Anda di halaman 1dari 76

44

BAB III PERENCANAAN PEMBORAN SUMUR HORIZONTAL

3.1. Maksud dan Tujuan Pemboran Sumur Horizontal


3.2. Alasan Dilakukan Pemboran Sumur Horizontal
3.2.1. Alasan Geografi
3.2.2. Alasan Geologi
3.2.3. Pertimbangan Ekonomi
3.3. Tipe Pemboran Sumur Horizontal
3.3.1. Long Radius System
3.3.1. Medium Radius System
3.3.2. Short Radius System
3.3.3. Ultra-Short-Radius System
3.4. Perencanaan Desain Pembelokan
3.4.1. Tujuan Perencanaan Desain Pembelokan
3.4.2. Penentuan Lokasi Kick Off Point (KOP)
3.4.2.1. Kondisi Lokasi KOP
3.4.2.2. Kedalaman dan Target
3.4.2.3. Kemampuan Peralatan
3.4.3. Tipe Lintasan Pemboran Horizontal
3.4.3.1. Single Build Curve
3.4.3.2. Ideal Build Curve
3.4.3.3. Simple Tangen Build Curve
3.4.3.4. Complex Tangent Build Curve
3.4.4. Prinsip Pembelokan
3.4.4.1. Prinsip Pendulum
3.4.4.2. Prinsip Fulcrum
3.4.4.3. Prinsip Stabilisasi
3.4.5. Susunan Peralatan Pembelokan dan Survei
3.5. Perencanaan Drill String
3.5.1. Mekanika Drill String
3.5.2. Peralatan Bottom Hole Assembly
3.5.3. Cara Pembelokan
3.5.3.1. Cara Konventional
3.5.3.2. Cara Steerable Motor
3.5.4. Measurement While Drilling (MWD)
3.5.4.1. Penerapan MWD
3.5.4.2. Data yang dapat diukur oleh MWD
3.5.4.3. Elemen-Elemen MWD
3.5.4.4. Jenis- Jenis Peralatan MWD
3.5.4.5. Jenis-Jenis Sistem MWD
3.5.5. Evaluasi Pembebanan Pada Rangkaian Bottom Hole Assembly (BHA)
3.5.5.1. Beban Torsi
3.5.5.2. Beban Drag
3.5.5.3. Beban Buckling
3.5.5.4. Beban Tension
3.5.6. Perencanaan Drill String
3.5.6.1. Drill String Dari 0 – KOP
45

3.5.6.2. Drill String Tahap Build Up Curve


3.5.6.3. Drill String untuk bagian tangent
3.5.6.4. Drill String Pada Bagian Horizontal
3.6. Monitoring dan Survey
3.6.1. Peralatan Survey
3.6.2. Metode Survey
46

BAB III
PERENCANAAN PEMBORAN SUMUR HORIZONTAL

Pemboran merupakan suatu cara untuk membuat lubang antara reservoir


dengan suatu permukaan sehingga diharapkan migas dapat mengalir ke
permukaan. Teknik pemboran mengalami perkembangan yang cukup pesat bila
dibandingkan dengan pemboran yang pertama kali dilakukan, sesuai dengan
perkembangan teknologi. Pemboran telah dioperasikan dalam berbagai cara saat
ini, baik dengan Pemboran Vertikal (Vertical Drilling), Pemboran Miring
(Directional Drilling) sampai pada Pemboran Horizontal (Horizontal Drilling).
Sumur horizontal adalah suatu sumur yang dibor sejajar/ pararel dengan
lapisan reservoir. Banyak kelebihan aplikasi sumur horizontal yang dapat
diperoleh dibanding sumur vertikal, yaitu terutama peningkatan perolehan minyak
dan percepatan perolehan. Dari beberapa literatur dilaporkan bahwa beberapa
lapangan marginal telah dikembangkan dan terbukti berhasil secara ekonomis.
Pemboran horizontal sebenarnya merupakan pengembangan dari teknik
pemboran miring. Di dalam pemboran horizontal, lubang bor diupayakan agar
mempunyai panjang penembusan zona produktif yang lebih besar dan laju
pertambahan sudut yang lebih tinggi dibandingkan dengan pemboran miring.

3.1. Maksud dan Tujuan Pemboran Sumur Horizontal


Sesuai dengan sasaran pemboran horizontal, yaitu untuk memperpanjang
zona produktif, atau dengan kata lain untuk memperluas daerah pengurasan suatu
sumur, maka tujuan pemboran horizontal itu sebagai berikut :
a) Meningkatkan laju produksi sumur
b) Meningkatkan recovery sumur
c) Membuat reservoir yang sudah tidak ekonomis bila dikembangkan
dengan pemboran tegak, menjadi ekonomis kembali bila dikembangkan
dengan pemboran horizontal.
d) Memperkecil terjadinya “water and gas coning”
47

Gambar 3.1.
Pemboran Horizontal Bila Reservoir
Dibawah Kota Yang Padat Penduduknya18

Gambar 3.1.
Skema Pemboran Horizontal

3.2. Alasan Dilakukan Pemboran Sumur Horizontal


Dalam pemboran suatu formasi, seharusnya selalu diinginkan lubang yang
vertikal, karena dengan lubang yang vertikal kecuali operasinya lebih mudah, juga
umumnya biaya lebih murah dari pada pemboran horizontal. Jadi pemboran
horizontal hanya dilakukan karena faktor-faktor sebagai berikut :
a) Alasan Geografi
b) Alasan Geologi
c) Pertimbangan Ekonomi
3.2.1. Alasan Geografi
Pemboran terarah di sini dilakukan apabila keadaan di permukaan tidak
memungkinkan untuk mendirikan lokasi pemboran, dengan kata lain tidak dapat
dicapai langsung dengan arah yang tegak, misalnya:
48

a. Reservoir berada di bawah kota yang mempunyai bangunan-bangunan


bersejarah, lalu lintas yang ramai ataupun di bawah lingkungan permukaan
yang padat. Di sini tidak dapat dilakukan pemboran tegak, karena harus
membongkar dan mengganggu aktivitas masyarakat di sekitarnya.
b. Reservoir berada di bawah danau, rawa, ataupun sungai dimana bila dilakukan
straight hole drilling harus dibuatkan platform. Ini sebenarnya tidak perlu
karena masih ada alternatif lain, yaitu dengan melakukan pemboran miring
dari darat yang diarahkan ke reservoir tersebut .
c. Reservoir berada di bawah daerah bertebing terjal yang mana apabila
dilakukan pemboran tegak akan mengalami kesulitan. Maka untuk melakukan
operasi pemborannya dicari tempat yang memungkinkan dibuat lokasi dan
pemboran diarahkan ke reservoirnya.

Gambar 3.2.
Pemboran Horizontal Bila Reservoir
Di bawah Kota Yang Padat Penduduknya
49

Gambar 3.3.
Pemboran Horizontal di Bawah Danau

Gambar 3.4.
Pemboran Horizontal Bila Reservoir Di bawah Tebing
Yang Curam Dan Terjal

3.2.2. Alasan Geologi


Dalam melakukan pemboran horizontal alasan geologi juga harus menjadi
pertimbangan. Alasan geologi ini ditinjau dari tiga hal yaitu :
1. Formasi Tipis / rekah Vertikal
50

Pada formasi yang tipis dan memiliki area yang luas maka pemboran
horizontal sangat dimungkinkan untuk memperluas daerah pengurasan,
sehingga akan meningkatkan recovery. Demikian juga bila ditemui reservoir
dengan bentuk rekahan-rekahan vertikal akan lebih menguntungkan bila
dilakukan dengan pemboran horizontal.
2. Adanya patahan
Apabila dilakukan pemboran harus yang melewati zona patahan, maka akan
terjadi :
a. Mud loss, sebab pada zona ini akan terbentuk rekahan-rekahan yang mana
apabila dilakukan pemboran maka lumpur pemboran akan lari dan masuk
ke rekahan ini.
b. Kerugian di kemudian hari apabila patahan ini aktif, walaupun problem
lumpurnya dapat teratasi pada waktu pemboran. Karena patahan aktif akan
menggunting profil lubang sumur. Oleh sebab itu maka perlu dilakukan
pemboran berarah.
3. Adanya lensa-lensa
Bila reservoir terdiri dari beberapa lensa dan diinginkan untuk ditembus
sekaligus maka lubang bor dirancang dan diarahkan untuk menembus lensa-
lensa tersebut

Gambar 3.5.
Reservoir Minyak Dengan Bentuk Rekahan Vertikal18)
51

Gambar 3.6.
Reservoir Minyak Pada Sumur Patahan18)

Gambar 3.7.
Pemboran Horizontal Menembus Reservoir
Yang Terdiri Dari Beberapa Lensa18)

3.2.3. Pertimbangan Ekonomi


Beberapa alasan ekonomi yang menyebabkan dilakukannya pemboran
berarah adalah sebagai berikut :
52

1. Bila reservoir migas terletak di lepas pantai karena biaya untuk sewa platform
sangat mahal maka dipakai sistem cluster dimana dari satu lokasi dibuat
beberapa buah sumur.
2. Menghambat terjadinya water coning.
Dengan melakukan pemboran sumur horizontal, maka akan menghambat
terjadinya laju invasi (terproduksinya) air atau gas dibandingkan dengan
pemboran vertikal.

Gambar 3.8a.
Pemboran Horizontal Di Lepas Pantai (Offshore)18)
53

Gambar 3.8b.
Pemboran Horsontal Di Lepas Pantai (Offshore)

Gambar 3.9.
Water and Gas Coning Pada Sumur Horizontal

3.5. Tipe Pemboran Sumur Horizontal


Berdasarkan besarnya laju pertambahan sudut pada bagian lubang yang
mengalami pertambahan sudut, maka teknik pemboran horizontal dibagi menjadi
empat tipe, yaitu :
1. Long Radius System
2. Medium Radius System
54

3. Short Radius System


4. Ultra Short Radius System

Gambar 3.10a.
Tipe Pemboran Horizontal

Gambar 3.10b.
Tipe Pemboran Horizontal
3.5.1. Long Radius System
Metode ini sering disebut dengan sistem pemboran horizontal
konvensional. Pemboran long radius ini mempunyai laju pertambahan sudut yang
kecil sekali yaitu 20 - 60/100 ft, MD. Pada metode ini diperlukan jarak yang sangat
panjang antara 1500-4500 ft untuk mencapai titik awal bagian lubang yang
horizontal dari KOP. Jarak pemboran atau radius kelengkungan adalah sekitar
1000 – 3000 ft.
55

Kelebihan dari penggunaan sistem long radius adalah:


1. Dapat menghasilkan bagian lubang mendatar yang sangat panjang (> 5000 ft).
2. Peralatan pemboran yang digunakan adalah peralatan yang konvensional
(hampir sama dengan directional drilling).
3. Tingkat dog leg yang tidak terlalu tinggi.
Kekurangan dari penggunaan sistem long radius adalah:
1. Trayek yang harus dikontrol sangat panjang
2. Formasi-formasi di atas target harus ditembus pada jarak yang lebih panjang.
Sumur tipe long radius dibor dengan peralatan yang sama dengan tipe
medium radius, kecuali pada bent-subnya lebih kecil. Sumur long radius ini sering
dibor dengan steerable motor agar pengontrolan arahnya dapat dideteksi dengan
tepat serta diperoleh lengkungan yang baik (smooth). Steerable motor ini adalah
bent housing motor yang diputar untuk pemboran vertikal atau berarah di dalam
pemboran horizontal, sedangkan offset steerable system dengan single bend dan
multiple bend untuk mengarahkan benda.
Sistem peralatan pemboran horizontal tipe long radius system terdiri dari
orientation assembly, flexible drive, dan stabilized straight assembly. Peralatan
pembentukan sudut pada sumur long radius digunakan 10 – 20 bent subs yang
dipasang di atas motor dan untuk mempertahankan sudut digunakan string
stabilizer. Orientation assembly berupa whipstock dengan kemiringan 70 – 90 yang
dipasang pada lokasi KOP. Curve Assembly dan flexible drive pipe merupakan
peralatan utama dalam pembelokkan lubang. Curve assembly mencakup kerangka
luar yang tidak berputar dan mudah melengkung, sedangkan flexible drill pipe
menghubungkan bagian vertikal yang berputar dengan curve assembly, panjang
satu joint 20 ft, berukuran 33/4 “OD, 1” ID atau 41/2” OD, 11/2” ID. Sedangkan
stabilized streigh assembly berfungsi menjaga sudut kemiringan pada bagian
horizontal. Assembly ini merupakan susunan bit, 200-300 ft flexible drive pipe dan
stabilizer
56

Gambar 3.11.
Steerible Motor Design

Gambar 3.12.
Steerible Motor Design
57

Gambar 3.13.
Curve Drilling Assembly10)

Gambar 3.14.
Stabilized Straight Assembly10)
3.5.2. Medium Radius System
Pemboran horizontal tipe ini mempunyai laju pertambahan sudut antara
200 – 750/100 ft, MD. Jarak pemboran atau ekivalen dengan radius kelengkungan
125 – 300 ft, atau dengan jarak pemboran 80 – 450 ft dari KOP. Peralatan
pemboran horizontal tipe ini dimaksudkan untuk menjembatani pemboran
horizontal type long radius dan short radius system.
Kelebihan dari penggunaan sistem medium radius adalah :
1. Penembusan formasi lain di atas target tidak terlalu panjang
2. Kontrol terhadap pemboran lebih baik sebab menggunakan Down Hole Motor
(DHM) dan peralatan steerable.
3. Dapat mencapai panjang lateral sampai 3000 ft.
Peralatan pemboran horizontal tipe medium radius system terdiri dari
HWDP, spirral drill collar, compresive service drill pipe, MWD, dan experiment
tool. HWDP berukuran 3.5” yang berada pada bagian vertikal dapat dijadikan
sebagai cadangan beban untuk WOB. Bagian pembentukan sudut yang besar (250
58

– 1000 ft) pada sumur jenis ini umumnya dibor dengan menggunakan motor yang
terdiri dari bent subs, bent housing dan stabilizer. Pada bagian horizontal dibor
dengan menggunakan steerable motor atau double titled U-joint motor.

