TRIAS MEGANTORO
Trias Megantoro
NIM F44100075
ABSTRAK
TRIAS MEGANTORO. Perencanaan Bendungan Tipe Urugan Di Perkebunan
Cinta Manis, PT. Perkebunan Nusantara VII, Palembang. Dibimbing oleh M.
YANUAR JARWADI PURWANTO.
ABSTRACT
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknik
pada
Departemen Teknik Sipil dan Lingkungan
Disetujui oleh
Diketahui oleh
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Karya ilmiah
yang berjudul Perencanaan Bendungan Tipe Urugan di Perkebunan Cinta Manis,
PT. Perkebunan Nusantara VII, Palembang ini dibuat sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Departemen Teknik Sipil dan
Lingungan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih atas saran petunjuk,
saran dan arahan berupa materil dan non materil yang diberikan semua pihak dalam
membantu penyusunan Karya Ilmiah ini baik secara langsung maupun tidak
langsung, antara lain kepada :
1. Bapak Dr Ir M. Januar Jarwadi Purwanto M. S., IPM selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan saran, arahan dan bimbingan
sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan.
2. Bapak Agus, Bapak Boni dan seluruh staff dari PT. Perkebunan Nusantara
yang telah membantu selama pengumpulan data.
3. Ayah, Ibu, kakak dan adik yang selalu memberikan doa, dukungan moril
maupun materil serta perkataan-perkataan luar biasa yang menjadi
motivasi penulis.
4. Panji P. W., Agi H., Zulkifli Faisal, Dian Puspa sebagai rekan satu
bimbingan yang telah memberikan motivasi, semangat, saran dan segala
doa serta kasih sayangnya.
5. Rekan-rekan mahasiswa Teknik Sipil dan Lingkungan angkatan 47 yang
memberi semangat, dukungan, dan kesediaan untuk berdiskusi selama
pelaksanaan serta penyusunan karya ilmiah.
Penulis berharap karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat digunakan sebagaimana mestinya.
Trias Megantoro
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL vi
DAFTAR GAMBAR vi
DAFTAR LAMPIRAN vi
PENDAHULUAN 1
Latar Belakang 1
Perumusan Masalah 2
Tujuan Penelitian 2
Manfaat Penelitian 2
Ruang Lingkup Penelitian 3
TINJAUAN PUSTAKA 3
Penentuan Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) 3
Analisis Frekuensi Curah Hujan 3
Intensitas Curah Hujan 11
Debit Banjir Rencana 11
Debit Andalan 12
Analisa Kebutuhan Air Untuk Tanaman 12
Neraca Air 13
Penelusuran Banjir (flood routing) 13
Tipe Embung 13
Perencanaan Tubuh Embung 14
Stabilitas Embung 16
METODE 19
Bahan 19
Alat 19
Prosedur Analisis Data 21
HASIL DAN PEMBAHASAN 27
Kondisi Umum Daerah Studi 27
Penentuan Daerah Aliran Sungai 27
Analisis Frekuensi Curah Hujan Rencana 29
Intensitas Curah Hujan 33
Debit Banjir Rencana 33
Analisis Kebutuhan Air 33
Perhitungan Debit Andalan 35
Neraca Air 35
Volume Tampungan Embung 36
Hubungan Antara Luas, Volume dan Elevasi 37
Penelusuran Banjir 38
Dimensi Embung 39
Perhitungan Stabilitas Embung 43
SIMPULAN DAN SARAN 49
Simpulan 49
Saran 49
DAFTAR PUSTAKA 50
LAMPIRAN 51
RIWAYAT HIDUP 76
DAFTAR TABEL
1. Reduce variate (Yt) 5
2. Reduce mean (Yn) 5
3. Reduce standard deviation (Sn) 5
4. Harga K untuk distribusi Log Pearson III 6
5. Standard variabel Kt 7
6. Koefisien untuk metode sebaran Log Normal 8
7. Nilai kritis untuk uji keselarasan Chi-Kuadrat 9
8. Nilai delta kritis untuk uji keselarasan Smirnov-Kolmogorov 10
9. Koefisien pengaliran (C) 11
10. Tinggi umum bendungan berdasarkan ketinggian 15
11. Kemiringan lereng urugan 16
12. Nilai sudut α, 𝜙, 𝛽 25
13. Rekapitulasi curah hujan rencana 31
14. Syarat penggunaan jenis sebaran 31
15. Perhitungan debit rencana 33
16. Daftar Eto dan Kc untuk awal tanam bulan mei 34
17. Perhitungan neraca air 36
18. Perhitungan debit spillway dengan berbagai nilai H 38
19. Penelusuran banjir pada bendungan rencana 39
20. Koefisien gempa 40
21. Koefisien gempa 41
22. Faktor koreksi gempa 41 41
23. Kondisi perencanaan teknis material urugan 48
DAFTAR GAMBAR
1 Tinggi embung dan tinggi jagaan embung 14
2 Cara menentukan harga-harga N dan T 17
3 Diagram alir penelitian 20
4 Garis depresi pada bendungan homgen 23
5 Garis depresi pada bendungan homogen (sesuai dengan garis parabola
yang dimodifikasi) 24
∆a
6 Grafik hubungan antara sudut bidang singgung (α) dengan a+∆a 24
7 Bidang longsor bendungan urugan 25
8 Skema perhitungan bidang luncur 26
9 Lokasi Bendungan Rencana 27
10 Dimensi rencana kolam embung tampak depan 27
11 Luas daerah tangkapan air 28
12 Arah aliran 2 dimensi 28
13 Arah aliran 3 dimensi 28
14 Grafik hubungan antara elevasi, luas dan volume genangan 41
15 Tinggi embung 44
16 Pembagian zona gempa di Indonesia 44
17 Grafik hubungan Metode SMB 46
18 Tinggi jagaan bendungan rencana 46
19 Lebar mercu bendungan rencana 47
20 Formasi garis depresi tanpa menggunakan chimney 49
21 Formasi garis depresi menggunakan drainase kaki 50
22 Jaringan trayekyori 50
DAFTAR LAMPIRAN
1 Data curah hujan harian maksimum stasiun Cintamanis 51
2 Parameter statistik untuk pengukuran dispersi 52
3 Distribusi sebaran Metode Gumbel Tipe I 53
4 Distribusi frekuensi Metode Log Pearson Tipe III 54
5 Distribusi sebaran Metode Log Pearson Tipe III 55
6 Distribusi sebaran Metode Log Normal 56
7 Uji keselarasan sebaran dengan chi kuadrat 57
8 Uji keselarasan sebaran Smirnov-Kolmogorov 58
9 Perhitungan intensitas curah hujan 59
10 Perhitungan curah hujan efektif 60
11 Perhitungan kebutuhan air untuk irigasi 61
12 Perhitungan debit andalan menggunakan Metode F. J. Mock 62
13 Perhitungan kehilangan air akbiat penguapan 63
14 Perhitungan luas dan volume genangan bendungan rencana 64
15 Data tanah hasil uji laboratorium PT. Selimut Bumi Adhi Cipta 65
16 Stabilitas lereng bendungan pada kondisi baru selesai dibangun dengan
metode pias hulu 66
17 Perhitungan Metode Irisan Bidanng Luncur Bundar pada kondisi baru
selesai dibangun bagian hulu 67
18 Stabilitas lereng bendungan pada kondisi baru selesai dibangun dengan
metode pias hilir 68
19 Perhitungan Metode Irisan Bidanng Luncur Bundar pada kondisi baru
selesai dibangun bagian hilir 69
20 Stabilitas lereng bendungan pada kondisi air elevasi muka air banjir
dengan metode pias hulu 70
21 Perhitungan Metode Irisan Bidanng Luncur Bundar pada kondisi air
elevasi muka air banjir bagian hulu 71
22 Stabilitas lereng bendungan pada kondisi air elevasi muka air banjir
dengan metode pias hilir 72
23 Perhitungan Metode Irisan Bidanng Luncur Bundar pada kondisi air
elevasi muka air banjir bagian hilir 73
24 Arah, kecepatan angin dan kelembaban relatif minimum, rata-rata dan
maksimum di stasiun pengamatan BMKG 74
1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Air yang berada di daratan sebagai air sungai, air danau dan air tanah merupakan
0.73% dari total jumlah air yang ada di bumi (Sosrodarsono 1993). Air tawar ini
sebagian besar berasal dari air hujan yang turun ke permukaan tanah dan mengalir ke
permukaan atau tempat–tempat yang lebih rendah dan setelah mengalami beberapa
perlawanan akibat gaya berat akhirnya melimpah ke danau dan laut. Suatu alur yang
panjang di atas permukaan bumi tempat mengalirnya air yang berasal dari hujan disebut
alur sungai. Air permukaan tanah dan air tanah yang dibutuhkan untuk kehidupan dan
produksi adalah air yang terdapat sirkulasi air. Jika sirkulasi air ini tidak merata maka
akan terjadi masalah dan juga sebaliknya.
Pengolahan sumber daya air didefinisikan sebagai aplikasi dari cara struktural
dan non-struktural untuk mengendalikan sumber daya air alam dan buatan manusia
untuk kepentingan atau manfaat manusia dan tujuan-tujuan lingkungan. Cara non-
struktural untuk pengolahan air adalah program–program yang tidak membutuhkan
fasilitas-fasilitas yang dibangun, sedangkan cara struktural adalah fasilitas yang
dibangun untuk pengendali aliran air. Dalam upaya pengolahan sumber daya air
cara struktural untuk memenuhi kebutuhan air pertanian, maka banyak usaha yang
dilakukan manusia diantaranya dengan membuat bendung, tanggul dan lain
sebagainya.
PT. Perkebunan Nusantara VII khususnya Pabrik Gula (PG) Cinta Manis
berupaya mengembangkan areal lahannya. Hal ini memacu pembangunan
bendungan yang baru untuk memenuhi suplai air irigasi. Bendungan atau embung
adalah bangunan air yang mempunyai bangunan pelengkap lainnya yang
mempunyai fungsi utama menampung dan mengontrol suatu debit air yang sengaja
dibuat untuk meningkatkan taraf muka air untuk mendapatkan tinggi terjun
sehingga air dapat dialirkan secara teratur dan terkontrol dalam pembagiannya
(Donny 2011).
