BA B VI I.
C a si n g Se t t i n g De pt h
Sel ec t io n
Tujuan :
7.1. Pendahuluan
Perencanaan pertama dalam desain sumur adalah seleksi kedalaman di mana
casing di-run dan disemen. Drilling engineer dalam perencanaan setting depth
casing harus mempertimbangkan kondisi geologi, seperti: tekanan formasi dan
fracture gradient , hole problem dan hal-hal lainnya. Dari program ini diharapkan
pelaksanaan pemboran akan berjalan dengan aman tanpa menciptakan "a steel
monument" dari sebuah rangkaian casing.
timbul dan berkaitan dengan setting depth casing adalah biaya casing yang
meningkat dan diameter sumur terakhir tidak sesuai dengan keinginan yang
dicapai.
Lihat Gambar 7.1. digambarkan hubungan dan kegunaan dari beberapa tipe
casing. Tidak semua sumur menggunakan semua tipe casing dan secara umum
fungsi dari rangkaian casing adalah :
Pada pengeboran batuan yang keras, hambatan yang sering terjadi adalah lost
circulation dan problem caving untuk pemboran yang menembus formasi gravel
bed dan unconsolidated sand. Untuk menembus formasi ini biasanya operator
menggunakan lumpur yang viscous dengan laju yang tinggi. Setelah pemboran
mencapai kedalaman yang diinginkan sesuai dengan fungsi conductor casing
untuk mengatasi loss circulation dan problem caving, casing di run dan disemen.
Permasalahan pada pemboran lepas pantai adalah kedalaman air laut yang
mempengaruhi setting depth dari marine conductor dan dalam penyemenan
casing. Misalnya pada fixed platform yang mempunyai kedalaman laut 150 ft,
kedalaman marine conductor dari dasar laut dinyatakan dalam Ds (Lihat Gambar
7.2). Ketinggian flow line dari permukaan laut adalah 65 ft, dan sumur akan dibor
dengan air laut dengan gradient 0,447 psi/ft. Aliran fluida sepanjang annulus yang
membawa cutting mempunyai gradien 0,470 psi/ft, dan anggapan lain gradien
formasi pada lapisan tanah sebesar 0,750 psi/ft. Operasi pemboran diharapkan
tidak memecahkan formasi dibawah sepatu marine conductor, maka harga Ds
dapat ditentukan sebagai berikut :
dimana :
Gsw = Gradien sea water = 0,477 psi/ft.
Gf = Gradien formasi = 0,750 psi/ft.
Gaf = Gradien fluida di annulus lubang = 0,470 psi/ft.
Dengan memasukkan harga di atas, maka setting depth marine conductor (Ds)
adalah 121 ft, di bawah dasar laut.
7.2.6. Liner
Drilling liner dipasang dengan fungsi yang sama seperti pada intermediate casing.
Casing ini tidak dipasang sampai permukaan, biasanya overlaping dengan
intermediate casing dengan panjang 300 - 500 ft. Liner ini dipasang untuk
menghemat biaya yang berfungsi untuk mengontrol gradien tekanan atau fracture.
Ketika akan membuat lubang bor di bawah liner, hal yang perlu diingat adalah
kekuatan casing diatasnya seperti intermediate casing terhadap gaya-gaya
bursting dan collapse. Casing ini dapat juga dipasang sampai permukaan, jika
diperlukan seperti dua intermediate string.
Perbedaan tekanan yang besar antara tekanan hidrostatik lumpur dengan tekanan
formasi dapat menurunkan laju pemboran. Untuk meningkatkan laju pemboran,
densitas lumpur harus diturunkan atau dengan adanya kenaikan tekanan formasi.
Kenyataan ini dapat digunakan untuk mendeteksi zona over-pressured, dengan
menentukan nilai d-exponent pada tiap kedalaman melalui persamaan berikut :
12 .WOB
R . 60 . RPM ............................................................................................. (7.1)
d .1000
dimana:
d = d-exponent
R = Laju pemboran, ft/hr
WOB = Weight on bit, 1000 lbs/in bit diameter.
