Anda di halaman 1dari 34

BAB III

TEORI DASAR

Pemboran merupakan salah satu hal yang penting di dalam industri migas.

Berbagai macam metode telah dikembangkan untuk menyesuaikan kegiatan pemboran,

dimulai dari vertical drilling, directional drilling, dan juga horizontal drilling. Pada

tugas akhir ini akan difokuskan pada directional drilling, cara mengontrol arah dan

juga titik belok di dalam lubang sumur agar sesuai dengan target yang telah ditentukan

dan evaluasi pada saat pemboran.

3.1 Jenis-Jenis Pemboran

Tujuan dari dilakukannya kegiatan pemboran adalah untuk mencapai target

reservoir yang telah ditentukan. Berdasarkan lintasan di dalam lubang bor terdapat tiga

macam jenis pemboran yaitu, vertical drilling, directional drilling, dan horizontal

drilling.

3.1.1 Vertical Drilling

Didalam vertical drilling pemboran memiliki lintasan bor menembus secara

tegak lurus sampai mencapai target reservoir yang ditentukan. Dalam pelaksanaan

pemboran kita harus melihat dari kondisi reservoir yang akan kita bor, tekanan

reservoir yang ada, dan daerah dari reservoir agar ekonomis didalam pelaksanaannya.

17
18

3.1.2 Directional dan Horizontal Drilling

Teknik pemboran dimana arah pemboran dibelokkan mengikuti lintasan yang

telah direncanakan untuk mencapai target yang telah ditentukan. Pemboran horizontal

merupakan bentuk pengembangan dari pemboran directional dimana pemboran

dibelokkan secara horizontal mengikuti lintasan yang telah direncanakan.

Jenis-jenis tipe pemboran akan diperlihatkan pada Gambar 3.1 dibawah ini.

Gambar 3.1

Jenis – Jenis Tipe Pemboran3

3.2 Pemboran Berarah

Pemboran berarah merupakan pengembangan dari metode pemboran vertical

(konvensional), yang memungkinkan kegiatan pemboran untuk membelokkan arah

lubang bor pada suatu titik kedalaman tertentu atau yang lebih dikenal dengan KOP

(Kick Off Point), dengan sudut kemiringan lubang tertentu atau Inclination, untuk

formasi tertentu yang letaknya tidak lurus secara vertical dengan lubang sumur

dipermukaan, atau Azimuth yaitu terdapat penyimpangan arah pemboran berdasarkan

mata anginnya.
19

Pada operasi pemboran berarah, secara teori dibagi menjadi beberapa fase

pemboran, yaitu:

a. Fase vertikal (Vertical Section)

b. Fase pembentukan sudut kemiringan (Build-up Section)

c. Fase mempertahankan sudut kemiringan (Tangential Section)

Fase pemboran akan diperlihatkan pada Gambar 3.2 dibawah ini.

Gambar 3.2

Pemboran Berarah2

3.2.1 Alasan-alasan Dilakukan Pemboran Berarah

Berbeda dengan pemboran sumur vertikal, pada pemboran sumur berarah

dimana terjadi pembelokan sudut lubang bor, memungkinkan metode ini untuk
20

menjangkau tempat yang tidak mungkin dilakukan pada pemboran sumur vertikal.

Dalam pelaksanaannya, pemboran berarah akan membutuhkan biaya yang lebih besar

dibandingkan pemboran vertikal, tetapi terdapat berbagai macam alasan dilakukannya

pemboran berarah.

3.2.1.1 Alasan Topografis

Pemboran berarah berdasarkan alasan topografis dilakukan karena lokasi di

permukaan yang tepat di atas reservoir sulit untuk dicapai, atau karena adanya pusat

kehidupan, seperti kota, tempat pemukiman, hutan lindung, gunung, danau, dan

sebagainya. Jika di permukaannya tidak mungkin didirikan rig untuk pemboran

vertikal, sehingga dilakukan pemboran berarah pada Gambar 3.3 dibawah ini.

