalah pengelolaan yang tidak hanya ditujukan untuk


kepentingan generasi sekarang tetapi juga termasuk untuk kepentingan
generasi yang akan datang.

PSDA secara terpadu merupakan pengelolaan SDA menyeluruh, berwawasan


lingkungan berkelanjutan serta dilaksanakan dengan melibatkan semua pemilik
kepentingan antar sektor dan antar wilayah administrasi.

13
1.3.3 Apa Yang Diperlukan Dalam PSDAT ?
Yang diperlukan dalam PSDAT adalah integrasi dan interaksi antara sistem alam
dan sistem social.
1.3.3.1 Integrasi Sistem Alam
Integrasi sistem alamiah dengan faktor yang paling penting adalah
ketersediaan sumber daya air, kualitas dan kuantintas, yang pada
dasarnya terdiri dari beberapa integrasi sebagai berikut :
a. Integrasi pengelolaan air (tawar) dengan pengelolaan air asin di
daerah pantai
b. Integrasi pengelolaan air dengan pengelolaan tanah
c. Integrasi pengelolaan air permukaan dan air tanah
d. Integrasi aspek kuantitas dan kualitas dalam pengelolaan air
e. Integrasi kepentingan hulu hilir yang berkaitan dengan air.

1.3.3.2 Integrasi Sistem Sosial


Integrasi sistem sosial, dengan faktor determinannya adalah penggunaan
sumber daya air, produksi limbah cair dan padat, pencemaran air dan
sumber air, penentuan prioritas pembangunan.

Adapun dalam integrasi sistem sosial ini, mencakup :


a. Pengutamaan SDA
b. Integrasi lintas sektor dalam kebijakan pembangunan nasional
c. Dampak ekonomi makro pembangunan SDA
d. Dampak pembangunan sektor ekonomi yang berpengaruh terhadap
SDA
e. Integrasi seluruh pemangku kepentingan dalam proses perencanaan
dan pengambilan keputusan
f. Integrasi pengelolaan air minum dan air limbah.

14
1.4 Rangkuman
 Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah daratan yang merupakan satu
kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dan mengalirkan air yang berasal dari curah hujan ke
danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah
topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktifitas daratan.
 Pengelolaan SDA Terpadu (menurut wacana Global) adalah Proses
Pengelolaan SDA yang memadukan antara sumber daya air dengan sumber
daya terkait lainnya antar sektor, antar wilayah secara berkelanjutan tanpa harus
mengorbankan lingkungan dan diselenggarakan dengan pendekatan
partisipatif.
 Terdapat 3 (tiga) permasalahan pokok yang dapat dirasakan sedemikian
sehingga PSDAT diperlukan yaitu masalah umum (krisis air, krisis perilaku ,
krisis penyelenggaraan pengelolaan), masalah aktual (ketahanan pangan,
pelayanan air bersih, banjir, pencemaran, degradasi DAS), masalah
pengelolaan masa lalu.
 Perkembangan PSDAT terdiri dari proyek ekaguna, multiguna dan terpadu.
Yang diperlukan dalam PSDAT adalah integrasi dan interaksi antara sistem
alam dan sistem sosial.

15
MATERI 2
LINGKUP PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU

2.1 Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)


Pengelolaan daerah aliran sungai adalah pengelolaan sumber daya alam yang
terbaru pada suatu daerah aliran sungai, seperti vegetasi, tanah dan air, sehingga
dapat memberikan manfaat yang optimal dan berkesinambungan. Sasaran
pengelolaan daerah aliran sungai adalah daerah-daerah yang secara alami
berpotensial terhadap terjadinya kerusakan lingkungan, khususnya erosi lahan di
bagian hulu dan tengah daerah aliran sungai, dan memiliki kemiringan lebih besar
dari 8%.

2.1.1 Pola Pengelolaan Daerah Aliran Sungai


Pola pengelolaan daerah aliran sungai didasarkan atas :
a. Landasan institusional, berdasarkan prinsip pembagian kewenangan dan
tanggung jawab, yang ditetapkan dalam UU No. 7 tahun 2004
b. Landasan konsepsional, berdasarkan prinsip kelestarian lingkungan dengan
mengacu pada pendayagunaan yang berkelanjutan, dan prinsip pemanfaatan
bersama, untuk pemenuhan secara lebih efisien, adil, dan merata.
c. Landasan Operasional, berdasarkan prinsip one river (satu sungai), one
integrated plan (satu rencana yang terpadu), dan one coordinated management
system (satu sistem pengelolaan yang terkoordinasi).

Untuk itu berdasarkan Keputusan Menteri Pekerjaan No. 11A/PRT/M/2006 yang


kemudian direvisi dengan Peraturan PUPR No. 04/PRT/M/2015 tentang Kriteria dan
Penetapan Wilayah Sungai, Indonesia terbagi dalam 128 wilayah sungai :
1. 5 WS lintas negara, 31 WS lintas provinsi, dan 28 WS strategi nasional, yang
menjadi kewenangan pemerintah pusat.
2. 52 WS lintas kabupaten/kota, yang menjadi kewenangan pemerintah provinsi.

16
3. 12 WS secara utuh dalam satu kabupaten/kota, yang menjadi kewenangan
pemerintah kabupaten/kota.

2.1.2 Lingkup Pengelolaan Daerah Aliran Sungai


Isu-isu yang ada dalam pengelolaan daerah aliran sungai dewasa ini yang menjadi
acuan dalam penentuan lingkup pengelolaan daerah aliran sungai, antara lain :
a. Penanganan DAS masih terfragmentasi, baik dalam hal pengembangan,
perlindungan, maupun pengelolaan daerah aliran sungai.
b. Terjadinya penggundulan hutan di hulu daerah aliran sungai.
c. Penataan ruang di daerah aliran sungai hilir tidak berwawasan lingkungan.
d. Pembuangan limbah di sungai tidak terkendali.
e. Pemanfaatan air yang berkelanjutan semakin terancam.

Untuk itu lingkup pengelolaan daerah aliran sungai, mencakup :

1. Daerah tangkapan air, mencakup pengendalian tata guna lahan, pengendalian


erosi, konservasi air dan tanah, serta monitoring dan evaluasi.
2. Pengelolaan sumber daya air, mencakup manajemen kuantitas air dan kualitas
air.
3. Pemeliharaan prasarana dan sarana pengairan, mencakup pemeliharaan
preventif, korektif, dan akurat.
4. Pengendalian banjir, mencakup pemantauan dan prediksi banjir, pengaturan
dan pencegahan banjir, serta penanggulangan banjir.
5. Pengelolaan lingkungan sungai, mencakup perencanaan dan pengendalian
sempadan sungai.
6. Pemberdayaan masyarakat.

2.1.3 Kegiatan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai (DAS)


Kegiatan pengelolaan daerah aliran sungai meliputi dua aspek teknis yang
penanganannya harus dilakukan secara terpadu, dengan memakai daerah aliran
sungai yang bersangkutan sebagai satu kesatuan wilayah pengembangan.