RPM = Kecepatan putar.
d corr d mn ……………………………………………………………………………………….. (7.3)
mc
dimana:
dcorr = d-exponent terkoreksi.
mn = densitas lumpur pada tekanan formasi normal (» 9 ppg).
mc = densitas lumpur pada saat sirkulasi, ppg.
Sebagai contoh, dapat digunakan data-data yang terdapat pada tabel 7.1. berikut.
Plot antara laju pemboran terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 7.3,
dimana terdapat penurunan laju pemboran dari 100 ft/hr pada kedalaman 6000 ft
menjadi kurang dari 20 ft/hr pada kedalaman 12800 ft.
Dari data laju pemboran, RPM, WOB, diameter bit, dapat dihitung besarnya d-
exponent pada tiap kedalaman dengan menggunakan persamaan (7.2). Dengan
memasukkan data densitas lumpur yang digunakan, diasumsikan bahwa densitas
lumpur normal (rmn) adalah 9 ppg, dilakukan perhitungan d-exponent terkoreksi
menggunakan persamaan 7.3. Hasil perhitungan d-exponent terkoreksi kemudian
diplot terhadap kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 7.4.
Pada Gambar 7.4 tersebut terlihat harga dcorr meningkat secara linier hingga
kedalaman 10500 ft dan kemudian menurun secara tajam. Dari kenyataan tersebut,
dapat ditarik suatu garis lurus yang melewati titik-titik dcorr sebelum kedalaman
10500 ft dan garis tersebut dinamakan garis d-exponent normal (dnormal) dengan
kemiringan garis adalah 0,000038, sehingga garis tersebut mempunyai persamaan
garis sebagai berikut:
dnormal = 0.000038 x depth + 1.23
Plot antara tekanan pori formasi terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar
7.5.
7.5.2.1. Tekanan
Tekanan adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap benda di permukaan
bumi ini, yang merupakan besarnya gaya yang bekerja dalam setiap satuan luas.
Secara empiris dapat dituliskan sbb:
F
P ................................................................................................................................ (7.5)
A
dimana :
P = Tekanan, ML-1T-2.
F = Gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, MLT-2.
A = Luas permukaan yang menerima gaya, L2.
Di lapangan biasanya gaya memakai satuan pounds, luas dengan satuan inch2
(square inch) maka tekanan dalam pounds per square inch (psi).
Sedangkan tekanan hidrostatik adalah tekanan yang diakibatkan oleh beban fluida
yang ada diatasnya, secara empiris dapat dituliskan sebagai berikut : (lihat Gambar
7.6).
P = r x g x h (7.6)
dimana:
r = Berat jenis, ML-3.
g = Percepatan gravitasi, LT-2.
g = Gradien tekanan hidrostatis, ML-2T-2.
h = Ketinggian, L.
secara praktis dalam penentuan gradien tekanan overburden ini selain dari analisa
log juga dapat ditentukan sbb: (lihat Gambar 7.7)
li , i
i 1
Gob ............................................................................................................ (7.7b)
Dn
dimana :
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft.
Ii = Ketebalan ke-i, ft.
i = Berat jenis rata-rata ke-i, gr/cc.
Dn = Kedalaman, ft.
dimana :
D = Kedalaman, ft.
Dwt = Ketebalan cairan, ft.
Db = Ketebalan batuan (D-Dw), ft .
wt = Berat jenis cairan, gr/cc.
b = Berat jenis rata-rata batuan, gr/cc.
Bila isi dari kolom yang terisi berbeda cairannya, maka besarnya tekanan
hidrostatiknya pun berbeda, untuk kolom air tawar diberikan gradien tekanan
hidrostatik sebesar 0,433 psi/ft dan untuk kolom air asin gradien hidrostatiknya
sebesar 0,465 psi/ft.
