Anda di halaman 1dari 28

BAB III

TEORI DASAR

Pemboran (Drilling) merupakan suatu kegiatan untuk membuat lubang di

permukaan tanah sampai ke target di bawah permukaan, sehingga minyak, gas dan

panas bumi dapat diproduksikan. Kegiatan pemboran merupakan kelanjutan dari

analisa geologi, geofisika dan simulasi reservoir sebagai pembuktian adanya

kandungan hidrokarbon pada daerah tertentu. Kegiatan pemboran umumnya

diharapkan berupa pemboran vertikal, karena biaya operasi dari kegiatan pemboran

tersebut lebih murah dan lebih mudah untuk dilaksanakan. Akan tetapi dikarenakan

alasan-alasan tertentu tidak semua pemboran dapat dilakukan secara vertikal,

sehingga harus dilakukan pemboran berarah.

3.1 Pemboran Berarah

Pemboran berarah (Directional Drilling) adalah teknik pemboran dimana

lintasan pemboran dibelokkan mengikuti lintasan yang telah direncanakan untuk

mencapai target yang telah ditentukan. Bentuk dari lintasan ini tidak berbentuk

vertikal.

3.1.1 Tujuan dan Alasan Pemboran Berarah

Tujuan dilakukannya pemboran berarah adalah agar kegiatan operasi

pemboran yang tidak dapat dilakukan secara vertikal, namun dengan teknik

pemboran berarah dapat dilakukan secara efektif, efisien dan ekonomis. Alasan

8
9

dilakukannya pemboran berarah adalah karena adanya beberapa faktor yang

mengharuskan pemboran berarah dilakukan, antara lain:

1. Alasan topografis

Pada peristiwa ini dilakukan apabila keadaan dipermukaan tidak

memungkinkan untuk mendirikan lokasi pemboran. misalnya, formasi produktif

terletak di bawah paya-paya, sungai dan terletak di bawah bangunan-bangunan atau

perkotaan. Gambar 3.1 di bawah ini merupakan contoh pemboran yang dilakukan

di bawah sungai dan perkotaan.

Gambar 3.1

Formasi Terletak di Bawah Sungai dan Perkotaan 7


10

2. Alasan geologi

Pemboran berarah disini dilakukan untuk menghindari kesulitan apabila

dilakukan pemboran secara vertikal, misalnya:

a. Adanya kubah garam

Pada saat operasi pemboran, jika rangkaian pemboran menembus kubah

garam dapat menimbulkan masalah seperti hilang sirkulasi, masalah korosi dan

terkontaminasinya fluida lumpur pemboran dengan kandungan garam. Apabila

tetap dilakukan pemboran vertikal, maka kemungkinan akan menyebabkan

beberapa masalah yaitu larutnya garam, runtuhnya lubang sumur, dan

bertambahnya biaya pemboran. Gambar 3.2 di bawah ini merupakan lapisan

produktif yang berada di bawah kubah garam.

Gambar 3.2

Pemboran Berarah Karena Adanya Kubah Garam 7


11

b. Adanya patahan

Patahan tersebut sebaiknya dihindari karena akan mengakibatkan

terjadinya kehilangan sirkulasi lumpur (loss circulation) dan menyulitkan dalam

pengontrolan tekanan dasar lubang. Apabila tekanan dasar lubang sulit dikontrol

akan dapat menyebabkan masalah yang membahayakan operasi pemboran tersebut.

Selain itu, patahan juga dapat mempengaruhi sudut kemiringan lubang bor dan

dapat mengakibatkan terjadinya penyimpangan arah atau penyimpangan lintasan

saat pemboran yang menemui zona reservoir menjadi lebih awal atau tidak bertemu

sama sekali (miss depth). Gambar 3.3 di bawah ini merupakan pemboran yang

menghindari adanya patahan.

Gambar 3.3

Pemboran Berarah Karena Adanya Patahan 7


12

3. Alasan ekonomis

Dalam beberapa hal, pelaksanaan pemboran berarah relatif lebih

menguntungkan daripada pemboran vertikal terutama apabila lapangan tersebut

terletak pada daerah pegunungan, perkotaan, perumahan atau pada lapangan

dengan kondisi yang disebutkan pada alasan geografis dengan memperhitungkan

faktor-faktor seperti :

a. Biaya pembebasan lahan

Untuk daerah-daerah dengan harga tanah yang mahal, banyaknya tanah

yang dijadikan sebagai lokasi pemboran akan mengeluarkan biaya yang tidak

sedikit jika dilakukan pemboran secara vertikal. Selain itu, jika dilakukan pemboran

vertikal di daerah perkotaan, perumahan serta tempat-tempat bersejarah akan

mengalami kesulitan karena harus memiliki ijin pembebasan lahan dan

pembongkaran terlebih dahulu untuk melakukan operasi pemboran pada daerah

tersebut.

