BAB III
PERENCANAAN PEMBORAN SUMUR HORIZONTAL
Gambar 3.1.
Pemboran Horizontal Bila Reservoir
Dibawah Kota Yang Padat Penduduknya18
Gambar 3.1.
Skema Pemboran Horizontal
Gambar 3.2.
Pemboran Horizontal Bila Reservoir
Di bawah Kota Yang Padat Penduduknya
49
Gambar 3.3.
Pemboran Horizontal di Bawah Danau
Gambar 3.4.
Pemboran Horizontal Bila Reservoir Di bawah Tebing
Yang Curam Dan Terjal
Pada formasi yang tipis dan memiliki area yang luas maka pemboran
horizontal sangat dimungkinkan untuk memperluas daerah pengurasan,
sehingga akan meningkatkan recovery. Demikian juga bila ditemui reservoir
dengan bentuk rekahan-rekahan vertikal akan lebih menguntungkan bila
dilakukan dengan pemboran horizontal.
2. Adanya patahan
Apabila dilakukan pemboran harus yang melewati zona patahan, maka akan
terjadi :
a. Mud loss, sebab pada zona ini akan terbentuk rekahan-rekahan yang mana
apabila dilakukan pemboran maka lumpur pemboran akan lari dan masuk
ke rekahan ini.
b. Kerugian di kemudian hari apabila patahan ini aktif, walaupun problem
lumpurnya dapat teratasi pada waktu pemboran. Karena patahan aktif akan
menggunting profil lubang sumur. Oleh sebab itu maka perlu dilakukan
pemboran berarah.
3. Adanya lensa-lensa
Bila reservoir terdiri dari beberapa lensa dan diinginkan untuk ditembus
sekaligus maka lubang bor dirancang dan diarahkan untuk menembus lensa-
lensa tersebut
Gambar 3.5.
Reservoir Minyak Dengan Bentuk Rekahan Vertikal18)
51
Gambar 3.6.
Reservoir Minyak Pada Sumur Patahan18)
Gambar 3.7.
Pemboran Horizontal Menembus Reservoir
Yang Terdiri Dari Beberapa Lensa18)
1. Bila reservoir migas terletak di lepas pantai karena biaya untuk sewa platform
sangat mahal maka dipakai sistem cluster dimana dari satu lokasi dibuat
beberapa buah sumur.
2. Menghambat terjadinya water coning.
Dengan melakukan pemboran sumur horizontal, maka akan menghambat
terjadinya laju invasi (terproduksinya) air atau gas dibandingkan dengan
pemboran vertikal.
Gambar 3.8a.
Pemboran Horizontal Di Lepas Pantai (Offshore)18)
53
Gambar 3.8b.
Pemboran Horsontal Di Lepas Pantai (Offshore)
Gambar 3.9.
Water and Gas Coning Pada Sumur Horizontal
Gambar 3.10a.
Tipe Pemboran Horizontal
Gambar 3.10b.
Tipe Pemboran Horizontal
3.5.1. Long Radius System
Metode ini sering disebut dengan sistem pemboran horizontal
konvensional. Pemboran long radius ini mempunyai laju pertambahan sudut yang
kecil sekali yaitu 20 - 60/100 ft, MD. Pada metode ini diperlukan jarak yang sangat
panjang antara 1500-4500 ft untuk mencapai titik awal bagian lubang yang
horizontal dari KOP. Jarak pemboran atau radius kelengkungan adalah sekitar
1000 – 3000 ft.
55
Gambar 3.11.
Steerible Motor Design
Gambar 3.12.
Steerible Motor Design
57
Gambar 3.13.
Curve Drilling Assembly10)
Gambar 3.14.
Stabilized Straight Assembly10)
3.5.2. Medium Radius System
Pemboran horizontal tipe ini mempunyai laju pertambahan sudut antara
200 – 750/100 ft, MD. Jarak pemboran atau ekivalen dengan radius kelengkungan
125 – 300 ft, atau dengan jarak pemboran 80 – 450 ft dari KOP. Peralatan
pemboran horizontal tipe ini dimaksudkan untuk menjembatani pemboran
horizontal type long radius dan short radius system.
Kelebihan dari penggunaan sistem medium radius adalah :
1. Penembusan formasi lain di atas target tidak terlalu panjang
2. Kontrol terhadap pemboran lebih baik sebab menggunakan Down Hole Motor
(DHM) dan peralatan steerable.
3. Dapat mencapai panjang lateral sampai 3000 ft.
Peralatan pemboran horizontal tipe medium radius system terdiri dari
HWDP, spirral drill collar, compresive service drill pipe, MWD, dan experiment
tool. HWDP berukuran 3.5” yang berada pada bagian vertikal dapat dijadikan
sebagai cadangan beban untuk WOB. Bagian pembentukan sudut yang besar (250
58
– 1000 ft) pada sumur jenis ini umumnya dibor dengan menggunakan motor yang
terdiri dari bent subs, bent housing dan stabilizer. Pada bagian horizontal dibor
dengan menggunakan steerable motor atau double titled U-joint motor.
Gambar 3.15.
Bent Sub dan Bent Motor Housing10)
Bagian pembentukan sudut yang kecil (3.5 – 5.5) biasa dibor dengan
menggunakan slick assembly yang menggunakan high speed double bent motor
dengan pads atau stabilizer untuk menekan peralatan ke arah yang diinginkan.
CSDP berukuran 31/2 “ dan 27/8 “ merupakan drill pipe khusus yang dirancang
fleksible dan tahan dalam kondisi kompresi dipasang pada bagian pertambahan
sudut dan horizontal.
59
Gambar 3.16.
Baker Hughes Medium Radius System10)
Gambar 3.17.
ARCO Medium Radius System10)
3.5.3. Short Radius System
Pemboran horizontal tipe ini mempunyai laju pertambahan sudut yang
besar sekali, yaitu 1500 – 3000/100, ft. Dari kecepatan tersebut bagian lubang bor
yang horizontal akan tercapai dalam jarak pemboran yang relatif pendek dari
KOP, yaitu antara 30 sampai 70 ft, atau ekivalen dengan radius kelengkungan
antara 20 sampai 40 ft.
