Kata kunci: HEC-HMS, perubahan penutupan lahan, curah hujan skenario, respon
hidrologi, imperviousness
ABSTRACT
INNEKE PUTRI DWI ANGGRAENI. The Impact of Climate and Land Cover
Changes on Flow Hydrograph Response in Cibitung Watershed Using HEC-HMS
Model. Supervised by BAMBANG DWI DASANTO and HIDAYAT.
Climate and land cover are two important factors in determining the
hydrological response of a watershed. One form of hydrological response of the
watershed to climate and land cover change is the change of runoff that can be
seen through flow hydrograph. Simulation of climate and land cover change
impacts was carried out by using HEC-HMS (Hydrology Engineering Center-
Hydrologic Modeling System) to know the hydrological response of watershed.
This study aims to see the individual impacts as well as a combination of land
cover and climate changes in the Cibitung watershed. The land cover used in the
analysis of land cover change is according to Spatial and Regional Planning
(RTRW) of West Bandung regency 2009-2029 and land cover in 2011 published
by BAPPEDA of West Bandung regency. Future rainfall is projected using the
CSIRO model with scenario RCP 4.5 which is downscalled using the bias
correction method, downloaded from ccafs-climate.org managed by Climate
Change, Agriculture, and Food Security Organization. Imperviousness in the land
cover in 2011 is greater than in RTRW land cover. Simulated of runoff on land
cover according to RTRW tends to be lower than that on land cover in 2011. The
increase of 107% rainfall caused in an increase in runoff by 43.7% at the 2011
land cover, while the land cover according to the 2009-2029 RTRW only
increased by 15.8%. This proves that land cover has more influence on the flow of
the Cibitung watershed.
Key words: HEC-HMS, land cover change, Hydrology model, rainfall scenarios,
hydrology respons, imperviousness
DAMPAK PERUBAHAN IKLIM DAN PENUTUPAN LAHAN
TERHADAP RESPON HIDROGRAF ALIRAN DAERAH
ALIRAN SUNGAI (DAS) CIBITUNG MENGGUNAKAN
MODEL HEC-HMS
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Desember 2017 ini ialah
“Dampak Perubahan Iklim dan Penutupan Lahan terhadap Respon Hidrograf
Aliran Daerah Aliran Sungai (DAS) Cibitung Menggunakan Model HEC-HMS”.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Drs Bambang Dwi Dasanto, MSi
dan Dr Hidayat, MSc selaku pembimbing. Ungkapan terima kasih juga
disampaikan kepada ayah, ibu, serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya. Selain itu, terimakasih juga untuk dosen, staf, serta mahasiswa GFM
51. Tak lupa pula terimakasih atas bantuan dan dukungan teman-teman yang tidak
dapat disebutkan satu-persatu.Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat
kekurangan. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
peubah respon) untuk memungkinkan analisis lokal dari efek perubahan iklim
(Najafi et al 2011). Definisi lain dari downscaling yaitu suatu proses transformasi
data dari suatu grid dengan unit skala besar menjadi data pada grid-grid dengan
unit skala yang lebih kecil (Wigena dan Estiningtyas 2011). Teknik downscaling
yang digunakan dalam penelitian yaitu Bias Correction. Metode bias correction
merupakan salah satu metode downscaling yang memaksa distribusi peluang dari
simulasi historis untuk cocok terhadap distribusi observasinya (Wood et al 2002).
Metode bias correction tidak berusaha untuk mengoreksi secara statistik dari
parameter yang disimulasikan, tapi lebih kepada mempertahankannya sebagai
dasar untuk evaluasi model (Salathe 2005).
Bahan
Data dan sumber data yang digunakan dan penelitian ini yaitu:
Tabel 1 Data dan sumber data
No Jenis Data Sumber Data
1. Curah Hujan harian observasi tahun Stasiun hujan Cililin, Pamipiran,
2016-2017 dan Cimanong
2. Curah hujan historis model tahun ccafs-climate.org
1980-2000 dan data proyeksi tahun
2020-2040
3. Tinggi muka air harian tahun 2016- Stasiun pengamatan debit Cililin
2017
4. Peta tanah semi detail tahun 2014 Pusat penelitian tanah dan
skala 1:200000 agroklimat
5. Peta penutupan lahan tahun 2011 BAPPEDA Kabupaten Bandung
skala 1:200000 Barat
6. Peta RTRW tahun 2009-2029 skala BAPPEDA Kabupaten Bandung
1:200000 Barat
Alat
Alat yang digunakan pada penelitian ini yaitu alat tulis, serta seperangkat
komputer dengan software ArcGIS, HEC-HMS, dan Microsoft Office.