17
Dua aspek yang dimaksud adalah :
1. Aspek Agro Teknik
Kegiatan dari aspek ini adalah :
a. Pengelolaan Vegetasi
Dalam pengelolaan daerah aliran sungai, maka kegiatan pengelolaan vegetasi
diarahkan untuk mencapai sasaran sebagai berikut :
1) Kawasan lindung dengan vegetasi yang rapat, dalam hal ini vegetasi hutan
atau vegetasi lainnya yang berfungsi lindung
2) Terpeliharanya kondisi vegetasi di luar kawasan lindung, sehingga dapat
berfungsi secara optimal untuk perlindungan terhadap tanah dan air.

b. Pengelolaan Lahan
Kegiatan pengelolaan lahan diarahkan untuk tercapainya produktifitas tanah
yang tinggi, serta terkendalinya erosi lahan.
Unsur-unsur yang menjadi pertimbangan, antara lain :
1) Lahan harus dimanfaatkan/digunakan sesuai kemampuannya
2) Tanah harus dilindungi dari ancaman erosi dengan mempertahankan
penutupan tanah
3) Metode guludan dan terasering atau perlakuan lainnya dapat diterapkan
untuk meningkatkan penggunaan tanah yang lebih baik

Sebagai tolak ukur dampak pengelolaan tanah adalah jumlah tanah yang hilang
per satuan waktu, atau tingkat pengendapan di waduk, pendangkalan di
sungai/saluran irigasi atau rendahnya mutu air.

2. Aspek Civil Teknik


Kegiatan yang tercakup dalam civil teknik ini adalah :
a. Pengelolaan Air
Pengelolaan air mencakup berbagai usaha untuk mendapatkan, membagi,
menggunakan, mengatur, serta mengelola dan membuang air, mulai dari
sumbernya sampai ke tempat pembuangan, sesuai dengan kebutuhan dan
persyaratan, yang antara lain meliputi :
1) Kuantitas air/jumlah air yang dimanfaatkan

18
2) Kualitas air/mutu air yang dipergunakan
3) Ketersediaan air/mutu air yang dipergunakan.

b. Pengelolaan/Pengendalian Erosi/Sedimentasi
Pada kegiatan ini dapat dilakukan melalui pembuatan bangunan-bangunan
drap structure pada alur anak-anak sungai bagian hulu (creak) yang terbuat dari
bronjong kawat berisi batu kali, pasangan batu atau dari pohon-pohon bambu.
Fungsi dari bangunan ini adalah untuk menghindari penggerusan dasar sungai
atau pengamanan tebing sungai dari bahaya longsor.

3. Pembinaan Aktifitas Masyarakat


Disamping kedua aspek teknis di atas masih ada satu kegiatan yang tidak kalah
pentingnya dalam pengelolaan DAS, yaitu pembinaan aktifitas masyarakat.

Pembinaan aktifitas masyarakat mencakup berbagai usaha penyuluhan dan


pelatihan bagi masyarakat setempat yang memanfaatkan sumber daya alam
untuk kehidupan sehari-hari, agar mereka dapat menyadari dan melakukan
kegitan pengelolaan vegetasi, tanah dan air secara baik dan benar

Diantara pengelolaan lahan dan pengelolaan air terdapat keterkaitan yang sangat
erat, dengan demikian konservasi lahan yang merupakan unsur utama dalam
pengelolaan daerah aliran sungai di bagian hulu, akan berpengaruh terhadap
kondisi daerah aliran sungai di bagian hilir, terutama dalam pemanfaatan air yang
optimal untuk berbagai kegunaan, serta untuk pengendalian banjir.

2.2 Pengelolaan Sumber Daya Air


2.2.1 Lingkup Pengelolaan
Lingkup Pengelolaan SDA Terpadu merangkum suatu upaya-upaya
(merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi) dalam
penyelenggaraan konservasi - pendayagunaan - pengendalian daya rusak SDA,
dengan tujuan :
1. Menjaga kelangsungan keberadaan daya dukung, daya tampung, daya fungsi
SDA,

19
2. Memanfaatkan SDA secara berkelanjutan dengan mengutamakan pemenuhan
kebutuhan pokok kehidupan masyarakan secara adil,
3. Mencegah, menanggulangi, dan memulihkan akibat kerusakan kualitas
lingkungan yang diakibatkan oleh daya rusak air.

Secara skematik dijelaskan sebagai berikut :

UPAYA
Merencanakan Melaksanakan Memantau Mengevaluasi

PENYELENGGARAAN
Konservasi SDA : Pendayagunaan Pengendalian Daya Rusak
1. Perlindungan dan SDA : Air :
pelestarian Sumber 1. Penatagunaan 1. Pencegahan
Air 2. Penyediaan 2. Penanggulangan
2. Pengawetan air 3. Penggunaan 3. Pemulihan
3. Pengelolaan kualitas 4. Pengembangan
air dan 5. pengusahaan
pengendalian
pencemaran air

TUJUAN
Menjaga kelangsungan Memanfaatkan SDA Mencegah, menanggulangi,
keberadaan daya secara berkelanjutan dan memulihkan akibat
dukung, daya tampung, dengan kerusakan kualitas
dan fungsi SDA mengutamakan lingkungan yang diakibatkan
pemenuhan oleh daya rusak air
kebutuhan pokok
kehidupan
masyarakat secara
adil

Gambar II.1 - Skematik lingkup pengelolaan SDA

Sebelum melakukan kegiatan PSDAT selalu diawali dengan penyusunan Pola dan
Rencana Pengelolaan SDA Wilayah Sungai, berdasarkan kondisi sumber daya air;
daya dukung lingkungan; dan rencana tata ruang.

20
Disamping penyelenggaraan kegiatan-kegiatan : konservasi, pendayagunaan, dan
pengendalian daya rusak air,juga diselenggarakan kegiatan pendukung :
pemberdayaan masyarakat dan ketersediaan dan keterbukaan data sumber daya
air.

1. Konservasi Sumber Daya Air


Masalah konservasi dalam sumber daya air tidak hanya dapat dilakukan pada
air dan sumbernya saja tetapi justru lebih banyak harus dilakukan di luar
kegiatan pengelolaan SDA. Kekurangan air yang berakibat kekeringan,
penyebab utamanya adalah perubahan cuaca dan rusaknya daerah tangkapan
hujan yang tidak mampu lagi menyimpan air, terlalu banyak air yang tidak
terkendali dapat berakibat banjir, penyebab utamanya adalah rusaknya daerah
tangkapan hujan dan pola pendayagunaan lahan yang tidak terkendali,
pencemaran air yang berakibat kualitas menurun, penyebab utamanya adalah
masuknya pencemar dari luar sumber air. Semua penyebab utama tersebut
bukan merupakan bagian dari pengelolaan SDA. Karena itu di dalam UU-SDA
tidak banyak yang dapat diatur sebagai ketentuan, kecuali cara-cara
konservasinya.

Pada prinsipnya konservasi SDA dilakukan terhadap tiga sasaran :


a. Sumber air: dengan perlindungan dan pelestarian agar tidak rusak
sehingga terpelihara fungsinya baik sebagai resapan air maupun sebagai
wadah air.
b. Fisik air: dengan pengawetan agar terpelihara keberadaan dan
ketersediaan air baik untuk masa sekarang maupun yg akan datang dengan
cara menyimpan (misalnya dlm waduk) dan menggunakan air secara
efisien.
c. Kualitas air: dengan pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran
air yakni mencegah masuknya pencemaran air pd sumber air dan
prasarananya.

