Anda di halaman 1dari 31

PENGGUNAAN METODE SOIL CONSERVATION SERVICE –

CURVE NUMBER (SCS–CN) DALAM MENDUGA LIMPASAN


PERMUKAAN DI DAS CILIWUNG

BAGUS FATRIYA SUMARYATNO

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Penggunaan Metode


Soil Conservation Service – Curve Number (SCS–CN) dalam Menduga Limpasan
Permukaan di DAS Ciliwung adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014

Bagus Fatriya Sumaryatno


NIM E14090057
ABSTRAK
BAGUS FATRIYA SUMARYATNO. Penggunaan Metode Soil Conservation
Service – Curve Number (SCS–CN) dalam Menduga Limpasan Permukaan di
DAS Ciliwung. Dibimbing oleh HENDRAYANTO.

Metode Soil Conservation Service – Curve Number (SCS–CN) telah banyak


digunakan untuk menduga volume aliran permukaan akibat perubahan
penggunaan lahan, baik menggunakan data hujan bulanan maupun harian.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan hasil pendugaan volume
aliran permukaan dengan dan tanpa mempertimbangkan kelembapan tanah awal
(AMC) sebenarnya menggunakan metode SCS–CN, serta volume aliran
permukaan dari setiap penggunaan lahan di DAS Ciliwung. Hasil penelitian
menunjukan bahwa pendugaan volume aliran permukaan dengan
mempertimbangkan kelembapan tanah awal, menggunakan data curah hujan
harian sedikit lebih baik dibandingkan dengan pendugaan tanpa memperhatikan
kelembapan tanah awal, menggunakan curah hujan bulanan. Pemukiman yang
terletak di kelompok hidrologi tanah D yang sebagian besar tersebar di bagian
tengah–hilir DAS merupakan penggunaan lahan yang berkontribusi terbesar
terhadap total volume aliran permukaan yaitu sebesar 516.89 mm atau 56.90%
dari total volume aliran permukaan (908.4 mm).

Kata kunci: Aliran permukaan, DAS Ciliwung, model SCS–CN

ABSTRACT
BAGUS FATRIYA SUMARYATNO. Soil Conservation Service – Curve
Number (SCS–CN) Method for Surface Runoff Estimation in Ciliwung
Watershed. Supervised by HENDRAYANTO.

The method of Soil Conservation Service – Curve Number (SCS–CN) has


been widely used to estimate the volume of surface runoff due to changes in land
use, both using monthly and daily rainfall data. The aims of this study are to
analyze the differences of runoff volume estimations with and without considering
the antecedent soil moisture content (AMC) using the model of Soil Conservation
Service – Curve Number (SCS–CN), and also to estimate the volume of runoff of
each land use in Ciliwung watershed. The results showed that the predicted
volume of runoff by considering the antecedent soil moisture content using daily
rainfall data slightly better than the estimates without concider the antecedent soil
moisture content using monthly rainfall. The largest volume of surface runoff is
generated by settlement land use type, which is located in D–hydrological soil
group, that distributed in the middle part to downstream areas of Ciliwung
Watershed. The volume of surface runoff is about 516.89 mm, or 56.90% of the
total volume of surface runoff of Ciliwung Watershed (908.4 mm).

Keyword: runoff, ciliwung watershed, SCS–CN model


PENGGUNAAN METODE SOIL CONSERVATION SERVICE –
CURVE NUMBER (SCS-CN) DALAM MENDUGA LIMPASAN
PERMUKAAN DI DAS CILIWUNG

BAGUS FATRIYA SUMARYATNO

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Manajemen Hutan

DEPARTEMEN MANAJEMEN HUTAN


FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014
Judul Skripsi : Penggunaan Metode Soil Conservation Service – Curve Number
(SCS–CN) dalam Menduga Limpasan Permukaan di DAS
Ciliwung
Nama : Bagus Fatriya Sumaryatno
NIM : E14090057

Disetujui oleh

Dr Ir Hendrayanto, M. Agr
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Ahmad Budiaman, M. Sc. F. Trop


Ketua Departemen

Tanggal Lulus:
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas berkat dan
anugerah–Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Penggunaan
Metode Soil Conservation Service – Curve Nuumber (SCS–CN) dalam Menduga
Limpasan Permukaan di DAS Ciliwung” sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Kehutanan pada Fakultas Kehutanan Institut Pertanian
Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada para pihak yang telah
membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, yaitu:
1. Kedua motivator terbesar yaitu Mamah dan Bapak, tante yang selalu
memberikan kepercayaan atas segala tindakan yang diambil, kedua sepupu
kesayangan Mba Ega dan Ebi, serta seluruh keluarga yang telah memberikan
doa, kasih sayang, serta dorongan moral dan material kepada penulis.
2. Dr Ir Hendrayanto, M Agr selaku dosen pembimbing yang telah memberikan
pengetahuan, bimbingan, arahan, dan nasehat berharga kepada penulis, mulai
dari persiapan penelitian hingga terselesaikannya skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Achmad, MS selaku penguji dari Departemen Silvikultur dan Dr.
Tatang Tiryana, S.Hut, MSc selaku ketua sidang.
4. Sahabat kesayangan Laysa Aswitama, teman-teman terbaik Cecilya Budiaman,
Agung Kriswiyanto, Sonya Dyah K D, Bunga Mentari, Artika Afifatus S,
Indri Febriani, dan Yesika Wahyu atas Doa dan dukungan selama ini.
5. Seluruh teman-teman di Fakultas Kehutanan IPB khususnya teman-teman
Manajemen Hutan angkatan 46, teman-teman kontrakan Yabuy, dan keluarga
besar KSB-Masyarakat Roempoet atas segala keceriaan, kebahagiaan, dan
apresiasi semasa kuliah.
6. Pihak-pihak lain yang turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi
yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini dapat memberikan informasi dan
dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Agustus 2014