6
Analisis Presipitasi
Analisis presipitasi digunakan sebagai input dalam model hidrologi HEC-
HMS. Data curah hujan yang digunakan yaitu curah hujan wilayah dalam
penelitian ini menggunakan metode Poligon Thiessen. Metode Poligon Thiessen
digunakan untuk menghitung bobot masing-masing stasiun yang mewakili luasan
di sekitarnya. Poligon Thiessen dibuat dengan cara menghubungkan garis-garis
berat diagonal terpendek dari masing-masing stasiun curah hujan. Stasiun
meteorologi yang mewakili di DAS Cibitung yaitu stasiun meteorologi Cililin,
Cimanong, dan Pamipiran. Pembuatan Poligon Thiessen dalam penelitian ini
dilakukan dengan menggunakan aplikasi Arc-GIS. Bobot masing-masing stasiun
digunakan sebagai input bagian meteorologi dalam model HEC-HMS.
Data curah hujan skenario diperoleh dari data GCM, dengan model CSIRO
(Commonwealth Scientific and Industrial Research Organisation). Skenario
perubahan iklim yang digunakan yaitu RCP 4.5. Curah hujan proyeksi hasil model
telah didownscalling dengan metode bias correction yang diunduh melalui
website ccafs-climate.org yang dikelola oleh Climate Change, Agriculture, and
Food Security.
Bilangan kurva dalam penelitian ini ditentukan dengan metode SCS yang
dikembangkan oleh Soil Conservation Service. Bilangan kurva menunjukkan
pengaruh hidrologi oleh tanah, penutupan lahan, kondisi hidrologi, serta
kandungan air tanah (KAT) sebelumnya. Sifat tanah berdasarkan pengelompokan
HSG (Hydrology Soil Group) yang dikembangkan oleh SCS terdapat empat kelas,
yaitu A, B, C, dan D. Klasifikasi tersebut ditentukan atas dasar sifat fisik tanah
terutama tekstur tanah dan ini menggambarkan laju infiltrasi masing-masing kelas
tanah.
Tabel 2 Sifat dan laju infiltrasi kelompok hidrologi tanah menurut SCS
Kondisi air tanah (KAT) dalam bilangan kurva metode SCS ditentukan
dengan cara menjumlah curah hujan selama 5 hari sebelumnya. KAT metode SCS
dibedakan menjadi tiga kondisi beserta batasan curah hujan sebagai berikut:
Kondisi I : tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik layu, telah
pernah ditanami dengan hasil memuaskan
Kondisi II : keadaan rata-rata
Kondisi III : hujan lebat atau ringan dan temperatur rendah telah terjadi dalam
lima hari terakhir serta tanah jenuh
Tabel 3 Batasan jumlah curah hujan pada setiap kondisi KAT sebelumnya
Ia = 0.2S ;
Keterangan:
Lms : panjang sungai utama (ft)
S : potential maximum retention (in) ; S = – 10
aws : kemiringan rata-rata DAS (%)
Kalibrasi
Presipitasi
Metode analisis presipitasi yang digunakan dalam penelitian ini sebagai
salah satu masukan HEC-HMS adalah metode user gage weights, yaitu
menentukan bobot curah hujan untuk setiap satu titik pengamatan sebagai dasar
perhitungan curah hujan wilayah. Bobot curah hujan wilayah dalam penelitian ini
dihitung berdasarkan poligon Thiessen. Hasil perhitungan bobot poligon Thiessen
pada masing-masing sub-DAS ditunjukkan pada Tabel 5 dan hasil poligon
Thiessen dari tiga stasiun yaitu Cililin, Cimanong, dan Pamipiran ditunjukkan
pada Gambar 4. Bobot curah hujan masing-masing stasiun menjadi input penting
dalam unsur meteorologi dalam pemodelan. Curah hujan yang terpilih yaitu bulan
Mei 2016, September 2016, November 2017, Desember 2017.