Peralatan pemboran pada tipe ini dikembangkan oleh perusahaan
Eastment Whipstock, disediakan dalam 3 ukuran lubang bor yaitu : 4.5 “, 5.875”,
dan 6.25”. Pemboran ini banyak diterapkan untuk maksud memproduksi kembali
sumur tegak yang sudah tidak berproduksi.
Ciri dari sistem short radius sebagai berikut :
a. Penggunaan flexible drill pipe
60
Gambar 3.18.
61
Gambar 3.19.
Ultrashort Radius System18)
Pada pemboran jenis ini diperlukan ruangan di bawah tanah pada lubang
bor yang berfungsi untuk menempatkan peralatan pembelok (underreamed zone),
biasanya digunakan peralatan whipstock assembly sebagai alat pembelok.
Dari (Gambar 3.) dapat dilhat cara pembelokan lubang bor yaitu :
1. Melakukan pemboran 9-15 ft dari casing.
2. Melebarkan bagian lubang dengan menggunakan reamer.
3. Lubang diset dan disemen plug.
4. Melakukan pemboran kembali dengan tekanan penuh dan menempatkan
(setting) peralatan whipstock.
5. Menurunkan peralatan Bottom Hole Assembly (BHA).
6. Melanjutkan dengan pemboran horizontal.
63
Gambar 3.20.
Eastman Christensen Prosedur Kickcoff10)
dilakukan usaha untuk mendapatkan lubang horizontal pada target yang dangkal
dengan BUR yang kecil.
Tabel III-1
Perhitungan jarak KOP – target dan jarak pemboran (MD) 12)
Gambar 3.21.
Single Build Curve
5730
R .……….………………………………………………….(4-1)
B
Dimana : R = Radius, ft
B = Build Rate ,Deg/100’
Gambar 3.22.
Ideal Build Curve
3.4.3.3. Simple Tangen Build Curve
Simple tangen build curve adalah tipe lintasan atau pelengkapan yang
terdiri dari tiga bagian, diantaranya :
1. Lintasan pertama/lengkungan pertama dimulai dari KOP dengan sudut
tetap kemudian dilanjutkan pada tahap tahap kedua.
2. Lintasan kedua/bagian tangensial merupakan lanjutan dari lintasan
pertama dengan sudut inklinasi yang konstan.
3. Lintasan ketiga merupakan kelanjutan dari lintasan kedua dengan kedua
dengan sudut yang tetap. Pada umumnya lintasan ketiga dan pertama
mempunyai pertambahan sudut (build up rate) yang tetap.
Gambar 3.23.
Simple Tangent Build Curve
yang menjadi sasaran dari posisi bagian horizontal yang harus dicapai.
Keberhasilan pencapai titik target sering disebut dengan teloransi, sebenarnya
teloransi didefenisikan sebagai kemampuan menempatkan bagian horizontal pada
koordinat yang telah ditentukan dengan kemiringan tertentu.
Gambar 3.24.
Complex Tangent Build Curve
Tipe target horizontal dalam penentuan zone target secara umum dapat
dikategorikan menjadi tiga tipe, yaitu :
1. Defined Vertical Depth adalah sumur dengan bagian horizontal benar-benar
vertikal (90 0 ) dari sumbu tegak.
2. Defined Structural adalah sumur dengan target horizontal yang mempunyai
sudut mengikuti/sejajar dengan kemiringan struktur lapisan reservoir yang
ditembus.
3. Slant Hole adalah sumur horizontal yang menembus formasi target dengan
sudut kemiringan tinggi.
Pemilihan tipe-tipe target ini sangat dipengaruhi oleh kondisi/kedudukan
kemiringan formasi, batas WOC, sehingga dapat memperkirakan daerah-daerah
yang perlu diisolasi.
3.4.4. Prinsip Pembelokan
Pembelokan lubang bor dalam pemboran horizontal dilakukan dengan
besar sudut kemiringan dan arah tertentu sesuai dengan tipe pemboran horizontal
yang dipilih. Pembelokan lubang bor dimulai dari KOP hingga target arah yang
diinginkan (EOC / End Off Curvature), pembelokan arah diusahakan agar tidak
70
Gambar 3.25.
Prinsip Dasar Pembelokan Arah Lubang Bor
71
Gambar 3.26.
Prinsip Dasar Pembelokan Arah Lubang Bor
pembebanan yang cukup berat pada drill stem. Stabilizer akan menjadi tumpuan
berat seluruh peralatan di atasnya, maka ketika mendapatkan pembebanan
stabilizer memberikan efek menggeser ke arah bit dan setiap penekanan
senantiasa akan memperbesar sudut kemiringan. Penambahan besar sudut
kemiringan dapat diatur dengan mengubah-ubah ukuran stabilizer dan besar
pembebanan tanpa mengubah letak/poisisi stabilizer pada sudut pemboran.
3.4.4.3. Prinsip Stabilisasi
Prinsip stabilisasi ini dimaksudkan untuk menjaga sudut kemiringan yang
telah tercapai, hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyusun BHA sekekar
mungkin, sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pengaruh
pembebanan dan perubahan titik tangensial.
Gambar 3.27.
Prinsip Pendulum
73
Gambar 3.28.
Prinsip Fulcrum
Prinsip-prinsip pembelokan diatas sering dilakukan untuk bagian
pertambahan, penurunan dan mempertahankan sudut yang dipasang bersama-
sama dengan alat MWD. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengaturan sudut
kemiringan adalah besar WOB, RPM dan faktor hidrolika pada bit. WOB yang
terlalu besar akan memperbesar sudut kemiringan, sedangkan RPM dan hidrolika
yang terlalu besar akan mengakibatkan pembesaran lubang (wash out), sehingga
sudut kemiringan mengecil.
Gambar 3.29.
Prinsip Stabilisasi
survey MWD. Alat pembelok pertama biasanya digunakan wipstock atau bent sub
dengan down hole motornya, setelah itu diperoleh pilot lubang bor yang sesuai
dengan lintasan lubang bor (drilling path) kemudian pemboran dilanjutkan
dengan menggunakan BHA yang sesuai dengan pertambahan sudut yang
diinginkan. Susunan BHA dapat terdiri dari dari bit reamer, peralatan survey,
short drillcollar, drill collar, non magnetik drill collar, down hole motor, bent sub,
heavy weight drill pipe (HWDP), jars, rebel tool dan sebagainya.