Gambar 3.3

Pemboran Berarah di Bawah Perkotaan3

3.2.1.2 Alasan Ekonomi

Alasan ekonomi mengenai analisis biaya pemboran yang harus dikeluarkan

dalam suatu kegiatan pemboran adalah sebagai contoh biaya pembebasan lahan,
21

pemindahan peralatan serta pengelolahan limbah hasil pemboran. Dalam pemboran

yang ingin menghemat lokasi pemboran dapat dibuat secara Cluster System.

Cluster System. Pada Gambar 3.4 dibawah ini terdiri dari satu lokasi dan

terdapat banyak sumur dengan reservoir hidrokarbon yang luas.

Gambar 3.4

Pengeboran Sistem Cluster2

3.2.1.3 Alasan Teknis

Apabila ditinjau dari alasan-alasan geografis umumnya untuk menghindari

kondisi bawah permukaan bumi, sehingga sulit untuk memperoleh cadangan minyak,

gas bumi serta panas bumi yang tidak memungkinkan untuk melakukan pemboran

secara vertikal. Jika terdapat masalah-masalah dalam pemboran saat pemboran sedang

berlangsung seperti adanya semburan liar (Blow Out) ataupun terdapat Fish, maka dari

itu dilakukanlah pemboran berarah.


22

3.2.1.4 Relief Well Dan Side Track

Pemboran berarah untuk mengatasi sumur yang bermasalah, misalnya

semburan liar (Blow Out) yang bisa menghancurkan rig, sehingga Relief Well

dilakukan untuk mengatasi sumur dengan cara menginjeksikan material lumpur berat

untuk mematikan sumur tersebut. Pemboran Side Track dilakuan untuk membelokkan

lintasan pemboran akibat terdapat masalah pada sumur. Masalah yang dihadapi adalah

sumur Dry Hole dan masalah peralatan pemboran putus (Fish), sehingga untuk

menghindari Fish tersebut dilakukan pemboran. Pada Gambar 3.5 dibawah ini

Gambar 3.5

Pemboran Berarah Karena Alasan Teknis3

3.2.2 Parameter-parameter Pemboran Berarah

Pada pemboran berarah parameter–parameter yang harus diperhatikan

adalah sebagai berikut :


23

a) Inclination (sudut kemiringan lubang bor), sudut terbentuk oleh garis vertikal

terhadap garis kemiringan sumur.

b) Azimuth (sudut arah lubang), sudut yang dibentuk oleh arah kemiringan sumur

terhadap arah utara.

c) Vertical Depth (kedalaman vetikal), kedalaman tegak lurus lubang sumur

pemboran.

d) Horizontal Section (jarak horizontal), jarak antara titik awal pemboran tegak

terhadap proyeksi horizontal titik akhir kedalaman pemboran.

e) Dog-leg adalah suatu besaran yang merupakan fungsi dari perubahan sudut tiap

dimensi (arah dan kemiringan lubang).

f) Kick Off Point (titik awal pertambahan sudut), yaitu titik kedalaman dimana

dimulai pertambahan sudut kemiringan lubang sumur.

g) Build Up Section (bagian pertambahan sudut kemiringan)

h) Tangent Section (slant section), bagian mempertahankan sudut kemiringan.

i) Drop Off Section (bagian pengurangan sudut kemiringan)

3.2.3 Tipe Pemboran Berarah

Pada pemboran berarah diketahui beberapa macam tipe, diantaranya

yaitu :

a. J-type (Build-and-Hold) Design

b. S-type (Build-Hold-and-Drop) Design

c. Modified S-type (Build-Hold-Partial Drop-Hold) Design


24

3.2.3.1 J-type (Build-and-Hold) Design

Pemboran dilakukan secara vertikal sampai pada suatu kedalaman tertentu,

kemudian fase pembentukan sudut (Build-Up Section) mulai dilakukan hingga

mencapai End Of Build. Setelah itu pemboran dilakukan dengan mempertahankan

sudut kemiringan (Tangent Section) hingga mencapai target formasi, dengan sebagai

kedalaman berdasarkan True Vertical Depth, “R” sebagai jari-jari dari Build-up

Section, dan θ sebagai sudut inklinasi.