21
Lingkup kegiatan konservasi SDA
a. Perlindungan dan Pelestarian Sumber Air
1) Rehabilitasi hutan dan lahan serta pelestarian hutan lindung, kawasan
suaka alam, dan kawasan pelestarian alam.
2) Perlindungan sumber air dalam kaitan dengan pembangunan dan
pemanfaatan lahan pada sumber air, pengendalian pengolahan tanah
di daerah hulu serta pengaturan daerah sempadan sumber air.
3) Pemeliharaan kelangsungan fungsi resapan air dan daerah tangkapan
air, serta pengisian air pada sumber air.
4) Pengendalian pemanfaatan air.
5) Pengaturan prasarana dan sarana sanitasi.

Perlindungan dan pelestarian


sumber air.
Reboisasi hutan :
 Kewajiban pemerintah mengatur
agar fungsi hutan pulih kembali
 Penghijauan lahan milik
masyarakat.
 Memilih tanaman yang dipanen
bukan pohonnya, seperti buah-
buahan, genitri
 Memberikan bibit tanaman gratis
kepada masyarakat untuk
ditanam di lahannya

Gambar II.2 - Perlindungan dan pelestarian sumber air

22
b. Pengawetan Air
1) Penyimpanan kelebihan
air pada saat hujan untuk
dimanfaatkan pada saat
diperlukan

2) Pemakaian hemat air


dengan cara pemakaian
yang efisien

3) Pengendalian
penggunaan air tanah

Gambar II.3 - Pengawetan air

Pengawetan air :

 Pemanenan air hujan


 Pembuatan embung
 Pembangunan
bendungan
 Pengendalian
pemakaian air
(demand
management)
 Pengendalian
pemakaian air tanah

Memanfaatkan atap untuk tangkapan air hujan, selanjutnya dialirkan ke bak


penampung air hujan (PAH)

Gambar II.4 - Ilustrasi pengawetan air

23
c. Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
1) Perbaikan kualitas air pada
sumber air

2) Perbaikan kualitas air pada


prasarana sumber daya air

3) Pencegahan masuknya
pencemaran air pada sumber
air dan prasarana sumber
daya air

Pengelolaan kualitas air :

a) Monitoring kualitas air di


sumber air

b) Perizinan pembuangan limbah


di perairan umum

c) Pollution fee

Pembuangan limbah/sampah
Gambar II.5 - Pengelolaan kualitas dan pengendalian pencemaran

Pengendalian Pencemaran

Maksud :

Mencegah masuknya limbah pada


sumber air

Dilakukan dengan cara :


 Tidak membuang limbah di
sumber air
 Mengolah limbah cair sebelum
dialirkan ke sumber air

Gambar II.6 - Pengendalian pencemaran

24
2. Pendayagunaan Sumber Daya Air
Sesuai dengan UUD, maka SDA adalah kekayaan alam yang dikuasi oleh
Negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat. Untuk
mencapai tujuan tersebut, Negara memberi tugas kepada pemerintah, baik
pemerintah pusat maupun pemerintah daerah untuk mengatur dan
menyelenggarakannya.

Dalam UU-SDA ini juga diakui adanya dan berlangsungnya “hak ulayat”. Hak
ulayat adalah hak yang dimiliki secara turun temurun oleh suatu masyarakat
hukum adat sehingga menjadi bagian dan budaya hidup mereka . Ada
kemungkinan sumber air ditemukan pertama kali oleh masyarakat adat dan
dimanfaatkan oleh mereka secara turun temurun, maka masyarakat tersebut
dapat mempunyai hak untuk meneruskan menggunakan air dan sumber
tersebut. Hak ulayat yang diakui dalam UU-SDA ini hanya jika kenyataannya
masih ada dan telah dikukuhkan dengan peraturan daerah setempat.

Karena air adalah karuniaTuhan untuk memenuhi hajat hidup baik bagi
manusia, binatang maupun tanaman, maka tidak ada “hak milik” atas air.
Sebagai perbandingan, tanah/lahan bukan untuk memenuhi hajat hidup, karena
itu ada hak milik atas tanah.
Hak yang melekat pada SDA adalah : hak guna” yang dibagi menjadi “hak guna
pakai” dan “hak guna usaha”. Hak guna pakai adalah hak untuk memperoleh
dan menggunakan air. Hak guna pakai ini tidak perlu mendapat ijin apabila
untuk memenuhi kebutuhan pokok sehari-hari bagi perorangan dan bagi
pertanian rakyat (ukuran kecil) pada sistem irigasi yang sudah ada. Tetapi jika
untuk keperluan kelompok yang memerlukan air dalam jumlah besar, atau untuk
sistem irigasi yang baru, maka hak guna pakai harus memperoleh ijin terlebih
dahulu.

Hak guna usaha adalah hak untuk menggunakan air sesuai dengan yang
dialokasikan untuk kebutuhan usaha, baik sebagai air baku bahan produksi (air
minum, air kemasan), penunjang produksi (cooling water, pencucian eksplorasi
tambang), pemanfaatan potensinya (tenaga listrik), media (transportasi), dan

25
segala kebutuhan yang bersifat komersial. Hak guna usaha harus mendapat ijin
terlebih dahulu yang menyatakan peruntukkannya, tempat pengambilan serta
besarnya dan waktu alokasi air.

Pengusahaan SDA dapat diberikan kepada BUMN, BUMD, badan usaha


swasta maupun perseorangan dengan ijin sesuai peruntukkannya.
Pengusahaan SDA yang meliputi satu wilayah sungai hanya dapat
dilaksanakan oleh BUMN atau BUMD dan dapat bekerja sama dengan pihak
manapun. Kegiatan pengusahaan tersebut tidak termasuk menguasai sumber
airnya, tetapi hanya terbatas pada hak untuk menggunakan air sesuai dengan
alokasi yang telah ditetapkan.
Penggunaan air untuk kebutuhan Negara lain hanya diijinkan jika penyediaan
air untuk berbagai kebutuhan dalam negeri telah dapat terpenuhi.

Hak guna air, baik hak guna pakai maupun hak guna usaha, tidak dapat
disewakan atau dipindahtangankan, agar tidak terjadi “perdagangan hak”. Jika
suatu hak tidak digunakan, maka harus dikembalikan atau diambil kembali oleh
yang memberi hak, yakni pemerintah pusat atau pemerintah daerah (provinsi
atau kabupaten) sesuai kewenangannya.

Semua air berasal dari air hujan yang jatuh di bumi. Sebagian mengalir sebagai
air permukaan, sebagian meresap ke dalam tanah sebagai air tanah dan
sebagian lagi menguap kembali ke udara. Pada prinsipnya penggunaan air
adalah secara terpadu (conjuctive) antara air hujan, air permukaan dan air
tanah. Namun mengingat pengisian kembali (recharge) air tanah membutuhkan
waktu yang sangat lama, maka penggunaan air permukaan lebih diutamakan.
Sedangkan penggunaan air tanah dibatasi hanya jika kebutuhan sangat
mendesak dan tidak dapat dipenuhi oleh air permukaan.