b. Biaya pemindahan peralatan

Dalam pemboran vertikal pemindahan peralatan dapat dilakukan lebih

sering dibandingkan dengan pemboran berarah karena pemboran berarah dapat

menembus lebih dari satu target sehingga meminimalisir biaya perpindahan

peralatan.
13

c. Biaya pengadaan sarana

Untuk pemboran di lepas pantai, pemboran berarah dapat meminimalisir

biaya pengadaan sarana pemboran yaitu biaya pembuatan platform dan peralatan

peralatan yang ada di permukaan.

d. Pengolahan limbah pada suatu lokasi

Pengelolaan limbah pada suatu daerah perlu dilakukan untuk menjaga

keseimbangan ekosistem sekitar dan mencegah adanya pencemaran lingkungan.

Pemboran berarah akan memudahkan dalam pengolahan limbah karena limbah

akan ditempatkan dalam suatu lokasi untuk beberapa sumur.

4. Alasan-alasan lain

Terdapat beberapa faktor lain yang menyebabkan dilakukannya pemboran

berarah seperti :

a. Cluster system

Pemboran yang dilakukan dengan sistem gugusan sumur atau cluster system

dapat menghemat operasi pemboran. Misalnya pada daerah lepas pantai, sistem

pemboran ini sudah sangat banyak diterapkan pada pemboran lepas pantai.
14

Gambar 3.4 di bawah ini merupakan contoh pemboran berarah dengan

Cluster System. Terdapat beberapa wellpath dalam satu platform. Sehingga dapat

menghemat operasi pemboran.

Gambar 3.4

Pemboran Berarah Dengan Menggunakan Cluster System 7

b. Relief well

Relief well adalah sumur yang dibor menggunakan teknik pemboran

berarah untuk mengatasi semburan liar (blow out). Target dari relief well adalah

titik pada sumur dengan formasi yang menimbulkan blowout. Melalui relief well,

dipompakan cairan untuk memadamkan api. Relief well ini di bor menuju reservoir

yang mengalami semburan liar lalu menginjeksikan material lumpur berat untuk

mematikan semburan liar.


15

Gambar 3.5 merupakan contoh gambar tujuan pemboran berarah untuk sistem

relief well untuk memadamkan semburan sumur sekitar.

Gambar 3.5

Pemboran Relief Well 7

c. Menghindari garis batas di permukaan

Sumur yang dibor menggunakan teknik pemboran berarah yang bertujuan

untuk menghindari garis batas di permukaan biasa ditemui pada daerah yang sulit

perizinannya, berbatasan dengan lapangan lain atau pemboran yang dilakukan pada

daerah hutan lindung.


16

d. Menyimpang dari garis lurus

Apabila sumur yang dibor menyimpang jauh dari pola lintasan sumur

vertikal yang direncanakan biasanya akan dibor menggunakan teknik pemboran

berarah agar target tetap dapat dicapai. Penyimpangan pola lintasan pada sumur

tersebut biasanya dapat disebabkan oleh faktor mekanis dan faktor formasi. Gambar

3.6 di bawah ini merupakan pemboran berarah yang dilakukan untuk menghindari

pemboran yang menyimpang dari garis lurus.

Gambar 3.6
7
Menghindari Pemboran Yang Menyimpang Dengan Side Track

3.1.2 Masalah yang Terjadi Pada Pemboran Berarah

Pada pemboran berarah di kedalaman titik belok tertentu, lubang bor akan

diarahkan ke suatu target yang dikehendaki dengan suatu sudut kemiringan


17

(inklinasi) tertentu. Dengan terbentuknya kemiringan pada lubang bor akan dapat

menimbulkan beberapa masalah antara lain :

• Terjepitnya sebagian drill string karena terjadinya gesekan antara drill string

dengan dinding lubang bor.

• Patahnya rangkaian pipa bor (drill pipe) karena terjadi kelelahan (fatique) pada

rangkaian pipa bor tersebut.

• Berkurangnya umur drill pipe karena tension (tegangan) yang terjadi pada tool

joint (sambungan).