Gambar 3.15.
Bent Sub dan Bent Motor Housing10)
Bagian pembentukan sudut yang kecil (3.5 – 5.5) biasa dibor dengan
menggunakan slick assembly yang menggunakan high speed double bent motor
dengan pads atau stabilizer untuk menekan peralatan ke arah yang diinginkan.
CSDP berukuran 31/2 “ dan 27/8 “ merupakan drill pipe khusus yang dirancang
fleksible dan tahan dalam kondisi kompresi dipasang pada bagian pertambahan
sudut dan horizontal.
59

Gambar 3.16.
Baker Hughes Medium Radius System10)

Gambar 3.17.
ARCO Medium Radius System10)
3.5.3. Short Radius System
Pemboran horizontal tipe ini mempunyai laju pertambahan sudut yang
besar sekali, yaitu 1500 – 3000/100, ft. Dari kecepatan tersebut bagian lubang bor
yang horizontal akan tercapai dalam jarak pemboran yang relatif pendek dari
KOP, yaitu antara 30 sampai 70 ft, atau ekivalen dengan radius kelengkungan
antara 20 sampai 40 ft.
Peralatan pemboran pada tipe ini dikembangkan oleh perusahaan
Eastment Whipstock, disediakan dalam 3 ukuran lubang bor yaitu : 4.5 “, 5.875”,
dan 6.25”. Pemboran ini banyak diterapkan untuk maksud memproduksi kembali
sumur tegak yang sudah tidak berproduksi.
Ciri dari sistem short radius sebagai berikut :
a. Penggunaan flexible drill pipe
60

b. Penggunaan flexible joint drill collar


c. Penggunaan near bit stabilizer
d. Down Hole Motor (DHM)
Rangkaian pipa pemboran dalam sistem ini tidak ikut berputar. Near bit
stabilizer berfungsi sebagai penumpu yang dapat menghasilkan efek pendulum
sehingga bit dapat diarahkan sesuai dengan lintasan kurva yang diharapkan. Untuk
pembentukan sudut awal digunakan whipstock.
Kelebihan dari penggunaan sistem short radius adalah jari jari
kelengkungan yang kecil (30- 40 ft) dan jarak vertikal reservoir lebih dekat.
Kekurangan dari penggunaan sistem short radius adalah jumlah round trip relatif
lebih banyak dan memerlukan metode komplesi yang khusus. Eastmen
Christensen telah mengembangkan sistem short radius (40– 60 ft) yang
kegunaannya untuk mengebor 800 – 1500 ft pada bagian horizontal.

Gambar 3.18.
61

Tenaga Motor Untuk Short Radius System10)


3.5.4. Ultra-Short-Radius System
Sistem ultra-short radius merupakan metode yang saat ini paling aktif
dikembangkan dibandingkan dengan metode-metode lainnya. Pengembangan
sistem yang disebut ultra short radius radial system (URRS) ini dipelopori oleh
Petrophysics.Inc. Mekanisme yang digunakan berupa drill string beserta bit
bergerak ke bawah dan dibelokan oleh whipstock dengan jari-jari kelengkungan
12” hingga mengarah ke horizontal. Keadaan ini dimungkinkan karena selama
pemboran drill string tidak berputar.
Daya penembusan ke dalam batuan diperoleh dari pancaran fluida
berkecepatan tinggi yang dihasilkan oleh jet bit. Berdasarkan penelitian yang
sudah dilakukan, kecepatan penembusan pada berbagai kekerasan batuan yang
berbeda adalah :
- Unconsolidated sand : 6 – 60 ft/menit
- Sand/Dolomite : 2 – 10 ft/menit
- Hard (granit) : 0.5 – 1 ft/menit
Kelebihan dari penggunaan sistem ultra short radius adalah :
1. Tingkat ketepatan pencapaian target sangat tinggi.
2. Dapat memanfaatkan sumur-sumur open hole lama.
3. Dapat menghasilkan sampai empat arah lubang horizontal pada satu
kedalaman.
4. Sangat baik untuk diaplikasikan pada sistem lensa.
Kelemahan dari penggunaan sistem ultra short radius adalah :
1. Panjang bagian lateral terbatas (sekitar 400 ft).
2. Operasi dilakukan dengan sistem hidrolik pada tekanan tinggi (10000
psi).
3. Memerlukan operasi underreaming sebelum pemasangan peralatan.
4. Jenis penyelesaian sumur kurang dapat bervariasi.
62

Gambar 3.19.
Ultrashort Radius System18)
Pada pemboran jenis ini diperlukan ruangan di bawah tanah pada lubang
bor yang berfungsi untuk menempatkan peralatan pembelok (underreamed zone),
biasanya digunakan peralatan whipstock assembly sebagai alat pembelok.
Dari (Gambar 3.) dapat dilhat cara pembelokan lubang bor yaitu :
1. Melakukan pemboran 9-15 ft dari casing.
2. Melebarkan bagian lubang dengan menggunakan reamer.
3. Lubang diset dan disemen plug.
4. Melakukan pemboran kembali dengan tekanan penuh dan menempatkan
(setting) peralatan whipstock.
5. Menurunkan peralatan Bottom Hole Assembly (BHA).
6. Melanjutkan dengan pemboran horizontal.
63

Gambar 3.20.
Eastman Christensen Prosedur Kickcoff10)

Mekanisme yang digunakan berupa drill string beserta bit bergerak ke


bawah dan dibelokkan oleh whipstock hingga mengarah ke horizontal. Daya
penembusan ke dalam batuan yaitu dari pancaran fluida bertekanan tinggi yang
dihasilkan oleh jet bit (10000 psi) yang digunakan untuk mengebor 100 – 200 ft
pada bagian horizontal untuk material unconsolidated sand.

3.6. Perencanaan Desain Pembelokan


Sebelum melakukan pemboran horizontal terlebih dahulu harus dibuat
rencana pengeboran (drilling planning) yang menyangkut juga masalah desain
pembelokan karena semua kegiatan-kegiatan yang nanti akan dilaksanakan
berpedoman pada program pemboran tersebut.
3.4.1. Tujuan Perencanaan Desain Pembelokan
Desain pembelokan merupakan proses perencanaan penentuan arah/bidang
bersudut tinggi untuk mencapai target yang direncanakan. Pengontrolan terhadap
arah lintasan merupakan hal yang menentukan keberhasilan pencapaian target
dalam pelaksanaan pemboran. Desain pembelokan bertujuan untuk:
1. Menghindari terjadinya problem-problem operasi.
2. Meminimalkan terjadinya pergeseran akhir pembelokan (end of the
curve/EOC)
3. Toleransi terhadap penyimpangan target kecil.
64

Langkah awal dari dari perencanaan pemboran horizontal adalah


merencanakan lintasan atau target pemboran. Desain pembelokan berisikan
proposal dari berbagai lintasan yang dapat dibor dan secara ekonomis
menguntungkan.
Lubang bor pada pemboran horizontal dibagi menjadi tiga phase yaitu :
1. Bagian lubang vertikal.
2. Bagian penambahan sudut kemiringan sampai kedalaman target.
3. Bagian pemboran horizontal.
Pada perencanaan, masing-masing bagian digambarkan dalam kondisi
ideal sesuai dengan sudut arah dan besar laju pertambahan sudut yang diinginkan.
Dalam penggambaran tersebut ditunjukkan posisi KOP, arah target, panjang
bagian sumur horizontal, serta ukuran dan kedalaman casing yang akan dipasang.
Pengembangan bagian pertambahan sudut dilakukan dengan metode
Radius of Curvature. Metode menganggap segmen-segmen lubang bor berupa
busur suatu lingkaran yang menyinggung dua titik survey yang mempunyai sudut
kemiringan tertentu, sedangkan pada penggambaran bagian lubang tanpa
pertambahan sudut digunakan metoda tangensial.
Interval perhitungan disesuaikan dengan satuan DABU, yaitu 100 ft, hasil
perhitungan tiap bagian lubang digambarkan dalam bentuk proyeksi vertikal dan
horizontal yang selanjutnya dijadikan pembanding hasil perhitungan data survey
operasi pemboran di lapangan.
Masalah utama dalam pemboran horizontal berhubungan erat dengan efek
grafitasi, friksi dan pengangkatan cutting pada bagian pertambahan sudut dan
bagian horizontal yang menimbulkan kesulitan pada pembebanan dan pergerakan
di dalam lubang serta pembersihan lubang bor. Pelaksanaan pemboran horizontal
akan berjalan lancar bila parameter pemboran yang dirancang untuk
menanggulangi masalah yang ada dilakukan seoptimal mungkin. Perencanaan
beberapa parameter pemboran yang berhubungan erat dengan masalah yang
dihadapi yaitu : penentuan lokasi kick off point (KOP), pemilihan sistem lumpur,
perencanaan sistem peralatan, penyemenan, perencanaan casing serta optimasi
hidrolika di bit.
3.4.2. Penentuan Lokasi Kick Off Point (KOP)
65

Titik awal pembelokan (KOP) adalah titik dimana dilakukan pertambahan


sudut pada arah tertentu setelah pemboran tegak mencapai suatu kedalaman.
Penentuan lokasi KOP dibatasi oleh kedalaman target yang harus dicapai,
kemampuan peralatan dalam membentuk bagian pertambahan sudut serta kondisi
formasi yang dipilih sebagai landasan untuk kedudukan KOP.
3.4.2.1. Kondisi Lokasi KOP
Batasan lain yang perlu diperhatikan dalam penentuan lokasi KOP adalah
kondisi lokasi itu sendiri, sedapat mungkin lokasi KOP memenuhi kriteria berikut
ini :
 KOP tidak terletak pada zona lunak, zona rekah, formasi berkemiringan
tinggi, zona perubahan lithologi dan kekerasan, zona loss, zona gas, zona
pembesaran lubang dan zona swelling, agar tidak menyulitkan dalam
pembentukan sudut arah kemiringan.
 KOP terletak pada jarak yang cukup di bawah casing shoe untuk
menghindari terjadinya pergesekan.
 Pada pemboran dengan sistem cluster, KOP suatu sumur tidak terlalu
dekat dengan sumur lain agar tidak terjadi gangguan logam terhadap hasil
survey sumur baru.
Ketiga batasan di atas saling terkait satu sama lain sehingga bila salah satu
batasan tidak memenuhi maka batasan tersebut dijadikan patokan untuk dipenuhi
oleh batasan lainnya dalam penentuan lokasi KOP.
3.4.2.2. Kedalaman dan Target
Kedalam target adalah kedalaman titik awal bagian horizontal yang
berpengaruh pada penentuan lokasi KOP dan berhubungan erat dengan besar
BUR yang dapat dilakukan. Target yang dalam memungkinkan untuk memilih
BUR relatif kecil, sebaliknya target yang dangkal memerlukan BUR lebih besar.
Tabel IV-1 menunjukkan hasil perhitungan jarak KOP – dan jarak pemboran (MD)
yang diperlukan untuk berbagai besar laju pertambahan sudut konstan.
Dari Tabel IV-1 untuk target yang dalam dipilih lokasi KOP yang sesuai
dengan BUR yang relatif kecil, tetapi target yang dangkal misalnya seperti 450 ft,
diperlukan BUR yang lebih besar yaitu 200/100 ft. Namun sekarang telah
66

dilakukan usaha untuk mendapatkan lubang horizontal pada target yang dangkal
dengan BUR yang kecil.