Bagus Fatriya Sumaryatno


DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 1
Manfaat Penelitian 1
Ruang Lingkup Penelitian 2
METODE 2
Tempat dan Waktu Penelitian 2
Pengumpulan Data 3
Pengolahan Data 3
HASIL DAN PEMBAHASAN 6
Penggunaan Lahan 6
Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) 8
Curah Hujan Wilayah 8
Nilai Bilangan Kurva Aliran Permukaan 11
Jumlah Aliran Permukaan 12
SIMPULAN DAN SARAN 17
Simpulan 17
Saran 17
DAFTAR PUSTAKA 17
LAMPIRAN 19
DAFTAR TABEL
1 Klasifikasi tanah 5
2 Kondisi kandungan tanah sebelumnya 5
3 Penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2012 7
4 Nilai CN pada setiap tipe penggunaan lahan di DAS Ciliwung 11
5 Jumlah aliran permukaan di DAS Ciliwung tahun 2012 14
6 Volume aliran permukaan dari setiap penggunaan lahan 14

DAFTAR GAMBAR
1 Batas administrasi DAS Ciliwung 3
2 Penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2012 7
3 Kelompok hidrologi tanah DAS Ciliwung tahun 2012 8
4 Korelasi distribusi curah hujan antara stasiun curah hujan Gadog–
Gunung Mas (a) stasiun curah hujan Gadog–Katulampa (b) dan stasiun
curah hujan Gunung Mas–Katulampa (c) 9
5 Curah hujan wilayah harian DAS Ciliwung tahun 2012 9
6 Curah hujan wilayah bulanan DAS Ciliwung tahun 2012 10
7 Peta curah hujan wilayah menggunakan metode Thiessen 10
8 Perbandingan aliran permukaan hasil pendugaan dengan aliran langsung
hasil pengamatan di Bendung Katulampa tahun 2012 12
9 Hubungan antara aliran langsung hasil pengamatan di Bendung
Katulampa dengan aliran permukaan menggunakan data curah hujan
harian (a) dan bulanan (b) 13
10 Sebaran volume aliran permukaan di DAS Ciliwung pada saat curah
hujan wilayah bulanan tertinggi 15
11 Sebaran volume aliran permukaan di DAS Ciliwung tahun 2012 15
12 Hyetograph curah hujan harian dan Hidrograf aliran permukaan di DAS
Ciliwung tahun 2012 16

DAFTAR LAMPIRAN
1 Nilai CN berdasarkan penggunaan lahan dan kelompok hidrologi tanah 19
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Daerah Aliran Sungai (DAS) Ciliwung merupakan salah satu DAS kritis
(Nugroho 2003). Di wilayah hilir DAS Ciliwung sering dilanda banjir, hampir
setiap tahun, dan terjadi banjir besar pada tahun 1996, 2002, 2007 dan 2012 yang
diduga sebagai banjir lima tahunan yang akan berulang setiap lima tahun
(BAPPENAS 2007). Penggunaan lahan berupa pemukiman di DAS Ciliwung
meningkat 153.4% selama kurun waktu 1990–2011 (Wasis et al. 2012).
Peningkatan penggunaan lahan berupa pemukiman secara terus menerus
akan menimbulkan permasalahan sumberdaya air, diantaranya ketersediaan air di
wilayah Sungai Ciliwung yang secara umum semakin menurun dan fluktuasi
ketersediaan air permukaan sangat tinggi, sehingga sering terjadi kebanjiran di
musim hujan dan kekeringan di musim kemarau (BAPPEDA 2011).
Hubungan iklim, karakteristik fisik DAS, penggunaan lahan dengan aliran
permukaan sebagai penyebab langsung terjadinya banjir dapat dianalisis dengan
model-model hidrologi. Berbagai model telah banyak dikembangkan untuk
menduga aliran permukaan dalam kondisi iklim, kondisi fisik dan penggunaan
lahan tertentu di suatu DAS. Salah satu metode yang umum digunakan yaitu
model Soil Conservation Service – Curve Number (SCS–CN). Model SCS–CN
didasarkan pada keseimbangan air dan memasukan faktor penggunaan lahan dan
bilangan kurva yang menunjukan potensi air larian untuk curah hujan tertentu
(Asdak 2007).
Metode pendugaan aliran permukaan menggunakan model SCS–CN telah
diterapkan di DAS Ciliwung oleh Afrina (2013). Dalam penelitiannya tersebut,
pendugaan volume aliran permukaan dilakukan dengan mengasumsikan
kelembapan tanah awal (AMC) dalam kondisi normal menggunakan curah hujan
bulanan. Penggunaan curah hujan bulanan dalam menduga aliran permukaan
dengan metode SCS–CN tidak dapat digunakan untuk menentukan AMC secara
rinci, karena untuk memisahkan AMC kedalam setiap kondisi diperlukan data
curah hujan harian untuk menghitung jumlah curah hujan setiap lima hari
sebelumnya. Penelitian ini mengkaji peran AMC dalam menduga limpasan dan
debit dengan menggunakan data curah hujan harian dan bulanan sebagai input.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perbedaan hasil pendugaan


volume aliran permukaan dengan dan tanpa mempertimbangkan AMC sebenarnya
menggunakan metode SCS–CN, serta volume aliran permukaan dari setiap
penggunaan lahan di DAS Ciliwung.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang akurasi


pendugaan volume aliran permukaan menggunakan metode SCS–CN dengan
2

input data bulanan dan harian. Keakuratan hasil pendugaan ditera terhadap debit
hasil pengukuran di Bendung Katulampa. Selain itu, hasil pendugaan ini dapat
menjadikan informasi volume aliran permukaan dari setiap penggunaan lahan di
DAS Ciliwung sebagai masukan bagi pengendalian jumlah aliran permukaan dan
banjir.

Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini mengkaji perbedaan pendugaan volume aliran permukaan


menggunakan input curah hujan bulanan dan curah hujan harian dalam model
SCS–CN, dan membandingkannya dengan debit hasil pengukuran di sub DAS
Ciliwung Hulu. Selain itu, disajikan hasil pendugaan volume aliran permukaan
dari setiap penggunaan lahan tahun 2012 di DAS Ciliwung dan rekomendasi
pengendaliannya.