3.1.3 Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Kemiringan Arah Lubang Bor

Selama melakukan pemboran berarah, lubang bor yang dihasilkan di bawah

permukaan tanah pasti akan menyimpang baik sedikit maupun banyak dari sudut

kemiringan yang diinginkan. Hal ini disebabkan karena lubang bor yang terbentuk

mempunyai kecenderungan untuk berkelok atau menyimpang. Hal ini disebut juga

dengan istilah Crooked Hole. Penyebab dari Crooked Hole ini terdiri dari dua (2)

faktor yaitu :

1. Faktor formasi

Pada formasi yang berlapis – lapis dengan bidang perlapisan yang miring

makan lubang bor akan cenderung untuk tegak lurus terhadap bidang perlapisan

tersebut. Penembusan bit pada formasi akan meninggalkan suatu baji kecil yang

dapat berefek seperti whipstock kecil (miniature whipstock) yang dapat


18

membelokkan lubang sumur secara tidak signifikan. Teori ini disebut juga

Miniature Whipstock Theory.

Selain itu, pada formasi yang memiliki kemiringan bidang perlapisan lebih

besar dari 45o, maka bit akan cenderung sejajar bidang perlapisan tersebut.

Sedangkan pada formasi yang memiliki perlapisan yang berganti-ganti dari lunak

ke keras maupun sebaliknya juga akan menyebabkan bit ditahan dengan berat pada

kedua sisinya, sehingga bit akan terperosok ke salah satu sisi dan mengakibatkan

bengkoknya lubang bor. Teori ini disebut juga Formation Drillability Theory.

2. Faktor mekanis

Faktor – faktor yang menyebabkan lubang bor cenderung menyimpang

dari lintasan awal yang disebabkan oleh mekanis yakni :

• Perubahan susunan rangkaian BHA akan memberikan bentuk lubang yang

berlainan.

• Drill Collar yang tidak cukup kaku sehingga mudah melengkung.

• Beban pada bit yang terlalu besar sehingga drill collar menjadi melengkung.

3.2 Peralatan Pemboran Berarah

Serangkaian peralatan yang digunakan pada saat pemboran berlangsung

(BHA) harus digunakan secara tepat sesuai dengan kegunaan dari peralatan tersebut

sehingga operasi pemboran dapat berhasil sesuai dengan target yang telah

ditentukan. Setelah mencapai sudut tertentu maka digunakan Bottom Hole

Assembly (BHA) yang baik untuk menambah atau menetapkan sudutnya. Pada
19

subbab ini akan dibahas tentang peralatan - peralatan pada operasi pemboran

berarah.

3.2.1 Drill Collar (DC)

Drill Collar adalah pipa pemberat yang berguna untuk memberikan beban

pada bit. Pada Drill Collar (DC) terdiri dari Non Magnetic Drill Collar (NMDC)

dan Short Non Magnetic Drill Collar (SNMDC). Berikut merupakan penjelasan dari

kedua drill pipe tersebut.

1. Non magnetic drill collar (NMDC)

Non Magnetic Drill Collar (NMDC) sering disebut dengan MONEL collar,

hal ini disebabkan NMDC sering terbuat dari stainless steel. Monel terdiri dari 70%

nikel dan 30% tembaga. Fungsi dari NMDC adalah tempat penempatan peralatan-

peralatan survei sehingga dengan mengunakan NMDC tidak mengganggu hasil

survey yang diperoleh sehingga dapat dibaca dengan baik oleh peralatan survey

tersebut.

2. Short non-magnetic drill collar (SNMDC)

Short Non-Magnetic Drill Collar (SNMDC) adalah versi pendek dari

NMDC dan sering terbuat dari sebuah potongan NMDC. Short Non-Magnetic Drill

Collar biasanya digunakan diantara Downhole Drilling Motor dan Measurement

While Drilling (MWD) untuk melawan gangguan magnetis dari bawah. Bisa juga

digunakan untuk mengunci Bottom Hole Assembly (BHA) khususnya dimana

inklinasi dan arah diberikan saat naiknya gangguan magnetis.


20

3.2.2 Stabilizer

Stabilizer digunakan pada rangkaian pemboran untuk menjaga

keseimbangan bit saat di dalam lubang bor selama operasi pemboran berlangsung,

untuk mengontrol kemiringan sudut dari bit saat melakukan efek pendulum maupun

fulcrum dan sebagai alat reaming.