Posisi motor dan stabilizer serta bent housing akan memberikan efek
terhadap pertambahan sudut pada pembelokkan lubang sumur.
Gambar 3.30.
Three Point Curvature
Gambar 4.31.
Geometry Type 1 Motor
Dimana :
B’ = X ……………………………………………………………(4-2)
B’ = Sudut equivalen pada stabiliser pertama, Deg
X = Sudut Bent Housing, Deg
A = Jarak antara bit-bent housing, ft
B = Jarak stabilizer 1dan 2, ft
L1 = A, ft
L2 = B, ft
2. Geometry Type 2 Motor
Dasar geometri 2 motor sama dengan geometry 1 motor, perbedaannya
hanya pada posisi stabilizer yang pertama.
Dimana :
C
B’ = X …………………………………………………….(4-3)
B C
Gambar 3.32.
Geometry Type 2 Motor
Gambar 3.33.
Geometry Type 3 Motor
Dimana :
D C D
B’ = X Y …………….……………………(4-4)
C D B C D
B’ = Sudut equivalen pada stabilizer pertama, Deg
X = Sudut bent housing, Deg
Y = Sudut Bent Sub, Deg
A = Jarak antara bit-stabilizer pertama, ft
B = Jarak stabilizer pertama dengan puncak bent housing,ft
C = Jarak puncak bent housing dengan puncak bent su, ft
D = Jarak puncak bent sub dengan stabiliser kedua, ft
L1 = A, ft
L2 = B + C + D, ft
77
E D E A
B’ = Z Y X ……..……………(4-5)
E D C D E A B
Dimana :
B’ = Sudut equivalen pada stabilizer pertama, deg
X = Sudut kemiringan drive bushing, Deg
Y = Sudut bent housing, Deg
Z = Sudut bent sub, Deg
A = Jarak antara bit-stabilizer pertama, ft
B = Jarak drive berat dengan stabilizer pertama, ft
C = Jarak stabiliser pertama dengan puncak bent housing, ft
D = Jarak puncak bent housing dengan puncak bent sub, ft.
E = Jarak puncak bent sub dengan stabilizer kedua, ft
L1 = A + B, ft
L2 = C + D + E, ft
Gambar 3.34.
Geometry Type 4 Motor
3.5. Perencanaan Drill String
78
Gambar 3.35
Pipa Tergantung di Udara
Tension pada setiap titik adalah merupakan berat dari pada pipa yang ada di
bawahnya dan karena tergantung bebas maka tidak terdapat axial stress pada
bagian terbawah pipa. Tanda (-) dan (+) menunjukkan pengaruh gaya-gaya
tersebut terdapat kecenderungan untuk melengkung (buckling tendency), minus (-)
artinya memperkecil sedangkan (+) plus sebaliknya. Kondisi yang berbeda
ditemui apabila string tergantung pada fluida pemboran (lumpur). Apabila string
tergantung pada fluida pemboran, maka terjadi gaya buoyancy akibat tekanan
hidrostatis lumpur. Adanya gaya ini akan menyebabkan berat pipa yang harus
ditahan ketika pipa dirun kedalam fluida lebih kecil dari pipa tergantung di udara,
gradien tekanan udara dapat diabaikan. Buoyancy adalah gaya yang
mengusahakan obyek tenggelam menjadi mengapung.
3.5.2. Peralatan Bottom Hole Assembly
Peralatan – peralatan yang umum digunakan dalam pemboran horizontal
yang menyusun Bottom Hole Assembly (BHA) terus berkembang seiring kemajuan
teknologi. Adapun peralatan-peralatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Down Hole Motor
Down Hole Motor adalah motor yang digunakan untuk menggerakan
(memutar) bit. Pemakaian motor ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain :
mengurangi daya di permukaan, mengurangi ketergantungan operator terhadap
karakteristik mekanis rangkaian drill string dan penggunaannya relatif ekonomis
dibandingkan dengan pemboran konvensional. Down hole motor menawarkan
pilihan untuk melakukan pemboran dengan cara memutar (rotary) tradisional atau
dengan cara men-sliding (meluncur) yaitu dimana lubang bor mengikuti arah bent
housing pada motor.
Penggerak utama dari motor ini adalah aliran fluida lumpur pemboran
yang dipompakan dari permukaan menuju motor melalui drill string. Aliran
lumpur tersebut menggerakan mekanisme motor. Berdasarkan mekanismenya,
down hole motor dibagi menjadi dua jenis, yaitu : turbine motor dan Positive
Displacement Motor (PDM).
2. Steerable System
80
Gambar 3.36.
Konfigurasi Bent Mud Motor
Motor dengan sudut tilt rendah (Gambar 3.36 yang terletak di tengah)
dinamakan motor angle hold dan dapat digunakan pada cara rotasi dan juga ketika
cara sliding. Motor angle hold digunakan untuk mengebor lubang yang kurang
bersudut, seperti bagian lubang horizontal dimana tujuannya untuk mengebor
lubang pada sudut kemiringan yang dipertahankan sebesar 900. Motor jenis ini
81
juga dapat untuk membuat lintasan berbentuk kurva jika BUR yang diinginkan
masih dalam kemampuannya.
Double-tilted universal (DTU) joint akan memperkecil eksentrik pahat
untuk suatu total sudut tilt tertentu (). Harga efektif keseluruhan sudut tilt bit
DTU adalah perbedaan antara dua sudut tilt dalam rangkaian (assembly).
Motor yang didesain untuk menghasilkan sudut build dengan cepat biasanya
tidak dapat dirotasi karena tingkat eksentrik-nya yang tinggi. Motor jenis
ini juga dapat dilihat pada (Gambar 3.) yang berada paling kanan yang disebut
motor angle build.
Motor mengebor lebih cepat (ROP tinggi) ketika dalam mode rotasi
daripada ketika dalam mode sliding karena berputarnya drill string mengatasi
friksi (beban drag) dan memberikan transfer WOB menuju bit.
Terdapat beberapa jenis bent motor yang cocok unuk mengebor lubang
sumur horizontal, yaitu : fixed angle build (FAB), double-tilted universal joint
(DTU), adjustable kick-off (AKO), dan double adjustable (DA).
