Anda di halaman 1dari 67

ANALISA RESERVOIR BATUPASIR MENGGUNAKAN

METODE ATRIBUT ROOT MEAN SQUARE (RMS) DI


CEKUNGAN JAWA TENGAH UTARA

SKRIPSI

ANANDA REGGY CORNELIA SAPUTRY


11160970000048

PROGRAM STUDI FISIKA


FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2021
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING

ANALISA RESERVOIR BATUPASIR MENGGUNAKAN


ATRIBUT ROOT MEAN SQUARE (RMS) DI CEKUNGAN
JAWA TENGAH UTARA

SKRIPSI

Diajukan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains (S.Si)

ANANDA REGGY CORNELIA SAPUTRY


11160970000048

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Tati Zera, M.Si Praditiyo Riyadi, M.Si


NIP. 19690608 200501 2 002 NIP. 2014280419891

Mengetahui,
Ketua Program Studi Fisika

Tati Zera, M.Si


NIP. 19690608 200501 2 002

ii
ABSTRAK

Atribut Root Mean Square (RMS) digunakan untuk melihat nilai amplitudo pada
suatu batuan dengan memberikan kontras warna atau biasa disebut dengan
brightspot. Adanya brightspot ini mengindikasikan tingginya saturasi reservoir
batupasir pada zona target penelitian yaitu pada Formasi Parigi dan Cibulakan.
Semakin terang brightspot menunjukkan semakin bagus zona prospek reservoir
yang diperoleh. Data yang digunakan berupa data seismik 2D dengan penggunaan
sumur sebanyak 3 yaitu TU-1, TU-2 dan TU-3 serta lintasan seismik sebanyak 40.
Pada penelitian ini nilai atribut yang tinggi ditandai dengan warna kuning dan
nilai atribut rendah ditandai dengan warna biru. Pada atribut tinggi diperoleh nilai
dengan rentan antara 7000-11.000ms pada kedalaman 1500-1700m sedangkan
pada atribut yang rendah berada pada rentan 3000-5000ms pada kedalaman 2100-
2200m. Hasil dari atribut ini mengidentifikasi zona reservoir batu pasir yang
berada pada zona target khususnya pada zona target Formasi Parigi dan
Cibulakan. Sehingga dapat dikatakan bahwa zona target pada Formasi Parigi dan
Cibulakan memiliki prospek reservoir yang dapat dimanfaatkan kembali sebagai
cadangan untuk menghasilkan minyak dan gas bumi.

Kata kunci: atribut RMS, brightspot, batupasir, reservoir

v
ABSTRACT

The attribute is Root Mean Square (RMS) used to see the amplitude value of a
rock by providing color contrast or commonly known as a bright spot. The
existence of bright spot thisindicates the high saturation of the sandstone
reservoir in the research target zone, namely the Parigi and Cibulakan
Formations. The brighter the brightspot indicates the better the reservoir
prospect zone is obtained. The data used are 2D seismic data using 3 wells,
namely TU-1, TU-2 and TU-3 and 40 seismic trajectories.In this study, high
attribute values are marked in yellow and low attribute values are marked in
blue. . In the high attribute, the susceptibility value is obtained between 7000-
11,000ms at a depth of 1500-1700m, while the low attribute is vulnerable at
3000-5000ms at a depth of 2100-2200m. The results of this attribute identify the
sandstone reservoir zone in the target zone, especially in the target zone of the
Parigi and Cibulakan Formations. So it can be said that the target zone in the
Parigi and Cibulakan Formations has the prospect of a reservoir that can be
reused as reserves to produce oil and natural gas.

Keywords:attribute RMS, brightspot, sandstone, reservoir

vi
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang
berjudul Analisa reservoir batupasir menggunakan atribut Root Mean
Square (RMS) pada daerah Jawa Tengah Utara.
Penulis menyadari bahwa dalam pelaksanaan Tugas Akhir ini
maupun dalam pembuatan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan serta
bimbingan berbagai pihak saat proses kerja praktek berlangsung di
Lembaga Minyak dan Gas (LEMIGAS). Oleh karena itu, dalam
kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Kedua Orangtua serta kakak dan adik penulis yang selalu
memberikan dukungan, kasih sayang, semangat serta doa yang
diberikan kepada penulis.
2. Prof. Dr. Lily Surayya Eka Putri, M. Env. Stud selaku dekan
Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
3. Ibu Tati Zera, M.Si, selaku pembimbing I serta kepala Program
Studi Fisika yang telah memberikan dukungan, saran serta
bimbingan pada penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini.
4. Bapak Taufan Junedi, S.T selaku pembimbing II Tugas Akhir di
PPPTMGB LEMIGAS yang telah bersedia membimbing dan
membagi pengetahuannya dalam pelaksanaan dan penyelesaian
Tugas Akhir ini.
5. Bapak Pradityo Riyadi, M.Si selaku pembimbing II dan seluruh
staff unit Eksplorasi 1 dan 3 LEMIGAS yang dengan sabarnya
membimbing dan membagi pengetahuannya kepada penulis selama
pelaksanaan Tugas Akhir ini.
6. Seluruh Dosen Prodi Fisika yang telah membimbing penulis
selama menempuh kuliah di Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.

vii
7. Fauziah Larasati selaku partner skripsi dalam melaksanakan tugas
akhir ini.
8. Adinda Ardani, Dinniar Damayanti, Nadya Dwi, Maurin Puspita,
Olivianintya N. Oceany, Yolanda Desmita sebagai teman yang
telah memberikan semangat dan motivasi serta pengetahuannya
agar penulis dapat menyelesaikan skripsi ini sebaik mungkin.
9. Faith Aisyah Azzahra, Agisnifatizah, Dita Aprillia, Widiarti
Hanum, Icha Nurcholizah yang telah memberikan dukungan serta
sebagai penyemangat dan penerima keluh kesah penulis agar dapat
menyelesaikan skripsi ini.
10. Teman-teman Fisika UIN Angkatan 2016 atas dukungan serta
semangatnya.
11. Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang
telah membantu penulis baik secara langsung maupun tidak
langsung.

Penulis telah berusaha menyelesaikan skripsi ini dengan sebaik


mungkin dengan menggunakan segala kemampuan, upaya serta ilmu yang
penulis miliki. Namun penulis menyadari skripsi ini masih memiliki
banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan adanya kritik
dan saran yang membangun dari semua pihak agar skripsi ini dapat lebih
baik lagi.

Wassalamualaikum Wr.Wb

Jakarta, 03 Februari 2021

Ananda Reggy Cornelia S.


NIM. 11160970000048

viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ii
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN iii
LEMBAR PERNYATAAN iv
ABSTRAK v
ABSTRACK vi
KATA PENGANTAR vii
DAFTAR ISI ix
DAFTAR TABEL xii
DAFTAR GAMBAR xiii
BAB I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 2
1.3 Batasan Masalah 2
1.4 Tujuan Penelitian 3
1.5 Manfaat Penelitian 3
1.6 Sistematika Penelitian 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 5
2.1 Atribut Root Mean Square (RMS) 5
2.2 Kondisi Regional 6
2.2.1 Letak Geografis Wilayah 6
2.2.2 Struktur Regional 7
2.2.3 Stratigrafi Regional 8
2.3 Well Logging 10
2.3.1 Log Listrik 11
2.3.2 Log Radioaktif 12
2.3.3 Log Akustik 13
2.3.4 Log Penunjang 14
2.4 Wavelet Seismik 15
2.5 Resolusi Seismik 16
2.5.1 Resolusi Vertikal 16
2.5.2 Resolusi Horizontal 17
2.6 Dekonvolusi 17
2.7 Seismogram Sintetik 17
2.8 Well Seismic Tie 18
2.9 Atribut Seismik 18
2.10 Densitas Batuan 18
2.11 Porositas Batuan 19
2.12 Reservoir 21
2.13 Batuan Reservoir 22
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 23
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian 23
3.2 Alat dan Bahan Penelitian 23
3.3 Tahapan Penelitian 23
3.4 Pengumpulan Data 24
3.4.1 Data Sumur 25

ix
3.4.2 Data Checkshot 25
3.4.3 Data Marker Geologi 25
3.4.4 Data Seismik 26
3.5 Pengolahan Data 27
3.5.1 `Analisa Log 27
3.5.2 Wavelet 28
3.5.3 Well Seismic Tie 29
3.5.4 Picking 31
3.5.5 Pembuatan Peta Struktur Waktu 31
3.5.6 Proses Analisa Atribut Seismik 32
3.5.7 Interpretasi 33
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 35
4.1 Analisa Zona Target 35
4.2 Analisa Sensitivitas 38
4.3 Analisa Well Seismic Tie 40
4.4 Analisa Struktur Target Reservoar 42
4.5 Analisa Structure Time Map 44
4.6 Analisa RMS Amplitudo 46
4.7 Analisa Zona Prospek Reservoir Batupasir 51
BAB V PENUTUP 55
5.1 Kesimpulan 55
5.2 Saran 55
DAFTAR REFERENSI 56

x
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Kualitas porositas reservoir 21


Tabel 3.1 Data sumur dan kelengkapan log 25

xi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Lokasi Cekungan Jawa Tengah Utara 6


Gambar 2.2 Penampang Geologi Cekungan Jawa Tengah Utara
dan sekitarnya 8
Gambar 2.3 Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Tengah Utara 10
Gambar 2.4 Ilustrasi Pembacaan Log SP 12
Gambar 2.5 Transit Interval Porositas Batupasir 14
Gambar 2.6 Jenis-jenis wavelet 16
Gambar 3.1 Flow Chart Penelitian 24
Gambar 3.2 Daerah penelitian cekungan Jawa Tengah Utara 26
Gambar 3.3 Base Map Penelitian Cekungan Jawa Tengah Utara 27
Gambar 3.4 Tampilan Pengolahan Data Analisa Crossplot 28
Gambar 3.5 Tampilan Wavelet Time Response dari
Hasil Ekstraksi Menggunakan Use Well 29
Gambar 3.6 Hasil Analisa Atribut RMS pada Line Seismik 33
Gambar 4.1 Tampilan Analisa Zona Target pada Sumur TU-1 37
Gambar 4.2 Tampilan Analisa Zona Target pada Sumur TU-2 37
Gambar 4.3 Tampilan Analisa Zona Target pada Sumur TU-3 38
Gambar 4.4 Tampilan Crossplot untuk Formasi Parigi 38
Gambar 4.5 Tampilan Crossplot untuk Formasi Cibulakan 39
Gambar 4.6 Tampilan Well Seismic Tie pada Sumur TU-1 41
Gambar 4.7 Tampilan Well seismic Tie pada Sumur TU-2 42
Gambar 4.8 Tampilan Well Seismic Tie pada Sumur TU-3 42
Gambar 4.9 Tampilan Analisa Struktur untuk Formasi Parigi
dan Cibulakan 44
Gambar 4.10 Tampilan Peta Struktur Waktu Formasi Parigi 45
Gambar 4.11 Tampilan Peta Struktur Waktu Formasi Cibulakan 46
Gambar 4.12 Peta Surface Attribut RMS Formasi Parigi 47
Gambar 4.13 Peta Surface Attribut RMS Formasi Cibulakan 48
Gambar 4.14 Tampilan Stuktur untuk Formasi Parigi 49
Gambar 4.15 Tampilan Struktur untuk Formasi Cibulakan 50

xii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sektor yang memiliki pengaruh besar terhadap kehidupan khususnya dalam
pencapaian tujuan yang baik yaitu energi fosil. Seiring berjalannya waktu energi
fosil mengalami peningkatan, salah satunya ialah minyak dan gas bumi[1]. Oleh
sebab itu, perlu adanya cadangan minyak dan gas bumi agar dapat memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dalam jangka waktu panjang. Hal ini mengakibatkan
perlu dilakukannya kegiatan eksplorasi yang berkelanjutan agar dapat
menghasilkan cadangan minyak dan gas bumi. Keberadaan sumber daya minyak
dan gas bumi telah banyak ditemukan di Indonesia salah satunya di bagian tengah
Pulau Jawa.
Target dalam penelitian ini yaitu pada reservoir Cekungan Jawa Tengah
Utara. Penelitian ini dilakukan dengan melakukan proses karakterisasi reservoir
sehingga meminimalisir kegagalan eksplorasi. Karakterisasi minyak dan gas bumi
dapat diperoleh dengan mengetahui jenis batuan reservoir. Batuan reservoir
dibedakan menjadi dua jenis yaitu batuan sandstone (batupasir) dan batuan
karbonat. Agar dapat mengetahui jenis batuan yang terkandung pada daerah
penelitian, maka perlu dilakukan karakterisasi antar batuan untuk membedakan
jenis batuan pada bawah permukaan yang termasuk dalam batuan reservoir.
Dalam proses mendapatkan informasi pada eksplorasi minyak dan gas bumi
ini maka perlu diketahui letak serta posisi adanya batuan reservoir pada suatu
wilayah ataupun daerah, maka dibutuhkan beberapa teknik guna untuk
mengetahui keberadaan persebaran batuan yang mengindikasikan adanya potensi
reservoir. Salah satu teknik yang biasa digunakan dalam eksplorasi ini yaitu
attribut Root Mean Square (RMS). Atribut Root Mean Square (RMS) merupakan
salah satu atribut yang memanfaatkan bentuk pemodelan bawah permukaan
berdasarkan data seismik secara horizontal serta data sumur yang digunakan
sebagai kontrol atau titik acuan guna mengetahui persebaran reservoir pada daerah
Jawa Tengah Utara.

