Anda di halaman 1dari 44

ANALISIS SEBARAN BANJIR MENGGUNAKAN MODEL HEC-RAS

SEBAGAI UPAYA ANTISIPASI BANJIR DI WILAYAH


SUNGAI SUNTER, JAKARTA TIMUR

EGA PRATAMA

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Sebaran


Banjir Menggunakan Model HEC-RAS sebagai Upaya Antisipasi Banjir di
Wilayah Sungai Sunter, Jakarta Timur adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, November 2016

Ega Pratama
NIM G24120006
ABSTRAK
EGA PRATAMA. Analisis Sebaran Banjir Menggunakan Model HEC-RAS
sebagai Upaya Antisipasi Banjir di Wilayah Sungai Sunter, Jakarta Timur.
Dibimbing oleh BAMBANG DWI DASANTO.

Sungai Sunter merupakan salah satu sungai yang berpotensi menimbulkan


banjir di wilayah Jakarta Timur. Penyempitan aliran dan pendangkalan Sungai
Sunter menyebabkan wilayah Jakarta Timur dan sekitarnya sangat rawan
tergenangi banjir akibat luapan Sungai Sunter. Berdasarkan permasalahan
tersebut, diperlukan kajian pada Sungai Sunter di wilayah Jakarta Timur untuk
menduga area sebaran banjir di wilayah Sungai Sunter, Jakarta Timur dengan
menggunakan model HEC-RAS sebagai salah satu upaya antisipasi banjir di
wilayah tersebut. Model HEC-RAS dapat digunakan untuk memodelkan sebaran
banjir dalam komponen profil muka air aliran permanen (steady flow). Sebaran
banjir di wilayah Sungai Sunter, Jakarta Timur mencakup lima kecamatan, yaitu
Kecamatan Makasar, Duren Sawit, Jatinegara, Pulo Gadung, dan Cakung.
Kecamatan Makasar merupakan wilayah sasaran banjir yang terluas sedangkan
Kecamatan Cakung merupakan wilayah sasaran banjir yang terkecil baik pada
kondisi existing (saat ini) maupun pada setiap periode ulang kejadian banjir 5, 10,
25, 50, dan 100 tahun. Peta genangan banjir yang dihasilkan oleh model HEC-
RAS dapat direkomendasikan dalam menentukan area rawan banjir di wilayah
Sungai Sunter, Jakarta Timur.

Kata kunci: Model HEC-RAS, peta genangan banjir, sebaran banjir


ABSTRACT

EGA PRATAMA. Flood Distribution Model Analysis Using HEC-RAS for Flood
Anticipation in The Sunter River, East Jakarta. Supervised by BAMBANG DWI
DASANTO.

Sunter River is one of the Jakarta’s rivers that has a potential of river
flooding in East Jakarta. Flow constringency and river shallowing causing
East Jakarta region is very vulnerable to the flood due to Sunter River
overflow. Based on this problem, a study on Sunter River in East Jakarta to
expect the flood area using HEC-RAS model is needed as one of the
anticipation efforts in East Jakarta. HEC-RAS model can be used to
modelize flood distribution in steady flow profile component. Flood
distribution in Sunter River covering five districts: Makasar district, Duren
Sawit, Jatinegara, Pulo Gadung, and Cakung. Makasar district is one of the
riskiest region meanwhile Cakung district has the smallest risk of flood in
the existing scenario or even in each return period of 5, 10, 25, 50, and 100
years. Flood inundation map produced by HEC-RAS model can be
recommended to expecting the flood vulnerable area in Sunter River, East
Jakarta.

Keywords: Flood distribution, flood inundation map, HEC-RAS model


ANALISIS SEBARAN BANJIR MENGGUNAKAN MODEL HEC-RAS
SEBAGAI UPAYA ANTISIPASI BANJIR DI WILAYAH
SUNGAI SUNTER, JAKARTA TIMUR

EGA PRATAMA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Geofisika dan Meteorologi

DEPARTEMEN GEOFISIKA DAN METEOROLOGI


FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016
PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala rahmat
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2016 ini ialah banjir,
dengan judul Analisis Sebaran Banjir Menggunakan Model HEC-RAS sebagai
Upaya Antisipasi Banjir di Wilayah Sungai Sunter, Jakarta Timur.
Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang
telah membantu dalam penyusunan karya ilmiah ini, yaitu :
1. Ayahanda Gurun dan Ibunda Amelia serta adik satu-satunya Ekki
Juliansyah yang telah memberikan dorongan moril maupun materil serta
semangat dan doanya kepada penulis selama menjalani perkuliahan
sampai penyusunan karya ilmiah ini.
2. Bapak Dr. Bambang Dwi Dasanto, M.Si selaku dosen pembimbing
skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahannya kepada
penulis selama penyusunan tugas akhir ini dan Bapak Prof. Dr. Ir.
Ahmad Bey selaku pembimbing akademik yang telah membimbing
penulis selama menjalani perkuliahan.
3. Terkasih Sri Sifa Fauzia, S.Farm dan keluarga besar khususnya Ibu
Narti atas semua bantuan dan dukungannya selama ini kepada penulis.
4. Keluarga Besar Banana House, Benny, Irvan, Allan, Bayu, Eqqi, Reggy,
Chandra, Lilik, Amri, Umar, Dinul, dan Ari atas semua bantuannya,
persaudaraannya, dan dukungannya selama ini.
5. Kepada teman-teman satu bimbingan, Orita, Rias, Insan, dan Umar atas
saran dan kritik serta dukungannya kepada penulis.
6. Kepada Keluarga besar lab klimatologi dan keluarga besar GFM 49
yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas motivasi dan
dukungan serta canda tawa kalian semua.
7. Kepada Bang Prahdit (GFM 48) yang telah membantu penulis dalam
menyusun tugas akhir ini.
8. Kepada kawan-kawan SMA (Ahmad Fahrizal, S.Kom; Ahmad Yazid
Bustomi, S.E; M.Lukman, S.E; M.Al-Ziqri, S.Kom; Aliy Ridho, S.Pd;
dan lain-lainnya).
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2016

Ega Pratama
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 2
TINJAUAN PUSTAKA 2
Keadaan Umum Sub-DAS Sunter, Jakarta Timur 2
Banjir 3
Model Hidrolika Banjir 4
Model HEC-RAS 4
Distribusi Peluang debit 5
METODE 5
Alat 5
Data 6
Prosedur Analisis Data 6
HASIL DAN PEMBAHASAN 10
Analisis Data Debit 10
Model Sebaran Banjir 12
Pemetaan Sebaran Banjir 15
Analisis Area dan Luas Genangan Banjir 18
Validasi Model 19
SIMPULAN DAN SARAN 21
Simpulan 21
Saran 22
DAFTAR PUSTAKA 22
LAMPIRAN 25
RIWAYAT HIDUP 30
DAFTAR TABEL
1 Luas penggunaan lahan Sub DAS Sunter, Jakarta Timur 3
2 Nilai uji statistik beberapa distribusi peluang hasil Crystal Ball 10
3 Besar debit existing dan debit periode ulang 11
4 Luas genangan banjir existing dan setiap periode ulang 18

DAFTAR GAMBAR
1 Komponen TIN 7
2 Jenis distribusi peluang lognormal hasil Crystal Ball 11
3 Visualisasi model geometri Sungai Sunter pada ArcMap 12
4 Profil muka air sepanjang alur Sungai Sunter 13
5 Hubungan elevasi dasar saluran dengan debit total 14
6 Profil muka air di suatu penampang melintang 15
7 Peta genangan banjir 17
8 Hasil validasi antara banjir model dengan banjir landsat 19
9 Perbandingan kejadian banjir aktual dan model 20
10 Peta kejadian banjir hasil pemodelan beserta foto hasil pengamatan
lapang 21

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta wilayah kajian Sub DAS Sunter, Jakarta Timur 25
2 Peta penggunaan lahan Sub DAS Sunter, Jakarta Timur 25
3 Diagram alir penelitian 26
4 Profil aliran permanen sepanjang alur sungai dalam bentuk tiga dimensi 27
5 Kedalaman banjir hasil survey lapang dengan model banjir 29
PENDAHULUAN