Menyetir (steering) Bit
Ada dua macam metode yang digunakan untuk merotasi bit, yaitu
menggunakan tenaga dari permukaan (rotary dari permukaan) dan DHM. Di masa
yang lalu, pemutaran dari permukaan selalu dilakukan dengan rotary table, tetapi
dewasa ini sebagian besar peran rotary table telah digantikan oleh top drive off-
shore. Sistem top drive lebih bertenaga karena mampu memutar satu stand DP 90-
ft (daripada memakai 30ft stand DP) dan memudahkan untuk merotasi dan
memompa lumpur sekaligus ketika sedang mencabut rangkaian pipa keluar dari
lubang bor (POOH). Dengan sistem top drive, tenaga dibangkitkan (dihasilkan)
oleh suatu motor yang dipasang pada travelling block menggantikan yang ada di
rotary table.
Suatu BHA rotary tipikal tersusun atas: stabilizer, DC dan peralatan MWD.
Penempatan dan ukuran diameter stabilizer akan mengontrol inklinasi (sudut
deviasi dari lubang vertikal). Dengan memakai down hole adjustable stabilizer,
rangkaian dapat dirancang untuk membentuk sudut (build), mempertahankan
(holding) atau mengurangi (dropping). Peralatan ini merupakan solusi yang hemat
untuk mempertahankan inklinasi konstan (lurus) yang disebut interval tangensial.
82
BHA rotary tidak memberikan closed control terhadap azimuth lubang bor,
kontrol ini biasanya tercapai (diperoleh) dengan memakai PDM bent hosing.
Ketika hanya PDM yang dipakai, bit dan bagian motor yang bergerak akan
berputar, bukan rangkaian pipa (drill string) yang berputar. Cara ini disebut mode
slidding (mendorong) karena seluruh sisa rangkaian pipa merosot ke dalam lubang
bor setelah bit.
Dalam mode sliding, inklinasi lubang bor mengikuti arah dari bent
housing pada PDM, yaitu arah dimana toolface bit ditetapkan. Suatu pengukuran
orientasi toolface oleh peralatan MWD memberikan data real-time (dini)
mengenai orientasi bit dan memberikan kemudahan untuk mengontrolnya dari
permukaan. Suatu tipikal pembacaan toolface adalah membaca orientasi bit dalam
derajat ke arah kiri atau kanan dari high side (sisi tinggi) serta puncak lubang bor.
Penyesuaian kecil (minor) sudut toolface dilakukan dengan cara mengubah
besaran WOB yang akan merubah torsi reaktif motor dan akhirnya merubah sudut
orientasi toolface. Perubahan yang besar (major) dilakukan dengan cara
mengangkat rangkaian pipa dari dasar lubang (bottom off) dan mereorientasi
kembali keseluruhan BHA.
Gambar 3.37.
BHA Steerable dalam Horizontal Drilling
83
Gambar 3.38a.
Cara sliding untuk Steerable System
Gambar 3.38b.
Cara sliding untuk Steerable System
sehingga hanya diperlukan satu bent sub untuk berbagai laju pembentuk sudut
yang diinginkan.
Gambar 3.39.
Adjustable Bent Sub dalam Assembly
Gambar 3.40.
85
reamer dua jenis : taper blade reamer dan roller reamer. Taper blade reamer
dipakai untuk mencegah drill string dari key seat lubang bor, membuka formasi
swelling dan menstabilkan drill string. Roller reamers dapat dipakai di dekat bit
atau lebih tinggi pada drill string. Pemakaian roller reamer menghasilkan ROP
yang lebih cepat dan memperpanjang usia bit.
Gambar 3.41.
Adjustable Gauge Stabiliser (AGS) 20)
87
Gambar 3.42.
Reamer 20)
6. Jar
Peralatan mekanis ini umumnya dipasang pada BHA untuk membebaskan
rangkaian yang terjepit. Ketika suatu tension yang diset sebelumnya tercapai,
maka jar secara otomatis akan melepaskan mekanisme palu (hammer). Pengaruh
balik akan memumukul rangkaian untuk lepas. Jar dapat dipasang untuk
mendorong rangkaian lepas ke atas atau ke bawah.
Sperry sun mengeluarkan produk mekanikal jar yang dipakai untuk
menghindari pipa terjepit sehingga menghindari operasi pemancingan (fishing).
Jar ini dapat dioperasikan dengan arah atas maupun bawah, dimana mengaktifkan
proses pelepasan dengan cara memberikan beban tensional untuk ke arah atas dan
memberikan beban kompresif ke arah bawah.
Gambar 3.43.
Drilling Jar 20)
utama DC adalah untuk memberikan berat pada bit (WOB) dan untuk memberikan
kekakuan (rigidity dan stiffness) atau flexibilitas bit.
a. Fluted atau Spiral DC
Sama seperti DC biasa, perbedaanya adalah di sekeliling dindingnya
mempunyai saluran spiral. Fungsi jenis ini adalah untuk mengurangi luas bidang
kontak atau sentuh antara dinding lubang bor dengan BHA, memberikan saluran
untuk aliran lumpur pemboran serta untuk menghindari kemungkinan terjadinya
wall sticking.
b. Non-Magnetic DC (Monel)
Sering disebut dengan monel DC, hal ini disebabkan monel sering terbuat
dari stainless-steel. Monel ini terbuat dari 70% nikel dan 30% tembaga. Fungsi
monel adalah sebagai tempat menempatkan peralatan survey sehingga dengan
memakai monel DC akan menghasilkan informasi survey yang tidak mengalami
gangguan interferensi dari magnet bumi.
c. Pony DC
Jenis ini memiliki dimensi yang lebih pendek dari DC standar dan terbuat
dari bahan reguler atau non magnetic, berfungsi untuk memberikan jarak tertentu
antara peralatan-peralatan pengukuran dalam monel DC dengan peralatan lainnya.
Dengan ditambahkannya pony DC maka peralatan lain dapat dipasang pada jarak
yang tepat terhadap bit.
89
Gambar 3.44.
Drilling Tool
Ukuran diameter drill collar ditentukan berdasarkan diameter lubang bor
yang sedang atau akan dibor, sebagai pendekatan dapat menggunakan Tabel IV-2
guna menentukan diameter DC yang sesuai dengan ukuran lubang bor.
