Anda di halaman 1dari 27

Casing Setting Depth Selection

Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,


TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

BA B VI I.
C a si n g Se t t i n g De pt h
Sel ec t io n
Tujuan :

 Mengenal Tipe-Tipe Casing dan Tubing.


 Memahami Beberapa Masalah Setting Depth Casing.
 Memahami Prosedur Perencanaan Setting Depth Casing.
 Surface Casing.
 Intermediate Casing.
 Production Casing.
 Liner.

7.1. Pendahuluan
Perencanaan pertama dalam desain sumur adalah seleksi kedalaman di mana
casing di-run dan disemen. Drilling engineer dalam perencanaan setting depth
casing harus mempertimbangkan kondisi geologi, seperti: tekanan formasi dan
fracture gradient , hole problem dan hal-hal lainnya. Dari program ini diharapkan
pelaksanaan pemboran akan berjalan dengan aman tanpa menciptakan "a steel
monument" dari sebuah rangkaian casing.

Selama operasi pemboran berlangsung, sering terjadi masalah lost circulation


akibat pecahnya formasi di bawah kaki casing. Ini merupakan akibat yang
ditimbulkan oleh underground blow out. Masalah lain yang sering terjadi ialah
terjepitnya rangkaian casing akibat pemakaian lumpur dengan densitas yang tinggi
untuk mengimbangi tekanan formasi yang abnormal. Kedua masalah di atas sering
timbul akibat setting depth casing yang kurang tepat. Kesalahan dari program
setting depth casing juga akan menyebabkan failure rangkaian casing, yang
disebabkan setting depthnya terlalu dalam atau terlalu dangkal. Masalah lain yang

Page 121 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

timbul dan berkaitan dengan setting depth casing adalah biaya casing yang
meningkat dan diameter sumur terakhir tidak sesuai dengan keinginan yang
dicapai.

7.2. Tipe Casing dan Tubing


Suatu pemboran membutuhkan beberapa rangkaian casing dalam pelaksanaannya
untuk mencapai kedalaman total yang diinginkan. Beberapa tipe casing yang ada,
yaitu sebagai berikut:
 Drive atau Structural pipe.
 Conductor casing.
 Surface casing.
 Intermediate Casing.
 Production Casing.
 Liner.
 Tubing.

Gambar 7.1. Hubungan Beberapa Tipe Casing

Lihat Gambar 7.1. digambarkan hubungan dan kegunaan dari beberapa tipe
casing. Tidak semua sumur menggunakan semua tipe casing dan secara umum
fungsi dari rangkaian casing adalah :

Page 122 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

 Memisahkan dan mengisolasi dari beberapa formasi untuk meminimkan


problem pemboran atau untuk memaksimumkan produksi.
 Menjaga kestabilan lubang sumur ketika pemboran akan dilanjutkan kembali
atau pada waktu operasi well completion.
 Menjaga keamanan dimana alat pressure control dapat didudukkan.

7.2.1. Drive Pipe atau Conductor Casing


Drive pipe di lepas pantai disebut juga Marine Conductor adalah pipa yang
umumnya berdiameter 30" dan mempunyai ketebalan antara 0,5" sampai 1" dari
grade A yang dilengkapi dengan drive shoe. Sambungannya menggunakan las
atau dengan tipe sambungan yang dibuat oleh VETCO Industri. Drive pipe ini
merupakan rangkaian pertama yang ditempatkan ke dalam sumur yang
mempunyai kedalaman antara 100-300 ft. Untuk batuan yang lunak seperti di lepas
pantai, pemasangannya dengan di hammer di bagian atas drive pipe yang
ditangani dari travelling block dengan sling yang berdiameter 1,5" dengan berat
hammer sekitar 17.000 lb. Kemampuan diesel hammer harus cukup untuk operasi
ini, seperti pada Delmag tipe D-22 yang dapat memberikan energi sebesar 40.000
ft-lbs, dengan jumlah langkah 40 sampai 50 per menit. Setelah drive ditempatkan
lalu dipotong, untuk di lepas pantai pemotongannya pada ketinggian yang
memungkinkan dipasang peralatan flow line dan fill up line, kemudian operasi
pemboran dapat dilakukan.

Pada pengeboran batuan yang keras, hambatan yang sering terjadi adalah lost
circulation dan problem caving untuk pemboran yang menembus formasi gravel
bed dan unconsolidated sand. Untuk menembus formasi ini biasanya operator
menggunakan lumpur yang viscous dengan laju yang tinggi. Setelah pemboran
mencapai kedalaman yang diinginkan sesuai dengan fungsi conductor casing
untuk mengatasi loss circulation dan problem caving, casing di run dan disemen.