13
Batulayang
Rancapanggung Sukamulya
Nanggerang
Karyamukti
Buninagara
400
350
Curah hujan (mm)
300
250
200
150
100
50
0
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des Bulan
Observasi koreksi Sebelum koreksi
300
250
CH model (mm)
200 R² = 0.8706
150
100
50
0
0 50 100 150 200 250 300
CH Observasi (mm)
CH Koreksi-CH Observasi Linear (CH Koreksi-CH Observasi)
Basin Model
Presentase Sawah
0
100% 16 17 Pemukiman
8 0
80%
Ladang
27 36
60% Kebun
40% 23 Hutan
5 48
20% Semak
20 belukar
0
0%
2011 RTRW Tahun
Gambar 8 Statistik area penutupan lahan tahun 2011 dan RTRW 2009-2029
16
Keterangan:
Keterangan :
Kode tanah 67 : Typic Eutropepts dan Typic Hapludalfs
Kode tanah 70 : UlticHapludalfs dan Typic Hapludalfs
Kode tanah 76 : Typic Hapludalfs dan Lithic Troporthents
Semakin kecil nilai bilangan kurva (CN) menunjukkan laju infiltrasi yang
bagus, sehingga nilai Initial Abstraction (Ia) lebih besar. Semakin besar nilai
Initial Abstraction artinya untuk mencapai titik jenuh tebal hujan yang dapat
ditampung lebih banyak sebelum menjadi limpasan (Halwatura dan Najim 2013).
Penutupan lahan sesuai RTRW memiliki nilai Ia yang lebih besar dibandingkan
pada penutupan lahan tahun 2011. Penutupan lahan tahun 2011 lebih cepat
mencapai titik jenuh dibandingkan penutupan lahan sesuai RTRW tahun 2009-
2029, hal tersebut akan berdampak pada volume limpasan. Dengan volume hujan
yang sama, lahan yang cepat mencapai titik jenuh memiliki volume limpasan yang
lebih besar.
Tabel 10 Nilai Timelag untuk penutupan lahan sesuai RTRW tahun 2009-2029
Nilai timelag pada penutupan lahan tahun 2011 lebih singkat dibandingkan
pada penutupan lahan sesuai RTRW. Hal tersebut menunjukkan pada penutupan
lahan tahun 2011 lebih cepat mencapai kondisi jenuh dibandingan pada penutupan
lahan sesuai RTRW tahun 2009-2029. Apabila kondisi air tanah mudah jenuh
maka waktu untuk mencapai puncak relatif singkat (Yu et al 2000).
Baseflow Model
Inputan yang dibutuhkan dalam menentukan model aliran dasar yaitu
Initial discharge, konstanta resesi, serta ambang batas aliran (threshold). Aliran
threshold dapat dinyatakan dalam ratio to peak, yaitu perbandingan antara besar
aliran threshold dengan debit puncak. Besar nilai tersebut ditentukan berdasarkan
hidrograf aliran hasil pengamatan di stasiun Cililin. Nilai Initial discharge rata-
rata DAS Cibitung yaitu 2.5 m3/s, nilai konstanta resesi DAS Cibitung yaitu 0.6,
serta nilai ratio to peak rata-rata yaitu 0.8.
Routing Model
Berdasarkan konfigurasi DAS Cibitung proses routing terbagi menjadi dua
elemen reach, yaitu R-1 dan R2. Rata-rata lebar DAS Cibitung yaitu 10.5 meter
dengan slope rating curve DAS Cibitung yaitu 10.52. Berdasarkan nilai luas dan
slope rating curve tersebut didapat kecepatan alirannya yaitu 1.07 m/s. Parameter
K untuk masing-masing reach diperoleh yaitu R1 sebesar 0.50 jam dan R2
sebesar 0.31 jam. Nilai parameter x ditentukan menggunakan nilai rata-rata DAS
alami yaitu 0.2 yang selanjutnya akan dikalibrasi untuk mengetahui nilai x yang
sesuai dengan DAS Cibitung.