Tabel III-1
Perhitungan jarak KOP – target dan jarak pemboran (MD) 12)

BUR Jarak KOP – Target Jarak Pemboran


(0/100 ft) (TVD = H, ft) (MD, ft)
2,0 2864,79 4500,00
3,0 1909,86 3000,00
4,0 1432,39 2250,00
4,5 1273,24 2000,00
5,0 1145,61 1800,00
6,0 1041,74 1636,36
6,5 954,93 1500,00
7,0 881,47 1384,62
7,5 818,51 1285,71
7,5 763,94 1200,00
15,0 381,97 600,00
20,0 286,48 450,00
200,0 28,65 45,00

3.4.2.3. Kemampuan Peralatan


Kemampuan peralatan yang tersedia dalam membentuk BUR berpengaruh
pada penentuan lokasi KOP, BUR yang besar memerlukan konfigurasi drill stem
dan peralatan khusus. Peralatan pemboran long radius dapat digunakan pada BUR
sekitar 50 – 70/100 ft, tetapi sering digunakan pola BUR 40 – 50 ft. Pemboran
dengan BUR besar kemungkinan mengalami kesulitan dalam mengontrol sudut, di
samping itu juga adanya batasan casing yang akan digunakan.
3.4.3. Tipe Lintasan Pemboran Horizontal
Terdapat empat buah tipe lintasan pemboran horizontal yang digunakan
dalam praktek pemboran horizontal yang disesuaikan dengan kondisi
reservoirnya, yaitu:
1. Single Build Curve
2. Ideal Build Curve
3. Single Tangent Build Curve
4. Complex Tangent Build Curve
3.4.3.1. Single Build Curve
67

Tipe ini secara ideal mempunyai satu pelengkungan dengan pertambahan


sudut yang konstan hingga mencapai target dari KOP hingga EOC. Radius
pelengkungannya dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Gambar 3.21.
Single Build Curve

5730
R .……….………………………………………………….(4-1)
B

Dimana : R = Radius, ft
B = Build Rate ,Deg/100’

3.4.3.2. Ideal Build Curve


Metoda ini menggunakan lintasan tunggal dengan pertambahan sudut yang
berbeda sehingga diperoleh lintasan yang halus (smooth).
68

Gambar 3.22.
Ideal Build Curve
3.4.3.3. Simple Tangen Build Curve
Simple tangen build curve adalah tipe lintasan atau pelengkapan yang
terdiri dari tiga bagian, diantaranya :
1. Lintasan pertama/lengkungan pertama dimulai dari KOP dengan sudut
tetap kemudian dilanjutkan pada tahap tahap kedua.
2. Lintasan kedua/bagian tangensial merupakan lanjutan dari lintasan
pertama dengan sudut inklinasi yang konstan.
3. Lintasan ketiga merupakan kelanjutan dari lintasan kedua dengan kedua
dengan sudut yang tetap. Pada umumnya lintasan ketiga dan pertama
mempunyai pertambahan sudut (build up rate) yang tetap.

Gambar 3.23.
Simple Tangent Build Curve

3.4.3.4. Complex Tangent Build Curve


Tipe ini sama dengan tipe tangent build curve, hanya saja pertambahan
sudut pada lintasan pertama dan kedua tidak sama. Target adalah tempat/ bidang
69

yang menjadi sasaran dari posisi bagian horizontal yang harus dicapai.
Keberhasilan pencapai titik target sering disebut dengan teloransi, sebenarnya
teloransi didefenisikan sebagai kemampuan menempatkan bagian horizontal pada
koordinat yang telah ditentukan dengan kemiringan tertentu.

Gambar 3.24.
Complex Tangent Build Curve
Tipe target horizontal dalam penentuan zone target secara umum dapat
dikategorikan menjadi tiga tipe, yaitu :
1. Defined Vertical Depth adalah sumur dengan bagian horizontal benar-benar
vertikal (90 0 ) dari sumbu tegak.
2. Defined Structural adalah sumur dengan target horizontal yang mempunyai
sudut mengikuti/sejajar dengan kemiringan struktur lapisan reservoir yang
ditembus.
3. Slant Hole adalah sumur horizontal yang menembus formasi target dengan
sudut kemiringan tinggi.
Pemilihan tipe-tipe target ini sangat dipengaruhi oleh kondisi/kedudukan
kemiringan formasi, batas WOC, sehingga dapat memperkirakan daerah-daerah
yang perlu diisolasi.
3.4.4. Prinsip Pembelokan
Pembelokan lubang bor dalam pemboran horizontal dilakukan dengan
besar sudut kemiringan dan arah tertentu sesuai dengan tipe pemboran horizontal
yang dipilih. Pembelokan lubang bor dimulai dari KOP hingga target arah yang
diinginkan (EOC / End Off Curvature), pembelokan arah diusahakan agar tidak
70

mengalami penyimpangan terhadap rencana/target, untuk itu arah lubang bor


dikontrol melalui peralatan Measurement While Drilling (MWD).
Pengaturan sudut dilakukan dengan tiga cara yang pada prinsipnya
merupakan cara penyusunan peralatan pemboran horizontal (BHA), sehingga
dapat menimbulkan efek tertentu terhadap sudut kemiringan pemboran yang
dilakukan. Prinsip-prinsip pengaturan sudut tersebut adalah :
1. Prinsip penurunan sudut / prinsip pendulum.
2. Prinsip menaikkan sudut / prinsip fulcrum.
3. Prinsip mempertahankan sudut / prinsip stabilisasi.
Prinsip-prinsip ini berhubungan erat dengan pengaturan jarak antara titik
tangensial (titik sentuh peralatan dengan dinding sumur yang terdekat dekat
dengan bit) terhadap bit. Pengaturan ini dilakukan dengan menempatkan
stabilizer pada jarak tertentu pada bit.

Gambar 3.25.
Prinsip Dasar Pembelokan Arah Lubang Bor
71

Gambar 3.26.
Prinsip Dasar Pembelokan Arah Lubang Bor

Pengontrolan arah yang baik adalah penting dalam pemboran horizontal,


sebab pengontrolan yang kurang baik akan menyebabkan :
1. Menghabiskan waktu serta biaya yang mahal
2. Dogleg dan Keyseat
Disamping itu untuk mengontrol arah yang baik juga diperlukan :
1. Perencanaan lubang bor yang baik
2. Pemilihan peralatan-peralatan yang tepat
3. Memonitor secara akurat dari setiap arah pemboran
3.4.4.1. Prinsip Pendulum
Prinsip pendulum adalah jarak titik tangensial diperbesar dengan jalan
menempatkan stabilizer jauh dari bit (30-90 ft di atas bit), dengan cara
penempatan ini dan dengan pemakaian stabiliser yang berukuran kecil maka gaya
gravitasi mempunyai kecenderungan menarik bit ke arah sumbu vertikal lubang
dan akibatnya sudut kemiringan semakin kecil. Pengaturan pengurangan besar
sudut kemiringan dilakukan dengan mengatur ukuran stabilizer dan jarak
stabilizer terhadap bit.
3.4.4.2. Prinsip Fulcrum
Prinsip ini dimaksudkan untuk memperbesar sudut kemiringan yang telah
tercapai, yaitu dengan cara menempatkan stabilizer di dekat bit dan juga
72

pembebanan yang cukup berat pada drill stem. Stabilizer akan menjadi tumpuan
berat seluruh peralatan di atasnya, maka ketika mendapatkan pembebanan
stabilizer memberikan efek menggeser ke arah bit dan setiap penekanan
senantiasa akan memperbesar sudut kemiringan. Penambahan besar sudut
kemiringan dapat diatur dengan mengubah-ubah ukuran stabilizer dan besar
pembebanan tanpa mengubah letak/poisisi stabilizer pada sudut pemboran.
3.4.4.3. Prinsip Stabilisasi
Prinsip stabilisasi ini dimaksudkan untuk menjaga sudut kemiringan yang
telah tercapai, hal ini dapat dilakukan dengan jalan menyusun BHA sekekar
mungkin, sehingga dapat mengurangi atau bahkan menghilangkan pengaruh
pembebanan dan perubahan titik tangensial.

Gambar 3.27.
Prinsip Pendulum
73

Gambar 3.28.
Prinsip Fulcrum
Prinsip-prinsip pembelokan diatas sering dilakukan untuk bagian
pertambahan, penurunan dan mempertahankan sudut yang dipasang bersama-
sama dengan alat MWD. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pengaturan sudut
kemiringan adalah besar WOB, RPM dan faktor hidrolika pada bit. WOB yang
terlalu besar akan memperbesar sudut kemiringan, sedangkan RPM dan hidrolika
yang terlalu besar akan mengakibatkan pembesaran lubang (wash out), sehingga
sudut kemiringan mengecil.

Gambar 3.29.
Prinsip Stabilisasi

3.4.5. Susunan Peralatan Pembelokan dan Survei


Pembelokan pada sumur horizontal sengaja dilakukan dengan sudut
kemiringan dan arah tertentu pada titik awal pembelokan. Arah lubang dapat
diatur dan diketahui dari peralatan survey yang umumnya menggunakan alat
74

survey MWD. Alat pembelok pertama biasanya digunakan wipstock atau bent sub
dengan down hole motornya, setelah itu diperoleh pilot lubang bor yang sesuai
dengan lintasan lubang bor (drilling path) kemudian pemboran dilanjutkan
dengan menggunakan BHA yang sesuai dengan pertambahan sudut yang
diinginkan. Susunan BHA dapat terdiri dari dari bit reamer, peralatan survey,
short drillcollar, drill collar, non magnetik drill collar, down hole motor, bent sub,
heavy weight drill pipe (HWDP), jars, rebel tool dan sebagainya.
Posisi motor dan stabilizer serta bent housing akan memberikan efek
terhadap pertambahan sudut pada pembelokkan lubang sumur.

Gambar 3.30.
Three Point Curvature

1. Geometry Type 1 Motor


Geometry type 1 motor ini merupakan rangkaian dari down hole motor
yang digunakan untuk mengontrol build up rate.
75

Gambar 4.31.
Geometry Type 1 Motor

Dimana :
B’ = X ……………………………………………………………(4-2)
B’ = Sudut equivalen pada stabiliser pertama, Deg
X = Sudut Bent Housing, Deg
A = Jarak antara bit-bent housing, ft
B = Jarak stabilizer 1dan 2, ft
L1 = A, ft
L2 = B, ft
2. Geometry Type 2 Motor
Dasar geometri 2 motor sama dengan geometry 1 motor, perbedaannya
hanya pada posisi stabilizer yang pertama.
Dimana :
 C 
B’ = X  …………………………………………………….(4-3)
B C

B’ = Sudut equivalen pada stabiliser pertama, Deg


X = Sudut Bent Housing, Deg
A = Jarak antara bit-stabilizer pertama, ft
B = Jarak stabilizer pertama dengan bent housing, ft
C = Jarak bent housing kedua, ft
L1 = A, ft
L2 = B + C, ft
76

Gambar 3.32.
Geometry Type 2 Motor

3. Geometri Type 3 Motor


Geometry type 3 motor ini tersusun atas bent housing, bent sub dan dua
stabilizer, dimana stabilizer pertama diletakkan antara bit dan puncak/atas dari
bent housing. Sudut equivalen pada stabilizer pertama dipengaruhi oleh posisi
stabilizer pertama dan stabilizer kedua dari bit, bent housing dan bent sub.

