Anda di halaman 1dari 10

A.

Pertanian Konvensional
Keadaan atau gambaran umum dari semua pertanian modern adalah titik beratnya
pada salah satu jenis tanaman tertentu, menggunakan intensifikasi modal dan pada
umumnya berproduksi dengan teknologi yang hemat tenaga kerja serta memperhatikan
skala ekonomis yang efisien (economies of scale) yaitu dengan cara meminimumkan biaya
untuk mendapatkan keuntungan tertentu. Untuk mencapai semua tujuan, pertanian
modern praktis tidak berbeda dalam konsep atau operasinya dengan perusahaan industri
yang besar. Sistem pertanian modern yang demikian itu sekarang ini dikenal dengan agri-
bisnis.
Intensif merupakan cara bertani yang memanfaatkan inovasi teknologi dengan
penggunaan input yang banyak dengan tujuan memperoleh output yang lebih tinggi dalam
kurun waktu yang relatif singkat. Pertanian intensif dapat disebut sebagai pertanian
modern. Ciri Pertanian Modern (Intensif) adalah penggunaan bibit unggul, aplikasi pupuk
buatan, pestisida, penerapan mekanisasi pertanian dan pemanfaatan air irigasi. Sistem
pertanian ini mengkonsumsi sumberdaya alam yang tak terbaharui dalam jumlah besar
seperti minyak dan gas bumi, fosfat dan lain-lain, sehingga butuh modal yang besar pula.
Hasil kemajuan teknologi melalui pertanian modern begitu spektakuler dan mengesankan,
sehingga fenomena tersebut dipandang sebagai Revolusi Hijau (Peter Tandisau dan
Herniwatiigasi, 2009).
B. Pertanian Konvensional berdasarkan fungsi dasar Ekonomi
Dalam pertanian modern (spesialisasi), pengadaan pangan untuk kebutuhan sendiri
dan jumlah surplus yang bisa dijual, bukan lagi merupakan tujuan pokok. Keuntungan
(profit) komersial murni merupakan ukuran keberhasilan dan hasil maksimum per hektar
dari hasil upaya manusia (irigasi, pupuk, pertisida, bibit unggul, dan lain-lain) dan sumber
daya alam merupakan tujuan kegiatan pertanian. Pada sistem pertanian konvensional
terdapat beberapa evaluasi terhadap aspek ekonomi.
Pertanian konvensional jika dilihat dari aspek ekonomi antara lain:
1. Penurunan lapangan kerja dan peningkatan pengangguran
Dalam sistem pertanian konvensional digunakan teknologi dan bahan-bahan yang
berkualitas tinggi. Dengan digunakannya teknologi, kegiatan-kegiatan yang biasa
dilakukan oleh petani digantikan oleh mesin yang berteknologi tinggi. Sehingga para
petani lambat laun mulai banyak yang kehilangan pekerjaan. Banyaknya petani yang tidak
bekerja dapat meningkatkan angka pengangguran. Lapangan pekerjaan untuk petanipun
berkurang karena semua kegiatan bertani dapat dilakukan oleh mesin.
2. Peningkatan kemiskinan dan malnutrisi di pedesaan
Petani yang pekerjaannya telah digantikan oleh mesin akan menjadi pengangguran
dan tidak memiliki penghasilan untuk memenuhi kebutuhan hiidup keluarganya. Karena
itu, kemiskinan semakin menigkat dan banyak anak-anak yang mengalami malnutrisi
karena kekurangan makan. Hal tersebut terjadi kebanyakan di daerah pedesaan, karena
kebanyakan petani pedesaan adalah petani dengan modal kecil.
3. Pengeluaran lebih banyak
Dengan penggunaan teknologi, sudah pasti biaya produksi akan lebih tinggi
karena mesin-mesin harus dibeli dengan biaya yang tinggi. selain itu pengadaan benih
berkualitas tinggi juga sangat mahal. pemberian pupuk dan pemberantasan hama
menggunakan zat kimia juga akan menambah biaya produksi.
4. Mendapatkan penghasilan lebih banyak atau untung
Hasil produksi dari sistem pertanian konvensional lebih banyak daripada
pertanian organik. Dengan hasil yang banyak tersebut petani konvensional akan
mendapat untug yang banyak dari hasil penjualan produk pertaniannya.