Kalibrasi
Setiap DAS memiliki parameter sensitif yang berbeda-beda. Hasil uji
sensitivitas menunjukkan parameter yang tidak sensitif yaitu pada transform
model (timelag) dan routing model (time travel dan faktor pembobot). Parameter
yang paling sensitif yaitu pada baseflow model (initial discharge, konstanta resesi,
21
dan time to peak) dan loss model (bilangan kurva, initial abstraction, dan
impervious). Parameter yang sensitif akan dikalibrasi dan digunakan untuk
membangun model. Pengujian hasil model dilakukan dengan menggunakan uji
kemiripan atau Uji-F. Uji-F model dilakukan dengan membandingkan antara hasil
model dengan observasi. Nilai yang menunjukkan Uji-F yaitu Nash-Sutcliffe
(NSE), dimana semakin mirip model dengan pengamatan maka nilai Nash-
Sutcliffe pun semakin besar. Rentang nilai NSE yaitu antara 0-1, semakin
mendekati 1 maka hasil model memiliki akurasi yang tinggi. Nilai Nash-Sutcliffe
sebelum kalibrasi pada masing-masing kejadian hujan yang dipilih hanya
mencapai -2 sampai 0.2. Nilai Nash-Sutcliffe sebelum kalibrasi sangat rendah,
sedangkan ketika sudah dikalibasi dapat mencapai 0.5 sampai 0.7. Gambar 11
merupakan salah satu hasil kalibrasi model yang memiliki nilai Nash-Sutcliffe
0.618. Nilai Nash-Sutcliffe model sebelum kalibrasi rendah dikarenakan terdapat
data paramater masukan model yang kurang tepat.
Nash-Sutcliffe = 0.618
25
20
15
10
5
0
20
15
10
5
0
20
15
5
0
10
80
60
40
20
0
100
05-Des 01-Nop 01-Mei
01-Sep
07-Des 03-Nop 03-Mei
03-Sep
09-Des 05-Nop 05-Sep 05-Mei
07-Nop 07-Sep 07-Mei
11-Des
09-Nop 09-Sep 09-Mei
13-Des
11-Nop 11-Sep 11-Mei
15-Des
13-Nop 13-Mei
13-Sep
17-Des 15-Mei
15-Nop 15-Sep
19-Des 17-Nop 17-Mei
17-Sep
Keterangan:
21-Des 19-Nop 19-Mei
19-Sep
21-Mei
23-Des 21-Nop 21-Sep
23-Mei
25-Des 23-Nop 23-Sep
25-Mei
27-Des 25-Nop 25-Sep
27-Mei
27-Nop 27-Sep
29-Des 29-Mei
29-Nop 29-Sep
31-Des 31-Mei
0
0
10
20
30
40
50
10
20
30
40
50
10
20
40
50
30
10
20
30
50
40
Bulan
Bulan
Debit (m3/s) Debit (m3/s)
23
Perubahan (%)
Skenario
Mei September November Desember
Perubahan iklim +9.61 -39.01 -5.20 +43.72
Perubahan penutupan lahan -6.67 +6.80 -5.67 -0.64
Perubahan iklim dan
-2.70 -36.90 -4.43 +15.77
penutupan lahan
Simpulan
Daerah Aliran sungai (DAS) Cibitung sensitif terhadap perubahan iklim dan
penutupan lahan. Respon yang terjadi berupa peningkatan limpasan. Peningkatan
limpasan paling besar terjadi pada kondisi perubahan iklim. Faktor
Imperviousness dan bilangan kurva (CN) pada penutupan lahan berpengaruh
terhadap limpasan. Penutupan lahan tahun 2011 memiliki imperviousness lebih
besar daripada penutupan lahan sesuai RTRW 2009-2029. Imperviousness yang
lebih besar mengakibatkan limpasan yang lebih besar pula. Penutupan lahan tahun
2011 memiliki bilangan kurva yang lebih besar dibandingkan penutupan lahan
RTRW 2009-2029. Penutupan lahan yang memiliki bilangan kurva lebih besar
25
memiliki laju infiltrasi yang rendah dan cepat mencapai titik jenuh. Penutupan
lahan sesuai RTRW 2009-2029 tidak mengalami peningkatan limpasan yang
signifikan apabila curah hujan tidak meningkat lebih dari 107%, sedangkan
penutupan lahan tahun 2011 mengalami peningkatan limpasan yang signifikan
jika curah hujan meningkat lebih besar atau sama dengan 2%.
Saran
DAFTAR PUSTAKA
Aldrian E dan Djamil YS. 2008. Spatio-temporal climatic change of rainfall in
east Java Indonesia. Internasional Journal Climatology. 28(1):435-448.
Anwar MR. 2011. The rainfall-runoff model using of the watershed physical
characteristic approach. International Jurnal of Civil and Environmental
Engineering. XI(6): 71-75.
Arsyad S. 2010. Konservasi Tanah dan Air. Bogor (ID): IPB Pr.