Gambar 3.33.
Geometry Type 3 Motor

Dimana :
  D   C  D 
B’ =  X  Y     …………….……………………(4-4)
  C  D   B  C  D 
B’ = Sudut equivalen pada stabilizer pertama, Deg
X = Sudut bent housing, Deg
Y = Sudut Bent Sub, Deg
A = Jarak antara bit-stabilizer pertama, ft
B = Jarak stabilizer pertama dengan puncak bent housing,ft
C = Jarak puncak bent housing dengan puncak bent su, ft
D = Jarak puncak bent sub dengan stabiliser kedua, ft
L1 = A, ft
L2 = B + C + D, ft
77

4. Geometry Type 4 Motor


Geometry type 4 motor ini sama dengan geometry 3 motor hanya saja
lebih kompleks, untuk mencari harga sudut equivalen dapat dicari dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut :

  E   D  E   A 
B’ = Z    Y    X  ……..……………(4-5)
 E  D C  D  E   A  B
Dimana :
B’ = Sudut equivalen pada stabilizer pertama, deg
X = Sudut kemiringan drive bushing, Deg
Y = Sudut bent housing, Deg
Z = Sudut bent sub, Deg
A = Jarak antara bit-stabilizer pertama, ft
B = Jarak drive berat dengan stabilizer pertama, ft
C = Jarak stabiliser pertama dengan puncak bent housing, ft
D = Jarak puncak bent housing dengan puncak bent sub, ft.
E = Jarak puncak bent sub dengan stabilizer kedua, ft
L1 = A + B, ft
L2 = C + D + E, ft

Gambar 3.34.
Geometry Type 4 Motor
3.5. Perencanaan Drill String
78

Rangkaian pipa bor mempunyai berbagai susunan dengan tujuan yang


berbeda, peralatan ini disambungkan satu dengan yang lain oleh ulir sambungan.
Adapun tujuan umum dari rangkaian pipa bor ini adalah :
1. Memberikan saluran bagi fluida pemboran dari rig ke bit.
2. Meneruskan gerak rotasi ke bit.
3. Menurunkan dan menaikan bit ke dalam lubang.
Sedangkan tujuan khusus rangkaian pipa bor adalah :
1. Memberikan stabilitas pada alat-alat bawah sumur untuk mengurangi
vibrasi dengan bit.
2. Memungkinkan fluida formasi dan tes tekanan melalui drill string.
3.5.1. Mekanika Drill String
Dalam perencanaan drill string yang harus diperhatikan adalah adanya
beban dan tekanan yang harus ditanggung oleh drill string. Dua proses yang
terjadi pada drill string adalah :
1. Menahan beban komponen yang ada dibawahnya.
2. Memberikan beban pada bit atau drill collar
Gaya-gaya yang menyebabkan terjadinya pembebanan pada drill string
tersebut bekerja pada satu garis kerja (vertikal) dimana satu sama lain saling
berlawanan. Pada Gambar 3.35. memperlihatkan suatu bentuk pipa tergantung di
udara, sumbu mendatar menyatakan tension dan compression serta sumbu tegak
menyatakan panjang pipa tergantung.
79

Gambar 3.35
Pipa Tergantung di Udara
Tension pada setiap titik adalah merupakan berat dari pada pipa yang ada di
bawahnya dan karena tergantung bebas maka tidak terdapat axial stress pada
bagian terbawah pipa. Tanda (-) dan (+) menunjukkan pengaruh gaya-gaya
tersebut terdapat kecenderungan untuk melengkung (buckling tendency), minus (-)
artinya memperkecil sedangkan (+) plus sebaliknya. Kondisi yang berbeda
ditemui apabila string tergantung pada fluida pemboran (lumpur). Apabila string
tergantung pada fluida pemboran, maka terjadi gaya buoyancy akibat tekanan
hidrostatis lumpur. Adanya gaya ini akan menyebabkan berat pipa yang harus
ditahan ketika pipa dirun kedalam fluida lebih kecil dari pipa tergantung di udara,
gradien tekanan udara dapat diabaikan. Buoyancy adalah gaya yang
mengusahakan obyek tenggelam menjadi mengapung.
3.5.2. Peralatan Bottom Hole Assembly
Peralatan – peralatan yang umum digunakan dalam pemboran horizontal
yang menyusun Bottom Hole Assembly (BHA) terus berkembang seiring kemajuan
teknologi. Adapun peralatan-peralatan tersebut adalah sebagai berikut :
1. Down Hole Motor
Down Hole Motor adalah motor yang digunakan untuk menggerakan
(memutar) bit. Pemakaian motor ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain :
mengurangi daya di permukaan, mengurangi ketergantungan operator terhadap
karakteristik mekanis rangkaian drill string dan penggunaannya relatif ekonomis
dibandingkan dengan pemboran konvensional. Down hole motor menawarkan
pilihan untuk melakukan pemboran dengan cara memutar (rotary) tradisional atau
dengan cara men-sliding (meluncur) yaitu dimana lubang bor mengikuti arah bent
housing pada motor.
Penggerak utama dari motor ini adalah aliran fluida lumpur pemboran
yang dipompakan dari permukaan menuju motor melalui drill string. Aliran
lumpur tersebut menggerakan mekanisme motor. Berdasarkan mekanismenya,
down hole motor dibagi menjadi dua jenis, yaitu : turbine motor dan Positive
Displacement Motor (PDM).
2. Steerable System
80

Steerable System adalah sistem pemboran yang dapat dikontrol arah


pemborannya secara langsung ketika melakukan pemboran. Sistem ini meliputi :
bit, bent housing, bent sub, PDM, peralatan MWD, stabilizer yang sudah
merupakan suatu kombinasi BHA. Pemboran dengan steerable system dapat
menggunakan dua cara (mode) yaitu cara sliding dan cara rotary.
Cara sliding adalah membor dengan memakai PDM sebagai penggerak bit.
Cara ini dilakukan jika akan melakukan perubahan arah pemboran dan menambah
sudut inklinasi. Cara rotary adalah melaukukan pemboran dengan menggunakan
PDM sekaligus rotary table dan top drive untuk menggerakan bit. Cara ini dipakai
untuk mengebor lubang sumur dengan arah dan inklinasi konstan.
Pada Gambar 3.36. tersebut sudut yang digambarkan terlalu berlebihan atau
terlalu besar (bukan skala sebenarnya), dimana sebenarnya jauh lebih kecil. Jika
drill string tidak diputar maka lubang bor yang dihasilkan oleh suatu bent motor
cenderung berbentuk kurva pada arah tilt (bengkok) mengikuti toolface motor.

Gambar 3.36.
Konfigurasi Bent Mud Motor

Motor dengan sudut tilt rendah (Gambar 3.36 yang terletak di tengah)
dinamakan motor angle hold dan dapat digunakan pada cara rotasi dan juga ketika
cara sliding. Motor angle hold digunakan untuk mengebor lubang yang kurang
bersudut, seperti bagian lubang horizontal dimana tujuannya untuk mengebor
lubang pada sudut kemiringan yang dipertahankan sebesar 900. Motor jenis ini
81

juga dapat untuk membuat lintasan berbentuk kurva jika BUR yang diinginkan
masih dalam kemampuannya.
Double-tilted universal (DTU) joint akan memperkecil eksentrik pahat
untuk suatu total sudut tilt tertentu (). Harga efektif keseluruhan sudut tilt bit
DTU adalah perbedaan antara dua sudut tilt dalam rangkaian (assembly).
Motor yang didesain untuk menghasilkan sudut build dengan cepat biasanya
tidak dapat dirotasi karena tingkat eksentrik-nya yang tinggi. Motor jenis
ini juga dapat dilihat pada (Gambar 3.) yang berada paling kanan yang disebut
motor angle build.
Motor mengebor lebih cepat (ROP tinggi) ketika dalam mode rotasi
daripada ketika dalam mode sliding karena berputarnya drill string mengatasi
friksi (beban drag) dan memberikan transfer WOB menuju bit.
Terdapat beberapa jenis bent motor yang cocok unuk mengebor lubang
sumur horizontal, yaitu : fixed angle build (FAB), double-tilted universal joint
(DTU), adjustable kick-off (AKO), dan double adjustable (DA).
Menyetir (steering) Bit
Ada dua macam metode yang digunakan untuk merotasi bit, yaitu
menggunakan tenaga dari permukaan (rotary dari permukaan) dan DHM. Di masa
yang lalu, pemutaran dari permukaan selalu dilakukan dengan rotary table, tetapi
dewasa ini sebagian besar peran rotary table telah digantikan oleh top drive off-
shore. Sistem top drive lebih bertenaga karena mampu memutar satu stand DP 90-
ft (daripada memakai 30ft stand DP) dan memudahkan untuk merotasi dan
memompa lumpur sekaligus ketika sedang mencabut rangkaian pipa keluar dari
lubang bor (POOH). Dengan sistem top drive, tenaga dibangkitkan (dihasilkan)
oleh suatu motor yang dipasang pada travelling block menggantikan yang ada di
rotary table.
Suatu BHA rotary tipikal tersusun atas: stabilizer, DC dan peralatan MWD.
Penempatan dan ukuran diameter stabilizer akan mengontrol inklinasi (sudut
deviasi dari lubang vertikal). Dengan memakai down hole adjustable stabilizer,
rangkaian dapat dirancang untuk membentuk sudut (build), mempertahankan
(holding) atau mengurangi (dropping). Peralatan ini merupakan solusi yang hemat
untuk mempertahankan inklinasi konstan (lurus) yang disebut interval tangensial.
82

BHA rotary tidak memberikan closed control terhadap azimuth lubang bor,
kontrol ini biasanya tercapai (diperoleh) dengan memakai PDM bent hosing.
Ketika hanya PDM yang dipakai, bit dan bagian motor yang bergerak akan
berputar, bukan rangkaian pipa (drill string) yang berputar. Cara ini disebut mode
slidding (mendorong) karena seluruh sisa rangkaian pipa merosot ke dalam lubang
bor setelah bit.
Dalam mode sliding, inklinasi lubang bor mengikuti arah dari bent
housing pada PDM, yaitu arah dimana toolface bit ditetapkan. Suatu pengukuran
orientasi toolface oleh peralatan MWD memberikan data real-time (dini)
mengenai orientasi bit dan memberikan kemudahan untuk mengontrolnya dari
permukaan. Suatu tipikal pembacaan toolface adalah membaca orientasi bit dalam
derajat ke arah kiri atau kanan dari high side (sisi tinggi) serta puncak lubang bor.
Penyesuaian kecil (minor) sudut toolface dilakukan dengan cara mengubah
besaran WOB yang akan merubah torsi reaktif motor dan akhirnya merubah sudut
orientasi toolface. Perubahan yang besar (major) dilakukan dengan cara
mengangkat rangkaian pipa dari dasar lubang (bottom off) dan mereorientasi
kembali keseluruhan BHA.

Gambar 3.37.
BHA Steerable dalam Horizontal Drilling
83

Gambar 3.38a.
Cara sliding untuk Steerable System

Gambar 3.38b.
Cara sliding untuk Steerable System

3. Bent Sub dan Bent Housing


Bent sub memberikan suatu siku permanen pada BHA dengan tipikal sudut
sebesar 0.50 – 3.00 yang menghasilkan dog leg sebesar 10 – 60/100 ft. Alat
tersebut dipakai untuk menghasilkan deviasi (penyimpangan sudut dari arah
vertikal) lubang bor dan mengontrol lintasan lubang horizontal. Bent housing
memiliki tipikal sudut sebesar 0.750 – 1.750 yang menghasilkan dog leg 10 –
60/100ft.
Adjustable Bent Sub (ABS) pada dasarnya sama dengan fixed bent sub,
hanya perbedaaanya adalah ABS memiliki variasi ukuran bent dalam badannya,
84

sehingga hanya diperlukan satu bent sub untuk berbagai laju pembentuk sudut
yang diinginkan.

Gambar 3.39.
Adjustable Bent Sub dalam Assembly

Gambar 3.40.
85

Adjustable Bent Sub/Housing (ABS) 20)

4. Stabilizer dan Adjustable Gauge Stabilizer (AGS)


Stabilizer dipasang pada BHA untuk mengontrol lintasan lubang bor dan
mencegah BHA di atas bit untuk menyentuh dinding lubang bor serta mengurangi
resiko untuk terjepit.
Stabilizer digunakan bagi kontrol berarah untuk menghindari differential
sticking, untuk mencegah dogleg yang berlebihan dan key seat, untuk melepaskan
cyclic streesing pada tooljoint atau sambungan DC serta untuk meminimalkan
pemakaian DC. Stabilizer tersedia dalam bentuk desain : integral blade, welded
blade, sleeve dan non-rotating integral blade. Non-rotating sleeve stabilizer
dipakai untuk mengurangi torsi dan kerusakan lubang bor pada pemboran lubang
yang sangat miring atau horizontal.
Suatu konsep yang menarik bagi pemboran dalam mode angle hold adalah
perilaku dan posisi lintasan lubang bor dapat dikontrol dengan memakai suatu
variabel diameter stabilizer yang dapat diubah-ubah dari permukaan yang biasa
disebut adjustable gauge stabilizer / AGS (Gambar 3.) . AGS biasanya digunakan
di bagian tangensial sebagai alternatif cost-effect. Alat ini memungkinkan driller
untuk mengubah kecenderungan BHA untuk build atau drop tanpa melakukan
round trip untuk mengganti desain BHA. Ukuran diameter stabilizer diubah di
dasar lubang dengan cara memvariasikan harga WOB dan dikunci dengan
mengontrol flow rate lumpur bor.
Pada salah satu jenis AGS yang ada dipasaran, pergerakan dari cam yang
ada dalam badan stabilizer mendorong bagian mekanik ke arah dalam (inward)
atau ke arah luar (outward) sehingga dapat menyesesuaikan diameter efektif.
5. Reamer
Alat ini berfungsi untuk membuka atau memperbesar diameter lubang bor
atau untuk menghaluskan dinding sumur. Reamer reguler ditempatkan di bagian
BHA. String reamer ditempatkan di bawah rangkaian DP untuk memperbesar
diameter lubang bor di bagian atas bit selama pemboran berlangsung. Istilah
reamer dengan stabilizer kadang-kadang dapat ditukar (interchangeable) karena
salah satu alat ini bekerja untuk tujuan yang sama. Sperry-sun memproduksi
86

reamer dua jenis : taper blade reamer dan roller reamer. Taper blade reamer
dipakai untuk mencegah drill string dari key seat lubang bor, membuka formasi
swelling dan menstabilkan drill string. Roller reamers dapat dipakai di dekat bit
atau lebih tinggi pada drill string. Pemakaian roller reamer menghasilkan ROP
yang lebih cepat dan memperpanjang usia bit.