Latar Belakang

Banjir merupakan salah satu bencana hidrometeorologi yang sering terjadi


di Indonesia. Berdasarkan data yang dirilis oleh Data dan Informasi Bencana
Indonesia BNPB (2016) selama periode 1815-2016, Indonesia mengalami
kejadian bencana banjir sebanyak 6833 kejadian atau sekitar 33.5% dari seluruh
jenis bencana alam. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan salah satu negara
tropis yang memiliki curah hujan cukup tinggi. Selain curah hujan, banjir juga
dipengaruhi oleh sistem DAS dan faktor manusia. Faktor-faktor tersebut sangat
berpengaruh terhadap kejadian banjir di kota-kota besar di Indonesia, khususnya
DKI Jakarta.
DKI Jakarta merupakan salah satu kota yang sering dilanda banjir di
Indonesia. Secara geografis, sekitar 24000 ha atau 40% dari seluruh wilayahnya
adalah dataran yang letaknya lebih rendah dari permukaan laut dan dialiri oleh
tiga belas sungai yang bermuara di Laut Jawa (Team Mirah Sakethi 2010). Salah
satu wilayah yang paling diperhatikan saat terjadi banjir ialah Kota Jakarta Timur.
Kota Administrasi Jakarta Timur terdiri dari 95% daratan dan selebihnya rawa
atau persawahan dengan ketinggian rata-rata 50 meter diatas permukaan laut
(BPBD DKI Jakarta 2015). Wilayah ini dialiri oleh tujuh sungai yang berpotensi
banjir, salah satunya ialah Sungai Sunter (Kadri 2011).
Kondisi fisik Sungai Sunter yang buruk seperti pendangkalan sungai dan
pemukiman ilegal di bantarannya menyebabkan sungai tidak dapat menampung
debit yang besar saat adanya banjir kiriman dari daerah hulu sehingga wilayah
Sungai Sunter dan sekitarnya selalu tergenangi banjir pada musim hujan. Kadri
(2011) menyebutkan bahwa penggunaan lahan yang sangat padat pemukiman di
wilayah Sungai Sunter juga akan menyebabkan kejadian banjir semakin besar
walaupun dengan intensitas hujan yang kecil sehingga permasalahan ini harus
segera ditangani secara serius. Upaya pemerintah untuk mengantisipasi banjir di
wilayah tersebut perlu didukung dengan cara yang tepat, salah satunya ialah
pembuatan peta genangan banjir. Menurut Pratomo (2008) pembuatan peta
daerah-daerah yang memiliki tingkat bahaya banjir perlu dilakukan agar
pemerintah dapat mengambil kebijakan yang tepat untuk menanggulangi banjir.
Selain itu, pemetaan genangan banjir juga dapat digunakan untuk memprediksi
luas dan elevasi muka air banjir di wilayah tertentu (Cook 2008).
Penyusunan peta genangan banjir dapat dilakukan dengan model hidrolika
yang terintegrasi dengan SIG (Sistem Informasi Geografis). Salah satu model
hidrolika yang terintegrasi dengan SIG adalah model HEC-RAS (Hydrologic
Engineering Center-River Analysis System). HEC-RAS merupakan salah satu
model hidrolika yang dapat memodelkan aliran sungai dalam bentuk satu dimensi
(USACE 2010). HEC-RAS menghasilkan profil muka air setiap penampang
melintang sungai dan disusun menjadi peta genangan banjir dengan menggunakan
software ArcMap. Peta genangan banjir tersebut dapat digunakan untuk
mengetahui wilayah rawan banjir di sekitar Sungai Sunter, Jakarta Timur.
2

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengestimasi area dan luas sebaran banjir
menggunakan model HEC-RAS sebagai upaya antisipasi banjir di wilayah Sungai
Sunter, Jakarta Timur.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi daerah rawan banjir


di wilayah Sungai Sunter khususnya daerah Jakarta Timur, sehingga pemerintah
maupun warga sekitar dapat mengambil kebijakan yang tepat dalam mencegah
serta mengantisipasi kejadian banjir yang akan datang.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini adalah aliran Sungai Sunter dari Kecamatan
Makasar diasumsikan sebagai daerah hulu sungai sedangkan percabangan antara
Sungai Sunter dan Cipinang di Kecamatan Pulo Gadung diasumsikan sebagai
daerah hilir sungai. Selain itu, kondisi geometri sungai diperoleh dari data DEM
ASTER resolusi 30 x 30 meter dan diasumsikan bahwa geometri sungai tersebut
tidak mengalami perubahan hingga sekarang.

TINJAUAN PUSTAKA

Keadaan Umum Sub-DAS Sunter, Jakarta Timur

Letak Geografis Sub-DAS Sunter


Secara geografis wilayah Sub-DAS Sunter, Jakarta Timur berada pada 6º
10’- 6º 22’ LS dan 106º 51’- 106º 55’ BT dengan luas sebesar 12 117 ha. Sub-
DAS Sunter mencakup 10 kecamatan diantaranya Kecamatan Cipayung, Ciracas,
Kramat Jati, Makasar, Duren Sawit, Jatinegara, Pulo Gadung, Cakung, Matraman,
dan Pasar Rebo. Hulu Sungai Sunter terletak di daerah Jatisampurna, Kota Bekasi
dan bermuara di pesisir Jakarta Utara. Sungai ini mengalir di bagian timur Kota
Jakarta dan berbatasan langsung dengan Kota Bekasi. Menurut BPBD DKI
Jakarta (2013), beberapa wilayah di Jakarta Timur yang berpotensi banjir apabila
Sungai Sunter meluap yaitu Kelurahan Pondok Bambu, Cipinang Muara,
Cipinang Besar Utara, Jatinegara, dan Jatinegara Kaum. Peta administrasi Sub-
DAS Sunter dapat dilihat pada Lampiran 1.

Penutupan dan Penggunaan Lahan Sub DAS Sunter


Penggunaan dan penutupan lahan Sub-DAS Sunter, Jakarta Timur
didominasi oleh pemukiman yang mencapai persentase sebesar 80% dan sisanya
berupa lapangan udara, pertanian lahan kering, sawah, semak, dan badan air
dengan persentase masing-masing yang sangat kecil (Tabel 1). Wilayah hulu Sub-
DAS Sunter masih terdapat lahan pertanian dan persawahan serta badan air
3

walaupun dengan persentase yang sangat kecil. Hal ini disebabkan mayoritas mata
pencaharian penduduk di wilayah tersebut adalah petani dan lahan pertanian di
wilayah tersebut termasuk kategori lahan yang produktif. Sebaliknya, pada
wilayah hilir, penggunaan lahan lebih didominasi oleh pemukiman penduduk
yaitu sebesar 8047 ha. Peningkatan penduduk di Jakarta menyebabkan alih fungsi
lahan hijau menjadi lahan pemukiman yang mengakibatkan semakin
berkurangnya lahan resapan air. Kurangnya lahan resapan air tersebut akan
membuat penyerapan air oleh permukaan tanah menjadi tidak optimal sehingga
mengakibatkan terjadinya genangan di wilayah tersebut saat musim hujan. Peta
penggunaan dan penutupan lahan Sub-DAS Sunter, Jakarta Timur dapat dilihat
pada Lampiran 2.
Tabel 1 Luas penggunaan lahan Sub-DAS Sunter, Jakarta Timur
Luas Persentase
Jenis Penggunaan Lahan
(Ha) (%)
Pemukiman 8 047.63 81.9
Lapangan Udara 743.15 7.6
Pertanian Lahan Kering 675.06 6.9
Pertanian Lahan Kering Campuran 301.42 3.1
Sawah 8.59 0.9
Semak 46.51 0.5
Tubuh Air 0.55 0.005
Sumber : BP DAS Citarum-Ciliwung (2013)

Banjir

Banjir secara umum dapat diartikan sebagai debit aliran sungai yang secara
relatif lebih besar dari biasanya akibat hujan yang turun di daerah hulu atau di
suatu tempat tertentu secara terus menerus, sehingga air limpasan tidak dapat
ditampung oleh alur sungai yang ada, maka air melimpah keluar dan menggenangi
daerah sekitarnya (Peraturan Dirjen RLPS No. 04 tahun 2009).
Menurut Degiorgis et al. (2012) banjir merupakan salah satu bencana alam
yang dampaknya sangat signifikan terhadap hampir seluruh komponen komunitas
global dan terlepas dari lokasi geografis, keadaan sosial, dan struktur ekonomi.
Secara umum, ada tiga faktor yang menyebabkan terjadinya banjir diantaranya
faktor meteorologi, hidrologi, dan manusia. Faktor meteorologi meliputi
fenomena-fenomena meteorologi seperti intensitas curah hujan yang tinggi, angin
siklon, badai, dan pasang-surut air laut. Faktor hidrologi yang menyebabkan
banjir yaitu meningkatnya aliran permukaan akibat mencairnya es dan salju,
permukaan tanah yang keras dan jenuh, tingkat infiltrasi yang rendah, dan erosi.
Faktor manusia meliputi pertumbuhan populasi, perubahan penggunaan lahan,
aktivitas sosial-ekonomi, urbanisasi, dan perubahan iklim (ADPC 2005). Selain
itu, banjir juga dipengaruhi oleh faktor karakteristik DAS yang meliputi luas DAS,
ketinggian, kemiringan lahan, dan kadar air tanah (Purnama 2008).
Ada beberapa jenis banjir yang dapat dikelompokkan sebagai berikut
(ADPC 2005):
1. Banjir akibat meluapnya aliran sungai.
4