Asdak C. 2007. Hidrologi dan Pengelolaan Daerah Aliran Sungai. Jogjakarta
(ID): Gadjah Mada University Pr.
Bajwa, H.S., Tim, U.S., 2002. Toward immersive virtual environments for GIS-
based fl oodplain modeling and visualization. In: Proceedings of 22nd ESRI
User Conference, San Diego, TX, USA.
Bates BC, Kundzewicz ZW, Wu S dan Palutikof JP: (Eds). 2008. Climate Change
and Water. Technical paper of the Intergovernmental Panel on Climate
Change. IPCC Secretariat: Geneva.
Chow VT. 1964. Applied Hydrology. America (USA): McGraw-Hill Inc.
Falkenmark M, Rockström J. 2004. Balancing Water for Humans and Nature.
London (UK) : Cromwell Press.
Halwatura D dan Najim MMM. 2013. Application of the HEC-HMS model for
runoff simulation in atropical catchment. Elsevier Journal. 46(2013:155-
162.
Intergovernmental Panel on Climate Change [IPCC]. 2007. Climate Change 2007:
Synthesis Report. An Assessment Report of the Intergovernmental Panel on
Climate Change. IPCC Secretariat: Geneva.
Intergovernmental Panel on Climate Change [IPCC]. 2013. Climate Change 2013:
The Physical Science Basis.
Kaimuddin. 2000. Kajian Dampak Perubahan Iklim dan Tataguna Lahan
Terhadap Keseimbangan Air Wilayah Sulawesi Selatan (Studi Kasus DAS
Walanae Hulu dan DAS Saddang). [Disertasi]. Program Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Kalita, D.N., August 2008. A study of basin response using HEC-HMS and
subzone reports of CWC. In: Proceedings of the 13th National Symposium
on Hydrology.National Institute of Hydrology, Roorkee, New Delhi.
26
LAMPIRAN
Lampiran 1 tabel Bilangan Kurva (CN) aliran permukaan untuk berbagai
kompleks penutupan lahan
Kelompok Hidrologi Tanah
No Penggunaan Tanah/Perlakuan/Kondisi Hidrologi
A B C D
Pemukiman1
Persentase rata-rata
2
Luas Kapling (m ) kedap air2
500 65 77 85 90 92
1
1000 38 61 75 83 87
1300 30 57 72 86 86
2000 25 54 70 80 85
4000 20 51 68 79 84
2 Tempat parkir aspal, atap, jalan aspal dan lain-lain3 98 98 98 98
Jalan umum
Beraspal dan bersaluran pembuangan 98 98 98 98
3
Krikil 76 85 89 91
Tanah 72 82 87 89
4 Daerah pertokoan (85% kedap) 89 92 94 95
5 Daerah industri (75% kedap) 81 88 91 93
Tempat terbuka, padang rumput yang dipelihara,
taman,
6 lapangan golf, kuburan, dan lain-lain
Kondisi baik : 75% atau lebih tertutup rumput 39 61 74 80
Kondisi sedang : 50%-75% tertutup rumput 49 69 79 84
28
Lampiran 3 Peta Rencana Tata Ruang dan Wilayah Kabupaten Bandung Barat
30
Gambar 1
2. Tampilan create new project (Gambar 2), tulis nama project, deskripsi, serta
pilih ruang penyimpanan. Pilih sistem default Metric jika ingin menggunakan
satuan SI, jika ingin menggunakan satuan USA gunakan sistem default U.S.
Costumary. Kemudian klik create.
Gambar 2
31
3. Klik components pilih Basin Model Manager (akan muncul folder Basin
Model) klik new buat nama DAS klik create
Gambar 3
4. Nama DAS yang dibuat akan muncul dalam folder Basin Models klik hingga
muncul bckground map. Klik view >> Background Maps add DAS yang telah
dibuat dalam bentuk shp.
Gambar 4
5. Susun komponen elemen DAS, kemudian hubungkan tiap elemen yang telah
disusun seperti pada Gambar 5.
32
Gambar 5
6. Stetlah basin model tersusun, isikan parameter yang terdapat dalam DAS pada
menu parameter terdapat beberapa parameter, dalam penelitian ini yang
digunakan hanya parameter Loss, Transform, Baseflow, dan Routing.