Prioritas utama peruntukkan air adalah untuk memenuhi kebutuhan pokok


hidup sehari-hari, yakni kebutuhan rumah tangga dan agama. Dengan kata lain
jika air sangat terbatas, maka harus digunakan untuk memenuhi kebutuhan
pokok lebih dahulu sebelum kebutuhan lainnya. Mengingat prioritas

26
pembangunan ekonomi antara satu daerah dengan daerah lainnya dapat
berbeda, maka tujuan urutan penggunaan air selain untuk kebutuhan pokok,
ditetapkan oleh pemerintah daerah masing-masing.

Lingkup Kegiatan Pendayagunaan Sumber Daya Air


a. Penatagunaan SDA.
1) Penetapan zona pemanfaatan SDA dgn memperhatikan fungsi lindung.
2) Penetapan zona pemanfaatan SDA dgn memperhatikan fungsi
pemanfaatan.
3) Penetapan peruntukan air pada sumber air.
b. Penyediaan SDA.
1) Penyediaan air untuk kebutuhan pokok sehari-hari.
2) Penyediaan air untuk kebutuhan air bagi pertanian rakyat dalam
sistema irigasi yang sudah ada.
3) Penyediaan air untuk kebutuhan lain, misalnya untuk sanitasi dan lain
lain.
c. Penggunaan SDA.
1) Penggunaan SDA untuk kebutuhan pokok sehari-hari.
2) Penggunaan SDA untuk pertanian rakyat dalam sistem irigasi yang
sudah ada.
3) Penggunaan SDA untuk kebutuhan lain, misalnya untuk sanitasi.
d. Pengembangan SDA.
1) Pengembangan SDA permukaan untuk memenuhi berbagai
kebutuhan.
2) Pengembangan air tanah pada cekungan air tanah untuk memenuhi
berbagai kebutuhan.
3) Pengembangan air hujan untuk memenuhi berbagai kebutuhan.
4) Pengembangan air laut yang berada di darat untuk memenuhi berbagai
kebutuhan.
e. Pengusahaan SDA.
1) Penggunaan air pada lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam izin.
2) Penggunaan wadah air pada suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan

27
yang ditentukan dalam izin.
3) Pemanfaatan daya air pd suatu lokasi tertentu sesuai persyaratan yang
ditentukan dalam izin.

Gambar II.7 - Pemanfaatan sumber daya air

3. Pengendalian Daya Rusak Sumber Daya Air


a. Eksistensi Daya Rusak Air
Hakekatnya daya rusak air merupakan bagian tak terpisahkan dari fisik airnya
sendiri yakni sejak keberadaan air dalam alam. Dengan berbagai aktivitas

28
manusia yang makin meningkat, daya rusak itu lebih diperparah lagi. Karena itu
tidak mungkin manusia dapat menghilangkan daya rusak tersebut.

Daya rusak air yang paling significant adalah banjir. Di Negara manapun
bahkan Negara yang sudah sangat maju teknologinya, tidak akan dapat
menghindari terjadinya banjir yang disebabkan oleh alam. Karena itu yang
dapat dilakukan oleh manusia adalah sedapat-dapatnya hidup berdampingan
secara damai dengan alam serta mengendalikan daya rusaknya agar tidak
makin menimbulkan akibat yang sangat merugikan.

b. Cara Pengendalian Daya Rusak Air


Dari tiga cara pengendalian daya rusak air yakni upaya pencegahan,
penanggulangan, dan pemulihan, maka yang diutamakan adalah pencegahan.

Perencanaan pengendalian daya rusak air harus disususn secara terpadu dan
menyeluruh sekaligus pada waktu menyusun pola pengelolaan SDA, yang
harus memperhatikan rencana tata ruang.
Penanggung jawab utama pengendalian ini adalah pemerintah (pusat dan
daerah) serta pengelola SDA Wilayah Sungai, dengan tetap melibatkan
masyarakat sebagai kewajiban bersama.

c. Pencegahan (Sebelum Terjadi)


Upaya pencegahan dilakukan untuk mengurangi sebanyak-banyaknya
kemungkinan terjadinya daya rusak air, baik melalui kegiatan fisik berupa
bangunan-bangunan maupun non fisik yang berupa pengaturan, pembinaan
dan penyuluhan kepada masyarakat, baik masyarakat di bagian hulu maupun
masyarakat bagian hilir.

Pencegahan tersebut lebih diutamakan pada kegiatan non fisik. Dalam rangka
pencegahan ini perlu perlakuan seimbang antara konservasi di daerah hulu dan
pendayagunaan di daerah hilir, antara lain adanya kemungkinan saling ganti
untung antar kedua daerah tersebut.

29
d. Penanggulangan (Pada Waktu Terjadi)
Penanggulangan ini merupakan tindakan darurat untuk mengurangi sebanyak
mungkin kerugian dengan mitigasi bencana, diantaranya dengan peringatan
dini, menghindari dari bencana, perbaikan (sementara) infrastruktur.

Penanggulangan dilakukan secara terpadu, oleh instansi-instansi terkait dan


masyarakat melalui suatu badan koordinasi penanggulangan bencana pada
tingkat nasional, provinsi dan kabupaten.
Bencana berskala nasional ditetapkan oleh presiden dan menjadi tanggung
jawab pemerintah pusat. Pelaksanaannya bisa saja dilakukan oleh pemerintah
daerah.

Dalam keadaan yang membahayakan, gubernur atau bupati berwenang


mengambil tindakan darurat, yakni suatu tindakan yang cepat dan karena itu
tidak harus mengikuti prosedur sesuai peraturan.

e. Pemulihan (Setelah Terjadi)


Upaya pemulihan dilakukan untuk mengembalikan fungsi, baik fungsi
lingkungan hidup maupun fungsi infrastruktur sumber daya air yang rusak akibat
bencana.

Pemulihan ini menjadi tanggung jawab pemerintah, pemerintah daerah, dan


pengelola sumber daya air sesuai dengan kewenangannya dan masyarakat
sesuai dengan kewajibannya.

Lingkup Kegiatan :
1) Pencegahan Daya Rusak Air.
a) Pencegahan daya rusak air yang berupa pekerjaan pembangunan
sarana dan prasarana fisik, antara lain, pengaturan sungai, pembuatan
tanggul banjir dan lain sebagainya..
b) Pencegahan daya rusak air yang berupa penyusunan atau penerapan
piranti lunak antara lain pengaturan, pembinaan, pengawasan dan
pengendalian.

30
c) Penyeimbangan hulu dan hilir seperti penyelarasan antara upaya
konservasi bagian hulu dan pendaya gunaan di bagian hilir.
2) Penanggulangan Daya Rusak Air.
a) Mitigasi bila terjadi bencana.
b) Penanggulangan darurat sarana dan prasarana berupa pekerjaan fisik
untuk menghindari kerusakan yang lebih parah.
c) Pelaksanaan penanggulangan darurat sarana dan prasarana berupa
pekerjaan fisik untuk tetap berfungsi.
3) Pemulihan Akibat Daya Rusak Air.
a) Perbaikan sistem sarana dan prasarana SDA yang rusak.
b) Pelaksanaan perbaikan sarana dan prasarana SDA yang rusak.
c) Perbaikan / pemulihan kembali lingkungan hidup.