Permasalahan pada pemboran lepas pantai adalah kedalaman air laut yang
mempengaruhi setting depth dari marine conductor dan dalam penyemenan
casing. Misalnya pada fixed platform yang mempunyai kedalaman laut 150 ft,
kedalaman marine conductor dari dasar laut dinyatakan dalam Ds (Lihat Gambar
7.2). Ketinggian flow line dari permukaan laut adalah 65 ft, dan sumur akan dibor
dengan air laut dengan gradient 0,447 psi/ft. Aliran fluida sepanjang annulus yang
membawa cutting mempunyai gradien 0,470 psi/ft, dan anggapan lain gradien
formasi pada lapisan tanah sebesar 0,750 psi/ft. Operasi pemboran diharapkan
tidak memecahkan formasi dibawah sepatu marine conductor, maka harga Ds
dapat ditentukan sebagai berikut :

(150 x Gsw) + (Ds x Gf)=(65 + 150 + Ds) x Gaf

Page 123 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

dimana :
Gsw = Gradien sea water = 0,477 psi/ft.
Gf = Gradien formasi = 0,750 psi/ft.
Gaf = Gradien fluida di annulus lubang = 0,470 psi/ft.

Dengan memasukkan harga di atas, maka setting depth marine conductor (Ds)
adalah 121 ft, di bawah dasar laut.

Gambar 7.2. Penentuan Setting Depth Marine Conductor.

7.2.2. Structural Casing


Guna dari structural casing adalah dalam mengatasi lost circulation, problem hole
caving dan problem kick pada zone-zone yang dangkal. Casing ini dibutuhkan
dalam pemboran ketika menembus formasi antara casing drive pipe dan surface
casing, dengan kedalaman antara 600-1000 ft.

Page 124 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

7.2.3. Surface Casing


Maksud running surface casing di dalam operasi pemboran dengan fungsi sebagai
berikut :
 Melindungi dari air tanah agar tidak terkontaminasi.
 Mempertahankan kestabilan lubang bor.
 Meminimkan problem lost circulation pada zona-zona permeable.
 Melindungi zona-zona lemah dan secara tidak langsung mengontrol kick.
 Sebagai tempat dudukan peralatan BOP.
 Menyanggah berat semua rangkaian casing ketika di run di bawah. surface
casing.

7.2.4. Intermediate Casing


Pemakaian intermediate casing disebut juga dengan protective casing, karena
fungsi utamanya adalah menutupi formasi yang lemah. Casing ini mula-mula
digunakan untuk melindungi dari formasi yang bertekanan abnormal, dimana
lumpur yang berat digunakan untuk mengontrol tekanan. Guna intermediate
casing yang lainnya adalah :
 Digunakan untuk melindungi pada formasi yang bertekanan abnormal
 Menghindari lost circulation atau stuck pipe pada formasi yang lemah
 Mengisolasi zona garam atau zona yang menyebabkan problem, seperti
heaving dan sloughing shale

7.2.5. Production Casing


Production casing sering disebut juga dengan oil string, casing ini dipasang di atas,
atau di tengah-tengah atau dibawah pay zone, dimana mempunyai fungsi untuk
mengalirkan migas dan sebagai penampung minyak dari reservoir sebelum
dialirkan, selain itu mempunyai fungsi : Mengisolasi zone produksi dari formasi
yang lainnya, dan memproteksi peralatan tubing produksi

7.2.6. Liner
Drilling liner dipasang dengan fungsi yang sama seperti pada intermediate casing.
Casing ini tidak dipasang sampai permukaan, biasanya overlaping dengan
intermediate casing dengan panjang 300 - 500 ft. Liner ini dipasang untuk
menghemat biaya yang berfungsi untuk mengontrol gradien tekanan atau fracture.
Ketika akan membuat lubang bor di bawah liner, hal yang perlu diingat adalah
kekuatan casing diatasnya seperti intermediate casing terhadap gaya-gaya
bursting dan collapse. Casing ini dapat juga dipasang sampai permukaan, jika
diperlukan seperti dua intermediate string.

Page 125 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

7.2.7. Tie-back String


Drilling liner sering dipasang sebagai bagian dari casing produksi yaitu menambah
rangkaian pipa dari permukaan sampai zona produksi. Prosedur ini dilakukan
ketika:
 Memproduksikan hidrokarbon di belakang liner dan
 Di bagian bawahnya tidak menguntungkan

7.3. Beberapa Masalah Setting Depth Casing


Masalah-masalah yang berkaitan dengan setting depth casing dibagi dalam dua
bagian, yaitu :
 Masalah yang berkaitan dengan tekanan selama operasi pemboran, yang
ditanggulangi dengan pemasangan casing yang tepat.
 Masalah yang berkaitan dengan produksi, yaitu pertimbangan terhadap well
completion dan sumur-sumur untuk tujuan EOR.

7.4. Kriteria Perencanaan Setting Depth Casing


Sebelum memulai prosedur perencanaan setting depth point, ada beberapa
kriteria perencanaan yang harus diikuti. Kriteria-kriteria tersebut mengandung
faktor-faktor keselamatan yang harus dimasukkan dalam perencanaan setting
depth casing.