Berdasarkan hasil pengamatan, pembuatan bendungan yang sudah ada berupa
bendungan tipe urugan dengan tinggi kurang dari 5 meter. Hal ini berdasarkan
Kriteria Desain Embung Kecil Untuk Daerah Semi Kering di Indonesia (1994) yang
menyatakan bahwa untuk tinggi bendung kurang dari 5 meter merupakan
bendungan tipe urugan. Namun sayangnya pembangunan ini dibangun tanpa dasar
teori dan pedoman perencanaan yang sesuai Standar Nasional Indonesia (SNI). Hal
ini menyebabkan banyak bendungan yang terjadi longsor. Pembuatan bendungan
yang benar harus didasarkan pada RSNI T-01-2002 tentang Tata Cara Desain
Tubuh Bendungan Tipe Urugan. Menurut RSNI T-01-2002 bendungan tipe urugan
adalah bendungan yang terbuat dari bahan urugan dari borrow area yang dipadatkan
dengan menggunakan vibrator roller atau alat pemadat lainnya pada setiap
hamparan dengan tebal tertentu. Bendungan tipe urugan ini terdiri dari urugan tanah
homogen, urugan tanah zonal dan urugan batu dengan membran. Dalam penelitian
ini digunakan bendungan dengan tipe urugan tanah homogen. Perencanaan
bendungan ini meliputi analisa hidrologi yakni perhitungan curah hujan rencana
dan debit banjir rencana, analisa kapasitas tampungan serta analisa tubuh
bendungan terhadap gaya-gaya yang terjadi.
2
Dengan adanya studi ini diharapkan potensi air yang ada saat ini dapat
dimanfaatkan secara maksimal sehingga mencukupi untuk keperluan irigasi. Selain
itu perencanaan tubuh bendungan juga diharapkan kuat sehingga tidak terjadi
longsor dan mampu menahan debit air yang ada pada bendungan tersebut sehingga
memberikan manfaat yang besar.
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk merencanakan detail tubuh bendung pada
bendungan di lahan perkebunan Cinta Manis, PT. Perkebunanan Nusantara VII,
Palembang, meliputi:
1. Mengetahui dimensi bendungan yang akan direncakan berdasarkan debit dan
volume air yang diketahui.
2. Menentukan desain konstruksi bendungan yang tepat dengan
memaksimalkan tampungan air sehingga tubuh bendung aman dari bahaya
piping bawah bendungan pada saat debit banjir rencana serta aman terhadap
bahaya longsor.
Manfaat Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Yang dimaksud dengan Daerah Aliran Sungai (DAS) adalah suatu wilayah
daratan yang merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya,
yang berfungsi menampung, menyimpan dan mengalirkan air yang berasal dari
curah hujan ke danau atau ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan
pemisah topografis dan batas di laut sampai dengan daerah perairan yang masih
terpengaruh aktivitas daratan (Kodoatie dan Sjarief 2005). Untuk penentuan luas
DAS pada perencanaan bendungan mengacu pada Perencanaan Pengembangan
Wilayah Sungai dalam rangka peningkatan kemampuan penyediaan air sungai
untuk berbagai kebutuhan hidup masyarakat, sehingga meliputi beberapa ketentuan
antara lain (Soemarto 1999) :
1. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) mengikuti pola bentuk aliran sungai
dengan mempertimbangkan aspek geografis di sekitar Daerah Aliran Sungai
yang mencakup daerah tangkapan (cathment area) untuk perencanaan
bendungan tersebut.
2. Luas Daerah Aliran Sungai (DAS) dapat diketahui dari gambaran yang
diantaranya meliputi peta-peta atau foto udara, dan pembedaan skala serta
standar pemetaan sehingga dapat menghasilkan nilai-nilai yang sebenarnya.
Hujan rencana merupakan kemungkinan tinggi hujan yang terjadi dalam kala
ulang tertentu sebagai hasil dari suatu rangkaian analisis hidrologi yang biasa
disebut analisis frekuensi. Secara sistematis metode analisis frekuensi perhitungan
hujan rencana ini dilakukan secara berurutan sebagai berikut :
1. Parameter Statistik
2. Pemilihan Jenis Metode
3. Uji Kebenaran Sebaran
4. Perhitungan Hujan Sebaran
Parameter Statistik
Parameter yang digunakan dalam perhitungan analisis frekuensi meliputi
parameter nilai rata-rata ( X ), deviasi standar (Sd), koefisien variasi (Cv), koefisien
kemiringan / skewness (Cs) dan koefisien kurtosis (Ck). Sementara untuk
4
𝑆𝑑
𝐶𝑣 = (2)
𝑋̅
∑𝑛 {(𝑋𝑖−𝑋̅)}3
𝑖=1
𝐶𝑠 = (𝑛−1)(𝑛−2)𝑆𝑑 3
(3)
1
∑𝑛 ̅ 4
𝑖=1{(𝑋𝑖−𝑋 )}
𝐶𝑘 = 𝑛 (4)
𝑆𝑑4
Dimana :
𝑋̅ = tinggi hujan harian maksimum rata-rata selama n tahun (mm)
∑ 𝑋 = jumlah tinggi hujan harian maksimum selama n tahun (mm)
n = jumlah tahun percepatan data hujan
Sd = deviasi standar
Cv = koefisien variasi
Cs = koefisien kemiringan
Ck = koefisien kurtosis
Lima parameter statistik di atas akan menentukan jenis metode yang akan
digunakan dalam analisis frekuensi.
∑(𝑋𝑖 −𝑋̅)2
𝑆=√ (6)
𝑛−1
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,4952 0,4996 0,5035 0,5070 0,5100 0,5128 0,5157 0,5181 0,5202 0,5220
20 0,5236 0,5252 0,5268 0,5283 0,5296 0,5300 0,5820 0,5882 0,5343 0,5353
30 0,5363 0,5371 0,5380 0,5388 0,5396 0,5400 0,5410 0,5418 0,5424 0,5430
40 0,5463 0,5442 0,5448 0,5453 0,5458 0,5468 0,5468 0,5473 0,5477 0,5481
50 0,5485 0,5489 0,5493 0,5497 0,5501 0,5504 0,5508 0,5511 0,5515 0,5518
60 0,5521 0,5524 0,5527 0,5530 0,5533 0,5535 0,5538 0,5540 0,5543 0,5545
70 0,5548 0,5550 0,5552 0,5555 0,5557 0,5559 0,5561 0,5563 0,5565 0,5567
80 0.5569 0,5570 0,5572 0,5574 0,5576 0,5578 0,5580 0,5581 0,5583 0,5585
90 0,5586 0,5587 0,5589 0,5591 0,5592 0,5593 0,5595 0,5596 0,5598 0,5599
100 0,5600
Sumber: Soemarto (1999)
Tabel 3 Reduced standard deviation Sn
N 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0,9496 0,9676 0,9833 0,9971 10,095 10,206 10,316 10,411 10,493 10,565
20 10,628 10,696 10,754 10,811 10,864 10,315 10,961 11,004 11,047 11,080
30 11,124 11,159 11,193 11,226 11,255 11,285 11,313 11,339 11,363 11,388
40 11,413 11,436 11,458 11,480 11,499 11,519 11,538 11,557 11,574 11,590
50 11,607 11,923 11,638 11,658 11,667 11,681 11,696 11,708 11,721 11,734
60 11,747 11,759 11,770 11,782 11,793 11,803 11,814 11,824 11,834 11,844
70 11,854 11,863 11,873 11,881 11,890 11,898 11,906 11,915 11,923 11,930
80 11,938 11,945 11,953 11,959 11,967 11,973 11,980 11,987 11,994 12,001
90 12,007 12,013 12,026 12,032 12,038 12,044 12,046 12,049 12,055 12,060
100 12,065
Sumber: Soemarto (1999)
6
𝑌 = 𝑦̅ + 𝑘. 𝑆 (7)
Dimana:
Y = nilai logaritmik dari X atau log Y
X = curah hujan (mm)
𝑌̈ = rata-rata hitung (lebih baik rata-rata geometrik) nilai Y
S = deviasi standar nilai Y
K = karakteristik distribusi peluang Log Pearson Tipe III (Tabel 4)
Tabel 4 Harga K untuk distribusi Log Pearson Tipe III
𝑋𝑇 = 𝑋̅ + 𝐾𝑡 ∗ 𝑆 (8)
Dimana:
XT = besarnya curah hujan yang mungkin terjadi dengan periode ulang X
tahun (mm)
𝑋̅ = curah hujan rata-rata (mm)
S = deviasi standar data hujan maksimum tahunan
Kt = standard variabel untuk periode ulang T tahun (Tabel 5)
Tabel 5 Standard variable Kt
T T
T (Tahun) Kt Kt Kt
(Tahun) (Tahun)
1 -1.86 20 1.890 90.000 3.340
2 -0.22 25 2.100 100.000 3.450
3 0.17 30 2.270 110.000 3.530
4 0.44 35 2.410 120.000 3.620
5 0.64 40 2.540 130.000 3.700
6 0.81 45 2.650 140.000 3.770
7 0.95 50 2.750 150.000 3.840
8 1.06 55 2.860 160.000 3.910
9 1.17 60 2.930 170.000 3.970
10 1.26 65 3.020 180.000 4.030
11 1.35 70 3.080 190.000 4.090
12 1.43 75 3.600 200.000 4.140
13 1.5 80 3.210 221.000 4.240
14 1.57 85 3.280 240.000 4.330
15 1.63 90 3.330 260.000 4.420
8
(𝑂𝑖−𝐸𝑖)2
𝑋 2 = ∑𝑁
𝑖=1 (9)
𝐸𝑖
9
Dimana:
X2 = harga chi square terhitung
Oi = jumlah nilai pengamatan pada sub kelomok ke-i
Ei = jumlah nilai teoritis pada sub kelompok ke-i
N = jumlah data
Suatu distribusi dikatakan selaras jika nilai X2 hitung < X2 kritis. Nilai X2
kritis dapat dilihat di Tabel 7. Dari hasil pengamatan yang didapat dicari