METODE

Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian untuk menganalisis pengaruh AMC terhadap volume aliran


permukaan dilakukan di DAS Ciliwung Hulu dengan outlet di Bendung
Katulampa seluas 13 104.52 Ha. Sedangkan pendugaan volume aliran permukaan
dilakukan untuk seluruh DAS Ciliwung dengan outlet di Teluk Jakarta seluas 38
254.12 Ha.
Secara geografis DAS Ciliwung berada di antara 6°05’51” – 6°46’12’’LS
dan 106°47’09” – 107°0’0”BT. Hulu DAS Ciliwung berada di Gunung Gede
Pangrango dan muaranya di Teluk Jakarta. Secara administratif, DAS Ciliwung
mencakup wilayah Kabupaten Bogor, Kota Bogor, Kota Depok, Provinsi Jawa
Barat dan Kota Jakarta Barat, Jakarta Pusat, Jakarta Timur, Jakarta Selatan,
Jakarta Utara, Provinsi DKI Jakarta (Gambar 1).
Pengolahan dan analisis data dilakukan pada bulan Januari – Maret 2014 di
Laboraturium Hidrologi Hutan dan Daerah Aliran Sungai, Departemen
Manajemen Hutan, Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.
3

Gambar 1 Batas administrasi DAS Ciliwung

Pengumpulan Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini secara keseluruhan merupakan


data sekunder yang meliputi peta penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2012
dan peta jenis tanah yang digunakan dalam penelitian Afrina (2013). Data curah
hujan stasiun Gunung Mas, Bendung Katulampa, Gadog dan Depok tahun 2012,
serta data debit aliran di stasiun Bendung Katulampa tahun 2012 dari Balai
Pengelolaan Sumber Daya Air (BPSDA) Ciliwung–Cisadane.

Pengolahan Data

Analisis Penggunaan Lahan dan Kelompok Hidrologi Tanah


Penggunaan lahan dan kelompok hidrologi tanah dianalisis dari peta
penggunaan lahan dan peta jenis tanah yang digunakan dalam penelitian Afrina
(2013) dalam format shp dengan menggunakan software ArcGIS 9.3. Hasil kedua
analisis ini yaitu luasan dari masing-masing jenis penggunaan lahan dan kelompok
hidrologi tanah serta sebarannya di DAS Ciliwung. Data-data hasil analisis ini
kemudian digunakan dalam penentuan nilai CN.

Pendugaan Jumlah Aliran Permukaan


Jumlah aliran permukaan diduga dengan metode SCS–CN menggunakan
persamaan yang telah dikembangkan oleh Dinas konservasi Tanah Amerika
Serikat (1973) dalam Arsyad (2010):
4

(𝑷−𝟎,𝟐𝑺)𝟐
Q= .................................................(1)
(𝑷+𝟎,𝟖𝑺)

Nilai S diduga dengan persamaan:

𝟐𝟓𝟒𝟎𝟎
S= – 254............................................(2)
𝑪𝑵

Keterangan: Q = Volume aliran permukaan (mm)


P = Curah Hujan (mm)
S = Retensi potensial maksimum (mm)

CN adalah bilangan kurva yang nilainya berkisar antara 0 sampai 100. Nilai
CN DAS ditetapkan dengan mengunakan nilai rata-rata tertimbang luas
menggunakan persamaan (3). Prinsip perhitungan nilai rata-rata tertimbang luas
adalah menghitung nilai rata-rata secara proporsional, yang setiap variasi
berkontribusi sebanding dengan bobotnya (Suhendy 2011).

𝒏
𝒊=𝟏(𝑪𝑵𝒊 𝒙𝑨𝒊 )
CN TA = 𝒏 𝑨 .......................................(3)
𝒊=𝟏 𝒊

Keterangan: CNTA = Bilangan kurva rata-rata tertimbang


CNi = Bilangan kurva untuk setiap poligon penggunaan
lahan-jenis tanah
Ai = Luas setiap poligon penggunaan lahan-jenis tanah

Penentuan Bilangan Kurva


Bilangan Kurva Aliran Permukaan (BK), atau lebih dikenal sebagai CN
(Runoff Curve Number) ditentukan dengan memperhatikan Kelompok Hidrologi
Tanah (KHT), AMC, dan penggunaan lahan.
Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) terdiri dari empat kelompok yang diberi
simbol A, B, C, dan D. Sifat-sifat tanah yang bertalian dengan kelompok tersebut
dan hubungannya dengan laju infiltrasi minimum disajikan pada Tabel 1.
Kandungan air tanah sebelumnya (AMC) mempengaruhi volume dan laju
aliran permukaan. Faktor tersebut sangat penting dalam metode SCS–CN. SCS
membagi AMC tersebut kedalam tiga kelompok AMC yang diberi simbol dengan
angka Romawi I, II, dan III. Kriteria masing-masing kelompok AMC disajikan
dalam Tabel 2 (Arsyad 2010). Selain itu SCS juga telah menentukan CN aliran
permukaan untuk berbagai komplek tanah–penutup tanah sesuai dengan AMCnya
(Lampiran 1).
5

Tabel 1 Klasifikasi tanah

Laju Infiltrasi
KHT Keterangan Minimum
(mm/jam)
Potensi air larian paling kecil,
termasuk tanah pasir dalam dengan
A 8–12
unsur debu dan liat. Laju infiltrasi
tinggi
Potensi air larian kecil, tanah berpasir
B lebih dangkal dari A. Tekstur halus 4–8
sampai sedang. Laju infiltrasi sedang.
Potensi air larian sedang, tanah
dangkal dan mengandung cukup liat.
C 1–4
Tekstur sedang sampai halus. Laju
infiltrasi rendah.
Potensi air larian tinggi, kebanyakan
tanah liat, dangkal dengan lapisan
D 0–1
kedap air dekat permukaan tanah.
Infiltrasi paling rendah.
Sumber: Asdak (2007)

Tabel 2 Kondisi kandungan tanah sebelumnya

Total Jumlah Curah Hujan 5 Hari Sebelumnya


Kandungan Air Tanah
(mm)
Sebelumnya (AMC)
Musim Dorman Musim Tumbuh
I < 13 < 35
II 13–28 35–53
III >28 > 53
Sumber: Arsyad (2010)

Nilai AMC dihitung dengan menjumlahkan curah hujan selama lima hari
sebelumnya yang kemudian dipadankan dengan batas besarnya curah hujan pada
musim tumbuh yang tertera pada Tabel 2.
Curve Number (CN) diperoleh dengan cara overlay antara peta penggunaan
lahan dengan peta kelompok hidrologi tanah DAS Ciliwung. Hasil overlay berupa
peta sebaran nilai CN di DAS Ciliwung dengan atribut penggunaan lahan–
kelompok hidrologi tanah (LU–KHT). Atribut LU–KHT dipadankan dengan
atribut CN yang tertera pada Lampiran 1. Setelah semua nilai CN pada setiap LU–
KHT ditentukan, kemudian dicari nilai CN rata-rata tertimbang dengan
menggunakan persamaan (3).

