Anda di halaman 1dari 282

Pelatihan Analisa Kekeringan

BBWS BRANTAS

Contents
KATA PENGANTAR................................................................................................................ v
DAFTAR ISI......................................................................................................................... vii
Bab II

PENDAHULUAN................................................................................................. II-1
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6

Bab III

LATAR BELAKANG....................................................................................II-1
CAKUPAN PEKERJAAN..............................................................................II-2
RUMUSAN MASALAH...............................................................................II-3
TUJUAN PELATIHAN.................................................................................II-3
MANFAAT PELATIHAN..............................................................................II-4
BATASAN PELATIHAN...............................................................................II-4

KONSEP DASAR KEKERINGAN..........................................................................III-1


3.1

DEFINISI KEKERINGAN............................................................................III-1
3.1.1 Definisi Konseptual dari Kekeringan.............................................III-1
3.1.2 Definisi Operasional dari Kekeringan...........................................III-2

3.2

KEKERINGAN DALAM PERSPEKTIF DISIPLIN ILMU METEROROLOGI,


HIDROLOGI Y
No table of figures entries found.DAN PERTANIAN
3.2.1 Kekeringan Meteorologi
3.2.2 Kekeringan Hidrologi
3.2.3 Kekeringan Pertanian
3.3
3.4

PERANAN ANALISIS KEKERINGAN DALAM PERENCANAAN BANGUNAN AIR


MANFAAT PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN
3.4.1 Indeks Kekeringan Untuk Perencanaan Bangunan Air
3.4.2 Indeks Kekeringan Untuk Monitoring Dan Peringatan Dini

3.5

PERENCANAAN KEKERINGAN (DROUGHT PLANNING)


3.5.1 Makna dan Kejadian Kekeringan
3.5.2 Paradigma Perencanaan Kekeringan
3.5.3 Hasil Penelitian Pengaruh Iklim terhadap Sumber Daya Air dan
1

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Pertanian
3.5.4 Penelitian Kekeringan yang Dilakukan oleh Puslitbang Air
3.6

ANALISA KEKERINGAN
3.6.1
3.6.2
3.6.3
3.6.4

Bab IV

PEMBUATAN PETA ISOHYET SURFER


4.1

FUNGSI PROGRAM SURFER


4.1.1
4.1.2
4.1.3
4.1.4
4.1.5
4.1.6
4.1.7
4.1.8

4.2
Bab V

Cara Prosentasi Terhadap Normal


Theory of Run
Standarized Precipitation Index (SPI)
Desil

Sistem operasi dan perangkat keras


Pemasangan program surfer (instal)
Lembar Kerja Surfer
GS Scripter
Simbolisasi peta
Editing peta kontur
Overlay peta kontur
Penggunaan peta dasar

LANGKAH-LANGKAH MENJALANKAN PROGRAM SURFER

ANALISA INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR


5.1
5.2
5.3

RUANG LINGKUP
ISTILAH DAN DEFINISI
ANALISIS KEKERINGAN MENGGUNAKAN TEORI RUN
5.3.1 Tingkat Keparahan Kekeringan
5.3.2 Keterbatasan Penerapan Teori Run
5.3.3 Proses Pengerjaan

Bab VI

INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR DENGAN STANDARIZED PRECIPITATION


INDEX / SPI
6.1
6.2

RUANG LINGKUP DAN ISTILAH


PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS PASINAN
6.2.1
6.2.2
6.2.3
6.2.4

Data Hujan Bulanan Pos Pasinan (No Pos. 92)


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pasinan)
Tahap 2 (Transfer data Pos Pasinan ke Probabilitas Gamma)
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pasinan lihat Persamaan (5)
2

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

6.2.5
6.2.6
6.2.7
6.2.8
6.3

Data Hujan Bulanan Pos Pudaksari (No Pos. 93)


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pudaksari)
Tahap 2 (Transfer data Pos Pudaksari ke Probabilitas Gamma)
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pudaksari lihat Persamaan (5)
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pudaksari, lihat Persamaan (7) dan (8)
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pudaksari
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pudaksari
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pudaksari

Data Hujan Bulanan Pos Tangunan (No Pos. 105)


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Tangunan)
Tahap 2 (Transfer data Pos Tangunan ke Probabilitas Gamma)
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Tangunan lihat Persamaan (5)
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Tangunan, lihat Persamaan (7) dan (8)
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Tangunan
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Tangunan
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Tangunan

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS KETANGI


6.5.1
6.5.2
6.5.3
6.5.4
6.5.5
6.5.6
6.5.7
6.5.8

6.6

Menghitung SPI-3 Pasinan, lihat Persamaan (7) dan (8)


Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pasinan
Membuat Grafik SPI-3 Pos Pasinan
Tingkat Kekeringan Pos Pasinan

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


TANGUNAN
6.4.1
6.4.2
6.4.3
6.4.4
6.4.5
6.4.6
6.4.7
6.4.8

6.5

4,
5,
6,
7,

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


PUDAKSARI
6.3.1
6.3.2
6.3.3
6.3.4
6.3.5
6.3.6
6.3.7
6.3.8

6.4

Tahap
Tahap
Tahap
Tahap

Data Hujan Bulanan Pos Ketangi (No Pos. 108)


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Ketangi)
Tahap 2 (Transfer data Pos Ketangi ke Probabilitas Gamma)
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Ketangi lihat Persamaan (5)
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Ketangi, lihat Persamaan (7) dan (8)
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Ketangi
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Ketangi
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Ketangi

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS KLEGEN


6.6.1 Data Hujan Bulanan Pos Klegen (No Pos. 112)
6.6.2 Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Klegen)
6.6.3 Tahap 2 (Transfer data Pos Klegen ke Probabilitas Gamma)
3

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

6.6.4
6.6.5
6.6.6
6.6.7
6.6.8
6.7

Tahap
Tahap
Tahap
Tahap
Tahap

3,
4,
5,
6,
7,

Menghitung Hx(i,k) Pos Klegen lihat Persamaan (5)


Menghitung SPI-3 Pos Klegen, lihat Persamaan (7) dan (8)
Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Klegen
Membuat Grafik SPI-3 Pos Klegen
Tingkat Kekeringan Pos Klegen

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


MOJOSARI
6.7.1
6.7.2
6.7.3
6.7.4
6.7.5

Data Hujan Bulanan Pos Mojosari (No Pos. 175)


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Mojosari)
Tahap 2 (Transfer data Pos Mojosari ke Probabilitas Gamma)
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Mojosari lihat Persamaan (5)
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Mojosari, lihat Persamaan (7) dan
(8)
6.7.6 Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Mojosari
6.7.7 Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Mojosari
6.7.8 Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Mojosari
6.8

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS PANDAN


6.8.1
6.8.2
6.8.3
6.8.4
6.8.5
6.8.6
6.8.7
6.8.8

6.9

Data Hujan Bulanan Pos Pandan (No Pos. 185)


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pandan)
Tahap 2 (Transfer data Pos Pandan ke Probabilitas Gamma)
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pandan lihat Persamaan (5)
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Pandan, lihat Persamaan (7) dan (8)
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pandan
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pandan
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pandan

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS PACET


6.9.1
6.9.2
6.9.3
6.9.4
6.9.5
6.9.6
6.9.7
6.9.8

Data Hujan Bulanan Pos Pacet (No Pos. 186)


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pacet)
Tahap 2 (Transfer data Pos Pacet ke Probabilitas Gamma)
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pacet lihat Persamaan (5)
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Pacet, lihat Persamaan (7) dan (8)
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pacet
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pacet
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pacet

6.10 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS JANJING


6.10.1 Data Hujan Bulanan Pos Janjing (No Pos. 187)
6.10.2 Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Janjing)
4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

6.10.3 Tahap
6.10.4 Tahap
6.10.5 Tahap
6.10.6 Tahap
6.10.7 Tahap
6.10.8 Tahap

2 (Transfer data Pos Janjing ke Probabilitas Gamma)


3, Menghitung Hx(i,k) Pos Janjing lihat Persamaan (5)
4, Menghitung SPI-3 Pos Janjing, lihat Persamaan (7) dan (8)
5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Janjing
6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Janjing
7, Tingkat Kekeringan Pos Janjing

6.11 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS TRAWAS


6.11.1 Data Hujan Bulanan Pos Trawas (No Pos. 188)
6.11.2 Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Trawas)
6.11.3 Tahap 2 (Transfer data Pos Trawas ke Probabilitas Gamma)
6.11.4 Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Trawas lihat Persamaan (5)
6.11.5 Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Trawas, lihat Persamaan (7) dan (8)
6.11.6 Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Trawas
6.11.7 Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Trawas
6.11.8 Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Trawas
6.12 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN
6.13 HASIL PLOTTING NILAI SPI-3 KE PETA DENGAN PROGRAM SURFER
6.13.1 Pengelompokan Nilai SPI-3 Tiap Pos pada Tiap Bulan pada Tahun
1988 dan Tahun 1992
6.13.2 Hasil Peta Isohyet Indeks Kekeringan SPI-3 dengan Program Surfer
6.14 KESIMPULAN PENGGUNAAN METODE SPI
Bab VII

INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR DENGAN DESIL


7.1
7.2

RUANG LINGKUP DAN ISTILAH


PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN
7.2.1 Indeks
7.2.2 Indeks
7.2.3 Indeks
7.2.4 Indeks
7.2.5 Indeks
7.2.6 Indeks
7.2.7 Indeks
7.2.8 Indeks
7.2.9 Indeks
7.2.10 Indeks

7.3
7.4

Kekeringan
Kekeringan
Kekeringan
Kekeringan
Kekeringan
Kekeringan
Kekeringan
Kekeringan
Kekeringan
Kekeringan

dengan
dengan
dengan
dengan
dengan
dengan
dengan
dengan
dengan
dengan

Desil
Desil
Desil
Desil
Desil
Desil
Desil
Desil
Desil
Desil

pada
pada
pada
pada
pada
pada
pada
pada
pada
pada

Pos
Pos
Pos
Pos
Pos
Pos
Pos
Pos
Pos
Pos

Pasinan
Pudaksari
Tangunan
Ketangi
Klegen
Mojosari
Pandan
Pacet
Janjing
Trawas

REKAPITULASI HASIL PERHITUNGAN DESIL


PETA ISOHYET SURFER
5

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

7.4.1
7.4.2
7.4.3
7.4.4
7.5
Bab VIII

Desil
Desil
Desil
Desil

Bulanan
3 Bulanan
6 Bulanan
Tahunan

KESIMPULAN PENGGUNAAN METODE DESIL

DOKUMENTASI PELATIHAN HARI PERTAMA DAN KEDUA


8.1
8.2

PELATIHAN HARI PERTAMA


PELATIHAN HARI KEDUA

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur dipanjatkan kepada TUHAN, karena atas karunia dan kasih-NYA yang besar

KATA PENGANTAR

maka laporan kegiatan hidrologi ini dapat terselesaikan dengan baik.

A n a l i s a Ke k e r i n g a n S u b - D a s S a d a r d e n g a n B e b e r a p a P e n d e k a t a n

Kegiatan pelatihan kekeringan ini adalah salah satu studi hidrologi yang merupakan bagian
dari kegiatan Penyusunan Rencana Penanganan Bencana Kekeringan Terpadu Di Wilayah
Balai Besar Wilayah Sungai Brantas.
Kegiatan ini dilaksanakan oleh tim hidrologi dalam rangka memperkirakan peluang
kekeringan yang akan mungkin terjadi untuk kawasan Aliran Sungai Brantas dan Anak sungai
yang masuk (dalam kajian ini dipilih DAS Sadar sebagai parameter uji pertama). Tinjauan
peluang kekeringan tersebut berdasarkan kajian curah hujan selama 26 tahun yang kemudian
dimodelkan dengan menggunakan metode Desil dan SPI.
Menyadari kekurangan dan kelemahan yang terkandung di dalam laporan ini, maka kami
sebagai tim penyusun mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi sempurnanya
laporan kegiatan ini. Semoga laporan ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan bagi
6
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

studi ini.
Atas segala bantuan dan kerjasama dari berbagai pihak yang telah membantu terselesaikannya
laporan ini, kami mengucapkan banyak terima kasih.

Team Hidrologi

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

A n a l i s a Ke k e r i n g a n S u b - D a s S a d a r d e n g a n B e b e r a p a P e n d e k a t a n
KATA PENGANTAR..............................................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................................ii
Bab I

PENDAHULUAN..............................................................................................................I-1
1.1
1.2
1.3

LATAR BELAKANG.............................................................................................I-1
CAKUPAN PEKERJAAN......................................................................................I-2
RUMUSAN MASALAH........................................................................................I-3
7

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

1.4
1.5
1.6
Bab II

TUJUAN PELATIHAN...........................................................................................I-3
MANFAAT PELATIHAN.......................................................................................I-4
BATASAN PELATIHAN........................................................................................I-4

KONSEP DASAR KEKERINGAN..................................................................................II-1


2.1

DEFINISI KEKERINGAN....................................................................................II-1
2.1.1
2.1.2

2.2

KEKERINGAN DALAM PERSPEKTIF DISIPLIN ILMU METEROROLOGI,


HIDROLOGI DAN PERTANIAN.........................................................................II-2
2.2.1
2.2.2
2.2.3

2.3
2.4

2.5.4

Makna dan Kejadian Kekeringan...............................................................II-6


Paradigma Perencanaan Kekeringan..........................................................II-6
Hasil Penelitian Pengaruh Iklim terhadap Sumber Daya Air dan Pertanian II6
Penelitian Kekeringan yang Dilakukan oleh Puslitbang Air.......................II-6

ANALISA KEKERINGAN...................................................................................II-6
2.6.1
2.6.2
2.6.3
2.6.4

Bab III

Indeks Kekeringan Untuk Perencanaan Bangunan Air...............................II-4


Indeks Kekeringan Untuk Monitoring Dan Peringatan Dini......................II-5

PERENCANAAN KEKERINGAN (DROUGHT PLANNING)...........................II-6


2.5.1
2.5.2
2.5.3

2.6

Kekeringan Meteorologi............................................................................II-2
Kekeringan Hidrologi.................................................................................II-3
Kekeringan Pertanian.................................................................................II-3

PERANAN ANALISIS KEKERINGAN DALAM PERENCANAAN BANGUNAN


AIR........................................................................................................................II-4
MANFAAT PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN.....................................II-4
2.4.1
2.4.2

2.5

Definisi Konseptual dari Kekeringan.........................................................II-1


Definisi Operasional dari Kekeringan........................................................II-2

Cara Prosentasi Terhadap Normal..............................................................II-6


Theory of Run............................................................................................II-6
Standarized Precipitation Index (SPI)........................................................II-6
Desil...........................................................................................................II-6

PEMBUATAN PETA ISOHYET SURFER.....................................................................III-6

8
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

3.1

FUNGSI PROGRAM SURFER...........................................................................III-6


3.1.1
3.1.2
3.1.3

Sistem operasi dan perangkat keras..........................................................III-6


Pemasangan program surfer (instal)..........................................................III-6
Lembar Kerja Surfer.................................................................................III-6
3.1.3.1 Surface plot..........................................................................III-6
3.1.3.2 Worksheet.............................................................................III-6
3.1.3.3 Editor III-6

3.1.4
3.1.5
3.1.6
3.1.7
3.1.8
3.2
Bab IV

GS Scripter...............................................................................................III-6
Simbolisasi peta........................................................................................III-6
Editing peta kontur...................................................................................III-6
Overlay peta kontur..................................................................................III-6
Penggunaan peta dasar..............................................................................III-6

LANGKAH-LANGKAH MENJALANKAN PROGRAM SURFER...................III-6

ANALISA INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR..............................................IV-6


4.1
4.2
4.3

RUANG LINGKUP..............................................................................................IV-6
ISTILAH DAN DEFINISI...................................................................................IV-6
ANALISIS KEKERINGAN MENGGUNAKAN TEORI RUN...........................IV-6
4.3.1
4.3.2

Tingkat Keparahan Kekeringan.................................................................IV-6


Keterbatasan Penerapan Teori Run...........................................................IV-6
4.3.2.1 Kondisi Data Hujan Bulanan Das Sadar..................................IV-6
4.3.2.2 Membangkitkan Data Hujan...................................................IV-6