penyimpangannya dengan chi square kritis paling kecil. Untuk suatu nilai nyata
tertentu (level of significant) yang sering diambil adalah 5%. Derajat kebebasan ini
secara umum dihitung dengan rumus sebagai berikut (Soewarno 1995) :
Dk = K- (P+1) (10)
Dimana:
Dk = derajat kebebasan
P = nilai untuk distribusi Metode Gumbel, P=1
α Derajat kepercayan
dk
0,995 0,99 0,975 0,95 0,05 0,025 0,01 0,005
1 0,0000393 0,000157 0,000982 0,00393 3,841 5,024 6,635 7,879
2 0,0100 0,0201 0,0506 0,103 5,991 7,378 9,210 10,597
3 0,0717 0,115 0,216 0,352 7,815 9,348 11,345 12,838
4 0,207 0,297 0,484 0,711 9,488 11,143 13,277 14,860
5 0,412 0,554 0,831 1,145 11,070 12,832 15,086 16,750
6 0,676 0,872 1,237 1,635 12,592 14,449 16,812 18,548
7 0,989 1,239 1,690 2,167 14,067 16,013 18,475 20,278
8 1,344 1,646 2,180 2,733 15,507 17,535 20,090 21,955
9 1,735 2,088 2,700 3,325 16,919 19,023 21,666 23,589
10 2,156 2,558 3,247 3,940 18,307 20,483 23,209 25,188
11 2,603 3,053 3,816 4,575 19,675 21,920 24,725 26,757
12 3,074 3,571 4,404 5,226 21,026 23,337 26,217 28,300
13 3,565 4,107 5,009 5,892 22,362 24,736 27,688 29,819
14 4,075 4,660 5,629 6,571 23,685 26,119 29,141 31,319
15 4,601 5,229 6,262 7,261 24,996 27,488 30,578 32,801
16 5,142 5,812 6,908 7,962 26,296 28,845 32,000 34,267
10
𝑃𝑚𝑎𝑥 𝑃(𝑥)
𝛼= − (11)
𝑃(𝑥) ∆𝐶𝑟
𝑅24 24 2/3
𝐼= 𝑥[𝑡 ] (12)
24
Dimana:
I = intensitas curah hujan (mm/jam)
t = lamanya curah hujan (jam)
R24 = curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm)
Dimana:
Qt = debit banjir maksimum (m3/dtk)
C = koefisien pengaliran
I = intensitas hujan selama t jam (mm/jam)
A = luas DAS sampai 100 km2 (km2)
Koefisien pengaliran atau run off (C) tergantung dari faktor-faktor daerah
pengalirannya, seperti jenis tanah, kemiringan, vegetasi, luas dan bentuk daerah
pengaliran sungai (Loebis 1987). Untuk menentukan koefisien pengaliran dapat
dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 Koefisien pengaliran (C)
Debit Andalan
Debit andalan merupakan debit minimal yang sudah ditentukan yang dapat
dipakai untuk memenuhi kebutuhan air (Soemarto 1999). Perhitungan ini
digunakan untuk masukan simulasi operasi bangunan daerah kritis dalam
pemanfaatan air. Salah satu metode yang digunakan adalah Metode F J. Mock yang
dikembangkan khusus untuk perhitungan sungai-sungai di Indonesia. Dasar
pendekatan metode ini mempertimbangkan faktor curah hujan, evapotranspirasi,
keseimbangan air di permukaan tanah dan kandungan air tanah. Prinsip perhitungan
ini adalah hujan yang jatuh di atas tanah (presipitasi) sebagian akan hilang karena
penguapan (evaporasi), sebagian akan hilang menjadi aliran permukaan (direct run
off) dan sebagian lagi akan masuk tanah (infiltrasi). Infiltrasi mula-mula
menjenuhkan permukaan (top soil) yang kemudian menjadi perkolasi dan akhirnya
keluar ke sungai sebagai base flow.
Kebutuhan air untuk tanaman adalah banyaknya air yang dibutuhkan tanaman
untuk membuat jaring tanaman (batang dan daun). Selain itu juga untuk diuapkan
sebagai evapotranspirasi, perkolasi, curah hujan, pengolahan lahan dan
pertumbuhan tanaman. Menurut Ditjen Pengairan (1985) rumus yang digunakan
dalam perhitungan kebutuhan air adalah sebagai berikut:
𝐼𝑟 = 𝐸𝑡 + 𝑃 − 𝑅𝑒 + 𝑆 (14)
Dimana:
Ir = kebutuhan air untuk irigasi (mm/hari)
Et = evapotranspirasi
S = kebutuhan air untuk penglahan tanah (mm/hari)
P = perkolasi
Re = hujan efektif (mm)
13
Neraca Air
Menurut Rifai (2008) perhitungan neraca air dilakukan untuk mengecek air
yang tersedia cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan air irigasi atau tidak.
Dalam perhitungan neraca air ini terdapat tiga unsur pokok, yakni:
1. Kebutuhan air
2. Tersedianya air (debit andalan)
3. Neraca air
Tipe Bendungan
ℎ𝑒
Hf ≥ ∆h + (hw atau ) + he + hi (15)
2
ℎ𝑒
Hf ≥ + he + hi (16)
2
Dimana :
Hf = tinggi jagaan
∆h = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk yang terjadi
akibat timbulnya banjir abnormal
hw = tinggi ombak akibat tiupan angin
he = tinggi ombak akibat gempa
ha = tinggi kemungkinan kenaikan permukaan air waduk, apabila terjadi
kemacetan pada pintu bangunan pelimpah
hi = tinggi tambahan yang didasarkan pada tingkat urgensi dari waduk
15
Tinggi kenaikan permukaan air yang disebabkan oleh banjir abnormal (∆h)
dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut (Sosrodarsono 1989):
2 𝛼𝑄0 ℎ
∆h = (17)
3 𝑄 1+ ∆ℎ
𝑄𝑇
Dimana:
Q0 = debit banjir rencana (m3/dtk)
Q = kapasitas rencana bangunan pelimpah untuk banjir (m3/dtk)
α = 0.2 untuk bangunan pelimpah terbuka
α = 1.0 untuk bangunan pelimpah tertutup
H = kedalaman pelimpah rencana (m)
A = luas permukaan air embung pada elevasi banjir rencana (km2)
T = durasi terjadinya banjir abnormal (1 s/d 3 jam)
Tinggi ombak yang diseababkan oleh gempa dihitung (he) dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut:
𝑒𝜏
ℎ𝑒 = √𝑔. ℎ0 (18)
𝜋
Dimana:
b = lebar mercu
H = tinggi bendungan
4. Panjang Bendungan
Panjang bendungan adalah seluruh panjang mercu bendungan yang
bersangkutan, termasuk bagian yang digali pada tebing-tebing sungai di
kedua ujung mercu tersebut. Apabila bangunan pelimpah atau bangunan
penyadap terdapat pada ujung-ujung mercu, maka lebar bangunan pelimpah
16
5. Volume Bendungan
Seluruh jumlah volume konstruksi yang dibuat dalam rangka pembangunan
tubuh bendungan termasuk semua bangunan pelengkapnya dianggap
sebagai volume bendungan (Nisa 2008).
Stabilitas Bendung
∑{𝐶.𝑙+(𝑁−𝑈−𝑁𝑒 )𝑡𝑎𝑛𝜙}
𝐹𝑠 = ∑(𝑇+𝑇𝑒 )
(20)
∑ 𝐶.𝑙+∑{𝛾.𝐴(cos 𝑎−𝑒.𝑠𝑖𝑛𝑎)−𝑉}𝑡𝑎𝑛𝜙
= ∑ 𝛾.𝐴(sin 𝑎+𝑒 cos 𝑎)
(21)
Dimana:
Fs = faktor keamanan
N = beban komponen vertikal yang timbul dari beban setiap irisan bidang
luncur (=𝛾.A.cos a)
T = beban komponen tangensial yang timbul dari berat setiap irisan
bidang luncur (=𝛾.A.sin a)
U = tekanan air pori yang bekerja pada setiap bidang luncur
Ne = komponen vertikal beban seismic yang bekerja pada setiap irisan
bidang luncur (= e.γ .A.sinα )
Te = komponen tangensial beban seismic yang bekerja pada setiap irisan
bidang luncur (= e.γ .A.sinα )
𝜙 = sudut gesekan dalam bahan yang membentuk dasar setiap irisan
bidang luncur.
C = angka kohesi bahan yang membentuk dasar setiap irisan bidang
luncur
Z = lebar setiap irisan bidang luncur
E = intensitas seismis horisontal
𝛾 = berat isi dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
A = luas dari setiap bahan pembentuk irisan bidang luncur
α = sudut kemiringan rata-rata dasar setiap irisan bidang luncur
V = tekanan air pori
𝑁
𝑄𝑓 = 𝑁𝑓 𝑥𝐾𝑥𝐻𝑥𝐿 (22)
𝑝
Dimana:
Qf = kapasitas aliran filtrasi
Nf = angka pembagi dari garis trayektori aliran filtrasi
Np = angka pembagi dari garis equipotensial
K = koefisien filtrasi
H = tinggi tekan air total
L = panjang profil melintang tubuh bendung
𝑊 𝑥𝑔
1
𝑐 = √ 𝐹𝑥𝑦 (23)
Dimana:
c = kecepatan kritis (m/dtk)
w1 = berat butiran bahan dalam air (t/m3)
g = percepatan gravitasi (m/dtk2)
F = luas permukaan yang menampung aliran filtrasi (m2)
𝛾 = berat isi air (t/m3)
Dimana:
V = kecepatan aliran filtrasi (m/dtk)
k = koefisien permeabilitas
H = tinggi tekanan air (m)
L = panjang lintasan rembesan (m)
METODE
Secara umum metode yang digunakan dalam proses penelitian ini terdiri dari:
1. Studi literatur
Studi literatur dilakukan untuk memperoleh pengetahuan dasar mengenai
permasalahan yang akan diteliti. Selain itu, studi literatur bertujuan untuk
mempelajari berbagai metode untuk menentukan debit limpasan dan
parameter yang mempengaruhinya. Literatur yang menjadi acuan berasal dari
buku teks, karya tulis dan jurnal ilmiah.