Penentuan Curah Hujan Wilayah


Stasiun curah hujan yang digunakan untuk menentukan curah hujan wilayah
dalam penelitian ini yaitu stasiun curah hujan Gadog, Gunung Mas, Bendung
Katulampa, dan Depok. Tahap pertama dalam menentukan curah hujan wilayah di
hulu DAS Ciliwung yaitu dengan melakukan pengujian distribusi curah hujan
6

wilayah antara stasiun curah hujan Gadog–Gunung Mas, stasiun curah hujan
Gadog–Katulampa, dan stasiun curah hujan Gunung Mas–Katulampa. Stasiun
yang memiliki nilai korelasi yang paling besar kemudian digunakan untuk
menentukan curah hujan wilayah pada hulu DAS Ciliwung menggunakan metode
rata-rata Aritmatik dengan persamaan sebagai berikut:

𝒏
𝒊=𝟏 𝑷𝒊
P = .........................................(4)
𝒏

Keterangan: P = Curah hujan wilayah (mm)


Pi = Curah hujan titik i
n = Banyaknya stasiun curah hujan

Tahap selanjutnya yaitu menentukan curah hujan wilayah di seluruh DAS


Ciliwung menggunakan metode poligon Thiessen dengan bantuan software
ArcGIS 9.3. Data yang digunakan dalam menentukan curah hujan wilayah dengan
metode ini yaitu peta batas DAS ciliwung, koordinat titik stasiun curah hujan, dan
data curah hujan dari masing-masing stasiun yaitu Gunung Mas, Katulampa, dan
Depok.
Persamaan yang digunakan untuk menghitung curah hujan wilayah dengan
metode poligon Thiessen adalah sebagai berikut:

𝒏
𝒊=𝟏 𝑨𝒊 .𝑷𝒊
P= 𝒏 𝑨 ...................................... (5)
𝒊=𝟏 𝒊

Keterangan: P = Curah hujan wilayah (mm)


Ai = Luas poligon i
Pi = Curah hujan titik i

HASIL DAN PEMBAHASAN

Penggunaan Lahan

Penggunaan lahan di DAS Ciliwung terdiri dari sembilan tipe penggunaan


lahan yaitu belukar, hutan, kebun campuran, pemukiman, perkebunan, rumput,
sawah, tegalan, dan badan air. Luas masing-masing tipe penggunaan lahan
disajikan pada Tabel 3. Penggunaan lahan di DAS Ciliwung pada tahun 2012
didominasi oleh pemukiman yaitu seluas 15011.49 ha (39.24% dari luas DAS).
Sedangkan penggunaan lahan tegalan, belukar, rumput dan badan air kurang dari
5% dari luas DAS Ciliwung.
7

Tabel 3 Penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2012

Luas
Tipe Penggunaan Lahan
Ha %
Belukar 996.49 2.60
Hutan 4279.27 11.19
Kebun Campuran 6714.23 17.55
Pemukiman 15011.49 39.24
Perkebunan 2858.69 7.47
Rumput 247.59 0.65
Sawah 7087.49 18.53
Tegalan 966.06 2.53
Badan Air 92.80 0.24
Total 38254.12 100

Penyebaran ruang penggunaan lahan di DAS Ciliwung tahun 2012 disajikan


pada Gambar 2. Penggunaan lahan hutan dan perkebunan masing-masing 4 279.27
Ha (11.19%) dan 2 858.69 Ha (7.47%) umumnya tersebar di daerah hulu.
Penggunaan lahan sawah tersebar merata di hulu dan tengah DAS. Sedangkan
pemukiman tersebar di daerah hilir.

Gambar 2 Penggunaan lahan DAS Ciliwung tahun 2012


Holipah (2012) menyatakan bahwa penggunaan lahan secara umum
dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu faktor alami seperti iklim, topografi,
tanah atau bencana alam dan faktor manusia berupa aktivitas manusia pada
sebidang lahan. Besarnya luas penggunaan lahan pemukiman di DAS Ciliwung
disebabkan karena banyaknya jumlah penduduk dan aktivitas manusia dalam
8

memenuhi kebutuhannya pada sebidang lahan sehingga menyebabkan besarnya


kebutuhan pemukiman dan area pemukiman.

Kelompok Hidrologi Tanah (KHT)

Kelompok Hidrologi Tanah (KHT) DAS Ciliwung didominasi oleh


kelompok D dengan luas sebesar 34082.93 ha atau 89.10% dari luas DAS, sisanya
merupakan KHT C, seluas 4171.19 ha atau 10.90% dari luas DAS. Penyebaran
ruang KHT di DAS Ciliwung disajikan dalam Gambar 3.
Kelompok hidrologi tanah C merupakan kelompok hidrologi tanah yang
mampu menginfiltrasi air sebesar 1–4 mm/jam dan kelompok hidrologi tanah D
hanya mampu menginfiltrasi air sebasar 0–1 mm/jam (Asdak 2007). Hal ini
menunjukan bahwa tanah yang ada di DAS Ciliwung termasuk kedalam jenis
tanah yang memiliki laju infiltrasi yang kecil dan memiliki sifat yang buruk dalam
menginfiltrasi air sehingga dapat menimbulkan genangan air dalam waktu yang
lama.