4.3.2.3 Data Hujan yang Digunakan Untuk Model Simulasi Hujan


Limpasan.............................................................................IV-6
4.3.2.4 Data yang berurutan..............................................................IV-6
4.3.3
Bab V

Proses Pengerjaan.....................................................................................IV-6

INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR DENGAN STANDARIZED


PRECIPITATION INDEX / SPI........................................................................................V-6
5.1
5.2

RUANG LINGKUP DAN ISTILAH.....................................................................V-6


PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS
PASINAN...............................................................................................................V-6
9

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

5.2.1
5.2.2
5.2.3
5.2.4
5.2.5
5.2.6
5.2.7
5.2.8
5.3

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


PUDAKSARI.........................................................................................................V-6
5.3.1
5.3.2
5.3.3
5.3.4
5.3.5
5.3.6
5.3.7
5.3.8

5.4

Data Hujan Bulanan Pos Pudaksari (No Pos. 93).......................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pudaksari)............................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Pudaksari ke Probabilitas Gamma).................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pudaksari lihat Persamaan (5)..............V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pudaksari, lihat Persamaan (7) dan (8)..........V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pudaksari..................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pudaksari.........................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pudaksari..............................................V-6

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


TANGUNAN.........................................................................................................V-6
5.4.1
5.4.2
5.4.3
5.4.4
5.4.5
5.4.6
5.4.7
5.4.8

5.5

Data Hujan Bulanan Pos Pasinan (No Pos. 92)..........................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pasinan)...............................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Pasinan ke Probabilitas Gamma).....................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pasinan lihat Persamaan (5)..................V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pasinan, lihat Persamaan (7) dan (8)..............V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pasinan.....................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pasinan.............................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pasinan..................................................V-6

Data Hujan Bulanan Pos Tangunan (No Pos. 105).....................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Tangunan)............................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Tangunan ke Probabilitas Gamma)..................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Tangunan lihat Persamaan (5)...............V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Tangunan, lihat Persamaan (7) dan (8)...........V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Tangunan..................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Tangunan..........................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Tangunan..............................................V-6

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


KETANGI..............................................................................................................V-6
5.5.1
5.5.2
5.5.3
5.5.4
5.5.5
5.5.6
5.5.7

Data Hujan Bulanan Pos Ketangi (No Pos. 108)........................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Ketangi)...............................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Ketangi ke Probabilitas Gamma).....................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Ketangi lihat Persamaan (5)..................V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Ketangi, lihat Persamaan (7) dan (8).......V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Ketangi.....................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Ketangi............................................V-6
10

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

5.5.8
5.6

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


KLEGEN................................................................................................................V-6
5.6.1
5.6.2
5.6.3
5.6.4
5.6.5
5.6.6
5.6.7
5.6.8

5.7

Data Hujan Bulanan Pos Mojosari (No Pos. 175)......................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Mojosari).............................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Mojosari ke Probabilitas Gamma)...................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Mojosari lihat Persamaan (5)................V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Mojosari, lihat Persamaan (7) dan (8).....V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Mojosari...................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Mojosari...........................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Mojosari................................................V-6

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


PANDAN...............................................................................................................V-6
5.8.1
5.8.2
5.8.3
5.8.4
5.8.5
5.8.6
5.8.7
5.8.8

5.9

Data Hujan Bulanan Pos Klegen (No Pos. 112).........................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Klegen)................................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Klegen ke Probabilitas Gamma)......................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Klegen lihat Persamaan (5)...................V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Klegen, lihat Persamaan (7) dan (8)........V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Klegen......................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Klegen..............................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Klegen..................................................V-6

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


MOJOSARI............................................................................................................V-6
5.7.1
5.7.2
5.7.3
5.7.4
5.7.5
5.7.6
5.7.7
5.7.8

5.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Ketangi.................................................V-6

Data Hujan Bulanan Pos Pandan (No Pos. 185).........................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pandan)................................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Pandan ke Probabilitas Gamma).....................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pandan lihat Persamaan (5)..................V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Pandan, lihat Persamaan (7) dan (8)........V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pandan......................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pandan.............................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pandan..................................................V-6

PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


PACET...................................................................................................................V-6
5.9.1

Data Hujan Bulanan Pos Pacet (No Pos. 186)............................................V-6


11

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

5.9.2
5.9.3
5.9.4
5.9.5
5.9.6
5.9.7
5.9.8

Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pacet)...................................V-6


Tahap 2 (Transfer data Pos Pacet ke Probabilitas Gamma)........................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pacet lihat Persamaan (5).....................V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Pacet, lihat Persamaan (7) dan (8)...........V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pacet.........................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pacet................................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pacet.....................................................V-6

5.10 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


JANJING................................................................................................................V-6
5.10.1
5.10.2
5.10.3
5.10.4
5.10.5
5.10.6
5.10.7
5.10.8

Data Hujan Bulanan Pos Janjing (No Pos. 187).........................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Janjing)................................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Janjing ke Probabilitas Gamma)......................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Janjing lihat Persamaan (5)...................V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Janjing, lihat Persamaan (7) dan (8)........V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Janjing......................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Janjing..............................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Janjing..................................................V-6

5.11 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN SPI-3 POS


TRAWAS...............................................................................................................V-6
5.11.1
5.11.2
5.11.3
5.11.4
5.11.5
5.11.6
5.11.7
5.11.8

Data Hujan Bulanan Pos Trawas (No Pos. 188).........................................V-6


Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Trawas)................................V-6
Tahap 2 (Transfer data Pos Trawas ke Probabilitas Gamma)......................V-6
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Trawas lihat Persamaan (5)...................V-6
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Trawas, lihat Persamaan (7) dan (8)........V-6
Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Trawas......................................V-6
Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Trawas..............................................V-6
Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Trawas..................................................V-6

5.12 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN..........................................V-6


5.13 HASIL PLOTTING NILAI SPI-3 KE PETA DENGAN PROGRAM SURFER....V-6
5.13.1 Pengelompokan Nilai SPI-3 Tiap Pos pada Tiap Bulan pada Tahun 1988 dan
Tahun 1992.................................................................................................V-6
5.13.2 Hasil Peta Isohyet Indeks Kekeringan SPI-3 dengan Program Surfer........V-6
5.14 KESIMPULAN PENGGUNAAN METODE SPI..................................................V-6
Bab VI

INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR DENGAN DESIL..................................VI-6


12

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

6.1
6.2

RUANG LINGKUP DAN ISTILAH....................................................................VI-6


PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN........................................VI-6
6.2.1
6.2.2
6.2.3
6.2.4
6.2.5
6.2.6
6.2.7
6.2.8
6.2.9
6.2.10

6.3
6.4

REKAPITULASI HASIL PERHITUNGAN DESIL............................................VI-6


PETA ISOHYET SURFER...................................................................................VI-6
6.4.1
6.4.2
6.4.3
6.4.4

6.5
Bab VII

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Pasinan..................................VI-6


Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Pudaksari...............................VI-6
Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Tangunan...............................VI-6
Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Ketangi..................................VI-6
Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Klegen...................................VI-6
Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Mojosari................................VI-6
Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Pandan...................................VI-6
Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Pacet......................................VI-6
Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Janjing...................................VI-6
Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Trawas...................................VI-6

Desil Bulanan...........................................................................................VI-6
Desil 3 Bulanan........................................................................................VI-6
Desil 6 Bulanan........................................................................................VI-6
Desil Tahunan...........................................................................................VI-6

KESIMPULAN PENGGUNAAN METODE DESIL...........................................VI-6

DOKUMENTASI PELATIHAN HARI PERTAMA DAN KEDUA..............................VII-6


7.1
7.2

PELATIHAN HARI PERTAMA.........................................................................VII-6


PELATIHAN HARI KEDUA.............................................................................VII-6

13
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Bab I

BAB

PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

PENDAHULUAN

AirAmerupakan
sumberdaya
diperbaharui
namun
n a l i s a Ke
k e r i n g a yang
n S udapat
b-Da
s S a d a r melalui
d e n g adaur
n Bhidrologi,
eberapa
P e nair
dekatan
tidak selalu tersedia sesuai dengan waktu, ruang, kualitas dan kuantitas yang memadai,
sehingga sering terjadi kesenjangan antara kebutuhan dengan ketersediaan air.Di banyak
tempat di Indonesia kekurangan air sering terjadi pada musim kemarau, sedangkan
kelebihan air sering terjadi pada musim penghujan.Hal ini juga yang terjadi di daerah
aliran sungai (DAS) Sadar yang termasuk bagian dari sub-DAS Brantas.Ketersediaan
air di sungai Sadar pada musim kemarau dari tahun ke tahun semakin menurun, namun
pada musim penghujan terjadi kenaikan debit puncak/banjir (hasil pengamatan
AWLR).Hal ini terjadi disebabkan karena perubahan penggunaan lahan di DAS Sadar
terutama di daerah hulu dari lahan vegetasi dan hutan lindung menjadi lahan terbangun
dengan dibangunnya kawasan pariwisata, perumahan dan tegalan. Hulu daerah aliran
sungai Sadar yang berada di rangkaian kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Raden
Soerjo di kaki Gunung Welirang dan kaki Gunung Arjuno yang sering mengalami
kebakaran tiap tahunnya.
Luas kerusakan hutan menyebabkan perlu adanya perhatian khusus terhadap kondisi
kritis Taman Hutan Raya (Tahura) Raden Soerjo yang membentang dari kaki Gunung
Welirang sampai ke kaki Gunung Arjuno yang meliputi wilayah Mojokerto, Pasuruan,
dan Malang. Perlu adanya koordinasi khusus antara Perhutani, Pemda terkait, BBWS
Brantas, Dinas Pengairan Provinsi Jawa Timur, Aprat terkait dan unsur masyarakat
dalam mengangani masalah ini. Hal ini disebabkan, dampak dari kebakaran tersebut
tidak hanya dirasakan sesaat pada waktu kebakaran pada musim kemarau, tapi dengan
perubahan kondisi tata guna lahan didaerah hulu sungai akan menyebabkan banjir
bandang di aliran sungai dibawahnya selain itu mengurangi potensi dan kualitas air
yang ada.
Akibat dari perubahan tata guna lahan di daerah hulu DAS Sadar, air hujan yang turun
ke bumi banyak melimpas menjadi aliran permukaan (surface flow)dan sangat sedikit
yang meresap ke dalam tanah untuk mengisi cadangan air tanah, sehingga hal ini
mengakibatkan sering terjadinya kekurangan air pada musim 2 kemarau. Atas dasar
1
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

uraian diatas, hal tersebut mendorong perlu adanya analisis kekeringan yang
memperhatikan faktor tataguna lahan bagi perencanaan pemanfaatan sumber daya air.
Dalam hal ini, Balai Besar Wilayah Sungai (BBWS) Brantas memiliki tanggungjawab
menganalisa potensi air dan indeks kekeringan yang ada pada masing-masing subdas
yang berada di wilayah unit kerjanya, termasuk Sub-Das Sadar yang merupakan anak
Sungai Brantas.
Dengan semakin banyaknya penggunaan model hidrologi untuk mempermudah
prosedur analisis Indeks Kekeringan pada suatu DAS, maka pemahaman dalam
menggunakan model perhitungan indeks kekeringan merupakan suatu hal yang penting.
Pemahaman tersebut perlu untuk menghindari kesalahan-kesalahan dalam
menggunakan model hidrologi dan interpretasi hasil analisis yang didapatkan.

I.2 CAKUPAN PEKERJAAN


Metode yang digunakan pada studi ini sangat tergantung pada ketersediaan data yaitu
data hujanbeberapa stasiun di dalam sub-das Sadar. Secara garis besar cakupan
pekerjaan yang dilakukan adalah seperti berikut:
1. Studi literatur/Laporan terdahulu
2. Pengumpulan dan Pengolahan data
a)

Pengumpulan data

Data hujan harian kumulatifbulanan dengan panjang pencatatan data 26


tahun, hujan harian, hujan absolut/hujan ekstrim dan hujan badai pada saat
terjadinya banjir.

Peta Poligon Thiessen sub-das Sadar

Peta titik koordinat pos-pos hujan


2

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

b)

Pengolahan data
Uji kehandalan data secara manual dan statistik: kehomogenitas, independent
dan stasioner (termasuk uji trend) supaya menjadi data layak untuk analisa
frekuensi.
3. Analisa Hujan
a) Pemilihan data hujan

Pemilihan data hujan yang lebih lengkap pada semua pos hujan, tidak ada
data hujan yang kosong

b) Analisa hujan wilayah

Metode yang digunakan adalah poligon Thiessen tergantung dari jumlah


stasiun hujan dan lokasinya.

Analisa reduksi untuk hujan wilayah dengan meneliti hujan wilayah harian
dan hujan wilayah titik untuk hujan extrim.

4. Analisa Indeks Kekeringan

Analisa Indeks kekeringan dilakukan dengan cara perhitungan indeks


kekeringan secara SPI dan Desil

5. Pemetaan Indeks Kekeringan


Hasil indeks kekeringan dapat dipetakan dalam bentuk garis isohyet yang dibuat
dengan program surfer dan bisa diplotkan kedalam Arc-Gis ataupun Arc-View.

3
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

I.3 RUMUSAN MASALAH


Berlatar belakang hal tersebut di atas maka beberapa masalah dapat dirumuskan sebagai
berikut :
a) Bagaimana parameter Kekeringan Sub-DAS Sadar.
b) Berapa Indeks kekeringan sub-DAS Sadar tiap tahunnya.

I.4 TUJUAN PELATIHAN


Tujuan pelatihan ini adalah untuk mengetahui Indeks kekeringan pada Sub-DAS Sadar
dengan menggunakan metode SPI dan Desil. Kemudian dengan nilai Indeks kekeringan
tersebut dipetakan kedalam program surfer

I.5 MANFAAT PELATIHAN


Pelatihan ini diharapkan membawa manfaat baik bagi perkembangan ilmu dan teknologi
maupun bagi pemerintah daerah.
1. Bagi BBWS Brantas
a) Hasil analisa ini dapat memberikan kontribusi nyata sebagai informasi guna
pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang Pengembangan
Sumber Daya Air.
b) Hasil analisa pada sub-DAS Sadar ini akan menjadi acuan bagi sub-das lainnya
dalam menganalisa indeks kekeringan.
c) Selain digunakan untuk menghitung indeks kekeringan pada Sungai dalam
sebuah das dengan menggunakan SPI-3, hasil analisa indeks kekeringan ini juga
dapat diterapkan pada perhitungan indeks kekeringan di muka air waduk (SPI-6)
dan indeks kekeringan pada air tanah (SPI-6)
2. Bagi Pembangunan Daerah.
Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi untuk perencanaan,
pengembangan dan pengelolaan sumberdaya air DAS Sadar

4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

I.6 BATASAN PELATIHAN


Batasan masalah dalam pelatihan ini adalah :
1. Analisis indeks kekeringan menggunakan metode SPI dan Desil, kemudian
dipetakan kedalam program surfer.
2. Data hujan yang digunakan berupa data hujan tahun 1980 2005.

5
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Bab II

KONSEP DASAR KEKERINGAN

BAB

KONSEP DASAR KEKERINGAN

II.1 DEFINISI KEKERINGAN

A n a l i s a Ke k e r i n g a n S u b - D a s S a d a r d e n g a n B e b e r a p a P e n d e k a t a n

Ada dua definisi kekeringan yang akan dibahas yaitu jenis konseptual dan operasional.

II.1.1

Definisi Konseptual dari Kekeringan

Definisi konseptual, diformulasikan secara umum, bertujuan membantu orang untuk


mengerti konsep dari kekeringan.
Contoh :
Kekeringan adalah periode kurang hujan yang berkepanjangan mengakibatkan
kerugian yang cukup berarti pada pertanian sehingga menimbulkan gagal
panen.
Definisi konseptual ini sangat penting secara filosofi untuk menegakkan kebijakan
penanggulangan kekeringan.Contoh kebijakan Pemerintah Australia menghubungkan
pengertian variabilitas iklim normal pada definisi kekeringan.
Negara ini memberikan bantuan dana pada petani yang sedang mengalami
kekeringan yang tidak biasa, ada pengecualian. Kriteria tersebut didapat melalui
suatu hasil yang cukup panjang. Sebelum diberlakukan, beberapa petani didaerah semi
arid mendapatkan kucuran dana hampir setiap beberapa tahun. Hal ini menunjukan
bahwa kriteria tersebut perlu disesuaikan.