Gambar 3.41.
Adjustable Gauge Stabiliser (AGS) 20)
87

Gambar 3.42.
Reamer 20)
6. Jar
Peralatan mekanis ini umumnya dipasang pada BHA untuk membebaskan
rangkaian yang terjepit. Ketika suatu tension yang diset sebelumnya tercapai,
maka jar secara otomatis akan melepaskan mekanisme palu (hammer). Pengaruh
balik akan memumukul rangkaian untuk lepas. Jar dapat dipasang untuk
mendorong rangkaian lepas ke atas atau ke bawah.
Sperry sun mengeluarkan produk mekanikal jar yang dipakai untuk
menghindari pipa terjepit sehingga menghindari operasi pemancingan (fishing).
Jar ini dapat dioperasikan dengan arah atas maupun bawah, dimana mengaktifkan
proses pelepasan dengan cara memberikan beban tensional untuk ke arah atas dan
memberikan beban kompresif ke arah bawah.

Gambar 3.43.
Drilling Jar 20)

7. Drill Collar (DC)


Pada pemboran horizontal, drill collar diposisikan pada bagian lubang
vertikal untuk mengurangi efek drag pada drill string. DC pada dasarnya sama
dengan drill pipe, hanya DC memiliki nominal weight yang lebih berat, dinding
yang lebih tebal (OD) dan mempunyai sambungan (joint) yang lebih kuat. Fungsi
88

utama DC adalah untuk memberikan berat pada bit (WOB) dan untuk memberikan
kekakuan (rigidity dan stiffness) atau flexibilitas bit.
a. Fluted atau Spiral DC
Sama seperti DC biasa, perbedaanya adalah di sekeliling dindingnya
mempunyai saluran spiral. Fungsi jenis ini adalah untuk mengurangi luas bidang
kontak atau sentuh antara dinding lubang bor dengan BHA, memberikan saluran
untuk aliran lumpur pemboran serta untuk menghindari kemungkinan terjadinya
wall sticking.
b. Non-Magnetic DC (Monel)
Sering disebut dengan monel DC, hal ini disebabkan monel sering terbuat
dari stainless-steel. Monel ini terbuat dari 70% nikel dan 30% tembaga. Fungsi
monel adalah sebagai tempat menempatkan peralatan survey sehingga dengan
memakai monel DC akan menghasilkan informasi survey yang tidak mengalami
gangguan interferensi dari magnet bumi.
c. Pony DC
Jenis ini memiliki dimensi yang lebih pendek dari DC standar dan terbuat
dari bahan reguler atau non magnetic, berfungsi untuk memberikan jarak tertentu
antara peralatan-peralatan pengukuran dalam monel DC dengan peralatan lainnya.
Dengan ditambahkannya pony DC maka peralatan lain dapat dipasang pada jarak
yang tepat terhadap bit.
89

OD DC, inch Diameter lubang bor, inch

Gambar 3.44.
Drilling Tool
Ukuran diameter drill collar ditentukan berdasarkan diameter lubang bor
yang sedang atau akan dibor, sebagai pendekatan dapat menggunakan Tabel IV-2
guna menentukan diameter DC yang sesuai dengan ukuran lubang bor.

Tabel III-2
Ukuran DC terhadap diameter lubang bor 20)

8. – 5.0 6.125 – 6.75


– 6.0 7.000 – 7.75
– 7.0 8.500 – 8.75
7.50 – 8.0 9.875 – 10.75
8.00 –10.0 12.50 - lebih

HWDP dan CSDP


Heavy weight drill pipe adalah sejenis dengan DP biasa tetapi lebih berat
dan mempunyai bagian yang lebih tebal yang membuatnya lebih berat 2.5 kali
daripada DP standar, seperti tool joint yang berfungsi untuk menahan beban
tegangan (stress loading) atau beban puntir (torsional load). Berat HWDP berada
diantara DP standar DC, sehingga alat ini dapat berfungsi sebagai pengganti DC
pada daerah kelengkungan pada pemboran horizontal untuk memberikan beratan
pada pahat.
Compressive strength DP adalah drill pipe yang memiliki wear knot
(simpul) yang lebih besar. DP jenis ini umumnya dibuat dari bahan non magnetik,
austenid steel untuk pemakaian instrumen near magnetic survey dan pada lubang
dimana BUR lebih besar daripada 150/30 m. Pada lubang bor dengan BUR<150/ 30
m digunakan HWDP. Sebagai tambahan, HWDP untuk setiap 30 ft panjang,
memiliki central up set yang bersifat seperti wear knot pada CSDP. Wear knot
berfungsi untuk menjaga DP jauh dari dinding lubang bor pada daerah kurva. Hal
ini akan mengurangi friksi rotasi dan friksi longitudinal yang akan menghasilkan
less sticking, juga dipikirkan bahwa wear knot membantu menjaga cutting tetap
dalam suspensi.
90

9. Bit
Bit standar tricone dan PDC (polycristaline diamond compact) umum
dipakai pada sumur-sumur horizontal. Bit PDC menguntungkan untuk sumur
horizontal karena memiliki usia lebih panjang serta menjadikannya lebih
ekonomis pada formasi shale. Meskipun demikian, ke-brittle-annya (keras tapi
mudah pecah) membuatnya kurang cocok pada formasi yang lebih keras
(berpasir). Bit PDC juga atraktif untuk dipakai karena kurang memiliki bagian
yang berputar (bergerak), sehinggga menghilangkan resiko untuk hilang cone
(kerucut). Karena PDC cenderung untuk menghasilkan torsi reaktif yang tinggi
pada PDM, maka bit ini akan mudah terpengaruh untuk melenceng lintasan dari
arah setting tool face yang direncanakan yang tejadi lebih cepat daripada memakai
tricone bit. Bit roller cone memiliki kecenderungan untuk walking, biasanya ke
arah kanan, arah dari rotasi rangkaian pipa. Bit rolling-cone sering
dikombinasikan dengan motor kecepatan rendah dan menengah, contoh untuk
rotary speed sebesar kurang dari 200 rpm.

Gambar 3.45.
Bit Polycristalline Diamond Compact (PDC)
91

3.5.3. Cara Pembelokan


Cara pembelokan pada pemboran horizontal dapat dilakukan dengan dua
cara yaitu dengan cara konvensional dan cara steerable motor.
3.5.3.1. Cara Konventional
Pembuatan lubang bor horizontal dengan cara konvensional, yaitu
memutar rangkaian pipa bor dengan rotary table. Pada rangkaian pipa tersebut
dipasang susunan Bottom Hole Assembly (BHA) tertentu untuk mencapai target
pemboran.
Cara pemboran konvensional pada saat pembuatan lubang bor bersudut
besar dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Build Up Rate dapat dicapai sekitar 40 – 50 /ft.
2. Panjang bagian horizontal dapat mencapai sekitar 800 – 1000 ft dengan sudut
sekitar 820 - 850
3. Sering terjadi kesulitan untuk menjaga arah lubang agar sesuai program
pemboran.
4. Memerlukan banyak jenis Bottom Hole Assembly (BHA).
5. Pengaturan parameter pemboran seperti WOB, RPM, Flow rate sangat
ditentukan dengan kondisi lubang (arah dan kemiringan) pada saat pemboran
berlangsung.
3.5.3.2. Cara Steerable Motor
Pembuatan lubang bor horizontal dengan cara steerable motor dengan
menggunakan suatu motor untuk memutar bit, sehingga pada curva ini rangkaian
pipa bor tidak berputar.
Cara steerable motor pada saat pembuatan lubang bor bersudut besar
dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Jika diperlukan build up rate dapat mencapai 60 /100 ft
2. Tidak terjadi kesulitan ketika mengebor pada bagian horizontal karena
arah dan kemiringan dapat dijaga dengan ketelitian tinggi sesuai dengan
program pemboran.
3. Hanya memerlukan satu jenis Bottom Hole Assembly (BHA) untuk setiap
hoe section.
92

4. Pengaturan parameter pemboran seperti WOB, RPM, Flow rate relatif


lebih fleksibel daripada cara conventional, sehingga memperbesar laju
penambahan.
5. Secara keseluruhan waktu pemboran dan biaya pemboran lebih kecil
daripada cara konvensional.
Semakin tipis lapisan produktif dapat mempersulit pembuatan lubang
horizontal karena dapat memperkecil batas penyimpangan lubang bor maka di
sinilah dituntut ketelitian alat dan keterampilan untuk menjaga arah dan
kemiringan sesuai dengan target rencana pemboran, hal ini telah dapat diatasi oleh
teknologi MWD.

3.5.4. Measurement While Drilling (MWD)


Measurement While Drilling (MWD) merupakan suatu temuan baru di
bidang teknologi pemboran, khususnya dalam pengontrolan arah dan kemiringan
lubang bor. Peralatan MWD ini lebih canggih dibandingkan dengan peralatan
survey konvensional seperti single shot dan multi shot karena dapat mengetahui
orientasi drill string di dalam lubang bor dan mengidentifikasi parameter-
parameter bawah permukaan lainnya selama operasi pemboran berlangsung.
Measurement While Drilling (MWD) adalah suatu sistem pengukuran data
lubang bor yang diletakan didekat pahat dan mengirimkan data tersebut ke
permukaan secara langsung (real time) ketika proses pengeboran sedang
berlangsung. Media pengiriman yang paling umum digunakan adalah telemetri
pulsa lumpur (mud pulse telemetry) dimana kolom fluida lumpur yang mengalir
dimodulasikan (diatur) secara periodik oleh beberapa peralatan mekanis pada
susunan rangkaian bawah lubang bor (downhole assembly). Pulsa-pulsa tekanan
intermitten yang dihasilkan dikirimkan dari rangkaian valve (katup) bawah lubang
menuju permukaan sumur pada kecepatan mendekati kecepatan suara dimana
pulsa-pulsa tersebut dirasakan atau dideteksi oleh suatu pressure transducer yang
dipasang pada stand pipe.
93

Gambar 3.46.
Skematik Sistem MWD 18)
Transducer tersebut akan mengubah pulsa-pulsa lumpur menjadi sinyal-
sinyal listrik (elektrik) dan kemudian dikirimkan ke komputer permukaan.
Komputer akan memecahkan kode yang diterima dan menampilkan informasi
yang dikirimkan tersebut (Gambar 3.45.).
3.5.4.1. Penerapan MWD
Kemampuan untuk mendeteksi apa yang sedang terjadi pada pahat (drill
bit) seperti kondisi sesungguhnya akan meningkatkan keefektifan biaya
pemboran. MWD dikembangkan karena adanya kebutuhan untuk mendapatkan
data secara dini pada lokasi sumur (wellsite) ketika pemboran sedang
berlangsung. Peralatan-peralatan MWD pada awalnya hanya memonitor operasi
pemboran berarah berdasarkan suatu dasar waktu dini (real time basis). Pada
dewasa ini, kemampuan MWD telah diperluas untuk mencakup kemampuan
menilai formasi (formation logging) dan juga meningkatkan efisiensi pemboran.
Operator menggunakan MWD untuk melakukan pengukuran dan
mengontrol arah dengan baik tanpa memakan waktu dan menggunakan survey
wireline single shots konvensional yang mahal. Data yang dibutuhkan untuk
menghitung penyimpangan lintasan (deviasi) dan arah (azimuth) secara otomatis
94