3.2.3 Heavy Weight Drill Pipe (HWDP)

Heavy Weight Drill Pipe (HWDP) merupakan salah satu jenis drill pipe

yang memiliki fungsi khusus, yaitu sebagai pemberi beban pada pahat bor dan

penyeimbang pada rangkaian pemboran. Saat pemboran berarah dengan inklinasi

sudut yang tinggi penggunaan HWDP sangat penting karena sebagai pemberi beban

yang menggantikan fungsi drill collar (DC). Apabila penggunaan DC yang terlalu

banyak akan menyebabkan kenaikan beban drag dan torsi pada rangkaian pemboran

sehingga akan menghambat operasi pemboran seperti pipa terjepit dan lain-lain.

3.2.4 Bent Sub

Bent Sub merupakan komponen dari Bottom Hole Assembly (BHA). Sub

dari peralatan ini berbentuk pendek dan sedikit melengkung dengan sudut 1 - 3

derajat. Alat ini bila dipasang di atas Downhole Drilling Motor (DHDM) akan

membelokkan tool face saat melakukan pemboran berarah untuk membuat efek

pendulum maupun fulcrum.


21

3.2.5 Down Hole Drilling Motor

Down Hole Drilling Motor adalah motor yang digunakan untuk

menggerakkan bit. Penggunaan motor ini mempunyai keuntungan, antara lain:

mengurangi penggunaan daya di permukaan, mengurangi ketergantungan operator

terhadap karakteristik mekanis rangkaian drill string, dan penggunaannya relatif

ekonomis dibandingkan dengan pemboran konvensional.

Penggerak utama dari motor ini adalah aliran fluida lumpur pemboran yang

dipompakan dari permukaan menuju motor melalui drill string. Lumpur tersebut

menggerakkan mekanisme motor. Dari mekanisme motor, Down Hole Drilling

Motor dibagi menjadi dua jenis yaitu turbine motor dan positive displacement

motor (PDM) yang terdiri dari rangkaian sudu-sudu yang dipasang 45 – 50 derajat

dari arah rotasi. Sudu-sudu tersebut menghasilkan gaya sentrifugal hasil dari energi

mekanik fluida. Karena diameter turbin cukup kecil, motor harus berputar dalam

kecepatan tinggi, sehingga motor ini cocok untuk digabung dengan Polycrystalline

Diamond Compact (PDC) atau diamond bit.

Positive displacement motor digerakkan oleh pompa moineau dengan rotor

berbentuk helicoidal yang berperan sebagai rotor tersekat di dalam stator. Jika

fluida dialirkan maka rotor akan berputar untuk memberikan jalan kepada fluida

untuk mengalir. Rotor bergerak karena ada perbedaan tekanan di dalam motor yang

dihasilkan oleh lumpur. Adanya bent sub pada Down Hole Drilling Motor

menyebabkan membeloknya tool face pada lubang sumur.


22

Dibawah ini adalah gambar 3.7 yang merupakan Positive Displacement Motor dan

Turbin Motor.

Gambar 3.7

Positive Displacement Motor dan Turbin Motor 7

3.2.6 Rotary Steerable System (RSS)

Rotary Steerable System (RSS) adalah salah satu peralatan pembelok lubang

bor (Directional Drilling Tool) yang rangkaian-nya secara terus menerus berputar

dan pada saat yang bersamaan pengaturan arah tool face dapat dilakukan sesuai

dengan perintah secara real time. Peralatan ini menghasilkan perputaran yang terus

menerus pada drill string untuk membentuk sudut kemiringan baik pada saat

vertikal, build-up, maupun drop-off section. Penggunaan RSS dapat meningkatkan

laju penetrasi pemboran karena optimasi parameter pemboran sehingga waktu

pemboran pun menjadi efisien. RSS terdapat dua jenis sistem yaitu Push the Bit
23

System yang berarti mengarahkan pemboran ketika sedang berlangsung dengan

menggunakan sistem pads yang terdapat di bagian luar drill string dan Point the Bit

System merupakan teknologi yang modern dimana pada bagian belakang bit

terdapat rangkaian bola baja untuk mengatur posisi pahat.

1. Push the bit system

Push The bit system bekerja dengan sebuah unit mesin yang tersusun rapi

dan cukup kompleks. Alat ini terdiri dari peralatan bias unit dan control unit yang

berada pada rangkaian drill string berukuran hanya 12 ½ ft atau sekitar 3,8 m.

Gambar di bawah ini adalah komponen peralatan yang terdapat pada Rotary

Steerable System berjenis Push The Bit System.