II.1.2

Definisi Operasional dari Kekeringan

Definisi operasional membantu orang untuk dapat mengidentifikasikan awal, akhir


dan tingkat keparahan kekeringan .

1
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Untuk menentukan awal kekeringan, definisi operasional menghitung tingkat


penyimpangan dari hujan rata-rata atau perubahan iklim yang lain pada suatu periode
waktu tertentu. Ini biasanya dilakukan dengan memperbandingkan situasi masa kini
dengan rata rata historis, umumnya berdasarkan minimal 30 tahun pengamatan.
Awal kekeringan biasanya ditentukan sembarang seperti misalnya jika mencapai
kurang dari 75 % rataratanya. Atau berdasarkan kriteria lain yang disesuaikan dengan
dampak tertentu.
Definisi operasional dapat juga digunakan untuk menganalisa frekuensi kekeringan,
keparahannya dan durasinya untuk suatu periode. Definisi tersebut membutuhkan data
cuaca jam jaman, harian, bulanan, atau periode lain dan mungkin data dampak
kekeringan (seperti hasil panen ) tergantung dari makna definisi kekeringan yang
digunakan. Analisa kekeringan untuk suatu wilayah akan sangat membantu pengertian
akan karakteristiknya dan kemungkinan terjadi pengulangan tingkat keparahan
tertentu. Informasi seperti ini sangat bermanfaat bagi pengembangan strategi mitigasi
dan respons selain untuk kepentingan perencanaan bangunan air.

II.2 KEKERINGAN DALAM PERSPEKTIF DISIPLIN ILMU


METEROROLOGI, HIDROLOGI DAN PERTANIAN
II.2.1

Kekeringan Meteorologi

Kekeringan meteorologi diartikan biasanya berdasarkan tingkat kekeringan


(dibandingkan dengan normal atau rata-rata ) dan durasi periode kering.
Definisi kekeringan meteorologi harus menggambarkan kondisi wilayah yang spesifik
karena kondisi atmosfer yang terjadi akibat hujan berkurang sangat bervariasi dari satu
wilayah ke wilayah.
Contoh, beberapa definisi kekeringan meteorologi mengidentifikasikan periode
kekeringan berdasarkan jumlah hari hujan dengan curah hujan, kurang dari ambang
yang telah dispesifikasikan. Ukuran ini hanya dapat diterapkan untuk wilayah dengan
karakteristik sepanjang tahun hujan seperti Indonesia tapi tidak sesuai untuk Negara
Brazil, Darwin (Australia), Nebraska (USA).
Definisi lain menghubungkan penyimpangan terhadap rata-rata berdasarkan skala
waktu bulan, musim atau hujan.

2
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

II.2.2

Kekeringan Hidrologi

Kekeringan hidrologi berhubungan dengan akibat dari periode kurang hujan terhadap
ketersediaan air dipermukaan dan bawah permukaan ( seperti aliran sungai, muka air
waduk dan danau, air tanah ). Frekuensi dan keparahan kekeringan hidrologi sering
digambarkan dalam skala DPS. Meskipun semua kekeringan berasal dari kurang hujan
tetapi para ahli hidologi lebih tertarik pada bagaimana kekurangan ini berperan dalam
sistim hidrologi. Kekeringan hidrologi biasanya mempunyai fase yang berbeda dalam
arti ada tenggang waktu (lag) terhadap kekeringan meteorologi dan pertanian.
Ada beberapa saat setelah hujan kurang, tanah mengalami kurang kandungan air
dalam pori-porinya, beberapa saat kemudian debit aliran air berkurang dan seterusnya
kandungan air tanah dan muka air waduk berkurang. Akibatnya dampaknya
mempengaruhi beberapa sektor yang menggunakan ketersediaan air di dalam tanah
(pertanian), disungai (Pertanian, air baku), diwaduk(Pertanian, air baku, PLTA) dan air
tanah (air baku, pertanian). Sehingga, dimusim kering sering timbul konflik pengguna
air dari berbagai sektor

II.2.3

Kekeringan Pertanian

Kekeringan pertanian menghubungkan berbagai karakteristik meteorologi (atau


hidrologi) dengan dampak pertanian. Kondisi kurang hujan dikaitkan dengan :
1. Evapotranspirasi aktual dan potensi
2. Air tanah yang menyusut
3. Karakteristik dari tanaman tertentu seperti tingkat pertumbuhan
4. Penyusutan aliran air sungai, waduk, air tanah
Kekeringan pertanian harus mampu memperhitungkan kondisi kelengasan tanah di top
soil pada saat awal penanaman. Oleh karena jika tidak mencukupi kelengasan tanah di
top soil tersebut akan menimbulkan penurunan hasil panen atau bahkan puso untuk
tanaman padi.

3
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

II.3 PERANAN ANALISIS KEKERINGAN DALAM PERENCANAAN


BANGUNAN AIR
Perencanaan bangunan air dalam rangka pengembangan Sumber Daya Air berbentuk
waduk, bendung.Kapasitas waduk ditentukan oleh inflow yang alami dan outflow yang
bergantung pada perencanaan mencakup single dan multi purpose reservoirs, jumlah
areal sawah yang dilayani bendung tergantung dari suplai air yang tersedia di sungai
maupun waduk.
Besarnya inflow yang berfluktuasi dalam suatu periode waktu mengakibatkan besaran
ketersediaan air atau debit handal pada suatu periode berbeda dengan periode lain. Pada
tahun-tahun basah ketersediaan air berlimpah, jika data tersebut digunakan maka
kapasitas waduk yang dihasilkan menjadi kecil atau areal persawahan yang dilayani
menjadi lebih sempit.

II.4 MANFAAT PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN


II.4.1
Air

Indeks Kekeringan Untuk Perencanaan Bangunan

Perencanaan bangunan air seperti waduk dan bendung membutuhkan seri data debit
bulanan atau tengah bulanan yang cukup panjang. Dalam seri waktu tersebut fluktuasi
data memberikan gambaran akan kondisi ekstrim yang pernah terjadi yaitu surplus
mengakibatkan banjir dan defisit menimbulkan kekeringan yang pernah terjadi.
Panjang data debit jauh lebih pendek dibandingkan dengan data hujan. Di samping itu
watak seri data debit sangat tergantung dari alih fungsi lahan sehingga tidak dapat
diperhitungkan sebagai suatu sampel data. Oleh karena itu data hujan lebih tepat untuk
digunakan untuk perhitungan kekeringan yang butuh data hidrologi menerus
(berkesinambung, continued).
Seberapa kuatnya kekeringan yang terkandung secara historis dalam data,
mempengaruhi dimensi bangunan air. Misalnya, panjang data debit 20 tahun,
mengandung tingkat keparahan kekeringan periode ulang 50 tahun akan menghasilkan
kapasitas waduk yang besar. Sebaliknya, dengan panjang data yang sama, 20 tahun,
dengan tingkat keparahan periode ulang 10 tahun misalnya, akan menghasilkan
kapasitas waduk yang kecil. Oleh karena itu, peranan indeks kekeringan dengan
tingkat keparahan tertentu sangat memegang peranan penting. Surplus tidak dapat
mencerminkan kondisi banjir yang sebenarnya dibandingkan dengan defisit yang lebih
4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

mampu menggambarkan kondisi kekeringan.


Teori Run akan lebih jelas menggambarkan kondisi indeks kekeringan dalam
merencanakan bangunan air tersebut.

II.4.2
Indeks Kekeringan Untuk Monitoring Dan
Peringatan Dini
Pertanian terutama padi merupakan konsumen terbesar di dunia. Di Asia, 86% dari
total pemakaian air digunakan untuk pertanian, jauh lebih besar bila dibandingkan
dengan Amerika Utara dan Amerika Tengah (49%), serta Eropa (38%). Padi sawah
beririgasi merupakan konsumen air yang luar biasa besarnya, karena untuk
menghasilkan 1 kg beras, konsumsi air mencapai 5000 liter. Bila dibandingkan dengan
tanaman lain, padi tergolong kurang efisien dalam menggunakan air. Gandum,
misalnya, hanya mengkonsumsi air 4000 m3 per hektar sedangkan padi hampir dua
kali lipat, yaitu 7650 m3 (IRRI, 1995). Pemanfaatan air di Indonesia untuk pertanian
mencapai 75% dari jumlah sumber daya air keseluruhan, (Fagi et al., 2003).
Hal ini yang menyebabkan sistim produksi nasional sangat rawan terhadap
kekeringan.Misalnya, pada kondisi iklim ekstrim (tahun El Nino dan La Nina), luas
dan intensitas lahan pertanian yang terkena bencana meningkat tajam. Pengamatan
tahun El Nino 1994 dan 1997 menunjukkan bahwa kumulatif luas sawah yang
mengalami kekeringan dari bulan Mei sampai Agustus melebihi 400 ribu hektar
sementara pada tahun-tahun normal dan La Nina kurang dari 75 ribu hektar
(Boer,2000). Lebih buruk lagi menurut Arifin (2003), kekeringan 1997/1998 itu
bersamaan waktunya dengan krisis moneter dan krisis ekonomi yang menurunkan
daya beli masyarakat dan mengakibatkan gelombang besar pengangguran di manamana.Hal itu mengakibatkan melonjaknya harga kebutuhan pokok dan turunnya
stabilitas politik. Kembali di tahun 2002 (Juli-Oktober), luas lahan sawah yang
kekeringan mencapai 349 ribu hektar dengan areal puso 11.412 hektar,
(Alimoeso,2003). Bahkan hasil studi dari Rosamond (2002) menemukan bahwa
musim kemarau atau Anomali iklim (El Nino) di Indonesia dapat mengurangi
produksi padi sampai 4,8 juta ton gabah atau setara dengan 3 juta ton beras.
Kekeringan tahun 2002 memukul sebagian besar sentra produksi padi sehingga
Indonesia harus mengimpor beras satu juta ton lebih (Arifin, 2003). Selanjutnya,
sampai Agustus 2003, luas lahan yang mengalami kekeringan mencapai 450 ribu
hektar dan yang puso 91.122 hektar, ditambah jumlah penduduk yang terkena dampak
kekeringan mencapai 250 ribu keluarga.
Mengingat besarnya kerugian yang diderita akibat kekeringan maka timbul pemikiran
5
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

untuk mengatasinya, hal ini telah dilakukan oleh beberapa instansi maupun perorangan
dan menghasilkan upaya antisipasi kekeringan sebatas konseptual, lihat bahasan A, B
dan C di bawah. Selanjutnya diketengahkan pula upaya lain berupa pembuatan
Pedoman Antispasi Kekeringan di Jawa Tengah.
Semua kegiatan tersebut menggambarkan usaha yang telah dilakukan sejauh ini di
bumi Indonesia dalam menghadapi bencana kekeringan.
Untuk menangani kekeringan di Indonesia telah dilaksanakan beberapa pertemuan
yang menghasilkan beberapa wacana sebagai berikut :
A.

Menurut Balai Penelitian Tanaman Padi, Puslitbang Tanaman Pangan, Balitbang


Pertanian (2002), secara konseptual upaya antisipasi kekeringan dapat
dijabarkan dalam tiga pendekatan yaitu :
1. Pendekatan strategis, yaitu mengidentifikasikan wilayah rawan kekeringan
dan banjir, endemik hama dan penyakit tanaman padi berdasarkan
karakteristik biofisik suatu ekosistim.
2. Pendekatan tastis yaitu mengembangkan teknik prediksi dan prakiraan
cuaca serta iklim untuk menduga kemungkinan terjadinya anomaly iklim.
3. Pendekatan operasional yaitu upaya untuk menghindari, mengurangi dan
menanggulangi risiko bencana dan dampak anomaly iklim terhadap
produksi padi.

B.

Dalam Diskusi Panel La-Nina dan El-Nino (Pawitan et al, 1998b) dirumuskan
antara lain :
1. Kekeringan dan kebanjiran dapat terjadi tanpa adanya gejala alam El Nino
dan La-Nina;
2. Masih rendahnya tingkat kepedulian masyarakat terhadap aspek cuaca dan
iklim serta penyimpangannya;
3. Tingkat keandalan prakiraan cuaca dan iklim perlu ditingkatkan sampai ke
tingkat daerah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat;
4. Pentingnya pelayanan informasi cuaca dan iklim untuk masyarakat luas dan
khusus seperti petani dan pelayan;
6

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

5. Masih lemahnya kemampuan teknologi prakiraan iklim nasional.


C. Tiga program dari pemerintah untuk mengatasi kekeringan meliputi :
1. Pendistribusian air minum ke daerah-daerah yang kekurangan air;
2. Pemberian beras gratis;
3. Padat karya untuk petani yang kehilangan pekerjaan, (Kompas,20/8/03).
Perencanaan Kekeringan didefinisikan sebagai tindakan yang diambil masyarakat,
pemerintah dan lain-lain sebelum kekeringan terjadi dengan tujuan meringankan
(mitigasi) beberapa dampak dan konflik yang berhubungan dengan kejadian tersebut,
(Wilhite, 1993). Salah satu komponen perencanaan kekeringan adalah prediksi dan
peringatan dini yang dilaksanakan oleh organisasi Monitoring.Monitoring adalah
organisasi yang mempunyai tugas memantau, menganalisa dan menyebarluaskan data
iklim dan suplai air (sungai, waduk, danau, air tanah dan kelengasan tanah) dan
mengidentifikasikan besar dan waktu (awal, akhir dan durasi) kekeringan melalui
indeks kekeringan, NDMC(2003b).
Metodologi Standardilized Precipitation Index (SPI) dan Desil sangat disarankan
untuk mengidentifikasi/monitoring kekeringan dan peringatan dini dalam studi ini.