5. Hanya bisa dilakukan petani dengan modal besar
Sebagian besar yang melakukan sistem pertanian konvensional adalah petani
dengan modal besar karena biaya produksi yang digunakan untuk membeli mesin, bahan
tanam yang berkualitas tinggi, serta pestisida maupun pupuk kimia memerlukan biaya
yang cukup besar.
6. Berorientasi pada pasar eksport dan lokal
Pada sistem pertanian konvensional, produk hasil diorientasikan pada pasar lokal
dan ekspor. Hasil yang banyak selain dapat memenuhi kebutuhan lokal juga dapat dijual
di pasaran ekspor. Para petani banyak yang menjual hasil pertaniannya di pasar ekspor
karena harga jualnya tinggi.
7. Mempunyai resiko produksi yang tinggi
Sistem pertanian konvensional mempunyai resiko produksi yang tinggi karena
biaya yang dikeluarkan untuk produksi sangat besar. Apabila pada proses produksi
terjadi kegagalan misalnya seperti kerusakan mesin ataupun gagal panen tentunya resiko
biaya produksi tidak kembali sangat besar. Dan petani akan mengalami kerugian.
C. Pertanian Konvensional berdasarkan fungsi dasar Ekologi
Penerapan pertanian konvensional pada tahap-tahap permulaan mampu
meningkatkan produktivitas pertanian dan pangan secara nyata, namun kemudian efisiensi
produksi semakin menurun karena pengaruh umpan balik berbagai dampak samping yang
merugikan. Bila kita terapkan prinsip ekonomi lingkungan dengan menginternalisasikan
biaya lingkungan dalam perhitungan neraca ekonomi suatu usaha dan program
pembangunan pertanian maka yang diperoleh pengusaha dan negara adalah kerugian
besar. Perhitungan GNP dan GDP yang dilakukan Pemerintah saat ini sebenarnya tidak
realistis. Sayangnya biaya lingkungan jarang dimasukkan sepenuhnya dalam perhitungan
neraca usaha dan pertumbuhn ekonomi nasional (Pracaya, 2007).
Penelitian pertanian secara konvensional dengan biasnya pada lahan-lahan yang
berpotensi tinggi, tanaman ekspor dan petani yang lebih mampu, telah memberikan hasil
yang tidak terjangkau oleh sebagian besar petani. Hal ini antara lain disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu:
1. Peningkatan erosi permukaan, banjir dan tanah longsor
2. Penurunan kesuburan tanah dan kehilangan bahan organik tanah
Pada sistem pertanian konvensional, lahan yang digunakan dapat mengalami
penurunan kesuburan tanah dan kehilangan bahan organik. Hal tersebut terjadi karena
seringnya penggunaan pupuk kimia ataupun bahan-bahan kimia lain seperti pestisida yang
lama-kelamaan akan merusak kesuburan tanah dan mematikan organisme-organisme yang
hidup di dalam tanah.
1. Salinasi air tanah dan irigasi serta sedimentasi tanah
2. Peningkatan pencemaran air dan tanah akibat pupuk kimia, pestisida, limbah
domestik
Pertanian konvensional adalah pertanian dengan menggunakan bahan-bahan kimia
maupun alat-alat modern. Karena hal tersebut jika pertanian konvensional dilakukan
secara terus menerus akan menyebabkan peningkatan pencemaran air dan tanah akibat
pupuk kimia, pestisida, dan limbah domestik. Residu pestisida dan bahan-bahan berbahaya
lain di lingkungan dan makanan yang mengancam kesehatan masyarakat dan penolakan
pasar.
Penggunaan bahan-bahan kimia pada pupuk maupun pestisida pada sistem
pertanian konvensional menyebabkan pencemaran lingkungan. Produk-produk yang
dihasilkan kurang terjamin kebersihannya dan kelayakannya untuk dikonsumsi karena
sudah terkena zat kimia. Oleh karena itu, masyarakat mulai berpikir ulang untuk
mengkonsumsi produk yang tercemar oleh zat kimia.
1. Pemerosotan keanekaragaman hayati pertanian
2. Kontribusi dalam proses pemanasan global
Sebagian besar pertanian konvensional selalu menggunakan teknologi tinggi
yang tidak ramah lingkungan. Akibatnya banyak terjadi pencemaran air dan
pencemaran udara. Hal tersebut akan berkontribusi dalam proses pemanasan
global.