Gambar 3.8

Komponen Peralatan Push The Bit System 7

Bias unit dipasang berada tepat di bagian belakang pahat yang berfungsi

memberikan gaya pada pahat untuk mengatur arah ketika seluruh drill string
24

berputar, sedangkan control unit yang diletakkan di belakang setelah bias unit,

terdiri dari tenaga mesin pengatur yang bekerja secara elektronik, alat sensor, dan

sebuah alat pengatur mekanisme dari RSS untuk memberikan beberapa data

pengarahan kepada pahat.

Bias unit mempunyai tiga bagian eksternal, yaitu bantalan atau pads yang

bergantung kemudian diaktifkan oleh aliran lumpur yang dikontrol melalui katup.

Katup yang nantinya akan menghasilkan tenaga pendorong dari lumpur untuk

pembuat arah ini, memanfaatkan perbedaan tekanan dalam kolom lumpur antara di

dalam dan di luar bias unit. Pada bias unit ini terdapat rotary disk valve dengan tiga

lubang sebagai saluran lumpur untuk menggerakkan bantalan dengan mengalihkan

aliran lumpur secara berurutan ke dalam piston chamber dari setiap lubang bantalan

sebagaimana saat alat ini berputar sejajar, sehingga menghasilkan titik tekan yang

diinginkan agar target pemboran dapat dicapai. Berikut gambar 3.9 menjelaskan

cara kerja dari rotary valve.

Gambar 3.9

Pads pada RSS 7


25

Setelah bantalan menghasilkan push point, rotary valve menggunakan

sedikit volume kolom lumpur yang tersedia dari aliran sirkulasi, kemudian lumpur

keluar melalui lubang yang sudah dirancang pada setiap bagian bantalannya.

Pergerakkan lumpur pada lubang pads ini nantinya akan menjadi titik awal

pemboran mulai dibelokkan. Setiap pads memiliki panjang sekitar 3/8 inch atau

berukuran 1 cm dan setiap bias unit melakukan putaran. Sebuah alat input shaft

menghubungkan rotary valve dengan control unit untuk mengatur posisi dari push

unit, jika sudut yang diatur telah seimbang dengan keadaan formasi batuan, maka

pahat bor akan secara konstan melakukan dorongan pada satu arah, sehingga akan

didapat arah pemboran yang diinginkan yaitu berlawanan dengan titik dorong atau

push point. Jika tidak ada perubahan yang diperlukan, maka sistemnya akan

beroperasi pada kondisi netral, sehingga setiap pads segera berfungsi mengeluarkan

lumpur sirkulasi, dengan kata lain masing-masing pads tersebut melakukan

pergerakkan yang mengindikasikan sistem pemboran dari RSS kembali normal.

Control unit mempertahankan posisi kekakuan yang seharusnya pada input

shaft sesuai dengan kondisi formasinya. Control unit menjaga hubungan drill string

yang berputar secara bebas dengan porosnya dari gerakkan drill string. Saat sedang

melakukan sistem pergerakkan, control unit dapat diperintahkan untuk menahan

sudut yang dihasilkan gulungan tertentu atau sudut dari peralatan tool face yang

disesuaikan dengan formasi batuan yang ditembus. Ketiga sumbu dari pemberi

akselerasi dan sensor pencatat magnetik menyediakan informasi tentang inklinasi

dan azimuth dari pahat sesuai dengan posisi yang diminta dari input shaft.

Kemampuan pengarahan yang dimiliki oleh RSS dapat dimonitor oleh peralatan
26

MWD dengan baik seperti kegunaan sensor pada control unit. Informasi seperti ini

dikirimkan ke permukaan dengan powerpulse comunication system. Data tersebut

digunakan untuk mengatur sudut agar tetap seimbang pada shaft yang diberikan

oleh salah satu dari tiga axis accelerometer atau dari magnetometer yang ketiganya

menempel pada kontrol unit. Untuk lubang vertikal yang dangkal, referensi yang

digunakan untuk menentukan arah dari deviasi adalah sudut arah utara. Sedangkan

untuk lubang yang sudut deviasinya lebih besar dari beberapa derajat sumur

vertikal, maka menggunakan alat accelerometer yang menghasilkan referensi

pengarahan.

2. Point the bit system

Sistem ini beroperasi dengan menempatkan sebuah bent seperti rangkaian

motor konvensional. Terdapat 3 komponen dasar pada sistem ini yaitu :

a. Steering section

Pada komponen ini terdapat universal joint yang mentransmisikan torsi dan

WOB. Komponen ini membuat sumbu bit tidak sejajar dengan (offset) dengan

sumbu peralatan sehingga arah dari bit bisa diatur. Offset ini diatur oleh sebuah

mandrel yang bergerak secara geostasioneri. Pergerakan ini diatur oleh motor dan

dikontrol oleh sensor.


