Anda di halaman 1dari 30

EVAPORASI DAN

EVAPOTRANSPIRASI
Faktor yang Mempengaruhi
Evaporasi dan Evapotranspirasi
Peristiwa berubahnya air menjadi uap dan bergerak dari permukaan
tanah/air ke udara disebut “evaporasi” (penguapan). Peristiwa
penguapan dari tanaman disebut “transpirasi”. Jika peristiwa
keduanya terjadi bersama disebut “evapotranspirasi”.
Faktor yang mempengaruhi keduanya :
1) Suhu air 5) Tekanan udara
2) Suhu udara 6) Sinar matahari
3) Kelembaban 7) Dll yg saling berhubungan satu
4) Kecepatan angin dengan lainnya.
Pada waktu pengukuran evaporasi, maka faktor-faktor tersebut saat
itu harus diperhatikan karena sangat dipengaruhi lingkungan dan
kondisinya selalu berubah dari waktu ke waktu.
Karena kondisi tersebut, maka perkiraan evaporasi dan transpirasi
sangat sulit dan bisa menyimpang.
Perhitungan Evaporasi (Penman)
 Mengingat evaporasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, maka sulit untuk
menghitungnya dengan suatu rumus. Namun, Penman membuat rumus empiris.
 Rumus empiris Penman : E = 0.35 (ea – ed) (1 + V/100)
dengan :
E = evaporasi (mm/hari)
ea = tekanan uap jenuh pada suhu rata-rata harian (mm/Hg)
ed = tekanan uap sebenarnya (mm/Hg)
V = kecepatan angin pada ketinggian 2 m (mile/hari)
 Misal suhu bola kering 300C, suhu bola basah 260C dan kecepatan angin 1
m/detik, maka perhitungan evaporasi sebagai berikut :
Tekanan uap jenuh diperoleh dari tabel 1, dan dari suhu udara 300C didapat nilai
ea = 31.86 mm/Hg.
Berdasarkan tabel kelembaban (tabel 2) dari BK 300C dan BB 260C didapat
kelembaban relatif = 68%, maka tekanan uap sebenarnya adalah :
ed = 31.86 mm/Hg x 68% = 21.65 mm/Hg
Konversi kecepatan angin menjadi mile/hari :
(1 m/det x 24 jam x 60 menit x 60 det) : 1600 m/mile = 54 mile/hari.
Jadi : E = 0.35 (31.86 – 21.65) (1 + 54/100) = 5 mm/hari
Tabel 1. Tekanan Uap Jenuh

Sumber : Hidrologi untuk Pengairan, Sosrodarsono, S. Halaman 17


Tabel 2. Kelembaban Udara

Sumber : Hidrologi untuk Pengairan, Sosrodarsono, S. Halaman 58


Perhitungan Evapotranspirasi
PENDAHULUAN
 Menduga besarnya evapotranspirasi tanaman (Handayani, 1992), ada beberapa
tahap harus dilakukan, yaitu menduga evapotranspirasi acuan, menentukan
koefisien tanaman kemudian memperhatikan kondisi lingkungan setempat,
seperti variasi iklim setiap saat, ketinggian tempat, luas lahan, air tanah tersedia,
salinitas, metode irigasi, dan budidaya pertanian.

 Evapotranspirasi acuan (ETo) adalah nilai evapotranspirasi tanaman


rumput-rumputan yang terhampar menutupi tanah dengan ketinggian 8 –
15 cm, tumbuh secara aktif dengan cukup air, untuk menghitung
evapotranspirasi acuan (ETo) dapat digunakan digunakan data meteorologi.

 Beberapa metode pendugaan evapotranspirasi salah satunya adalah rumus


Penman-Monteith, yang menjelaskan evapotranspirasi acuan secara teliti pada
tahun 1990 oleh FAO dimodifikasi dan dikembangkan menjadi rumus FAO
Penman-Monteith (Anonim, 1999)
METODE
1. Metode Penman-Monteith
Pendugaan nilai evapotranspirasi acuan dalam metode ini
menggunakan persamaan modifikasi FAO Penman Monteith, yaitu:

keterangan :
ETo : evapotranspirasi acuan (mm hari-1)
Rn : radiasi netto (MJ m-2 hari -1)
G : kerapatan fluks bahang tanah (MJ m-2 hari -1)
T : suhu udara pada ketinggian 2 meter (oC)
γ : konstanta psikometrik (kPa oC-1)
U2 : kecepatan angin pada ketinggian 2 meter (m s-1)
Rs : tekanan uap jenuh (kPa)
Ra : tekanan uap aktual (kPa)
Δ : slope kurva tekanan uap (kPa oC-1)
“Penentuan radiasi netto” (Rn) pada permukaan tanah (Allen et al.
1998) :

keterangan :
Rns : radiasi gelombang pendek (MJ m-2 hari-1)
Rnj : radiasi gelombang panjang (MJ m-2 hari-1)
Pendugaan dengan metode Penman-Monteith menggunakan rumput
acuan yang diasumsikan mempunyai tinggi 0.12 m, resistansi
permukaan (Rs) 70 sm-1, dan albedo 0.23. Berikut adalah persamaan
Penman-Monteith dimana nilai Rs dan Rj belum dimodifikasi.

Kerapatan fluks bahang tanah harian (G) dapat dihitung


menggunakan persamaan berikut (Stull 1999) :
“Penentuan slope kurva tekanan uap” dengan menggunakan
persamaan berikut (Allen et al. 1998) :

keterangan :
Δ : slope kurva tekanan uap (kPa oC-1)

Dalam menentukan “konstanta psikometrik” dapat menggunakan


rumus berikut (Allen et al. 1998) :

“Tekanan atmosfer” dihitung menggunakan persamaan berikut :


2. Metode Aerodinamik / Gradien
Data yang digunakan adalah data iklim mikro pada tiga waktu
pengamatan, yaitu pukul 7.00, 14.00, dan 18.00, terdiri dari suhu
harian pada tiga ketinggian (4 m, 7 m, dan 10 m), kecepatan angin
harian pada dua ketinggian (4 m dan 10 m), dan kelembaban udara
harian pada dua ketinggian (4 m dan 7 m).

“Perhitungan fluks uap air” (QE) dengan menggunakan persamaan


(June 2012) :

“Laju evapotranspirasi” menggunakan :


keterangan :
QE : fluks uap air (Joule m-2 s-1)
T : suhu udara rata-rata (oC)
L : penguapan bahang laten (Joule kg-1)
E : laju evapotranspirasi (mm hari-1)
ρa : kerapatan udara kering (kg m-3)
k : konstanta Von Karman (0.4)
u2, u1: kecepatan angin pada ketinggian 10 meter dan 4 meter (m s-1)
q2, q1 : kelembaban spesifik pada ketinggian 10 meter dan 4 meter
(kg kg-1)
z2, z1 : ketinggian alat pada 10 meter dan 4 meter (m)
d : perpindahan bidang nol (m)
Qm : dimensionless wind shear factor
Qs : dimensionless gradient of factor
nilai d digunakan untuk menentukan analisis profil angin, dimana d
sebesar 0.7 h dengan nilai h merupakan tinggi kanopi. Tinggi kanopi
yang digunakan adalah 1.5 meter yang merupakan tinggi rata-rata
elemen kekasapan di wilayah studi.
Persamaan QE dapat digunakan dengan mengikuti langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Penentuan kondisi stabilitas atmosfer menggunakan Richardson
Number (Ri)

keterangan :
Ri : richardson number
g : gaya gravitasi = 9.8 ms-2
Qa : suhu potensial rata-rata pada ketinggian acuan za=(z1.z2)1/2
b) Penentuan faktor koreksi Qs dan Qm
Stabilitas atmosfer yang telah dihitung dapat dikoreksi dengan
(faktor koreksi) menggunakan persamaan berikut (June 2012) :
pada Ri < 0
pada 0 ≤ Ri ≤ 0.1
pada Ri > 0.1
untuk  < 0

untuk   0

c) Kerapatan udara kering dihitung menggunakan persamaan :

d) Kelembaban spesifik dan tekanan uap air jenuh :