4. Pemberdayaan Masyarakat
Pemerintah dan pemerintah daerah menyelenggarakan pemberdayaan para
pemilik kepentingan dan kelembagaan sumber daya air secara terencana dan
sistematis untuk meningkatkan kinerja pengelolaan sumber daya air.

Pemberdayaan dilaksanakan pada kegiatan perencanaan, pelaksanaan


konstruksi, pengawasan, operasi dan pemeliharaan sumber daya air dengan
melibatkan peran masyarakat

Kelompok masyarakat atas prakarsa sendiri dapat melaksanakan upaya


pemberdayaan untuk kepentingan masing-masing dengan berpedoman pada
tujuan pemberdayaan.

Lingkup Kegiatan :
a. Perlibatan peran masyarakat sejak perencanaan
1) Dialog dengan masyarakat.
2) Konsultasi dengan masyarakat.
3) Sosialisasi kepada masyarakat.
4) Pemberdayaan masyarakat.
b. Pemberdayaan masyarakat (capacity building).

31
1) Pendidikan dan pelatihan kepada masyarakat.
2) Penelitian dan pengembangan dalam pemberdayaan dan peningkatan
peran masyarakat.
3) Pendampingan masyarakat dalam pemanfaatan dan menjaga
kelestarian SDA.
c. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan pengelolaan SDA.
1) Susun sistem monitoring pelaksanaan pengelolaan SDA.
2) Sediakan Perangkat lunak sistem monitoring pelaksanaan pengelolaan
SDA.
3) Evaluasi pelaksanaan pengelolaan SDA.

5. Keterbukaan dan Ketersediaan Data SDA


a. Perlunya Sistem Informasi
1) Data tentang SDA (hidrologi, hidrometeorologi, hidrogeofogi) sebagai
bagian dari informasi, tersebar di berbagai instansi. Data hujan
misalnya. tidak hanya dikumpulkan oleh proyek-proyek Ditjen SDA,
tetapi juga Puslitbang Air, Departemen Perhubungan (bandar udara
dan Badan Meteorologi dan Geofisika) dan Ditjen Perkebunan
(pengelola perkebunan). Satuan data (harian, bulanan) yang disimpan
pada masing-masing instansi dan metode analisanya berbeda-beda
tergantung dari kebutuhan instansi yang bersangkutan.
2) Data infrastruktur yang telah dibangun serta kondisinya belum terkelola
dengan baik. Data tentang irigasi misalnya, juga tersebar tidak hanya
di Ditjen. SDA saja tetapi juga di Departemen Pertanian, Dinas
Pendapatan Daerah, Badan/Biro Pusat Statistik. Bahkan di lokasi yg
sama, data luasnya dapat berbeda.
3) Informasi tentang kebijakan dan produk pengaturan seperti undang-
undang, peraturan pemerintah dan peraturan ikutannya belum tersebar
luas sehingga para stakeholders dan masyarakat yang berminat tidak
dapat mengetahui dan mengikuti perkembangannya.
4) Semua itu menyebabkan sulitnya pengelolaan SDA. Karena itu
diperlukan suatu sistem informasi SDA yang bersifat jaringan dan
terbuka untuk dapat diakses oleh berbagai fihak yang berkepentingan

32
dalam bidang SDA. Sistem informasi ini juga sekaligus sebagai
pendukung utama dalam aset manajemen SDA. Agar semua fihak
mengikuti sistem yang sama perlu ditegaskan di dalam undang-undang.
b. Macam Informasi
Informasi yang tercakup dalam sistem informasi tersebut antara lain
meliputi kondisi hidrologi, hidrometeorologi, hidrogeologi, kebijakan dan
strategi, prasarana SDA, teknologi SDA, lingkungan pada SDA dan
sekitarnya, serta kegiatan sosial ekonomi budaya masyarakat yang terkait
dengan SDA.

Penyelenggaraan Sistem Informasi :


1) Pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta pengelola SDA, sesuai
dengan cakupan kewenangannya, wajib menyediakan informasi SDA
bagi semua pihak yang berkepentingan.
2) Agar sistem informasi dapat berfungsi dengan baik, maka siapapun,
baik pemerintah, badan hukum. organisasi, atau lembaga serta
perseorangan yang melaksanakan kegiatan bidang SDA, wajib
menyampaikan laporan hasil kegiatannya kepada instansi pemerintah
yang bertanggung jawab di bidang SDA.
3) Agar informasi dpt dipertanggungjawabkan, maka semua fihak yang
mengumpulkan. menyimpan dan menyampaikan informasi,
bertanggung jawab untuk menjamin keakuratan, kebenaran, dan
ketepatan waktu atas informasi yang disampaikan.
4) Pengelolaan sistem informasi SDA diselenggarakan baik pada tingkat
nasional, provinsi, kabupaten maupun wilayah sungai.

Lingkup Kegiatan :
1) Kebutuhan sistem informasi SDA.
a) Analisis kebutuhan sistem informasi hidrologis, hidrometeorologis
dan geohidrologis.
b) Analisis kebutuhan sistem informasi peraturan perundangan dan
kebijakan tentang SDA.

33
c) Analisis kebutuhan sistem informasi tentang lingkungan, kegiatan
ekonomi, sosial budaya masyarakat yang terkait dengan SDA.
2) Sistem informasi SDA.
a) Analisis tempat penyampaian (pusat-pusat) informasi SDA.
b) Analisis cara penyampaian informasi, dengan lisan, selebaran,
seminar, lokakarya, pertemuan berkala, dan lain sebagainya.
c) Pengelompokan komunitas sesuai dengan tingkat dan
kebutuhannya.
3) Pengelolaan sistem informasi SDA.
a) Analisis kebutuhan unit pelaksana pengelolaan sistem informasi
SDA.
b) Analisis tugas dan wewenang serta standar operasi dan prosedur
(sop) unit pengelola sistem informasi SDA.
c) Pelatihan bagi petugas sistem informasi pengelolaan SDA.

2.2.2 Kelembagaan dan Instansi yang Terkait


1. Kelembagaan Wilayah Sungai
a. Wilayah Sungai
Wilayah Sungai adalah kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam
satu atau lebih daerah aliran sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya
kurang dari atau sama dengan 2.000 km2.

Jumlah Wilayah Sungai di seluruh Indonesia berdasarkan Permen Perpu No.


4/PRT/M/2015 adalah 128 Wilayah Sungai yang dikelompokkan menjadi 5
kelompok seperti pada tabel di bawah ini.