2. Studi lapangan
Studi lapangan dilakukan dengan cara survei. Survei ini bertujuan untuk
memperoleh data-data yang dibutuhkan, baik data sekunder maupun data
aktual yang berhubungan dengan lokasi penelitian. Data yang dibutuhkan
meliputi dimensi saluran dan koefisien permeabilitas tanah.
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer terdiri dari pengukuran luas daerah tangkapan air dan
pengukuran luas bendungan rencana. Data primer terdiri dari data curah hujan
selama 12 tahun, data iklim dan data peta tanah yang diperoleh dari Litbang
Cintamanis serta citra landsat yang diambil dari google earth.
Alat
Adapun alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain seperangkat
komputer/laptop yang sudah terdapat perangat lunak (software) untuk membantu
pengolahan data seperti Microsoft Excel 2013, Auto Cad 2014 dan Surfer 10. Selain
itu juga digunakan alat GPS tipe Garmin 760, taping dengan panjang 50 m, kamera
untuk pendokumentasian, kalkulator dan alat tulis.
20
Mulai
Identifikasi Masalah
Studi Pustaka
Analisis Hidrologi
Debit Banjir
Rencana Debit Andalan
Penelusuran
Banjir Neraca Air
Dimensi
Embung
Tidak
Aman
Ya
Gambar Teknik
Selesai
Analisis data pertama kali dilakukan adalah analisis frekuensi curah hujan.
analisis ini terdiri dari uji parameter statistik, pemilihan jenis sebaran, uji kebenaran
sebaran dan perhitungan hujan sebaran. Dalam uji parameter statistik digunakan
rumus pada Persamaan 1, 2, 3 dan 4. Setelah itu dilakukan pemilihan jenis metode
yang digunakan (Metode Gumbel Tipe I, Log Pearson Tipe III dan Log Normal).
Untuk menghitung curah hujan dengan metode Gumbel digunakan Persamaan 5
dan Persamaan 6. Perhitungan curah hujan rencana dengan metode Log Normal
digunakan Persamaan 8 sedangkan metode Log Pearson digunakan Persamaan 7
dengan langkah-langkahnya sebagai berikut:
Mengubah data curah hujan sebanyak n buah X1, X2, X3, ..., Xn menjadi log
(X1), log (X2), log (X3),..., log (Xn).
Setelah itu dilakukan uji keselarasan sebaran (Chi Square dan Smirnov-
Kolmogorov) untuk mengetahui apakah metode yang akan digunakan benar-benar
sesuai dan dapat digunakan untuk perhitungan debit banjir rencana. Uji chi square
dilakukan dengan menggunakan Persamaan 9. Untuk uji Smirnov-Kolmogorov
langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:
Urutkan dari besar ke kecil atau sebaliknya dan tentukan besarnya nilai
masing-masing peluang dari hasil penggambaran grafis data (persamaan
distribusinya):
X1 P’ (X1)
X2 P’ (X2)
Xm P’ (Xm)
Xn P’ (Xn)
Dimana:
Z = beda tinggi antar kontur
Fy = luas pada kontur Y
Fx = luas pada kontur X
Kemudian dibuat grafik hubungan antara elevasi, luas dan volume genangan dan
dipilih elevasi tinggi bendungan yang sesuai dengan rencana.
Untuk menentukan tinggi jagaan bendungan dapat digunakan Persamaan 15,
16, 17 dan Persamaan 18 sedangkan untuk menentukan lebar mercu bendungan
minimum digunakan Persamaan 19. Perhitungan stabilitas bendungan dilakukan
dengan melakukan analisis terhadap stabilitas lereng bendungan terhadap aliran
filtrasi. Analisis ini terdiri atas perhitungan formasi garis depresi tanpa
menggunakan chimney, formasi garis depresi dengan menggunakan drainase kaki
dan analisis jaringan trayektori serta aliran filtrasi (seepage flownet). Untuk
perhitungan analisis jaringan trayektori dan aliran filtrasi digunakan Persamaan 22,
23 dan Persamaan 24. Garis depresi didapat dengan persamaan parabola bentuk
dasar seperti di bawah ini :
𝑦 2 −𝑦0 2
𝑥= (33)
2𝑦0
𝑦0 = √ℎ2 + 𝑑2 − 2 (34)
Untuk zone inti kedap air garis depresi digambarkan sebagai kurva dengan
persamaan berikut:
𝑦 = √2𝑦0 + 𝑦0 2 (35)
Dimana:
h = jarak vertikal antara titik A dan B
d = jarak horisontal antara titik B2 dan A
I1 = jarak horisontal antara titik B dan E
I2 = jarak horisontal antara titik B dan A
A = ujung tumit hilir bendungan
B = titik perpotongan permukaan air waduk dan lereng hulu bendungan
24
Dimana:
a = jarak AC
Δa = jarak C0C
α = sudut kemiringan lereng hilir bendungan
Untuk memperoleh nilai a dan Δa dapat dicari berdasarkan nilai α dengan
menggunakan grafik sebaagai berikut:
Δa
Gambar 6 Grafik hubungan antara sudut bidang singgung (α) dengan 𝑎+Δa
n 𝜙 Α 𝛽
1:1.0 45° 28° 27°
1:1.5 33°8’ 26° 35°
1:2.0 26°6’ 25° 35°
1:3.0 18°4’ 25° 35°
1:5.0 11°3’ 25° 27°
Sumber: Soil mechanic & foundation engineering
g. Kekuatan tahanan kohesi terhadap gejala peluncuran (C) diperoleh dari hasil
perkalian antara angka kohesi bahan (c’) dengan panjang dasar irisan (b)
dibagi lagi dengan cos α, jadi C = c’.b/cosα
h. Kekuatan tahanan geseran terhadap gejala peluncuran irisan adalah kekuatan
tahanan geser yang terjadi pada saat irisan akan meluncur meninggalkan
tumpuannya
i. Kemudian jumlahkan semua kekuatan-kekuatan yang menahan (T) dan gaya-
gaya yang mendorong (S) dari setiap irisan bidang luncur, dimana T dan S
dari masing-masing irisan dinyatakan sebagai T = W Sin α dan S = C + (N-
U) tan φ.
j. Faktor keamanan dari bidang luncur tersebut adalah perbandingan antara
jumlah gaya pendorong dan jumlah gaya penahan yang dirumuskan
(Soedibyo, 1993) :
∑𝑆
𝐹𝑠 = ∑ (37)
𝑇
Dimana:
𝐹𝑠 = faktor keamanan
∑ 𝑆 = jumlah gaya pendorong
∑ 𝑇 = Jumlah gaya penahan
Bendungan yang akan dibangun di perkebunan Cinta Manis, Rayon II, PT.
Perkebunan Nusantara VII, Palembang ini terletak pada daerah rawa. Bendungan
direncanakan dengan panjang 386 m dan lebar 110 m. Untuk memperbesar volume
tampungan, daerah tampungan dilakukan pengerukan sedalam 3 m dengan sudut
kemiringan dinding bendungan adalah 45 ° dan elevasi dasar diasumsikan 0.
Bendungan ini selain untuk menampung air, juga akan digunakan sebagai jalan
penghubung antara petak 81 dan petak 193. Bagian hilir tubuh bendung rencana
juga akan dilakukan pengerukan dikarenakan juga akan dibangun bendungan yang
baru pada daerah hilir.
Penentuan daerah aliran sungai ini digunakan untuk menentukan luas daerah
tangkapan air (DTA). Untuk menentukan daerah tangkapan air ini digunakan citra
satelit dengan bantuan google earth. Daerah yang elevasinya lebih tinggi dari lokasi
bendungan rencana ditandai untuk menentukan DTA. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada Gambar 11.
28
Dari hasil pemodelan 2D dan 3D terlihat bahwa arah aliran menuju daerah
bendungan rencana (lingkaran merah) sehingga luas DTA sebesar 0.3861 km2 dapat
digunakan.
12798
𝑆𝑑 = √
12 − 1
𝑆𝑑 = 34.11
12𝑥412433
𝐶𝑠 =
(12 − 1)𝑥(12 − 2)𝑥34.113
𝐶𝑠 =1.133
𝐶𝑘 =2.825
𝐶𝑣 = 0.269
Nilai Yt tergantung dari periode ulang yang digunakan. Nilai Yt dapat dilihat
pada Tabel 1. Secara detail perhitungan distribusi sebaran Metode Gumbel
Tipe I dengan periode ulang T tahun dapat dilihat Lampiran 3.
Y = 𝑌̅ + 𝑘. 𝑆
31
𝑋𝑇 = 𝑋̅ + 𝐾𝑡 ∗ 𝑆
No Periode metode gumbel I metode log person III metode log normal
1 2 122.130897 122.8097737 119.3791323
2 5 161.4477681 142.2163014 148.7137364
3 10 187.4751622 169.74058 169.8619393
4 25 220.3016622 245.6673351 198.5143433
5 50 244.771506 207.1685564 220.6858464
6 100 268.9915866 222.4485093 244.5628497
7 200 293.1318819 237.5117266 268.098753
8 1000 349.4326423 272.2021178 −
Dari ketiga metode diatas dipilih jenis distribusi yang paling sesuai.
Pemilihan jenis distribusi dilakukan dengan memilih parameter yang menjadi
syarat penggunaan suatu metode distribusi seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 14 berikut:
Tabel 14 Syarat penggunaan jenis sebaran
𝐷𝐾 = 𝐾 − (1 + 1) DK = Derajat kebebasan
𝐷𝐾 = 5 − (1 + 1)
𝐷𝐾 = 3
𝑛 12
𝐸𝑖 = = = 2.4
𝐾 5
(𝑋𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑋𝑚𝑖𝑛)
∆𝑋 =
(𝐾 − 1)
(196.3−92)
= = 26
(5−1)
𝑋𝑎𝑤𝑎𝑙 = 𝑋 min − 0.5 ∆𝑋
= 92 − (0.5 × 26) = 86.8
Adapun syarat yang harus dipenuhi yaitu f2 hitungan kurang dari f2cr
(Soewarno 1995). Lampiran 7 menunjukkan hasil perhitungan uji keselarasan
sebaran dengan chi kuadrat. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh f2
sebesar 4.667 dengan menggunakan derajat signifikasi 5% dan f2cr
berdasarkan Tabel 7 sebesar 7.815 maka dapat dinyatakan bahwa hipotesa
yang diuji dapat diterima. Hal ini dikarenakan f2 hasil perhitungan masih lebih
kecil dari pada syarat yang ditentukan yakni 7.815.