Banjir sungai adalah banjir yang terjadi karena sungai tidak mampu
menampung debit aliran yang sangat besar sehingga terjadi genangan yang meluas
di sekitarnya. Terdapat dua jenis banjir sungai yaitu slow-onset floods (banjir yang
sangat lambat) dan rapid-onset floods (banjir bandang). Slow-onset floods ialah
banjir sungai yang terjadi sangat lama dan dapat berakhir hingga beberapa bulan.
Banjir ini disebabkan oleh curah hujan yang berlangsung sangat lama dan
mencairnya salju. Jenis banjir ini dapat diprediksi sehingga penduduk dapat
melakukan proses evakuasi sebelum terjadinya banjir. Sedangkan rapid-onset
floods ialah banjir yang terjadi di sungai yang curam setelah berlangsungnya
curah hujan yang tinggi. Banjir ini biasanya disertai dengan kenaikan dan
penyurutan muka air secara cepat. Kerugian yang diakibatkan oleh rapid-onset
floods lebih besar dibandingkan dengan slow-onset floods.
2. Banjir lokal.
Banjir lokal adalah banjir yang terjadi akibat tingginya curah hujan dalam
periode yang lama di suatu daerah dan dipengaruhi pula oleh buruknya sistem
saluran air dan kurangnya pemeliharaan sistem evakuasi banjir di wilayah tersebut
sehingga banjir dapat berlangsung sangat lama.

Model Hidrolika Banjir

Model hidrolika banjir adalah representasi dari kejadian banjir yang terjadi
di suatu wilayah. Dalam praktiknya, model hidrolika banjir dapat dilakukan
dengan dua pendekatan yaitu pendekatan satu dimensi dengan menggunakan
model HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center-River Analysis System) dan
pendekatan dua dimensi menggunakan model FESWMS (Finite Element Surface
Water Modeling System). Menurut Cook (2008), model satu dimensi
mengasumsikan bahwa semua aliran air mengalir dalam arah yang membujur
sedangkan pada model dua dimensi aliran air dapat mengalir dalam arah
membujur maupun lateral. Secara umum, model satu dimensi lebih efisien dalam
penggunaannya namun model ini tidak dapat melakukan simulasi sebaran banjir
secara lateral (aliran ke arah samping) dan bentuk topografi hanya diwakili oleh
seperangkat penampang melintang, sehingga model ini kurang merepresentasikan
bentuk topografi dan dataran banjir yang sebenarnya. Oleh karena fokus penelitian
ini hanya pada model HEC-RAS, maka pendekatan satu dimensi dipilih untuk
mensimulasikan aliran air dan memetakan genangan banjir di wilayah Sungai
Sunter, Jakarta Timur.

Model HEC-RAS

HEC-RAS (Hydrologic Engineering Center-River Analysis System)


merupakan salah satu model aplikasi dalam bidang hidrologi yang dikembangkan
oleh Hydrologic Engineering Center (HEC) dibawah divisi U.S. Army Corps of
Engineers (USACE). HEC-RAS berfungsi untuk memodelkan aliran sungai
dalam bentuk satu dimensi. HEC-RAS memiliki empat komponen model satu
dimensi yaitu: 1) hitungan profil muka air aliran permanen, 2) simulasi aliran tak
permanen, 3) hitungan transpor sedimen, dan 4) analisis kualitas air (USACE
2010).
5

Komponen model yang digunakan untuk mensimulasikan debit dan


ketinggian air di suatu saluran sungai adalah model aliran permanen (steady flow)
dan aliran tak permanen (unsteady flow). Namun dalam penelitian ini komponen
model yang digunakan hanya hitungan profil muka air aliran permanen (steady
flow). Modul aliran permanen digunakan untuk menghitung profil muka air aliran
permanen berubah beraturan (steady gradually varied flow). Modul aliran
permanen dirancang untuk dipakai pada permasalahan pengelolaan bantaran
sungai dan penetapan asuransi risiko banjir berkenaan dengan penetapan bantaran
sungai dan dataran banjir. Modul ini dapat pula dipakai untuk perkiraan
perubahan muka air akibat perbaikan alur atau pembangunan tanggul (Istiarto
2014). Selain itu, hasil penelitian Muin (2015) menunjukkan bahwa hitungan
profil muka air aliran mantap juga dapat digunakan untuk simulasi kedalaman dan
distribusi banjir.

Distribusi Peluang Debit

Distribusi peluang (probability distribution) adalah suatu distribusi yang


menggambarkan peluang dari sekumpulan variat sebagai pengganti frekuensinya
(Soewarno 1995). Salah satu tujuan analisis distribusi peluang adalah untuk
menentukan periode ulang. Periode ulang dapat diartikan sebagai interval waktu
rata-rata nilai variat dari variabel hidrologi tertentu akan disamai atau dilampaui
(disamai atau tidak dilampaui) satu kali (Soewarno 1995). Pada periode ulang
yang lebih kecil (2 tahunan) memiliki peluang kejadian yang lebih besar
dibandingkan periode ulang yang lebih besar (10 tahunan) dan seterusnya. Secara
umum, distribusi peluang dapat dibedakan menjadi distribusi peluang diskrit dan
kontinu. Data debit termasuk data yang menyebar secara kontinu karena berasal
dari hasil pengukuran. Data debit yang akan digunakan untuk model HEC-RAS
terlebih dahulu disiapkan dengan melakukan analisis peluang debit pada beberapa
periode ulang.

METODE

Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :


 Laptop
 Ms. Office
 Software Crystal Ball
 Software MATLAB
 Software HEC-RAS 4.1.0
 Software ArcMap 10.1 terintegrasi HEC-GeoRAS
6

Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :


 Data debit harian Sungai Sunter stasiun pengamatan Pondok Gede
tahun 2004-2015
 Peta administrasi dan penggunaan lahan DAS Sunter tahun 2013
 Peta jaringan sungai
 Data DEM(Digital Elevation Model) ASTER resolusi 30x30 meter
 Citra LANDSAT 8 path/row 122/64 tanggal 12 Oktober 2013
 Data kedalaman banjir aktual tahun 2007 (berdasarkan pengamatan
lapang)

Prosedur Analisis Data

Penelitian ini meliputi beberapa tahapan pengolahan data diantaranya


analisis data debit, pemodelan wilayah banjir, analisis sebaran banjir, dan validasi
model. Diagram alir dari penelitian ini dapat dilihat pada Lampiran 3.

Analisis Data Debit

Analisis data debit diperlukan untuk mengetahui jenis distribusi yang cocok
dengan data debit yang tersedia sehingga dapat menentukan periode ulang debit
tersebut. Penentuan jenis distribusi dilakukan dengan menggunakan software
Crystal Ball yang terintegrasi dengan Ms. Excel. Dalam Crystal Ball terdapat
salah satu fitur yang dapat digunakan untuk mengetahui jenis distribusi data
berdasarkan tiga parameter uji statistik (Anderson-Darling, Kolmogorov-Smirnov,
dan Chi-Square).
Data debit rata-rata harian yang tersedia di uji kecocokannya (the goodness
of fit test) dengan 14 jenis distribusi peluang yang terdapat dalam Crystal Ball.
Jenis distribusi yang terpilih ialah distribusi yang memiliki nilai parameter uji
statistik terendah yaitu Anderson-Darling. Jenis distribusi yang terpilih kemudian
digunakan untuk menentukan nilai debit pada beberapa periode ulang kejadian
banjir yaitu periode ulang 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun.
Penentuan debit banjir setiap periode ulang menggunakan software
MATLAB dengan cara mentransformasikan nilai parameter bentuk a dan
parameter skala b dari distribusi peluang yang terpilih menjadi suatu fungsi
distribusi kumulatif (cumulative distribution function, cdf) yang dapat dituliskan
dalam bentuk sebagai berikut (Dasanto 2015) :
P= (1)
dimana p merupakan nilai peluang cdf; F merupakan fungsi dari distribusi peluang
kumulatif tertentu (misalnya gamma, log normal, normal, dan lain sebagainya); x
menunjukan data yang dianalisis seperti data debit harian; serta a dan b
merupakan nilai parameter distribusi peluang.
Besarnya debit setiap periode ulang kemudian dihitung dengan cara
melakukan inverse terhadap fungsi distribusi kumulatif (inverse cumulative
7

distribution function, icdf) dengan komponen masukannya berupa parameter


distribusi peluang dan nilai periode ulang yang telah ditetapkan yaitu 5, 10, 25,
50, dan 100 tahun. Bentuk persamaan icdf sebagai berikut :
-1
X= p ab (2)
dimana x merupakan nilai data atau debit dari periode ulang tertentu; -1
menunujukan fungsi inverse cdf; p merupakan nilai peluang; serta a dan b
merupakan nilai parameter distribusi peluang.