Tabel 2.1 - Tabel Pengelompokan dan Jumlah Wilayah Sungai


No Kelampok Wilayah Sungai Jumlah Pengelola
Wilayah Sungai Wilayah Sungai
1 Wilayah Sungai Negara 5
2 Wilayah Sungai Lintas Propinsi 31 Pemerintah Pusat
3 Wilayah Sungai Strategis Nasional 28

34
4 Wilayah Sungai Lintas Kabupaten 52 Pemerintah
Propinsi
5 Wilayah Sungai dalam satu 12 Pemerintah
kabupaten/kota Kabupaten/Kota

Pertimbangan dalam pengelompokan sungai tersebut di atas, didasarkan atas:


1) Status lokasi daerah/wilayah aliran sungai
2) Potensi sumber daya air/wilayah aliran sungai
3) Banyaknya sektor yang terkait dengan SDA
4) Besarnya dampak (sosial, ekonomi, dan lingkungan) terhadap
pembangunan nasional
5) Besarnya dampak negatif akibat daya rusak air di wilayah sungai yang
bersangkutan.
Wilayah sungai yang pengelolaannya berada di Pemerintahan Pusat dalam
pelaksanaannya dibagi menjadi 2 (dua) yakni :
1) Wilayah Sungai yang statusnya sebagai Balai Besar
2) Wilayah Sungai yang statusnya sebagai Balai

b. Fungsi dan Tugas


Secara umum tugas Balai adalah melaksanakan pengelolaan SDA di Wilayah
sungai yang meliputi Perencanaan, Pelaksanaan Konstruksi, Operasi dan
Pemeliharaan dalam rangka konservasi, pendayagunaan SDA dan
pengendalian daya rusak air pada sungai, danau, waduk, bendungan dan
tampungan air lainnya, irigasi, air tanah, air baku rawa, tambak dan pantai.

Adapun fungsi Balai secara umum adalah sebagai berikut :


1) Menyusun pola dan rencana pengelolaan SDA
2) Mempersiapkan dan melaksanakan pengadaan barang dan jasa
3) Melaksanakan pengendalian dan pengawasan pelaksanaan konstruksi
4) Menyusun dan melaksanakan pengelolaan kawasan lindung SDA
5) Pengelolaan SDA, sistem hidrologi dan sistem informasi sumber daya air
6) Pelaksanaan O & P serta bimbingan teknis pengelolaan SDA
7) Menfasilitasi kegiatan team koordinasi PSDA, penyiapan rekomendasi
teknis dan melakukan pembudayaan masyarakat dalam pengelolaan SDA

35
c. Struktur Organisasai Balai Wilayah Sungai
Sebagai ilustrasi, di bawah ini diperlihatkan struktur organisasi Balai Besar
Wilayah Sungai dan Balai Wilayah Sungai sebagai berikut :

BBWS Tipe A

Kepala
Balai

Bagian
Tata Usaha

Subbag
Subbag
Subbag Pengelolaan
Keuangan &
Kepegawaian Barang Milik
Umum
Negara

Bidang Bidang Bidang


Bidang
Program & Pelaksanaan Pelaksanaan
Operasi &
Perencanaan Jaringan Jaringan
Pemeliharaan
Umum Sumber Air Pemanfaatan Air

Seksi
Bidang Seksi Seksi
Seksi Pengendalian
Pelaksanaan Pengendalian Perencanaan
Program Pelaksanaan
Jaringan Pelaksanaan Operasi
Sungai
Sumber
& Pantai
Air Irigasi & Rawa Pemeliharaan

Seksi Seksi Seksi


Seksi Pengendalian Pengendalian Pelaksanaan
Perencanaan Pelaksanaan Pelaksanaan Air Operasi &
Umum Danau & Baku & Air Pemeliharaan
Bandungan Tanah

Kelompok
Jabatan
Fungsional

Gambar II.8 - Struktur organisasi balai besar wilayah sungai tipe A

36
BWS TIPE A
Kepala
Balai

Subbag
Tata Usaha

SSeksi Seksi
Seksi
Program & Operasi &
Pelaksanaan
Perencanaan Pemeliharaan

KKelompok
Jabatan
Fungsional

Gambar II.9 - Struktur organisasi balai wilayah sungai tipe A

BWS TIPE B

Kepala
Balai

Subbag
Tata Usaha

Seksi Seksi
Program & Operasi &
Perencanaan Pemeliharaan
Umum

Kelompok
Jabatan
Fungsional

Gambar II.10 - Struktur organisasi balai wilayah sungai tipe B

37
2.2.3 Instansi Terkait Dalam Pengelolaan Sumber Daya Air
1. Aspek Konservasi :
Kehutanan, Pertanian, PU, Perindustrian, Dalam Negeri, ESDM, dan lain-lain.
2. Aspek Pendayagunaan :
Pertanian, PU (SDA & Cipta Karya), ESDM, Kesehatan, Dalam Negeri,
Lingkungan Hidup, Perindustrian, Perhubungan.
3. Aspek Pengendalian Daya Rusak :
PU, Dalam Negeri, ESDM, Lingkungan Hidup, Kehutanan, BNPB.

2.3 Rangkuman
Pengelolaan daerah aliran sungai adalah pengelolaan sumber daya alam yang
terbaru pada suatu daerah aliran sungai, seperti vegetasi, tanah dan air, sehingga
dapat memberikan manfaat yang optimal dan berkesinambungan. Sasaran
pengelolaan daerah aliran sungai adalah daerah-daerah yang secara alami
berpotensial terhadap terjadinya kerusakan lingkungan, khususnya erosi lahan di
bagian hulu dan tengah daerah aliran sungai, dan memiliki kemiringan lebih besar
dari 8%. Pola pengelolaan daerah aliran sungai didasarkan atas landasan
institusional, landasan konsepsional, landasan operasional. Kegiatan pengelolaan
daerah aliran sungai meliputi dua aspek teknis yang penanganannya harus
dilakukan secara terpadu, dengan memakai daerah aliran sungai yang
bersangkutan sebagai satu kesatuan wilayah pengembangan. Dua aspek yang
dimaksud adalah aspek agro teknik dan aspek civil teknik.

38
Lingkup Pengelolaan SDA Terpadu merangkum suatu upaya-upaya
(merencanakan, melaksanakan, memantau dan mengevaluasi) dalam
penyelenggaraan konservasi - pendayagunaan - pengendalian daya rusak SDA.
Kelembagaan Wilayah Sungai terdiri dari Wilayah Sungai yang merupakan
kesatuan wilayah pengelolaan sumber daya air dalam satu atau lebih daerah aliran
sungai dan/atau pulau-pulau kecil yang luasnya kurang dari atau sama dengan
2.000 km2. Wilayah sungai yang pengelolaannya berada di Pemerintahan Pusat
dalam pelaksanaannya dibagi menjadi 2 (dua) yakni wilayah sungai yang statusnya
sebagai balai besar dan wilayah sungai yang statusnya sebagai balai. Terdapat
instansi yang terkait dengan pengelolaan sumber daya air yaitu dalam aspek
konservasi terdapat Kehutanan, Pertanian, PU, Perindustrian, Dalam Negeri,
ESDM, dan lain-lain. Pada aspek pendayagunaan terdapat Pertanian, PU (SDA &
Cipta Karya), ESDM, Kesehatan, Dalam Negeri, Lingkungan Hidup, Perindustrian,
Perhubungan. Kemudian pada aspek pengendalian daya rusak terdapat PU, Dalam
Negeri, ESDM, Lingkungan Hidup, Kehutanan, BNPB.