3. Evaporasi Panci Kelas A
Evaporasi panci kelas A berfungsi untuk mengukur evaporasi pada
periode waktu tertentu. Agar dapat dikonversi menjadi nilai
evapotranspirasi harus dikalikan dengan nilai koefisien panci (Kp).
Nilai koefisien panci dapat dihitung berdasarkan nilai kelembaban
udara dan kecepatan angin (Allen et al. 1998) seperti pada Tabel.
Nilai koefisien panci didapat berdasarkan Eijkelkamp Agrisearch
(2009), dimana rata-rata nilai Kp yang digunakan sebesar 0.7 dan
menurut Linsley dan Franzini (1979) dalam nilai Kp yang baik untuk
daerah tropis sebesar 0.7 sehingga nilai evapotranspirasi permukaan
adalah :
Tabel Koefisien Panci (Kp ) kelas A berdasarkan RH dan KA
Rata-rata RH (%)
Kecepatan Angin
(ms-1) Rendah <40 Sedang 40-70 Tinggi >70

0.55 0.65 0.75


Ringan 0.65 0.75 0.85
(< 2) 0.7 0.8 0.85
0.75 0.85 0.85
0.5 0.6 0.65
Sedang 0.6 0.7 0.75
(2 - 5) 0.65 0.75 0.8
0.7 0.8 0.8
0.45 0.5 0.6
Kuat 0.55 0.6 0.65
(5 - 8) 0.6 0.65 0.7
0.65 0.7 0.75

Nilai koefisien panci (Kp) wilayah pertanian Situgede,


Darmaga, Bogor Januari-Desember 2009.
4. Keeratan Hubungan Metode dan Observasi
Keeratan hubungan metode dan observasi dianalisis menggunakan
chi square, untuk menguji hubungan atau pengaruh dua buah
variabel dan kuatnya hubungan antara variabel satu dengan variabel
yang lain (Sugiyono 2008).
Berikut adalah persamaan chi square (Origin 5.0, Microcal Software
1997) :

Keterangan :
O : nilai observasi evapotranspirasi
E : nilai pendugaan evapotranspirasi
HASIL
1) Radiasi Matahari (Netto)

Nilai intensitas radiasi matahari ini merupakan jumlah intensitas radiasi


matahari selama satu bulan dan menunjukkan pola yang relatif mirip dengan
suhu udara dari bulan ke bulan.
Intensitas radiasi terbesar pada September yaitu 436 MJ m-2 dan terendah
pada Februari yaitu 269 MJ m-2. Intensitas radiasi matahari memiliki nilai
lebih besar pada periode bulan kering (Juli, Agustus, dan September).
Besarnya radiasi matahari dapat dipengaruhi oleh kondisi penutupan
awan dan letak geografis. Pada periode kering, penutupan awan lebih sedikit
yang dapat menyebabkan radiasi yang mencapai permukaan lebih besar.
2) Hasil Metode dan Pengukuran Panci Kelas A

Hasil pendugaan evapotranspirasi metode Aerodinamik, Penman-Monteith


dan Panci Kelas A merupakan akumulasi dalam sepuluh hari (dasarian) dari
evapotranspirasi harian. Nilai evapotranspirasi dari ketiga metode
“memiliki pola yang mirip, namun nilainya berbeda”.
Hasil evapotranspirasi metode Aerodinamik nilainya lebih tinggi
dibandingkan dengan dua metode lainnya dan lebih fluktuatif. Nilai
evapotranspirasi per dasarian metode aerodinamik terbesar 52.0 mm dan
terendah 16.8 mm.
3) Keeratan Hubungan Metode dan Observasi

Nilai chi square antara model dan observasi

Chi Square
Model dan Observasi
(a) (b)
Aerodinamik & Panci Kelas A 113,14 78,52

Penman-Monteith & Panci Kelas A 39,70 27,00

Penman-Monteith & Aerodinamik 61,71 63,06

Keeratan hubungan antara metode Aerodinamik, Penman-Monteith dan Panci Kelas A


dapat dilakukan dengan uji chi square yang menghasilkan nilai, yang hasilnya yaitu :
Metode Panci Kelas A dengan Aerodinamik sebesar 113.14 dan dengan Penman-Monteith
sebesar 39.7. Semakin kecil nilai maka hubungan antara dua metode semakin baik.
Nilai chi square pada metode yang menggunakan nilai Kp yang berbeda menunjukkan
nilai yang lebih rendah. Hal ini menunjukkan bahwa nilai yang dihitung berdasarkan
ketinggian dan LAI berbeda menunjukkan keeratan yang lebih baik. Begitu pula dengan
nilai evapotranspirasi menggunakan metode panci kelas A yang nilai Kp dihitung
berdasarkan perubahan kecepatan angin dan kelembaban udara semakin baik.
4) Pembahasan Hasil Metode