1
Pada penelitian sebelumnya menyatakan bahwa atribut seismik memiliki
sensitivitas yang baik terhadap reservoir[2]. Serta atribut ini dapat memberikan
informasi anomali yang berada dibawah permukaan bumi sehingga dapat
dimanfaatkan untuk mengetahui keberadaan batuan reservoir. Salah satu jenis
atribut tersebut yaitu Root Mean Square (RMS), dimana atribut ini memiliki
sensitivitas terhadap perubahan nilai amplitudo pada batuan reservoir.
Atribut RMS amplitudo merupakan nilai akar pangkat kuadrat dari
amplitudo jejak seismik asli, karena sifatnya tersebut maka atribut RMS amplitudo
memiliki kelebihan dalam membedakan berbagai jenis litologi dan Nilai
amplitudo RMS yang tinggi umumnya terkait dengan litologi porositas tinggi,
seperti pasir berpori, yang berpotensi sebagai reservoir berkualitas tinggi.
Reservoir dapat diketahui yaitu berdasarkan brightspot pada peta seismik yang
menunjukkan besar kecilnya amplitudo yang dapat menunjukkan nilai porositas
suatu batuan reservoir.
Keberadaan batuan sedimen pada cekungan Jawa Tengah Utara ini berada
pada fase awal tersier hingga fase kompresi akhir tersier-kuarter. Salah satunya
yaitu formasi Cibulakan yang berada pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah yang
terdiri atas tiga bagian yaitu Cibulakan atas, tengah dan bawah memiliki potensi
adanya batuan reservoir[3]. Batuan reservoir yang terkandung salah satunya ialah
batupasir atau sandstone yang berasal dari batuan induk. Sedangkan untuk formasi
Parigi berpotensi adanya batuan reservoir berupa batuan karbonat gamping serta
batupasir (sandstone). Selain formasi Cibulakan, target penelitian ini juga meliputi
formasi Parigi pada Miosen Akhir dengan jenis batuan batuan gamping dolomit
dan batuan pasir yang merupakan jenis batuan reservoir.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan masalah dalam penelitian


ini adalah mengetahui jenis batuan reservoir pada daerah Jawa Tengah Utara guna
mengetahui kandungan minyak dan gas bumi dengan menggunakan metode
attribut Root Mean Square (RMS). Metode ini berfungsi memberikan gambaran
keberadaan reservoir berdasarkan pemetaan Root Mean Square (RMS) yang
berada di bawah permukaan daerah penelitian khususnya pada Formasi Parigi dan
Cibulakan.

2
Batuan reservoar pada umunya memiliki nilai porositas yang besar. Salah
satu batuan yang memiliki porositas yang cukup baik yaitu batupasir atau
sandstone. Maka, jenis batuan reservoir yang dicari keberadaannya pada target
penelitian ini adalah batupasir atau sandstone.

1.3 Batasan Masalah

Berdasarkan dari rumusan masalah yang telah ditulis maka batasan masalah
dalam penelitian ini yaitu meliputi analisis atribut seismik Root Mean Square
(RMS). Analisis ini berguna untuk mengetahui keberadaan reservoir batupasir atau
sandstone yang berada pada zona target Cekungan Jawa Tengah Utara. Penelitian
ini dilakukan dengan menggunakan data seismik 2D sebanyak 40 line seismik dan
3 data sumur pada Formasi Parigi dan Cibulakan dengan perangkat lunak
Hampson Russell dan Petrel 2009 melalui gambaran bentuk bawah permukaan
yang telah disesuaikan dengan geologi regional daerah penelitian.

1.4 Tujuan Penelitian

Berdasarkan dari batasan masalah diatas, maka tujuan dalam penelitian


untuk daerah Jawa Tengah Utara yaitu:

1. Menentukan zona target batupasir menggunakan atribut Root Mean Square


(RMS) di Cekungan Jawa Tengah Utara.

2. Menentukan keberadaan batupasir berdasarkan brightspot pada Formasi


Parigi dan Cibulakan.

3. Menganalisis hasil atribut Root Mean Square (RMS) di Formasi Parigi dan
Cibulakan.

4. Memetakan persebaran batupasir di Formasi Parigi dan Cibulakan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari hasil penelitian ini yaitu dapat memberikan
informasi karakterisasi reservoir batupasir. Memberikan informasi pemetaan
karakterisasi batupasir yang berada pada target penelitian. Serta dapat mengetahui
perbedaan nilai dari Root Mean Square (RMS) seismik pada zona target penelitian

3
dimana semua informasi ini nantinya dapat dikembangkan lebih lanjut guna untuk
dijadikan cadangan minyak dan gas bumi pada khususnya pada daerah Jawa
Tengah Utara.

1.6 Sistematika Penulisan

Skripsi ini dituliskan berdasarkan sistematika penelitian yang telah


ditentukan berikut merupakan beberapa uraian dari sistematika yang telah
dilakukan yaitu:

BAB I PENDAHULUAN
Bab ini menjelaskan mengenai latar belakang, rumusan masalah, batasan
masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, dan sistematika penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Pada bab ini berisi mengenai landasan teori penelitian, yang terdiri dari
geologi regional daerah penelitian, informasi metode penelitian yang
digunakan, hingga teknik yang digunakan pada penelitian ini.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Bab ini menjelaskan mengenai langkah-langkah dilakukannya penelitian
yang meliputi waktu penelitian yang telah dilaksanakan, peralatan yang
digunakan pada penelitian, data yang digunakan pada penelitian hingga
tahapan penelitian yang akan dilakukan.
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini berisi tentang hasil dari penelitian yang telah dilakukan dengan
melalui tahapan pengolahan data berdasarkan hasil yang telah diperoleh.
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
Bab ini berisikan tentang kesimpulan dari semua hasil penelitian serta saran
penelitian berdasarkan dari tujuan yang dilakukannya penelitian ini

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Attribut Root Mean Square (RMS)


Atribut seismik merupakan salah satu analisa data seismik dengan dasar
informasi berupa amplitudo, waktu, frekuensi, attenuasi, serta fasa pada trace
seismik. Atribut ini memiliki peran memberikan informasi reservoir di bawah
permukaan bumi yang diperoleh melalui data seismik. Seiring dengan
berkembangnya teknologi, atribut seismik pun mengalami perkembangan
sehingga semakin banyak informasi yang dapat diperoleh untuk mengetahui
kondisi bawah permukaan guna untuk keperluan interpretasi karakterisasi
reservoir.
Dalam interpretasi seismik, atribut seismik berperan menunjukkan anomali
yang tidak terlihat secara jelas dari data normal seismik. Tiap atribut memiliki
sensitivitas yang berbeda-beda terhadap sifat reservoir. Atribut yang digunakan
adalah atribut amplitudo Root Mean Square (RMS) atribut ini sangat umum
digunakan dalam eksplorasi minyak dan gas bumi karena mampu memberikan
informasi stratigrafi serta reservoar pada daerah penelitian.
Amplitudo RMS merupakan salah satu jenis atribut seismik yang bertujuan
untuk mendapatkan nilai amplitudo asli sehingga dapat dilakukan analisis
reservoir pada daerah penelitian, dimana dengan memanfaatkan perubahan nilai
amplitudo. Amplitudo seismik ini dilakukan dengan menggunakan linier sehingga
dapat mengevaluasi jenis reservoir berdasarkan nilai amplitudo. Besar rata-rata
amplitudo Root Mean Square (RMS) dapat diketahui melalui perhitungan sebagai
berikut: [4]

√ ∑ (1)

dimana :

= amplitudo seismik (ms)


= jumlah data sampel amplitudo

5
2.2 Kondisi Regional

2.2.1 Letak Geografis Wilayah

Cekungan Jawa Tengah Utara di kenal juga dengan The North Serayu
Through/Basin dan saat ini terangkat menjadi daerah yang dikenal dengan North
Serayu Range. Posisi geografis cekungan 108o 30’- 110o 30’ BT dan 6o 10’ - 7o
20’ LS. Luas area cekungan 16.660 km2, dengan luas di daerah daratan sekitar
5.176 km2 dan di lepas pantai luasnya sekitar 11.484 km2.

Source:Lemigas

Gambar 2.1 Lokasi Cekungan Jawa Tengah Utara [5]

Berdasarkan dari gambar 2.1 daerah penelitian ini berada di pantai utara
Jawa Tengah dari Tegal hingga Semarang. Lokasi ini berada di perbatasan sesar
Muria-Kebumen dan sesar mendatar menganan Sesar Cilacap-Pamanukan.
Pergerakan sesar ini disebabkan oleh pengangkatan bagian selatan Jawa Tengah
(Bumiayu) sehingga terjadi penurunan batuan dasar (depression) karena isostasi.

6
2.2.2 Struktur Regional

Pulau Jawa berada di batas interaksi lempeng antara Lempeng Benua


Eurasia dan Lempeng Samudra Hindia. Batuan dasar pada daerah Jawa terdiri dari
Lempeng Benua Eurasia dan intermediate accreted terrain. Elemen tektonik
utama yang dihasilkan dari pertemuan dua lempeng tersebut antara lain palung
subduksi, busur magmatik-volkanik, prisma akresi, dan cekungan busur depan
dan belakang. Batuan sedimen dan batuan volkanik diintrusi oleh beberapa intrusi
magmatik yang merupakan transisi antara batuan dasar benua di Jawa Barat dan
batuan dasar intermedier di Jawa Timur [5].

Penampang seismik utara-selatan, sebagaimana ditunjukkan pada Gambar


2.2 adanya graben besar yang membentuk cekungan. Terlihat pula adanya
tinggian batuan dasar yang membatasi cekungan. Sesar-sesar normal yang
bertingkat-tingkat terbentuk di bagian sebelah utara cekungan, dan terus
menghilang hingga batas Karimun Jawa Arc.

Source: Lemigas

Gambar 2.2 Penampang geologi Cekungan Jawa Tengah Utara dan sekitarnya [6]

Dalam penampang ini terlihat bahwa sesar-sesar normal tersebut teraktifkan


kembali pada pengendapan Formasi Parigi dan Cibulakan, ditandai dengan
terpotongnya formasi batuan yang lebih tua dan adanya penebalan di tengah

7
cekungan untuk endapan Formasi Parigi dan Cibulakan (sedangkan tidak ada
penebalan pada endapan sebelumnya). Hadirnya dua formasi batu gamping
menunjukkan bahwa terjadi dua fase terhenti/berkurangnya aktifitas tektonik di
daerah tersebut.

2.2.3 Stratigrafi Regional

Cekungan ini tersusun atas batuan sedimen yang berumur Eosen sampai
dengan Pliosen yang diendapkan secara tidak selaras di atas batuan dasar
Pratersier berupa batuan beku dan metamorfik. Batuan dasar yang tersusun berupa
metasedimen, kuarsit, dan batuan beku intrusif, kemudian dilanjutkan dengan
pengendapan sedimen fluvial dan lakustrin Sedimentasi batuan volkanik maupun
karbonat yang mengisi subcekungan-subcekungan sejak awal Tersier, berlanjut
hingga pada fase kompresi akhir Tersier-Kuarter (Gambar 2.4) [6].
Gambar 2.3 Stratigrafi Regional Cekungan Jawa Tengah Utara [6]

Source:Lemigas

8
a. Formasi Cibulakan

Diendapkan selaras di atas Formasi Jatibarang adalah Formasi Cibulakan


pada Oligosen Akhir-Miosen Tengah, dengan ketebalan maksimum 2640 m.
Formasi ini dapat dibagi menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu Anggota Cibulakan
Bawah, Tengah dan Atas.

Anggota Cibulakan Bawah yang diendapkan pada Oligosen Akhir-Miosen


Awal, terdiri atas serpih, serpih karbonan, batupasir, dan batulanau. Serpih
banyak mengandung bahan organik yang cenderung menjadi batuan induk di
bagian utara. Bagian bawah anggota ini diendapkan pada lingkungan rawa
pantai yang seiring dengan penurunan dasar cekungan dan fase genanglaut. Di
daerah lepas pantai, formasi ini setara dengan Formasi Talang Akar.