Gambar 3 Kelompok hidrologi tanah DAS Ciliwung tahun 2012

Curah Hujan Wilayah

Hasil pengujian distribusi curah hujan wilayah di hulu DAS Ciliwung


disajikan pada Gambar 4. Berdasarkan hasil pengujian distribusi curah hujan
wilayah, nilai korelasi yang baik ditunjukan pada hubungan antara stasiun curah
hujan Gadog–Gunung Mas. Oleh karena itu, data curah hujan yang digunakan
untuk menentukan curah hujan wilayah pada hulu DAS Ciliwung ialah data curah
hujan dari stasiun Gadog dan Gunung Mas.
9

150 150
R = 0.344 R = 0.005

CH Stasiun Gunung Mas

CH Stasiun Katulampa
100 100

(mm)
(mm)

50 50

0 0
0 50 100 150 0 50 100 150
CH Stasiun Gadog (mm) CH Stasiun Gadog (mm)
(a) (b)

150
R = 0.083
CH Stasiun Katulampa

100
(mm)

50

0
0 50 100 150
CH Stasiun Gunung Mas (mm)
(c)
Gambar 4 Korelasi distribusi curah hujan antara stasiun curah hujan Gadog–
Gunung Mas (a) stasiun curah hujan Gadog–Katulampa (b) dan
stasiun curah hujan Gunung Mas–Katulampa (c)
Rata-rata curah hujan wilayah harian dan bulanan DAS Ciliwung selama
tahun 2012 masing-masing disajikan pada Gambar 5 dan 6. Sedangkan peta curah
hujan wilayah di DAS Ciliwung tahun 2012 disajikan pada Gambar 7.

70.00
Curah Hujan (mm)

60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00

Tanggal
Gambar 5 Curah hujan wilayah harian DAS Ciliwung tahun 2012. Curah
hujan, Rata-rata curah hujan
10

600.00
Curah Hujan (mm) 500.00
400.00
300.00
200.00
100.00
0.00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Bulan

Gambar 6 Curah hujan wilayah bulanan DAS Ciliwung tahun 2012. Curah
hujan, Rata-rata curah hujan

Gambar 7 Peta curah hujan wilayah menggunakan metode Thiessen


Gambar 5 menunjukan bahwa rata-rata curah hujan wilayah harian sebesar
8.2 mm/hari dengan curah hujan rata-rata wilayah tertinggi sebesar 62.74 mm.
Persentase kejadian hujan harian yang menyebabkan kondisi kelembapan tanah
pada AMC I, II, dan III masing-masing adalah 51%, 17%, dan 32%. Sedangkan
Gambar 6 menjelaskan rata-rata curah hujan wilayah bulanan sebesar 249.96
mm/bulan. Curah hujan wilayah bulanan tertinggi terjadi pada bulan Desember
yaitu sebesar 490.87 mm dan curah hujan wilayah bulanan terendah terjadi pada
Agustus sebesar 36.34 mm. Menurut klasifikasi Schmidth–Ferguson dalam
Handoko (1994), tipe iklim di DAS Ciliwung berdasarkan data curah hujan
tersebut termasuk kedalam tipe iklim B dengan 9 bulan basah dan 3 bulan kering.
11

Nilai Bilangan Kurva Aliran Permukaan

Hasil analisis CN untuk setiap penggunaan lahan dan KHT serta CN rata-
rata tertimbang di DAS Ciliwung disajikan pada Tabel 4. Berdasarkan
penggunaan lahan dan KHT, nilai CN terbesar yaitu terdapat pada tipe
penggunaan lahan badan air. Akan tetapi, luas dari tipe penggunaan lahan badan
air kurang dari 5%. Jika dibandingkan dengan pemukiman di KHT D yang
memiliki nilai CN terbesar setelah badan air, maka luasnya jauh lebih besar yaitu
39.22%. Dari data curah hujan harian, AMC I merupakan kondisi kelembapan
awal yang memiliki persentase peluang kejadian terbesar yaitu 51%. Sehingga
berdasarkan penggunaan lahan, KHT dan AMC nilai CN dominan terjadi pada
tipe penggunaan lahan pemukiman yang termasuk KHT D pada AMC I yaitu
79.80.

Tabel 4 Nilai CN pada setiap tipe penggunaan lahan di DAS Ciliwung

Tipe Penggunaan CN
KHT Luas (%)
Lahan AMC I AMC II AMC III
Belukar C 0.50 54.60 73.00 89.40
D 2.11 61.80 79.00 93.40
Hutan C 7.10 51.00 70.00 87.00
D 4.08 57.00 77.00 92.20
Kebun Campuran C 0.09 57.00 77.00 92.20
D 17.46 67.20 83.00 95.80
Pemukiman C 0.02 76.40 89.00 97.80
D 39.22 79.80 91.00 98.20
Perkebunan C 2.82 57.00 77.00 92.20
D 4.65 67.20 83.00 95.80
Rumput C 0.00 55.80 74.00 90.20
D 0.65 63.00 80.00 94.00
Sawah C 0.37 64.40 81.00 94.60
D 18.15 68.60 84.00 96.40
Tegalan C 0.001 61.80 79.00 93.40
D 2.52 68.60 84.00 96.40
Badan Air C 0.001 100.00 100.00 100.00
D 0.24 100.00 100.00 100.00
CN Tertimbang 70.44 84.88 95.90

Nilai CN tertimbang DAS Ciliwung untuk kondisi AMC I, II dan III


masing-masing didapatkan sebesar 70.44, 84.88 dan 95.90. Menurut Arsyad
(2010), AMC I merupakan kondisi pada saat tanah dalam keadaan kering tetapi
tidak sampai pada titik layu dan pernah ditanami dengan hasil yang memuaskan.
AMC II yaitu kondisi dalam keadaan rata-rata, sedangkan AMC III merupakan
kondisi pada saat hujan lebat atau hujan ringan dengan temperatur rendah telah
terjadi dalam lima hari terakhir dan tanah jenuh air. Kondisi AMC III merupakan
12

kondisi yang berpeluang menyebabkan volume aliran permukaan besar sehingga


berpeluang besar menyebabkan banjir.
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa hutan di KHT C merupakan tipe
penggunaan lahan dengan nilai CN terkecil pada setiap AMC yang sama. Hal
tersebut menunjukan bahwa hutan merupakan tipe penggunaan lahan yang baik
karena memiliki nilai CN yang kecil. Semakin kecil nilai CN pada suatu
penggunaan lahan, maka akan semakin besar kemampuan retensi tanah sehingga
akan semakin sedikit peluang terjadinya limpasan.