Pemodelan Wilayah Banjir

Pemodelan wilayah banjir merupakan penggambaran sederhana dari


genangan banjir yang terjadi pada suatu DAS atau aliran sungai. Model HEC-
RAS dapat memodelkan distribusi banjir dengan pendekatan model aliran satu
dimensi. Salah satu keunggulan model ini adalah hasil keluaran berupa peta
prediksi banjir di setiap penampang melintang sepanjang aliran sehingga dapat
diketahui area sebaran banjirnya. Pemodelan wilayah banjir menggunakan HEC-
RAS meliputi tiga tahapan yaitu peniruan geometri sungai, peniruan aliran, dan
pemetaan wilayah banjir.

 Peniruan Geometri Sungai


Tahap ini merupakan tahap pre-processing dalam pemodelan wilayah
banjir. Peniruan geometri sungai dilakukan di ArcMap yang terintegrasi dengan
HEC-GeoRAS dengan menggunakan data Digital Elevation Model (DEM). Untuk
membuat geometri sungai yang detil dan jelas, data DEM perlu diubah kedalam
format Triangular Irregular Network (TIN). Menurut Azagra (1999) TIN adalah
cara yang efisien untuk menggambarkan permukaan secara kontinu sebagai
jaringan triangles. Komponen TIN terdiri dari nodes, triangles, dan edges
(Lagason 2008).

Gambar 1 Komponen TIN

Sumber : Lagason (2008)

Data geometri sungai yang dibutuhkan oleh HEC-RAS diantaranya stream


centerlines, banks lines, flowpath centerlines, dan cross section. Data-data
8

tersebut diperoleh dengan cara menggambar permukaan berdasarkan kontur dari


data DEM yang telah diubah kedalam format TIN tersebut pada ArcMap yang
terintegrasi HEC-GeoRAS.

 Peniruan Aliran
Proses peniruan aliran dilakukan untuk menghitung profil muka air di
sepanjang alur tampang melintang sungai. Data yang diperlukan untuk
menghitung profil muka air adalah data debit aliran permanen (steady flow) setiap
periode ulang. Perhitungan profil muka air pada aliran permanen (steady flow)
memakai persamaan energi antara dua tampang melintang yang dituliskan dalam
bentuk berikut (Istiarto 2014):

Y2 + Z2 + = Y1 + Z1 + + he (3)

Keterangan:
Y1, Y2 = kedalaman aliran,
Z1, Z2 = elevasi dasar saluran,
V1, V2 = kecepatan rata-rata (debit dibagi luas tampang basah),
, = koefisien,
= percepatan gravitasi,
he = kehilangan tinggi energi.

Kehilangan tinggi energi diantara dua penampang melintang terdiri dari dua
komponen, yaitu kehilangan energi akibat gesekan (friction losses) dan
kehilangan energi akibat perubahan penampang (contraction or expansion losses).
Kehilangan energi akibat gesekan merupakan perkalian antara kemiringan garis
energi karena gesekan (Sf) dan panjang ruas sungai antara dua penampang (L).
Nilai Sf dapat dihitung dengan menggunakan persamaan manning sebagai berikut
(Istiarto 2014):
2
Sf ( ) (4)
dimana Q adalah debit aliran dan K adalah kapasitas angkut tiap bagian tampang
yang dapat dihitung dengan menggunakan persamaan:
2⁄
K= AR (5)
Keterangan:
K = kapasitas angkut tiap bagian penampang,
n = koefisien kekasaran manning tiap penampang,
A = luas penampang basah tiap bagian penampang,
R = radius hidrolika tiap bagian penampang.

Kehilangan energi akibat perubahan penampang disebabkan oleh adanya


kontraksi dan ekspansi penampang. Koefisien kehilangan energi akibat kontraksi
dan ekspansi penampang dapat dihitung dengan persamaan berikut:

he= C | - | (6)
9

dimana C merupakan koefisien kontraksi atau ekspansi.


Berdasarkan dua komponen tersebut maka kehilangan tinggi energi diantara
dua penampang melintang dapat dinyatakan dengan persamaan berikut:

he = L.Sf + C | - | (7)

dimana L adalah panjang ruas sungai antar kedua penampang, Sf adalah


representative friction slope antar kedua penampang, dan C adalah koefisien
kehilangan energi akibat perubahan penampang.

 Pemetaan Wilayah Sebaran Banjir


Pemetaan wilayah sebaran banjir merupakan tahap post-processing dalam
pemodelan wilayah banjir. Pada tahap ini software ArcMap terintegrasi HEC-
GeoRAS melakukan pemetaan sebaran banjir dari simulasi aliran pada HEC-RAS.
Data aliran permanen dari HEC-RAS yang telah di export ke dalam ArcMap
digunakan untuk membuat bounding polygon yang berfungsi membatasi genangan
banjir dari titik akhir penampang melintang paling luar (Leon 2015). Pembuatan
water surface TIN yang dikonversi dari elevasi permukaan air akan membangun
model permukaan TIN yang mencakup daerah diluar genangan. Permukaan TIN
tersebut digunakan untuk membuat floodplain delineation yang akan menunjukan
area sebaran dan kedalaman muka air di setiap wilayah yang tergenang.

Analisis Sebaran Banjir

Analisis sebaran banjir dilakukan dengan menghitung luas area sebaran dan
kedalaman di setiap wilayah genangan pada kondisi existing (saat ini)
menggunakan debit rata-rata dan periode ulang banjir 5, 10, 25, 50, dan 100
tahunan. Sebaran banjir yang telah di export ke dalam ArcMap sebelumnya
kemudian diproses dengan menggunakan teknik GeoProcessing yang ada pada
ArcMap (seperti: union, intersection, clip, dan merge) dan di overlay dengan peta
administrasi Sub-DAS Sunter. Dalam proses tersebut, ArcMap akan menghitung
poligon-poligon kecil terkait sumber banjir dan mengakumulasikannya di setiap
kecamatan yang hasilnya berupa luas genangan banjir.

Validasi Model

Validasi model merupakan tahapan yang penting dalam membangun suatu


model (Nafari et al. 2016). Menurut Knebl et al. (2005) distribusi genangan banjir
hasil pemodelan harus dibandingkan atau divalidasikan dengan distribusi banjir
yang sebenarnya untuk mengetahui tingkat keakuratan model tersebut. Validasi
model dapat dianalisis dengan menggunakan data citra satelit Landsat. Model
dianggap akurat jika luas dan posisi antara hasil model dengan data sebenarnya
adalah bersesuaian dan mirip serta memiliki persentase mendekati 100%. Tingkat
keakuratan model dapat dihitung dengan persamaan berikut (Horrit dan Bates
2002):
10

F= X 100% (8)
Keterangan :
Smod : jumlah piksel atau sel banjir hasil model;
Sobs : jumlah piksel atau sel banjir pada data observasi (Landsat 8);
Num : jumlah keseluruhan piksel;
F : nilai F bervariasi antara 0% sampai 100%, nilai 0% menunjukkan tidak
ada kesamaan antara data model dengan data observasi, sedangkan nilai
100% menunjukkan adanya kesamaan antara data model dan data
observasi.