Anggota Cibulakan tengah diendapkan pada Miosen Awal bagian atas,


terdiri dari serpih (setara dengan Formasi Gumai di daerah pantai) dan
batugamping terumbu (yang setara dengan Formasi Baturaja di daerah lepas
pantai), yang berkembang pada lingkungan laut dangkal dan sebagai batuan
reservoir yang potensial.

Anggota Cibulakan Atas (Anggota Cibulakan Klastik) diendapkan pada


Miosen Tengah, terdiri atas batulempung, serpih, dan batupasir. Di beberapa
tempat menunjukkan adanya reservoir yang potensial. Anggota Cibulakan Atas
ini dibagi menjadi Formasi masif dan Formasi main, yang setara dengan
Formasi Air Benakat dan Pre Parigi.

b. Formasi Parigi

Diendapkan selaras diatas Formasi Cibulakan adalah Formasi Parigi pada


Miosen Akhir. Lingkungan pengendapan laut dangkal pada fase genanglaut,
yang ditandai oleh pertumbuhan batugamping yang kaya foraminifera, koral,
dan briozoa, juga berkembangnya batugamping dolomit dan batupasir.
Beberapa lapisan calcareous serpih dan napal dapat ditemukan di bagian
bawah formasi ini. Batugamping biohermal dan biostromal berfungsi sebagai
batuan reservoir yang potensial dengan berkembangnya porositas dan
permeabilitas sekunder. [6]

9
2.3 Data Sumur
Data sumur digunakan dalam eksplorasi untuk memperoleh data pada bawah
permukaan bumi dengan menggunakan alat ukur yang dimasukkan ke dalam
lubang sumur bor, agar dapat mengevaluasi formasi batuan serta mengidentifikasi
batuan bawah permukaan. Selain itu, tujuan utama dari dilakukannya well logging
yaitu untuk mengetahui informasi litologi, porositas, dan resistivitas pada bawah
permukaan [7]. Pada dasarnya well log dibedakan atas beberapa jenis diantaranya
ialah:
a. Log Resistivitas
Resistivitas adalah kemampuan suatu batuan untuk menghambat jalannya
arus listrik yang mengalir melalui batuan. Kegunaan dari log resistivitas yaitu
mendeteksi kandungan fluida dalam batuan reservoir (hidrokarbon atau air)
serta menentukan porositas suatu batuan. Kegunaan yang paling utama ialah
untuk membedakan kandungan air dan kandungan minyak pada sebuah
reservoir. Nilai porositas batuan reservoir akan memberikan nilai resistivitas
tinggi karena merupakan sebuah medium nonkonduktif namun listrik akan
mudah melewati ataupun mengalir apabila porositas reservoir terisi oleh air
sehingga akan mengecilkan nilai resistivitas yang terbaca.
b. Log Self-potential (SP)
Log SP adalah jenis log yang membaca voltase atau potensial alami
dengan satuan milivolt (mv). Potensial listrik alami meningkat karena adanya
faktor elektrokimia, dimana faktor elektrokimia muncul karena adanya
perbedaan antara salinitas lumpur pemboran dengan salinitas air formasi pada
sebuah lapisan permeable. Besar nilai log SP ini dapat dilihat berdasarkan
kurva defleksi dimana defleksi akan bernilai minus (-) ketika salinitas air
formasi (Rmf) lebih besar daripada salinitas lumpur pemboran (Rw) dan
defleksi akan bernilai positif (+) apabila salinitas air formasi lebih kecil
daripada salinitas lumpur pemboran seperti yang ditunjukkan pada gambar
2.4. Sehingga dapat diketahui cara kerja dari log SP dengan merekam
perbedaan potential listrik antara elektroda di permukaan yang tetap dengan
elektroda yang bergerak di dalam lubang bor. Jadi apabila ada minyak pada

10
reservoar maka defleksi akan menunjukkan nilai (+) hal ini dikarenakan
salinitas minyak lebih besar dari salinitas lumpur pemboran [8].

Gambar 2.4 Ilustrasi Pembacaan Log SP [8]

c. Log Densitas
Pada umumnya log densitas digunakan untuk menentukan litologi dan
jenis mineral tertentu, dengan memancarkan sinar gamma dari sumber radiasi
gamma yang telah diletakkan pada dinding lubang bor. Ketika sinar gamma
menembus dinding batuan kemudian kehilangan sebagian energinya dan
sebagiannya lagi dipantulkan kembali yang kemudian akan ditangkap oleh
detektor yang berada di atas sumber radiasi [9]. Selain itu, log densitas juga
mengukur nilai bulk density dari suatu formasi yang merupakan gabungan dari
beberapa densitas material penyusun batuan, matriks, fluida yang mengisi pori-
pori [10].
d. Log Gamma Ray
Log gamma ray adalah salah satu log radioaktif yang digunakan untuk
memperkirakan volume shale pada suatu sumur dengan menggunakan spectral

11
gamma ray. Log gamma ray dilakukan dengan cara mendeteksi arus yang yang
ditimbulkan oleh ionisasi yang terjadi karena adanya interaksi sinar gamma
dari formasi gas ideal yang terdapat di dalam kamar ionisasi yang ditempatkan
pada sonde. Dengan adanya perbedaan sifat radioaktif dari setiap batuan, maka
dapat diidentifikasikan jenis batuan yang berada di bawah permukaan bumi
[10].
Partikel radioaktif banyak dijumpai di formasi yang berukuran lempung,
sehingga nilai gamma ray tinggi diasumsikan sebagai shale. Sedangkan nilai
gamma ray yang rendah diasumsikan sebagai batupasir dan karbonat. Log
gamma ray adalah yang paling baik untuk memisahkan shale–sand.
e. Log Neutron Porositas
Log neutron porositas digunakan untuk mengetahui jenis kandungan atom
hidrogen yang terdapat dalam formasi batuan dengan menembakan atom
neutron dengan energy yang tinggi. Sehingga akan terjadi tumbukan dengan
material yang mengakibatkan neutron akan kehilangan energinya. Besar energi
neutron yang hilang bergantung dengan banyaknya jumlah atom hidrogen
dalam formasi batuan tersebut.
Prinsip kerja log neutron yaitu dengan cara memancarkan
partikel neutron dengan kecepatan tinggi yang kemudian akan bertabrakan
dengan atom hidrogen yang berada di dalam batuan. Karena medium yang
paling kuat menyerap energi neutron adalah unsur hidrogen ,maka semakin
banyak unsur hidrogen yang terserap semakin besar pula porositas batuan
tersebut.
f. Log Sonic
Log sonic atau DT adalah log yang bekerja berdasarkan kecepatan rambat
gelombang suara. Gelombang yang dipancarakan dari suatu formasi akan
dipantulkan ke receiver, dengan selisih waktu yang disebut dengan interval
transit time. Besarnya selisih waktu yang dibutuhkan tergantung dari jenis
porositas batuan, selisih waktu dinyatakan dalam satuan microseconds per
meter atau microsecond per foot.
Pada umumnya log sonic digunakan untuk menghitung porositas formasi
batuan berdasarkan kecepatan seismik dan cairan pori yang diketahui [11].

12
Prinsip kerja log ini dengan cara mengirimkan sinyal gelombang seismik untuk
mendapatkan interval waktu transit formasi batuan. Dari hasil interval waktu
ini maka dapat dilakukan estimasi porositas yang terkandung dalam suatu
batuan.

Gambar 2.5 Transit Interval Yang Relatif Tinggi (DT = 81 μsec / ft) Menunjukkan
Porositas Tinggi Batu Pasir [11]

g. Log Calliper
Log calliper berguna untuk menentukan volume semen pada operasi
cementing dengan menyesuaikan lubang bor tersebut. Log calliper
memanfaatkan dua buah lengan yang menekan dinding lubang bor. Pergerakan
secara lateral dari lengan-lengan ini didefinisikan sebagai hambatan yang
berubah-ubah, untuk melakukan kalibrasi yang sederhana hambatan yang
berubah-ubah ini diterjemahkan menjadi variasi diameter lubang bor terhadap
kedalaman [12].

13
2.4 Wavelet Seismik
Wavelet merupakan kumpulan dari sejumlah gelombang harmonik yang
memiliki amplitudo, frekuensi serta phase yang berbeda, dimana wavelet
memiliki karakteristik yang dapat dilihat melalui spektrum amplitudo dan
spektrum fasa yang mengandung informasi dan sifat wavelet [13]. Berdasarkan
konsentrasi energinya wavelet dapat dibagi menjadi 4 jenis yaitu:
a. Zero Phase Wavelet
Wavelet berfasa nol (zero phase wavelet) mempunyai konsentrasi energi
maksimum di tengah dan waktu tunda nol, sehingga wavelet ini mempunyai
resolusi dan standout yang maksimum. Wavelet berfasa nol (disebut juga
wavelet simetris) merupakan jenis wavelet yang lebih baik dari semua jenis
wavelet yang mempunyai spectrum amplitudo yang sama.
b. Minimum Phase Wavelet
Wavelet berfasa minimum (minimum phase wavelet) memiliki energi yang
terpusat pada bagian depan. Dibandingkan jenis wavelet yang lain dengan
spektrum amplitudo yang sama, wavelet berfasa minimum mempunyai
perubahan atau pergeseran fasa terkecil pada tiap-tiap frekuensi. Dalam
terminasi waktu, wavelet berfasa minimum memiliki waktu tunda terkecil
dari energinya.
c. Maximum Phase Wavelet
Wavelet berfasa maksimum (maximum phase wavelet) memiliki energi
yang terpusat secara maksimal dibagian akhir dari wavelet tersebut, jadi
merupakan kebalikan dari wavelet berfasa minimum.
d. Mixed Phase Wavelet
Wavelet berfasa campuran (mixed phase wavelet) merupakan wavelet yang
energinya tidak terkonsentrasi di bagian depan maupun di bagian belakang.

14
Gambar 2.6 Jenis-jenis wavelet berdasarkan konsentrasi energinya, yaitu zero phase
wavelet (a), minimum phase wavelet (b), maximum phase wavelet (c), dan mixed phase
wavelet (d) [13]

2.5 Resolusi Seismik


Resolusi atau daya pisah adalah kemampuan batas antara dua objek yang
dapat dipisahkan dengan menggunakan gelombang. Sehingga lapisan batuan yang
tipis dapat ditunjukkan atau ditampilkan oleh gelombang seismik. Faktor yang
dapat mempengaruhi resolusi seismik yaitu panjang gelombang atau frekuensi
dominan gelombang seismik yang digunakan. Resolusi seismik dapat dibedakan
menjadi 2 jenis, yaitu:
2.5.1 Resolusi Vertikal
Daya pisah pada arah kedalaman yang dipresentasikan oleh sumbu waktu.
Resolusi vertikal ini bergantung pada frekuensi dominan sinyal yang dipakai
sehingga semakin tinggi frekuensi yang digunakan maka semakin tinggi pula
resolusinya. Namun, tingginya frekuensi yang digunakan dibatasi oleh adanya
efek serap medium sehingga mengurangi daya tembus sinyal.
Resolusi ini biasa digunakan apabila ketebalan suatu lapisan batuan lebih
besar dari ketebalan tunning nya maka, batas antar lapisannya dapat dibedakan,
sehingga kedua gelombang ini akan berinterferensi positif yang dapat
menyebabkan peningkatan amplitudo. Apabila ketebalan suatu lapisan batuan

15
lebih kecil dari tunning nya maka, gelombang akan berinterferensi negatif yang
dapat mengurangi amplitudo refleksi gelombang [13].
2.5.2 Resolusi Horizontal
Resolusi ini merupakan kemampuan melihat dua buah objek yang terpisah
secara lateral. Sehingga apabila resolusinya rendah maka, dua benda yang terpisah
akan tampak menjadi satu benda. Nilai resolusi horizontal akan menurun pada
saat posisi pengamatan bergerak menjauhi objek, sehingga dua benda akan
tampak lebih menyatu lagi dengan menurunnya resolusi horizontal.
Zona Fresnel merupakan bagian dari reflektor dengan energi gelombang
yang direfleksikan dengan setengah atau seperempat siklus panjang gelombang
setelah terjadinya refleksi pertama. Sehingga hal ini dapat mempengaruhi
kedalaman, kecepatan dan frekuensi gelombang refleksi [14].
2.6 Dekonvolusi
Dekonvolusi adalah suatu proses yang digunakan untuk meningkatkan
resolusi dari data seismik, dengan menganalisa wavelet seismik dasar.
Dekonvolusi berfungsi untuk mengurangi pengulangan refleksi yang dapat
mengganggu interpretasi data seismik. Biasanya dekonvolusi dilakukan dengan
cara konvolusi antara data seismik dengan sebuah filter yang biasa dikenal dengan
Wiener Filter. Sehingga dengan dilakukannya dekonvolusi, maka dapat
mengetahui kondisi bawah permukaan yang tidak ideal berdasarkan sumber
wavelet yang masuk kedalam bumi dengan mengubah sumber wavelet menjadi
spike [15].
2.7 Seismogram Sintetik
Seismogram sintetik merupakan sebuah rekaman seismik buatan, yang
dibuat berdasarkan dari data log kecepatan dan densitas [16]. Seismogram ini
digunakan untuk mengkorelasikan antara informasi sumur berupa litologi
terhadap penampang seismik yang telah diperoleh untuk mendapatkan informasi
yang lebih lengkap serta komprehensif [17]. Cara kerja dari seismogram sintetik
ini yaitu dengan dilakukannya konvolusi dengan wavelet, konvolusi antara
koefisien refleksi dengan wavelet seismik akan menghasilkan seismogram sintetik
dengan perbandingan data riil yang berdekatan dengan sumur sehingga dari hasil
konvolusi ini maka akan diperoleh trace data yang akan digunakan untuk