diambil dan dikirimkan setiap saat aliran lumpur berjalan, seperti pada saat setelah
menyambung rangkaian drill pipe.
Suatu keuntungan yang jelas dari pemakaian sistem MWD berarah adalah
kemampuan untuk secara cepat mendeteksi setiap perubahan dari lintasan berarah
lubang bor akibat adanya perubahan pada WOB atau RPM. Variasi yang
berlebihan pada deviasi lubang bor atau azimuth sangat kecil kemungkinannya
untuk tidak dipantau. Pengambilan sampel yang sering dari data berarah juga
dirasakan sangat membantu di dalam mengevaluasi seberapa efektif pahat mampu
untuk mengebor formasi.
Salah satu aplikasi sistem MWD berarah yang paling umum adalah untuk
mengarahkan (mengorientasi) down hole motor atau rangkaian bent sub ketika
akan melakukan perubahan arah lintasan lubang bor. Sensor-sensor yang dipasang
tepat di atas bent sub, melakukan pengukuran-pengukuran ketika pahat mengebor
pada dasar lubang, memberikan masukan informasi bagi directional driller
mengenai besarnya beban torsi yang dialami drill string dengan down hole motor
yang dipakai.
Sistem MWD untuk evaluasi formasi memakai sensor-sensor sinar gamma
dan resistivitas pada BHA untuk mengirimkan data yang berhubungan dengan
lithologi dan sifat-sifat reservoir. Peralatan-peralatan ini memungkinkan logging
(pendataan) lubang bor sebelum terjadi invasi formasi yang signifikan,
pembesaran lubang bor atau terbentuknya mud-cake. Pada beberapa kasus,
kecepatan pengambilan data-data dari alat ini menghasilkan resolusi lapisan
formasi yang lebih baik daripada memakai wireline log conventional.
Sensor-sensor evaluasi formasi MWD mampu menyediakan data-data (log)
ketika sedang melakukan pemboran lubang berarah yang memiliki sudut
kemiringan lintasan tinggi dimana tidak mungkin dilakukan dengan memakai
wireline log. MWD log tidak sepenuhnya untuk menggantikan posisi wireline log.
Efisiensi pemboran sistem MWD meliputi sensor-sensor untuk WOB, TOB
(torque-on-bit), motor RPM dan sensor untuk pemakaian bit. Pada sumur miring
dan lubang vertikal sangat sukar untuk memperkirakan beban aktual yang
diberikan pada pahat, disini kembali kita menemukan suatu aplikasi dari
pemakaian MWD. Suatu penurunan dari laju pemboran (ROP) dapat disebabkan
95

oleh sejumlah faktor yang terjadi di dasar lubang bor, seperti beban drag
(gesekan) antara komponen-komponen drill string dengan dinding lubang bor, bit
bailling dan hidrolika yang tidak mencukupi. Pengukuran-pengukuran WOB dasar
lubang bor dapat membantu dalam diagnosa atau penilaian permasalahan yang
benar.

Gambar 3.47.
Berbagai Konfigurasi Sistem MWD Sperry-sun 18)
3.5.4.2. Data yang dapat diukur oleh MWD
Data yang diukur berupa data geologi dan data teknis lubang bor
(tergantung dari susunan sensor yang dipasang pada peralatan bawah tanah), yang
meliputi :
1. Formation Radioactive (Gamma ray)
Diukur dengan bantuan ruggeddized scintillation detector setiap 27 detik pada
pengeboran biasa dan 54 detik dengan down hole motor.
2. Formation Resistivity (Short Normal)
96

Dengan memasang electro short normal 16 inchi dan mengukur setiap 27


detik.
3. Annular Temperature
Sensor yang dipasang dibagian luar MWD akan mengukur suhu lumpur yang
melalui sensor tersebut setiap 54 detik.
4. Downhole Weight On Bit (DWOB)
Mengukur gaya aksial yang terjadi pada pahat. Hasil pengukuran dikirimkan
setiap 27 detik dan dapat diperbandingkan dengan beban pahat dipermukaan
(Surface Weight On Bit = SWOB).
5. Bore hole Deviation/Azimuth
Kemiringan dan arah lubang bor dapat diukur dengan sistem magnetometer
dan accelerometer setiap saat selama aliran lumpur berlangsung.
6. Tool Face Angle
Arah dari bent-sub dapat diketahui dengan magnetometer dan accelerometer

3.5.4.3. Elemen-Elemen MWD


Pada prinsipnya elemen-elemen MWD terdiri dari :
1. Turbine Alternator, berfungsi untuk menghasilkan daya ke sistem baterai.
2. Modulator, berfungsi untuk menggerakan sinyal ke bentuk binner yang siap
ditransmisikan.
3. Pressure Velocity Sub, berfungsi mengirim atau mentransmisikan sinyal yang
disebabkan oleh gangguan aliran fluida dan membebaskan tekanan ke anulus.
4. Cummulatif Sub, merupakan alat pengaman di dalam collar terutama untuk
melubangi screen, dapat mengatur atau membatasi sirkulasi dan dapat
dipompa ke luar untuk sirkulasi.
Kesemua elemen di atas ditempatkan pada drill pipe yang dibuat khusus dan
ditempatkan sedekat mungkin dengan bit.
3.5.4.4. Jenis- Jenis Peralatan MWD
Peralatan MWD berdasarkan atas fungsinya dibedakan menjadi dua jenis,
yaitu:

1. Jenis MWD Rotary (Rotary Drilling Mode)


97

Peralatan jenis ini dapat digunakan pada pengeboran biasa dan pengeboran
dengan down hole motor tanpa diperlukan pengarahan lubang bor. Dari
perekaman, alat ini akan menghasilkan data :
- Formation radioactivity
- Formation resistivity
- Suhu annulus (annular temperatur)
- Torsi di pahat (downhole torque)
- Beban pahat di dasar (downhole weight on bit)
- Sudut kemiringan lubang (hole deviation)
- Arah lubang (azimuth)
2. Peralatan jenis lain dipergunakan apabila pengarahan alat pembelok
(deflection tool/ tool face) harus dilakukan terus menerus. Bent-sub dipasang
di atas down hole motor dan di bawah MWD. Pada penggunaan peralatan ini,
rangkaian pengeboran tidak diputar untuk mencegah kesalahan pengarahan
alat pembelok. Rekaman ini akan menghasilkan data :
- Formation radioaktif
- Magnetic tool face angle
- Gravity tool face angle
- Downhole weight on bit
- Arah lubang (azimuth)
3.5.4.5. Jenis-Jenis Sistem MWD
Terdapat tiga jenis sistem transimisi MWD yang tersedia secara
konvensional, kesemuanya memakai kolom lumpur sebagai media pengiriman
data ke permukaan sumur.
1. Sistem Pulsa Positif
Sistem ini memakai suatu katup jenis celup (plunger type valve) yang sering
merintangi atau menghalangi aliran lumpur sehingga menciptakan suatu pulsa
tekanan transient positif.
2. Sistem Pulsa Negatif
Sistem ini menggunakan suatu katup yang sering melepaskan suatu porsi
(bagian) aliran lumpur menuju anulus lubang bor yang menghasilkan suatu
transient pulsa tekanan negatif.
98

3. Sistem Gelombang Kontinyu


Sistem ini memakai suatu rotor berlubang (slotted) yang berputar dan stator
berlubang yang secara berlulang-ulang menganggu aliran lumpur sedikit mirip
suatu katup yang berputar atau sirine. Operasi ini membangkitkan suatu
fluktuasi frekuensi rendah yang kontinyu pada tekanan pipa sebesar 15 – 25
psi. Pembawa gelombang kemudian dimodulasikan untuk menghantarkan
informasi tersebut ke permukaan sumur.
3.5.5. Evaluasi Pembebanan Pada Rangkaian Bottom Hole Assembly (BHA)
Beban yang terjadi pada rangkaian drill string disebabkan oleh berat beban
yang tergantung di bawah drill string, gesekan antara drill string dengan dinding
lubang bor dan tekanan saat melakukan pemboran. Besarnya beban yang terjadi
tergantung dari: dimensi peralatan bawah permukaan (BHA) yang dipakai, bentuk
lintasan yang dibuat, jenis lumpur yang dipakai, dan karakteristik formasi.
Suatu desain rangkaian BHA yang mampu menangani beban aksial dan
beban torsi dengan aman adalah sama pentingnya seperti mendesain rangkaian
BHA itu sendiri. Faktor-faktor berikut ini harus diperhatikan ketika akan
mendesain suatu rangkaian BHA untuk sumur horizontal.
 BUR yang tinggi dan bagian lubang horizontal yang panjang menghasilkan
beban drag dan beban torsi yang cepat melampui batasan operasional pipa
standar.
 Kebutuhan untuk meneruskan beban aksial ke bit (WOB) di bagian lubang
horizontal sering menghasilkan beban kompresi pada HWDP dan DP (pada
beberapa kasus)
 Kebutuhan akan komponen drillstring yang lebih berat pada bagian upper
(vertikal) lubang bor untuk mengatasi efek aksial dari gesekan/friksi ketika
tripping di dalam lubang bor dan untuk menyediakan WOB yang cukup ketika
sedang mengebor.
 Suatu rangkaian BHA didesain untuk mampu mengatasi permasalahan ini
memerlukan kemampuan yang akurat untuk memperkirakan beban tension,
torsi dan kompresif di setiap titik sepanjang rangkaian pipa bor.
Pertimbangan yang paling signifikan dalam mendesain komponen
drillsteam untuk bagian lubang horizontal adalah rangkaian pipa yang mampu
99

untuk meneruskan WOB dengan aman dari susunan paling atas (upper) rangkaian
pipa hingga bagian lubang horizontal, sekaligus memperkecil beban keseluruhan
rangkaian pipa dan beban drag yang lebih tinggi.
Untuk bagian lubang horizontal yang pendek (short radius), HWDP
umumnya merupakan pilihan yang optimum karena dirancang untuk menahan
beban kompresif dan mampu untuk meneruskan (transmit) beban aksial yang
sangat tinggi tanpa terjadi buckling.
Ketika lubang horizontal diperpanjang, beratan HWDP mungkin dapat
menjadi suatu pembatas panjang lubang bor karena beban drag keseluruhan drill
string meningkat ketika lubang horizontal diperpanjang. Pada suatu titik,
pemakaian DP standar haruslah dipertimbangkan sebagai cara untuk memperkecil
beban pick-up/drag keseluruhan. Untuk lubang horizontal yang menerapkan KOP
dalam (deep) dan build curve yang cukup kompak, dimungkinkan untuk
memperkirakan beban torsi dan beban drag dengan memakai beberapa pendekatan
yang cukup sederhana.
3.5.5.1. Beban Torsi
Beban torsi atau puntir terjadi karena putaran drill string mendapat
perlawanan gaya (gaya reaksi) dari formasi akibat persentuhan atau kontak.
Besarnya beban torsi yang terjadi pada rangkaian pemboran dipakai untuk
menentukan besarnya daya yang akan disediakan untuk memutar rotary table atau
top drive di permukaan.
Kemampuan menahan puntiran pada bagian pipa paling tipis, tool joint
dan kemampuan rotary table atau top drive untuk memutar drill string menjadi
pembatas dalam mendesain lintasan lubang bor yang diinginkan. Untuk
menghitung beban torsi/puntir yang dapat diterima oleh rangkaian pipa pada
kondisi tensile atau tertarik adalah:
0.5
0.096167 xI  Tc 2 
T= Y
 2   ..……..…………………………………(4-
OD  A2 

6)

I =
32
OD 2  ID2  …………………..………………………………..(4-
7)
100

Dimana :
T = Torsi minimum @ minimum tension (tertarik), lb-ft
I = Momen inersia polar, in4
OD = Diameter luar, inch
ID = Diameter dalam, inch
Y = Yield strength minimum, psi
Tc = Beban tensile
A = Luas permukaan pipa, in2

Gambar 3.48.
Model penyebab beban torsi dan beban drag 20)
Pada prinsipnya beban torsi dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
berikut :
 .ODtj.Fc
T= ..………………………..……………………………..(4-
24
8)

Dimana :
T = Torsi, lb-ft
 = Koefisien fraksi
Fc = Gaya kontak lateral, lb/ft
ODtj = Diameter luar tool joint pipa, inch
Untuk lubang melengkung (curve hole), gaya kontak lateral dihitung dengan
menggunakan persamaan :
101

0.5
 F .B 
2
 F .B  
2

Fc =  A v  Wm .Sin    A L   ..…………..……………….(4-
 5730   5730  

9)

Dimana :
Fc = Gaya kontak lateral, lb/ft
FA = Beban aksial (+ beban tensile), lbs
Bv = Vertical build curve, 0/100 ft
BL = Lateral build curve, 0/100 ft = (Bt2 – Bv2)0.5
Bt = Total dogleg curvature, 0/100 ft
Wm = Gaya apung pada pipa, lb/ft
 = Sudut inklinasi, derajat

Beban torsi dapat ditentukan dengan menjumlahkan keseluruhan beban


torsi yang terjadi di setiap segmen lubang bor. Berikut ini beberapa persamaan
yang telah diturunkan untuk menghitung beban torsi yang timbul pada masing-
masing fase lubang bor. Torsi pada lubang lurus dapat diperkirakan dengan
menggunakan persamaan berikut.
Untuk lubang bor/sumur miring (slant hole)

OD.Wm .L . sin 


T= .....…………………………………….................(4-
24
10)

Untuk lubang bor horizontal :


Dengan asumsi sudut kemiringan 900 dan faktor friksi ( = 0.33) maka :
OD.Wm .L
TH= ..…………………………..…………………….........(4-
72
11)
102

Torsi untuk memutar rangkaian pipa di build section 900, tergantung dari besaran
gaya aksial pada EOC. Ketika mengebor lubang horizontal menggunakan putaran
(rotasi) dari permukaan, maka gaya aksial di EOC = WOB.