Ada 6 kriteria yang harus diperhatikan, yaitu sebagai berikut:


1. Swab factor (atau dikenal sebagai trip margin), dinyatakan dalam ppg ekivalen
berat lumpur (EMW), menunjukkan sejumlah berat lumpur yang harus
ditambahkan agar melebihi besarnya tekanan formasi untuk meng-hindari
terjadinya efek swabbing pada saat pencabutan string.
2. Surge factor, dinyatakan dalam ppg EMW, merupakan sejumlah minimum
berat yang perlu ditambahkan pada gradien rekah di bawah kaki casing,
mengimbangi berat lumpur di sumur, untuk menghindari pecahnya formasi
pada saat casing dimasukkan.
3. Safety Factor, dinyatakan dalam ppg EMW, merupakan tambahan jumlah pada
gradien rekah minimum pada kriteria 2, untuk memberikan harga yang
memadai pada saat prosedur operasional dilakukan.
4. Kick load, dinyatakan dalam ppg EMW, menunjukkan sejumlah tambahan
berat lumpur yang diperlukan untuk mengimbangi dan menanggulangi
densitas kick di formasi.
5. Allowable differential pressure pada zona tekanan normal atau subnormal,
dinyatakan dalam psi, menunjukkan maksimum DP yang diperbolehkan di

Page 126 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

interval open hole dan selalu dibandingkan dengan kondisi DP aktual


maksimum yang dihadapi.
6. Allowable differential pressure pada zona tekanan abnormal atau high
formation pressure, dinyatakan dalam psi, menunjukkan maksimum DP yang
diperbolehkan pada interval open hole yang berada dalam zona tekanan
abnormal.

7.5. Penentuan Tekanan Formasi dan Gradien Rekah


Salah satu tujuan dari penggunaan casing adalah untuk melindungi dinding sumur
agar tidak terjadi perekahan akibat penggunaan lumpur yang memiliki densitas
tinggi yang digunakan dalam penanggulangan tekanan formasi abnormal.
Sehingga dalam perencanaan setting depth, zona tekanan formasi tinggi dan nilai
gradien rekah dari formasi perlu untuk diperhatikan.

7.5.1. Deteksi Tekanan Pori Formasi


Berbagai metoda telah dikembangkan untuk mendeteksi tekanan formasi yang
lebih besar daripada gradien hidrostatik formasi normal (0,465 psi/ft atau 9 ppg
berat lumpur). Metoda yang paling banyak digunakan adalah metoda Drilling Rate,
dimana metoda ini didasarkan pada perhitungan d-exponent.

Perbedaan tekanan yang besar antara tekanan hidrostatik lumpur dengan tekanan
formasi dapat menurunkan laju pemboran. Untuk meningkatkan laju pemboran,
densitas lumpur harus diturunkan atau dengan adanya kenaikan tekanan formasi.
Kenyataan ini dapat digunakan untuk mendeteksi zona over-pressured, dengan
menentukan nilai d-exponent pada tiap kedalaman melalui persamaan berikut :

12 .WOB 
R  . 60 . RPM ............................................................................................. (7.1)
 d .1000 

yang dapat diubah menjadi:


 R 
log  
 60 . RPM 
d ........................................................................................................ (7.2)
 12 .WOB 
log  
 100 

dimana:
d = d-exponent
R = Laju pemboran, ft/hr
WOB = Weight on bit, 1000 lbs/in bit diameter.
RPM = Kecepatan putar.

Page 127 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Persamaan (11-2) kemudian dimodifikasikan, dengan memasukkan pengaruh


densitas lumpur, menjadi :

 
d corr  d  mn  ……………………………………………………………………………………….. (7.3)
  mc 

dimana:
dcorr = d-exponent terkoreksi.
 mn = densitas lumpur pada tekanan formasi normal (» 9 ppg).
 mc = densitas lumpur pada saat sirkulasi, ppg.

Jika harga dcorr diplot terhadap kedalaman, akan menunjukkan pe-ningkatan


secara linier jika tekanan pori formasi normal, akan tetapi akan berkurang secara
tajam jika laju pemboran meningkat akibat peningkatan tekanan pori formasi.

Sebagai contoh, dapat digunakan data-data yang terdapat pada tabel 7.1. berikut.

Tabel 7.1. Data Tekanan Formasi dan d-exponent 7)

Plot antara laju pemboran terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar 7.3,
dimana terdapat penurunan laju pemboran dari 100 ft/hr pada kedalaman 6000 ft
menjadi kurang dari 20 ft/hr pada kedalaman 12800 ft.

Page 128 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 7.3. Laju Pemboran vs Kedalaman 7)

Dari data laju pemboran, RPM, WOB, diameter bit, dapat dihitung besarnya d-
exponent pada tiap kedalaman dengan menggunakan persamaan (7.2). Dengan
memasukkan data densitas lumpur yang digunakan, diasumsikan bahwa densitas
lumpur normal (rmn) adalah 9 ppg, dilakukan perhitungan d-exponent terkoreksi
menggunakan persamaan 7.3. Hasil perhitungan d-exponent terkoreksi kemudian
diplot terhadap kedalaman, seperti yang terlihat pada Gambar 7.4.

Pada Gambar 7.4 tersebut terlihat harga dcorr meningkat secara linier hingga
kedalaman 10500 ft dan kemudian menurun secara tajam. Dari kenyataan tersebut,
dapat ditarik suatu garis lurus yang melewati titik-titik dcorr sebelum kedalaman
10500 ft dan garis tersebut dinamakan garis d-exponent normal (dnormal) dengan
kemiringan garis adalah 0,000038, sehingga garis tersebut mempunyai persamaan
garis sebagai berikut:
dnormal = 0.000038 x depth + 1.23

Untuk menentukan besarnya tekanan pori formasi dapat digunakan persamaan


berikut:
d 
P  Gn  normal  ............................................................................................................... (7.4)
 d corr 
dimana:
P = Tekanan pori formasi ekivalen, ppg EMW.
Gn = Gradien hidrostatik normal, 9 ppg.