16
mengkoreksi model stikogram digunakan agar dapat mengkolerasi secara
optimum.
2.8 Well Seismic Tie
Dalam seismik refleksi, well seismic tie digunakan untuk mengetahui posisi
kedalaman yang sesungguhnya agar data seismik yang diperoleh dapat
dikorelasikan dengan data geologi yang telah di plot dengan menggunakan skala
kedalaman yang diletakkan secara horizon. Untuk itu perlu dilakukannya well
seismic tie dalam penelitian ini. Pada umumnya, dengan memanfaatkan
seismogram sintetik yang diperoleh dari hasil survey kecepatan (well velocity
survey) diantaranya ialah checkshot survey.
Pada checkshot survey kecepatan diukur dalam lubang bor dengan sumber
gelombang dalam lubang bor dan sumber gelombang yang digunakan sama
dengan yang digunakan pada survei seismik. Kegunaan utama dari checkshot
survey adalah untuk mendapatkan time depth curve yang kemudian dimanfaatkan
lebih lanjut untuk pengikatan data seismik dan data sumur, kecepatan rata-rata,
perhitungan kecepatan antar interval serta koreksi data sonic pada seismogram
sintetik [18].
2.9 Attribut Seismik
Seismik atribut adalah segala informasi yang diperoleh dari data seismik
baik melalui pengukuran langsung, komputasi maupun pengalaman. Seismik
atrubut diperlukan untuk memperjelas anomali yang tidak terlihat secara kasat
mata pada data seismik konvensional. Analisis seismik biasanya digunakan untuk
memprediksi sifat reservoir seperti porositas, kandungan lempung, saturasi air, dll,
berdasarkan masukan data atribut seismik. Atribut seismik merupakan pengolahan
data seismik yang cukup baik untuk menggambarkan citra seismik dan
pengukuran zona-zona menarik serta untuk menentukan struktur atau lingkungan
pengendapan.

2.10 Densitas Batuan

Densitas (ρ) didefiniskan sebagai perbandingan massa (m) terhadap volume


(v) suatu batuan, dituliskan :
ρ=m (2)
v

17
diketahui :
= densitas (kg/m3)
= massa (kg)
= volume (m3)

Densitas merupakan sifat fisis batuan yang mempunyai pengaruh signifikan


terhadap parameter fisis lainya dari beberapa jenis batuan. Dalam SI densitas
mempunyai satuan kg/m3. Karena batuan bersifat heterogen, maka diperlukan
pengertian-pengertian densitas khusus yang berkaitan dengan komponen-
komponen materi penyusun yang membentuk suatu batuan. Sehingga dikenal
adanya
a. Densitas bulk, yaitu densitas rata-rata dari suatu volume batuan ( termasuk
didalamnya adanya pori, lubang, dan lainya).
b. Densitas individu dari komponen batuan, misal densitas mineral kuarsa.
c. Densitas rata-rata dari matrik padat suatu batuan, misal densitas matrik
karbonat (tanpa pori-pori)
d. Densitas fluida yang mengisi pori rata-rata, misalnya densitas air pori

Apabila di dalam pori berisi fluida, maka besarnya kandungan fluida


tersebut dinyatakan dengan derajat kejenuhan fluida (saturasi). Batuan yang berisi
gas dan air akan mempunyai densitas gabungan dari ketiga materi tersebut yaitu
materi padat, fluida dan gas [19].

2.11 Porositas Batuan

Porositas adalah perbandingan antara volume ruang pori (vp) terhadap


volume total dari masa batuan (v) yang secara matematis dituliskan sebagai:

(3)

dimana :
Φ = porositas
vp = volume ruang pori
v = volume batuan

18
Porositas adalah besaran yang tidak berdimensi dan sering dinyatakan dalam
bagian atau persen. Porositas merupakan hasil proses geologi, fisis dan kimiawi
selama dalam proses pembentukan batuan tersebut maupun pada tahap setelah
pembentukan, sehingga dapat menimbulkan porositas primer maupun sekunder
[20]. Secara petrografi asal mula pembentukan porositas dapat dibedakan
menjadi:
a. Porositas intergranular adalah pori yang terbentuk antar butir partikel
atau fragmen material klastik.
b. Porositas rekahan, diakibatkan oleh adanya proses fisis mekanik atau
proses kimiawi secara parsial terhadap batuan yang masive pada
awalnya, seperti pada batu gamping, porositas jenis ini merupakan
porositas sekunder.
c. Porositas vugular adalah porositas yang dibentuk oleh organisme dan
bersamaan dengan terjadinya proses kimia pada tahapan selanjutnya.
Secara umum porositas pada batuan diperoleh berdasarkan urutan porositas
yang semakin mengecil pada batuan berikut ini :
1. Sedimen laut berpori
2. Sedimen yang tak terkompaksi
3. Batupasir
4. Batuan karbonat
5. Anhydrit
6. Batuan beku dan batuan masive lainya
Secara teoritis numerik porositas dapat bernilai dari 0% sampai 100%,
namun secara fisis nilai porositas hanya berkisar antara 5% sampai 40% saja.
Nilai porositas dibawah atau sama dengan 5% sudah dianggap tidak komersial
dikarenakan sudah sangat kecil dan pada umumnya permeabilitasnya juga kecil
sehingga sudah tidak mampu mengalirkan fluida. Secara teoritis nilai porositas
tidak akan lebih dari 47,6% [21]. Kualitas baik atau buruknya suatu batuan dapat
dilihat berdasarkan nilai porositasnya. Secara umum, Secara umum, semakin
bertambahnya kedalaman maka porositas batuan akan berkurang, karena semakin
dalam batuan tersebut maka batuan semakin kompak akibat dari tekanan di
atasnya.

19
Nilai porositas sangat berpengaruh terhadap kecepatan dari gelombang
seismik. Jika gelombang seismik melewati suatu formasi yang memiliki porositas
yang semakin besar maka kecepatan gelombang seismik akan semakin kecil,
begitu pula sebaliknya.

Tabel 2.1 Kualitas Porositas Reservoar

No. Nilai Skala


Porositas
1 0-5% Diabaikan
2 5-10% Buruk
3 10-15% Cukup
4 15-20% Baik
5 20-25% Sangat Baik
6 >25% Istimewa

2.12 Reservoir
Reservoir merupakan tempat akumulasi fluida hidrokarbon yang dapat
berupa gas, minyak dan air yang telah bermigrasi dari batuan induk. Reservoir
memiliki karakteristik yang berbeda-beda, hal yang mempengaruhi perbedaan
karakteristik ini diantaranya ialah jenis komposisi yang terbentuk, temperatur
serta tekanan tempat atau daerah terjadinya akumulasi hidrokarbon yang
terkandung didalamnya. Suatu reservoir yang mengandung minyak dan gas bumi
memili beberapa syarat yang terdiri dari beberapa unsur, yaitu:
a. Batuan reservoir (reservoir rock), merupakan wadah yang terisi dan
dijenuhi oleh minyak ataupun gas. Pada batuan reservoir memiliki struktur
lapisan yang berongga atau berpori-pori.
b. Lapisan penutup (sealing cap rock), merupakan lapisan yang berfungsi
sebagai penahan ataupun pelindung fluida yang terkandung didalamnya
agar tidak mudah mengalir keluar atau biasa disebut sebagai lapisan
impermeable, sehingga minyak dan gas dapat tetap terakumulasi dalam
reservoar dengan baik.
c. Batuan induk (source rock), merupakan batuan yang berasal dari
organisme makhluk hidup yang telah lama tertimbun dengan kondisi
tekanan dan temperatur tertentu sehingga mengakibatkan perubahan
organisme tersebut
20
menjadi minyak ataupun gas bumi, yang kemudian bermigrasi dan
terperangkap pada batuan berpori sehingga menjadi batuan reservoir.

2.13 Batuan Reservoir


Batuan reservoir merupakan wadah yang terisi dan dijenuhi oleh minyak
ataupun gas. Struktur ruang penyimpanan minyak dalam reservoir berupa rongga-
rongga atau berpori-pori, umumnya batuan reservoir ini sangat berpengaruh
terhadap besarnya porositas yang merupakan perbandingan antara volume pori-
pori terhadap keseluruhan suatu volume batuan dan permeabilitas yang
merupakan kemampuan dari medium berongga atau berpori untuk mengalirkan
kandungan suatu batuan. Sehingga hal ini mnegakibatkan batuan reservoir
memiliki kemampuan untuk menyimpan serta melepaskan minyak bumi.
2.13.1 Batupasir (Sandstone)
Batupasir merupakan batuan sedimen utama yang terdiri dari mineral yang
berukuran butir-butir atau biasa yang disebut dengan pasir yang berasal dari
pecahan batuan-batuan lainnya. Batuan ini terbentuk akibat adanya sedimentasi
yang terjadi ketika pasir terlepas dari suspensi sehingga batuan terseret atau
menggelinding hingga terakumulasi. Ketika telah berakumulasi, pasir berubah
menjadi batu pasir yang kompaksi oleh tekanan dan endapan diatasnya serta
disementasi oleh presipitasi mineral di dalam pori-pori antar butiran.
Menurut Pettijohn [22], batupasir dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu:
a. Orthoquarzites, merupakan kelompok jenis batuan sedimen yang terbentuk
dari proses yang menghasilkan unsure silica yang tinggi, dengan tidak
mengalami metamorfosa dan kepadatan, terutama pada mineral kuarsa atas
(quartz) dan mineral lainnya yang stabil. Material pengikatnya berupa
semen yang merupakan bahan dasar utama yang terdiri atas karbonat dan
silica.
b. Graywacke, merupakan jenis kelompok batu pasir yang tersusun dari
unsur-unsur mineral yang berbutir besar, terutama pada kuarsa dan
feldspar serta fragmen-fragmen batuan. Material pengikat pada jenis
kelompok batuan ini yaitu berupa clay dan karbonat.

21
c. Arkose, merupakan jenis kelompok batupasir yang biasanya tersusun dari
quartz sebagai mineral yang dominan. Meskipun pada umumnya mineral
arkose feldspar jumlahnya lebih banyak daripada quartz.

22
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 bulan yang bertempat di Lembaga


Minyak dan Gas Bumi (LEMIGAS) Jl. Ciledug Raya No. 109, Cipulir, Kebayoran
Lama, Jakarta Selatan 12230.

3.2 Alat dan Bahan Penelitian


Pelaksanaan tugas akhir ini ditunjang dengan menggunakan beberapa alat
dan bahan diantaranya yaitu:
a. Perangkat lunak Schlumberger 2009 dan Humpson Russell 2009
Perangkat lunak ini digunakan pada saat proses pengolahan data seismik
refleksi yang melalui proses picking hingga interpretasi.
b. Microsoft Office 2010
Microsoft Office ini digunakan pada saat penyusunan data sumur,
checkshot, well top yang akan di input ke dalam software yang akan
digunakan.
c. Data yang digunakan dalam melakukan penelitian ini berupa data log
sumur, densitas, resistivitas, gamma ray, calliper, neutron porosity serta
spontaneus potential.
d. Perangkat lunak Arcmap 10.7
Pada perangkat lunak ini digunakan untuk pembuatan peta persebaran
daerah penelitian Cekungan Jawa Tengah Utara.

3.3 Tahapan Penelitian


Pada tahapan ini yaitu merupakan bagian dari langkah penelitian dalam
pengolahan data yang tersusun dalam bentuk flowchart. Berikut merupakan
flowchart pengolahan data yang digunakan pada penelitian ini.

23
Gambar 3.1 Flowchart Penelitian

3.4 Pengumpulan data


Untuk melakukan pengolahan data dibutuhkan beberapa komponen yang
akan di input dalam software Humpson Russell. Komponen yang dibutuhkan
diantarnya ialah:
24
3.4.1 Data Sumur
Data sumur yang digunakan dalam penelitian ini yaitu sebanyak tiga
sumur dengan berbagai macam log densitas pada masing-masing sumurnya.
Kelengkapan log pada tiap sumur diantaranya ialah caliper log, density log,
gamma ray log, neutron porosity log, resistivity log serta spontaneous potential
log. Data sumur yang digunakan dalam pengolahan data ini yaitu TU-1, TU-2 dan
TU-3.