Penentuan dari tekanan formasi bisa dilakukan dari analisa log atau dari data Drill
Stem Test (DST).
Selain dari hasil log, gradien tekanan rekah dapat ditentukan dengan memakai
prinsip leak-off test, yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit sedemikian rupa
sampai terlihat tanda-tanda mulai pecah, yaitu ditunjukkan dengan kenaikan
tekanan terus menerus kemudian tiba-tiba turun. Penentuan gradien tekanan rekah
ini juga bisa dari perhitungan, antara lain
Pf1 P 2 P
ob ........................................................................................................ (7.9)
D 3 D D f
dimana:
Pf = Tekanan rekah, psi.
Pob = Tekanan overburden, psi.
P = Tekanan formasi, psi.
D = kedalaman, ft.
Df = Kedalaman rekah, ft.
Bila dianggap gradien tekanan overburden (Pob/D) adalah 1 psi/ft, maka persamaan
(7.9) menjadi :
Pf1 P
1 2 ............................................................................................................ (7.10)
D 3 Df
dimana,
Gf = Gradien tekanan rekah, psi/ft.
dimana:
tekanan mendatar
K = perbandingan tekanan efektif (Lihat Gambar 9)
tekanan tegak
dimana,
m = poisson's ratio (Lihat Gambar 7.10)
Selanjutnya dari persamaan Eaton ini dibuat suatu nomograph untuk menentukan
gradien tekanan rekah.
atau dari grafik pada Gambar 11, sehingga kita mendapatkan rumus akhir :
P Pob P
Gf K a .............................................................................................. (7.16)
D D
OCS ORDER 2
Surface Casing Depth
Well Depth
Minimum Maximum
0 - 7000 1500 2500
7000 - 9000 1750 3000
9000 - 11000 2250 3500
11000 - 13000 3000 4000
13000 - Below 3500 4500
Dalam praktek di lapangan letak setting depth casing didasarkan dari fungsinya
untuk menahan tekanan bila terjadi kick pada kedalaman pemboran berikutnya,
karena surface casing bila terjadi kick akan menerima beban yang terbesar. Dasar
penentuan setting depth surface casing adalah menentukan kedalaman dimana
surface casing mampu menahan tekanan yang diakibatkan oleh adanya kick.
dimana :
EMWkick = berat lumpur ekivalen pada kedalaman surface casing, ppg.
Dic = kedalaman intermediate casing pertama, ft.
Dsc = kedalaman surface casing, ft.
DM = tambahan densitas lumpur akibat kick, ppg. (0,5 ppg).
OMW = berat lumpur sebelum ada kick, ppg.
3. Bandingkan antara harga desain gradien rekah dengan EMWkick. Jika (Gf -
EMWkick) berkisar antara 0,2 - 0,4 ppg, maka titik tentative casing yang dipilih
tersebut merupakan titik setting depth surface casing. Jika tidak, maka titik
tentative casing yang baru diperoleh berdasarkan harga Gf yang mendekati
harga EMWkick dari hasil perhitungan sebelumnya atau dengan memasukkan
suatu harga Dsc tertentu, kemudian kembali lagi ke langkah 2.
Berapa berat maksimum lumpur yang bisa digunakan untuk mengontrol tekanan
formasi tanpa menimbulkan perekahan pada formasi di atasnya. Dengan demikian
dapat ditentukan setting depth casing sementara (tentative casing setting depth).
Apakah dengan pemakaian lumpur berat untuk mengontrol tekanan dapat
menimbulkan problem casing terjepit pada kedalaman yang lebih dangkal.