Tabel III-2
Ukuran DC terhadap diameter lubang bor 20)
9. Bit
Bit standar tricone dan PDC (polycristaline diamond compact) umum
dipakai pada sumur-sumur horizontal. Bit PDC menguntungkan untuk sumur
horizontal karena memiliki usia lebih panjang serta menjadikannya lebih
ekonomis pada formasi shale. Meskipun demikian, ke-brittle-annya (keras tapi
mudah pecah) membuatnya kurang cocok pada formasi yang lebih keras
(berpasir). Bit PDC juga atraktif untuk dipakai karena kurang memiliki bagian
yang berputar (bergerak), sehinggga menghilangkan resiko untuk hilang cone
(kerucut). Karena PDC cenderung untuk menghasilkan torsi reaktif yang tinggi
pada PDM, maka bit ini akan mudah terpengaruh untuk melenceng lintasan dari
arah setting tool face yang direncanakan yang tejadi lebih cepat daripada memakai
tricone bit. Bit roller cone memiliki kecenderungan untuk walking, biasanya ke
arah kanan, arah dari rotasi rangkaian pipa. Bit rolling-cone sering
dikombinasikan dengan motor kecepatan rendah dan menengah, contoh untuk
rotary speed sebesar kurang dari 200 rpm.
Gambar 3.45.
Bit Polycristalline Diamond Compact (PDC)
91
Gambar 3.46.
Skematik Sistem MWD 18)
Transducer tersebut akan mengubah pulsa-pulsa lumpur menjadi sinyal-
sinyal listrik (elektrik) dan kemudian dikirimkan ke komputer permukaan.
Komputer akan memecahkan kode yang diterima dan menampilkan informasi
yang dikirimkan tersebut (Gambar 3.45.).
3.5.4.1. Penerapan MWD
Kemampuan untuk mendeteksi apa yang sedang terjadi pada pahat (drill
bit) seperti kondisi sesungguhnya akan meningkatkan keefektifan biaya
pemboran. MWD dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk mendapatkan
data secara dini pada lokasi sumur (wellsite) ketika pemboran sedang
berlangsung. Peralatan-peralatan MWD pada awalnya hanya memonitor operasi
pemboran berarah berdasarkan suatu dasar waktu dini (real time basis). Pada
dewasa ini, kemampuan MWD telah diperluas untuk mencakup kemampuan
menilai formasi (formation logging) dan juga meningkatkan efisiensi pemboran.
Operator menggunakan MWD untuk melakukan pengukuran dan
mengontrol arah dengan baik tanpa memakan waktu dan menggunakan survey
wireline single shots konvensional yang mahal. Data yang dibutuhkan untuk
menghitung penyimpangan lintasan (deviasi) dan arah (azimuth) secara otomatis
94
diambil dan dikirimkan setiap saat aliran lumpur berjalan, seperti pada saat setelah
menyambung rangkaian drill pipe.
Suatu keuntungan yang jelas dari pemakaian sistem MWD berarah adalah
kemampuan untuk secara cepat mendeteksi setiap perubahan dari lintasan berarah
lubang bor akibat adanya perubahan pada WOB atau RPM. Variasi yang
berlebihan pada deviasi lubang bor atau azimuth sangat kecil kemungkinannya
untuk tidak dipantau. Pengambilan sampel yang sering dari data berarah juga
dirasakan sangat membantu di dalam mengevaluasi seberapa efektif pahat mampu
untuk mengebor formasi.
Salah satu aplikasi sistem MWD berarah yang paling umum adalah untuk
mengarahkan (mengorientasi) down hole motor atau rangkaian bent sub ketika
akan melakukan perubahan arah lintasan lubang bor. Sensor-sensor yang dipasang
tepat di atas bent sub, melakukan pengukuran-pengukuran ketika pahat mengebor
pada dasar lubang, memberikan masukan informasi bagi directional driller
mengenai besarnya beban torsi yang dialami drill string dengan down hole motor
yang dipakai.
Sistem MWD untuk evaluasi formasi memakai sensor-sensor sinar gamma
dan resistivitas pada BHA untuk mengirimkan data yang berhubungan dengan
lithologi dan sifat-sifat reservoir. Peralatan-peralatan ini memungkinkan logging
(pendataan) lubang bor sebelum terjadi invasi formasi yang signifikan,
pembesaran lubang bor atau terbentuknya mud-cake. Pada beberapa kasus,
kecepatan pengambilan data-data dari alat ini menghasilkan resolusi lapisan
formasi yang lebih baik daripada memakai wireline log conventional.
Sensor-sensor evaluasi formasi MWD mampu menyediakan data-data (log)
ketika sedang melakukan pemboran lubang berarah yang memiliki sudut
kemiringan lintasan tinggi dimana tidak mungkin dilakukan dengan memakai
wireline log. MWD log tidak sepenuhnya untuk menggantikan posisi wireline log.
Efisiensi pemboran sistem MWD meliputi sensor-sensor untuk WOB, TOB
(torque-on-bit), motor RPM dan sensor untuk pemakaian bit. Pada sumur miring
dan lubang vertikal sangat sukar untuk memperkirakan beban aktual yang
diberikan pada pahat, disini kembali kita menemukan suatu aplikasi dari
pemakaian MWD. Suatu penurunan dari laju pemboran (ROP) dapat disebabkan
95
oleh sejumlah faktor yang terjadi di dasar lubang bor, seperti beban drag
(gesekan) antara komponen-komponen drill string dengan dinding lubang bor, bit
bailling dan hidrolika yang tidak mencukupi. Pengukuran-pengukuran WOB dasar
lubang bor dapat membantu dalam diagnosa atau penilaian permasalahan yang
benar.
Gambar 3.47.
Berbagai Konfigurasi Sistem MWD Sperry-sun 18)
3.5.4.2. Data yang dapat diukur oleh MWD
Data yang diukur berupa data geologi dan data teknis lubang bor
(tergantung dari susunan sensor yang dipasang pada peralatan bawah tanah), yang
meliputi :
1. Formation Radioactive (Gamma ray)
Diukur dengan bantuan ruggeddized scintillation detector setiap 27 detik pada
pengeboran biasa dan 54 detik dengan down hole motor.