Jumlah Aliran Permukaan

Volume aliran permukaan bulanan dugaan menggunakan input data curah


hujan harian dan data curah hujan bulanan, dan hasil pendugaan Afrina (2013)
serta hasil pengukuran aliran langsung di Bendung Katulampa disajikan dalam
Gambar 8.

1000.00 0.00

800.00 200.00

Curah hujan (mm)


Q (mm)

600.00 400.00

400.00 600.00

200.00 800.00

0.00 1000.00
Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Bulan

Gambar 8 Perbandingan aliran permukaan hasil pendugaan dengan aliran


langsung hasil pengamatan di Bendung Katulampa tahun 2012.
CH, Q meggunakan CH harian, Q menggunakan CH
bulanan, Q hasil pendugaan Afrina (2013), Aliran
langsung hasil pengukuran
Dari Gambar 8 dapat dilihat adanya perbedaan antara besaran volume aliran
permukaan bulanan hasil pendugaan menggunakan CH harian dengan CH bulanan,
terutama pada saat CH tinggi, namun dengan pola fluktuasi yang serupa yaitu
mengikuti fluktuasi curah hujan. Pada bulan Juni–Agustus hasil pendugaan
menggunakan kedua input data CH harian dan bulanan menunjukan hasil yang
hampir sama. Pada bulan Juni–Agustus, nilai AMC yang mendominasi dalam
pendugaan menggunakan input CH harian yaitu AMC I. Akan tetapi, karena curah
hujan yang rendah aliran permukaan umumnya hanya dihasilkan pada AMC II
dan III sehingga pendugaan menggunakan input CH harian dan bulanan hampir
sama. Sedangkan pada bulan Januari–Mei dan September–Desember pendugaan
aliran permukaan menggunakan CH bulanan lebih besar dibandingkan dengan
menggunakan CH harian. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh kumulatif curah
13

hujan dalam pendugaan menggunakan input CH bulanan. Penelitian Afrina (2013)


menunjukan kecenderungan sama dengan hasil penelitian ini menggunakan data
CH bulanan, yaitu volume aliran permukaan pada saat bulan-bulan basah lebih
besar dibandingkan hasil pendugaan menggunakan curah hujan harian. Perbedaan
nilai dan pola fluktuasi hasil pendugaan antara keduanya disebabkan data curah
hujan yang digunakan tidak sama persis dan perbedaan metode penentuan curah
hujan wilayah yang digunakan. Gambar 8 juga menunjukan bahwa hasil
pendugaan aliran permukaan menggunakan CH harian lebih mendekati aliran
langsung hasil pengukuran.
Hasil analisis regresi dan NSE (Nash Sutcliffe Efficiency) antara aliran
permukaan menggunakan CH harian dengan aliran langsung hasil pengukuran
menunjukkan bahwa pendugaan volume aliran permukaan bulanan menggunakan
curah hujan harian lebih baik dibandingkan menggunakan curah hujan bulanan.
Nilai koefisien determinasi (R2) menggunakan curah hujan harian sedikit lebih
tinggi dari R2 hubungan aliran permukaan dugaan menggunakan curah hujan
bulanan dengan aliran langsung hasil pengukuran, yaitu masing-masing sebesar
0,403 dan 0,397 (Gambar 9). Sedangkan nilai NSE (Nash Sutcliffe Efficiency) dari
hubungan aliran lansung dengan aliran permukaan menggunakan data curah hujan
harian dan curah hujan bulanan masing-masing sebesar 0.03 dan -3.33.

250 250
Aliran Langsung (mm)

Aliran Langsung (mm)

200 200
150 150
100 100
50 R² = 0.403 50 R² = 0.397

0 0
0 200 400 600 0 200 400 600
Aliran Permukaan (mm) Aliran Permukaan (mm)
(a) (b)
Gambar 9 Hubungan antara aliran langsung hasil pengamatan di Bendung
Katulampa dengan aliran permukaan menggunakan data curah hujan
harian (a) dan bulanan (b)
Nilai NSE mengindikasikan seberapa dekat data hasil pengukuran terhadap
data hasil pendugaan. Kisaran nilai NSE yaitu antara -∞ sampai 1. Semakin dekat
nilai NSE dengan 1 maka akan semakin erat hubungan antara data hasil
pendugaan dengan data hasil pengukuran (Motovilov et al. 1999).
Berdasarkan nilai R2 dan NSE, pendugaan aliran permukaan menggunakan
curah hujan harian menghasilkan nilai dugaan yang lebih baik dibandingkan
dengan hasil pendugaan menggunakan curah hujan bulanan, dengan demikian
pendugaan volume aliran permukaan di seluruh DAS Ciliwung selanjutnya
menggunakan curah hujan harian.
Hasil pendugaan volume aliran permukaan menggunakan data curah hujan
harian di DAS Ciliwung pada tahun 2012 yaitu sebesar 908.4 mm. Volume aliran
permukaan tertinggi di DAS Ciliwung pada tahun 2012 terjadi pada bulan
Desember (Tabel 5). Kontribusi aliran permukaan terbesar berasal dari
14

pemukiman di KHT D sebesar 516.89 mm atau 56.90% dari volume total aliran
permukaan. Sawah juga memberikan kontribusi volume aliran permukaan cukup
tinggi yaitu 175.65 mm (19.34%) (Tabel 6).