3. Merintangi studi dan peningkatan interaksi positif antarberagam tanaman, hewan,
dan manusia
4. Eksploitasi unsur hara
Integrasi usaha tani ke dalam pasar nasional maupun internasional
menimbulkan suatu penghabisan unsur hara netto jika unsur hara yang diambil
tidak dapat dikembalikan lagi. Sangat sedikit teknologi yang dikembangkan untuk
mengembalikan unsur hara dari daerah/lokasi konsumen ke daerah produsen.
D. Pertanian Konvensional berdasarkan fungsi dasar Sosial
1. Hilangnya kearifan tradisional dan budaya tanaman lokal
Masyarakat Indonesia umumnya bertani dengan memperhatikan keadaan sosial
disekitarnya. Apabila menggunakan sistem pertanian konvensional, tidak ada lagi kearifan
tradisional dan kebanyakan tanaman yang ditanaman adalah tanaman yang sedang naik
daun atau tanaman yang dibutuhkan sangat banyak dan berdaya jual tinggi. Sehingga
tanaman-tanaman lokal tidak dapat bersaing karena sedikit sekali petani yang
menanamnya.
2. Peningkatan kesenjangan sosial dan jumlah petani gurem di pedesaan
Jika di suatu desa digunakan sistem pertanian konvensional dapat terjadi peningkatan
kesenjangan sosial di antara para peani. Hal itu disebabkan karena hanya petani yang
bermodal besar yang dapat menjalankan sistem ini sedangkan petani dengan modal kecil
tidak akan mampu membeli mesin dan bahan tanam seperti petani konvensional. Oleh
karena itu pertanian konvensional akan dapat meningkatkan kesenjangan sosial terutama
di daerah pedesaan.
3. Ketergantungan petani pada pemerintah dan perusahaan/industri agrokimia
Karena dibutuhkan modal yang sangat besar, para petani konvensional membutuhkan
bantuan dari pemerintah dalam hal modal dan informasi-informasi terbaru tentang
pertanian. Petani juga akan mengalami ketergantungan dengan perusahaan/industri
agrokimia, karena kebanyakan mereka menggunakan bahan-bahan kimia.
4. Rasa kekeluargaan dan kekompakan antar petani berkurang
Pertanian konvensional lebih menggunakan mesin daripada tenaga manusia atau
petani. Hal tersebut dapat menyebabkan berkurangnya rasa kekeluargaan dan
kekeompakan antar petani. Padahal hal tersebut sangat berbahaya karena petani bisa-bisa
bersaing secara tidak sehat.
5. Pengabaian pengetahuan lokal petani
Pendekatan konvensional dari atas ke bawah pada pengembangan teknologi dalam
lembaga penelitian pertanian hanya memberikan sedikit kesempatan pada ilmuwan untuk
lebih mengenal kondisi. Situasi ini tidak dibenahi oleh sikap umum dari para penyuluh dan
peneliti yang telah mendapatkan ilmu di universitas maupun sekolah, bahwa sistem
pendidikan formal merupakan sumber utama inovasi dan bahwa informasi hanya bisa
datang dari atas.
6. Penekanan pada penelitian
Kondisi produksi lembaga penelitian dan tempa percobaan tidak mencerminan kondisi
petani dan tidak mungkin mewakili kondisi pertanian tadah hujan yang sangat beragam.
Akibatnya, teknologi yang di uji di tempat [percobaan seringkali tidak bisa diterapkan
dengan kondisi petani, sementara kualitas varietas lokal yang baik, yang disesuiakan
dengan kondisi lokal, tidak diakui dalam tempat percobaan (Biggs, 1984).
E. Kebijakan Ketahanan Pangan dengan Pertanian Konvensional
Akar permasalahan yang membawa petani pada kondisi ketergantungan adalah
kebijakan Pemerintah tentang Ketahanan Pangan atau dulu dinamakan program Swa
Sembada Beras atau Swa Sembada Pangan. Program ini bertujuan memenuhi kebutuhan
pangan seluruh penduduk yang setiap tahun selalu meningkat seiring dengan laju
peningkatan populasi penduduk yang masih secara eksponensial. Keinginan agar bangsa ini
dapat berswa sembada beras sudah menjadi program utama Pemerintah Indonesia sejak
Kabinet Indonesia yang pertama.