Untuk lubang melengkung atau pertambahan sudut (build section) :


Penentuan beban torsi/puntir pada bagian pertambahan sudut dapat menggunakan
persamaan yang dikembangkan oleh Rudi Rubiandini R.S yaitu dengan batasan-
batasan sebagai berikut :

K = WOB – 0.33 Wm R ……………………………………………(4-12)

Untuk K negatif :

OD.Wm.R
TB  ...…………..………………………………………(4-
72
13)

Untuk K positif :

OD.Wm.R OD
TB   (WOB  0.33.Wm.R) ……….…………….....(4-
72 46
14)

Dimana :
T = Torsi friksi pada lubang miring, lbf-ft
TH = Torsi friksi pada lubang horizontal, lbf-ft
TB = Torsi friksi pada lubang pertambahan sudut, lbf-ft
OD = Diameter luar tool joint atau collar, inch
L = Panjang pipa yang bersentuhan dengan dinding sumur, ft
 = Koefisien friksi (diasumsikan 0.33)
 = Sudut kemiringan, derajat
WOB = Weight on Bit, lb
103

K = Konstanta perhitungan, lb
Wm = Berat pipa dalam lumpur, lb/ft
R = Jari-jari bagian pertambahan sudut, ft = (5730/BUR)

3.5.5.2. Beban Drag


Idealnya pada pemboran vertikal, drill string yang digunakan tidak akan
mengalami beban drag. Tetapi dengan adanya daerah lubang bor pertambahan
sudut akan menyebabkan drill string rebah dan menempel pada dinding lubang
bor, sehingga menimbulkan beban drag yang arahnya berlawanan dengan arah
gerak drill string.
Semakin besar sudut kemiringan lubang bor maka beban drag akan
semakin besar. Beban drag maksimum terjadi pada saat lubang bor membentuk
sudut 900 atau pada saat pemboran ke arah lubang horizontal. Beban drag yang
timbul pada kondisi ini adalah sama dengan berat rangkaian pipa yang menempel
di sepanjang lubang horizontal setelah dikurangi gaya apung.

Gambar 3.49.
Model Tensile dan Compressive Drag 20)
104

Semakin berat rangkaian pipa yang terletak pada dinding sumur maka
semakin besar beban drag yang harus dihadapi. Secara teknis beban drag yang
besar sangat merugikan karena memberikan hook load yang tinggi saat hoisting
drill string dan tekanan yang tinggi sangat lowering drill string. Untuk itu
diperlukan usaha-usaha untuk meminimalisasi friksi yang terjadi. Salah satu cara
adalah dengan mendesain lintasan lubang bor yang tepat agar daerah kontak
antara drill string dengan dinding lubang bor minimal, atau dengan cara
memperbaiki desain sistem lumpur sehingga diperoleh kemampuan pelumasan
dan pengangkatan cutting yang baik sehingga terhindar dari kemungkinan
terjepitnya pipa.
Toleransi maksimum beban drag yang terjadi pada rangkaian pipa, tool
joint dan peralatan penyambung lainnya adalah untuk menahan beban drag
tersebut. Sedangkan besarnya beban drag yang terjadi akan menentukan besarnya
daya yang harus disediakan di permukaan yang diperlukan untuk mengangkat,
menurunkan, dan menahan rangkaian pipa.

 Beban drag untuk lubang lurus :


Wm.L.  .Sin
D= ………………………………………………...(4-15)
3

 Beban drag untuk lubang horizontal :


Wm.L
DH  .....................................................................................(4-16)
3

 Penurunan rangkaian BHA :


Pada saat penurunan pipa ke lubang bor build section, besarnya beban drag
dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan oleh
Rudi Rubiandini R.S, yaitu :
K = FA – 0.25.Wm.R .……..………………………………………(4-17)
FA  DH + WOB

Maka beban kompresif drag yang terjadi di segmen lubang build-up adalah :
105

Bila K negatif :
DB = 0.40.Wm.R ………………………..….………………………(4-18)

Bila K positif :
DB = 0.25.Wm.R + 0.69 FA .……………………………………….(4-19)

 Penarikan (hoisting) rangkaian BHA (pick-up drag) :


Pada saat penarikan pipa dari lubang bor build section, besarnya beban
drag dapat diperkirakan dengan menggunakan persamaan yang dikembangkan
oleh Rudi Rubiandini R.S, yaitu :
K = FA – 0.85. Wm.R .……………………………………........…(4-20)
FA  DH

Maka beban tensile drag atau pick-up drag pada segmen lubang pertambahan
sudut adalah :
Bila K negatif :
Wm.R
DB  .…………………….....………………………..........(4-21)
3
Bila K positif :
D B = 0.69.FA- 0.25 Wm.R ………………………………………..(4-22)

Dimana :
D = Beban drag pada lubang miring, lbf
DH = Beban drag pada lubang horizontal, lbf
DB = Beban drag pada fase lubang bor build curve, lbf
Wm = Berat pipa dalam lumpur, lbf/ft
L = Panjang pipa yang bersentuhan dengan dinding lubang bor, ft
 = Koefisien friksi (diasumsikan 0.33)
 = Sudut kemiringan, derajat
FA = Beban kompresi pada EOC, lb
R = Jari-jari build curve, ft
106

Hubungan-hubungan ini dapat dipakai untuk mengestimasi besaran beban


torsi dan beban drag bagi sebagian besar desain sumur horizontal. Ketika evaluasi
tersebut digabung dengan suatu analisa gaya buckling kritis (Fc), memungkinkan
untuk mengevaluasi pengaruh pada torsi dan drag oleh perubahan penggunaan
komponen rangkaian pipa di segmen horizontal. Mengurangi beratan pipa yang
dipakai di lubang horizontal akan mengurangi beban torsi dan beban kompresif
drag selama drill string yang lebih ringan itu tidak buckled (tertekuk-tekuk). Jika
kondisi memperlihatkan bahwa buckling akan terjadi, analisa harus dilakukan
dengan menggunakan persamaan yang lebih kompleks dibandingkan hubungan-
hubungan sederhana di atas.
Tujuan untuk mengetahui atau menemukan besarnya beban drag adalah
untuk mempersiapkan kapasitas hook load rig untuk menurunkan, menahan dan
menarik drillstring pada saat mengatur distribusi WOB akibat adanya beban drag.
3.5.5.3. Beban Buckling
R.F MITCHEL telah menurunkan persamaan untuk meramalkan
tertekuknya (bukling) pipa pada lubang miring. Inti dasar dari persamaan adalah
gaya gravitasi bumi menarik pipa kearah bagian bawah lubang yang cenderung
mempertahankan kelurusan pipa dan beban pada bagian akhir pipa cenderung
melengkungkan pipa. Adapun persamaan yang dikembangkan adalah:

0.5
 BF (OD 2  ID 2 ) sin  
BL = 1.617   ...............................................(4-23)
 H  OD 
Dimana :
BL = Beban minimum penyebab tertekuknya pipa, (lbs)
BF = Gaya apung, (Psi)
Ø = Sudut kemiringan lubang, (derajat)
OD = Diameter lubang pipa,(inch)
ID = Diameter dalam pipa,(inch)
H = Diameter lubang (bukan ukuran bit), (inch)
Berikut ini merupakan persamaan lain yang dikembangkan untuk
menentukan besar axial load yang dapat menyebabkan pipa melengkung pada
lubang lurus.
107

 I * Wa (65.5  Mw) sin  


FC=550   ......................................................(4-
 DH  Dtj 
24)
Dimana :
Fc = Max.Axial load pada lubang vertikal (lbf)
OD 2  ID 2
I = AS
16
As = 0.7854 (OD2-ID2)
I = Momen Inersia ,in4
OD = Diameter luar pipa, in
Wa = Berat pipa diudara, lbf/ft
Mw = Densitas Lumpur, ppg
DH = Diameter lubang bor, in
Dtj = Diameter tool joint, in
Beban buckling adalah gejala tertekuknya rangkaian pipa akibat adanya
pembebanan yang melebihi maksimumnya kompresifnya. Untuk itu perlu
dianalisa beban kompresif yang terjadi pada rangkaian pipa selama operasi
pemboran berlangsung guna menghindari penekukan rangkaian pipa.
Saat lubang bor menjadi semakin miring dan horizontal, maka analisa
mengenai gaya menjadi rumit (kompleks). Beban aksial kompresif yang diberikan
pada pipa bor dapat menghasilkan dua jenis tertekuknya pipa bor (buckling), yaitu
sinusoidal bucling dan helical buckling. Sinusoidal buckling adalah bentuk
pertama dari tertekuknya pipa bor pada lubang bor, sedangkan helical buckling
terjadi setelah sinusoidal buckling.
Sinusoidal buckling terjadi jika beban yang diberikan melebihi beban
sinusoidal buckling (sinusoidal buckling load). Terdapat beberapa hal yang perlu
diketahui pada saat terjadi sinusoidal buckling. Bentuk sinusoidal hanya terjadi
pada bagian pipa dimana beban aksialnya melebihi sinusoidal buckling kritis,
sedangkan bagian pipa lainnya masih tetap dalam keadaan lurus. Sinusoidal
buckling tidak membahayakan pipa bor dan mempunyai periode berbentuk
gelombang sinus yang sangat panjang jika dibandingkan dengan amplitudonya.
Gaya-gaya yang bekerja pada saat sinusoidal buckling masih dalam batas elastik
108

pipa bor. Titik awal mulai terbentuknya sinusoidal buckling bukanlah batas masih
mampunya pipa bor didorong lebih jauh ke dalam lubang bor.
Jika pemberian beban terus dilakukan, maka suatu saat akan melampui
batas beban helical buckling kritis sehingga akan terjadi helical buckling. Bentuk
helix (spiral) hanya terjadi pada bagian pipa bor dimana beban aksialnya melebihi
helical buckling load. Helical buckling juga tidak membahayakan pipa bor.
Bentuk helix akan berganti arah untuk suatu periode yang lebih pendek daripada
simusoidal buckling. Helical buckling menyebabkan tambahan gaya kontak antara
pipa bor dengan dinding lubang bor yang mengakibatkan peningkatan gaya gesek.

Gambar 3.50.
Buckling pada sumur Horizontal 20)
Setelah terjadinya helical buckling, beban yang diperlukan untuk
mendorong pipa bor masuk ke bagian lubang horizontal meningkat dengan tajam,
sampai suatu saat pipa bor tidak mampu lagi didorong meskipun diberikan
tambahan beban di permukaan (slack off). Kondisi seperti ini disebut terkunci
(lock-up). Pada banyak kasus, tidak terjadi sesuatu yang membahayakan pipa bor
pada saat terjadi lock-up. Hanya pada suatu kasus tertentu, yaitu apabila beban
yang diberikan melebihi ultimate strength dari pipa bor, maka pipa bor dapat
109

putus. Lock-up adalah batas penetrasi pipa bor pada sumur horizontal akibat friksi
yang semakin meningkat sehingga pipa bor akan berhenti bergerak (terkunci).
Semua jenis buckling sangat sensitif terhadap ukuran lubang bor relatif terhadap
ukuran pipa bor dan friksi antar pipa bor dengan lubang

Gambar 3.51.
Sinusoidal dan Helical Buckling 18)

3.5.5.4. Beban Tension


Tension yang terjadi pada drill string pada dasarnya disebabkan oleh
beban pipa yang berada di bawahnya. Besarnya beban tension bertambah dari
mulai titik netral hingga mencapai maksimal pada drill pipe paling atas. Besarnya
beban tension yang terjadi harus dievaluasi dengan cermat hingga dapat
ditentukan grade atau kualitas pipa yang sesuai untuk suatu desain BHA. Beban
tension yang melampui kekuatan tarik dari pipa akan mengakibatkan pipa dapat
putus.
Berikut ini adalah cara memperkirakan besarnya beban tension yang
terjadi pada drill string ke dalam beberapa segmen. Semakin pendek segmen,
akan menghasilkan hasil perhitungan yang semakin tepat. Persamaan yang dipakai
adalah persamaan yang dikembangkan oleh C.A. Johancssik. Dalam
memperkirakan beban tension pada drill string dibutuhkan data survey arah dan
kemiringan, deskripsi drill string, dan besarnya koefisien friksi antara pipa dengan
dinding lubang bor.
110