Tabel 3.1 Data Sumur & Kelengkapan Log


Log
No Well
checkshot NPHI RHOB GR Cal Resistivity SP
1 TU-1 v v v v v v v
2 TU-2 v v v v v v v
3 TU-3 v v v v v - v

3.4.2 Data Checkshot


Checkhsot merupakan suatu tembakan yang bertujuan untuk mengkoreksi
serta mengontrol hasil survey kecepatan kontinu (Well Velocity Survey) yang
berfungsi untuk menentukan waktu koreksi yang tiba pada sumur. Prinsip kerja
dari checkshot ini yaitu dengan menempatkan geophone ke dalam lubang sumur
bersamaan dengan log sonik. Waktu dapat diatur dan dikontrol oleh checkshot
time, hal ini dapat memberikan informasi waktu rambat yang akan diterima oleh
perekam checkshot [23].
Dalam penelitian ini, dengan menggunakan data sumur yang memiliki
domain yang berbeda-beda maka diperlukan data checkshot yang berfungsi untuk
menyamakan domain data sumur kedalaman menjadi domain waktu. Berdasarkan
dari penelitian yang akan dilakukan ini maka data checkshot yang digunakan
adalah checkshot TU-1, checkshot TU-2 dan checkshot TU-3.

3.4.3 Data Marker Geologi


Data marker merupakan data yang digunakan sebagai acuan penanda
lapisan yang berfungsi memberikan informasi untuk menandai letak dari zona

25
target reservoir dan top dari sebuah formasi pada sumur. Dengan adanya data
marker juga dapat mengetahui kedalaman dari reservoir target pada daerah
penelitian. Data marker yang digunakan berasal dari well report dari 3 buah
sumur yang berbeda, dimana data marker ini dianalisa berdasarkan data log,
litologi, dan biostratigrafi. Formasi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
Parigi dan Cibulakan.

3.4.4 Data Seismik


Data seismik merupakan suatu penggambaran dari lapisan batuan yang
berada di bawah permukaan dengan gambaran kemenerusan dari amplitudo
gelombang seismik dimana data seismik ini memiliki domain time. Pada
penelitian eksplorasi data seismik sangat dibutuhkan karena melalui data seismik
maka akan diperoleh penampang seismik yang mewakili daerah bawah
permukaan pada cekungan Jawa Tengah Utara. Data seismik yang digunakan
dalam penelitian ini berupa seismik 2D post-stack dengan jumlah line sebanyak
40 line.

Gambar 3.2 Daerah penelitian cekungan Jawa Tengah Utara

26
3.5 Pengolahan Data
3.5.1 Analisa Log
Sebelum melakukan analisa terhadap data seismik, maka dilakukan terlebih
dahulu analisa data log. Analisa data log ini berguna untuk menentukan zona
target serta analisa crossplot. Analisa zona target yang dilakukan berfungsi untuk
penentuan zona prospek berdasarkan dari log sumur penelitian. Sedangkan analisa
crossplot dilakukan untuk mengetahui sensitifitas data terhadap kemampuan
untuk memisahkan bagian antara batu pasir dengan serpih yang berguna untuk
menentukan kelayakan pada proses inversi [23].
a. Analisa Zona Target
Analisa ini biasa digunakan untuk melakukan penentuan zona prospek
eksplorasi berdasarkan dari log sumur penelitian. Berdasarkan dari respon data
log sumur tersebut maka dapat diketahui keadaan kondisi reservoir yang berada
di bawah permukaan [24]. Selain menggunakan data log sumur juga dapat
digunakan data hasil sumur yang telah diperoleh sebelumnya dimana apabila
menggunakan data hasil sumur yang telah ada maka diperlukan marker pada
sumber sumur produksi tersebut yang digunakan sebagai acuan potensi
keberadaan reservoir.
Melalui analisa zona target ini, dapat menentukan formasi mana yang akan
dijadikan target untuk dianalisa, untuk mengetahui informasi log yang
mengindikasikan adanya reservoir pada formasi yang telah dipilih maka dapat
diindikasikan dengan menggunakan log triple combo yang terdiri atas log
gamma ray, log spontaneus (SP), serta log calliper pada kolom log bagian
pertama. Log resistivity pada kolom bagian kedua dan pada kolom log bagian
ketiga terdiri atas log neutron porosity (NP) dan log density.
b. Analisa Crossplot
Analisa ini digunakan untuk mengetahui sensitivitas data terhadap
kemampuan untuk memisahkan bagian antara batuan pasir dengan serpih yang
berada pada daerah reservoir. Pada penelitian ini, dilakukan analisa crossplot
antara density log, gamma ray log, dan P-impedance log. Nilai-nilai ini
menunjukkan besar perbedaan antara batu pasir dengan serpih. Selain itu,

27
perlu dilakukan cut-off suatu nilai fisis batuan agar mempermudah dalam
memisahkan anomali keberadaan reservoir.

Gambar 3.4 Tampilan Pengolahan Data Analisa Crossplot

3.5.2 Wavelet
Tahapan wavelet ini digunakan untuk memudahkan dalam melakukan
pengikatan data sumur dengan data seismik yang dimiliki pada penelitian ini.
wavelet yang digunakan yaitu “use well” dimana dengan menggunakan jenis
wavelet tersebut dapat menyesuaikan berdasarkan seismik yang berada disekitar
sumur sehingga dapat memudahkan dalam melakukan ektraksi wavelet.
Pembuatan wavelet dengan menggunakan “use well” ini menghasilkan
bentuk wavelet dengan tipe minimum phase dimana energi dominan yang
terbentuk terletak pada awal waktu. Karena dengan menggunakan wavelet
minimum phase maka akan diperoleh sintetik yang mirip dengan data seismik
yang digunakan.
Dalam hal ini, bentuk wavelet sangatlah mempengaruhi dalam penelitian
karena pembentukan wavelet yang tepat akan memudahkan dalam melakukan
pengikatan antara data sumur dengan data seismik pada penelitian karakterisasi
reservoar hidrokarbon batupasir pada Cekungan Jawa Tengah Utara untuk
Formasi Parigi dan Cibulakan

28
Gambar 3.4 Tampilan Wavelet Time Response dari Hasil Ekstraksi Menggunakan Use
Well

3.5.3 Well Seismik Tie

Well seismik tie merupakan proses pengikatan data sumur yang memiliki
domain kedalaman dengan data seismik yang memiliki domain waktu. Tujuan
dilakukannya well seismic tie ini yaitu agar dapat mengkorelasikan data sumur
dengan data seismik yang berada pada domain yang berbeda menjadi berada pada
domain yang sama yaitu time to depth (DT) sehingga akan diperoleh posisi yang
sesuai antara data sumur dan data seismik agar dapat dilakukan penarikan
kemenerusan lapisan pada zona target.

Sebelum dilakukan well seismic tie ini maka perlu dilakukan koreksi
checkshot terlebih dahulu. Koreksi checkshot ini berfungsi untuk mengubah
domain kedalaman sumur menjadi domain waktu atau kedalaman yang
sebenarnya. Data yang dibutuhkan pada proses well seismic tie ini adalah data log
densitas (log RHOB), data p-wave serta data seismik. Pada tahapan well seismic
tie ini dibutuhkan ekstraksi wavelet dari data seismik untuk menghasilkan wavelet
yang akan dikonvolusikan untuk menghasilkan seismogram sintetik. Well seismic
tie ini dikontrol oleh nilai korelasi koefisien refleksi dengan minimum sebesar 0,5.
Apabila minimum korelasi koefisien refleksi yang diperoleh kurang dari 0,5 maka

29
akan dilakukan ekstraksi wavelet ulang hingga mendapatkan nilai minimum
korelasi koefisien refleksi.

Proses ini merupakan tahapan terpenting dalam pengolahan data seismik


karena hasil dari well seismic tie ini akan mempengaruhi bentuk seismik pada
tahapan selanjutnya. Well seismic tie dilakukan pada semua sumur penelitian ini
yaitu sumur TU-1, TU-2 dan TU-3. Pada tahapan ini dilakukan pengikatan pada
Formasi Parigi dan Cibulakan yang merupakan target reservoir penelitian.

Proses well seismic tie diawalai dengan pembuatan log akustik impedansi
dengan menggunakan data log densitas dan log sonik, kemudian log akustik
impedansi diubah menjadi koefisien refleksi/RC. Dari data seismik dilakukan
ekstraksi wavelet secara statistik, yang mana wavelet yang diekstraksi hanyalah
wavelet pada tras seismik yang dilewati oleh sumur TU-1, TU-2 dan TU-3.
Kemudian RC dari data sumur di konvolusikan dengan wavelet hasil ekstraksi
dari data seismik sehingga didapatkan seismogram sintetik. Langkah berikutnya
adalah proses well seismic tie yaitu pengikatan antara seismogram sintetik dengan
seismogram tras seismik hingga didapatkan nilai koefisien korelasi antara
sesimogram sintetik dan seismogram tras seismik diatas 0,5 sesuai dengan standar
penelitian.

3.5.4 Picking

Setelah melakukan pengikatan antara data seismik dengan data sumur maka
dilanjutkan pada tahapan selanjutnya yaitu picking. Picking yang dilakukan
diantaranya ialah picking fault dan picking horizon pada formasi Parigi dan juga
Cibulakan. Proses ini juga merupakan tahapan penting karena akan digunakan
sebagai dasar pada tahapan selanjutnya. Tujuan dari picking itu sendiri ialah untuk
mengetahui top dari target pada data seismik, sehingga nantinya akan didapatkan
persebaran dan geometri top dari target penelitian dengan pembuatan peta time
struktur dari horizon.

Picking fault dilakukan untuk mengetahui ketidakmenerusan reflektor


seismik yang mengindikasikan adanya patahan yang menyebabkan berhentinya
kemenerusan suatu lapisan yang seharusnya menerus. Sedangkan picking horizon

30
dilakukan untuk melihat keteraturan penampakan refleksi secara lateral
berdasarkan dari data seismik yang digunakan dimana hasil dari picking ini dapat
menunjukkan persebaran batuan pada target penelitian.
Proses picking horizon dapat dipermudah dengan melakukan pembuatan
batas-batas sesar pada data seismik 2D agar dapat mengetahui daerah yang
kemungkinan mengandung batupasir serta kemenerusan horizon dari data
tersebut. Picking horizon ini dilakukan dengan cara mengikatkan satu lintasan
seismik yang memiliki data sumur agar dapat diketahui korelasi antara data
seismik dengan marker.

3.5.5 Pembuatan Peta Struktur waktu

Tahapan selanjutnya dilakukan pembuatan peta struktur waktu dari hasil


picking tersebut. Pembuatan peta struktur waktu ini berfungsi untuk membantu
dalam menginterpretasikan pada zona bawah permukaan dengan menggunakan
kecepatan. Sehingga dapat menunjukkan perbandingan data seismik pada domain
waktu dan juga pada kedalaman. Selain itu, dengan bantuan pembuatan peta
struktur kedalaman maka akan memberikan informasi terkait interpretasi struktur
pada daerah target penelitian ini.

3.5.6 Proses Analisa Attribut Seismik

Proses analisa atribut seismik untuk karakterisasi reservoir pada lokasi


penelitian digunakan sebagai penunjang dalam menganalisa lokasi yang prospek
dalam menyimpan reservoir. Selain itu, proses ini juga dapat melihat anomali
yang tidak terlihat secara langsung dari data seismik dengan memberikan
informasi yang terkandung pada wiggle seismik diantaranya ialah informasi
frekuensi, waktu, amplitudo serta gelombang fasa. Pada penelitian ini dilakukan
dengan menggunakan jenis attribut seismik yaitu attribut amplitudo Root Mean
Square (RMS).

Proses analisa attribut seismik ini dilakukan setelah pembuatan peta struktur
waktu formasi target reservoir. Langkah yang dilakukan dalam proses attribut ini

31
yaitu dengan membuat surface attribute yang kemudian dengan memilih jenis
atribut yang akan digunakan, karena dalam penelitian ini menggunakan jenis
atribut RMS maka pemilihan atribut pada window software yaitu RMS amplitude
kemudian dengan meng-input horizon yang telah dibuat atau telah didapatkan dari
hasil picking yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah itu dengan meng-klik OK
maka atribut akan muncul pada penampang hasil horizon yang telah dilakukan.

Berikut merupakan hasil dari mengaktifkan atribut RMS yang digunakan


dimana hasil ini menunjukkan kontras warna pada penampang seismik yang
digunakan. Kontras warna ini menunjukkan nilai amplitudo pada setiap lintasan
atau pada setiap persebaran dari batuan yang berada pada seismik ini dimana
sesuai dengan teori atribut itu sendiri yaitu akan menunjukkan nilai amplitudo
yang tinggi maka dari atribut RMS yang digunakan ini dapat dilihat bahwa kontras
dengan warna merah menunjukkan jenis amplitudo yang tinggi sedangkan untuk
kontras warna biru menunjukkan nilai amplitudo yang rendah.