Page 129 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Plot antara tekanan pori formasi terhadap kedalaman dapat dilihat pada Gambar
7.5.

Gambar 7.4. D-Exponent Terkoreksi vs Kedalaman 7)

Gambar 7.5. Tekanan Pori vs Kedalaman 7)

Page 130 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

7.5.2. Gradien Rekah

7.5.2.1. Tekanan
Tekanan adalah suatu gejala alam yang terjadi pada setiap benda di permukaan
bumi ini, yang merupakan besarnya gaya yang bekerja dalam setiap satuan luas.
Secara empiris dapat dituliskan sbb:
F
P ................................................................................................................................ (7.5)
A

dimana :
P = Tekanan, ML-1T-2.
F = Gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, MLT-2.
A = Luas permukaan yang menerima gaya, L2.

Di lapangan biasanya gaya memakai satuan pounds, luas dengan satuan inch2
(square inch) maka tekanan dalam pounds per square inch (psi).

Sedangkan tekanan hidrostatik adalah tekanan yang diakibatkan oleh beban fluida
yang ada diatasnya, secara empiris dapat dituliskan sebagai berikut : (lihat Gambar
7.6).
P = r x g x h (7.6)

dimana:
r = Berat jenis, ML-3.
g = Percepatan gravitasi, LT-2.
g = Gradien tekanan hidrostatis, ML-2T-2.
h = Ketinggian, L.

Gambar 7.6. Tekanan Hidrostatik8)

Page 131 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

7.5.2.2. Tekanan Overburden


Tekanan overburden adalah besarnya tekanan yang diakibatkan oleh berat seluruh
beban yang berada diatas suatu kedalaman tertentu tiap satuan luas.
Berat material se dim en  berat cairan
Pob 
Luas

Gradien tekanan overburden adalah menyatakan tekanan overburden tiap satuan


kedalaman.
Pob
Gob  ........................................................................................................................... (7.7a)
D

secara praktis dalam penentuan gradien tekanan overburden ini selain dari analisa
log juga dapat ditentukan sbb: (lihat Gambar 7.7)

Gambar 7.7. Penentuan Gradien Tekanan Overburden8)

 li , i 
i 1
Gob  ............................................................................................................ (7.7b)
Dn

dimana :
Gob = Gradien tekanan overburden, psi/ft.
Ii = Ketebalan ke-i, ft.
i = Berat jenis rata-rata ke-i, gr/cc.
Dn = Kedalaman, ft.

Page 132 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Menurut Christman gradien tekanan overburden dapat dinyatakan sebagai berikut:


Gob 
0,433
 wt . Dwt   b . Db  ................................................................................ (7.8)
D

dimana :
D = Kedalaman, ft.
Dwt = Ketebalan cairan, ft.
Db = Ketebalan batuan (D-Dw), ft .
 wt = Berat jenis cairan, gr/cc.
b = Berat jenis rata-rata batuan, gr/cc.

Besarnya gradien tekanan overburden yang normal biasanya dianggap sebesar 1


psi/ft, yaitu diambil dengan menganggap berat jenis batuan rata-rata sebesar 2,3
dari berat jenis air. Sedangkan besarnya gradien tekanan air adalah 0,433 psi/ft
maka gradien tekanan overburden sebesar 2,3 x 0,433psi/ft = 1,0 psi/ft.

7.5.2.3. Tekanan Formasi Normal


Tekanan formasi adalah besarnya tekanan yang diberikan cairan yang mengisi
rongga formasi, secara hidrostatis untuk keadaan normal sama dengan tekanan
kolom cairan yang ada dalam dasar formasi sampai ke permukaan.

Bila isi dari kolom yang terisi berbeda cairannya, maka besarnya tekanan
hidrostatiknya pun berbeda, untuk kolom air tawar diberikan gradien tekanan
hidrostatik sebesar 0,433 psi/ft dan untuk kolom air asin gradien hidrostatiknya
sebesar 0,465 psi/ft.

Penentuan dari tekanan formasi bisa dilakukan dari analisa log atau dari data Drill
Stem Test (DST).

7.5.2.4 Tekanan Rekah


Tekanan Rekah adalah tekanan hidrostatik formasi maksimum yang dapat ditahan
tanpa menyebabkan terjadinya pecah. Besarnya gradien tekanan rekah dipengaruhi
oleh besarnya tekanan overburden, tekanan formasi dan kondisi kekuatan batuan.
Mengetahui gradien tekanan rekah sangat berguna ketika meneliti kekuatan dasar
selubung (casing), sedangkan bila gradien tekanan rekah tidak diketahui maka
akan mendapat kesukaran dalam pekerjaan penyemenan dan penyelubungan
sumur.