Gambar 6
33
7. Nilai input pertama yang harus dimasukkan yaitu luasan DAS yang diinput ke
dalam parameter Subbasin Area. Nilai inputan parameter setiap model
tergantung metode yang digunakan. Loss model yang dipilih dalam penelitian
ini adalah metode SCS CN sehingga parameter input yang dibutuhkan yaitu
impervious, curva number, dan initial abstraction. Transform model yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu metode SCS unit hydrograph input yang
dibutuhkan yaitu timelag. Baseflow model dalam penelitian ini menggunakan
Recession Method ,parameter yang input antara lain initial discharge, recession
constant, dan ratio to peak. Metode Routing model yang digunakan yaitu
Muskingum, input yang dibutuhkan waktu travel, dan konstanta x.
8. Apabila komponen DAS sudah terisi, maka dapat dilanjut dengan mengisi
komponen Time-Series Data Manager dari menu Components yang berisi
tentang data timeseries curah hujan maupun debit observasi. Tentukan interval
data yang ingin dimasukkan seperti pada Gambar 7, selang data mulai dari per
menit hingga harian. Grafik curah hujan yang dimasukkan dapat dilihat pada
sub menu Graph pada menu Precipitation Gages seperti pada tampilan
Gambar 8.
Gambar 7
Gambar 8
34
Gambar 9
10. Komponen editor yang terdapat pada menu setiap sub-DAS ada pilihan Gage
Selection untuk menentukan stasiun mana yang memiliki bobot hujan pada
sub-DAS tersebut. Apabila stasiun Cililin memiliki bobot hujan pada sub-
DAS Buninagara maka pilih Yes (pada Gambar 10). Masukkaan bobot
stasiun pada sub-DAS sesuai yang telah dihitung dengan menggunakan
poligon Thiessen (pada Gambar 11).
Gambar 10
35
Gambar 11
11. Menentukan selang waktu simulasi model pada pilihan menu Components >>
Control Spesificaion Manager (Gambar 12). Selang waktu simulasi harus
sesuai dengan data time series yang dimasukkan pada komponen Time-Series
Model Manager.
Gambar 12
12. Apabila semua komponen sudah terisi maka dapat membuat komponen
simulasi pada menu Compute >> Simulation Run. Buat nama simulasi run
kemudian tinggal Next saja.
13. Untuk memulai menjalankan program klik kanan Run yang dibuat pilih
compute. Apabila terjadi eror maka akan muncul pada Message Log.
36
Gambar 13
14. Apabila ingin melihat tingkat keakuratan model dapat dimasukkan data debit
observasi pada komponen time seriues kemudian pada option sub-DAS
masukkan observer flow pada outflow (pada Gambar 14)
Gambar 14
15. Melihat hasil model dengan klik menu Result pada komponen editor.
Summary tabel akan menunjukkan hasil Nash-Sutcliffe model (Gambar 15).
Salah satu bentuk hidrograf aliran model ditunjukkan pada Gambar 16.
Gambar 15
37
Gambar 16
16. Kalibrasi model dapat dilakukan dengan aplikasi HEC-HMS yaitu dengan
membuat menu trial : Compute >> Optimization Trial Manager. Tentukan
Max Iterations, serta persentase Missing flow. Klik kanan pada trial pilih Add
Parameter untuk menentukan parameter mana yang akan dikalibrasi. Apabila
sudah terisi semua maka klik kanan trial yang dibuat > Compute.
Gambar 17
17. Hasil trial memberikan pendekatan nilai yang lebih sesuai beserta dengan
sensitivitas dari perameter tersebut.
Gambar 18
38
RIWAYAT HIDUP
Penulis lahir di Bojonegoro pada tanggal 28 Juni 1996 dari pasangan Bapak
Lasimin dan Ibu Sri Welas. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara.
Penulis menempuh pendidikan sekolah dasar di SDN Bangilan 02, pendidikan
menengah pertama di SMPN 1 Bangilan, pendidikan menengah atas di SMA N 1
Jatirogo, serta melanjutkan jenjang perkuliahan di Institut Pertanian Bogor
program studi Geofisika dan Meteorologi. Penulis lulus seleksi kuliah melalui
jalur SNMPTN. Selama kegiatan perkuliahan, penulis pernah aktif di organisasi
Bina Desa BEM KM IPB sebagai anggota divisi Pengembangan Usaha Desa.
Penulis juga ikut berperan aktif dalam kepanitiaan kegiatan kampus, di antaranya
PSN (Pesta Sains Nasional) pada tahun 2016.