Tabel 5 Jumlah aliran permukaan di DAS Ciliwung tahun 2012

Q dengan data CH harian


Bulan
(mm)
Januari 70.18
Februari 205.44
Maret 12.42
April 53.09
Mei 26.17
Juni 0.00
Juli 0.00
Agustus 0.00
September 9.36
Oktober 60.83
November 217.20
Desember 253.35
Total 908.4

Tabel 6 Volume aliran permukaan dari setiap penggunaan lahan


Q
Tipe Penggunaan Q
KHT Luas (%) (mm) pada saat
Lahan (mm/thn)
bulan CH tertinggi
Belukar C 0.50 2.05 0.63
D 2.11 13.73 4.02
Hutan C 7.10 22.77 7.16
D 4.08 23.05 6.87
Kebun Campuran C 0.09 0.50 0.15
D 17.46 153.36 43.23
Pemukiman C 0.02 0.28 0.08
D 39.22 516.89 133.92
Perkebunan C 2.82 15.90 4.74
D 4.65 40.91 11.52
Rumput C 0.00 0.00 0.00
D 0.65 4.53 1.31
Sawah C 0.37 2.82 0.81
D 18.15 172.83 48.14
Tegalan C 0.001 0.00 0.00
D 2.52 24.04 6.69
Badan Air C 0.001 0.03 0.01
D 0.24 7.25 1.19
15

Sebaran volume aliran permukaan di DAS Ciliwung tahun 2012 disajikan


pada Gambar 10 dan Gambar 11.

Gambar 10 Sebaran volume aliran permukaan di DAS Ciliwung pada saat curah
hujan wilayah bulanan tertinggi

Gambar 11 Sebaran volume aliran permukaan di DAS Ciliwung tahun 2012

Gambar 12 menunjukkan kejadian aliran permukaan harian. Dari Gambar 12


dapat dilihat terjadi 4 puncak aliran permukaan yaitu pada tanggal 16 Februari, 18
Februari, 21 November, dan 25 Desember. Kejadian aliran permukaan tersebut
16

perlu diwaspadai, karena kejadian banjir di hilir terjadi akibat aliran permukaan
harian yang tinggi secara berturut-turut, dalam hal ini seperti yang terjadi pada
bulan Desember yang menghasilkan kumulatif aliran permukaan sebesar 253.35
mm. Menurut Harto BR (2009), aliran permukaan hanya dapat terjadi apabila
intensitas hujan lebih tinggi dari laju infiltrasi, dan apabila intensitas hujan lebih
kecil dibandingkan dengan laju infiltrasi maka tidak akan terjadi aliran permukaan

100.00 0.00
Aliran permukaan (mm)

20.00
80.00

Curah hujan (mm)


40.00
60.00 60.00
80.00
40.00
100.00
20.00 120.00
140.00
0.00

Tanggal

Gambar 12 Hyetograph curah hujan harian dan Hidrograf aliran permukaan di


DAS Ciliwung tahun 2012. CH, Aliran permukaan
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB),
tercatat pada tahun 2012 terjadi banjir di Jakarta pada tanggal 2 April, 22
November, 13 Desember, 21 Desember dan 24 Desember. Hal ini sejalan dengan
hasil penelitian ini yang menunjukan bahwa pada kisaran bulan November–
Desember tersebut terdapat dua puncak aliran permukaan yang memiliki volume
aliran permukaan yang sangat tinggi yaitu pada tanggal 21 November dan 25
Desember. Jika dilihat dari kondisi AMCnya, pada bulan-bulan kejadian banjir
tersebut AMC yang mendominasi yaitu AMC III sehingga air hujan yang jatuh di
permukaan tanah lebih mudah ditransformasi menjadi aliran permukaan, karena
pada keadaan AMC III tanah umumnya telah jenuh air.
Wilayah Jakarta merupakan wilayah hilir dari DAS Ciliwung yang sering
menerima dampak dari aktivitas di bagian hulu dan tengah DAS Ciliwung.
Berdasarkan hasil penelitian ini, penggunaan lahan sawah, perkebunan, dan kebun
campuran merupakan penggunaan lahan yang memiliki kontribusi cukup besar
dalam menghasilkan aliran permukaan di wilayah hulu DAS Ciliwung. Sedangkan
untuk pemukiman berkontribusi besar menghasilkan aliran permukaan di wilayah
tengah dan hilir.
Upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi aliran permukaan terutama
di wilayah hulu yaitu dengan melakukan pengelolaan lahan pertanian (sawah,
perkebunan, kebun campuran) agar dapat berfungsi sebagai daerah resapan air dan
menghambat aliran permukaan. Yustika et al. (2012) menyatakan bahwa
penerapan teras bangku, penanaman menurut kontur, penanaman menurut strip
dan agroforestri terbukti efektif dapat menurunkan aliran permukaan. Sedangkan
untuk di wilayah hulu dan hilir, upaya yang dapat dilakukan untuk mengurangi
17

aliran permukaan yaitu dengan melakukan penertiban tata ruang, penambahan


ruang terbuka hijau, dan pembuatan sumur resapan.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Pendugaan volume aliran permukaan bulanan menggunakan metode SCS–


CN dengan input data curah hujan harian menghasilkan pendugaan yang lebih
baik dibandingkan menggunakan input data curah hujan bulanan.
Kontribusi volume aliran permukaan terbesar di wilayah hulu DAS
Ciliwung dihasilkan oleh penggunaan lahan sawah. Sedangkan pemukiman
berkontribusi besar di wilayah tengah dan hilir. Pada tahun 2012 penggunaan
lahan yang berkontribusi terbesar terhadap total volume aliran permukaan di DAS
Ciliwung adalah pemukiman yang terletak di KHT D. Volume aliran permukaan
dari Pemukiman tersebut sebesar 516.89 mm, 56.90% dari total volume aliran
permukaan (908.4 mm).

Saran

Penentuan curah hujan wilayah sebaiknya menggunakan lebih banyak


stasiun penakar curah hujan agar pembagian wilayah curah hujan lebih tersebar
merata. Selain itu, perlu dilakukan juga analisis hubungan antara aliran langsung
dengan aliran permukaan di wilayah tengah dan hilir DAS agar pendugaan lebih
akurat. Tindakan yang dapat dilakukan untuk mengurangi terjadinya aliran
permukaan di DAS Ciliwung yaitu dengan pengelolaan lahan pertanian,
penertiban tata ruang, penambahan ruang terbuka hijau dan pembuatan sumur
resapan.