Selain dari hasil log, gradien tekanan rekah dapat ditentukan dengan memakai
prinsip leak-off test, yaitu memberikan tekanan sedikit-sedikit sedemikian rupa
sampai terlihat tanda-tanda mulai pecah, yaitu ditunjukkan dengan kenaikan

Page 133 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

tekanan terus menerus kemudian tiba-tiba turun. Penentuan gradien tekanan rekah
ini juga bisa dari perhitungan, antara lain

Hubbert and Willis, yang menganggap tekanan overburden berpengaruh efektif


terhadap tekanan rekah.

Pf1 P 2 P 
  ob  ........................................................................................................ (7.9)
D 3  D D f 

dimana:
Pf = Tekanan rekah, psi.
Pob = Tekanan overburden, psi.
P = Tekanan formasi, psi.
D = kedalaman, ft.
Df = Kedalaman rekah, ft.

Bila dianggap gradien tekanan overburden (Pob/D) adalah 1 psi/ft, maka persamaan
(7.9) menjadi :
Pf1 P 
 1  2  ............................................................................................................ (7.10)
D 3  Df 

Mathews and Kelley, memberikan persamaan:


P  Pob  P 
Gf    K i  ……………………………………………………………………………. (7.11)
D D 

dimana,
Gf = Gradien tekanan rekah, psi/ft.

Page 134 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 7.7. Matrix Stress Coefficient 6)

Kedua persamaan di atas menganggap gradien tekanan overburden tetap untuk


setiap kedalaman. Karena pada kenyataannya tidak demikian maka timbul
persamaan-persamaan lain yang lebih memperhitungkan masalah kondisi batuan.
Pennebaker, menuliskan persamaan :
P  Pob  P 
Gf    K i  ................................................................................................... (7.12)
D D 

dimana:
tekanan mendatar
K = perbandingan tekanan efektif (Lihat Gambar 9)
tekanan tegak

Eaton, menulis persamaan:


P  Pob  P   
Gf      ............................................................................................ (7.13)
D D   1  

dimana,
m = poisson's ratio (Lihat Gambar 7.10)

Page 135 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 7.9. Perbandingan Tekanan Efektif 6)

Gambar 7.10. Poisson's Ratio 6)

Page 136 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Selanjutnya dari persamaan Eaton ini dibuat suatu nomograph untuk menentukan
gradien tekanan rekah.

Harga faktor-faktor perbandingan yang mengindahkan kekuatan batuan di atas


bermacam-macam, maka W. L. Brister mendapatkan harga rata-ratanya (Ka) sbb :
P  P 
K a  3,9  ob   2,88 jika  ob  0,94  ................................................................. (7.14)
 D   D 
P  P 
K a  3,2  ob   2,224 jika  ob  0,94  .............................................................. (7.15)
 D   D 

atau dari grafik pada Gambar 11, sehingga kita mendapatkan rumus akhir :
P  Pob  P 
Gf    K a .............................................................................................. (7.16)
D  D 

Sedangkan bila kejadiannya berada di bawah permukaan laut maka harga-harga


tersebut di atas perlu dikoreksi, hal ini dapat diterangkan oleh Zamora sbb :
f D  Dw   8,5 Dw 
Fc  ............................................................................................ (7.17)
D
dimana ,
Fc = Gradien tekanan rekah yang telah dikoreksi.
Dw = Ketinggian air laut.

Gambar 7.11. Perbandingan Tekanan Rata-Rata6)

Page 137 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

7.5.3. Proyeksi Tekanan Formasi dan Gradien Rekah


Dari informasi offset well, termasuk resistivity, sonic dan radioaktif log, informasi
pemboran dan lumpur, bersamaan dengan interpretasi geologi, dapat dipersiapkan
suatu evaluasi tekanan formasi terhadap kedalaman. Dengan informasi tekanan
formasi terhadap kedalaman tersebut, gradien rekah dapat ditentukan. Dual plot
antara tekanan formasi dan gradien rekah terhadap kedalaman dapat dibuat dalam
skala linier untuk memudahkan memperoleh interpolasi yang akurat.

Gambar 7.12. Contoh Proyeksi Tekanan Formasi dan Gradien


Rekah Terhadap Kedalaman

Page 138 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

7.6. Prosedur Perencanaan Setting Depth


Pada bagian ini akan dibicarakan metoda setting depth casing berdasarkan
informasi kondisi tekanan formasi, tekanan rekah dan beberapa kemungkinan yang
terjadi yang dihadapi selama operasi pemboran. Metoda ini berlaku untuk setting
depth surface casing dan intermediate casing, karena kedua tipe casing ini
merupakan bagian yang sangat penting sebagai pelindung selama pemboran
berlangsung.

7.6.1. Surface Casing


Penentuan setting depth surface casing tergantung dari dari peraturan pemerintah
setempat yang menetapkan kedalaman pemasangan minimum (seperti yang
dikeluarkan oleh SWB : State Water Board USA), praktek rutin di lapangan, kondisi
geologi dan problem selama pemboran berlangsung.

Tabel 7.2. Letak Kedalaman Casing oleh SWB USA.