2. Formation Resistivity (Short Normal)
96
Peralatan jenis ini dapat digunakan pada pengeboran biasa dan pengeboran
dengan down hole motor tanpa diperlukan pengarahan lubang bor. Dari
perekaman, alat ini akan menghasilkan data :
- Formation radioactivity
- Formation resistivity
- Suhu annulus (annular temperatur)
- Torsi di pahat (downhole torque)
- Beban pahat di dasar (downhole weight on bit)
- Sudut kemiringan lubang (hole deviation)
- Arah lubang (azimuth)
2. Peralatan jenis lain dipergunakan apabila pengarahan alat pembelok
(deflection tool/ tool face) harus dilakukan terus menerus. Bent-sub dipasang
di atas down hole motor dan di bawah MWD. Pada penggunaan peralatan ini,
rangkaian pengeboran tidak diputar untuk mencegah kesalahan pengarahan
alat pembelok. Rekaman ini akan menghasilkan data :
- Formation radioaktif
- Magnetic tool face angle
- Gravity tool face angle
- Downhole weight on bit
- Arah lubang (azimuth)
3.5.4.5. Jenis-Jenis Sistem MWD
Terdapat tiga jenis sistem transimisi MWD yang tersedia secara
konvensional, kesemuanya memakai kolom lumpur sebagai media pengiriman
data ke permukaan sumur.
1. Sistem Pulsa Positif
Sistem ini memakai suatu katup jenis celup (plunger type valve) yang sering
merintangi atau menghalangi aliran lumpur sehingga menciptakan suatu pulsa
tekanan transient positif.
2. Sistem Pulsa Negatif
Sistem ini menggunakan suatu katup yang sering melepaskan suatu porsi
(bagian) aliran lumpur menuju anulus lubang bor yang menghasilkan suatu
transient pulsa tekanan negatif.
98
untuk meneruskan WOB dengan aman dari susunan paling atas (upper) rangkaian
pipa hingga bagian lubang horizontal, sekaligus memperkecil beban keseluruhan
rangkaian pipa dan beban drag yang lebih tinggi.
Untuk bagian lubang horizontal yang pendek (short radius), HWDP
umumnya merupakan pilihan yang optimum karena dirancang untuk menahan
beban kompresif dan mampu untuk meneruskan (transmit) beban aksial yang
sangat tinggi tanpa terjadi buckling.
Ketika lubang horizontal diperpanjang, beratan HWDP mungkin dapat
menjadi suatu pembatas panjang lubang bor karena beban drag keseluruhan drill
string meningkat ketika lubang horizontal diperpanjang. Pada suatu titik,
pemakaian DP standar haruslah dipertimbangkan sebagai cara untuk memperkecil
beban pick-up/drag keseluruhan. Untuk lubang horizontal yang menerapkan KOP
dalam (deep) dan build curve yang cukup kompak, dimungkinkan untuk
memperkirakan beban torsi dan beban drag dengan memakai beberapa pendekatan
yang cukup sederhana.
3.5.5.1. Beban Torsi
Beban torsi atau puntir terjadi karena putaran drill string mendapat
perlawanan gaya (gaya reaksi) dari formasi akibat persentuhan atau kontak.
Besarnya beban torsi yang terjadi pada rangkaian pemboran dipakai untuk
menentukan besarnya daya yang akan disediakan untuk memutar rotary table atau
top drive di permukaan.
Kemampuan menahan puntiran pada bagian pipa paling tipis, tool joint
dan kemampuan rotary table atau top drive untuk memutar drill string menjadi
pembatas dalam mendesain lintasan lubang bor yang diinginkan. Untuk
menghitung beban torsi/puntir yang dapat diterima oleh rangkaian pipa pada
kondisi tensile atau tertarik adalah:
0.5
0.096167 xI Tc 2
T= Y
2 ..……..…………………………………(4-
OD A2
6)
I =
32
OD 2 ID2 …………………..………………………………..(4-
7)
100
Dimana :
T = Torsi minimum @ minimum tension (tertarik), lb-ft
I = Momen inersia polar, in4
OD = Diameter luar, inch
ID = Diameter dalam, inch
Y = Yield strength minimum, psi
Tc = Beban tensile
A = Luas permukaan pipa, in2
Gambar 3.48.
Model penyebab beban torsi dan beban drag 20)
Pada prinsipnya beban torsi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut :
.ODtj.Fc
T= ..………………………..……………………………..(4-
24
8)
Dimana :
T = Torsi, lb-ft
= Koefisien fraksi
Fc = Gaya kontak lateral, lb/ft
ODtj = Diameter luar tool joint pipa, inch
Untuk lubang melengkung (curve hole), gaya kontak lateral dihitung dengan
menggunakan persamaan :
101
0.5
F .B
2
F .B
2
Fc = A v Wm .Sin A L ..…………..……………….(4-
5730 5730
9)
Dimana :
Fc = Gaya kontak lateral, lb/ft
FA = Beban aksial (+ beban tensile), lbs
Bv = Vertical build curve, 0/100 ft
BL = Lateral build curve, 0/100 ft = (Bt2 – Bv2)0.5
Bt = Total dogleg curvature, 0/100 ft
Wm = Gaya apung pada pipa, lb/ft
= Sudut inklinasi, derajat
Torsi untuk memutar rangkaian pipa di build section 900, tergantung dari besaran
gaya aksial pada EOC. Ketika mengebor lubang horizontal menggunakan putaran
(rotasi) dari permukaan, maka gaya aksial di EOC = WOB.
Untuk K negatif :
OD.Wm.R
TB ...…………..………………………………………(4-
72
13)
Untuk K positif :
OD.Wm.R OD
TB (WOB 0.33.Wm.R) ……….…………….....(4-
72 46
14)
Dimana :
T = Torsi friksi pada lubang miring, lbf-ft
TH = Torsi friksi pada lubang horizontal, lbf-ft
TB = Torsi friksi pada lubang pertambahan sudut, lbf-ft
OD = Diameter luar tool joint atau collar, inch
L = Panjang pipa yang bersentuhan dengan dinding sumur, ft
= Koefisien friksi (diasumsikan 0.33)
= Sudut kemiringan, derajat
WOB = Weight on Bit, lb
103
K = Konstanta perhitungan, lb
Wm = Berat pipa dalam lumpur, lb/ft
R = Jari-jari bagian pertambahan sudut, ft = (5730/BUR)
Gambar 3.49.