II.5 PERENCANAAN KEKERINGAN (DROUGHT PLANNING)


II.5.1

Makna dan Kejadian Kekeringan

Kekeringan yang dibahas dalam tulisan ini merupakan kekeringan dalam konteks
iklim yang mengandung unsur pengulangan , terjadi pada semua rezim iklim, di
wilayah dengan curah hujan kecil maupun besar. Anomali yang terjadi bersifat
sementara tidak seperti wilayah kering lainnya (aridity) yang iklimnya bersifat
permanen dan bercurah hujan kecil. Kekeringan selalu dihubungkan dengan waktu,
seperti keterlambatan terjadinya awal musim hujan, hujan yang turun dihubungkan
dengan tingkat pertumbuhan tanaman dan parameter hujan seperti intensitas dan
jumlah kejadian hujan. Jadi setiap kejadian kekeringan bersifat unik dalam konteks
iklim dan dampak.
Kekeringan berbeda dengan bencana alam yang lain seperti banjir, gempa, tanah
7
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

longsor. Hal ini terjadi karena perilaku yang berbeda dan belum ada definisi yang
berlaku umum. Ada tiga alasan yang melatarbelakangi kesulitan tersebut, pertama,
pengaruh kekeringan pada umumnya terakumulasi secara perlahan-lahan dalam suatu
periode waktu yang cukup lama dan berkepanjangan sampai tahunan, sehingga awal
dan akhir kekeringan sukar ditentukan. Kedua, tidak tersedianya definisi yang dapat
diterima secara universal menambah kesulitan dalam menentukan terjadinya
kekeringan serta tingkat keparahannya. Seharusnya, definisi tersebut mampu
menjelaskan kekeringan wilayah dan dampaknya. Batas ambang untuk penentuan
kekeringan sangat rancu, sehingga tidak dapat dihubungkan dengan dampak yang
diakibatkannya. Masalah tersebut timbul, karena salah pengertian konsep dalam
merumuskan definisi dan kurang mempertimbangkan hal-hal lain agar definisi tersebut
dapat diterapkan untuk situasi kekeringan yang sebenarnya. Ketiga, dampak
kekeringan tersebar lebih luas dan tidak menimpa struktur seperti halnya banjir, angin,
longsor dan bencana alam lainnya. Oleh karena itu, kuantifikasi dampak dan tindakan
pencegahan kekeringan menjadi lebih sulit dibandingkan dengan bencana alam
lainnya.
Keparahan kekeringan (drought severity) tergantung bukan hanya pada durasi,
intensitas dan sebaran spasial saja, melainkan pada kebutuhan air manusia dan
tanaman yang ada dalam sistem wilayah suplai airnya. Kejadian kekeringan yang
timbul jauh sebelum dampak membuat pengaruhnya terhadap kondisi sosial, ekonomi
dan lingkungan sulit untuk diidentifikasi dan dikuantifikasi. Sehingga hal ini
merupakan tantangan besar bagi peneliti yang bergerak dalam bidang iklim yang
bersifat operasional.
Banyak orang berpendapat kekeringan semata-mata merupakan kejadian alam. Dalam
kenyataannya, resiko kekeringan di banyak wilayah merupakan hasil dari ekspose
kejadian kekeringan dan kerawanan yang ditimbulkan oleh masyarakat terhadap
kejadian tersebut. Kejadian kekeringan juga merupakan hasil dari pola sirkulasi global
di atmosfir yang mengalami penyimpangan dalam skala besar. Ekspose kekeringan
bervariasi terhadap ruang dan hampir tidak ada upaya yang mampu merubah kejadian
tersebut. Sebaliknya, kerawanan, ditentukan oleh faktor sosial seperti masyarakat,
karakteristik demografi, teknologi, kebijakan, perilaku sosial, pola penutup lahan,
pemakaian air, perkembangan ekonomi, keragaman kondisi ekonomi dan komposisi
budaya. Faktor tersebut berubah terhadap waktu sehingga kerawanan juga akan
mengalami perubahan. Kekeringan yang terjadi berturut-turut pada suatu wilayah akan
mempunyai pengaruh yang berbeda-beda, meskipun karakteristik intensitas, durasi
dan sebaran ruangnya sama.
Mengenal kejadian kekeringan dapat dilakukan melalui informasi historis dan
8
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

frekuensi kejadian ekstrim. Setelah perilaku kekeringan diketahui, perlu


diidentifikasikan faktor-faktor yang dapat menjelaskan tentang sektor-sektor yang
berpotensi terancam resiko. Selanjutnya, suatu pengembangan program penanganan
yang menyeluruh dan pelaksanaan tindakan mitigasi yang holistik akan mengarah
pada sistim penanggulangan kekeringan dalam tatanan Manajemen Resiko
(Wilhite,2000a).

II.5.2

Paradigma Perencanaan Kekeringan

Pentingnya suatu perencanaan dalam menangani bencana telah dikemukakan oleh


Subiakto, 2005 dalam harian Kompas. Pasca tragedi Tsunami di Aceh ditanggapinya
sebagai tragedi kedua yang memunculkan bencana kemanusiaan. Hal ini terjadi karena
lemahnya koordinasi pemerintahan dalam menanggulangi bencana sehingga
menunjukkan bangsa ini tidak siap menghadapi krisis karena bencana. Semua orang
tahu, tidak ada suatu negara di manapun yang kebal akan krisis atau bencana. Sebab
itu, sistem antisipasi dan sistem respons terhadap berbagai bencana mutlak diperlukan.
Kuncinya, harus ada persiapan dan perencanaan, terhadap semua kemungkinan
munculnya krisis dan bencana.
Khususnya untuk bencana kekeringan, perencanaan yang dimaksud adalah semua
tindakan yang diambil oleh masyarakat, pemerintah dan kelompok lainnya sebelum
kekeringan terjadi dengan tujuan untuk meringankan (mitigasi) beberapa dampak dan
konflik yang berhubungan dengan kejadian tersebut (Wilhite, 1993).
Pengenalan akan perencanaan untuk memperbaiki kemampuan operasional dan
tindakan mitigasi yang bertujuan mengurangi dampak menjadi penting artinya,
mengingat kecenderungan bertambahnya kerawanan kekeringan secara global.
Mitigasi semua pengaruh kekeringan memerlukan penggunaan seluruh komponen dari
siklus yang ada pada Gambar 2.1, dan penggunaan sebagian dari keseluruhan
komponen akan mengarah pada manajemen krisis.
Sebelum pemerintah menangani bencana alam, perlu dilakukan kegiatan seperti
menentukan dampak, menanggapi, memulihkan disertai tindakan rekonstruksi agar
kembali ke kondisi semula seperti sebelum bencana terjadi. Tindakan kesiagaan,
mitigasi dan monitoring serta peringatan dini hampir tidak pernah dilakukan, padahal
apabila dilakukan upaya tersebut akan mengurangi kebutuhan akan intervensi
pemerintah di masa mendatang. Apabila pengelolaan kekeringan mengikuti sistem
manajemen krisis maka masyarakat akan berpindah dari satu bencana ke bencana lain
tanpa ada upaya mengurangi resiko.

9
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Mitigasi

Monitoring dan
Peringatan dini
Bencana

Kesiagaan

Penentuan
Dampak

Rekonstruksi

Pemulihan

Respon

Gambar 2.1.Siklus Manajemen Bencana, Sumber:Wilhite,1993.


Pada kenyataannya, banyak tindakan yang dilakukan pemerintah, organisasi
internasional atau donor lainnya membawa masyarakat pada suatu ketergantungan
akan bantuan dalam dan luar negeri serta dengan tidak disengaja menambah tingkat
kerawanan. Semua komponen dalam siklus manajemen bencana alam harus ditujukan
pada perencanaan mitigasi bencana yang komprehensif, dan semua upaya perlu
difokuskan pada masa prabencana.
Akhir-akhir ini, pengetahuan iklim menjadi alat Manajemen Resiko yang ampuh
bagi sektor pertanian. Pengertian akan bilamana, di mana dan bagaimana alat tersebut
digunakan merupakan masalah yang rumit dan multi-dimensi. Pengetahuan iklim yang
sudah dikemas menjadi suatu konsep yang jelas akan mampu menambah
kesiapsiagaan dan dengan sendirinya mengurangi kerawanan. Tantangan yang
dihadapi adalah penggunaan pengetahuan iklim secara operasional agar dapat
mencapai kebijakan dari Manajemen Resiko (Meinke,2003). Pengetahuan tentang
iklim akan berkembang jika ditunjang oleh informasi historis parameter iklim dan
frekuensi kejadian ekstrim kekeringan yang dipantau melalui kegiatan Monitoring.

10
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Monitoring dan Peringatan Dini merupakan bagian dari kegiatan Monitoring yang
perlu dilakukan terlebih dahulu agar komponen kesiapsiagaan dan mitigasi dapat
teridentifikasi dengan baik.Tugas utama organisasi Monitoring adalah mengumpulkan,
mengolah dan mendesiminasi data serta mendirikan dan memelihara jaringan alat
pengukurnya. Data yang perlu dikumpulkan mencakup data iklim seperti hujan, suhu
serta data hidrologi yang mencerminkan status pasok air seperti aliran air di sungai,
waduk, air tanah dan kelembaban tanah. Data hasil olahan biasanya belum bersifat
ramah pengguna (users friendly) karena telalu rumit dan kurang memberikan
informasi yang berarti bagi pengambil keputusan. Contoh, hasil ramalan kekeringan
jangka panjang untuk satu musim atau lebih ke depan kurang mampu membantu para
petani dalam menentukan akhir atau awal musim hujan serta sebaran hujan selama
musim tanam.
Alat untuk mendeteksi awal dan akhir kekeringan sering kurang memadai. Indeks
Kekeringan seperti Standardized Precipitation Index (SPI) telah terbukti sebagai alat
penting yang baru diketemukan dan telah diterima oleh masyarakat luas di berbagai
negara. Upaya mitigasi dan tindakan spontan yang dilakukan untuk mengurangi
dampak seringkali kurang handal karena alat pendeteksi yang kurang sesuai serta
kekurangmampuan mengolah hubungan antara indeks dengan dampak. Hanya sedikit
upaya yang dilakukan untuk mengintegrasikan informasi hidrologi dan meteorologi
menjadi suatu produk yang berarti bagi pendeteksian dan penelusuran kondisi
kekeringan. Diperlukan lebih banyak lagi penelitian indeks kekeringan seperti SPI
yang dapat diberlakukan sebagai alat peringatan dini (warning system) serta hubungan
antara nilai SPI dengan dampak di sektor tertentu yang dapat dimanfaatkan sebagai
dasar rujukan bagi upaya mitigasi dan respon.
Kegiatan monitoring seyogyanya diarahkan pada penentuan status iklim dan pasok air.
Biasanya, keparahan kekeringan ditentukan oleh penyimpangan hujan dari nilai
normalnya, dengan memperhatikan informasi mengenai kelembaban tanah, paras air
tanah dan waduk, debit aliran sungai dan kesuburan tanaman. Hal ini dilakukan untuk
menghindari mata rantai yang terputus dari kegiatan peringatan dini dan program
mitigasi/respon (Wilhite, 2000b).

II.5.3
Hasil Penelitian Pengaruh Iklim terhadap Sumber
Daya Air dan Pertanian
Keragaman iklim pada umumnya ada hubungan dengan fenomena El-Nino Southern
Oscillation (ENSO). Beberapa kajian membenarkan adanya hubungan antara
kerawanan dari beberapa jenis tanaman palawija terhadap keragaman iklim. Hansen et
al., 1997, telah melakukan penelitian menggunakan pengamatan historis enam jenis
11
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

palawija di empat wilayah di Amerika untuk mencari karakteristik keragaman


produksi pertanian tahunan agar dapat menentukan seberapa besar keragaman yang
diakibatkan oleh aktivitas ENSO. Pengaruh besarnya ENSO terhadap keragaman
produksi tahunan kedelai, kacang dan tembakau cukup signifikan tetapi tidak sebesar
tanaman jagung. Temuan yang sama juga diperoleh untuk berbagai palawija di seluruh
dunia melalui penelitian Cane et al. (1994); Handler (1984); Carlson et al. (1996).
Penelitian Boer (2004) di Perkebunan Pengalengan menghasilkan suatu hubungan
yang kuat antara SOI (South Oscillation Index) dari El Nino dan IOD (Indian Ocean
Dipole) dengan produksi kentang.
BPPT,2000, dan Puslitanak,2003, menentukan wilayah rawan kekeringan pada lahan
sawah yang tergantung dari parameter biofisik seperti :
-

curah hujan tahunan dengan klasifikasi sebagai berikut :


i.

sangat kering (1000 mm/tahun, bulan basah lebih kecil dari 3


bulan)

ii.

kering (1000-1500 mm/tahun, bulan basah 3-4 bulan dan bulan


kering lebih dari 3 bulan)

iii.

sedang/lembab (1500-2500 mm/tahun, bulan basah 5-7 bulan, bulan


kering 3-4 bulan)

iv.

basah-sangat basah (lebih besar dari 2500 mm/tahun, bulan basah


6-9 bulan, bulan kering kurang dari 3 bulan).

jenis irigasi (tadah hujan, sederhana, semi teknis dan teknis)

permeabilitas (dari sangat lambat sampai dengan sangat cepat)

air tanah (langka sampai dangkal dan melimpah).


Tingkat kerawanan kekeringan secara kualitatif terdiri dari empat peringkat yaitu
sangat rawan, rawan, kurang rawan dan tidak rawan, dihitung berdasarkan sistem
bobot dan skor dari parameter tersebut di atas. Selanjutnya, disusun peta lahan sawah
rawan kekeringan untuk P.Jawa dan P.Sumatera. Ada dua antisipasi yang disarankan
dilakukan pada daerah tingkat kerawanan cukup tinggi, yaitu menerapkan teknik
irigasi bergilir teratur (rotational irrigation) dan menanam padi berumur genjah khusus
untuk musim kemarau ditanam varietas padi genjah dan tahan kekeringan.
12

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Selain itu, Syahbuddin dkk.,2000, membuat peta Wilayah Rawan Kekeringan Jawa
Tengah dengan pendekatan berbeda yaitu menggunakan peluang deret hari kering,
ditinjau dari hujan dan indeks kekeringan Palmer. Peluang deret hari kering yang
sama juga digunakan oleh Boer dkk, 1996, untuk menentukan musim tanam padi
sawah tadah hujan di Jawa Barat.
Peta rawan kekeringan yang dihasilkan sangat berguna untuk sasaran strategis tetapi
kurang mengena jika digunakan untuk operasional monitoring dan peringatan dini.

II.5.4
Penelitian Kekeringan yang Dilakukan oleh
Puslitbang Air
Alat ukur kekeringan meteorologi yang terampuh adalah Indeks Kekeringan, dapat
dijadikan sebagai bahan dasar prakiraan kekeringan di masa mendatang. Peringatan
dini atau prakiraan hanya dapat dilaksanakan apabila informasi historis data iklim
tersedia. Puslitbang Air sampai saat ini telah melakukan penelitian sehubungan dengan
peringatan dini kekeringan dengan data dasar hujan bulanan ditambah dengan data
telekoneksi dari Samudera Pasifik dan Hindia melalui pendekatan statistik sehingga
ketersediaan air di permukaan bumi juga dapat diperkirakan secara kualitatif. Model
Peringatan Dini tersebut hanya dapat diterapkan jika wadah Monitoring seperti yang
dijelaskan di atas tersedia.
Selanjutnya, apabila Indeks Kekeringan sudah dapat ditentukan, maka penelitian
lanjutan dapat diteruskan, hubungan antara indeks tersebut dengan dampak yang
diakibatkannya. Hal ini akan membuka peluang baru dalam merumuskan dan
mengidentifikasikan upaya kesiapsiagaan dan mitigasi kekeringan yang lebih spesifik.

II.6 ANALISA KEKERINGAN


Seperti yang dijelaskan sebelumnya ada beberapa pengertian kekeringan. Oleh karena analisa
kekeringan meteorologi selalu digunakan dalam analisa lain seperti kekeringan hidrologi dan
pertanian, maka kajian kekeringan difokuskan pada kekeringan meteorologi.

Ada beberapa indeks kekeringan yang mengukur berapa besar hujan yang jatuh pada
suatu periode tertentu dan menyimpang dari kondisi normal yang dihitung dari data
historisnya.
Meskipun tidak ada satu indekspun yang mampu menampung semua ukuran
kekeringan dan memuaskan semua pihak, indeks yang satu selalu mempunyai
13
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

kelebihan dan kekurangan dari yang lain.


Dalam bahasan ini akan ditampilkan tiga jenis analisa indeks kekeringan yaitu :
1. Theory of Run
2. Prosentasi terhadap normal
3. Desil
4. Standardized Precipitation Index (SPI)

II.6.1

Cara Prosentasi Terhadap Normal

Cara ini merupakan salah satu cara termudah untuk mengukur kekeringan, yang
intinya membandingkan hujan yang bersangkutan dengan hujan normal. Hujan normal
dihitung dari rata-rata selama minimum 30 tahun.Skala waktu yang digunakan dapat
mingguan, bulanan, atau tahunan. Jadi cara ini berguna untuk lokasi dan musim
tertentu.
Prosentasi terhadap normal mudah dimengerti dan memberi indikasi kekeringan yang
berbeda tergantung dari lokasi dan musim. Perhitungan dilakukan dengan cara
membagi hujan dengan hujan normalnya, dikalikan 100 %. Prosedur ini dapat
dilakukan untuk berbagai skala waktu, dengan menganggap nilai normalnya sebagai
100 %.
Salah satu kerugian menggunakan cara ini adalah hujan normal berupa rata-rata hujan
biasanya nilainya tidak sama dengan median. Peluang dari median secara kumulatif
terjadi selain 50 % dari jumlah data yang cukup panjang. Nilai rata tidak sama dengan
median karena distribusi data hujan tidak mengikuti normal.
Contoh hujan bulan Januari di Melbourne, Australia 36,0 mm nilai mediannya, artinya
50 % dari data bernilai kurang dari 36 mm dan selebihnya lebih dari atau sama dengan
36 mm. Dan, nilai ini sama dengan 75 % dari rata-ratanya yang dalam kenyataanya
sangat kering.
Hal ini yang menyebabkan cara ini sukar menghubungkan penyimpangan berupa
prosentasi dengan penyimpangan yang terjadi sebenarnya.