OCS ORDER 2
Surface Casing Depth
Well Depth
Minimum Maximum
0 - 7000 1500 2500
7000 - 9000 1750 3000
9000 - 11000 2250 3500
11000 - 13000 3000 4000
13000 - Below 3500 4500

Dalam praktek di lapangan letak setting depth casing didasarkan dari fungsinya
untuk menahan tekanan bila terjadi kick pada kedalaman pemboran berikutnya,
karena surface casing bila terjadi kick akan menerima beban yang terbesar. Dasar
penentuan setting depth surface casing adalah menentukan kedalaman dimana
surface casing mampu menahan tekanan yang diakibatkan oleh adanya kick.

Prosedur perencanaan setting depth surface casing adalah sebagai berikut:


1. Penentuan titik setting depth dilakukan dengan menentukan titik kedalaman
sementara casing (tentative casing point) pada grafik tekanan formasi dan
gradien rekah vs kedalaman, yang merupakan titik perpotongan antara harga
desain gradien rekah dengan kurva gradien rekah. Desain gradien rekah
diperoleh dari penjumlahan harga gradien rekah minimum ditambah dengan
swab factor atau trip margin, surge factor, dan safety factor, dinyatakan dalam
ppg EMW. Titik tentative casing yang diperoleh merupakan titik kedalaman
surface casing (Dsc) sementara.

Page 139 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

2. Persamaan empiris yang digunakan untuk menentukan berat lumpur ekivalen


pada kedalaman surface casing adalah :
EMWkick = (Dic / Dsc) DM + OMW ................................................................. (7.18)

dimana :
EMWkick = berat lumpur ekivalen pada kedalaman surface casing, ppg.
Dic = kedalaman intermediate casing pertama, ft.
Dsc = kedalaman surface casing, ft.
DM = tambahan densitas lumpur akibat kick, ppg. (0,5 ppg).
OMW = berat lumpur sebelum ada kick, ppg.

3. Bandingkan antara harga desain gradien rekah dengan EMWkick. Jika (Gf -
EMWkick) berkisar antara 0,2 - 0,4 ppg, maka titik tentative casing yang dipilih
tersebut merupakan titik setting depth surface casing. Jika tidak, maka titik
tentative casing yang baru diperoleh berdasarkan harga Gf yang mendekati
harga EMWkick dari hasil perhitungan sebelumnya atau dengan memasukkan
suatu harga Dsc tertentu, kemudian kembali lagi ke langkah 2.

7.6.2. Intermediate Casing


Pada pemboran sumur-sumur yang menghadapi zona-zona yang mempu-nyai
tekanan tidak terlalu besar, bila terjadi kick tidak harus dipasang intermediate
casing bila formasinya cukup kuat dan semuanya ini kadang-kadang tergantung
dari operator. Pada pemboran yang menghadapi formasi yang bertekanan
abnormal tinggi, penentuan setting depth casing diutamakan untuk melindungi
formasi-formasi yang lemah bila terjadi kick.

Pada pemboran formasi abnormal tinggi, pemasangan intermediate casing lebih


diutamakan untuk melindungi formasi yang lemah, dengan demikian prosedur
penentuan setting depth dimulai dari kedalaman target ke arah permukaan
(bottom to top) agar tidak mengulangi prosedur. Pertimbangan-pertimbangan
yang dilakukan sebagai berikut :

Berapa berat maksimum lumpur yang bisa digunakan untuk mengontrol tekanan
formasi tanpa menimbulkan perekahan pada formasi di atasnya. Dengan demikian
dapat ditentukan setting depth casing sementara (tentative casing setting depth).
Apakah dengan pemakaian lumpur berat untuk mengontrol tekanan dapat
menimbulkan problem casing terjepit pada kedalaman yang lebih dangkal.
Untuk memahami prosedur setting depth intermediate casing, lihat Gambar 7.13a
dan Gambar 7.13b, dengan langkah-langkah sebagai berikut

Pada Gambar 7.13a, tekanan formasi abnormal tertinggi adalah 17,2 ppg ekivalen
berat lumpur. Seperti halnya pada surface casing, untuk mengontrol tekanan
formasi diperlukan tambahan berat lumpur yang disebut dengan swab factor atau

Page 140 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

trip margin, dengan maksud agar tidak terjadi kick apabila rangkaian pipa ditarik
karena ada effek penghisapan. Harga trip margin dapat dilihat dalam tabel 7.2,
harga ini biasanya diambil sebesar 0,3 ppg. Pada saat menurunkan drill pipe atau
rangkaian casing, terjadi efek pendesakan terhadap lumpur pemboran, hal ini
berakibat menaikkan tekanan hidrostatik lumpur. Faktor ini disebut dengan surge
factor yang harganya diambil sebesar 0,3 ppg. Jadi gradien rekah ekivalen
minimum formasi yang harus dilindungi adalah 17.8 ppg. Dalam desainnya
biasanya ditambah dengan safety factor sebesar 0,2 ppg, jadi total gradien rekah
ekivalen desain adalah 18 ppg.