Gambar 3.6 Hasil Analisa Atribut RMS pada Line Seismik

32
Selanjutnya melakukan pembuatan surface pada target reservoir untuk
setiap attribut yang digunakan. Setelah melakukan pembuatan surface, maka
didapatkan peta persebaran dari hasil attribut seismik yang digunakan tadi baik
pada attribut RMS. Kemudian dilanjutkan dengan menganalisa dari hasil attribut
tersebut yang berguna dalam mengkarakterisasikan reservoir batu pasir pada
Formasi parigi dan juga Formasi Cibulakan.

3.5.7 Interpretasi
Tahapan terakhir dari pengolahan data seismik pada penelitian ini yaitu
interpretasi. Interpretasi ini membahas mengenai zona paling prospek sebagai
reservoir batupasir pada Formasi Parigi dan Cibulakan dengan menggunakan
kombinasi antar peta yang telah dibuat sebelumnya yaitu peta struktur waktu dan
peta RMS amplitudo.
Pada tahapan ini, merupakan tahapan menganalisis dari hasil yang telah
dilakukan selama melakukan pengolahan data pada penelitian reservoir batupasir,
hal yang perlu dilakukan yaitu menganalisa amplitudo dengan menggunakan peta
struktur waktu sebagai kontrol geologi dalam penentuan target zona prospek
reservoir batupasir serta melihat zona yang paling berpotensi menyimpan
reservoir batupasir [25]. Kemudian dilanjutkan dengan melakukan analisa
terhadap karakteristik, kelebihan serta kekurangan dari atribut RMS amplitudo dan
menganalisa zona prospek reservoir batupasir dengan menggunakan peta RMS
amplitudo, untuk mengetahui dimana zona poros batupasir pada target dengan
zona amplitudo tinggi.
Hal ini perlu dilakukan untuk mengetahui secara jelas mengenai apa saja
yang telah diperoleh pada penelitian yang telah dilakukan ini. Serta mengetahui
perbedaan yang ada pada masing-masing formasi yang digunakan serta untuk
menganalisa lebih lanjut zona yang mungkin bisa menghasilkan reservoir batu
pasir.

33
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Zona Target

Pada penelitian kali ini sumur yang digunakan sebanyak 3 yaitu sumur TU-
1, TU-2, dan TU-3. Berdasarkan analisa nilai pada well logging terhadap ketiga
sumur ini maka diperoleh zona target penelitian berupa reservoir batupasir pada
batasan target Formasi Parigi dan Cibulakan. Keberadaan batupasir ini
diidentifikasikan berdasarkan kurva analisa log pada masing-masing sumur.

Analisa zona target reservoir dilakukan dengan menggunakan log kombinasi


yang terdiri dari log gamma ray, log spontaneous potential (SP), log calliper, log
resistivity, log density, serta log neutron porosity. Nilai log pada reservoir batu
pasir yang diperoleh pada Formasi Parigi dan Cibulakan mendekati sama, yaitu
memiliki nilai log gamma ray yang rendah dimana pada umumnya nilai ini
menunjukkan litologi batuan yang terkandung pada zona target penelitian.

Sedangkan log gamma ray memiliki peran sebagai pembaca radioaktivitas


batuan reservoir yang terkena oleh sinar gamma pada alat eksplorasi. Jika batuan
yang terkena sinar gamma ini memiliki pembacaan gamma ray yang tinggi maka
merupakan batuan serpih sedangkan pada pembacaan gamma ray yang rendah
merupakan batuan pasir. Berdasarkan dari kurva log gamma ray yang terlihat
menunjukkan nilai yang rendah dengan ditunjukkannya kurva yang bergeser ke
kiri dengan nilai yang dihasilkan antara 0.3 – 65 API (American Petroleum
Institute) dimana pada nilai tersebut menunjukkan keberadaan batupasir pada
Formasi Parigi dan Cibulakan [26].

Selanjutnya dengan menggunakan log spontaneus potential (SP) pada ketiga


sumur yang terbaca memiliki nilai yang rendah dengan ditunjukkan berdasarkan
kurva yang bergeser ke kiri dengan nilai antara -30 hingga 8 mV. Semakin kecil
salinitas maka semakin besar potensi minyak yang terkandungnya [27]. Dengan
kata lain, hal ini menunjukkan jenis batuan permeable yang dapat dikategorikan
ke dalam batuan reservoir.

35
Agar dapat memberikan informasi yang lebih jauh mengenai litologi batuan
yang terkandung pada Formasi Parigi dan juga Formasi Cibulakan pada ketiga
sumur maka dibantu lagi dengan menggunakan log calliper. Log calliper ini
menunjukkan ukuran dari lubang bor pada pengambilan data eksplorasi ini. Dari
hasil kurva menunjukkan ukuran dari lubang bor yang terdeteksi yaitu memiliki
ukuran lubang bor yang cukup baik, dimana ukuran dari lubang bor ini sangat
mempengaruhi pembacaan pada alat pendeteksi. Besar nilai calliper ini
merupakan pendukung korelasi log gamma ray yang menunjukkan keberadaan
batuan reservoir, semakin rendah nilai yang diperoleh maka menunjukkan adanya
reservoir yang terkandung [28] dan pada umumnya nilai <30 cm menunjukkan
indikasi batu pasir. Pada formasi Parigi dan Cibulakan menunjukkan nilai calliper
dengan defleksi yang kecil <30 cm maka dapat diketahui batuan yang terkandung
berupa batupasir.

Pada track kedua dari masing-masing sumur yaitu menempati tempat log
resistivitas, akan tetapi pada sumur TU-3 tidak memiliki nilai log resistivitas
karena tidak terdeteksi adanya indikasi pembacaan log ini pada alat. Log
resistivitas memiliki peran yang berfungsi untuk mengetahui jenis batuan yang
terkandung berdasarkan ketahanan batuan terhadap sifat kelistrikannya. Selain itu
log ini juga berfungsi sebagai alat bantu ataupun penunjang dari log gamma ray
sehingga adanya keterikatan antara hasil dari log gamma ray dengan log
resistivitas ini. Karna pada dasarnya batuan reservoir akan memiliki nilai
resistivitas tinggi yang mengindikasikan bahwa batuan tersebut mengandung
minyak dan apabila batuan yang terbaca pada alat pendeteksi memiliki nilai yang
rendah maka batuan tersebut terisi oleh air formasi. Pada penelitian ini nilai

resistivitas yang ditunjukkan yaitu tinggi dengan nilai 100 mΩ atau dapat terlihat
bahwa kurva bergeser ke kanan yang menunjukkan kalau daerah zona target
Formasi Parigi dan Cibulakan ini terisi oleh batuan reservoir. Berdasarkan
penjelasan diatas maka batuan reservoir yang terkandung yaitu batupasir.

Pada track selanjutnya yaitu menunjukkan keberadaan atau pembacaan log


densitas pada masing-masing sumur. Log densitas yaitu merupakan log yang
mengidentifikasikan kandungan fluida yang terkandung pada batuan yang berada
di bawah permukaan dengan melihat fluida yang terdapat di dalam pori batuan.

36
Dari kurva pembacaan log densitas menunjukkan nilai densitas yang tinggi antara
2.1 – 2.5 g/cc atau dengan bergeser ke kiri sehingga dapat diketahui bahwa adanya
indikasi batuan pasir yang terperangkap pada Formasi Parigi dan juga Cibulakan.

Sedangkan pembacaan log neutron porosity pada kurva menunjukkan


defleksi yang rendah sehingga mengindikasikan bahwa adanya batuan pasir yang
berada pada Formasi Parigi dan Cibulakan yang kaya akan kandungan unsur
hidrogen yang mana kita ketahui bahwa hidrokarbon adalah zat yang kaya akan
unsur hidrogen. Selain itu, terlihat adanya cross-over pada kurva neutron porositas
dan densitas dimana hal ini menunjukkan pada jarak separasi yang besar maka
mengindikasikan adanya gas sedangkan pada jarak separasi yang sempit
menunjukkan adanya minyak dan apabila jarak separasi yang terlihat semakin
sempit maka menunjukkan adanya fluida air.

Berdasarkan dari analisa zona target yang telah dilakukan maka dapat
diketahui bahwa adanya indikasi batuan pasir yang berada di zona target
penelitian pada Formasi Parigi dan Cibulakan dengan melakukan analisa terhadap
masing-masing log yang digunakan pada saat dilakukannya penelitian.

Gambar 4.1 Tampilan Analisa Zona Target pada Sumur TU-1

37
Gambar 4.2 Tampilan Analisa Zona Target pada Sumur TU-2

Gambar 4.3 Tampilan Analisa Zona Target pada Sumur TU-3

4.2 Analisa Sensitivitas

Analisa ini dilakukan guna untuk mengetahui sensitivitas batuan yang


terkandung pada bawah permukaan khususnya pada Formasi Parigi dan juga
Cibulakan. Dari sensitivitas ini, maka dapat diketahui keberadaan batuan yang
terkandung di dalamnya dengan menggunakan log neutron porositas dan log
densitas serta log gamma ray yang menunjukan persebaran batuannya berdasarkan
warna atau color key.

38
Gambar 4.4 Tampilan Crossplot untuk Formasi Parigi

Gambar 4.5 Tampilan Crossplot untuk Formasi Cibulakan

Berdasarkan hasil crossplot yang telah dilakukan maka dapat terlihat pada
gambar 4.4 dan 4.5 yang menunjukkan sumbu x untuk komponen log neutron
porositas yang semakin ke kanan menunjukkan angka yang semakin besar. Dapat
diketahui bahwa batuan reservoar memiliki nilai neutron porositas yang rendah
dan berdasarkan analisa ini dapat terlihat neutron porositas untuk batuan pasir
berada pada nilai kurang dari 0.45%.

Selain itu log densitas yang digunakan berfungsi untuk menentukan litologi
batuan reservoar yang terkandung dimana dengan memanfaatkan pembacaan hasil

39
log densitas. Pada umumnya batuan reservoir memiliki nilai densitas yang cukup
tinggi, sehingga dengan mengetahui nilai densitas yang terdeteksi maka dapat
memudahkan menentukan batuan apa saja yang terkandung pada zona target
penelitian ini. Hasil analisa ini menunjukkan nilai densitas yang berada pada nilai
diatas 2.00 g/cc atau dapat dikategorikan ke dalam nilai densitas yang besar.

Selanjutnya untuk memberikan informasi yang lebih akurat yaitu dengan


memanfaatkan bantuan dari color key. Color key ini dapat menunjukkan
persebaran batuan yang berada pada Formasi Parigi dan Cibulakan dengan
berdasarkan warna yang tersebar. Warna ini menunjukkan nilai gamma ray.
Berdasarkan dari hasil analisa ini menunjukkan bahwa pada cut-off 0.45 dan 2.00
yang berada disebelah kiri atas menunjukkan batuan yang mendominasi ialah
batuan pasir atau sandstone sedangkan pada bagian bawah sebelah kanan pada sisi
cut-off menunjukkan batuan yang mendominasi ialah batuan lempung atau shale.
Hal ini ditunjukkan berdasarkan warna, dimana pada gamma ray yang rendah
ditunjukkan dengan warna biru sedangkan nilai gamma ray yang tinggi
ditunjukkan dengan warna merah muda atau pink.

Berdasarkan dari hasil analisa yang diketahui bahwa batuan reservoir


memiliki nilai gamma ray yang rendah yaitu dibawah 56.2 API. Sehingga dari
analisa crossplot ini dapat dilihat bahwa pada Formasi Parigi dan Cibulakan
mengindikasikan adanya batuan pasir atau sandstone yang terkandung di
dalamnya.

4.3 Analisa Well Seismic Tie

Pengikatan seismogram sintetik antara data sumur dengan data seismik


atau biasa dikenal dengan well seismic tie ini dilakukan dengan menyamakan
bentuk gelombang/reflection coefisien. Pada dasarnya data sumur memiliki
domain kedalaman (ft atau m) sedangkan data seismik memiliki domain waktu,
maka dari itu perlu dilakukan penyamaan bentuk gelombang. Dari hasil
penyamaan ini maka dapat diketahui kedalaman zona target reservoir pada data
seismik. Oleh karena itu, tahapan ini merupakan tahapan terpenting dalam
melakukan karakterisasi reservoir.

40
Well seismic tie dilakukan pada masing-masing sumur yang digunakan dan
pada daerah target dari penelitian ini. Untuk itu, sebelum melakukan well seismic
tie maka perlu dilakukan pembuatan wavelet terlebih dahulu yang akan digunakan
untuk pembuatan seismogram sintetik data sumur. Hal ini dilakukan karna untuk
memudahkan dalam melakukan proses pengikatan seismogram sintetik atau well
seismic tie.