Penelitian ini juga melakukan pengamatan lapang untuk mengetahui


kejadian banjir yang sebenarnya sehingga dapat mendukung hasil validasi
menggunakan data citra sateli. Pengamatan ini dimulai dari wilayah hulu yang
terletak di Kecamatan Makasar sampai wilayah hilir yaitu perbatasan antara
Kecamatan Jatinegara dan Pulo Gadung. Hasil dari pengamatan ini berupa data
kejadian dan kedalaman banjir tertinggi yang pernah terjadi wilayah Sungai
Sunter tersebut yang kemudian dibandingkan dengan kejadian banjir hasil dari
model HEC-RAS untuk melihat area sebaran banjirnya.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis Data Debit

Analisis Distribusi Peluang Debit


Hasil uji kecocokan debit rata-rata harian dengan menggunakan Crystal Ball
menunjukan bahwa data tersebut lebih condong ke arah model distribusi peluang
Lognormal. Pada Crystal Ball, penentuan jenis distribusi dilakukan secara
otomatis dengan melihat nilai uji statistik yang paling rendah, dalam hal ini nilai
Anderson-Darling. Tabel 2 menunjukan jenis distribusi data debit rata-rata harian
di stasiun pengamatan Pondok Gede dan nilai uji statistiknya.
Tabel 2 Nilai uji statistik beberapa distribusi peluang hasil Crystal Ball
Anderson- Kolmogorov- Chi-
Distribution Parameters
Darling Smirnov Square
Lognormal 25.2977 0.0908 1.140,2678 Mean=3.64;Std.Dev=2.43
Max
32.2602 0.0843 1.386,1792 Likeliest=2.67;Scale=1.56
Extreme
Gamma 50.1552 0.1150 1.546,7877 Scale=2.10;Shape=1.386
Logistic 91.3165 0.1186 2.359,3600 Mean=3.26;Scale=1.22
Weibull 149.8114 0.1737 1.821,9903 Scale=2.83;Shape=0.97921
Students’t 163.1674 0.1773 2.030,1191 Scale=1.67;Deg.Freedom=2.967
Normal 248.1511 0.1740 3.193,1736 Mean=3.67;Std.Dev=2.92
Beta 249.7315 0.1741 3.285,6955 Min=37.68;Max=45.01;Alpha=100
11

Gambar 2 Jenis distribusi peluang lognormal hasil Crystal Ball


Berdasarkan Tabel 2, nilai uji statistik Anderson-Darling (A-D) pada
distribusi lognormal memiliki nilai terendah dibandingkan pada distribusi yang
lain yaitu sebesar 25.2977. Berdasarkan nilai tersebut, Crystal Ball
mengestimasikan bahwa data debit rata-rata harian yang telah di plot termasuk
jenis distribusi peluang lognormal dengan nilai rata-rata (mean) sebesar 3.64 dan
standar deviasi sebesar 2.43 (Gambar 2).

Periode Ulang Debit


Penentuan besar debit existing (saat ini) dan debit setiap periode ulang 5,
10, 25, 50, dan 100 tahun dianalisis dengan menggunakan data debit rata-rata
harian selama 12 tahun dari tahun 2004-2015. Analisis ini dilakukan berdasarkan
jenis distribusi lognormal yang memiliki nilai uji statistik Anderson-Darling
terkecil. Berdasarkan hasil perhitungan dengan cumulative distribution function
(cdf) dan inverse cumulative distribution function (icdf) menggunakan MATLAB
maka diperoleh besar debit setiap periode ulang yang dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Besar debit existing dan debit periode ulang
Periode Ulang Debit
(Tahun) (m3/s)
Existing 3.6
5 7.7
10 11.4
25 17.2
50 22.5
100 28.71

Berdasarkan Tabel 3, terlihat bahwa terjadi peningkatan debit setiap


bertambahnya periode ulang. Debit periode ulang 5 tahunan dapat diartikan
sebagai debit yang terjadi rata-rata satu kali dalam 5 tahun atau 20 kali dalam 100
tahun dengan peluang kejadian lebih besar dibandingkan periode ulang 10
tahunan dan seterusnya (Soewarno 1995). Debit yang diperoleh dari hasil
12

perhitungan diatas termasuk debit yang sangat kecil, hal ini dipengaruhi oleh
kondisi topografi dari stasiun pengamatan Pondok Gede yang terletak lebih tinggi
dibandingkan wilayah hilir, sehingga debit yang terukur di wilayah tersebut sangat
kecil.

Model Sebaran Banjir

Visualisasi Geometri Sungai Sunter


Model geometri sungai yang dihasilkan oleh HEC-GeoRAS
merepresentasikan kondisi sungai secara fisik. Model ini menggambarkan
geometri dari aliran sungai, batas sungai, batas aliran (flow path), dan penampang
melintang sungai yang akan digunakan untuk mengestimasikan dataran banjir di
Sub DAS Sunter. Hasil penggambaran geometri fisik Sungai Sunter menggunakan
ArcMap terintegrasi HEC-GeoRAS dapat dilihat pada Gambar 3.

B
Cross-sectional cut lines
Main channel banks

Flow path centerlines

Stream centerlines

Gambar 3 Visualisasi model geometri Sungai Sunter pada ArcMap a) posisi


geometri sungai sunter dari hulu ke hilir, dan b) posisi penampang
melintang di Kecamatan Makasar dalam skala yang lebih besar
Aliran Sungai Sunter yang dibangkitkan dari data DEM memiliki arah aliran
yang tidak sesuai dengan sungai yang sebenarnya. Hal ini terjadi karena data
DEM mengestimasikan aliran sungai berdasarkan elevasi yang lebih rendah
sedangkan aliran sungai yang sebenarnya berada di wilayah pemukiman yang
memiliki elevasi relatif lebih tinggi. Selain itu, sungai ini juga termasuk ke dalam
sungai yang kecil dengan lebar sungai antara 3-10 meter sehingga dengan
menggunakan DEM resolusi 30 x 30 m, aliran sungai tersebut tidak terlihat secara
spasial. Menurut Walczak et al. (2016) data DEM yang memiliki akurasi rendah
seperti DEM ASTER, tidak memungkinkan untuk digunakan dalam memodelkan
model hidrologi. Hal tersebut juga didukung oleh Mondal et al. (2016) yang
menyimpulkan bahwa data DEM dengan akurasi yang tinggi (LiDAR DEM,
planimetric survey DEM, dan aerial photo DEM) akan memberikan hasil yang
lebih akurat dan tingkat kesalahan yang lebih rendah dibandingkan dengan data
DEM akurasi rendah, sehingga dalam penelitian ini aliran sungai diestimasi
dengan cara melakukan penggambaran geometri sungai berdasarkan kontur dan
mengikuti aliran sungai yang sebenarnya.
13

Profil Muka Air Aliran Permanen


Simulasi aliran permanen menggunakan HEC-RAS menghasilkan profil
muka air di setiap penampang melintang sungai. Profil muka air tersebut
ditampilkan dalam model satu dimensi berdasarkan data debit existing (debit saat
ini) dan debit setiap periode ulang 5, 10, 25, 50, dan 100 tahunan. Penambahan
besar debit setiap periode ulang akan mempengaruhi ketinggian profil muka air
sepanjang alur sungai. Profil muka air di setiap penampang melintang dihitung
dengan menggunakan persamaan energi yang dikenal sebagai standard step
method. Persamaan tersebut digunakan untuk menghitung kedalaman dan
kecepatan aliran di sepanjang alur yang ditimbulkan oleh debit yang masuk ke
dalam alur dan kedalaman aliran di batas hilir (Istiarto 2014).
project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016
Sunter Sunter
20
Legend

EG existing
18
WS existing
Ground
16
Elevation (m)

14

12

10

6
0 2000 4000 6000 8000 10000 12000
Main Channel Distance (m)

Gambar 4 Profil muka air sepanjang alur Sungai Sunter

Profil muka air aliran permanen dihitung sepanjang alur urut dari satu
penampang melintang ke penampang melintang lainnya secara berurutan sehingga
dapat menyebabkan terjadinya kehilangan energi (he) pada aliran (Gambar 4).
Kehilangan energi dapat diakibatkan oleh gesekan (persamaan manning) dan
kontraksi/ekspansi saluran. Nilai koefisien kekasaran manning yang digunakan
pada penelitian ini ialah sebesar 0.013 (saluran beton) dan 0.030 (saluran tanah)
karena diasumsikan bahwa sebagian besar alur sungai Sunter masih berupa
saluran tanah dan hanya beberapa alur yang sudah menggunakan saluran beton
(beberapa wilayah hulu). Nilai tersebut mengindikasikan bahwa aliran yang
mengalir dari hulu ke hilir akan mengalami kehilangan energi yang cukup besar
akibat bergesekan dengan material tersebut. Perubahan bentuk penampang
(kontraksi dan ekspansi) juga mempengaruhi kehilangan energi (he) pada aliran.
Dalam aliran permanen, nilai koefisien kontraksi dan ekspansi diasumsikan
sebagai nilai default yang berturut-turut bernilai 0.1 dan 0.3. Nilai tersebut
umumnya berlaku untuk perubahan penampang secara gradual. Menurut Istiarto
(2014) komponen profil aliran air permukaan permanen (steady flow) merupakan
komponen profil muka air berubah beraturan (steady gradually varied flow) yaitu
14

aliran permukaan air berubah secara beraturan terhadap waktu. Kehilangan energi
akibat proses tersebut akan menyebabkan perubahan kecepatan dan kedalaman
muka air sehingga akan mempengaruhi sebaran banjir secara visual.
Selain kehilangan energi (he), kedalaman aliran juga dipengaruhi oleh
elevasi dasar saluran dan gaya gravitasi. Elevasi yang semakin kecil akan
menyebabkan kedalaman muka aliran yang semakin rendah sehingga debit total
yang masuk pun semakin kecil. Hal ini terlihat pada Gambar 5 yang menunjukkan
bahwa elevasi dasar saluran akan mempengaruhi debit total yang masuk ke
saluran tersebut.
project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016