Dari Gambar 7.13a, untuk gradien rekah sebesar 18 ppg didapat kedalaman 13.000
ft, dan ini merupakan letak setting depth casing sementara. Langkah selanjutnya
mengevaluasi kemungkinan terjadinya pipe sticking akibat perbedaan tekanan
pemakaian lumpur berat untuk mengimbangi tekanan formasi. Berdasarkan data
statistik lapangan, maksimum perbedaan tekanan sebesar 2000 - 2400 psi dalam
zona tekanan normal dan 3000 - 3300 psi pada zona tekanan abnormal. Besarnya
tekanan diferensial dihitung dengan persamaan :
DP = 0,052 (MWic - EMWn) x Dn ................................................................................ (7.19)

dimana :
DP = Tekanan diferensial, psi.
MWic = Berat lumpur untuk setting depth casing itermediate sementara, ppg.
EMWn = Berat lumpur ekivalen untuk tekanan formasi normal, ppg.
Dn = Kedalaman formasi tekanan normal yang terdalam , ft.

Evaluasi kedalaman sementara untuk differential sticking dengan asumsi bahwa


lumpur dengan 14,3 ppg untuk membor pada kedalaman 13.000 ft dan limit
tekanan diferensial diketahui sebesar 2200 psi, maka :
(9.000)(0,052)(14,3 - 9) = 2.480 psi

dimana
2.480 psi > 2.200 psi, jelas kemungkinan terjepitnya casing bisa terjadi. Karena itu
letak kedalaman casing digeser ke arah atas, sedangkan kedalaman sementara tadi
didefinisikan sebagai kedalaman liner terdangkal.

Penentuan kedalaman intermediate casing sebenarnya dapat ditentukan dengan


persamaan (20) :
DPallowable = 0,052 (Mwic - EMWn) x Dn ………………………………………………… (7.20)
2.200 = (MWic - 9)(0,052)(9.000)
MWic = 13,7 ppg

Besarnya tekanan formasi dapat ditentukan dengan persamaan :


MWic - TM = P …………………………………………………………………………………………. (7.21)

Page 141 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

dimana :
MWic = Berat lumpur setting depth intermediate casing sementara, ppg.
TM = Berat lumpur Trip Margin, ppg.
P = Berat lumpur tekanan formasi, ppg.
maka P = (13,7 - 0,3) = 13,4 ppg

dari Gambar 13b ekivalen pada kedalaman 10.900 ft merupakan setting depth
intermediate casing sebenarnya.

Secara umum prosedur setting depth intermediate casing dengan langkah-langkah


sebagai berikut:
1. Buat plot gradien tekanan formasi dan rekah formasi terhadap kedalaman.
2. Tentukan ekivalen berat lumpur pada tekanan formasi yang paling besar.
3. Tambahkan dengan factor surge, swab dan safety sehingga didapat desain
gradien rekah.
4. Berdasarkan harga pada langkah 3, tentukan setting depth intermediate casing
sementara dan tentukan berat lumpur pada kedalaman tersebut.
5. Evaluasi kemungkinan pipe sticking dengan persamaan (7.-19). Jika tidak ada
kemungkinan maka harga setting depth sementara tersebut merupakan harga
setting depth untuk intermediate casing
6. Apabila ada kemungkinan sticking, tentukan berat lumpur dengan limit
diferensial tekanan dengan persamaan (7.-20).
7. Tentukan tekanan ekivalen formasi dengan mengurangkan swab (trip margin)
dari berat lumpur pada langkah 6, dengan menggunakan persamaan (7.-21).
7. Plot ekivalen berat lumpur pada langkah 7 pada kurva tekanan formasi untuk
mendapatkan setting depth intermediate casing.

7.6.3. Production Casing


Penentuan setting depth casing produksi tergantung dari pemilihan jenis komplesi
yang direncanakan.

Dipasang tepat di atas zona produksi yang disebut juga open hole completion.
Dipasang menutupi seluruh zona produktif atau lebih dalam lagi, kemudian
diperforasi disebut sebagai perforated casing completion.

Pada sumur injeksi air atau steam, casing terakhir ini berfungsi sebagai penampung
air atau steam sebelum dimasukkan ke dalam reservoir. Jenis casing ini dipasang
menutupi seluruh zona interest.

7.6.4.Liner
Letak setting depth terdalam sementara ditentukan berdasarkan desain gradien
rekah pada kedalaman intermediate casing yang sebenarnya (17,1 ppg), lihat

Page 142 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 7.14a dan 7.14b. Dari desain gradien rekah, tentukan tekanan ekivalen
formasi setelah dikurangi swab, surge dan safety factor (16,3 ppg). Berdasarkan
tekanan ekivalen formasi, letak kedalaman tekanan ini merupakan setting depth
liner terdalam sementara.

Evaluasi selanjutnya adalah kemungkinan liner sticking akibat tekanan diferensial,


dengan menggunakan persamaan (7.19). Maksimum DP = 3300 psi, apabila lebih
besar dari 3.300 psi, tentukan harga Mwic dengan menetapkan DP = 3300 psi. Cara
ini persis sama dengan penentuan setting depth intermediate casing.

Evaluasi berikutnya adalah apakah pemboran selanjutnya sampai letak liner


terdalam yang diinginkan dan apakah intermediate casing mampu menahan kick
pada kedalaman tersebut. Untuk itu persamaan (7.18) dapat digunakan dengan
mengubah-ubah harga letak liner terdalam (dimana terjadi kick) sampai harga
berat lumpur ekivalen pada kedalaman intermediate casing 0,2 - 0,4 ppg lebih kecil
dari gradien rekah pada kedalaman intermediate casing tersebut.