14
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

II.6.2

Theory of Run

Pengertian teori Run adalah perbandingan panjang defisit air dan jumlah defisit air.
Dari hasil penerapan teori run, diperoleh dua parameter baru, yaitu panjang defisit (Ln)
dan jumlah defisit (Dn). Disamping kedua parameter tersebut,dikembangkan pula
parameter intensitas kekeringan yang pada dasarnya sama dengan jumlah (Dn) dibagi
durasi (Ln). Sebenarnya, dalam pengertian intensitas ada dua pendekatan, yang
pertama apabila dihitung berdasarkan intensitas maksimum tanpa memperhatikan
durasi. Yang kedua, bilamana intensitas yang diperhitungkan adalah pada waktu kritis
saja dimana durasi yang melatarbelakanginya maksimum.
Parameter tersebut diperoleh dengan tahapan sebagai berikut :
1. Dari data curah hujan yang telah disaring ,Xt, dihitung nilai rata-ratanya pada
masing-masing bulan selama T tahun.
2. Defisit perbulan dihitung dengan mengurangkan nilai Xt dengan rata-rata bulan
yang bersangkutan. Dimana bila hasil pengurangannya itu bernilai negatif, maka
bulan tersebut mengalami defisit (Dn).
3. Jumlah defisit merupakan kumulatif dari defisit perbulan yang terjadi secara
berturut-turut.
4. Setelah bulan-bulan yang mengalami defisit diketahui, maka dapat dilihat berapa
lamanya defisit (durasi) yang terjadi, Ln.
Kemudian dihitung nilai Lnt dan Dnt dengan periode ulang yang telah ditentukan.
Perhitungan periode ulang dari indeks kekeringan durasi, jumlah dan intensitas dibuat
berdasarkan SNI, 2003.
Langkah pengerjaan dilakukan sebagai berikut.
a) Kumpulkan data hujan bulanan yang menerus tanpa ada data kosong. Dengan
pertimbangan yang cukup matang, data hujan diizinkan untuk tidak menerus
dalam hitungan tahun.
b) Hitung jumlah datanya (N), rata-rata, simpangan baku (standar deviasi),
koefisien kepencongan (skewness) dan koefisien keruncingan (kurtosis) untuk
setiap bulannya.
15
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

c) Kurangkan data asli tiap-tiap bulan setiap tahunnya dengan rata-rata dari
seluruh data pada bulan tersebut, atau kemungkinan 20 % tidak melampaui pada
setiap bulannya.
d) Lakukan penghitungan durasi kekeringan, menggunakan persamaan (1) dan (3).
Bila penghitungan yang dihasilkan adalah positif, diberi nilai nol (0) dan negatif
akan diberi nilai satu (1). Bila terjadi nilai negatif yang berurutan, maka
jumlahkan nilai satu tersebut sampai dipisahkan kembali oleh nilai nol, untuk
kemudian menghitung dari awal lagi. Langkah ini dilakukan dari data tahun
pertama berurutan terus sampai data tahun terakhir.
e) Hitung durasi kekeringan terpanjang, tuliskan nilai yang maksimum saja.
f) Tentukan nilai maksimum durasi kekeringan selama T tahun. Nilai maksimum
durasi kekeringan selama kurun waktu T (sama dengan 10 tahun) tersebut
dirata-ratakan sehingga menghasilkan nilai untuk periode ulang 10 tahunnya.
Untuk periode ulang selanjutnya lakukan penghitungan yang sama.
g) Hitung jumlah defisit. Jika durasi kekeringan berurutan dan lebih dari satu maka
pada bulan selanjutnya merupakan nilai kumulatifnya, demikian pula halnya
dengan jumlah defisit;
h) Buat pada tabel baru penghitungan jumlah kekeringan maksimum (selama T
tahun), tuliskan hanya jumlah kekeringan maksimum saja yang diabsolutkan.
i) Buat tabel baru kembali, tentukan nilai maksimum jumlah kekeringan selama T
tahun. Nilai maksimum selama selang waktu T=10 tahun tersebut dihitung rataratanya dan merupakan nilai periode ulang untuk 10 tahun, dan seterusnya.

II.6.3

Standarized Precipitation Index (SPI)

Salah satu metode perhitungan indeks kekeringan yang sering digunakan adalah SPI
(Standardized Precipitation Index). SPI didesain untuk mengetahui secara kuantitatif
defisit hujan dengan berbagai skala waktu. Pengertian bahwa bila hujan yang turun
mengecil akan mengakibatkan kandungan air dalam tanah dan debit aliran berkurang,
menimbulkan berkembangnya Standardized Precipitation Index (SPI). SPI dihitung
untuk mengkwantifikasikan defisit hujan dengan berbagai skala waktu.Skala waktu
tersebut mencerminkan dampak kekeringan pada ketersediaan air diberbagai sumber.
Kondisi kelengasan tanah merespon anomali hujan pada jangka waktu pendek,
sedangklan air tanah, debit di sungai dan tampungan waduk menanggapi anomali
16
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

hujan lebih lama. Oleh karena itu SPI dihitung untuk 3-, 6-, 12-,24 dan 48 bulan.
SPI untuk suatu lokasi dihitung berdasarkan data hujan yang cukup panjang untuk
periode yang diingini. Data hujan yang cukup panjang disesuaikan dengan suatu jenis
distribusi (Gamma), kemudian ditransformasikan ke distribusi normal sehingga ratarata SPI di suatu lokasi sama dengan nol.
SPI positif mengidentifikasikan hujan yang lebih besar dari median dan SPI negatif
menunjukan hujan yang lebih kecil dari median.
Kekeringan terjadi pada waktu SPI secara berkesinambungan negatif dan mencapai
intensitas kekeringan dengan SPI bernilai -1 atau kurang.
Tabel 2.1 Klasifikasi SPI mengikuti skala

Nilai SPI

2.00

Klasifikasi

Amat sangat basah

1.50 -1.99

Sangat basah

1.00 - 1,49

Cukup basah

-0.99 - 0.99

Mendekati normal

-1,00 - 1,49

Cukup kering

-1,50 - 1,99

Sangat Kering

-2.00 atau <-2.00

Amat sangat kering

Mc. Kee et al. (1993),


mendefinisikan intensitas
kekeringan dari SPI secara
kualitatif sebagai berikut :
SPI antara 0 sampai dengan
-0,99 sebagai ringan, SPI
antara -1,00 sampai dengan
-1,49 sebagai sedang, SPI
antara -1,50 sampai dengan
-1,99 sebagai parah serta
lebih kecil dari -2,00
sebagai ekstrim. SPI
tersebut dihitung
berdasarkan berbagai skala
waktu seperti 3 atau 6 atau
17

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

9 atau 12 atau 24 atau 48 bulan.


Dari penelitian terdahulu, dapat disimpulkan bahwa SPI-6 dapat dijadikan patokan
dalam memonitor kekeringan, sehingga dalam kajian ini digunakan SPI skala waktu 6
bulan. SPI dihitung berdasarkan selisih antara hujan yang sebenarnya terjadi dengan
hujan rata-rata menggunakan skala waktu tertentu, dibagi dengan simpangan bakunya.
Untuk menghilangkan faktor musim pada deret data hujan bulanan disamping
membentuk satu deret data dengan distribusi probabilitas yang sama, dilakukan
transformasi data. Pertama kali dengan merubah data menjadi bentuk peluang
kumulatif (cdf atau cumulative distribution function) dengan jenis distribusi Gamma.
Selanjutnya dirubah menjadi bentuk distribusi Normal Baku (standard), dan nilai yang
dihasilkan merupakan indeks kekeringan SPI. Proses perhitungan SPI sebenarnya
merupakan upaya untuk menjadikan seri data asli menjadi seragam sehingga
regionalisasi dapat dilakukan.
Bila seri data periodik berupa hujan bulanan disebut X, dimana menunjukkan
tahun dan adalah bulan (dari Januari sampai dengan Desember), maka persamaan
distribusi probabilitas cdf Gamma seperti terlihat pada persamaan 1 sampai 3.
G(x) (Xk,i; i; i) = 1/{ii(i} Xk,i(i-1) e ( Xk,i/i)

(1)

Di mana
i = i2 / i2

(2)

i = i2 / Xi(3)
i = rata-rata Xk,i pada bulan ke i
i = simpangan baku pada bulan ke i
Seri probabilitas diubah menjadi nilai Z yang mempunyai cdf (cumulative
distribution function) dari Distribusi Normal Standard seperti terlihat pada persamaan
4.
Fx(X) = Pr(X,x) = Pr(Z( X, - )/) = Pr(Zz)

18
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

(4)
Z tersebut di atas disebut Standardized Precipitation Index atau disingkat SPI.
Permasalahan timbul pada waktu curah hujan nol, karena persamaan cdf Gamma,
persamaan (1), tidak terdefinisi. Untuk menghindari kesulitan tersebut persamaan cdf
Gamma dirubah menjadi persamaan (5).
(5)
Di mana q adalah probabilitas terjadinya hujan nol di bulan bersangkutan. Probabilitas
kumulatif H(x) ditransformasikan menjadi variabel acak normal baku, Z, dengan ratarata nol dan varians nya satu. Z merupakan nilai SPI, dihitung secara empiris oleh
persamaan di bawah.

(6)

(7)
Di mana :

(8)

(9)
c0= 2.515517

d1= 1.432788

c1= 0.802853

d2= 0.189269

c2= 0.010328

d3= 0.001308
19

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Kejadian kekeringan didefinisikan sebagai waktu di mana SPI bertanda negatif terus
menerus sampai nilai positif terjadi lagi, tenggang waktu tersebut dikatakan Durasi
Kekeringan. Jika nilai SPI dijumlahkan selama tenggang waktu durasi tersebut akan
menggambarkan jumlah kekeringan, selanjut intensitas kekeringan dihitung
berdasarkan jumlah dibagi durasi kekeringan (Hayes,1999; Edward,1997;
McKee,1993).
Jadi, seri data hujan bulanan melalui SPI dapat menghasilkan seri data SPI baru.Jika
durasi kekeringan sudah dihitung maka intensitas kekeringan SPI dapat ditentukan
pula.Selanjutnya, hujan bulanan dapat dialihkan menjadi hujan 6-bulanan, sehingga
dihasilkan SPI 6-bulanan.
Deret SPI, akhirnya merupakan deret waktu dengan distribusi frekuensi mendekati
Normal , melalui proses transformasi (Gammanisasi) dan standarnisasi menjadi
Normal, lihat contoh pada Gambar 2.2.
Kekeringan Wilayah (Regional Drought)
Karakteristik kekeringan wilayah digambarkan oleh :
-

Luas defisit sesaat, A(t), adalah luas areal yang terlanda kekeringan di wilayah R,
pada waktu t, besarnya a(k) I(t,m) di mana a(k) adalah luas efektif yang
mewakili pos k. I(t.m) sebagai indikator bernilai 1 jika D(t,m), selisih antara
X(t,m) dan Y(t,m), lebih besar dari nol.

Gambar 2.2 Distribusi Frekuensi Hujan Bulanan dan setelah dirubah jadi SPI
untuk pos 18 dari tahun 1916-2002.
20
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Dimana X(t,m) adalah masing-masing seri data SPI bulanan bulan m tahun t, serta
Y(m) adalah rata-rata SPI bulan yang bersangkutan. Pada umumnya a(k) di hitung
berdasarkan perbandingan prosentasi dari luas efektif terhadap luasan wilayah
As(t) dengan nilai antara 0 sampai 100, berdasarkan poligon Thiessen.
-

Jumlah defisit sesaat, D(t), adalah jumlah defisit yang terjadi di wilayah R sesaat
pada waktu t , dirumuskan dengan D(t) = ak D(t,m) I(t,m).

Durasi kekeringan Ln, adalah panjang waktu dari bulan ke m sampai ke m+I di
mana jumlah defisit terjadi berturut.

Luasan defisit, A, adalah rata-rata luas defisit selama durasi Ln, jadi A
=1/LnA(t).

Jumlah defisit areal, D, adalah jumlah defisit sesaat selama kurun waktu m sampai
ke m+I, jadi D = D(t).

Intensitas I merupakan perbandingan antara Dn/Ln.


Menurut Santos (1983), perhitungan kekeringan wilayah diperhitungkan hanya untuk
nilai A yang lebih besar dari luasan kristis tertentu, misalnya 25% atau 50%.
Metodologi ini diterapkan pada seri waktu SPI-6 untuk mencari nilai SPI rata-rata di
sebuah DAS, juga dilengkapi dengan durasi dan intensitasnya.
Standardized Precipitation Index (SPI) digunakan untuk mengukur kekeringan dengan
skala waktu 3 sampai dengan 48 bulan. Seri data hujan bulanan mengikuti Distribusi
Gamma. Perhitungan SPI dimulai dengan menghitung parameter dari probability
density function (pdf), Gamma, untuk setiap bulan dengan skala waktu tertentu di
sebuah pos hujan, (Edward et al.,1999) . Parameter tersebut digunakan untuk merubah
setiap data hujan dengan skala waktu tertentu menjadi besaran probabiliti.
Selanjutnya, probabiliti tersebut diubah menjadi variabel standard normal random Z,
yang merupakan nilai indeks SPI. Mc. Kee et al. (1993), mendefinisikan intensitas dari
SPI secara kualitatif sebagai berikut : SPI antara 0 sampai dengan -0,99 sebagai
ringan, SPI antara -1,00 sampai dengan -1,49 sebagai sedang, SPI antara -1,50 sampai
dengan -1,99 sebagai parah serta lebih kecil dari -2,00 sebagai ekstrim. SPI tersebut
dihitung berdasarkan berbagai skala waktu seperti 3 atau 6 atau 9 atau 12 atau 24 atau
48 bulan. Setiap SPI dengan skala waktu tertentu menggambarkan secara kualitatif
ketersediaan air di dalam tanah atau di sungai atau di waduk dan kolam serta danau
atau di sungai atau di tampungan air tanah (Hayes et al., 1999).
21

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Seri data SPI dengan berbagai skala waktu dihitung durasi dan jumlah serta intensitas
kekeringannya menggunakan Run Test, (Pedoman, 2003). Variabel tersebut (durasi,
jumlah dan intensitas kekeringan) dapat dijadikan deret data maksimum tahunan, di
mana sifat kemusimannya sudah hilang serta ketergantungan dengan sesama data juga
menjadi jauh berkurang.
SPI dikombinasikan dengan Theory of Run diterapkan pada deret hujan bulanan
menghasilkan variabel baru sebagai berikut :
1. Seri SPI bulanan di setiap pos hujan untuk skala waktu :
i. 3 bulanan
ii. 6 bulanan
iii. 9 bulanan
iv. 12 bulanan
v. 24 bulanan
vi. 48 bulanan
2. Seri data SPI bulanan di setiap wilayah (kabupaten atau Daerah Aliran Sungai
terpilih), menggunakan metode Regional, dengan skala waktu yang sama dengan
butir 1.