27

b. Electronic & sensor section

Komponen ini mengatur gerakan dari motor dan sensor. Yang mana juga

bertugas untuk memonitor rotasi pada collar dan motor. Sehingga arah dan inklinasi

dapat dimonitor dengan tepat.

c. Power generation section

Komponen ini berfungsi sebagai sumber tenaga pada rangkaian peralatan

Rotary Steerable System. Salah satu dari sekian banyak benefit pengunaan RSS

adalah bisa menentukkan arah pemboran pada saat pembentukan sudut deviasi dan

menghindari kekurangpekaan sifat stick slip dari drill string. Definisi stick slip

adalah gaya torsional yang menyebabkan rangkaian berputar secara tidak normal.

Peralatan sensor pada kontrol unit bisa merekam segera kecepatan drill string yang

disesuaikan dengan kondisi formasi. Dibawah ini merupakan gambar bagian

peralatan yang ada pada point the bit system.

Gambar 3.10

Peralatan pada Point The Bit System 7


28

Alat sensor ini terdapat pada control unit untuk merekam informasi tentang

kondisi lubang bor. Informasi mengenai kondisi pemboran harus selalu

diperhatikan dan data hasil logging melalui peralatan on-board computer dapat

dengan cepat dikirimkan ke permukaan oleh sistem MWD untuk mengetahui

formasi yang sedang ditembus. Informasi ini dapat mendiagnosa masalah - masalah

pemboran dan berguna untuk menentukan berbagai tindakan berikutnya.

3.3 Peralatan Survei Pemboran Berarah

Selama operasi pemboran berarah, setiap telah dicapai titik-titik kedalaman

tertentu, diukur sudut kemiringan dan sudut arah lubang bor (melakuan survei).

Dari pengukuran ini dapat diketahui penyimpangan sudut dari sasaran yang

direncanakan sehingga dari setiap titik pengukuran dapat dikoreksi penyimpangan

bila arah dan kemiringan telah menyimpang dan mengarahkan kembali ke sasaran

semula. Tujuan dilakukan survei pada directional drilling adalah :

• Memonitor pola lintasan sumur aktual sehingga dapat dibandingkan dengan pola

lintasan yang direncanakan.

• Mencegah “collision (tabrakan dengan sumur lain)” dengan “existing well” di

sekitarnya.

• Menentukan orientasi yang diperlukan untuk penggunaan alat pembelok

(deflection tool) pada arah yang tepat dan lain – lain.

Peralatan survei yang sering digunakan yaitu Gyroscope, MWD dan LWD.

Peralatan tersebut memiliki kegunaannya masing – masing sesuai dengan

kebutuhan data survei yang diinginkan.


29

3.3.1 Gyroscope Instrument

Sudut utara magnet (azimuth) yang sebagian besar dicatat oleh peralatan

survei yang banyak mengalami kesalahan akibat dari penggunaan magnetis yang

disebabkan oleh casing-casing pada sumur sekitarnya. Oleh karena itu untuk

mengatasi gangguan tersebut maka dipakai gyroscope, dimana alat ini memiliki

kemampuan untuk mempertahankan arahnya dan tidak terpengaruh oleh medan

magnet. Bagian dasar dari gyroscope adalah sebuah roda berat (weight wheel) yang

dapat berputar secara cepat dan dipasang pada dua buah gimbal yang saling tegak

lurus, sehingga memungkinkan gyroscope tersebut mempertahankan arahnya tanpa

dipengaruhi oleh pergerakan casing.

3.3.2 Measurement While Drilling

Merupakan suatu teknik pencatatan variasi pengukuran dalam lubang bor

dan hasil pengukuran ditransmisikan ke permukaan dengan memanfaatkan sirkulasi

lumpur saat pemboran berlangsung. Prinsip kerja dari MWD adalah dengan

mentransmisikan data ke permukaan melalui aliran lumpur dalam rangkaian pipa

pada saat pemboran, yang dimana tekanan pompa sedang diaktifkan. Aliran lumpur

yang melalui pipa bor digunakan untuk membentuk signal tekanan dengan

memasang suatu mekanisme yang dapat atau tidak memberikan tahanan terhadap

aliran lumpur. Informasi yang sampai ke permukaan berupa ada tidaknya signal

tekanan yang disusun oleh kode biner, kemudian diterima oleh pressure tranducer

dan selanjutnya diproses oleh komputer. Alat ini digunakan untuk mengontrol sudut

kemiringan, sudut arah, dan mengetahui kedalaman operasi pemboran yang telah
30

ditembus. Selain itu MWD juga untuk mendeteksi zona bertekanan abnormal,

korelasi logging, monitoring WOB serta torsi di pahat bor. Survei ini dapat

dilakukan pada setiap saat yang dikehendaki, tetapi biasanya dilakukan sebelum

penambahan joint. Ada tiga jenis sistem transmisi MWD yaitu:

1. Negative pulse

Negative pulse ini bekerja dengan suatu actuator yang membuka dan

menutup sebuah valve kecil dan akan menghasilkan gelombang tekanan dalam

fluida di drill pipe dengan membebaskan sejumlah kecil fluida pemboran ke

annulus hingga menyebabkan turunnya tekanan ke drill pipe dan menghasilkan

pulsa-pulsa yang negatif. Waktu yang diperlukan untuk mentransmisikan sejumlah

data, menjalankan rangkaian, dan untuk mengecek keseimbangan dari sudut

kemiringan (inklinasi) dan sudut arah (azimuth) adalah 3-5 menit.

2. Positive pulse

Positive pulse dan actuator valve bekerja dengan membatasi aliran dari

fluida pemboran yang menuju ke drill string, menghasilkan gelembung positif yang

lebih besar dari negative pulse hingga mudah mendeteksi waktu yang diperlukan

untuk mentransmisikan data kurang lebih sama dengan waktu pada negative pulse

3. Continous pulse

Digunakan stator dan rotor yang berputar secara berulang-ulang

menghalangi aliran lumpur dan akan menghasilkan fluktuansi tekanan yang

kontinyu dalam tekanan di stand pipe.


31

3.3.3 Logging While Drilling

Adalah suatu peralatan yang diletakkan pada rangkaian di dekat pahat bor

yang berfungsi untuk mengukur data dari formasi yang akan dibor dan

mengirimkannya kepermukaan secara langsung ketika proses pemboran sedang

berlangsung. Prinsip LWD sama dengan prinsip kerja dari alat wireline logging

lainnya, yang menggunakan emisi sinar gamma untuk mengevaluasi formasi.

Sedangkan jenis log yang mendasari alat ini adalah GR Log, Density Log, Neutron

Log, dan Resistivity.

Peralatan LWD mempunyai serangkaian alat yang dapat menunjang

interpretasi dari formasi. Alat-alat tersebut yaitu Compensated Dual Resistivity

(CDR), Compensated Dual Neutron (CDN), perangkat keras yang dipasang di

permukaan sumur dan rangkaian peralatan elektronik. Pada dasarnya peralatan

CDR dan CDN dapat dikombinasikan dengan rangkaian peralatan MWD dan

geosteering, karena MWD akan menginterpretasikan data dasar lubang seperti

WOB, inklinasi, azimuth, dan data pemboran lainnya. Sedangkan LWD akan

menghasilkan data formasi yang akurat dan secara langsung dapat mengkorelasikan

data yang berasal dari alat perekam yang dipasang di dasar lubang apabila

interpretasi dari penetrasi terdapat kekeliruan.

3.4 Metode Perhitungan Pemboran Berarah

Pada bab ini akan dibahas mengenai penggunaan metode perhitungan yang

digunakan untuk perencanaan dan desain pola lintasan pada pemboran horizontal

yaitu metode Radius of Curvature dan Minimum Of Curvature (MOC).


32

3.4.1 Perhitungan Percenaan Metode Radius of Curvature

Sebelum mendesain pola lintasan sumur horizontal perlu diketahui data

perencanaan terlebih dahulu, berikut tahapan dari perhitungan perencanaan

pemboran horizontal:

1. Mencari Nilai Azimuth

∆𝑥
tan 𝜃 = ........................................................................................... (3.1)
∆𝑦

2. Mencari Panjang Garis Grafik Azimuth

∆𝑥
𝐴𝐵 = sin 𝜃 ............................................................................................. (3.2)

3. Mencari Nilai Radius Build Up Section

𝑅 = 𝐴𝐵 − 𝑇𝑠𝑖𝑛𝛼 ................................................................................. (3.3)

4. Mencari Nilai Build Up Rate (BUR)

5730
𝐵𝑈𝑅 = ......................................................................................... (3.4)
𝑅

5. Mencari Nilai Total Vertical Depth (TVD)

𝑇𝑉𝐷 = 𝐾𝑂𝑃 + 𝑅𝑠𝑖𝑛𝛼 + 𝑇𝑐𝑜𝑠𝛼 + 𝑅 ( 1 − 𝑐𝑜𝑠𝛽) .............................. (3.5)