8.8
Legend

W.S. Elev
8.6

8.4
W.S. Elev (m)

8.2

8.0

7.8

7.6
0 5 10 15 20 25 30
Q Total (m3/s)

Gambar 5 Hubungan elevasi dasar saluran dengan debit total


project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016

.03 .03 .013


Legend
28
WS Tr 100
WS Tr 50
26
WS Tr 25
WS Tr 10
24
Elevation (m)

WS Tr 5
WS existing
22
Ground
Bank Sta
20

18

600 800 1000 1200 1400


Station (m)

(a)
15
project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016

.03 .03 .03


Legend

14 WS Tr 100
WS Tr 50
WS Tr 25

12
WS Tr 10
Elevation (m)

WS Tr 5
WS existing
Ground
10
Bank Sta

400 600 800 1000


Station (m)

(b)
Gambar 6 Profil muka air di suatu penampang melintang a) hulu (Kecamatan
Makasar) dan b) hilir (Kecamatan Pulo Gadung)
Gambar 6 menunjukkan profil muka air di wilayah hulu dan hilir aliran
sungai kondisi existing. Pada Gambar 6 (a) profil muka air di wilayah hulu berada
di ketinggian 17 mdpl dengan kedalaman sekitar 2 meter dan mengalami
peningkatan pada periode ulang 5 tahun dan seterusnya yaitu berkisar antara 0.5 –
1 meter. Sebaliknya, pada Gambar 6 (b) profil muka air di wilayah hilir terletak
lebih rendah dibandingkan wilayah hulu yaitu di ketinggian 7 mdpl dengan
kedalaman muka air sekitar 1 meter dan mengalami peningkatan yang sama
seperti di wilayah hulu yaitu berkisar antara 0.5 – 1 meter setiap periode ulangnya.
Perubahan kedalaman ini disebabkan oleh adanya kehilangan energi akibat
gesekan dan kontraksi/ekspansi saluran. Selain itu, perubahan elevasi dasar
saluran dari hulu hingga ke hilir mempengaruhi debit yang masuk sehingga terjadi
perubahan kedalaman.

Pemetaan Sebaran Banjir


Model banjir yang dihasilkan oleh HEC-RAS ialah berupa peta genangan
banjir yang dapat menggambarkan area sebaran banjir dan kedalaman banjir di
wilayah tertentu. Visualisasi genangan banjir ini dikembangkan dari profil muka
air di setiap penampang melintang yang dihasilkan oleh model HEC-RAS dan
diintepretasikan menjadi genangan banjir oleh GeoRAS sebagai tahap akhir dari
proses pemodelan banjir.
16

(a) (b)

(c) (d)
17

(e) (f)
Gambar 7 Peta genangan banjir a) kondisi existing, dan periode ulang b) 5 tahun, c)
10 tahun,d) 25 tahun, e) 50 tahun, dan f) 100 tahun
Sebaran banjir di wilayah Sungai Sunter, Jakarta Timur, mengalami
peningkatan seiring bertambahnya periode ulang debit. Secara kualitatif
peningkatan tersebut tidak terlihat secara signifikan disebabkan sangat kecilnya
perubahan besar debit dan luas genangan setiap periode ulangnya. Berdasarkan
hasil pemetaan, genangan banjir mencakup lima kecamatan, diantaranya
Kecamatan Makasar, Duren Sawit, Jatinegara, Pulo Gadung, dan Cakung
(Gambar 7). Kedalaman banjir tertinggi saat kondisi existing (saat ini) mencapai
7.9 meter dan mengalami peningkatan berkisar antara 0.1 – 0.2 meter pada
periode ulang 5, 10, 25, 50, dan 100 tahun. Kedalaman banjir pada model HEC-
RAS dihitung dari batas terrain pada setiap penampang melintang. Kedalaman
banjir tertinggi berada pada aliran sungai utama sedangkan kedalaman terendah
berada semakin jauh jarak genangan banjir dari aliran sungai utama.
Peta genangan banjir pada Gambar 7 dapat dijadikan dasar dalam upaya
antisipasi banjir yang bersifat non-struktural untuk mengetahui wilayah-wilayah
rawan banjir berdasarkan area sebarannya sehingga dapat ditentukan upaya
antisipasi banjir yang bersifat struktural yang tepat di wilayah tersebut. Kedua
upaya tersebut bertujuan untuk mengurangi besarnya dampak yang ditimbulkan
oleh banjir namun tidak dapat menghilangkan masalah secara mutlak (Siswoko
2007). Hal ini juga didukung oleh Indradewa (2008) yang menyatakan bahwa peta
kerawanan banjir dapat dijadikan dasar mitigasi bencana banjir, dalam tahap
kesiapsiagaan (preparedness), rekonstruksi dan pembuatan tanggul atau bendung
untuk penanganan/pengurangan ancaman banjir tersebut. Jika melihat area
sebarannya, wilayah rawan banjir terjadi di daerah pemukiman karena sebagian
18

besar wilayah tersebut didominasi oleh pemukiman. Menurut Siswoko (2007)


upaya antisipasi banjir bersifat struktural yang tepat pada wilayah pemukiman
ialah dengan mendirikan tanggul yang harus cukup aman dan stabil serta tidak
jebol pada saat terjadinya limpasan banjir di atas tanggul. Selain itu, normalisasi
alur sungai, relokasi pemukiman ilegal sekitar sungai, dan pembangunan kanal
banjir juga diperlukan untuk merendahkan elevasi muka air banjir sungai serta
mengurangi luas dan tinggi genangan.

Analisis Area dan Luas Genangan Banjir

Hasil pemetaan banjir menunjukan adanya perbedaan luas genangan banjir


di beberapa kecamatan. Luas genangan banjir mengalami peningkatan seiring
dengan bertambahnya periode ulang kejadian banjir. Luas genangan banjir pada
kondisi existing (saat ini) dan setiap periode ulang banjir disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4 Luas genangan banjir existing dan setiap periode ulang
Luas Luas Genangan (Ha)
Kecamatan Area 5 10 25 50 100
Existing
(Ha) Tahun Tahun Tahun tahun tahun
Makasar 1431.7 88.03 92.63 96.23 101.39 105.30 109.86
Duren
200 13.48 13.97 14.63 15.74 16.92 17.41
Sawit
Jatinegara 441 30.06 32.06 34.41 36.60 37.53 39.49
Pulo
282.5 1.24 1.5 1.5 1.5 1.5 1.6
Gadung
Cakung 74.3 0.08 0.12 0.12 0.12 0.12 0.13
Total 132.91 140.92 146.94 155.38 161.42 168.53

Berdasarkan model banjir yang dihasilkan oleh HEC-RAS, total luas


genangan banjir mengalami peningkatan rata-rata sebesar 6 – 9 Ha pada setiap
periode ulang. Genangan banjir terluas berada di Kecamatan Makasar baik pada
saat kondisi existing maupun di setiap periode ulangnya. Hal ini dipengaruhi oleh
kondisi topografi wilayah yang berbentuk cekungan dan kondisi tanah yang
berlembah-lembah dengan turunan dan tanjakan yang tajam sehingga air lebih
banyak tergenang. Selain itu, padatnya pemukiman di wilayah tersebut
menyebabkan hilangnya area resapan air untuk meminimalisir terjadinya
genangan banjir yang disebabkan oleh luapan Sungai Sunter. Kecamatan Pulo
Gadung dan Cakung merupakan dua wilayah yang terkena dampak genangan
banjir sangat kecil dibandingkan wilayah lainnya baik pada saat kondisi existing
maupun setiap periode ulangnya, hal ini disebabkan kedua wilayah tersebut
merupakan titik akhir dari Sungai Sunter yang diteliti, akibatnya hanya beberapa
bagian wilayah yang terkena dampak genangan banjir sehingga peningkatan luas
genangan banjir tidak terlihat secara signifikan.
19

Validasi Model

Model banjir yang telah dihasilkan harus dilakukan uji validasi untuk
mengetahui tingkat keakuratan dari model tersebut. Proses validasi model yaitu
dengan membandingkan sebaran banjir dari model HEC-RAS dengan banjir
aktual citra satelit Landsat 8 pada tanggal 12 Oktober 2013 sesuai periode ulang
kejadian banjir. Data debit yang terukur ialah sebesar 13.55 m3/s atau termasuk
debit periode ulang 15 tahunan. Gambar 8 menunjukkan hasil validasi yang
dilakukan dengan membandingkan banjir hasil model HEC-RAS dengan banjir
dari citra satelit Landsat 8. Pada gambar tersebut terlihat bahwa warna biru (nilai
1,1) menunjukkan genangan banjir hasil model HEC-RAS dengan banjir aktual
dari citra satelit Landsat sedangkan warna merah (nilai 1,0) menunjukkan
genangan banjir pada hasil model namun tidak banjir di citra Landsat.