II.6.4

Desil

Metode ini dikembangkan oleh Gibbs dan Maher (1967) untuk menghindari beberapa
kelemahan dari metode Prosentasi terhadap normal.
Kata desil berasal dari satu per sepuluh, dimana rentetan data diurut menjadi 10
kelompok. Kelompok pertama adalah hujan dengan kemungkinan lebih kecil, 10 %
dari seluruh kejadian. Kelompok kedua adalah curah hujan dengan kemungkinan lebih
kecil, 20 % dari seluruh kejadian.
Berdasarkan definisi desil kelima sama dengan median, sehingga cara ini
dikelompokan menjadi 5 kelompok yaitu :
Desil 1 2

terendah, 20 % jauh dibawah normal

Desil 3 - 4

diatas terrendah, 20 % di bawah normal


22

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Desil 5 - 6

di tengah, 20 % mendekati normal

Desil 7 - 8

di atas tengah-tengah, 20 % diatas normal

Desil 9 - 10

tertinggi, jauh diatas normal

Metode Desil dipilih sebagai ukuran kekeringan oleh Australian Drought Watch
System karena relatif sederhana untuk dihitung.
Dengan metode ini, petani di Australia hanya dapat meminta bantuan kepada
pemerintah jika curah hujan yang terjadi ada pada tingkat desil 1 - 2 dan berakhir lebih
dari 12 bulan
Satu kerugian dari cara ini adalah membutuhkan data hujan yang cukup panjang, agar
hasilnya lebih handal.
Metode Desil memerlukan penentuan skala waktu seperti bulanan, musiman atau
tahunan. Musim kemarau selama 6 bulan ditentukan dari rata-rata hujan terkecil
periode Maret Agustus; April September dan Mei Oktober.
Metoda Desil telah diterapkan di Australia untuk mengetahui tingkat keparahan
kekeringan pada lahan pertanian/ peternakan. Rumus metoda Desil-1 secara umum
menurut Hadi, 1989 yaitu :

(10)
Dimana :
:

Desil-1 yang dicari pada suatu titik yang membatasi 10 %


frekwensi yang terbawah dalam distribusi.

Batas bawah rentang interval Desil-1 (nyata)


23

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Frekwensi kumulatif di bawah Desil-1 yang dicari

Frekwensi pada interval Desil-1 yang dicari

Jumlah seluruh frekwensi dalam distribusi

Desil yang dicari (

lebar interval

= 1)

Peringkat klasifikasi menurut metoda Desil terdiri dari 10 klasifikasi makna,


dimana indeks kekeringan kajian saat ini ditentukan berdasarkan Desil-1, yaitu desil
yang mengkategorikan amat sangat di bawah rata-rata. Klasifikasi metoda Desil
disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2. Makna peringkat Desil (Gibbs dan Maher, 1967)


Kelas

Batas Frekuensi (%)

Tingkat Desil

Amat sangat di atas rata-rata

90 100

10

Sangat di atas rata-rata

80 90

Di atas rata-rata

70 80

Rata-rata

30 -70

7 sampai 4

Di bawah rata-rata

20 30

24
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Sangat di bawah rata-rata

10 20

Amat sangat di bawah rata-rata

0 10

Desil-1 dapat diartikan peringkat amat sangat kering, sedangkan Desil-2 merupakan
peringkat sangat kering (sangat di bawah rata-rata). Indeks kekeringan dengan Metode
Desil harus dihitung berdasarkan periode yang sama di semua pos hujan berdasarkan
tingkatan Desil-1(amat sangat kering). Desil-1 yang dihitung dari periode data hujan
yang pendek menghasilkan nilai yang berbeda dengan apabila menggunakan data
yang panjang. Perbedaan tersebut dapat diakomodasi oleh koefisien
reduksi.Sedangkan Desil-2 yang dihitung dari periode data yang panjang tidak terlalu
berbeda dengan periode pendek.
Penentuan Musim Kemarau. Pendekatan pemetaan kekeringan menggunakan
metoda indeks kekeringan Desil membutuhkan penetapan suatu periode tertentu yang
paling kering, maka dipilih periode enam bulan dengan jumlah hujan
terkecil.Pemilihan enam bulan atas dasar bahwa di wilayah P.Jawa periode musim
kemaraunya 6 bulan, sedangkan enam bulan lainnya merupakan kategori periode
basah.

25
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Bab III

PEMBUATAN PETA ISOHYET SURFER

BAB

III.1 FUNGSI PROGRAM SURFER

PEMBUATAN PETA ISOHYET SURFER

Surfer adalah salah satu perangkat lunak yang digunakan untuk pembuatan peta kontur
A n a l i s a Ke k e r i n g a n S u b - D a s S a d a r d e n g a n B e b e r a p a P e n d e k a t a n
dan pemodelan tiga dimensi yang berdasarkan pada grid.Perangkat lunak ini melakukan
plotting data tabular XYZ tak beraturan menjadi lembar titik-titik segi empat (grid)
yang beraturan. Grid adalah serangkaian garis vertikal dan horisontal yang dalam Surfer
berbentuk segi empat dan digunakan sebagai dasar pembentuk kontur dan surface tiga
dimensi. Garis vertikal dan horisontal ini memiliki titik-titik perpotongan.Pada titik
perpotongan ini disimpan nilai Z yang berupa titik ketinggian atau kedalaman. Gridding
merupakan proses pembentukan rangkaian nilai Z yang teratur dari sebuah data XYZ.
Hasil dari proses gridding ini adalah file grid yang tersimpan pada file .grd.

III.1.1

Sistem operasi dan perangkat keras

Surfer tidak mensyaratkan perangkat keras ataupun sistem operasi yang


tinggi.Oleh karena itu surfer relatif mudah dalam aplikasinya.Surfer bekerja pada
sistem operasi Windows 9x dan Windows NT.
Berikut adalah spesifikasi minimal untuk aplikasi Surfer:
-

Tersedia ruang untuk program minimal 4 MB.

Menggunakan sistem operasi Windows 9.x atau Windows NT.

RAM minimal 4 MB.

Monitor VGA atau SVGA.

III.1.2
-

Pemasangan program surfer (instal)

Masukkan master program Surfer pada CD ROM atau media lain.


1

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Buka melalui eksplorer dan klik dobel pada Setup.

Surfer menanyakan lokasi pemasangan. Jawab drive yang diinginkan. Jawab


pertanyaan selanjutnya dengan Yes.

III.1.3

Lembar Kerja Surfer

Lembar kerja Surfer terdiri dari tiga bagian, yaitu:


-

Surface plot,

Worksheet,

Editor.

III.1.3.1

Surface plot

Surface plot adalah lembar kerja yang digunakan untuk membuat peta atau file grid.
Pada saat awal dibuka, lembar kerja ini berada pada kondisi yang masih kosong. Pada
lembar plot ini peta dibentuk dan diolah untuk selanjutnya disajikan. Lembar plot
digunakan untuk mengolah dan membentuk peta dalam dua dimensional, seperti peta
kontur, dan peta tiga dimensional seperti bentukan muka tiga dimensi.
Lembar plot ini menyerupai lembar layout di mana operator melakukan
pengaturan ukuran, teks, posisi obyek, garis, dan berbagai properti lain. Pada lembar
ini pula diatur ukuran kertas kerja yang nanti akan digunakan sebagai media
pencetakan peta.

2
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar 3.1. Peta 3 Dimensi

Gambar 3.2 .Peta Kontur dalam bentuk dua dimensi

3
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

III.1.3.2

Worksheet

Worksheet merupakan lembar kerja yang digunakan untuk melakukan input data
XYZ. Data XYZ adalah modal utama dalam pembuatan peta pada surfer. Dari data
XYZ ini dibentuk file grid yang selanjutnya diinterpolasikan menjadi peta-peta
kontur atau peta tiga dimensi.
Lembar worksheet memiliki antarmuka yang hampir mirip dengan lembar kerja
MS Excel.Worksheet pada Surfer terdiri dari sel-sel yang merupakan
perpotongan baris dan kolom. Data yang dimasukkan dari worksheet ini akan
disimpan dalam file .dat.

Gambar 3.3Lembar Worksheet

4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar 3.4Data XYZ dalam koordinat kartesian

5
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar 3.5Data XYZ dalam koordinat decimal degrees

III.1.3.3

Editor

Jendela editor adalah tempat yang digunakan untuk membuat atau mengolah file teks
ASCII. Teks yang dibuat dalam jendela editor dapat dikopi dan ditempel dalam
jendela plot. Kemampuan ini memungkinkan penggunaan sebuah kelompok teks yang
sama untuk dipasangkan pada berbagai peta.
Jendela editor juga digunakan untuk menangkap hasil perhitungan
volume. Sekelompok teks hasil perhitungan volume file grid akan ditampilkan dalam
sebuah jendela editor. Jendela tersebut dapat disimpan menjadi sebuah file ASCII
dengan ekstensi .txt.

III.1.4

GS Scripter

GS Scripter adalah makro yang dapat digunakan untuk membuat sistem otomasi dalam
surfer. Dengan menggunakan GS Scripter ini tugas-tugas yang dilakukan secara manual
dapat
6
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

diringkas menjadi sebuah makro. Makro dari GS Scripter ini mirip dengan
interpreter bahasa BASIC.Makro disimpan dalam ekstensi .bas.

III.1.5

Simbolisasi peta

Simbolisasi digunakan untuk memberikan keterangan pada peta yang dibentuk


pada lembar plot.Simbolisasi yang digunakan berupa simbol point, garis, ataupun
area, serta teks.Simbolisasi yang ada pada peta ini memungkinkan peta yang dihasilkan
surfer dapat dengan mudah dibaca dan lebih komunikatif.

III.1.6

Editing peta kontur

Editing peta kontur dimaksudkan untuk mendapatkan bentuk peta kontur yang sesuai
dengan syarat-syarat pemetaan tertentu ataupun sesuai dengan keinginan pembuat peta.
Beberapa hal yang berkaitan dengan hal ini misalnya adalah penetapan nilai kontur
interval (Interval Contour), labelling garis indeks, kerapatan label, pengubahan warna
garis indeks, pengaturan blok warna kelas ketinggian lahan, dan lain-lain.
Gambar berikut adalah contoh penggunaan kontur interval yang berbeda dari
sebuah peta kontur yang sama.

7
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar 3.6 Simbolisasi pada peta kontur dalam surfer

Gambar 3.7 Peta Kontur dengan kontur interval 1

8
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar 3.8 Peta Kontur dengan kontur interval 3

Secara umum, pengaturan kontur interval mengikuti aturan berikut: Kontur Interval =
1/2000 x skala peta dasar Jadi jika menggunakan dasar dengan skala 1 : 50.000 maka
seharusnya kontur interval peta adalah 25 meter. Beda tinggi antar garis kontur tersebut
terpaut 25 meter. Seandai peta dasar tersebut diperbesar menjadi skala 1: 25.000,
maka kontur intervalnya pun juga harus diubah menjadi 12,5 meter.

III.1.7

Overlay peta kontur

Overlay peta kontur dimaksudkan adalah menampakkan sebuah peta kontur


dengan sebuah data raster, atau sebuah peta kontur dengan model tiga dimensi.
Overlay ini memudahkan analisis sebuah wilayah dalam kaitannya dengan kontur atau
bentuk morfologi lahan setempat.

9
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar 3.9Peta kontur dan model 3D

10
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar 3.10 Overlay peta kontur dengan model 3D

III.1.8

Penggunaan peta dasar

Peta dasar yang digunakan pada Surfer dapat berasal dari peta-peta lain ataupun data
citra seperti foto udara ataupun citra satelit.Peta dasar tersebut dinamakan Base Map.
Proses kedua ini sering disebut dengan istilah grid-ding. Proses gridding menghasilkan
sebuah file grid. File grid digunakan sebagai dasar pembuatan peta kontur dan model
tiga dimensi. Berikut adalah diagram alur secara garis besar pekerjaan dalam Surfer.

11
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

III.2 LANGKAH-LANGKAH MENJALANKAN PROGRAM SURFER


Langkah-langkah Menjalankan Program Surfer.
1.
2.

Save data Excel kedalam Microsoft Excel 2003


Buka Surfer Application, seperti tampilan dibawah ini

3. Maka akan muncul layer seperti dibawah ini :

12
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Kemudian akan muncul

13
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

4. Trus klik Toolbar Grid => Data, maka akan muncul tampilan sebagai berikut :

14
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

5. Maka akan muncul tampilan sebagai berikut, lalu dipilih tempat data tersimpan dalam
bentuk Microsoft Excel yang dalam extention xls => open

15
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

6. Maka akan muncul Worksheets Found, pilih lokasi sheet tempat menyimpan inputan
data. Seperti tampilan berikut ini.

16
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

7. Lalu akan setelah di klik icon Open maka akan muncul jendela Scattered Data
Interpolation seperti berikut ini, klik toolbar data
Sebelumnya

pilih X : Nilai kolom X sebagai Bujur Timur titik pos hujan


Pilih Y : Nilai kolom Y sebagai Lintang Selatan pada titik pos hujan
Pilih Z : Nilai pada kolom SPI bulan yang ditunjuk

17
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

8. Lalu klik toolbar data => klik output Grid File pilih tempat penyimpanan dengan
nama misalnya a.Jan97 klik save seperti tampilan berikut ini

18
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

9. Maka akan muncul report seperti berikut ini dan tutup dengan klik icon silang pada
pojok atas (warna merah) dan no save

19
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

10. Lalu klik toolbar Map => Contour Map => New Contour Map seperti tampilan
berikut ini:

20
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

11. Maka akan muncul tampilan Open Grid dan misalnya dipilih a. Jan97 klik
Open seperti berikut ini :

21
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

12. Akan muncul tampilan Contour Map Properties lalu buka toolbar Option dan klik
seperti tampilan sebagai berikut ini

22
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

13. Lalu klik toolbar Levels hitung berapa nilai SPI yang minimum dan maksimum.
Kemudian buat interval didalam kolom level. Misalnya pada tahun 1997 didapat nilai
SPI minimum -3.54 dan maksimum 1.48. maka dibuat interval 0.5 lalu disave untuk
bulan berikutnya.

23
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

14. Lalu klik toolbar label pilih yes dengan mengeklik 2 kali lalu disave seperti
semula.

24
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

15. Lalu klik apply=> kemudian klik OK seperti berikut ini maka akan muncul
tampilan sebagai berikut ini.

25
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

16. Lalu Klik toolbar File => Export=> save sesuai kebutuhan. Bila menginginkan bias
di konfigurasi dengan GIS maka bisa disimpan dalam bentuk *shp namun bila
hanya menginginkan gambarnya saja bias disimpan dalam bentuk *bmp atau*jpg
seperti berikut ini

26
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

17. Kemudian akan muncul jendela JPEG Compressed Bitmap Export-a.Jan97. Disini
bisa dilakukan pengaturan ukuran dan setelah itu klik OK

18. Untuk mengetahui hasil-hasilnya dapat dilihat pada bab berikutnya.


27
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

28
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Bab IV

BAB

ANALISA INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR

IV.1RUANG LINGKUP

ANALISA INDEKS KEKERINGAN


SUB-DAS SADAR

Perhitungan indeks kekeringan dalam pedoman ini mempunyai ruang lingkup sebagai
berikut :

A n a hidrologi
l i s a Ke k
ering
an S
u bdebit.
- D a s S a d a r d e n g a n B e b e r a p a Pe n d e k a t a n
- Peubah
seperti
hujan
dan

- Interval waktu dari seri data hidrologi sebaiknya bulanan atau mingguan atau dua
mingguan.
- Diperlakukan sebagai parameter desain pada perencanaan waduk, khususnya kapasitas
tampung atau dapat juga digunakan pada perencanaan irigasi untuk menghitung
kebutuhan air tanaman. Sebagai contoh untuk umur waduk 50 tahun digunakan
rentetan data yang mengandung indeks kekeringan periode ulang 50 tahun juga.
- Panjang rentetan data harus lebih dari 50 tahun.

IV.2ISTILAH DAN DEFINISI


Istilah dan definisi berikut berlaku untuk pemakaian pedoman ini :
-

Kekeringan adalah kekurangan curah hujan dari biasanya atau kondisi


normal bila terjadi berkepanjangan sampai mencapai satu musim atau
lebih panjang akan mengakibatkan ketidakmampuan memenuhi
kebutuhan air yang dicanangkan.

Indeks kekeringan adalah nilai tunggal yang menggambarkan tingkat keparahan


kekeringan.

1
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Run adalah jumlah deret yang berada di atas atau di bawah nilai pemepatan.
Hitungan dibuat berdasarkan jumlah run
yang berada di atas A (surplus) atau di
bawah A (defisit) dari seri data alami dan statistik dari
dihubungkan dengan
(14)
distribusi kemungkinan.

Durasi kekeringan adalah lamanya curah hujan bulanan mengalami defisit (berada
di bawah) terhadap nilai pemepatan yang dipilih seperti rata-rata, median atau
besaran hujan dengan kemungkinan lainnya.