 Perhitungan evapotranspirasi metode aerodinamik cenderung


dipengaruhi oleh profil vertikal suhu, kecepatan angin dan
kelembaban relatif. Menurut Sumner et al. (2005)
evapotranspirasi malam hari dapat diabaikan karena nilai energi
rendah yang disebabkan oleh tidak adanya energi dari radiasi
matahari. Berdasarkan teori tersebut, maka nilai evapotranspirasi
pada metode ini merupakan nilai selama 12 jam (asumsi
evapotranspirasi pada malam hari tidak ada).
 Sensor pengukur suhu dan kelembaban yang kurang dapat
mendeteksi gradien sifat-sifat atmosfer dengan ketinggian akan
menyulitkan estimasi evapotranspirasi dengan menggunakan metode
aerodinamik, sehingga dimungkinkan terdapat beberapa nilai negatif.
Menurut Wohlfahrt et al. (2010) nilai negatif pada metode
aerodinamik menunjukkan fluks panas bergerak ke arah permukaan,
sedangkan nilai positif menunjukkan penguapan terjadi ke luar
permukaan.
 Perhitungan evapotranspirasi metode Penman-Monteith
menghasilkan pola yang relatif statis. Nilai evapotranspirasi per
dasarian terbesar dalah 42.9 mm dan terkecil adalah 19.1 mm.
Menurut Runtunuwu et al. (2008) metode Penman-Monteith
merupakan metode terbaik dibandingkan dengan metode Blaney-
Criddle, metode aerodinamik, dan metode evaporasi panci dalam
menduga evapotranspirasi. Namun konsekuensinya adalah data harus
dilengkapi lebih banyak dibandingkan metode lain.
 Kumar (2011) menjelaskan bahwa metode FAO Penman-Monteith
sangat direkomendasikan untuk menduga evapotranspirasi acuan
karena koefisien radiasi netto pada metode ini sama akuratnya
dengan pengukuran radiasi netto langsung.
 Hasil evapotranspirasi menggunakan Panci Kelas A, bisa menjadi
tidak akurat jika curah hujan tinggi (lebih besar dari 10 mm)
karena membuat perhitungan menjadi kurang teliti. Air hujan yang
jatuh ke dalam panci tidak seluruhnya dapat ditampung karena
keterbatasan tinggi panci. Jika air panci sudah mencapai 20-22 cm
maka sebagian air hujan akan masuk ke dalam panci dan sebagian lagi
akan terpercik keluar panci sehingga nilai evaporasi yang terjadi
menjadi lebih besar, padahal seharusnya nilai evaporasi kecil.

 Menurut Zhang et al. (2007) kecepatan angin dan defisit tekanan


uap air dapat mempengaruhi evapotranspirasi panci kelas A. Nilai
Kp dipengaruhi oleh kecepatan angin, kelembaban relatif, dan jarak
darimana angin bertiup dengan rumput (Conceicao 2002). Pendugaan
evapotranspirasi menggunakan panci kelas A 70% merupakan
pendugaan pada saat nilai Kp sebesar 0.7 dalam perhitungan.
Pengurangan presentasi pendugaan dalam metode Penman-Monteith
dilakukan dengan memperhitungkan faktor kecepatan angin,
ketinggian, dan LAI.
Kesimpulan
1) Intensitas radiasi matahari memiliki nilai yang tinggi saat periode kering.
2) Pendugaan ETP metode Aerodinamik nilainya lebih tinggi dibandingkan dua metode
lainnya. Nilai chi square antara metode Panci Kelas A dan Penman-Monteith lebih
kecil dibandingkan metode Aerodinamik dengan panci kelas A. Hal ini menunjukkan
metode Penman-Monteith lebih baik.
3) Berdasarkan ketiga metode tersebut, metode Penman-Monteith hasilnya mendekati
Panci Kelas A dibandingkan metode Aerodinamik.
4) Keeratan data Panci Kelas A dengan metode Penman-Monteith didasarkan kepada
kedekatan presentase data yang diduga dengan kedua metode ini.
Perhitungan Evapotranspirasi (Thorntwaite)
Evapotranspirasi (ETP) menggunakan metode Thorntwaite and Mather (1957) disusun
dalam skala waktu bulanan (klimatologis). Tahapan analisis sebagai berikut :
1. Perhitungan Evapotranspirasi (Thorntwaite & Matter)
Jika tidak terdapat data Evapotranspirasi (ETP), maka dapat dihitung dengan menggunakan
metode Thorntwaite & Matter, sebagai berikut :
a) Menghitung indeks panas ( i ) bulanan :