Intensitas hujan atau intensitas curah hujan rencana dapat dikatakan sebagai
ketinggian atau kederasan hujan per satuan waktu, biasanya dalam satuan (mm/jam).
Jika volume hujan adalah tetap, maka intensitas hujan akan semakin tinggi seiring
dengan durasi hujan yang semakin singkat, sebaliknya intensitas hujan akan
semakin rendah seiring dengan durasi hujan yang semakin lama (Kamiana 2010).
Perhitungan intensitas curah hujan ini menggunakan Metode Dr. Mononobe dengan
mengacu pada Persamaan 12 yang merupakan sebuah variasi dari persamaan-
persamaan curah hujan jangka pendek. Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh
nilai dari intensitas curah hujan periode ulang 25 tahun adalah 220.30 mm/hari.
Dalam perencanaan ini digunakan intensitas curah hujan dengan lama hujan 2 jam
sehingga nilai intensitasnya adalah 48.113 mm/jam. Lampiran 9 menyajikan
intensitas curah hujan dengan perode ulang T tahun dan lama hujan t jam.
I C A Qt
Periode
mm/jam (km) (m3/det) l/det
2 26.67279144 0.15 0.3861000 0.429441811 429.44
5 35.25940408 0.15 0.3861000 0.567689452 567.69
10 40.94365983 0.15 0.3861000 0.659208072 659.21
25 48.11280712 0.15 0.3861000 0.774633996 774.63
50 53.45690148 0.15 0.3861000 0.860675893 860.68
100 58.74644882 0.15 0.3861000 0.945839562 945.84
200 64.0185714 0.15 0.3861000 1.030722686 1,030.72
1000 76.31438251 0.15 0.3861000 1.228689795 1,228.69
Evapotranspirasi (Et)
Evapotranspirasi (Et) diperoleh dari evapotranspirasi yang dibutuhkan
tanaman (Etc). Untuk menghitung Etc digunakan data evapotranpirasi (Eto) dan
koefisien tanaman (Kc) yang diambil dari Litbang PG. Cinta Manis yang
ditunjukkan pada Tabel 16.
Tabel 16 Daftar Eto dan Kc untuk awal taman bulan mei
Bulan
Mei Jun Jul Agst Sept Okt Nov Dec Jan Feb Mar Aprl
Tanam : Mei
ETo 5.92 5.85 5.82 5.86 5.91 5.73 5.74 5.68 5.65 5.65 5.68 5.93
Kc 0.55 0.8 0.95 1 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 0.8 0.6
Sumber: Litbang PG. Cinta Manis
Perkolasi (P)
Perkolasi adalah meresapnya air ke dalam tanah dengan arah vertikal ke
bawah, dari lapisan tidak jenuh. Besarnya perkolasi dipengaruhi oleh sifat-sifat
tanah, kedalaman air tanah dan sistem perakarannya. Menurut Hadihardjaja (1997)
koefisien perkolasi dibagi menjadi dua, yakni berdasarkan kemiringan dan
berdasarkan tekstur.
Berdasarkan kemiringan, untuk lahan datar koefisien perkolasi sebesar 1
mm/hari sedangkan pada lahan miring dengan kemiringan lebih dari 5% koefisien
yang digunakan adalah 2-5 mm/hari. Berdasarkan tekstur, untuk tanah dengan
tekstur berat (lempung) koefisien perkolasi adalah 1-2 mm/hari, tanah dengan
tekstur sedang (lempung kepasiran) adalah 2-3 mm/hari dan untuk tanah dengan
tekstur ringan koefisien perkolasi adalah 3-6 mm/hari.
Dari pedoman di atas dan berdasarkan pengamatan yang ada, areal lokasi
penelitian berupa tanah lempung berpasir. Untuk itu koefisien yang digunakan
dalam perhitungan adalah 2 mm/hari.
𝑅𝑒 = 𝑋̅ − 0.842. 𝑆𝑑
∑(𝑋𝑖 − 𝑋̅)2
𝑆𝑑 = √
𝑛−1
35
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh curah hujan efektif untuk bulan Januari
sampai dengan bulan Desember berturut-turut adalah 1.229 mm/hari, 1.195
mm/hari, 1.441 mm/hari, 1.596 mm/hari, 1.106 mm/hari, 0.906 mm/hari, 0.811
mm/hari, 0.075 mm/hari, 0.403 mm/hari, 0.966 mm/hari, 1.153 mm/hari, dan 1.597
mm/hari. Perhitungan curah hujan efektif secara detil disajikan pada Lampiran 10.
Neraca Air
Neraca air diperoleh dengan cara membandingkan antara ketersediaan air dan
kebutuhan air. Ketersediaan air diperoleh dari hasil perhitungan debit andalan
dengan menggunakan metode F. J. Mock sedangkan kebutuhan air diperoleh dari
hasil perhitungan kebutuhan air untuk irigasi. Hal ini dikarenakan dalam
perencanaan bendungan, air hanya digunakan untuk keperluan irigasi, tidak
memperhitungkan kebutuhan air untuk keperluan domestik. Ketersediaan dan
kebutuhan air dalam perencanaan bendungan pada perkebunan Cinta Manis ini
dapat dilihat pada Tabel 17 dibawah ini:
36
Vs = 0.05 Vu
Dimana:
Vs = ruang untuk sedimen (m3)
Vu = kebutuhan untuk melayani kebutuhan (m3)
Berdasarkan data bahwa nilai Vu adalah 57773 m3 sehingga volume atau ruang
yang disediakan untuk sedimen adalah 2888.68 m3 sehingga volume total
bendungan adalah 92650.96 m3 yang merupakan hasil penjumlahan dari Vu,Ve,Vi
dan Vs.
Luas permukaan waduk yang dibatasi garis kontur dan volume yang dibatasi
oleh 2 garis kontur dicari dengan menggunakana Persamaan 32. Perhitungan
elevasi, volume dan luas bendungan rencana dapat dilihat pada Lampiran 14. Dari
perhitungan tersebut, kemudian dibuat grafik hubungan antara elevasi, luas
genangan dan volume genangan yang dapat dilihat pada Gambar 14.
100000 50000 0
3.5
3
2.5
Grafik elevasi dan
Elevasi
2 luas
1.5 Grafik elevasi dan
volume
1
0.5
0
0 10000 20000 30000 40000 50000
Penelusuran Banjir
Untuk menentukan elevasi puncak bendungan dari bahan timbunan tanah dan
mereduksi banjir sesaat yang terjadi, sehingga dapat memperkecil debit banjir yang
melewati bendungan maka sebelah hilir perlu diadakan Flood Routing. Salah satu
manfaat dari pembangunan bendung adalah untuk pengendalian banjir. Oleh karena
itu perlu dilakukan penelusuran banjir untuk menentukan debit outflow untuk
mendesain spillway dan tampungan banjir dalam waduk.
Data-data yang diperlukan pada penelusuran banjir yaitu total volume
tampungan, hubungan volume tampungan dengan elevasi waduk (Gambar 14 ) dan
hubungan debit keluar dengan elvasi muka air di waduk. Berdasarkan analisis
volume total tampungan bendungan, volume yang direncanakan adalah sebesar
92650.96 m3. Untuk mencari hubungan debit keluar dan elevasi muka air waduk
digunakan pelimpah (spillway) ambang lebar dengan elevasi dan volume yang
dihitung dengan menggunakan Persamaan 31.
Dalam perhitungan debit spillway, diasumsikan lebar spillway adalah 2 m
dengan menggunakan koefisien limpasan (Cd) sebesar 2. Perhitungan debit
spillway dengan variasi tinggi muka air banjir yang melimpah diatas spillway
disajikan dalam Tabel 18.
Tabel 18 Perhitungan debit spillway dengan berbagai nilai H
Asumsi
No H Cd B g Q Elevasi
(m) (m) (m/dtk2) (m3/dtk) (m)
1 0 2 2 9.81 0 2.4
2 0.01 2 2 9.81 0.011811858 2.41
3 0.02 2 2 9.81 0.033408981 2.42
4 0.03 2 2 9.81 0.061376217 2.43
5 0.04 2 2 9.81 0.094494868 2.44
6 0.05 2 2 9.81 0.132060592 2.45
7 0.06 2 2 9.81 0.173598157 2.46
8 0.07 2 2 9.81 0.21875868 2.47
9 0.08 2 2 9.81 0.267271847 2.48
10 0.09 2 2 9.81 0.318920178 2.49
11 0.1 2 2 9.81 0.373523761 2.5
12 0.11 2 2 9.81 0.430930528 2.51
13 0.12 2 2 9.81 0.491009735 2.52
14 0.13 2 2 9.81 0.553647397 2.53
15 0.14 2 2 9.81 0.618742984 2.54
16 0.15 2 2 9.81 0.686206966 2.55
17 0.16 2 2 9.81 0.755958941 2.56
18 0.17 2 2 9.81 0.82792618 2.57
19 0.18 2 2 9.81 0.902042482 2.58
20 0.19 2 2 9.81 0.978247249 2.59
21 0.2 2 2 9.81 1.056484737 2.6
39
Debit inflow adalah debit yang ke waduk dari DAS di hulu waduk yang
besarnya tergantung komponen DAS baik tata guna lahan, geologi permukaan dan
kemiringan lereng. Analisa debit inflow menggunakan debit banji rencana periode
ulang 25 tahun. Berdasarkan Tabel 15 nilai dari debit banjir rencana adalah 0.774
m3/dtk. Untuk debit outflow menggunakan debit spillway dengan berbagai nilai H.
Perhitungan flood routing dapat dilihat pada Tabel 19.