Durasi kekeringan terpanjang adalah durasi kekeringan maksimum (dalam bulan)


selama N tahun ( menggambarkan waktu pengulangan seperti 5; 10; 20 tahun)
pertama, kedua dan seterusnya.

Durasi kekeringan terpanjang dengan periode ulang N tahun adalah durasi


kekeringan terpanjang rata-rata selama n x N tahun, yang dianggap mewakili
populasinya. Jadi panjang data hujan yang digunakan n x N tahun.

Jumlah kekeringan adalah jumlah defisit (hujan dikurangi nilai pemepatan )


selama durasi kekeringannya, bernilai negatif dengan satuan mm.
Jumlah kekeringan terbesar adalah jumlah defisit maksimum selama kurun waktu
N tahun, pertama, kedua dan seterusnya.

Jumlah kekeringan terbesar periode ulang N tahun adalah jumlah kekeringan


terbesar rata-rata selama n x N tahun.

Pemepatan, truncation, dapat berupa nilai normal seri data (rata-rata atau median)
atau nilai yang mewakili kebutuhan air seperti kemungkinan 10 % atau 20 % tidak
terlampaui (11). Untuk pertanian, dapat dicoba untuk mengambil pemepatan pada
tingkat kemungkinan 20% tidak terlampaui.

2
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

IV.3ANALISIS KEKERINGAN MENGGUNAKAN TEORI RUN


Prinsip Perhitungan Teori Run yang mengikuti proses univariate (peubah
tunggal).Gambar 4.1 menunjukkan rentetan data, X (m), dari peubah hidrologi dalam
hal ini hujan bulanan. Dengan menentukan rata-rata hujan bulanan sebagai nilai
pemepatan, Y(t,m), rentetan data terpotong di beberapa tempat, sehingga menimbulkan
peubah baru. Pengertian baru yang timbul akibat perpotongan tersebut menghasilkan
peubah seperti :
-

bagian yang berada di atas garis normal (run positif), disebut surplus.

bagian yang berada di bawah garis normal (run negatif), D(t,m), disebut defisit.

Jumlah bagian yang mengalami defisit berkesinambungan disebut jumlah


kekeringan dengan satuan mm.

Lama atau durasi terjadi pada bagian defisit yang berkesinambungan disebut
durasi kekeringan dengan satuan bulan.

Setelah nilai pemepatan ditentukan, dari seri data hujan dapat dilahirkan dua seri data
baru yaitu durasi kekeringan, Ln, dan jumlah kekeringan, Dn, lihat Gambar 1.
Jika Y (t,m) < X (m), maka D(t,m) = Y(t,m) X (m)

Jumlah kekeringan

Durasi kekeringan :
A (t,m) = 0, jika Y (t,m)

X (t)

A (t,m) = 0, jika Y (t,m) < X (t)


Di mana
Y(t,m)adalah

hujan bulan m tahun t


3

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

X(m) adalah

nilai penepatan bulan m

Dn

jumlah durasi kekeringan dari bulan ke m sampai ke m+i

Ln

durasi kekeringan dari bulan ke m sampai ke m+i

A (t,m) =

indikator defisit atau surplus.


Gambar 4.1. Durasi dan Jumlah Defisit
Pos Bojong (23) Pekalongan

800
700
600
500
400
Hujan Bulanan (m m )

Hujan Bulanan

300

Rata2 hujan Bulanan

200
100
0

Wak tu (bulan)

Sum
ber : Yevjevich et al (14)

IV.3.1

Tingkat Keparahan Kekeringan

Run sebagai ciri statistik dari suatu rentetan data, menggambarkan indeks kekeringan.
Panjang Run negatif menunjukkan lamanya kekeringan. Jumlah Run negatif
menunjukkan kekurangan air selama kekeringan. Durasi kekeringan terpanjang
maupun Jumlah kekeringan terbesar selama N tahun mencerminkan tingkat keparahan
kekeringan.
Seri data baru dipilah-pilah menjadi bagian-bagian dengan panjang data masingmasing N tahun, sesuai dengan periode ulangnya seperti 10 atau 20 tahun.(4) dan (10) Jika
data yang tersedia 60 tahun maka ada 6 buah nilai durasi kekeringan terpanjang 10
tahunan dan 6 nilai jumlah kekeringan terbesar 10 tahunan. Nilai-nilai tersebut di
hitung rata-ratanya, sehingga menggambarkan indeks kekeringan berupa durasi
kekeringan terpanjang periode ulang N tahun dan jumlah kekeringan terbesar periode
ulang N tahun.

4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

IV.3.2

Keterbatasan Penerapan Teori Run

IV.3.2.1

Kondisi Data Hujan Bulanan Das Sadar

Pos hujan di P. Jawa, berjumlah lebih dari 5000 pos, dengan tahun pengamatan mulai
1916 sampai dengan 2000, selama Perang Dunia ke 2 terpotong ( termasuk data
hilang) 10 tahun (1945 1956). Dengan demikian pos hujan dengan panjang data
lebih besar dari 50 tahun, mudah didapat. Tetapi, tidak demikian halnya dengan pos
hujan di luar Jawa.
Oleh karena itu, penerapan Teori Run yang mengandalkan data pengamatan hanya
dapat dilakukan pada sebagian besar pos hujan di P.Jawa,yang panjangnya lebih dari
50 tahun. Dari penelitian di Jawa Tengah untuk perhitungan indeks kekeringan
periode ulang 10 tahun, panjang data minimalnya yang diperlukan 50 tahun,
sedangkan untuk periode ulang 20 tahun panjang data minimal yang diharapkan 60
tahun.
Jadi, jika hanya mengandalkan data pengamatan saja maka indeks kekeringan yang
diperoleh hanya terbatas pada periode ulang 10 dan 20 tahun.

IV.3.2.2

Membangkitkan Data Hujan

Untuk lokasi pos hujan dengan panjang data kurang memadai sebenarnya dapat
diatasi dengan membangkitkan data hujan melalui model stokastik seperti AR(1)
(Auto Regressive (1)). Dengan demikian indeks kekeringan yang dihasilkan dapat
mempunyai periode ulang sampai 100 tahun.

IV.3.2.3 Data Hujan yang Digunakan Untuk Model Simulasi


Hujan Limpasan.
Aliran masuk waduk dihitung dari data hujan yang tersebar di dalam DPS, pada
umumnya digunakan dari tahun 1960-an atau 1980-an. Pos hujan yang digunakan
untuk menghitung indek kekeringan mungkin saja berbeda dengan yang digunakan
untuk model simulasi. Dari beberapa percobaan terlihat nilai indeks kekeringan
dalam satu DPS kecil tidak terlalu jauh berbeda. Nilai tersebut dapat dijadikan acuan
untuk menentukan kandungan keparahan kekeringan yang ada dalam deret data pos
hujan yang digunakan oleh model simulasi. Sebaiknya, untuk umur waduk 50 tahun
setidaknya data hujan mengandung indeks kekeringan periode ulang minimal 20
tahun, diharapkan 50 tahun.

IV.3.2.4

Data yang berurutan.

Indeks Kekeringan perlu dihitung dari data hujan yang berurutan. Akan tetapi
5
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

kenyataannya sulit ditemukan data hujan yang penuh tanpa data kosong atau hilang.
Oleh karena itu disarankan untuk mengisi data kosong terlebih dahulu sebelum
digunakan analisis ini.

IV.3.3

Proses Pengerjaan
a) Kumpulkan data hujan bulanan yang menerus tanpa ada data kosong kecuali
pada waktu Perang Dunia I selama kurun waktu tertentu. Dengan pertimbangan
yang cukup matang, data hujan diijinkan untuk tidak menerus dalam hitungan
tahun.
b) Hitung jumlah datanya (n), rata-rata, simpangan baku (standar deviasi), koefisien
kepencongan (skewness) dan koefisien keruncingan (kurtosis) untuk setiap
bulannya. Contoh dari data bulanan asli dapat dilihat pada Tabel 1.
c) Kurangkan data asli masing-masing bulan setiap tahunnya dengan rata-rata dari
seluruh data pada bulan tersebut, Misalnya pada perhitungan di Tabel 2. Data
bulan Januari tahun 1917 sebesar 442 mm, dan rata-rata hujan dari jumlah data
66 adalah 317, maka nilai defisitnya adalah 442-317 = 125 mm.
d) Lakukan perhitungan durasi kekeringan dengan melihat Tabel 2. Bila
perhitungan yang dihasilkan adalah positif, diberi nilai nol (0) dan negatif akan
diberi nilai satu (1). Bila terjadi nilai negatif yang berurutan maka nilai satu
tersebut dijumlahkan terus sampai dipisahkan kembali oleh nilai nol, untuk
kemudian menghitung dari awal lagi. Langkah ini dilakukan dari data tahun
pertama (misal bulan Januari 1917) berurutan terus sampai data tahun terakhir
(misal Desember 1997).
e) Hitung durasi kekeringan terpanjang, buat di Tabel 4, tuliskan nilai yang
maksimum saja.
f) Tentukan nilai maksimum durasi kekeringan selama N tahun. Nilai maksimum
dari 10 tahun durasi kekeringan tersebut dirata-ratakan sehingga menghasilkan
nilai untuk periode ulang 10 tahunnya. Untuk periode ulang selanjutnya lakukan
perhitungan yang sama. (Lihat Tabel 5)
g) Hitung jumlah defisit, buat Tabel 6 dengan melihat Tabel 2 dan Tabel 3. Jika
nilai pada suatu bulan pada Tabel 3 sama dengan 1, maka ditulis sama dengan
nilai pada Tabel 2 pada bulan yang sama, misal tahun 1917 bulan Maret, durasi
kekeringan = 1, maka pada Tabel 6 ditulis sama dengan nilai pada Tabel 2 yaitu
6

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

72.1. Jika durasi kekeringan berurutan dan lebih dari satu maka pada bulan
selanjutnya adalah kumulatifnya , misalnya tahun 1917, bulan Juni-Agustus,
mempunyai durasi kekeringan 1 sampai dengan 3, maka dengan melihat pada
Tabel 2, nilai kumulatifnya adalah 3.71, -36.2 dan 55.
h) Hitung durasi maksimum untuk mengetahui jumlah kekeringan dengan melihat
Tabel 6, buat di Tabel 7, tuliskan nilai jumlah kekeringan yang maksimum saja
kemudian dikalikan 1.
i) Tentukan nilai maksimum jumlah kekeringan selama N tahun Nilai maksimum
selama selang waktu 10 tahun tersebut dihitung rata-ratanya dan merupakan nilai
periode ulang untuk 10 tahun, dan seterusnya.

7
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

B
Bab V
INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR DENGAN
STANDARIZED PRECIPITATION INDEX / SPI

ANALISA KEKERINGAN SUB-DAS SADAR

DENGAN STANDA

V.1 RUANG LINGKUP DAN ISTILAH

A n awaktu
l i s a dihitung
Ke k e r i durasi
n g a ndan
S ujumlah
b - D a sserta
S aintensitas
dar dengan Bebe
Seri data SPI dengan berbagai skala
kekeringannya menggunakan Run Test, (Pedoman, 2003). Variabel tersebut (durasi,
jumlah dan intensitas kekeringan) dapat dijadikan deret data maksimum tahunan, di
mana sifat kemusimannya sudah hilang serta ketergantungan dengan sesama data juga
menjadi jauh berkurang.

SPI dikombinasikan dengan Theory of Run diterapkan pada deret hujan bulanan
menghasilkan variabel baru sebagai berikut :
1.

Seri SPI bulanan di setiap pos hujan untuk skala waktu :


i.

1 Bulanan => terlalu random untuk digunakan analisa

ii.

3 bulanan => mengetahui kondisi Hidrologi (MA)

iii.

6 bulanan => mengetahui TMA Waduk

iv.

9 bulanan

v.

12 bulanan=> mengetahui MA air tanah

vi.

24 bulanan

vii.

48 bulanan

2. Seri data SPI bulanan di setiap wilayah (kabupaten atau Daerah Aliran Sungai
terpilih), menggunakan metode Regional, dengan skala waktu yang sama dengan
butir 1. Untuk mengetahui kondisi Hidrologi Sub Das Sadar menggunakan skala
waktu 3 Bulanan
1
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

2
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.2 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS PASINAN
V.2.1

Data Hujan Bulanan Pos Pasinan (No Pos. 92)

3
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.2.2
Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos
Pasinan)

5
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

6
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

7
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.2.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Pasinan ke Probabilitas
Gamma)

8
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

9
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.2.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pasinan lihat
Persamaan (5)

10
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

11
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.2.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pasinan, lihat
Persamaan (7) dan (8)

12
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

13
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.2.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pasinan

14
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

15
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.2.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pasinan

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Pasinan selama tahun 1980-2005 terdapat 5 tahun yang
mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada tiap
tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Pasinan berikutnya.

16
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.2.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pasinan

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

17
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.3 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS PUDAKSARI
V.3.1

Data Hujan Bulanan Pos Pudaksari (No Pos. 93)

18
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

19
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.3.2
Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos
Pudaksari)

20
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

21
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

22
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.3.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Pudaksari ke
Probabilitas Gamma)

23
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

24
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.3.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pudaksari lihat
Persamaan (5)

25
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

26
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.3.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pudaksari, lihat
Persamaan (7) dan (8)

27
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

28
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.3.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pudaksari

29
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

30
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.3.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pudaksari

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Pudaksari selama tahun 1980-2005 terdapat 2 tahun
yang mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada
tiap tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Pudaksari berikutnya.

31
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.3.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pudaksari

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

32
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.4 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS TANGUNAN
V.4.1

Data Hujan Bulanan Pos Tangunan (No Pos. 105)

33
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

34
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.4.2
Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos
Tangunan)

35
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

36
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

37
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.4.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Tangunan ke
Probabilitas Gamma)

38
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

39
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.4.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Tangunan lihat
Persamaan (5)

40
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

41
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.4.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Tangunan, lihat
Persamaan (7) dan (8)

42
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

43
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.4.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Tangunan

44
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

45
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.4.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Tangunan

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Tangunan selama tahun 1980-2005 terdapat 7 tahun
yang mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada
tiap tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Tangunan berikutnya.

46
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.4.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Tangunan

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

47
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

48
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.5 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS KETANGI
V.5.1

Data Hujan Bulanan Pos Ketangi (No Pos. 108)

49
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

50
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.5.2
Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos
Ketangi)

51
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

52
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

53
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.5.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Ketangi ke Probabilitas
Gamma)

54
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

55
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.5.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Ketangi lihat
Persamaan (5)

56
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

57
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.5.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Ketangi, lihat
Persamaan (7) dan (8)

58
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

59
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.5.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Ketangi

60
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

61
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.5.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Ketangi

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Ketangi selama tahun 1980-2005 terdapat 9 tahun yang
mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada tiap
tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Ketangi berikutnya.

62
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.5.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Ketangi

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

63
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

64
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.6 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS KLEGEN
V.6.1

Data Hujan Bulanan Pos Klegen (No Pos. 112)

65
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

66
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.6.2

Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Klegen)

67
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

68
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

69
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.6.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Klegen ke Probabilitas
Gamma)

70
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

71
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.6.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Klegen lihat
Persamaan (5)

72
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

73
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.6.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Klegen, lihat
Persamaan (7) dan (8)

74
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

75
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.6.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Klegen

76
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

77
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.6.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Klegen

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Klegen selama tahun 1980-2005 terdapat 4 tahun yang
mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada tiap
tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Klegen berikutnya.

78
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.6.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Klegen

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

79
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.7 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS MOJOSARI
V.7.1

Data Hujan Bulanan Pos Mojosari (No Pos. 175)

80
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

81
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.7.2
Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos
Mojosari)

82
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

83
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

84
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.7.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Mojosari ke Probabilitas
Gamma)

85
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

86
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.7.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Mojosari lihat
Persamaan (5)

87
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

88
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.7.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Mojosari, lihat
Persamaan (7) dan (8)

89
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

90
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.7.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Mojosari

91
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

92
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.7.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Mojosari

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Mojosari selama tahun 1980-2005 terdapat 4 tahun
yang mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada
tiap tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Mojosari berikutnya.