Secara umum prosedur setting depth liner dengan langkah-langkah sebagai


berikut :
1. Tentukan letak liner terdangkal dari letak intermediate casing sementara.
2. Evaluasi kemampuan kaki liner terdangkal untuk menahan tekanan bila terjadi
kick pada kedalaman total dengan menggunakan persamaan (7.18) dan
bandingkan dengan harga Gf pada kedalaman tersebut.
3. Tentukan gradien rekah pada kedalaman casing sebelum liner dipasang.
4. Hitung tekanan ekivalen formasi dengan mengurangi faktor swab, surge dan
safety dari langkah 3.
5. Tentukan kedalaman formasi berdasarkan dari langkah 4, dan ini merupakan
letak liner terdalam sementara.
6. Dengan persamaan (7.19) evaluasi kemungkinan liner sticking.
7. Dengan persamaan (7.18) evaluasi kemampuan kaki intermediate casing dalam
menahan tekanan bila terjadi kick pada kedalaman liner terdalam dari langkah
kelima.

Page 143 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Tabel 7.3. Harga trip margin minimum untuk setiap harga Dh, Dp, dan Y tertentu.

Gambar 7.13. a. Tentative Intermediate Setting Depth,


b. Kedalaman Intermediate Didasarkan
Pertimbangan Pipe Sticking.

Page 144 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

Gambar 7.14. c. Seleksi Kedalaman Liner Terdalam,


d. Konfigurasi Akhir.

Page 145 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

DAFTAR PUSTAKA

1. Alliquander, "Das Moderne Rotarybohren", VEB Deutscher Verlag Fuer


Grundstoffindustrie,Clausthal-Zellerfeld, Germany, 1986

2. Bradley H.B., "Petroleum Engineering Handbook", Third Printing, Society of


Petroleum Engineers, Richardson TX, 1987.

4. 3.. Azar J.J., "Drilling in Petroleum Engineering", Magcobar Drilling Fluid


Manual.

5. 4 Moore P.L., "Drilling Practices Manual", Penn Well Publishing Company,


Tulsa-Oklahoma, 1974.

6. McCray A.W., Cole F.W., "Oil Well Drilling Technology", The University of
Oklahoma Press,1979.

7. nn., "Drilling", SPE Reprint Series no. 6a., SPE of AIME, Dallas-Texas, 1973.

8. Klozt, "Drilling Optimization", halaman 6-9.

7. Rubiandini, Rudi, "Perhitungan Berbagai Metoda Pressure Control Dalam


Penanggulangan Well Kick", Kolokium, Jurusan Teknik
Perminyakan Institut Teknologi Bandung, 1984.

Page 146 of 258


Casing Setting Depth Selection
Copyright by Dr. Ir. Rudi Rubiandini R.S.,
TM-3202 Teknik Operasi Pemboran II & Praktikum
ITB

DAFTAR PARAMETER DAN SATUAN

Dic = setting depth selection, feet


Ds = setting depth marine conductor, feet
Dsc = setting depth surface casing, feet
EMW kick = berat lumpur ekivalen pada kedalaman surface casing, ppg
Gaf = gradien fluida di annulus, psi/ft
Gf = gradien formasi, psi/ft
Gsw = gradien seawater, psi/ft
DM = tambahan densitas lumpur akibat kick, ppg
Mwic = berat lumpur untuk setting depth intermediate casing, ppg
OMW = berat lumpur sebelum ada kick, ppg
DP = tekanan diferensial, psi
P = berat lumpur tekanan formasi, ppg
d = d-exponent
R = laju pemboran, ft/hr
WOB = weight on bit, 1000 lbs/in bit diameter
RPM = kecepatan putar
dcorr = d-exsponent terkoreksi r
mc = densitas lumpur pada tekanan formasi normal (~ 9ppg)
rmc = densitas lumpur pada saat sirkulasi, ppg
P = tekanan pori formasi ekivqlen, ppg
EMWGn = gradient hidrostatik normal, 9 ppg
p = tekanan, ML-1T-2
F = gaya yang bekerja pada daerah luas ybs, ML1T-2
A = luas permukaan yang menerima gaya, L2
r = berat jenis, ML-3
g = percepatan gravitasi, T-2
g = gradient tekanan hidrostatis, ML-2T-2
h = ketinggian,
LGob = gradient tekanan overburden, psi/ft
Ii = ketebalan ke-i, feet
ri = berat jenis rata-rata ke-i, gr/cc
Dn = kedalaman, feet
Dwt = ketebalan cairan, feet
Db = ketebalan batuan (D-Dw), feet
rw = berat jenis cairan, gr/cc
rb = berat jenis rata-rata batuan, gr/cc
Pf = tekanan rekah, psi
Pob = tekanan overburden, psi
P = tekanan formasi, psi
D = kedalaman, feet
m = poissons ratio
Fc = gradien tekanan rekah yang telah dikoreksi, psi/ft
Dw = Ketinggian air laut, feet

Page 147 of 258

Anda mungkin juga menyukai