Untuk memahami prosedur setting depth intermediate casing, lihat Gambar 7.13a
dan Gambar 7.13b, dengan langkah-langkah sebagai berikut
Pada Gambar 7.13a, tekanan formasi abnormal tertinggi adalah 17,2 ppg ekivalen
berat lumpur. Seperti halnya pada surface casing, untuk mengontrol tekanan
formasi diperlukan tambahan berat lumpur yang disebut dengan swab factor atau
trip margin, dengan maksud agar tidak terjadi kick apabila rangkaian pipa ditarik
karena ada effek penghisapan. Harga trip margin dapat dilihat dalam tabel 7.2,
harga ini biasanya diambil sebesar 0,3 ppg. Pada saat menurunkan drill pipe atau
rangkaian casing, terjadi efek pendesakan terhadap lumpur pemboran, hal ini
berakibat menaikkan tekanan hidrostatik lumpur. Faktor ini disebut dengan surge
factor yang harganya diambil sebesar 0,3 ppg. Jadi gradien rekah ekivalen
minimum formasi yang harus dilindungi adalah 17.8 ppg. Dalam desainnya
biasanya ditambah dengan safety factor sebesar 0,2 ppg, jadi total gradien rekah
ekivalen desain adalah 18 ppg.
Dari Gambar 7.13a, untuk gradien rekah sebesar 18 ppg didapat kedalaman 13.000
ft, dan ini merupakan letak setting depth casing sementara. Langkah selanjutnya
mengevaluasi kemungkinan terjadinya pipe sticking akibat perbedaan tekanan
pemakaian lumpur berat untuk mengimbangi tekanan formasi. Berdasarkan data
statistik lapangan, maksimum perbedaan tekanan sebesar 2000 - 2400 psi dalam
zona tekanan normal dan 3000 - 3300 psi pada zona tekanan abnormal. Besarnya
tekanan diferensial dihitung dengan persamaan :
DP = 0,052 (MWic - EMWn) x Dn ................................................................................ (7.19)
dimana :
DP = Tekanan diferensial, psi.
MWic = Berat lumpur untuk setting depth casing itermediate sementara, ppg.
EMWn = Berat lumpur ekivalen untuk tekanan formasi normal, ppg.
Dn = Kedalaman formasi tekanan normal yang terdalam , ft.
dimana
2.480 psi > 2.200 psi, jelas kemungkinan terjepitnya casing bisa terjadi. Karena itu
letak kedalaman casing digeser ke arah atas, sedangkan kedalaman sementara tadi
didefinisikan sebagai kedalaman liner terdangkal.
dimana :
MWic = Berat lumpur setting depth intermediate casing sementara, ppg.
TM = Berat lumpur Trip Margin, ppg.
P = Berat lumpur tekanan formasi, ppg.
maka P = (13,7 - 0,3) = 13,4 ppg
dari Gambar 13b ekivalen pada kedalaman 10.900 ft merupakan setting depth
intermediate casing sebenarnya.
Dipasang tepat di atas zona produksi yang disebut juga open hole completion.
Dipasang menutupi seluruh zona produktif atau lebih dalam lagi, kemudian
diperforasi disebut sebagai perforated casing completion.
Pada sumur injeksi air atau steam, casing terakhir ini berfungsi sebagai penampung
air atau steam sebelum dimasukkan ke dalam reservoir. Jenis casing ini dipasang
menutupi seluruh zona interest.
7.6.4.Liner
Letak setting depth terdalam sementara ditentukan berdasarkan desain gradien
rekah pada kedalaman intermediate casing yang sebenarnya (17,1 ppg), lihat
Gambar 7.14a dan 7.14b. Dari desain gradien rekah, tentukan tekanan ekivalen
formasi setelah dikurangi swab, surge dan safety factor (16,3 ppg). Berdasarkan
tekanan ekivalen formasi, letak kedalaman tekanan ini merupakan setting depth
liner terdalam sementara.
Tabel 7.3. Harga trip margin minimum untuk setiap harga Dh, Dp, dan Y tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
6. McCray A.W., Cole F.W., "Oil Well Drilling Technology", The University of
Oklahoma Press,1979.
7. nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.