Seismogram sintetik ini merupakan hasil konvolusi antara nilai akustik


impedansi yang dibentuk oleh log densitas dan log P-wave dari data sumur
dengan wavelet hasil ekstraksi. Proses well seismic tie ini dilakukan pada marker
reservoir litologi batupasir untuk Formasi Parigi dan Cibulakan, sehingga posisi
kedalaman dari reservoir tersebut akan sesuai antara data sumur dengan data
seismik. Dalam melakukan korelasi antara data sumur dengan data seismik maka
perlu dilakukan streching pada seismogram sintetik. Hal ini dilakukan agar
mendapatkan nilai korelasi yang baik pada saat melakukan well seismic tie.

Pada saat melakukan well seismic tie perlu diperhatikan nilai korelasi yang
diperoleh, karena tingkat kebenaran korelasi antara seismogram sintetik data
sumur dengan data tras seismik ditunjukkan dengan nilai current corelation
dimana nilai current corelation semakin mendekati nilai 1 maka korelasi antara
seismogram sintetik antara data sumur dengan data seismik semakin sempurna.
Oleh karena itu, pemilihan bentuk dalam pembuatan wavelet pun memiliki peran
yang sangat penting dalam melakukan well seismic tie.

Berdasarkan dari well seismic tie yang telah dilakukan maka dapat terlihat
pada sumur TU-1 telah dilakukan pengikatan antara data sumur dengan data
seismik pada kedalaman antara 675-800m untuk Formasi Parigi dan Cibulakan
dan pada proses pengikatan ini memperoleh nilai current correlation sebesar
0.553 dengan time shift 0, dan apabila time shift memiliki nilai 0 hingga
mendekati 1 maka hal ini mengindikasikan bahwa tidak ada pergeseran yang
signifikan antara seismogram sumur dengan seismogram seismik.

41
Seismogram Sintetik

Korelasi: 0.553

Gambar 4.6 Tampilan Well Seismic Tie pada Sumur TU-1

Seismogram Sintetik

Korelasi: 0.507

Gambar 4.7 Tampilan Well seismic Tie pada Sumur TU-2

42
Seismogram Sintetik

Korelasi: 0.507
Gambar 4.8 Tampilan Well Seismic Tie pada Sumur TU-3

Pada sumur kedua yaitu TU-2 diperoleh nilai current correlation sebesar
0.507 dengan time shift 0 pada kedalaman 525-700m untuk Formasi Parigi dan
Cibulakan. Selanjutnya well seismic tie pada sumur TU-3, diperoleh nilai current
correlation sebesar 0.507 dengan time shift 0 pada kedalaman 1200-1500m untuk
Formasi Parigi dan Cibulakan. Hasil dari ekstraksi wavelet time ini menunjukkan
wavelet minimum phase dimana dengan menggunakan wavelet ini memberikan
korelasi yang dihasilkan cukup baik.

4.4 Analisa Struktur Target Reservoir

Setelah dilakukan analisa well seismic tie maka dilanjutkan dengan proses
picking patahan dan picking horizon pada zona target reservoir. Pada cekungan
Jawa Tengah Utara batupasir terakumulasi pada perangkap struktur utama yaitu
berupa antiklin dan sesar. Hidrokarbon yang terbentuk pada batuan induk dapat
bermigrasi baik secara vertikal maupun horizontal. Secara vertikal migrasi
batupasir melalui sesar vertikal, sedangkan secara horizontal adalah migrasi
batupasir melalui pori-pori dalam batuan.

Analisa struktur dilakukan yaitu untuk mengetahui struktur jebakan yang


mengandung batupasir pada formasi target reservoir khususnya pada Formasi

43
Parigi dan Cibulakan. Berdasarkan dari geologi regional serta hasil report yang
telah ada untuk daerah penelitian ini sendiri telah disebutkan bahwa kemenerusan
reflektor pada daerah ini cukup baik dan jelas, hal ini terbukti dalam proses
picking patahan yang menunjukkan hasil patahan yang normal untuk semua
formasi yang dijadikan sebagai target reservoar batupasir. Picking fault dilakukan
untuk mengetahui adanya ketidakmenerusan suatu reflektor seismik. Sehingga
berdasarkan dari hasil fault yang telah dilakukan yaitu menunjukkan
ketidakmenerusan atau adanya patahan pada seismik.

Target penelitian pada Cekungan Jawa Tengah Utara ini adalah reservoir
batupasir atau sandstone pada Formasi Parigi dan Cibulakan. Maka dari itu perlu
dilakukan picking horizon yang berguna untuk mengetahui kemenerusannya agar
horizon yang dibuat merupakan litologi yang sama berdasarkan penelitian ini.
Picking horizon dilakukan berdasarkan marker dari data sumur yang telah
dilakukan dalam proses well seismic tie sebagai pengontrol kemenerusan reflektor
seismik.

Picking yang dilakukan pada Formasi Parigi yaitu berada pada time 500 ms
dengan ditandai oleh warna orange. Kemudian untuk Formasi Cibulakan itu
sendiri dilakukan picking horizon pada time 750 ms ditandai oleh warna kuning,
dari kedua formasi tersebut menunjukkan kemenerusan yang cukup baik sehingga
hal ini dapat mempermudah dalam melakukan interpretasi reservoir batupasir
pada zona target yang telah ditentukan.

Pada data seismik 2D, analisa struktur ini berguna untuk mengontrol
sebaran atribut dan porositas pada target penelitian yaitu formasi Parigi dan
Cibulakan. Analisa struktur ini dilakukan berdasarkan dari line seismik yang
melewati sumur. Selain itu dengan analisa struktur ini dapat melihat kemenerusan
horizon dengan mengikat satu lintasan seismik pada data marker.

44
Gambar 4.9 Tampilan Analisa Struktur untuk Formasi Parigi dan Cibulakan

4.5 Analisa Structure Time Map

Setelah didapatkan hasil horizon dari tahap sebelumnya maka dilanjutkan


dengan membuat peta struktur waktu. Tahap ini dilakukan guna untuk melakukan
pemetaan geologi bawah permukaan yang merupakan hasil gridding dari picking
horizon yang dilakukan pada seluruh line yang digunakan pada penelitian ini. Peta
ini dibuat untuk mengetahui persebaran dan geometri dari zona target secara
mapping.

Gambar 4.10 merupakan peta struktur waktu dari Formasi Parigi serta
gambar 4.11 merupakan peta struktur waktu dari Formasi Cibulakan dengan
parameter milisecond (ms). Peta struktur waktu dibedakan menjadi tiga bagian[29]
yaitu klosur tinggian (daerah dangkal) ditandai dengan warna merah, klosur
rendahan (daerah dalam) ditandai dengan warna biru dan klosur flank (lereng)
ditandai dengan warna hijau muda hingga biru muda.

Pada formasi Parigi batupasir berada pada klosur tinggian (daerah dangkal)
dengan waktu sekitar 900 - 1100ms ditandai dengan warna merah. Klosur flank
(lereng) berada pada waktu sekitar 1400 – 1800ms ditandai dengan warna hijau
muda hingga biru muda sedangkan klosur rendahan (daerah dangkal) berada
pada waktu 2000 – 2200ms ditandai dengan warna biru tua hingga ungu.
45
Pada formasi Cibulakan batupasir berada pada klosur tinggian (daerah
dangkal) dengan waktu sekitar 900 - 1200ms ditandai dengan warna merah.
Klosur flank (lereng) berada pada waktu sekitar 1400 – 1800ms ditandai dengan
warna hijau muda hingga biru muda sedangkan klosur rendahan (daerah
dangkal) berada pada waktu 1950 – 2050ms ditandai dengan warna biru tua
hingga ungu.

Hal ini menunjukkan nilai milisecond berbanding lurus dengan nilai


kedalaman sehingga semakin kecil nilai waktu maka semakin dekat dengan
permukaan pada peta struktur waktu tersebut. Pada peta telah terlihat bahwa
untuk daerah yang berada di barat hingga ke barat laut serta timur hingga ke
timur laut menunjukkan nilai milisecond yang kecil sedangkan untuk daerah
utara hingga ke selatan dan tenggara menunjukkan nilai milisecond yang besar.

Gambar 4.10 Tampilan Peta Struktur Waktu Formasi Parigi

Gambar 4.11 Tampilan Peta Struktur Waktu Formasi Cibulakan

46
4.6 Analisa RMS Amplitudo

Sebaran ini diperoleh melalui proses atribut seismik dengan menggunakan


amplitudo RMS yang memiliki peran memberikan informasi energi pada litologi
batuan khususnya batupasir pada formasi zona target yaitu Parigi dan Cibulakan
berdasarkan nilai gamma ray yang dimiliki lebih tinggi dibandingkan dengan
batuan lainnya yaitu shalestone. Hal ini ditandai oleh perubahan warna yang
sangat signnifikan dimana atribut RMS ini memiliki sensitivitas yang cukup tinggi
terhadap perubahan nilai amplitudo.

Gambar 4.12 Peta Surface Attribut RMS Formasi Parigi

Pada dasarnya atribut RMS ini dapat diketahui dengan adanya brightspot
pada hasil analisa ini, terlihat pada gambar 4.12 untuk formasi Parigi didapatkan
nilai amplitudo RMS yang bervariasi dari 3000 hingga 12.000ms. Variasi nilai ini
ditandai dengan perubahan warna yang cukup kontras. Nilai amplitudo pada
formasi Parigi ini sebesar 8000ms yang berarti cenderung normal.
Jika dilihat pada arah Utara dari sumur TU-1 memiliki nilai amplitudo
yang cukup tinggi yaitu berkisar 8000-10.000ms hal ini menunjukkan bahwa
daerah ini memiliki brightspot yang tinggi sehingga dapat diindikasikan sebagai
zona reservoir. Sedangkan pada arah Barat sumur TU-2 terlihat bahwa nilai

47
amplitudo yang diperoleh sebesar 6000–7000ms dan pada arah Selatan dari sumur
TU-3 amplitudo yang diperoleh sebesar 3000-5000ms.

Berdasarkan dari hasil atribut amplitudo ini menunjukkan bahwa


persebaran yang tinggi pada formasi Parigi berada pada arah barat laut dari sumur
TU-1. Hal ini mengindikasikan persebaran batuan jenis batu pasir. Batupasir yang
memiliki densitas yang tinggi akan mengakibatkan anomali amplitudo yang tinggi
pula. Sehingga dapat dijadikan acuan awal pada formasi Parigi menunjukkan
keberadaan persebaran batupasir.

Gambar 4.13 Peta Surface Attribut RMS Formasi Cibulakan

Pada gambar 4.13 merupakan hasil atribut RMS yang telah dilakukan
untuk formasi Cibulakan. Nilai amplitudo RMS yang diperoleh sangat bervariasi
yaitu dimulai dari 3000 hingga 12.000ms. Variasi nilai ini ditandai dengan adanya
brightspot ataupun perubahan warna yang cukup kontras. Nilai amplitudo pada
formasi Cibulakan ini sebesar 9000ms yang berarti cenderung normal.
Berdasarkan brightspot yang terlihat maka pada arah Utara dari sumur TU-1
memiliki nilai amplitudo yang cukup tinggi yaitu berkisar 7000- 11.000ms hal ini
menunjukkan bahwa daerah yang memiliki anomali yang tinggi sehingga dapat
diindikasikan sebagai zona reservoir.
Sedangkan pada sumur TU-2 pada gambar terlihat bahwa nilai amplitudo
yang diperoleh yaitu sebesar 6000-8000ms pada arah Barat dan pada sumur TU-3
48
yang berada di Selatan pada formasi Cibulakan ini, nilai amplitudo yang diperoleh
yaitu sebesar 3000-5000ms dimana pada daerah ini dapat diketahui bahwa
memiliki nilai amplitudo yang rendah.

Berdasarkan dari hasil atribut amplitudo ini menunjukkan bahwa persebaran


yang tinggi pada formasi Cibulakan pun berada pada arah barat laut dari sumur
TU-1. Hal ini mengindikasikan persebaran batuan jenis batupasir. Batupasir yang
memiliki densitas yang tinggi akan mengakibatkan anomali amplitudo yang tinggi
pula. Sehingga dapat dijadikan acuan awal pada formasi Cibulakan menunjukkan
keberadaan persebaran batupasir.

Hasil dari kedua peta persebaran amplitudo RMS ini dapat terbilang cukup
mirip atau sama karena keberadaan posisi antara formasi Parigi dan Cibulakan
berdekatan sehingga posisi ini sangat mempengaruhi dalam interpretasi reservoir.
Selain itu, berdasarkan stratigrafi pada formasi Cibulakan lebih banyak
mengandung batupasir dibandingkan dengan formasi Parigi.