Tabel 19 Penelusuran banjir pada bendungan rencana
Asumsi
t Q inflow Q rerata Q rerata*t Qoutflow
No Jam Elevasi
(dtk) (m3/dtk) (m3/dtk) (m) (m) (m3/dtk)
1 1 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.4 0
2 2 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.41 0.011812
3 3 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.42 0.033409
4 4 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.43 0.061376
5 5 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.44 0.094495
6 6 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.45 0.132061
7 7 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.46 0.173598
8 8 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.47 0.218759
9 9 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.48 0.267272
10 10 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.49 0.31892
11 11 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.5 0.373524
12 12 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.51 0.430931
13 13 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.52 0.49101
14 14 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.53 0.553647
15 15 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.54 0.618743
16 16 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.55 0.686207
17 17 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.56 0.755959
18 18 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.57 0.827926
19 19 3600 0.774633 0.282313 1016.328154 2.58 0.902042
20 20 3600 0.774633 0 0 2.59 0.978247
Dimensi Bendungan
flood routing dengan elevasi muka air banjir adalah 2.56 m. Untuk jelasnya
mengenai MAB dan elevasi puncak bendung dapat dilihat pada Gambar 15.
Dari data pada tabel diatas, maka dapat ditentukan harga yang akan digunakan
yaitu:
1) Koefisien gempa (z) = 1.90
2) Percepatan dasar gempa (Ac) = 98.42 cm/dtk2
3) Faktor koreksi (V) = 1.1
4) Percepatan gravitasi (g) = 981 cm/dtk2
Perhitungan intensitas seismik horisontal dapat dihitung dengan rumus
sebagai berikut:
𝑉
𝑒 = 𝑧. 𝐴𝑐.
𝑔
1.1
𝑒 = 1.90𝑥98.42𝑥
981
𝑒 = 0.2097
𝑒. 𝜏
ℎ𝑒 = √𝑔. ℎ0
𝜋
Dimana:
e = intensitas seismis horizontal
𝜏 = siklus seismis (1 detik)
ℎ0 = kedalaman air di dalam waduk (m)
= elevasi MAB-elevasi dasar kolam
= 2.54-0
= 2.54 m
0.2097𝑥1
ℎ𝑒 = 3.14 √9.81𝑥2.56
= 0.335 m
42
Jadi tinggi puncak ombak diatas permukaan air rata-rata yang disebabkan
ℎ
oleh gempa adalah 2𝑒 = 0.167 m.
2. Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin (hw)
Tinggi jangkauan ombak yang disebabkan oleh angin sangat dipengaruhi oleh
panjangnya lintasan ombak (F) dan kecepatan angin di atas permukaan air
bendungan. Panjang lintasan ombak yang dipakai adalah Feff sebesar 386 m.
Sedangkan kecepatan angin (maksimal) di atas permukaan air bendungan
diambil dari data di stasiun BMKG Palembang yaitu 32 m/dtk (Lampiran 24).
Perhitungan tinggi ombak (hw) ini menggunakan grafik Metode SMB yang
dikombinasikan dengan Metode Saville. Dengan kemiringan hulu 1:3 tinggi
jangkauan ombak (hw) yang didapat adalah 0,25 m.
Karena fungsi bendungan direncanakan selain untuk suplai air irigasi tetapi juga
untuk dijadikan sebagai jalan maka lebar mercu bendung diambil 6 m. Selain itu
dengan lebar yang lebih besar akan memberikan rasa aman terhadap kestabilan
terhadap longsornya kedap air. Untuk lebih jelasnya mengenai lebar mercu bendung
dapat dilihat pada Gambar 19.
x = -0.0887 0 1 2 4 6
y = 0 0.178 0.622 0.861 1.205 1.470
8 10 12 14 16 18
1.695 1.892 2.071 2.236 2.390 2.560
𝑑 𝑑 2 ℎ 2
Untuk α kurang dari 30°, harga a = √( ) − (sin α) maka dapat
cos α cos α
ditentukan nilai:
𝑦0 0.1775
𝑎 + ∆𝑎 = = = 2.0529
1 − cos 𝑎 0.086
𝑑 𝑑 2 ℎ 2
a = cos α √(cos α) − (sin α)
18.374 2 2
= √(18.374) − ( 2.56 )
cos 24 cos 24 sin 24
= 1.0102
Dari hasil perhitungan didapat garis depresi aliran yang keluar melalui
lereng hilir tubuh bendung sehingga tidak aman terhadap bangunan untuk itu
perlu digunakan drainase kaki maupun drainase alas. Untuk lebih jelasnya garis
depresi pada bendungan homogen dapat dilihat pada Gambar 20.
h = 2.56 m
I1 = 7.08 m
I2 = 16.31-1=15.25 m
α = 135°
d = 0.333 x I1 + I2
= 0.333 x 7.08 + 15.25
= 17.374 m
x (m) = -0.0938 0 1 2 4 6
y (m) = 0 0.188 0.640 0.886 1.239 1.512
8 10 12 14 16 17
1.743 1.946 2.130 2.300 2.457 2.560
𝑎
Untuk α = 135°, berdasarkan grafik pada Gambar 7 didapat nilai C = 𝑎+Δa =
0.15 maka dapat ditentukan nilai:
𝑦0 0.184
𝑎 + ∆𝑎 = = = 0.109
1 + cos 𝑎 1 + cos 135
Δa
0.15 = → Δa = 0.15x0.109 = 0.04
0.109
a = 0.109 – 0.04
= 0.069 m
46
𝑁𝑓
𝑄𝑓 = 𝑥𝑘𝑥𝐻𝑥𝐿
𝑁𝑑
3
𝑄= . 1𝑥10−6 𝑥2.56𝑥110
37
𝑚3
= 22.83𝑥10−6 𝑑𝑡𝑘
= 0.02283𝑥60𝑥60𝑥24 𝑚3 /ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑚3
= 1.97
ℎ𝑎𝑟𝑖
𝑊1 𝑥𝑔
𝐶=√
𝐹𝑥𝑦
2.68𝑥9.81
𝑐=√
0.35𝑥1
𝑚
= 8.67 𝑑𝑡𝑘
Syarat amannya suatu tubuh bendung terhadap bahaya rembesan yakni nilai
kecepatan kritis (C) lebih besar dari kecepatan rembesan yang terjadi. Untuk
menghitung kecepatan rembesan digunakan Persamaan 24 berikut:
𝐻
𝑉 = 𝑘.
𝐿
3.5
𝑉 = 1𝑥10−6 𝑥
0.83
𝑚
= 4.22𝑥10−6 𝑑𝑡𝑘
Dari hasil perhitungan diketahui bahwa nilai aliran kritis (c) sebesar 8.67 m/dtk
dan kecepatan rembesan (V) sebesar 4.22x10-6 m/dtk. Berdasarkan nilai
tersebut dan syarat aman akan bahaya rembesan bahwa nilai C lebih besar dari
nilai V maka tubuh bendung ini aman terhadap bahaya rembesan.
𝛾 Timbunan dalam
Zone Kekuatan Geser Intensitas
beberapa kondisi
Tubuh beban seismis
C
Embung 𝜙 𝛾basah 𝛾jenuh horizontal (e)
(ton/m2)
Zone
1.95 18.25 1.7 1.774 0.1
kedap air
Pada saat bendungan baru dibangun dan belum dialiri air, tanah timbunan
masih mengandung air. Dalam hal ini stabilitas lereng yang ditinjau adalah lereng
sebelah hulu dan hilir. Gambar hasil bidang longsor lereng hulu dan hilir pada saat
embung dalam keadaan kosong disajikan pada Lampiran 16 dan Lampiran 18.
Untuk lebih jelasnya hasil perhitungan kestabilan bendungan baru dibangun dapat
dilihat pada Lampiran 17 dan Lampiran 19.
Pada saat air embung mencapai elevasi penuh atau pada saat elevasi muka air
banjir juga dilakukan analisis lereng sebelah hulu dan hilir. Gambar hasil bidang
longsor lereng hulu dan hilir pada saat embung terisi air dapat dilihat pada Lampiran
20 dan Lampiran 22. Untuk hasil perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 21
dan Lampiran 23.
Perhitungan analisis lereng ini diasumsikan bahwa tekanan air pori sama
dengan 0. Hal ini dikarenakan nilai dari koefisien filtrasi adalah 1.10-6 m/s atau lebih
kecil dari 1.10-5 m/s. Berdasarkan Pedoman Kriteria Desain Embung Kecil Untuk
Daerah Semi Kering di Indonesia (1994) untuk koefisien filtrasi kurang dari
1.10-5 merupakan klasifikasi tanah kedap air sehingga urugan tanah tidak
mengalami tekanan hidrostatis.
Berdasarkan hasil perhitungan diperoleh angka aman (Fs) untuk lereng hulu
pada saat bendungan baru dibangun saat kondisi normal adalah 3.766 dan pada saat
kondisi gempa adalah 2.65. Untuk angka aman (Fs) lereng hulu pada saat muka air
banjir saat kondisi normal adalah 3.689 dan pada saat kondisi gempa adalah 2.605.
Syarat suatu embung aman pada kondisi normal Fs ≥ 1.5 dan pada saat gempa Fs ≥
2.65 sehingga lereng bendungan aman terhadap bahaya longsor. Hal ini juga
berlaku untuk lereng hilir bendungan baik pada saat baru dibangun dan pada saat
muka air banjir. Hal ini dikarenakan angka aman (Fs) pada saat kondisi normal dan
kondisi gempa pada saat baru dibangun yakni 3.188 dan 2.338 dan pada elevasi
muka air banjir adalah 3.721 dan 2.668 dimana angka aman ini masih lebih besar
dari syarat yang ditetapkan.
49
Simpulan
Bendungan yang akan dibangun di Rayon II Unit Usaha Cinta Manis, PT.
Perkebunan Nusantara VII memiliki luas 110 m x 386 m. Elevasi pada embung
merupakan elevasi buatan dengan perencanaan kedalaman 3 m dan kemiringan
dinding embung 45°. Berdasarkan hasil analisis hidrologi diketahui bahwa total
volume tampungan sebesar 92318.21 m3. Setelah dilakukan perhitungan diperoleh
dimensi rencana tubuh bendung untuk tinggi bendung adalah 3.5 m dengan lebar
mercu bendung adalah 6 m dan lebar bawah tubuh bendung adah 23.34 m.