Model Tensile dan Compressive Drag 20)
104
Semakin berat rangkaian pipa yang terletak pada dinding sumur maka
semakin besar beban drag yang harus dihadapi. Secara teknis beban drag yang
besar sangat merugikan karena memberikan hook load yang tinggi saat hoisting
drill string dan tekanan yang tinggi sangat lowering drill string. Untuk itu
diperlukan usaha-usaha untuk meminimalisasi friksi yang terjadi. Salah satu cara
adalah dengan mendesain lintasan lubang bor yang tepat agar daerah kontak
antara drill string dengan dinding lubang bor minimal, atau dengan cara
memperbaiki desain sistem lumpur sehingga diperoleh kemampuan pelumasan
dan pengangkatan cutting yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan
terjepitnya pipa.
Toleransi maksimum beban drag yang terjadi pada rangkaian pipa, tool
joint dan peralatan penyambung lainnya adalah untuk menahan beban drag
tersebut. Sedangkan besarnya beban drag yang terjadi akan menentukan besarnya
daya yang harus disediakan di permukaan yang diperlukan untuk mengangkat,
menurunkan, dan menahan rangkaian pipa.
Maka beban kompresif drag yang terjadi di segmen lubang build-up adalah :
105
Bila K negatif :
DB = 0.40.Wm.R ………………………..….………………………(4-18)
Bila K positif :
DB = 0.25.Wm.R + 0.69 FA .……………………………………….(4-19)
Maka beban tensile drag atau pick-up drag pada segmen lubang pertambahan
sudut adalah :
Bila K negatif :
Wm.R
DB .…………………….....………………………..........(4-21)
3
Bila K positif :
D B = 0.69.FA- 0.25 Wm.R ………………………………………..(4-22)
Dimana :
D = Beban drag pada lubang miring, lbf
DH = Beban drag pada lubang horizontal, lbf
DB = Beban drag pada fase lubang bor build curve, lbf
Wm = Berat pipa dalam lumpur, lbf/ft
L = Panjang pipa yang bersentuhan dengan dinding lubang bor, ft
= Koefisien friksi (diasumsikan 0.33)
= Sudut kemiringan, derajat
FA = Beban kompresi pada EOC, lb
R = Jari-jari build curve, ft
106
0.5
BF (OD 2 ID 2 ) sin
BL = 1.617 ...............................................(4-23)
H OD
Dimana :
BL = Beban minimum penyebab tertekuknya pipa, (lbs)
BF = Gaya apung, (Psi)
Ø = Sudut kemiringan lubang, (derajat)
OD = Diameter lubang pipa,(inch)
ID = Diameter dalam pipa,(inch)
H = Diameter lubang (bukan ukuran bit), (inch)
Berikut ini merupakan persamaan lain yang dikembangkan untuk
menentukan besar axial load yang dapat menyebabkan pipa melengkung pada
lubang lurus.
107
pipa bor. Titik awal mulai terbentuknya sinusoidal buckling bukanlah batas masih
mampunya pipa bor didorong lebih jauh ke dalam lubang bor.
Jika pemberian beban terus dilakukan, maka suatu saat akan melampui
batas beban helical buckling kritis sehingga akan terjadi helical buckling. Bentuk
helix (spiral) hanya terjadi pada bagian pipa bor dimana beban aksialnya melebihi
helical buckling load. Helical buckling juga tidak membahayakan pipa bor.
Bentuk helix akan berganti arah untuk suatu periode yang lebih pendek daripada
simusoidal buckling. Helical buckling menyebabkan tambahan gaya kontak antara
pipa bor dengan dinding lubang bor yang mengakibatkan peningkatan gaya gesek.
Gambar 3.50.
Buckling pada sumur Horizontal 20)
Setelah terjadinya helical buckling, beban yang diperlukan untuk
mendorong pipa bor masuk ke bagian lubang horizontal meningkat dengan tajam,
sampai suatu saat pipa bor tidak mampu lagi didorong meskipun diberikan
tambahan beban di permukaan (slack off). Kondisi seperti ini disebut terkunci
(lock-up). Pada banyak kasus, tidak terjadi sesuatu yang membahayakan pipa bor
pada saat terjadi lock-up. Hanya pada suatu kasus tertentu, yaitu apabila beban
yang diberikan melebihi ultimate strength dari pipa bor, maka pipa bor dapat
109
putus. Lock-up adalah batas penetrasi pipa bor pada sumur horizontal akibat friksi
yang semakin meningkat sehingga pipa bor akan berhenti bergerak (terkunci).
Semua jenis buckling sangat sensitif terhadap ukuran lubang bor relatif terhadap
ukuran pipa bor dan friksi antar pipa bor dengan lubang
Gambar 3.51.
Sinusoidal dan Helical Buckling 18)
Perhitungan diawali dari bagian paling bawah dari drill string dan secara
bertahap hingga ke permukaan. Masing-masing segmen drill string memberikan
tambahan beban aksial dan torsi pada segmen di atasnya sehingga perhitungan
dilakukan secara kumulatif hingga ke titik teratas dari drill string. Besarnya gaya
normal dapat ditentukan dengan memakai persamaan berikut :
dimana :
Fn = Gaya normal yang bekerja pada elemen pipa, lbf
Ft = Gaya tension aksial pada ujung bawah setiap segmen, lbf
Ft = Peningkatan tension pada elemen pipa, lbf
W = Berat drill string dalam lumpur, lbf
= Perbedaan sudut azimuth pada setiap panjang elemen pipa, 0
= Perbedaan sudut azimuth pada setiap panjang elemen pipa, 0
= Sudut inklinasi rata-rata dari segmen pipa, 0
= Koefisien friksi
M = Peningkatan torsi pada setiap segmen elemen pipa, ft-lbf
r = Jari-jari segmen pipa (OD, inch/2), ft
Tanda positif dipakai saat penarikan drill string, karena arah penarikan
melawan arah gerakan drill string sehingga beban tension membesar, sedangkan
tanda negatif diterapkan saat menurunkan drill string. Untuk mendapatkan
tension maksimum pada bagian paling atas drill pipe, maka harga kumulatif
111
tension yang dihitung dengan persamaan di atas, harus ditambahkan lagi dengan
beban yang tergantung dari permukaan hingga KOP, yaitu :
Ft = DKOP x W ..….…………………………………………………..(4-31)
Pressure
Gambar 3.52.