Sejak tahun 1970an Pemerintah Presiden Suharto telah menetapkan kebijakan bahwa
untuk meningkatkan produksi padi secara cepat hanya dapat dicapai bila para petani padi
dapat menerapkan teknologi pertanian modern yang kemudian dikenal sebagai teknologi
"revolusi hijau". Teknologi revolusi hijau merupakan teknologi budidaya tanaman padi
yang pada waktu itu dimasyarakatkan oleh Pemerintah dengan istilah Panca Usaha Tani
(pengolahan tanah, pemupukan dengan pupuk buatan, perbaikan jaringan pengairan,
penanaman benih unggul, serta pengendalianhama dan penyakit dengan pestisida).
Kebijakan tersebut pada prinsipnya tetap diikuti oleh Pemerintah periode-periode
berikutnya. Setiap tahun Pemerintah selalu menetapkan target produksi padi yang
dihasilkan oleh para petani padi. Keberhasilan suatu Kabinet atau Menteri Pertanian dalam
mencapai target produksi selalu digunakan sebagai salah satu kriteria keberhasilan
Pemerintah dalam melaksanakan program kerjanya. Oleh karena itu Pemerintah selalu
berusaha membuat banyak kebijakan, program proyek, dan bantuan yang ditujukan pada
petani agar mereka dapat meningkatkan produksi sawahnya.
Penerapan teknologi pertanian konvesional dalam program nasional Ketahanan
Pangan di Indonesia oleh Pemerintah dibebankan pada puluhan juta petani padi.
Pemerintah menyediakan berbagai bentuk fasilitas yang dharapkan dapat digunakan
petani sebaik mungkin untuk meningkatkan produksi sawahnya. Fasilitas-fasilitas tersebut
antara lain dalam bentuk penyediaan benih, pupuk kimia, pestisida, sistem jaringan irigasi
dan kredit. Program peningkatan produksi pertanian dari Pemerintah yang didukung oleh
dunia industri dan para peneliti/pakar/akademisi semakin memojokkan petani (khususnya
petani gurem) dalam posisi yang tidak berdaya dalam menentukan masa depannya.
Pertanian dengan teknologi revolusi hijau sering disebut sebagai pertanian
konvensional, pertanian modern, pertanian industri atau pertanian boros energi. Disebut
sebagai pertanian konvensional karena teknologi tersebut sangat umum digunakan di
seluruh dunia dan pada kebanyakan komoditi pertanian penting. Pertanian konvensional
dinamakan pertanian modern karena pertanian ini memanfaatkan berbagai masukan
produksi berupa hasil teknologi modern seperti varietas unggul, pupuk buatan dan
pestisida kimia. Hampir semua masukan produksi modern berasal dari luar ekosistem dan
bahan bakunya berasal dari bahan bakar fossil sebagai sumberdaya alam tak terbarukan
Karena itu sistem pertanian modern sering juga dinamakan sebagai pertanian boros energi.
Pertanian konvensional juga dikenal sebagai pertanian industri karena kegiatan produksi
pertanian dianggap sebagai kegiatan pabrik yang memproses masukan produksi seperti
benih, pupuk, dan yang lain menjadi keluaran yang berupa pangan dan hasil pertanian
lainnya serta keuntungan usaha tani. Gliessmann (2007) menyatakan bahwa pendekatan
dan praktek pertanian konvensional terutama untuk peningkatan produksi pangan telah
diikuti banyak negara baik negara maju maupun negara sedang berkembang. Menurut
Gliessmann, teknologi pertanian konvnsional tersebut bertumpu pada tehnik-tehnik
budidaya sebagai berikut:
1. Pengolahan Tanah Intensif,
2. Budidaya Monokultur,
3. Aplikasi Berbagai Pupuk Sintetik,
4. Perluasan dan intensifikasi jaringan irigasi,
5. Pengendalian hama, penyakit, gulma dengan pestisida kimia,
6. Manipulasi Genom Tanaman dan Binatang yang menghasilkan varietas-varietas
unggul tanaman melalui teknologi pemuliaan tanaman serta rekayasa genetik.
Agar pertanian konvensional berhasil meningkatkan produksi sesuai target jangka pendek
diperlukan:
a. Inovasi teknologi yang cepat,
b. Modal besar agar produsen dapat menerapkan teknologi produksi dan
pengelolaannya,
c. Pertanian skala besar,
d. Penanaman varietas unggul secara seragam dalam areal luas dan terus menerus
sepanjang musim,
e. Penggunaan pupuk dan pestisida kimia secara intensif dan ekstensif,
f. Efisiensi penggunaan tenaga kerja tinggi sehingga mengarah pada penggunaan alat
dan mesin pertanian,
g. penerapan prinsip-prinsip agrobisnis.