93
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.7.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Mojosari

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

94
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.8 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS PANDAN
V.8.1

Data Hujan Bulanan Pos Pandan (No Pos. 185)

95
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

96
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.8.2

Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pandan)

97
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

98
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

99
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.8.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Pandan ke Probabilitas
Gamma)

100
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

101
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.8.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pandan lihat
Persamaan (5)

102
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

103
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.8.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Pandan, lihat
Persamaan (7) dan (8)

104
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

105
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.8.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pandan

106
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

107
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.8.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pandan

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Pandan selama tahun 1980-2005 terdapat 3 tahun yang
mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada tiap
tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Pandan berikutnya.

108
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.8.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pandan

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

109
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.9 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS PACET
V.9.1

Data Hujan Bulanan Pos Pacet (No Pos. 186)

110
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

111
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.9.2

Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Pacet)

112
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

113
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

114
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.9.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Pacet ke Probabilitas
Gamma)

115
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

116
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.9.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Pacet lihat
Persamaan (5)

117
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

118
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.9.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Pacet, lihat
Persamaan (7) dan (8)

119
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

120
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.9.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Pacet

121
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

122
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.9.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Pacet

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Pacet selama tahun 1980-2005 terdapat 2 tahun yang
mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada tiap
tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Pacet berikutnya.

123
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.9.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Pacet

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

124
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.10 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS JANJING
V.10.1

Data Hujan Bulanan Pos Janjing (No Pos. 187)

125
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

126
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.10.2

Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Janjing)

127
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

128
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

129
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.10.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Janjing ke Probabilitas
Gamma)

130
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

131
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.10.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Janjing lihat
Persamaan (5)

132
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

133
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.10.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Janjing, lihat
Persamaan (7) dan (8)

134
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

135
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.10.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Janjing

136
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

137
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.10.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Janjing

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Janjing selama tahun 1980-2005 terdapat 5 tahun yang
mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada tiap
tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Janjing berikutnya.

138
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.10.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Janjing

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

139
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.11 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN DENGAN


SPI-3 POS TRAWAS
V.11.1

Data Hujan Bulanan Pos Trawas (No Pos. 188)

140
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

141
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

142
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.11.2

Tahap 1 (Analisa Data Hujan 3 Bulanan Pos Trawas)

143
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

144
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

145
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.11.3
Tahap 2 (Transfer data Pos Trawas ke Probabilitas
Gamma)

146
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

147
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.11.4
Tahap 3, Menghitung Hx(i,k) Pos Trawas lihat
Persamaan (5)

148
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

149
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.11.5
Tahap 4, Menghitung SPI-3 Pos Trawas, lihat
Persamaan (7) dan (8)

150
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

151
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.11.6

Tahap 5, Transpose Hasil Nilai SPI-3 Pos Trawas

152
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

153
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.11.7

Tahap 6, Membuat Grafik SPI-3 Pos Trawas

Keterangan :
: Titik tahun yang mengalami kekeringan dalam tingkat ekstrim/sangat parah

Dari grafik dapat diketahui pada Pos Trawas selama tahun 1980-2005 terdapat 4 tahun yang
mengalami tingkat kekeringan yang sangat parah/ekstrim.Untuk lebih jelasnya pada tiap
tahun dapat dilihat pada table tingkat kekeringan pada Pos Trawas berikutnya.

154
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.11.8

Tahap 7, Tingkat Kekeringan Pos Trawas

Untuk perhitungan SPI-1, SPI-6 dan SPI-12 dapat dilihat pada Lampiran.

155
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

156
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.12 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN

86
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Dari hasil table di atas dipilih jumlah tahun yang memiliki jumlah tingkat kekeringan terbanyak yakni pada tahun 1997 (sebanyak 7 tahun kekeringan) dan tahun 1988 (sebanyak 6 tahun kekeringan).

87
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

V.13 HASIL PLOTTING NILAI SPI-3 KE PETA DENGAN PROGRAM


SURFER
V.13.1 Pengelompokan Nilai SPI-3 Tiap Pos pada Tiap Bulan
pada Tahun 1988 dan Tahun 1992
Pengelompokan nilai SPI-3 pada tahun 1988 dan tahun 1997 dengan diambil nilai pada
masing-masing pos tiap bulannya. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada table berikut ini.
Tahun 1988

Tahun 1997

V.13.2 Hasil Peta Isohyet Indeks Kekeringan SPI-3 dengan


Program Surfer
Tahun 1988

87
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Januari 1988

Februari 1988

Maret 1988

April 1988

88
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Mei 1988

Juli 1988

Juni 1988

Agustus 1988

89
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

September 1988

Oktober 1988

November 1988

Desember 1988

Tahun 1997

90
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Januari 1997

Februari 1997

Maret 1997

April 1997

91
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Mei 1997

Juli 1997

Juni 1997

Agustus 1997

92
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

September 1997

Oktober 1997

November 1997

Desember 1997

V.14 KESIMPULAN PENGGUNAAN METODE SPI


-

Dari nilai rekapitulasi indeks kekeringan SPI-3 didapatkan tahun 1988 dan tahun 1997 yang
mempunyai kekeringan terparah, dimana pada tahun ini terjadi badai El-Nino.
93

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Dari peta ini dapat dilihat bahwa pada tahun 1988 kekeringan terparah terjadi pada bulan
Februari-Juni. Sedangkan pada tahun 1997 kekeringan terparah terjadi pada bulan JanuariJuli dan kemudian November-Desember.

94
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

BAB

Bab VI
INDEKS KEKERINGAN SUB-DAS SADAR DENGAN
DESIL

ANALISA KEKERINGAN SUB-DAS SADAR


VI.1 RUANG LINGKUP DAN ISTILAH

DENGAN METOD

MetodeAini
dikembangkan
Gibbs
Maher
menghindari
na
l i s a Ke k e r oleh
inga
n S udan
b-D
a s S(1967)
a d a r untuk
deng
a n B e b e beberapa
r a p a Pe n d e k a t a n
kelemahan dari metode Prosentasi terhadap normal.
Kata desil berasal dari satu per sepuluh, dimana rentetan data diurut menjadi 10
kelompok. Kelompok pertama adalah hujan dengan kemungkinan lebih kecil, 10 %
dari seluruh kejadian. Kelompok kedua adalah curah hujan dengan kemungkinan lebih
kecil, 20 % dari seluruh kejadian.
Berdasarkan definisi desil kelima sama dengan median, sehingga cara ini
dikelompokan menjadi 5 kelompok yaitu :
Desil 1 2

terendah, 20 % jauh dibawah normal

Desil 3 - 4

diatas terrendah, 20 % di bawah normal

Desil 5 - 6

di tengah, 20 % mendekati normal

Desil 7 - 8

di atas tengah-tengah, 20 % diatas normal

Desil 9 - 10

tertinggi, jauh diatas normal

Metode Desil dipilih sebagai ukuran kekeringan oleh Australian Drought Watch
System karena relatif sederhana untuk dihitung.
Dengan metode ini, petani di Australia hanya dapat meminta bantuan kepada
pemerintah jika curah hujan yang terjadi ada pada tingkat desil 1 - 2 dan berakhir lebih
dari 12 bulan

1
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Satu kerugian dari cara ini adalah membutuhkan data hujan yang cukup panjang, agar
hasilnya lebih handal.
Metode Desil memerlukan penentuan skala waktu seperti bulanan, musiman atau
tahunan. Musim kemarau selama 6 bulan ditentukan dari rata-rata hujan terkecil
periode Maret Agustus; April September dan Mei Oktober.
Metoda Desil telah diterapkan di Australia untuk mengetahui tingkat keparahan
kekeringan pada lahan pertanian/ peternakan. Rumus metoda Desil-1 secara umum
menurut Hadi, 1989 yaitu :

(10)
Dimana :
:

Desil-1 yang dicari pada suatu titik yang membatasi 10 %


frekwensi yang terbawah dalam distribusi.

Batas bawah rentang interval Desil-1 (nyata)

Frekwensi kumulatif di bawah Desil-1 yang dicari

Frekwensi pada interval Desil-1 yang dicari

Jumlah seluruh frekwensi dalam distribusi

Desil yang dicari (

= 1)

2
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

lebar interval

Peringkat klasifikasi menurut metoda Desil terdiri dari 10 klasifikasi makna,


dimana indeks kekeringan kajian saat ini ditentukan berdasarkan Desil-1, yaitu desil
yang mengkategorikan amat sangat di bawah rata-rata. Klasifikasi metoda Desil
disajikan pada Tabel 2.2.
Tabel 2.2. Makna peringkat Desil (Gibbs dan Maher, 1967)
Kelas

Batas Frekuensi (%)

Tingkat Desil

Amat sangat di atas rata-rata

90 100

10

Sangat di atas rata-rata

80 90

Di atas rata-rata

70 80

Rata-rata

30 -70

7 sampai 4

Di bawah rata-rata

20 30

Sangat di bawah rata-rata

10 20

Amat sangat di bawah rata-rata

0 10

Desil-1 dapat diartikan peringkat amat sangat kering, sedangkan Desil-2 merupakan
peringkat sangat kering (sangat di bawah rata-rata). Indeks kekeringan dengan Metode
Desil harus dihitung berdasarkan periode yang sama di semua pos hujan berdasarkan
tingkatan Desil-1(amat sangat kering). Desil-1 yang dihitung dari periode data hujan
3
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

yang pendek menghasilkan nilai yang berbeda dengan apabila menggunakan data
yang panjang. Perbedaan tersebut dapat diakomodasi oleh koefisien reduksi.
Sedangkan Desil-2 yang dihitung dari periode data yang panjang tidak terlalu berbeda
dengan periode pendek.
Penentuan Musim Kemarau. Pendekatan pemetaan kekeringan menggunakan
metoda indeks kekeringan Desil membutuhkan penetapan suatu periode tertentu yang
paling kering, maka dipilih periode enam bulan dengan jumlah hujan terkecil.
Pemilihan enam bulan atas dasar bahwa di wilayah P.Jawa periode musim kemaraunya
6 bulan, sedangkan enam bulan lainnya merupakan kategori periode basah.

VI.2 PROSES PERHITUNGAN INDEKS KEKERINGAN

4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.1

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Pasinan

4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.2

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Pudaksari

5
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.3

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Tangunan

6
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.4

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Ketangi

7
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.5

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Klegen

8
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.6

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Mojosari

9
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.7

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Pandan

10
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.8

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Pacet

11
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.9

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Janjing

12
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.2.10

Indeks Kekeringan dengan Desil pada Pos Trawas

13
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.3 REKAPITULASI HASIL PERHITUNGAN DESIL

14
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.4 PETA ISOHYET SURFER


VI.4.1

Desil Bulanan

Data :

Peta Garis Isohyet

Januari

Februari

15
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Catatan : untuk sub-DAS Sadar pada bulan Januari-Februari dalam kondisi basah

Maret

April

Mei

Juni
16

Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Catatan : untuk sub-DAS Sadar pada bulan Maret mulai mengalami kekeringan dilanjutkan
dengan bulan April sampai dengan bulan November.

Juli

Agustus

17
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

September

Oktober

Catatan : untuk sub-DAS Sadar pada bulan Maret mulai mengalami kekeringan dilanjutkan
dengan bulan April sampai dengan bulan November.

18
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

November

Desember

Catatan : untuk sub-DAS Sadar pada bulan Desember mulai mengalami peralihan dari musim
kering ke musim basah.

VI.4.2

Desil 3 Bulanan

Data :

19
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Peta Garis Isohyet

DJF (Desember+Januari+Februari)

MAM (Maret+April+Mei)

20
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

JJA (Juni+Juli+Agustus)

SON (September+Oktober+November)

Catatan
-

DJF (Desember, Januari dan Februari) merupakan bulan basah

MAM (Maret, April dan Mei) merupakan perubahan bulan basah ke bulan kering

JJA (Juni, Juli dan Agustus) merupakan bulan terkering

SON (September, Oktober dan November) merupakan bulang kering

VI.4.3

Desil 6 Bulanan

Data :

21
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Peta Garis Isohyet

SONDJF

MAMJJA

22
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Catatan :
-

Bulan September sampai dengan bulan Februari merupakan bulan basah

Bulan Maret sampai dengan bulan April merupakan bulan kering

VI.4.4

Desil Tahunan

Data :

Peta Garis Isohyet

23
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VI.5 KESIMPULAN PENGGUNAAN METODE DESIL


-

Untuk nilai Desil 1 Bulanan

Bulan Januari-Februari dalam kondisi basah

Bulan Maret merupakan peralihan dari kondisi basah ke kondisi kering

Bulan April sampai dengan bulan November merupakan kondisi kering

Bulan Desember merupakan peralihan dari musim kering ke musim basah.

24
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Untuk nilai Desil 3 Bulanan


seluruh pos hujan di wilayah terebut dihitung jumlah hujan 3-bulanannya, dengan
periode Desember s/d Februari, Maret s/d Mei, Juni s/d Agustus dan September s/d
November ( lihat Gambar di bawah ini.)

DJF (Desember, Januari dan Februari) merupakan bulan basah

MAM (Maret, April dan Mei) merupakan perubahan bulan basah ke bulan
kering

JJA (Juni, Juli dan Agustus) merupakan bulan terkering

SON (September, Oktober dan November) merupakan bulang kering


Pemilihan periode musim kering dilakukan dengan teknik grafis maupun
perhitungan rata-rata seluruh pos hujan per 3-bulanan musim kemarau. Secara
umum periode musim kemarau terkering terjadi pada periode Juni - Agustus, seperti
disajikan pada gambar di bawah ini.

25
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar Periode musim kemarau 3 bulanan pos hujan wilayah Sub-Das Sadar

Untuk nilai Desil 6 Bulanan dengan metode kumulatif

26
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Bulan September sampai dengan bulan Februari merupakan bulan basah

Bulan Maret sampai dengan bulan April merupakan bulan kering

27
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Gambar Periode musim kemarau 3 bulanan pos hujan wilayah Sub-Das Sadar
-

Untuk nilai Desil 6 Bulanan

28
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Bulan April sampai dengan bulan September merupakan bulan basah

Bulan Mei sampai dengan bulan Oktober merupakan bulan kering

Bulan Juni sampai dengan bulan November merupakan bulan paling kering

Bulan Juli sampai dengan bulan Desember merupakan bulan basah

Gambar Periode musim kemarau 6 bulanan pos hujan wilayah Sub-Das Sadar
-

Untuk nilai Desil Tahunan


Dalam satu tahun terjadi bulan kering terjadi menyeluruh.

29
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

BAB

Bab VII DOKUMENTASI PELATIHAN HARI PERTAMA DAN


KEDUA

DOKUMENTASI PELATIHAN
VII.1 PELATIHAN HARI
PERTAMA
HARI
PERTAMA DAN KE DUA
A n a l i s a Ke k e r i n g a n S u b - D a s S a d a r d e n g a n B e b e r a p a Pe n d e k a t a n

Dokumentasi 7.1
Penjelasan Hari Pertama Mengenai Analisa Kekeringan secara Umum dan Dampak dari
Bencana Kekeringan

1
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Dokumentasi 7.2
Penjelasan Hari Pertama Mengenai Analisa Kekeringan dengan Metode Desil

2
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Dokumentasi 7.3
Pengarahan Langsung Analisa Kekeringan dengan Metode Desil yang Dilakukan oleh
Pemateri kepada Peserta Pelatihan

3
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

VII.2 PELATIHAN HARI KEDUA

Dokumentasi 7.4
Penjelasan Hari Kedua Mengenai Analisa Kekeringan dengan Metode SPI

4
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Dokumentasi 7.5
Latihan Mengenai Analisa Kekeringan dengan Metode SPI

5
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Dokumentasi 7.6
Hasil Analisa Kekeringan dengan Metode SPI

6
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Dokumentasi 7.7
Pemateri Pelatihan Analisa Kekeringan dari Puslitbang SDA Bandung

7
Analisa Kekeringan Sub-Das Sadar dengan Beberapa Pendekatan (Desil dan SPI)

Pelatihan Analisa Kekeringan


BBWS BRANTAS

Anda mungkin juga menyukai