Perhitungan diawali dari bagian paling bawah dari drill string dan secara
bertahap hingga ke permukaan. Masing-masing segmen drill string memberikan
tambahan beban aksial dan torsi pada segmen di atasnya sehingga perhitungan
dilakukan secara kumulatif hingga ke titik teratas dari drill string. Besarnya gaya
normal dapat ditentukan dengan memakai persamaan berikut :

Fn = ((Ft . Sin  . Sin )2 + (Ft . Sin  + W . Sin )2)0.5 ………..(4-28)

Sedangkan pertambahan beban tension yang diberikan oleh setiap segmen


dihitung dengan persamaan :
Ft = W . Cos     Fn .…………………………………………..(4-29)

dan pertambahan beban torsi adalah :


M =   Fn  r ……………………………………………………..(4-30)

dimana :
Fn = Gaya normal yang bekerja pada elemen pipa, lbf
Ft = Gaya tension aksial pada ujung bawah setiap segmen, lbf
Ft = Peningkatan tension pada elemen pipa, lbf
W = Berat drill string dalam lumpur, lbf
 = Perbedaan sudut azimuth pada setiap panjang elemen pipa, 0
 = Perbedaan sudut azimuth pada setiap panjang elemen pipa, 0
 = Sudut inklinasi rata-rata dari segmen pipa, 0
 = Koefisien friksi
M = Peningkatan torsi pada setiap segmen elemen pipa, ft-lbf
r = Jari-jari segmen pipa (OD, inch/2), ft

Tanda positif dipakai saat penarikan drill string, karena arah penarikan
melawan arah gerakan drill string sehingga beban tension membesar, sedangkan
tanda negatif diterapkan saat menurunkan drill string. Untuk mendapatkan
tension maksimum pada bagian paling atas drill pipe, maka harga kumulatif
111

tension yang dihitung dengan persamaan di atas, harus ditambahkan lagi dengan
beban yang tergantung dari permukaan hingga KOP, yaitu :

Ft = DKOP x W ..….…………………………………………………..(4-31)

Dimana : DKOP = kedalaman KOP, ft

3.5.7. Perencanaan Drill String


Banyak faktor yang harus diperhatikan dalam perencanaan drill string
terutama berkaitan dengan adanya beban dan tekanan yang harus ditanggung oleh
drill string. Pada kenyataannya banyak sekali beban yang harus ditanggung drill
pipe, baik yang berkaitan dengan fungsinya maupun beban yang timbul tiba–tiba
karena suatu kondisi tertentu. Beban tersebut antara lain : collapse, bursting, dan
dogleg.
Beban collapse diakibatkan oleh tekanan luar pipa yang sangat besar.
Bagian bawah pipa akan mengalami beban terbesar akibat tekanan ini. Bursting
adalah tekanan yang diakibatkan oleh tekanan didalam pipa. Secara umum dog
leg dapat dikategorikan menjadi dua yaitu: Gradual and Long Dog Leg dan Aburt
Dog Leg. Pada gradual and long dog leg, perubahan sudut yang terjadi adalah
perlahan–lahan sehingga bentuk lubang melengkung, sedangkan pada aburt dog
leg perubahan sudut yang terjadi adalah tiba–tiba.
Dalam pendesainan kurva lengkungan, bagian pertambahan sudut
diusahakan agar besarnya dapat memperkecil kemungkinan menempelnya pipa
pada dinding sehingga dapat menurunkan beban drag dan torsi. Berikut ini adalah
persamaan yang dapat dipergunakan untuk menentukan besarnya build rate yang
harus dilakukan sehingga tidak terjadi kontak antar pipa dengan dinding sumur.
112

Depth Collapse load suplied


by annular mud

Pressure

Gambar 3.52.
Beban Collapse Pada Drill String17)

Depth Surface Casing

Pressure

Gambar 3.53.
Beban Bursting Dikontrol Tekanan Permukaan17)

2R
B = J L Tan (57.3 L )  L  …………………....………………..(4-
 4J 4J 

42)

Dimana:
B = Max. Build rate yang dapat dilakukan (0/100 ft)
R = Radial clearance tool joint dengan pipa (in)
L = Panjang joint pipa (in)
113

(EI) 0,5
J =
7
E = Modulus Young (30 x 106) untuk Baja
I = Moment Inersia pipa (in4)
(OD 2 ID 2 )
= As
16
As = Luas penampang pipa (in2)
F = Beban kompresi pada pipa (lbs)
OD = Diameter luas pipa (in)
ID = Diameter dalam pipa (in)
ODTJ = Diameter luar total joint (in)

Sehingga ada load maksimum yang diijinkan pada pipa yang sudah tertekuk
dalam lubang vertikal, yang dapat dihitung dengan menggunakan:

0.5
 I Wa (65,5 - MW) 
F = 957   ……………………...……………..(4-
 Dh - Dtj 
43)

Dengan:
F = Beban maksimum pada lubang vertikal, lbs
I = Moment inersia pipa, in4
As (OD 2  ID 2 )
=
16
OD = Diameter luar pipa, in
ID = Diameter dalam pipa, in
Wa = Berat pipa di udara, lb/ft
MW = Desitas lumpur yang digunakan, ppg
Dh = Diameter lubang pemboran, in
Dtj = Diameter tool joint, in
114

Gambar 3.54.
Pipe Body Contact17)
3.5.6.1. Drill String Dari 0 – KOP
Susunan rangkaian drill string yang umum digunakan untuk membor
bagian vertikal yaitu dari permukaan sampai sebelum titik belok (KOP) adalah:
Bit – DC – DP - ….. dst.
Apabila formasi yang dibor lunak, maka dianjurkan hal-hal di bawah ini:
a. WOB rendah
b. RPM tinggi
c. RPM dan Rate pemompaan dinaikkan sehingga sirkulasi lumpur lebih
cepat
3.5.6.2. Drill String Tahap Build Up Curve
Rangkaian drill string yang umum digunakan untuk pembentukan sudut
adalah: Bit – Dyna Drill – Bent Sub – KMC – DC – HWDP – DP - ….dst.
Sedangkan penempatan stabilizer harus selalu ditempatkan di dekat bit. Adanya
beban pada bit menyebabkan bagian drill colar di atas stabilizer membelok
dengan kemiringan tertentu. Build Up Rate ini sangat tergantung kepada WOB,
posisi stabilizer dan ukuran drill collar.
Rangkaian drill string yang umumnya digunakan pada build up section ini adalah:

A. Tipe Long Radius Sistem


115

Bit – Stab – Bent Sub – MWD Pulser Collar – Moleshoe Sub – Non Magnetic
– KMC – Stab - …..dst
B. Tipe Medium Radius Sistem
Bit – Bent Sub/Bent Housing – Stab – MWD – CSDP – Spiral DC – HWDP –
DP - ….. dst.
C. Tipe Short Radius Sistem
Bit – Stab Bearing Ass – Double Tilted U Joint Housing – Motor Section –
Bypass valve – Orientation/latchdown Sub - …. dst.
D. Tipe Ultra Short Radius Sistem
Bit – Sealed Trust Bearing Ass – Stab – Lower Tilt Sub – Upper Tilt Sub Ass –
Power Section Low, Medium or Hight Speed – Dump Sub – Stab – Short Flex
NMDC – Jars – Cross Over Sub – WHDP – DP - … dst.
Untuk perubahan sudut build up yang besar, maka dianjurkan hal-hal di bawah
ini:
a. WOB tinggi
b. Ukuran Monel Drill Collar kecil
c. RPM dan rate pemompaan kecil apabila formasi lunak
Sedangkan untuk perubahan sudut build up yang kecil, dianjurkan hal-hal sebagai
berikut:
a. WOB kecil
b. Ukuran Monel Drill Collar besar
c. Tematkan stabilizer pada puncak Monel drill collar
d. Tambahkan jarak bit dengan stabilizer
e. Tambahkan RPM dan Rate pemimpaan pada formasi lunak
3.5.6.3. Drill String untuk bagian tangent
Pada kasus ini sangat sukar menentukan tangent drill string yang dapat
sekaligus mengatur atau mempertahankan kemiringan dan arah lubang bor.
Umumnya persoalan yang terbesar adalah di dalam mengontrol sudut arah, sedang
mengontrol sudut kemiringan lebih mudah. Umumnya tangen section ini dibor
dengan sistim rotary karena akan menghemat biaya. Drill string yang umum
digunakan adalah sebagai berikut: Bit – Stabilized Straight Assembly (Under
Gauge Stab)–Flex DP – DP -… dst.
116

3.5.6.4. Drill String Pada Bagian Horizontal


Drill string yang digunakan pada bagian horizontal umum digunakan adalah :
1. Tipe Long Radius Sistem
Bit-String Stab-KMC-String Stab-MWD-String Stab-HWDP-DP-…dst
2. Tipe Medium, Short, dan Ultra Short Radius Sistem.
Bit-Integral Blade Stab-Bent Sub- Integral Blade Stab-CSDP-Spiral DP-
HWDP-DP-…dst.

3.6. Monitoring dan Survey


Monitoring diperlukan untuk mengetahui ketepatan dari peralatan
pengeboran sesuai dengan perencanaan lintasan yang telah dibuat sebelumnya.
Dengan demikian akan diketahui bila terjadi penyimpangan arah dan hal ini bisa
terjadi dimungkinkan koreksi sehingga lintasan tetap terjaga.
3.6.1. Peralatan Survey
Selama operasi pemboran setiap telah dicapai titik-titik dikedalaman
tertentu kita mengukur sudut kemiringan dan sudut arah lubang bor. Dari
pengukuran ini dapat diketahui penyimpangan sudut dari sasaran yang
direncanakan sehingga dari setiap titik pengukuran ini kita dapat mengoreksi
penyimpangan dan mengarahkan kembali kesasaran semula. Alat survey ini
terbagi atas dua macam, yaitu:
a. Single Shot
Merupakan peralatan survey yang hanya dapat mencatat sekali dalam
sekali pengukuran ke dalam, prinsip kerjanya sama dengan peralatan multi shot.
b. Multi Shot
Peralatan ini dapat mencatat berkali-kali selama sekali pengukuran. Prinsip
kerjanya adalah sebagai berikut. Sebuah kompas dan unit pencatat sudut yang
berbentuk cakram dipotret bersama-sama oleh sebuah kamera. Hasil pemotretan
ini menghasilkan penyimpangan dari vertikal, karena adanya fluida yang bebas
bergerak, sedang arah dicatat pada unit pencatat (terdiri dari macam : 0 – 12 0, 10
– 200, dan 15 – 900).
117

Gambar 3.55.
Contoh Alat Survey dan Prinsip Kerjanya 20)

Gambar 3.56.
Cara pembacaan hasil pengukuran alat survey 20)
3.6.2. Metode Survey
Setelah drilling planning dibuat dan telah dilaksanakan maka dalam
pengoperasiannya setiap kedalaman tertentu dilakukan pengukuran sudut
kemiringan dan arah lubang bor.
Bila titik-titik survey tersebut terjadi penyimpangan maka lubang bor
diarahkan kembali ke arah yang telah ditetapkan. Beberapa metode yang dapat
menentukan koordinat titik survey tersebut. Dalam perhitungannya didasarkan
118

pengukuran ke dalam sumur, perubahan sudut arah dicatat oleh alat survey.
Metode-metode perhitungan tersebut adalah :
1. Metode Tangensial
Prinsip dari metode ini adalah menggunakan sudut inklinasi dan azimuth dari titik
awal interval untuk menghitung vertical depth, daparture dan posisi.

Gambar 3.57.
Tangential Methode 20)
2. Metode Balanced Tangential Method
Metode ini membagi dua interval dimana untuk bagian atas interval
digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada titik awal interval dan untuk bagian
bawah interval digunakan sudut inklinasi dan azimuth pada ititk akhir interval.
119

Gambar 3.58.
Balanced Tangential Method 20)

3. Metode Angle Averaging


Prinsip dari metode ini adalah menggunakan rata-rata sudut inklinasi dan
rata-rata sudut azimuth dalam menghitung vertical depth, departure dan
posisi.
4. Metode Radius of Curvature
Metode ini menganggap bahwa lintasan yang melalui dua stasiun
berbentuk kurva yang mempengaruhi radius of curvature tertentu.
5. Metode Minimum of Curvature
Persamaan ini hampir sama dengan persamaan pada metode balanced
tangential, kecuali data-data surveynya dikalikan dengan Rf.
6. Metode Mercury
Metode ini merupakan perbaikan dari metod balanced tangential dengan
memasukan faktor-faktor koreksi panjang dari alat survey yang dipergunakan.

Anda mungkin juga menyukai