DAFTAR PUSTAKA

Afrina DP. 2013. Pemanfaatan data penginderaan jauh untuk analisis perubahan
lahan dan curah hujan terhadap aliran permukaan di DAS Ciliwung [skripsi].
Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Press.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Yogyakarta
(ID): Gadjah Mada University Press
Asri F. 2012. Analisis perubahan penggunaan lahan terhadap limpasan permukaan
di daerah aliran sungai (studi kasus: DAS Cicatih-Cimandiri, Kabupaten
Sukabumi) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[BAPPENAS] Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (ID). 2007. Laporan
Perkiraan Kerusakan dan Kerugian Pasca Bencana Banjir Awal Februari
2007 di Wilayah Jabodetabek. Jakarta (ID): Kementrian Negara Perencanaan
Pembangunan Nasional.
18

[BAPPEDA] Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (ID). 2011.


Kebijakan pengelolaan sumber daya air di SWS Ciliwung-Cisadane untuk
mengatasi krisis air Jakarta [Internet]. [diunduh 2013 Desember 8]. Tersedia
pada http://konservasisitudepok.wordpress.com/kebijakan-terkait-situ/bappeda-
jawa-barat/.
[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana (ID). 2014. Data dan informasi
bencana Indonesia [Internet]. [diunduh 2014 Juni 12]. Tersedia pada:
http://dibi.bnpb.go.id/desinventar/simple_results.jsp.
Handoko. 1994. Klimatologi Dasar. Bogor (ID): Pustaka Jaya.
Holipah SN. 2012. Pengaruh perubahan penutupan/penggunaan lahan terhadap
karakteristik hidrologi sub DAS Ciliwung Hulu [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Harto BR S. 2009. Hidrologi; Teori, Masalah, Penyelesaian. Yogyakarta (ID):
Nafiri.
Motovilov YG, Gottschalk L, Engeland K, Rodhe A. 1999. Validation of a
distributed hydrological model against spatial observations. Elsevier
Agriculturaland Forest Meteorology. 98:257-277.
Nugroho SP. 2003. Pergeseran kebijakan dan paradigma baru dalam pengelolaan
daerah aliran sungai di Indonesia. J Teknologi Lingkungan. 4(3):136-142.
Suhendy CCV. 2011. Kemampuan lahan untuk menyimpan air di kota Ambon. J
Agroforestri. 6:1.
Wasis B, Saharjo BH, Arifin HS, Prasetyo ANN. 2012. Perubahan penutupan
lahan dan dampaknya terhadap stok karbon permukaan pada daerah aliran
sungai Ciliwung. J Silvikultur Tropika. 3(2):108-113.
Yustika RD, Tarigan SD, Hidayat Y, Sudadi U. 2012. Simulasi manajemen lahan
di DAS Ciliwung Hulu menggunakan model SWAT. J Informatika Pertanian.
21(2):71-79.
Lampiran 1 Nilai CN berdasarkan penggunaan lahan dan kelompok hidrologi tanah

CN untuk AMC I CN untuk AMC II CN untuk AMC III


Penggunaan Lahan
A B C D A B C D A B C D

Hutan 12 35 51 57 25 55 70 77 45 75 87 92.2

Semak/Belukar 19.8 40 54.6 61.8 36 60 73 79 56 79 89.4 93.4

Rumput/Tanah Kosong 22.2 41 55.8 63 39 61 74 80 59 79.8 90.2 94

Tegalan/Ladang 30.2 49.8 61.8 68.6 49 69 79 84 69 86.2 93.4 96.4

Kebun/Perkebunan 27 46.2 57 67.2 45 66 77 83 65 83.8 92.2 95.8

Pemukiman 55.8 67.2 76.4 79.8 74 83 89 91 90.2 95.8 97.8 98.2

Gedung 94.8 94.8 94.8 94.8 98 98 98 98 99.6 99.6 99.6 99.6

Sawah Irigasi 41 54.6 64.4 68.8 61 73 81 84 79.8 54.6 94.6 96.4

Sawah tadah hujan 41 54.6 64.4 68.6 61 73 81 84 79.8 54.6 94.6 96.4

Air tawar 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100

Sumber: BPDAS Ciliwung-Cisadane dalam Asri (2012)


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Kota Cirebon pada tanggal


6 April 1992 sebagai anak satu-satunya dari pasangan
H. Suyatno Ratnanto dan Sumeri. Penulis
menyelesaikan pendidikan formal di SDN 1 Susukan
pada tahun 2003 dan SLTPN 1 Arjawinangun pada
tahun 2006. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri
6 Cirebon dan pada tahun yang sama penulis diterima
masuk di Departemen Manajemen Hutan, Fakultas
Kehutanan, Institut Pertanian Bogor melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi
asisten praktikum mata kuliah Ilmu Ukur Tanah dan
Pemetaan Wilayah tahun ajaran 2011/2012 s/d tahun
ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum mata kuliah Hidrologi Hutan tahun ajaran
2012/2013 s/d tahun ajaran 2013/2014. Selain itu, penulis juga aktif di sejumlah
organisasi kemahasiswaan yakni sebagai anggota UKM Agria Swara, Divisi
Kominfo Komunitas Seni Budaya Masyarakat Roempoet tahun 2011-2012 dan
Panitia Temu Manajer (TM) jurusan Manajemen Hutan tahun 2011. Di luar
bidang akademik, penulis juga pernah menjadi juri puisi Pesta Portan 2012
Departemen Ilmu tanah dan Sumberdaya Lahan IPB serta pernah mengikuti
pelatihan dan workshop keaktoran dalam Tawuran Topeng 5 Teater Karoeng
Fakultas Sastra Universitas Pakuan Bogor.
Selama pendidikan penulis telah melaksanakan Praktek Pengenalan
Ekosistem Hutan (PPEH) di Papandayan dan Sancang Timur, Jawa Barat, Praktek
Pengelolaan Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat, serta Praktek
Kerja Lapang (PKL) di IUPHHK-HA PT. Sarmiento Parakantja Timber, Provinsi
Kalimantan Tengah. Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar Sarjana
Kehutanan Institut Pertanian Bogor penulis menyelesaikan skripsi dengan judul
“Penggunaan Metode Soil Conservation Service – Curve Number (SCS-CN)
dalam Menduga Limpasan Permukaan di DAS Ciliwung” di bawah bimbingan Dr
Ir Hendrayanto, M Agr.

Anda mungkin juga menyukai