Beban Collapse Pada Drill String17)
Pressure
Gambar 3.53.
Beban Bursting Dikontrol Tekanan Permukaan17)
2R
B = J L Tan (57.3 L ) L …………………....………………..(4-
4J 4J
42)
Dimana:
B = Max. Build rate yang dapat dilakukan (0/100 ft)
R = Radial clearance tool joint dengan pipa (in)
L = Panjang joint pipa (in)
113
(EI) 0,5
J =
7
E = Modulus Young (30 x 106) untuk Baja
I = Moment Inersia pipa (in4)
(OD 2 ID 2 )
= As
16
As = Luas penampang pipa (in2)
F = Beban kompresi pada pipa (lbs)
OD = Diameter luas pipa (in)
ID = Diameter dalam pipa (in)
ODTJ = Diameter luar total joint (in)
Sehingga ada load maksimum yang diijinkan pada pipa yang sudah tertekuk
dalam lubang vertikal, yang dapat dihitung dengan menggunakan:
0.5
I Wa (65,5 - MW)
F = 957 ……………………...……………..(4-
Dh - Dtj
43)
Dengan:
F = Beban maksimum pada lubang vertikal, lbs
I = Moment inersia pipa, in4
As (OD 2 ID 2 )
=
16
OD = Diameter luar pipa, in
ID = Diameter dalam pipa, in
Wa = Berat pipa di udara, lb/ft
MW = Desitas lumpur yang digunakan, ppg
Dh = Diameter lubang pemboran, in
Dtj = Diameter tool joint, in
114
Gambar 3.54.
Pipe Body Contact17)
3.5.6.1. Drill String Dari 0 – KOP
Susunan rangkaian drill string yang umum digunakan untuk membor
bagian vertikal yaitu dari permukaan sampai sebelum titik belok (KOP) adalah:
Bit – DC – DP - ….. dst.
Apabila formasi yang dibor lunak, maka dianjurkan hal-hal di bawah ini:
a. WOB rendah
b. RPM tinggi
c. RPM dan Rate pemompaan dinaikkan sehingga sirkulasi lumpur lebih
cepat
3.5.6.2. Drill String Tahap Build Up Curve
Rangkaian drill string yang umum digunakan untuk pembentukan sudut
adalah: Bit – Dyna Drill – Bent Sub – KMC – DC – HWDP – DP - ….dst.
Sedangkan penempatan stabilizer harus selalu ditempatkan di dekat bit. Adanya
beban pada bit menyebabkan bagian drill colar di atas stabilizer membelok
dengan kemiringan tertentu. Build Up Rate ini sangat tergantung kepada WOB,
posisi stabilizer dan ukuran drill collar.
Rangkaian drill string yang umumnya digunakan pada build up section ini adalah:
Bit – Stab – Bent Sub – MWD Pulser Collar – Moleshoe Sub – Non Magnetic
– KMC – Stab - …..dst
B. Tipe Medium Radius Sistem
Bit – Bent Sub/Bent Housing – Stab – MWD – CSDP – Spiral DC – HWDP –
DP - ….. dst.
C. Tipe Short Radius Sistem
Bit – Stab Bearing Ass – Double Tilted U Joint Housing – Motor Section –
Bypass valve – Orientation/latchdown Sub - …. dst.
D. Tipe Ultra Short Radius Sistem
Bit – Sealed Trust Bearing Ass – Stab – Lower Tilt Sub – Upper Tilt Sub Ass –
Power Section Low, Medium or Hight Speed – Dump Sub – Stab – Short Flex
NMDC – Jars – Cross Over Sub – WHDP – DP - … dst.
Untuk perubahan sudut build up yang besar, maka dianjurkan hal-hal di bawah
ini:
a. WOB tinggi
b. Ukuran Monel Drill Collar kecil
c. RPM dan rate pemompaan kecil apabila formasi lunak
Sedangkan untuk perubahan sudut build up yang kecil, dianjurkan hal-hal sebagai
berikut:
a. WOB kecil
b. Ukuran Monel Drill Collar besar
c. Tematkan stabilizer pada puncak Monel drill collar
d. Tambahkan jarak bit dengan stabilizer
e. Tambahkan RPM dan Rate pemimpaan pada formasi lunak
3.5.6.3. Drill String untuk bagian tangent
Pada kasus ini sangat sukar menentukan tangent drill string yang dapat
sekaligus mengatur atau mempertahankan kemiringan dan arah lubang bor.
Umumnya persoalan yang terbesar adalah di dalam mengontrol sudut arah, sedang
mengontrol sudut kemiringan lebih mudah. Umumnya tangen section ini dibor
dengan sistim rotary karena akan menghemat biaya. Drill string yang umum
digunakan adalah sebagai berikut: Bit – Stabilized Straight Assembly (Under
Gauge Stab)–Flex DP – DP -… dst.
116
Gambar 3.55.
Contoh Alat Survey dan Prinsip Kerjanya 20)
Gambar 3.56.
Cara pembacaan hasil pengukuran alat survey 20)
3.6.2. Metode Survey
Setelah drilling planning dibuat dan telah dilaksanakan maka dalam
pengoperasiannya setiap kedalaman tertentu dilakukan pengukuran sudut
kemiringan dan arah lubang bor.
Bila titik-titik survey tersebut terjadi penyimpangan maka lubang bor
diarahkan kembali ke arah yang telah ditetapkan. Beberapa metode yang dapat
menentukan koordinat titik survey tersebut. Dalam perhitungannya didasarkan
118
pengukuran ke dalam sumur, perubahan sudut arah dicatat oleh alat survey.
Metode-metode perhitungan tersebut adalah :
1. Metode Tangensial
Prinsip dari metode ini adalah menggunakan sudut inklinasi dan azimuth dari titik
awal interval untuk menghitung vertical depth, daparture dan posisi.
Gambar 3.57.
Tangential Methode 20)
2. Metode Balanced Tangential Method
Metode ini membagi dua interval dimana untuk bagian atas interval
digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik awal interval dan untuk bagian
bawah interval digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada ititk akhir interval.
119
Gambar 3.58.
Balanced Tangential Method 20)