F. Dampak Pertanian Konvensional
Dari pengalaman selama berpuluh tahun di semua negara, penerapan pertanian
konvensional tidak membawa keadaan yang lebih baik tetapi justru menimbulkan masalah-
masalah baru. Penerapan teknologi pertanian konvensional secara luas dan seragam
mengakibatkan dampak negatif bagi lingkungan, kondisi sosial ekonomi dan kesehatan
masyarakat. Menurut Gliessmann (2007) dampak samping pertanian konvensional
meliputi:
1. Degradasi dan Penurunan Kesuburan Tanah.
2. Penggunaan Air Berkelebihan dan Kerusakan Sistem Hidrologi.
3. Pencemaran Lingkungan berupa kandungan bahan berbahaya di lingkungan
dan makanan.
4. Ketergantungan petani pada Input-input Eksternal.
5. Kehilangan Diversitas Genetik seperti berbagai jenis tanaman dan varietas
tanaman pangan lokal/tradisional.
6. Peningkatan kesenjangan Global antara negara-negara industri dan negara-
negara berkembang.
7. Kehilangan Pengendalian Komunitas Lokal terhadap Produksi Pertanian
Pertanian Konvensional mengakibatkan kerusakan lingkungan serta semakin
menghabiskan energi dari sumberdaya alam tidak terbarukan. Harga energi semakin lama
semakin meningkat karena persediaan bahan bakar fosil semakin habis. Dilihat dari sisi
ekonomi, keuntungan yang diperoleh dari pertanian konvensional semakin menurun.
Fenomena pertanian konvensional dengan segala dampak sampingnya tersebut tidak hanya
terjadi di luar negeri tetapi sudah dan sedang terjadi diIndonesia, termasuk dalam
pelaksanaan program ketahanan pangan. Kondisi lingkungan dan ekonomi di ekosistem
persawahan kita sudah sedemikian kritis sehingga sulit untuk melaksanakan kegiatan
intensifikasi pertanian secara efektif dan efisien. Berbagai bentuk pemborosan ekonomi,
lingkungan dan sosial budaya sedang terjadi di lahan-lahan sawah dan pedesaan saat ini. Kita
akan mewarisi generasi mendatang dengan kerusakan dan biaya lingkungan yang sangat
mahal yang sulit untuk dikembalikan lagi.
Dengan kesadaran manusia akan lingkungan dan masa depan bumi, praktek
Pertanian Konvensional secara bertahap harus diubah dan dikonversikan menjadi Pertanian
Berkelanjutan yang bertumpu pada kemampuan, kemandirian dan kreativitas petani dalam
mengelola sumberdaya lokal yang mereka miliki. Dukungan politik Pemerintah terhadap
konversi pertanian konvensional ke pertanian berkelanjutan harus jelas, tegas dan konsisten
agar ekosistem pertanian di Indonesia dapat segera diselamatkan dan dihindarkan dari
kerusakan yang lebih parah.

Daftar Pustaka
http://agrikulture.blogspot.com/
http://agroland.wordpress.com/pertanian-masa-depan/
http://blog.ub.ac.id/nindyareshapramesti/2011/03/17/pertanian-konvensional-antara
-pertanian-tempoe-dulu-dan-petanian-masa-depan/
http://kenzhi17.blogspot.com/2012/09/pertanian-tradisionalkonvesional-dan.html
http://lanjutkanpertanian.blogspot.com/2011/09/pendahuluan-bab-i-pertanian
-berlanjut_8403.html
http://www.harianhaluan.com/index.php?option=com_content&view=article&id=2983:
pertanian-konvensional-dan-dampaknya&catid=11:opini&Itemid=83














TUGAS PERTANIAN BERLANJUT
ASPEK HPT


Oleh:
Febri Ida Ramadhani (125040100111087)
Bagus Tri P. (125040100111088)
Melisa Dinda A. (125040100111090)
Avilia Andriani I. S. (125040100111091)
Lailatul Huidayah 125040100111027
Davieq Ashuri 125040100111056
Sefta Wisnu P. 125040100111074
Bunga Intan Pradini 125040100111084
Lency Nurul Anggita 125040100111085
Rizky Dian Kartikawati (125040100111096)

FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA

Anda mungkin juga menyukai