Hasil analisis stabilitas bendungan terhadap aliran filtrasi menunjukkan
bahwa terdapat garis depresi aliran yang keluar melalui lereng hilir bendungan
sehingga tidak aman. Namun demikian setelah dilakukan perhitungan ulang dengan
menggunakan drainase kaki diketahui bahwa garis depresi aliran tidak menembus
dinding lereng tubuh bendungan sehingga bendungan aman terhadap bahawa
rembesan (piping) atau sembulan.
Berdasarkan hasil analisis lereng diketahui bahwa bendungan ini aman dari
bahaya longsor, baik pada saat baru dibangun atau pada saat air mencapai elevasi
banjir. Hal ini dikarenakan hasil perhitungan menunjukkan bahwa angka aman (Fs)
untuk longsor masih lebih besar dari syarat yang ditetapkan, baik itu dalam keadaan
normal ataupun dalam keadaan gempa.
Saran
Dalam penelitian ini hanya digunakan curah hujan yang berasal dari 1 stasiun.
Hal ini lebih baik digunakan setidaknya 3 curah hujan dari stasiun yang berbeda
agar hasil perhitungan curah hujan rencana lebih valid. Dalam perhitungan tinggi
jagaan, penelitian ini tidak memperhitungkan tinggi ombak karena banjir abnormal.
Hal ini dikarenakan lokasi embung yang bukan areal daerah aliran sungai sehingga
hal tersebut dapat diabaikan. Namun demikian faktor-faktor tersebut juga dihitung
agar data yang diperoleh lebih valid.
Tubuh bendungan yang tidak menggunakan chimney memperlihatkan garis
depresi melewati tubuh bendungan. Hal ini berarti air yang masuk melewati tubuh
bendung akan menembus tubuh bendung sehingga tidak aman dan rentan dari
bahaya longsor. Untuk itu lebih baik digunakan drainase kaki atau drainase alas
untuk meminimalkan resiko longsornya tubuh bendungan. Elevasi pada drainase
kaki diusahakan lebih tinggi dari pada genangan yang ada pada hilir bendungan.
50
DAFTAR PUSTAKA
Amril, Ma’ruf. 2011. Maksimalisasi Desain Embung sebagai Simber Air Irigasi
untuk Memenuhi Kebutuhan Air Tanaman Tebu. Jurnal RekayasaVol 15.
Craig, R. F. 1994. Mekanika Tanah. Jakarta (ID): Erlangga
[Departemen PU] Departemen Pekerjaan Umum. 1994. Pedoman Kriteria Desain
Embung Kecil Untuk Daerah Semi Kering di Indonesia. Jakarta (ID): Puslitbang
Pengairan, Balitbang PU
[Ditjen Pengairan DPU]. 1985. Pedoman Kebutuhan Air Untuk Tanaman Padi dan
Tanaman Lainnya. Jakarta (ID): Yayasan Badan Penerbit Pekerjaan Umum
Donny. Iriawan. 2011. Perencaaan Embung Robatal Kecamatan Robatal Kabupaten
Sampang [skripsi]. Jawa Timur (ID): Universitas Pembangunan Nasional
“Veteran”
Hardiyatmo, H. C. 1992. Mekanika Tanah 1. Jakarta (ID): Gramedia Pusaka Utama
Indriyono, Sukarwi. 2007. Perencanaan Embung Logung Dusun Slalang,
Kelurahan Tanjungrejo, Kecamatan Jekulo, Kabupaten Kudus, Jawa Tengah.
[skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro.
Kamiana, I Made. 2010. Teknik Perhitungan Debit Banjir Rencana Bangunan Air.
Yogyakarta (ID): Graha Ilmu
Kodoatie, Robert dan Sugiyanto. 2000. Banjir. Yogyakarta (ID): Penerbit Andi
Offset
Loebis Joesron. 1984. Banjir Rencana Untuk Bangunan Air. Departemen Pekerjaan
Umum. Jakarta (ID): Badan Penerbit Pekerjaan Umum
Nisa, Annete. 2008. Perencanaan Detail Embung Undip Sebagai Pengendali Banjir
Pada Banjir Kanal Timur. [skripsi]. Semarang (ID): Universitas Diponegoro
Rifai, Muji dan Dian Kurniawan. 2008. Laporan Tugas Akhir Perencanaan Embung
Pusporengggo Kabupaten Boyolali, Jawa Tengah [skripsi]. Semarang (ID):
Universitas Diponegoro.
RSNI T-01-2002 mengenai Tata Cara Desain Tubuh Bendungan Tipe Urugan
Susilo, Budi. 2009. Perencanaan Embung Panggul Kabupaten Trenggalek [skripsi].
Surabaya (ID): Institut Teknologi Sepuluh November.
Soedibyo. Ir. 1993. Teknik Bendungan. Jakarta (ID): Penerbit Pradnya Paramita
Soemarto. C.D.. 1999. Hidrologi Teknik. Jakarta (ID): Erlangga
Soewarno. 1995. Hidrologi Aplikasi Metode Statistik Untuk Analisa Data. Bandung
(ID): Nova
Sosrodarsono, Suyono dan Kensaku Takeda. 1984. Bendungan Tipe Urugan.
Jakarta (ID): Pradnya Paramita
Terzaghi. K dan Peck R. B. 1948. Soil Mechanic in Engineering Practice. New
York (USA): Willey
51
No Periode X Sd Sn Yn Yt Xt
(log X-log
Tahun X log X log X log X-log X (log X-log X)^3
X)^2
y=log X + Sd log
No Periode log x Sd log(x) Cs k x = 10^y
X
No Periode xrt sd kt xt
8 1000 126.8833333 − − −
57
7
Lampiran 7 Uji keselarasan sebaran dengan chi kuadrat
Jumlah Data
No Probabilitas (%) Oi-Ei f2=((Oi-Ei)^2)/Ei
Oi Ei
12 12 4.666666667
8
58
Lampiran 8 Uji keselarasan sebaran Smirnov – Kolmogorov
R24
t
R2 R5 R10 R25 R50 R100 R200 R1000
(jam)
122.13 161.45 187.48 220.30 244.77 268.99 293.13 349.43
Bulan Satuan April Mei Juni Juli Ags Sep Okt Nop Des Jan Feb Mar
eto (mm) 5.93 5.92 5.85 5.82 5.86 5.91 5.73 5.74 5.68 5.65 5.65 5.68
kc 0.55 0.8 0.95 1 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 1.05 0.8 0.6
etc mm/hr 3.26 4.74 5.56 5.82 6.15 6.20 6.02 6.03 5.96 5.93 4.52 3.41
ir mm/hr 7.00 5.63 6.66 7.01 8.07 7.80 7.05 6.87 6.36 6.70 5.33 3.97
Luas m2 490000
kebutuhan
mm/bulan 100
pengolahan
lahan
mm/hr 3.33 3.23 3.33 3.23 3.23 3.33 3.23 3.33 3.23 3.23 3.57 3.23
kebutuhan air m3/hr 3,428 2,758 3,261 3,433 3,956 3,822 3,455 3,367 3,117 3,284 2,611 1,944
irigasi
(m3/dtk)
0.04 0.03 0.04 0.04 0.05 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.03 0.02
Jumlah Hari 30 31 30 31 31 30 31 30 31 31 28 31
62
3
No Urutan Satuan Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Ags Sep Okt Nop Des
1 CH mm 399.9 254 229.1 614.6 119.2 72.5 75.6 21.5 169.6 149.3 206.1 239.4
2 HH n 16 11 15 19 13 11 7 3 5 15 16 13
3 jum. Hari 31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
4 suhu °C 26.4 26.4 26.9 27.1 27 26.9 26.4 26.8 27.3 27.6 27 26.4
5 lama penyinaran % 29 37 37 50 47 45 44 58 48 46 36 36
6 kelembaban relatif % 87 86 86 87 86 87 87 83 81 82 87 89
evaporasi mm/hari 4.26 4.66 4.53 4.8 3.07 4.52 4.67 5.35 5.65 5.31 4.89 4.76
8 S=Rs - E aktual mm 395.64 249.34 224.57 609.8 116.13 67.98 70.93 16.15 163.95 143.99 201.21 234.64
9 Run off storm mm 39.99 25.4 22.91 61.46 11.92 7.25 7.56 2.15 16.96 14.93 20.61 23.94
10 Storage (IS) mm 355.65 223.94 201.66 548.34 104.21 60.73 63.37 14 146.99 129.06 180.6 210.7
11 Soil Moinsture (mmHg) 455.65 323.94 301.66 648.34 204.21 160.73 163.37 114 246.99 229.06 280.6 310.7
12 Water Surplus mm 39.99 25.4 22.91 61.46 11.92 7.25 7.56 2.15 16.96 14.93 20.61 23.94
13 infiltrasi (I), i = 0.2 mm 7.998 5.08 4.582 12.292 2.384 1.45 1.512 0.43 3.392 2.986 4.122 4.788
14 0.5*I*(1+k), k = 0.2 mm 4.7988 3.048 2.7492 7.3752 1.4304 0.87 0.9072 0.258 2.0352 1.7916 2.4732 2.8728
15 k*V(n-1) mm 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60 60
16 Storage Vol (Vn) mm 64.7988 63.048 62.7492 67.3752 61.4304 60.87 60.9072 60.258 62.0352 61.7916 62.4732 62.8728
17 ∆Vn mm -235.20 -236.95 -237.25 -232.62 -238.57 -239.13 -239.09 -239.74 -237.96 -238.21 -237.53 -237.13
18 base Flow mm 243.199 242.032 241.83 244.92 240.95 240.58 240.60 240.17 241.36 241.19 241.65 241.92