Gambar 8 Hasil validasi antara banjir model dengan banjir landsat


Berdasarkan uji validasi yang telah dilakukan diperoleh tingkat keakuratan
antara model banjir HEC-RAS dan kejadian banjir aktual pada data citra Landsat
yaitu sebesar 23%. Nilai tersebut menunjukkan bahwa sebaran banjir yang
dihasilkan oleh model HEC-RAS memiliki tingkat kemiripan yang kurang
signifikan dengan sebaran banjir aktual pada data citra satelit Landsat 8. Hasil ini
dipengaruhi oleh beberapa faktor diantaranya ialah kondisi fisik aliran sungai
yang sangat kecil sehingga tidak terlihat secara spasial menggunakan data citra
satelit Landsat, pemilihan waktu kejadian banjir menggunakan data citra satelit,
dan gradasi warna yang sama antara tutupan lahan satu dengan yang lainnya.
Banyaknya awan saat terjadinya banjir aktual dan keterbatasan data citra pada saat
terjadinya kejadian banjir juga menjadi kendala dalam melakukan validasi model
menggunakan data citra satelit. Menurut Knebl et al. (2004) kesalahan dalam
melakukan validasi dengan data citra satelit dapat terjadi karena adanya kesamaan
nilai pixel antara genangan banjir dan bayangan awan, adanya awan yang
menutupi sebagian sel-sel sehingga keliru dalam mengidentifikasikan sebagai
banjir, dan daerah banjir yang dihilangkan karena memiliki nilai yang sama
20

dengan bayangan awan, serta pemilihan waktu kejadian banjir pada data citra
satelit. Hal ini menyebabkan tingkat keakuratan antara model banjir dan kejadian
banjir aktual pada citra satelit memiliki nilai akurasi yang sangat rendah.

8
Kedalaman Banjir Model (meter)

7
6
5
4
3
2
1
0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Kedalaman Banjir Aktual (meter)

Gambar 9 Perbandingan kejadian banjir aktual dan model

Berdasarkan hasil akurasi yang rendah tersebut, maka perlu dilakukan


pengamatan lapang untuk mendukung hasil validasi model dari citra satelit
Landsat. Pengamatan lapang dilakukan hanya untuk mengetahui kejadian banjir
aktual yang terjadi di wilayah Sungai Sunter, Jakarta Timur yang kemudian
dibandingkan dengan banjir hasil pemodelan. Hasil pengamatan lapang
menunjukkan bahwa kejadian banjir terbesar di wilayah Sungai Sunter, Jakarta
Timur terjadi pada tahun 2002, 2007, dan 2016, namun karena keterbatasan
periode data debit yang tersedia pada penelitian ini maka kejadian banjir aktual
yang digunakan hanya pada tahun 2007. Hasil perbandingan kedalaman antara
data lapang dan model menunjukkan bahwa kedalaman pada data lapang memiliki
nilai yang lebih besar dibandingkan data model (overestimate) (Gambar 9). Hal
ini menunjukkan bahwa banjir hasil model HEC-RAS dan banjir actual memiliki
kemiripan yang kurang signifikan baik menggunakan citra satelit Landsat maupun
pengamatan lapang sehingga hasil yang diperoleh kurang akurat. Jika dilihat
secara kualitatif kejadian banjir aktual memiliki kemiripan dengan kejadian banjir
hasil pemodelan di beberapa wilayah yang ditunjukkan pada Gambar 10.
21

Gambar 10 Peta kejadian banjir hasil pemodelan beserta foto hasil pengamatan
lapang
Gambar 10 menunjukkan wilayah-wilayah yang rawan tergenang banjir
akibat luapan aliran Sungai Sunter. Secara umum, kejadian banjir yang dihasilkan
oleh model HEC-RAS memiliki kemiripan dengan kejadian banjir aktual di
beberapa wilayah yang ditunjukkan oleh Gambar 10. Hasil pengamatan ini dapat
dijadikan sebagai validasi model banjir di wilayah Sungai Sunter dengan melihat
wilayah-wilayah yang rawan tergenang banjir dan membandingkannya dengan
kejadian banjir hasil pemodelan HEC-RAS, namun hasil ini hanya bersifat
kualitatif dan tidak dapat dijadikan hasil validasi yang akurat disebabkan
pengamatan ini hanya dilakukan di beberapa titik wilayah dan tidak dilakukan
secara keseluruhan sehingga masih terdapat banyak wilayah yang tidak teramati.

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Sebaran banjir di wilayah Sungai Sunter, Jakarta Timur yang dihasilkan


oleh model HEC-RAS mencakup lima kecamatan diantaranya Makasar, Duren
22

Sawit, Jatinegara, Pulo Gadung, dan Cakung. Luas sebaran banjir mengalami
peningkatan setiap bertambahnya periode ulang kejadian. Luas sebaran terbesar
berada di Kecamatan Makasar yaitu sebesar 92.63 Ha pada kondisi existing dan
mengalami peningkatan pada periode ulang 5 tahunan dan seterusnya. Sebaran
banjir yang dihasilkan oleh model HEC-RAS memiliki tingkat keakuratan sebesar
23%. Hasil ini menunjukkan bahwa banjir yang dihasilkan oleh model HEC-RAS
dan banjir aktual memiliki kemiripan yang kurang signifikan. Secara umum,
Pemetaan sebaran banjir ini dapat memberikan informasi daerah-daerah rawan
banjir di sekitar Sungai Sunter, Jakarta Timur sehingga dapat dilakukan upaya
yang tepat dalam mengantisipasi banjir baik pada kondisi existing maupun setiap
periode ulangnya.

Saran

Untuk menganalisis banjir pada sungai kecil yang terletak di wilayah


topografi rendah seperti Jakarta sebaiknya menggunakan data DEM dengan
resolusi tinggi seperti 5 x 5 meter atau 1 x 1 meter agar dapat menggambarkan
aliran sungai dengan baik. Selain itu, perlu adanya penelitian tambahan untuk
mengetahui langkah antisipasi banjir yang tepat di wilayah Sungai Sunter.

DAFTAR PUSTAKA

[ADPC] Asian Disaster Preparedness Center. 2005. Integrated flood risk


management in Asia [internet]. [diunduh 2016 Agustus 7]. Tersedia pada:
http:// www.ipcc-wg2.gov/njlite_download.php?id=5786.
Azagra E. 1999. CRWR Online Report 99-5: Floodplain visualization using TINs.
Austin-Texas: Center For Research In Water Resources.
[BNPB] Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2016. Data dan informasi
bencana Indonesia: Data Bencana [internet]. [diakses 2016 September 30].
Tersedia pada: http://dibi.bnpb.go.id/data-bencana/crosstab.
[BPBD DKI Jakarta] Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta. 2013.
Batas tinggi muka air, siaga, dan alur aliran sungai [internet]. [diunduh 2016
Januari 23]. Tersedia pada: http://bpbd.jakarta.go.id/news/detail/363.
[BPBD DKI Jakarta] Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta. 2015.
Data banjir di wilayah Jakarta Timur tahun 2014 [internet]. [diunduh 2016 Juni
3]. Tersedia pada: http://bpbd.jakarta.go.id/news/detail/639.
Cook AC. 2008. Comparison of one-dimensional HEC-RAS with two-
dimensional FESWMS model in flood inundation mapping [tesis]. Indiana
(USA): Purdue University.
Dasanto BD. 2015. Strategi pengelolaan banjir berdasarkan indeks risiko banjir
studi kasus: DAS Citarum Hulu, Jawa Barat [disertasi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.
Degiorgis M, Gnecco G, Gorni S, Roth G, Sanguineti M, Taramasso AC. 2012.
Classifiers for the detection of flood-prone areas using remote sensed elevation
data. J Hydrology 470-471: 302-315.
23

Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial. 2009. Peraturan No:
P.04/V-SET/2009 tentang monitoring dan evaluasi daerah aliran sungai.
Goodell C dan Warren C. 2006. Flood inundation mapping using HEC-RAS.
Obras y Proyectos 2: 18-23.
Horrit MS dan Bates PD. 2002. Evaluation of 1D and 2D numerical models for
predicting river flood inundation. J of Hydrology 268: 87-99.
Indradewa MS. 2008. Potensi dan upaya penanggulangan bencana banjir Sungai
Wolowona, Nangaba, dan Kaliputih di Kabupaten Ende [tesis]. Surakarta (ID):
Universitas Sebelas Maret.
Istiarto. 2014. Modul pelatihan simulasi aliran 1-dimensi dengan bantuan paket
program hidrodinamika jenjang dasar: simple geometry river [internet].
[diunduh 2016 Januari 23]. Tersedia pada: http://istiarto.staff.ugm.ac.id/.
Knebl MR, Yang ZL, Hutchison K, Maidment DR. 2005. Regional scale flood
modeling using NEXRAD rainfall, GIS, and HEC-HMS/RAS: a case study for
the San Antonio River Basin Summer 2002 storm event. J Environmental
Management 75: 325-336.
Kadri T. 2011. Lakes potency to reduce overflow discharge in the Sunter river
area, Jakarta. Water Resources Management VI: 641-645.
Lagason AL. 2008. Floodplain Visualization using ArcView GIS and HEC-RAS:
a case study on Kota Marudu floodplain [tesis]. Malaysia: Universiti Teknologi
Malaysia.
Leon A. 2015. Tutorial on using HEC-GeoRAS 10.1 (or newer) for flood
inundation mapping in steady and unsteady flow conditions. Oregon (USA):
Oregon State University.
Mondal A, Khare D, Kundu S, Mukherjee S, Mukhopadhyay A, Mondal S. 2016.
Uncertainty of soil modelling using open source high resolution and aggregated
DEMs. Geoscience Frontiers. [diunduh 2016 September 5]. Tersedia pada:
http://dx.doi.org/10.1016/j.gsf.2016.03.004.
Muin SF. 2015. Pengembangan asuransi bencana banjir berbasis indeks untuk
sektor pemukiman dan pertanian [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Nafari RH, Ngo T, Lehman W. 2016. Calibration and validation of FLFArs – a
new flood loss function for Australian residential structures. Nat. Hazard Earth
Syst. Sci. 16:15-27.doi: 10.5194/nhess-16-15-2016.
Pratomo AJ. 2008. Analisis kerentanan banjir di daerah aliran sungai Sengkarang
Kabupaten Pekalongan Provinsi Jawa Tengah dengan bantuan Sistem
Informasi Geografis [skripsi]. Surakarta (ID): Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Purnama A. 2008. Pemetaan kawasan rawan banjir di daerah rawan banjir di
daerah aliran sungai Cisadane menggunakan Sistem Informasi Geografis
[skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Siswoko. 2007. Banjir, masalah banjir dan upaya mengatasinya [internet].
[diunduh 2016 Agustus 7]. Tersedia pada:
https://www.scribd.com/doc/273470333/Siswoko-banjir.
Soewarno. 1995. Hidrologi: aplikasi metode statistik untuk analisa data. Bandung
(ID): Nova.
Team Mirah Sakethi. 2010. Mengapa Jakarta banjir? Pengendalian banjir
Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta (ID): PT Mirah Sakethi.
24

[USACE] US Army Corps of Engineer, Hydrologic Engineering Center. 2010.


HEC-RAS River Analysis System: User’s Manual Version 4.1 [internet].
[diunduh 2016 Juni 6]. Tersedia pada:
http://www.hec.usace.army.mil/software/hec-ras.7.
Walczak Z, Sojka M, Wrozynski R, Laks I. 2016. Estimation of polder retention
capacity based on ASTER, SRTM, and LIDAR DEMs: the case of Majdany
Polder (West Poland). J water 8: 230.doi: 10.3390/w8060230.
25

Lampiran

Lampiran 1 Peta wilayah kajian Sub DAS Sunter, Jakarta Timur

Lampiran 2 Peta penggunaan lahan Sub DAS Sunter, Jakarta Timur


26

Lampiran 3 Diagram alir penelitian


27

Lampiran 4 Profil aliran permanen sepanjang alur sungai dalam bentuk tiga
dimensi
project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016
Legend

WS existing
Ground
Bank Sta
10645.03
10512.07
10165.48
9717.172
9561.657

9042.275
8274.714
8075.095

6495.545 7562.173 7635.681


6156.098
5565.424
5279.923
4900.117

4101.818

3207.911 3651.406
2879.489
2576.114
1630.648
41.66486 2071.276
333.7384 1056.153 1426.295

project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016


Legend

WS Tr 5
Ground
Bank Sta
10645.03
10512.07
10165.48
9717.172
9561.657

9042.275
8274.714
8075.095

7562.173 7635.681
6693.795
6156.098
5565.424
5279.923
4900.117

4101.818

3207.911 3651.406
2879.489
2576.114
1630.648
41.66486 2071.276
333.7384 1056.153 1426.295

project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016


Legend

WS Tr 10
Ground
Bank Sta
10645.03
10512.07
10165.48
9717.172
9561.657

9042.275
8274.714
8075.095

7562.173 7635.681
6693.795
6156.098
5565.424
5279.923
4900.117

4101.818

3207.911 3651.406
2879.489
2576.114
1630.648
41.66486 2071.276
333.7384 1056.153 1426.295
28

project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016


Legend

WS Tr 25
Ground
Bank Sta
10645.03
10512.07
10165.48
9717.172
9561.657

9042.275
8274.714
8075.095

7562.173 7635.681
6693.795
6156.098
5565.424
5279.923
4900.117

4101.818

3207.911 3651.406
2879.489
2576.114
1630.648
41.66486 2071.276
333.7384 1056.153 1426.295

project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016


Legend

WS Tr 50
Ground
Bank Sta
10645.03
10512.07
10165.48
9717.172
9561.657

9042.275
8274.714
8075.095

7562.173 7635.681
6693.795
6156.098
5565.424
5279.923
4900.117

4101.818

3207.911 3651.406
2879.489
2576.114
1630.648
41.66486 2071.276
333.7384 1056.153 1426.295

project_1 Plan: plan_mixed_1 20/10/2016


Legend

WS Tr 100
Ground
Bank Sta
10645.03
10512.07
10165.48
9717.172
9561.657

9042.275
8274.714
8075.095

7562.173 7635.681
6693.795
6156.098
5565.424
5279.923
4900.117

4101.818

3207.911 3651.406
2879.489
2576.114
1630.648
41.66486 2071.276
333.7384 1056.153 1426.295
29

Lampiran 5 Kedalaman banjir hasil survey lapang dengan model banjir

Tahun
Kedalaman Kedalaman
Koordinat Kecamatan Kejadian
Aktual (m) Model (m)
Banjir Aktual
6o 14’11.13” S
Jatinegara
dan 106o
(Cipinang 2007 3 2.2
53’33.65” T
Muara)
6o 13’12.07” S
Duren Sawit
dan 106o
(Cipinang 2007 5 3
53’47.81” T
Muara 3)
6o 13’03.13” S
Jatinegara
dan 106o
(Cipinang 2007 3.5 2.3
53’42.38” T
Muara 4)
6o 12’49.37” S
Jatinegara
dan 106o
(Cipinang 2007 5.5 2
53’44.72” T
Muara 4)
30

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 29 Juli 1994 dari pasangan Bapak
Gurun dan Ibu Amelia. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Pada tahun 2006, penulis lulus dari SDN CPB 07 pagi Jakarta. Penulis
melanjutkan pendidikan menengah pertama di MTsN 9 Jakarta dan lulus tahun
2009. Pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di MAN 3
Jakarta dan lulus tahun 2012. Tahun 2012, penulis lulus seleksi masuk IPB dan
memilih program studi Meteorologi Terapan, Departemen Geofisika dan
Meteorologi melalui jalur SNMPTN Undangan.
Selama perkuliahan, penulis tergabung dalam Himpunan Profesi
Agrometeorologi (HIMAGRETO) divisi Creative Enterpreneur periode
2014/2015. Penulis juga aktif dalam kepanitiaan kegiatan kampus diantaranya
MPD (Masa Perkenalan Departemen) Geofisika dan Meteorologi pada tahun 2014,
Metrik (Meteorologi Interaktif) pada tahun 2014, Atmosfair pada tahun 2014,
METDAY (Meteorologi Day) tahun 2015, dan Acara Temu Alumni
Agrometeorologi pada tahun 2015. Pada tanggal 12-13 September 2015, penulis
berpartisipasi dalam kegiatan International Putrajaya Lake and Wetland Explorace
di Malaysia.

Anda mungkin juga menyukai