6. Mencari Panjang Busur Section I


𝛼.𝜋.𝑅
𝐵𝑢𝑠𝑢𝑟 𝑆𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐼 = ...................................................................... (3.6)
180
33

7. Mencari Panjang Busur Section II

𝛽.𝜋.𝑅
𝐵𝑢𝑠𝑢𝑟 𝑆𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐼𝐼 = .................................................................... (3.7)
180

8. Mencari Panjang Measure Depth (MD)

𝑀𝐷 = 𝐾𝑂𝑃 + 𝐵𝑢𝑠𝑢𝑟 𝑆𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐼 + 𝑇 + 𝐵𝑢𝑠𝑢𝑟 𝑆𝑒𝑐𝑡𝑖𝑜𝑛 𝐼𝐼 + 𝐻 ........ (3.8)

3.4.2 Perhitungan Desain Lintasan Metode Minimum Of Curvature

Setelah perencanaan dibuat dan praktek pemboran berarah dilaksanakan,

pada setiap kedalaman tertentu dilakukan pengukuran sudut kemiringan dan arah

lubang bor (dilakukan survei). Apabila pada titik-titik survei tersebut terjadi

penyimpangan, lubang bor diarahkan kembali ke arah yang telah ditetapkan. Ada

beberapa metoda yang dapat menentukan koordinat titik-titik survei ini. Dimana

masing-masing metoda memiliki keterbatasan-keterbatasan tertentu dalam

menganalisa permasalahan. Semua metoda tersebut mendasarkan perhitungannya

kepada pengukuran tiga besaran yaitu kedalaman sumur (MD), perubahan sudut

kemiringan (I), dan sudut arah (A) yang dicatat oleh alat-alat survei. Salah satu

perhitungan lintasan yang paling tepat perhitungannya adalah menggunakan

metode Minimum of Curvature (MOC). Persamaan metode minimum of curvature

hampir sama dengan metode balanced tangential, perbedaannya data survei

dikalikan dengan factor Ratio Factor (RF).


34

Tahapan perhitungan survey dengan metode Minimum of Curvature yaitu sebagai

berikut:

1. Mencari nilai dogleg angle

cos DL = cos ( I 2 - I1 ) - sin I1 sin I 2 (1- cos ( A2 - A1 ))


........................... (3.9)

2. Mencari nilai RF (Ratio Factor)

 2   2 
RF    tan  
 DL  radian  DL  derajat ..................................................... (3.10)

3. Penambahan kedalaman vertikal pada setiap penambahan

panjang lintasan, TVD

MD
TVD  cos I1  cos I 2 RF
2 ..................................................... (3.11)

4. Penambahan jarak penyimpangan arah, HD

DMD
DHD = (sin I1 + sin I2 ) RF
2 ......................................................... (3.12)

5. Measure Depth (ft)

InklinasiB - InklinasiA
MD =
BUR ............................................................ (3.13)

6. Penambahan arah koordinat Utara ( N ) dan koordinat Timur ( E )

MD
N  sin I1 cos A1  sin I 2 cos A2 RF
2 ...................................... (3.14)
35

7. Penambahan arah koordinat Timur ( E )

MD
E  sin I1 sin A1  sin I 2 sin A2 RF
2 ....................................... (3.15)

3.5 Metode Perhitungan Permasalahan Pemboran Berarah

Pada subab ini akan dibahas mengenai penggunaan metode perhitungan

yang digunakan untuk permasalahan pada pemboran berarah. Adapun

permasalahan pemboran berarah yang akan dibahas adalah Pipa Terjepit dan

metode yang digunakan adalah Free Point Constant. Berikut tahapan dari

perhitungan metode ini:

1. Mencari Nilai Pipe Wall Cross Sectional Area

𝐴𝑠 = (𝑂𝐷 2 − 𝐼𝐷2 )×0.7854 .............................................................. (3.16)

2. Mencari Nilai Free Point Constant (FPC)

𝐹𝑃𝐶 = 𝐴𝑠 ×2500 ............................................................................... (3.17)

3. Mencari Kedalaman Titik Jepit

𝑃𝑖𝑝𝑒 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑡𝑐ℎ × 𝐹𝑃𝐶


𝐹𝑝 = ........................................................................ (3.18)
𝑃𝑢𝑙𝑙 𝐹𝑜𝑟𝑐𝑒

Anda mungkin juga menyukai