4.7 Analisa Zona Prospek Reservoir Batupasir

Penelitian ini dilakukan guna untuk mengetahui keberadaan prospek


reservoir batupasir yang terkandung pada formasi Parigi dan Cibulakan, untuk itu
dilakukan perbandingan yang bertujuan untuk mengkorelasikan interpretasi
sebelumnya sehingga dapat menambah tingkat keyakinan mengenai zona yang
paling berpotensi dalam menyimpan reservoir batupasir. Tahap perbandingan ini
dilakukan dengan menggunakan peta kedalaman dari masing-masing formasi
yaitu Parigi dan Cibulakan serta peta atribut seismik RMS.

Gambar 4. 14 (a) Peta Kedalaman Formasi Parigi

49
Gambar 4.14 (b) Tampilan Struktur Atribut RMS Formasi Parigi

Gambar 4.15 (a) Peta Kedalaman Formasi Cibulakan

Gambar 4.15 (b) Tampilan Struktur Atribut RMS Formasi Cibulakan

50
Pada gambar 4.14 dan 4.15 menunjukkan perbandingan antara peta
kedalaman serta peta atribut RMS untuk formasi Parigi dan Cibulakan.
Berdasarkan dari gambar terlihat bahwa kedua formasi memiliki kesamaan,
dimana pada bagian Utara di dominasi oleh nilai amplitudo RMS yang cukup
tinggi yaitu berkisar 7000-11000ms. Jika dilihat berdasarkan peta kedalaman
yang tertera diatas, posisi tersebut berada pada kedalaman 1500-1700 m. Pada
kedalaman ini ditandai dengan brightspot tinggi yang menunjukkan lingkungan
pengendapan fluvial deltaic merupakan jenis pengendapan kontinental yang di
dominasi oleh sedimen yang berukuran halus diantaranya ialah batupasir, lanau
serta kerikil.

Kemudian dilanjutkan pada sumur TU-2 yang berada di arah Barat yang
didominasi oleh warna biru muda hingga hijau dengan nilai amplitudo sebesar
5000-7000ms yang berada pada kedalaman 1800-2000m yang menunjukkan
lingkungan pengendapan channel[30], karena lingkungan pengendapan ini selalu
bergerak atau berpindah dan pada sehingga sedimen yang diendapkan berupa
butiran yang kasar dan pada umumnya pada lingkungan endapan ini memiliki
sedimen batupasir dari yang kasar hingga halus.

Pada sumur TU-3 yang berada pada arah Selatan dengan ditandai perubahan
warna biru muda hingga ke hijau diperoleh nilai amplitudo sebesar 3000-5000ms
yang berada pada kedalaman 2100-2200m ini menunjukkan lingkungan
pengendapan untuk jenis ini ialah laut dangkal. Lingkungan pengendapan ini
terjadi karena diakibatkan oleh gelombang serta arus pasang surut. Sedimen yang
mengisi pada pengendapan ini ialah karbonat.

Hasil dari analisis ini menunjukkan bahwa bentuk dari formasi Parigi dan
Cibulakan hampir mirip ataupun sama. Hal ini disebabkan oleh keberadaan kedua
formasi ini yang berdekatan dimana formasi Parigi memiliki lokasi atau tempat
yang tepat berada diatas formasi Cibulakan sehingga hal ini mengakibatkan
bentuk dari keduanya hampir menyerupai. Begitu pula dengan reservoir yang
terkandung pada kedua formasi ini. Karena keberadaannya yang berdekatan
sehingga mengakibatkan reservoir yang terkandung pun kurang lebih sama.

Berdasarkan dari nilai atribut yang tinggi maka dapat diketahui pula nilai

51
densitasnya, dimana nilai densitas memiliki peran guna mengetahui porositas
batuan yang terkandung. Jadi semakin besar amplitudo maka semakin besar pula
nilai densitas batuannya. Sehingga dari atribut RMS yang telah dilakukan ini,
dapat dikatakan bahwa formasi Parigi dan Cibulakan diindikasikan sebagai zona
prospek reservoir batu pasir dengan dominasi wilayah yang memiliki nilai atribut
yang tinggi yaitu berada pada arah Utara hingga Barat laut.

Hasil analisa yang telah dilakukan secara keseluruhan diketahui bahwa


semakin terang brightspot menunjukkan semakin tinggi nilai amplitudonya maka
semakin bagus prospek reservoir tersebut karena mengindikasikan tingginya
saturasi reservoir dan semakin besar pula densitas batuannya. Selain itu,
perbedaan amplitudo ini diakibatkan adanya kontras impedansi dan porositas
antara tinggi dan rendah.

Berdasarkan dari hasil analisa Root Mean Square (RMS) ini dapat dikatakan
bahwa zona target pada penelitian ini khusunya untuk formasi Parigi dan
Cibulakan memiliki potensi ataupun prospek reservoir batupasir dengan
impedansi kecil dan porositas tinggi yang nantinya dapat dimanfaatkan letak
keberadaannya oleh badan usaha ataupun perusahaan guna untuk memenuhi
kebutuhan hidup sehari-hari dalam eksplorasi.

52
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan dari hasil penelitian dan pembahasan yang telah diuraikan


pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa:

1. Penggunaan atribut Root Mean Square (RMS) cukup efektif untuk


mengidentifikasikan keberadaan batupasir di cekungan Jawa Tengah.
2. Dominasi batupasir dengan nilai amplitudo tinggi yang ditandai dengan
brightspot berada pada arah Utara formasi Parigi dan Cibulakan.
3. Berdasarkan analisa atribut Root Mean Square (RMS) diperoleh nilai
amplitudo yang tinggi berkisar antara 7000-11.000ms dan nilai
amplitudo rendah berkisar antara 3000-5000ms.
4. Hasil pemetaan yang diperoleh pada formasi Parigi dan Cibulakan
memperlihatkan bahwa batupasir berada pada kedalaman 1500-1700m
untuk amplitudo tinggi pada arah Utara sedangkan amplitudo rendah
berada pada kedalaman 2100-2200m yang berada pada arah Tenggara.

5.2 Saran

Berikut merupakan beberapa saran yang bisa dijadikan bahan masukan


untuk peneliti selanjutnya yaitu:

1. Diperlukan data tambahan sumur yang bisa membantu mengimbangi


luasan seismik yang digunakan.
2. Dibutuhkan data analisa petrofisik yang lebih mendetail guna untuk
mengetahui dengan jelas prospek reservoir pada daerah penelitian.
3. Diperlukan tambahan metode agar mendapatkan informasi yang lebih
lengkap mengenai daerah penelitian ini.

53
DAFTAR REFERENSI

[1] Sa'adah, A. F., Fauzi, A., & Juanda, B. (2017). Peramalan Penyediaan dan
Konsumsi Bahan Bakar Minyak Indonesia dengan Model Sistem

Dinamik. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan Indonesia, 17(2), 118-137.

[2] Yaman, I. H. (2005). Lithology Classification Using Cluster Analysis Of


Generalized Principle Components Of Seismic Attributes: A Case Study In
Boonsville Area. In Proceeding Joint Convention HAGI-IAGI-PERHAPI.

[3] Purantoro, R., Butterworth, P. J., Kaldi, J. G., & Atkinson, C. D. (1994). A
sequence stratigraphic model of the upper Cibulakan sandstones (Main
Interval), offshore northwest Java Basin: insights from U-11 well.

[4] Harsono, A,. 1997. Evaluasi Formasi dan Aplikasi Log. Jakarta:
Schlumberger Oil Field Service.

[5] Satyana, Awang H., 2007, Central Java, Indonesia – A “Terra Incognita”
In Petroleum Exploration: New Considerations on the Tectonic Evolution
and Petroleum Implications, Indonesian Pet. Assoc., 31st Annual
Convention Proceeding.

[6] Satyana, Awang H. dan Armandita, C., 2004, Deepwater Plays of Java,
Indonesia: Regional Evaluation on Opportunities and Risks, IPA-AAPG
Deepwater and Frontier Symposium.

[7] Rider, Malcolm. 1996, The Geological Interpretation of Well Logs.


Scotland: Sutherland.

[8] Asquith, George. 2004. Basic Well Log Analysis. Oklahoma: The
American Association of Petroleum Geologist.

[9] Dewan, J.T,. 1983. Essential of Modern Open Hole Log Interpretation.
Tulsa: Penwell Publishing Company.

[10] Rider. M,. 2002. The Geological Interpretation of Well Logs 2nd Edition
revised. Interprint Ltd. Malta.

[11] Iman, W.A. 2008. Interpretasi Log Sonic Untuk Deteksi Rekahan. ITB.
Bandung.

[12] Praptisih, P., & Kamtono, K. (2006). Stratigrafi dan Sedimentasi Endapan
Kuarter Daerah Puring dan Sekitarnya. Gombong Selatan. RISET
Geologi dan Pertambangan, 16(2), 35-48.

56
[13] Sismanto. 1996. Modul I: Akuisisi Data Seismik, Modul II: Pengolahan Data
Seismik, Modul III: Interpretasi Data Seismik. Laboratorium Geofisika FMIPA
UGM: Yogyakarta.

[14] Simm, R. dan Bacon, M. 2014. Seismic Amplitude: An Interpreter’s


Handbook . Cambridge University Press: UK.

[15] Yoggie, Surya.2016. Identification of Thin Layer Through Predictive


Deconvolution. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada.

[16] Sheriff, R.E.,Geldart, L.P.,1995, Exploration Seismology. 2nd edition,


Cambridge, Universitas Press.

[17] Rahman, F. A., Bahri, A. S., & Rochman, J. P. G. N. (2016). Analisis Peta
Struktur Domain Kedalaman dengan Interpretasi Seismik 3D dalam Studi
Pengembangan Lapangan “Kaprasida”, Blok “Patala”, Energi Mega
Persada Tbk. Jurnal Geosaintek, 2(3), 135-144.

[18] Bacon.M, Simm.R, Redshaw.T,. 2003. 3-D Seismic Interpretation.


Cambridge Universitas Press.

[19] Rohmana, R. C., Achmad, A., & Suyoto, S. (2019). Analisis Sedimentologi
dan Stratigrafi untuk Rekonstruksi model Paleogeografi: Mengungkap
Proses Pembentukan Formasi Tapak, Sub-Cekungan Banyumas. Jurnal
Geosains dan Teknologi, 2(3), 126-134.

[20] Halomoan, H. L., Mulyatno, B. S., & Dewanto, O. (2019). Karakterisasi


Reservoar dan Identifikasi Sebaran Batuan Karbonat Menggunakan
Analisis Seismik Inversi dan Attribute Lapangan “HATORU” Cekungan
Jawa Timur Utara. JGE (Jurnal Geofisika Eksplorasi), 3(3), 57-72.

[21] Sismanto. 2012. Fisika Batuan Pendekatan Estimasi Permeabilitas dan


Saturasi Air Berbasis Data Seismik. Yogyakarta: Graha Ilmu.

[22] Boggs, Sam, 2009. Petrology of Sedimentary Rocks 2nd Edition, New
York: Cambrigde University Press

[23] Sukmono. 2000. Seismik Inversi untuk Karakterisasi Reservoar. Bandung:


ITB

[24] Gaol, P. L. 2016. Karakterisasi Reservoar untuk Menentukan Zona


Prospek Berdasarkan Data Seismik dan Data Sumur Menggunakan
Metode Inversi Akustik Impedansi (AI) dan Analisa Multiatribut Studi
Kasus Formasi Talang Akar Lapangan FL Cekungan Sumatera Selatan.
UGM. Yogyakarta

57
[25] Hidayat, R., Namigo, E. L., & Marwan, M. (2020). Penentuan Sebaran
Reservoar Belumai Sand Menggunakan Integrasi Inversi Model Based dan
Atribut RMS Pada Lapangan “TERATAI” Cekungan Sumatera Bagian
Utara. JURNAL ILMU FISIKA| UNIVERSITAS ANDALAS, 12(1), 26-
34.

[26] Fitri, R., & Namigo, E. L. (2016). Analisis Atribut Seismik dan Seismic
Coloured Inversion (SCI) pada Lapangan F3 Laut Utara, Belanda. Jurnal
Fisika Unand, 5(2), 107-114.

[27] Doll, H. G. (1949). The SP log: theoretical analysis and principles of


interpretation. Transactions of the AIME, 179(01), 146-185.

[28] Eshimokhai, S., & Akhirevbulu, O. E. (2012). Reservoir characterization


using seismic and well logs data (a case study of Niger Delta). Ethiopian
Journal of Environmental Studies and Management, 5(4), 597-603.

[29] Chopra S, Marfurt KJ. Seismic Attribute-A Historical Perspective._:


Society of Exploration Geophysicist.2005.

[30] Prabowo, I. (2020). Ketepatan dalam Preparasi-Determinasi Fosil


Foraminivera Plankton Sebagai Penentu Umur Relatif Batuan dan
Lingkungan Pengendapan. Petrogas: Journal of Energy and
Technology, 2(2), 18-25

58

Anda mungkin juga menyukai