19 direct Run Off mm 31.992 20.32 18.328 49.168 9.536 5.8 6.048 1.72 13.568 11.944 16.488 19.152
20 run off mm 275.19 262.352 260.16 294.08 250.49 246.38 246.65 241.89 254.92 253.14 258.14 261.07
21 Debit (10³) m³/bln 106251 101294 100448 113546 96714 95127.3 95232.6 93394.5 98426.5 97736.7 99666.6 100798
22 debit m³/dtk 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04 0.04
63
4
Bulan
Variabel Unit
Jan Feb Mar April Mei Jun Jul Agt Sep Okt Nov Des
Evaporasi (Ea) mm/hari 2.7 3.5 3.2 3.4 3.3 3 2.7 3.4 2.9 2.7 3.2 2.2
Evaporasi (Ea) m/hari 0.0027 0.0035 0.0032 0.0034 0.0033 0.003 0.0027 0.0034 0.0029 0.0027 0.0032 0.0022
Penyinaran
% 25 37 37 42 41 49 34 45 45 47 33 22
matahari (S)
Jumlah hari dalam
31 28 31 30 31 30 31 31 30 31 30 31
satu bulan
Luas
(m2)
Elevasi Puncak
40611 850 1473 1,491 1740 1703 1791 1156 1926 1590 1598 1287 609
(2.54 m)
1 0 0 0 0 0
Lampiran 15 Data tanah hasil uji laboratorium PT. Selimut Bumi Adhi Cipta
Lempung
Jenis Tanah lempung lempung batu lempung batu lempung
berpasir
Berat volume kering (d) Ton/m3 1.237 1.271 1.346 1.211 1.233
Berat volume basah (b) Ton/m3 1.7 1.686 1.783 1.737 1.645
Lampiran 16 Stabilitas lereng embung pada kondisi baru selesai dibangun dengan metode pias hulu
8
67
Lampiran 17 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Bundar pada kondisi baru selesai dibangun bagian hulu
A Gama W (ton) b L T N Ne Te U
Irisan α sin a cos a e C Cl
(m2) (ton/m3) (gama.A) (m) (b.cos a) (w.sin a) (W.cos a) (e.T) (e.N) (u.b/cos a)
1 1.288 1.7 2.1896 53 0.799 0.602 1.22 0.734 1.749 1.317 0.1 0.175 0.132 0 1.95 1.431
2 2.84 1.7 4.828 36 0.588 0.809 1.22 0.987 2.839 3.905 0.1 0.284 0.391 0 1.95 1.924
3 3.26 1.7 5.542 22 0.375 0.927 1.22 1.131 2.077 5.138 0.1 0.208 0.514 0 1.95 2.206
4 3.19 1.7 5.423 10 0.174 0.985 1.22 1.201 0.942 5.341 0.1 0.094 0.534 0 1.95 2.343
5 2.74 1.7 4.658 -2 -0.035 0.999 1.22 1.219 -0.163 4.655 0.1 -0.016 0.466 0 1.95 2.378
6 1.94 1.7 3.298 -14 -0.242 0.970 1.22 1.184 -0.798 3.200 0.1 -0.080 0.320 0 1.95 2.308
7 0.75 1.7 1.275 -27 -0.454 0.891 1.22 1.087 -0.579 1.136 0.1 -0.058 0.114 0 1.95 2.119
jumlah 6.067 24.692 0.607 2.469 0 14.7091
Kondisi normal
Kondisi gempa
Lampiran 18 Stabilitas lereng embung pada kondisi baru selesai dibangun dengan metode pias hilir
10
69
Lampiran 19 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Bundar pada kondisi baru selesai dibangun bagian hilir
A Gama W (ton) b L T N Ne Te U
Irisan alfa sin a cos a e C Cl
(m2) (ton/m3) (gama.A) (m) (b.cos a) (w.sin a) (W.cos a) (e.T) (e.N) (u.b/cos a)
1 1.19 1.7 2.023 55 0.819 0.573 1.1 0.631 1.658 1.160 0.1 0.166 0.116 0 1.95 1.230
2 2.67 1.7 4.539 38 0.616 0.788 1.1 0.867 2.795 3.576 0.1 0.280 0.358 0 1.95 1.690
3 3.12 1.7 5.304 24 0.407 0.913 1.1 1.005 2.158 4.845 0.1 0.216 0.485 0 1.95 1.959
4 2.96 1.7 5.032 12 0.208 0.978 1.1 1.076 1.047 4.922 0.1 0.105 0.492 0 1.95 2.098
5 2.48 1.7 4.216 -1 -0.017 1.000 1.1 1.100 -0.074 4.215 0.1 -0.007 0.422 0 1.95 2.145
6 1.72 1.7 2.924 -13 -0.225 0.974 1.1 1.072 -0.658 2.849 0.1 -0.066 0.285 0 1.95 2.090
7 0.65 1.7 1.105 -25 -0.423 0.906 1.1 0.997 -0.467 1.001 0.1 -0.047 0.100 0 1.95 1.944
jumlah 6.459 22.57 0.646 2.257 0 13.156
Kondisi normal
Kondisi gempa
Lampiran 20 Stabilitas lereng embung pada kondisi air elevasi muka air banjir dengan metode pias hulu
12
71
Lampiran 21 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Bundar pada air elevasi muka air banjir bagian hulu
A Gama W (ton) b L T N Ne Te U
Irisan alfa sin a cos a e C Cl
(m2) (ton/m3) (gama.A) (m) (b.cos a) (w.sin a) (W.cos a) (e.T) (e.N) (u.b/cos a)
1.22 1.7 2.074 1.95
1 53 0.798 0.601 1.22 0.733 1.750 1.317 0.1 0.175 0.131798 0 1.43101
0.066 1.774 0.117084 0
1.61 1.7 2.737 1.95
2 36 0.587 0.808 1.22 0.986 2.902 3.993 0.1 0.290 0.399319 0 1.924298
1.24 1.774 2.19976 0
0.94 1.7 1.598 1.95
3 22 0.374 0.927 1.22 1.131 2.141 5.297 0.1 0.214 0.52973 0 2.205633
2.32 1.774 4.11568 0
0.26 1.7 0.442 1.95
4 10 0.173 0.984 1.22 1.201 0.979 5.554 0.1 0.097 0.555407 0 2.342829
2.93 1.774 5.19782 0
5 2.74 1.7 4.658 -2 -0.034 0.999 1.22 1.219 -0.162 4.655 0.1 -0.016 0.465516 0 1.95 2.37755
6 1.94 1.7 3.298 -14 -0.242 0.970 1.22 1.183 -0.798 3.199 0.1 -0.079 0.319996 0 1.95 2.308277
7 0.75 1.7 1.275 -27 -0.454 0.890 1.22 1.086 -0.579 1.135 0.1 -0.057 0.113592 0 1.95 2.1195
jumlah 6.234 25.153 0.623 2.515358 0 14.7091
Kondisi normal
Kondisi gempa
Lampiran 22 Stabilitas lereng embung pada kondisi air elevasi muka air banjir dengan metode pias hilir
14
73
Lampiran 23 Perhitungan Metode Irisan Bidang Luncur Bundar pada air elevasi muka air banjir bagian hilir
A Gama W (ton) b L T N Ne Te U
Irisan alfa sin a cos a e C Cl
(m2) (ton/m3) (gama.A) (m) (b.cos a) (w.sin a) (W.cos a) (e.T) (e.N) (u.b/cos a)
1.7 1.95
1 1.051 1.25069 55 0.819 0.573 1.22 0.699 1.025 0.717 0.1 0.102 0.072 0 1.364
1.774 0
2.21 1.7 3.757 1.95
2 38 0.616 0.788 1.22 0.961 2.816 3.603 0.1 0.282 0.360 0 1.874
0.46 1.774 0.81604 0
2.01 1.7 3.417 1.95
3 24 0.407 0.913 1.22 1.114 2.242 5.034 0.1 0.224 0.503 0 2.173
1.18 1.774 2.09332 0
1.59 1.7 2.703 1.95
4 12 0.208 0.978 1.22 1.193 1.068 5.021 0.1 0.107 0.502 0 2.327
1.37 1.774 2.43038 0
1.18 1.7 2.006 1.95
5 -1 -0.017 1.000 1.22 1.220 -0.075 4.312 0.1 -0.008 0.431 0 2.379
1.3 1.774 2.3062 0
0.83 1.7 1.411 1.95
6 -13 -0.225 0.974 1.22 1.189 -0.677 2.930 0.1 -0.068 0.293 0 2.318
0.9 1.774 1.5966 0
0.47 1.7 0.799 1.95
7 -25 -0.423 0.906 1.22 1.106 -0.473 1.013 0.1 -0.047 0.101 0 2.156
0.18 1.774 0.31932 0
jumlah 5.926 22.630 0.593 2.263 0 14.591
Lampiran 24 Arah, kecepata angin dan kelembaban relatif minimum, rata-rata dan maksimum di stasiun pengamatan BMKG
Penulis dilahirkan di Madiun pada tanggal 20 Juli 1991 yang merupakan anak
kedua dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Sunaryo dan Ibu Sri Rahayu. Penulis
telah menyelesaikan pendidikan tingkat SD di SD Negeri Purworejo 03 (1998-2004),
tingkat SMP di SMP Negeri 1 Geger (2004-2007), dan tingkat SMA di SMA Negeri
1 Geger (2007-2010). Pada tahun 2010 penulis diberikan kesempatan untuk
melanjutkan pendidikan Strata 1 di Institut Pertanian Bogor melalui jalur SNMPTN
(Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri) dengan program studi Teknik Sipil
dan Lingkungan, Fakultas Teknologi Pertanian.
Selama masa pendidikan, penulis aktif mengikuti organisasi Himpunan Teknik
Sipil dan Lingkungan (Himatesil IPB) sebagai anggota. Penulis melakukan praktik
lapangan pada tahun 2013 di Dinas Pertanian Kabupaten Tuban, Jawa Timur dengan
judul “Perencanaan Drainase di Lahan Sawah Beririgasi di DAS Bengawan Solo,
Kabupaten Tuban”.
Kemudian penulis melakukan penelitian di Perkebunan Cinta Manis, PT.
Perkebunan Nusantara VII, Palembang, Sumatera Selatan. Penulis menyelesaikan
skripsi dengan judul “Perencanaan Bendungan Tipe Urugan di Perkebunan Cinta
Manis, PT. Perkebunan Nusantara VII, Palembang” untuk memperoleh gelar Sarjana
Teknik di bawah bimbingan Dr. Ir. M. Yanuar Jarwadi Purwanto, M.S., IPM.