t = Suhu udara rata-rata

b) Menghitung jumlah indeks panas tahunan ( I ) dari Januari -


Desember :

1.514 Des
t I  i
i 
5 Jan
c) Menghitung ETP baku memakai rumus :
a
 10t 
ETP  1.6 
 I 
ETP = ETP baku rata-rata bulanan (mm)

a = 675 x 10-9 I3 - 771 x 10-7I2 + 1792 x 10-5 I + 0,49239

d) Koreksi ETP baku memakai panjang hari (untuk lintang 0, 1 hari = 12,1 jam
siang) dan jumlah hari per bulan = 30 hari, maka :

 X  Y  X = Jumlah hari dalam satu bulan


ETP     ETPbaku
 30  12.1  Y = Panjang hari dalam jam
Dihitung dari
rata-rata
Contoh Perhitungan ETP
bulanan satu menggunakan metode Thornwaite
periode

Bulan Suhu i ETP Σhari N ETP kor


Januari 25.9 12.06 121.9 31 12.4 130.2
Februari 25.8 11.99 120.2 28 12.3 115.0
Maret 26.3 12.35 129.2 31 12.1 134.6
April 26.9 12.78 140.6 30 11.9 139.5
Mei 27.1 12.92 144.6 31 11.8 146.9
Juni 26.6 12.56 134.8 30 11.7 131.5
Juli 26.1 12.21 125.5 31 11.7 126.5
Agustus 26.4 12.42 131.0 31 11.9 134.3
September 27.2 12.99 146.6 30 12.0 146.6
Oktober 27.5 13.21 152.8 31 12.2 160.5
November 27.1 12.92 144.6 30 12.4 149.4
Desember 26.7 12.63 136.7 31 12.5 147.2
I= 151.04
a= 3.766
LATIHAN PENGOLAHAN DATA
Data yang digunakan adalah data rata-rata iklim bulan
Januari hingga Desember (Periode 2001-2010) dari
F_Klim71 Staklim Maros, terdiri :
1) Data standar sangkar cuaca pada ketinggian dua
meter yaitu suhu maksimum harian, suhu minimum
harian, dan suhu rata-rata harian, termometer bola
basah dan bola kering (untuk memeroleh kelembaban
udara)
2) Curah hujan harian dan kecepatan angin pada
ketinggian dua meter.
3) Data evaporasi panci kelas A.
LANGKAH PENGOLAHAN DATA
1) Pengumpulan Data
Data iklim harian dari masing-masing unsur yang diperlukan dalam perhitungan ETP dengan
menggunakan Cropwat, data ini diperoleh dari Staklim Maros yang berupa F-Klim 71.

2) Mengubah data kecepatan angin rata-rata harian pada ketinggian 10 m menjadi


kecepatan angin 2 m dengan menggunakan rumus :

Keterangan :
U2 adalah kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s)
Uz adalah kecepatan angin pada ketinggian z m (m/s)
Z adalah ketinggian alat ukur kecepatan angin (m)
3) Menghitung ETP bulanan Rumus Penmann menggunakan data rata-rata 2001 - 2010.

4) Mengolah data dengan menggunakan Cropwat 8.0 untuk mendapatkan nilai ETP, dengan
cara mengentry data beberapa unsur iklim, yang dihitung dari rata-rata bulanannya.

5) Membandingkan hubungan antara besarnya evapotranspirasi yang diperoleh dari hasil


perhitungan Cropwat 8.0 dengan ETP yang diperoleh dari hasil pengamatan Panci Kelas A
yang telah dihitung menggunakan rumus metode Pan Evaporasi, dengan mencari nilai
korelasi dan RMSE.

Anda mungkin juga menyukai