39
MATERI 3
PENERAPAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA AIR TERPADU

3.1 Persyaratan Penerapan Pengelolaan Sumber Daya Air Terpadu


3.1.1 Persyaratan Penerapan PSDAT (IWRM)
1. Memiliki lembaga Pengelola SDA Wilayah Sungai yang handal
dilandasi dasar hukum yang kuat, diterima para pemilik kepentingan
dan memiliki SDM yang kompeten.
2. Memiliki kebijakan, pola dan rencana pengelolaan SDA.
3. Memiliki data, model, sistem, fasilitas pengelolaan SDA.
4. Memiliki wadah koordinasi dan komunikasi antar pemilik kepentingan
sebagai perangkat manajemen partisipatif.
5. Memiliki Sasaran yang jelas.

Gambar III.1 - Ilustrasi tata cara pengelolaan sumber daya air terpadu

3.1.2 The Three Pillars of IWRM (GWP 2004)


1. The Enabling Environment  Score 30
a. Policies – setting the goals for water use, protection and conservation
b. Legislative framework - the rules to follow to achieve policies and goals
c. Financing and incentive structures – allocating financial resources to meet
water needs

40
2. Institutional Framework / Roles  Score 30
a. Creating an organisational framework -forms and functions
b. Institutional capacity building -developing human resources
3. Management Instruments  Score 40
a. Water resources assessment -understanding resources and needs
b. Plans for IWRM-combining development options, resource use and human
interaction
c. Demand management -using water more efficiently
d. Social change instruments –encouraging a water oriented civil society
e. Conflict resolution -managing disputes, ensuring sharing of water
f. Regulatory instruments -allocation and water use limits
g. Economic instruments -using value and prices for efficiency and equity
h. Information management and exchange -improving knowledge for better
water management

3.2 Rincian Persyaratan Penerapan PSDAT


3.2.1 The Enabling Environment  Score 30
1. Terterapkannya kebijakan, pola, rencana dan sasaran pengelolaan SDA WS
a. Kebijakan, pola, rencana hasil studi yang telah ditetapkan oleh lembaga
yang berwenang (pemerintah)
b. Ketetapan sasaran (standar pelayanan minimum) oleh lembaga yang
berwenang ( Men PU)
c. Ps 11, 14, 59 UU 7/2004 ttg SDA → Score 10
2. Terterapkannya peraturan perundangan yang mendukung operasional
pengelolaan SDA WS
a. Sistem perizinan penggunaan SDA
b. Ps 13, 14, 15, 45 UU 7/2004 ttg SDA  Score 10
3. Terterapkannya sistem pembiayaan dari masyarakat untuk pengelolaan SDA
WS
a. Sistem pengelolaan keuangan mandiri (menarik dari masyarakat,
mengelola, melaporkan) ditetapkan oleh lembaga yang berwenang (Men
keu)
b. Ps 26, 80 UU 7/2004 ttg SDA  Score 10

41
3.2.2 Institutional Framework/Roles  Score 30
1. Tersedianya dasar hukum pendirian institusi pengelola SDA WS yang kuat,
a. Tidak tumpang tindih
b. Tertetapkannya job description karyawan  score 10
2. Dilaksanakannya kegiatan pemberdayaan
a. Adanya penyuluhan, pelatihan untuk meningkatkan kompetensi
stakeholders
b. Ps 70 UU 7/2004 ttg SDA  score 10
3. Aktifnya wadah koordinasi stakeholders
a. Tertetapkannya wadah koordinasi
b. Berfungsinya wadah koordinasi
c. Ps 85, 86, 87 UU 7/2004 ttg SDA  Score 10

3.2.3 Management Instrument


1. Ketersediaan dan keterbukaan data SDA
a. Tersedia sistem informasi SDA
b. Kebutuhan vs ketersediaan SDA
c. Mudah diakses stakeholders
d. Ps 65, 66, 67, 68 UU 7/2004 ttg SDA  Score 5
2. Tertetapkannya program penerapan PSDAT (IWRM Plan)
a. Tersusunnya IWRM Plan WS terkait  Score 5
3. Terterapkannya proses demand menejemen
a. Dalam perizinan SDA menerapkan proses
b. Demand management
c. Ps 29 UU 7/2004 ttg SDA  Score 5
4. Terlaksanakannya kampanye peduli air
a. Tersedianya modul kampanye dan penyuluh
b. Tersusunnya program kegiatan kampanye
c. Ps 70 UU 7/2004 ttg SDA  Score 5
5. Bakunya proses mengatasi konflik air
a. Tertetapkannya prosedur
b. Konsistennya proses
c. ps 88, 89 UU 7/2004 ttg SDA  Score 5

42
6. Bakunya proses pengalokasian air
a. Tertetapkannya prosedur
b. Konsistennya proses
c. Ps 46 UU 7/2004 ttg SDA  Score 5
7. Penerapan instrumen ekonomi untuk efisiensi
a. Pengguna membayar
b. Pencemar membayar
c. Tarif SDA progresif
d. Ps 80 UU 7/2004 ttg SDA  Score 5
8. Tersedianya sistem informasi IWRM
a. Tersedia sistem informasi IWRM
b. Informasi lessons learnt, best practices
c. Ps 65 UU 7/2004 ttg SDA  Score 5

3.3 Pola Pengelolaan Sumber Daya Air


Pola pengelolaan sumber daya air disusun dan ditetapkan sebagai kerangka dasar
dalam pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dengan keterpaduan antara air
permukaan dan air tanah.

Pola pengelolaan sumber daya air memuat :


1. Tujuan pengelolaan sumber daya air pada Wilayah Sungai yang bersangkutan.
2. Dasar pertimbangan yang dipergunakan dalam melakukan pengelolaan sumber
daya air.
3. Beberapa skenario pengelolaan sumber daya air.
4. Alternatif pilihan strategi pengelolaan sumber daya air untuk setiap scenario
pengelolaan sumber daya air.
5. Kebijakan operasional untuk melaksanakan strategi pengelolaan sumber daya
air.

Pola pengelolaan sumber daya air sebagaimana dimaksud disusun dengan


memperhatikan kebijakan pengelolaan sumber daya air pada wilayah administratif
yang bersangkutan.

43
Pola pengelolaan sumber daya air disusun dengan mengacu pada informasi
mengenai :
1. Penyelenggaraan pengelolaan sumber daya air yang dilakukan oleh
pemerintah dan/atau pemerintah daerah yang bersangkutan.
2. Kebutuhan sumber daya air bagi semua pemanfaat di wilayah sungai yang
bersangkutan.
3. Keberadaan masyarakat hukum adat setempat.
4. Sifat alamiah dan karakteristik sumber daya air dalam satu kesatuan sistem
hidrologis.
5. Aktivitas manusia yang berdampak terhadap kondisi sumber daya air.
6. Kepentingan generasi masa kini dan mendatang, serta lingkungan hidup.

Pola pengelolaan sumber daya air disusun melalui konsultasi dengan instansi dan
unsur masyarakat yang terkait.

Pola pengelolaan sumber daya air disusun dan ditetapkan untuk jangka waktu 20
(dua puluh) tahun.

Pola pengelolaan sumber daya air yang sudah ditetapkan dapat ditinjau dan
dievaluasi sekurang-kurangnya setiap 5 (lima) tahun sekali.

Hasil peninjauan dan evaluasi menjadi dasar pertimbangan bagi penyempurnaan


pola pengelolaan sumber daya air.

Rancangan Pola PSDA pada Wilayah Sungai dalam satu kebupaten/kota disusun
oleh dinas di tingkat kabupaten/kota atau bersama Pengelola SDA di Wilayah
Sungai melalui konsultasi dengan instansi teknis terkait.

Dalam hal pada wilayah sungai tersebut tidak atau belum terbentuk wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air, bupati/walikota dapat meminta
pertimbangan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota.

44
Dalam hal pada kabupaten/kota, tersebut tidak atau belum terbentuk wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air kabupaten/kota, bupati/walikota dapat
langsung menetapkan pola pengelolaan sumber daya air sesuai dengan
rancangan.

Rancangan Pola PSDA pada Wilayah Sungai lintas kabupaten/kota disusun oleh
dinas di tingkat provinsi atau bersama pengelola sumber daya air wilayah sungai
melalui konsultasi dengan instansi teknis terkait.

Gubernur menetapkan rancangan pola pengelolaan sumber daya air menjadi pola
pengelolaan sumber daya berdasarkan pertimbangan wadah koordinasi
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai yang bersangkutan.

Dalam hal pada wilayah sungai tersebut tidak atau belum terbentuk wadah
koordinasi pengelolaan sumber daya air, gubernur dapat meminta pertimbangan
wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air provinsi.

Rancangan pola pengelolaan sumber daya air wilayah sungai lintas provinsi, lintas
Negara, dan strategis nasional disusun oleh Menteri setelah berkonsultasi dengan
instansi teknis dan unsur masyarakat terkait.

Menteri menetapkan rancangan pola pengelolaan sumber daya air menjadi pola
pengelolaan sumber daya air berdasarkan pertimbangan wadah koordinasi
pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai bersangkutan.

Dalam hal pada wilayah sungai lintas provinsi atau strategis nasional dimaksud
tidak atau belum terbentuk wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air, Menteri
dapat meminta pertimbangan wadah koordinasi pengelolaan sumber daya air
provinsi melalui gubernur terkait.
Pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas Negara dilakukan sesuai
dengan perjanjian dengan Negara terkait berdasarkan pola pengelolaan sumber
daya air yang ditetapkan oleh Menteri.

45
Pola pengelolaan sumber daya air pada wilayah sungai lintas Negara digunakan
sebagai dasar penyusunan perjanjian dengan negara terkait.

Dalam hal belum ada perjanjian dengan terkait, pengelolaan sumber daya air pada
wilayah sungai yang berada dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia
didasarkan pada pola pengelolaan sumber daya air yang ditetapkan oleh Menteri.

Ketentuan mengenai pedoman teknis dan tata cara penyusunan pola pengelolaan
sumber daya air diatur dengan peraturan Menteri. (Permen PU No. 22/PRT/M/2009)
Perencanaan pengelolaan sumber daya air disusun sesuai dengan prosedur dan
persyaratan melalui tahapan yang ditetapkan dalam standar perencanaan yang
berlaku secara nasional yang mencakup inventarisasi sumber daya air, penyusunan
dan penetapan rencana pengelolaan sumber daya air.

Perencanaan Pengelola SDA


1. Perencanaan pengelolaan SDA disusun untuk menghasilkan rencana sebagai
pedoman/arahan dalam pelaksanaan konservasi, pendayagunaan dan
pengendalian daya rusak air.
2. Perencanaan disusun mengikuti pola pengelolaan SDA. Rencana Pengelolaan
SDA merupakan salah satu masukan/unsur penyusunan tata ruang.
3. Penyusunan rencana pengelolaan SDA dilaksanakan dengan koordinasi
berbagai instansi yang berwenang dengan mengikutsertakan seluruh
stakeholders.
4. Rencana pengelolaan SDA di Wilayah Sungai dirinci ke dalam program oleh
instansi pemerintah, masyarakat dan swasta.

46
3.4 Rangkuman
Terdapat beberapa persyaratan dalam penerapan pengelolaan sumber daya air
terpadu yaitu sebagai berikut :
1. Memiliki lembaga Pengelola SDA Wilayah Sungai yang handal dilandasi dasar
hukum yang kuat, diterima para pemilik kepentingan dan memiliki SDM yang
kompeten.
2. Memiliki kebijakan, pola dan rencana pengelolaan SDA.
3. Memiliki data, model, sistem, fasilitas pengelolaan SDA.
4. Memiliki wadah koordinasi dan komunikasi antar pemilik kepentingan sebagai
perangkat manajemen partisipatif.
5. Memiliki Sasaran yang jelas.

Selain itu juga terdapat The Three Pillars of IWRM (GWP 2004) yaitu The Enabling
Environment, Institutional Framework/Roles dan Management Instruments.
Kemudian terdapat pola pengelolaan sumber daya air yang disusun dan ditetapkan
sebagai kerangka dasar dalam pengelolaan sumber daya air wilayah sungai dengan
keterpaduan antara air permukaan dan air tanah. Pola pengelolaan sumber daya
air sebagaimana dimaksud disusun dengan memperhatikan kebijakan pengelolaan
sumber daya air pada wilayah administratif yang bersangkutan.

47
MATERI POKOK 4
ILUSTRASI IMPLEMENTASI PSDAT

4.1 Konservasi Sumber Daya Air

Memanfaatkan atap untuk tangkapan air hujan. Selanjutnya dialirkan ke bak


penampungan air hujan (PAH)

Gambar IV.1 - Pemanfaatan atap untuk tangkapan air

Gambar IV.2 - Sungai alami yang diinginkan

48
Gambar IV.3 - Sistem teras bangku

Gambar IV.4 - Pengaturan sempadan di sungai Jepang

49
4.2 Pendayagunaan Sumber Daya Air

Air untuk Pertanian Air untuk Pertanian

Air untuk Industri Air untuk Transportasi

Gambar IV.5 - Pendayagunaan sumber daya air

Air untuk pertanian

50
Gambar IV.6 – Jaminan air untuk ekosistem

4.3 Pengendalian Daya Rusak Air

Gambar IV.7 – Ruang pengendali banjir di Malang

51
Gambar IV.8 – Ilustrasi imaginer super-levee

4.4 Pemberdayaan Masyarakat

Gambar IV.9 – Pemberdayaan masyarakat

52
Gambar IV.10 – Pemberdayaan masyarakat

4.5 Rangkuman
 Ilustrasi implementasi pengelolaan sumber daya air terpadu terdiri dari
konservasi sumber daya air, pendayagunaan sumber daya air, pengendalian
daya rusak air dan pemberdayaan masyarakat.
 Adapun contoh-contoh dari implementasi konservasi sumber daya air yaitu
pemanfaatan atap untuk tangkapan air, sungai alami yang diinginkan, sistem
teras bangku, pengaturan sempadan di sungai jepang. Kemudian contoh dari
pendayagunaan sumber daya air terdiri dari air untuk pertanian, air untuk
industri, air untuk transportasi, air untuk olahraga. Sedangkan contoh dari
pengendalian daya rusak air yaitu adanya ruang pengendali banjir di malang.

53
Pusat Pendidikan dan Pelatihan Sumber Daya Air dan Konstruksi

Anda mungkin juga menyukai