3.2.3.2 S-type (Build-Hold-and-Drop) Design

Tipe ini merupakan pengembangan dari desain J-type. Setelah dilakukan

pemboran vertikal hingga mencapai KOP, pemboran dilakukan secara berarah dengan

membentuk kemiringan sudut (Build-Up Section) hingga mencapai End Of Build,

setelah itu pemboran dilakukan dengan mempertahankan sudut kemiringan (Tangent

Section) dengan jarak tertentu dan dilanjutkan kembali dengan memasuki fase

penurunan sudut kemiringan (Drop-Off Section) hingga kembali menjadi sumur

vertikal.

3.2.3.3 Modified S-type (Build-Hold-Partial Drop-Hold) Design

Pemboran secara vertikal sampai KOP dan melanjutkannya ke Build-Up

Section hingga Tangent Section. Pemboran dilanjutkan untuk memasuki Partial Drop-

Off Section, yaitu fase pemboran yang mengalami pengurangan sudut inklinasi hingga

mencapai inklinasi tertentu, namun tidak mencapai inklinasi nol (tegak), lalu memasuki
25

Tangent Section tahap-2 sampai mencapai target akhir.

Gambar 3.6 menunjukan tipe-tipe dari pemboran berarah dengan berbagai fase

pemboran:

Gambar 3.6

Tipe Pemboran Berarah2

3.3 Bottom Hole Assembly

Bottom Hole Assembly adalah rangkaian kombinasi peralatan permukaan yang

dipasang pada rangkaian drillstring sehingga diperoleh suatu kondisi yang baik dalam

membuat kemiringan atau arah lintasan lubang bor. Bottom Hole Assembly digunakan

untuk menjaga agar lubang sumur tetap vertikal selama proses pengeboran serta

mengontrol kemiringan bilamana arah lubang arah lubang harus diganti atau
26

melakukan side tracking karena menghindari fishyang tidak bisa diangkat sehingga

harus dilakukan plug dengan semen. Manfaat lain digunakan untuk meluruskan lubang

bor yang melengkung atau menggeser Titik Dasar Lubang (TDL) ke suatu titik yang

lain.

Susunan Bottom Hole Assembly terdiri dari bit (pahat), stabilizer, peralatan

survey, drill collar, non magnetic drill collar, down hole drilling motor, bent sub, heavy

weight drill pipe, dan drilling jar. Fungsi Bottom Hole Assembly diantaranya :

a. Meneruskan putaran sampai ke pahat bor

b. Mengendalikan arah dan kemiringan lubang bor.

c. Mengurangi problem vibrasi dan differential pressure sticking

d. Mencegah terjadinya dog leg dan key seat

3.3.1 Jenis – jenis Bottom Hole Assembly

Secara umum Bottom Hole Assembly dikelompokkan dalam 3 jenis sesuai

dengan fungsinya, yaitu :

a) Build Up BHA (membentuk/menaikkan sudut kemiringan)

b) Lock Up BHA (mempertahankan sudut kemiringan)

c) Drop Off BHA (mengurangi sudut kemiringan)

a. Build Up Bottom Hole Assembly

Saat rangkaian masih berada pada posisi vertikal dipengaruhi arah gravitasi

bumi maksimum terhadap rangkaian tersebut. Hanya gaya gesekan (lateral forces)
27

yang dapat merubah resultan dari gravitasi bumi. Gaya yang berorientasi kepada

penentuan arah pada pemboran berarah (directional drilling).

Peralatan defleksi yang digunakan biasanya menggunakan bent sub. Bit diputar

oleh motor, sehingga dapat mengurangi penggunaan daya di permukaan.

Ketika pembentukan sudut kemiringan, penempatan stabilizer dekat bit akan

memperkecil jarak titik tangensial dari bit. Saat ada pembebanan, stabilizer akan

menjadi titik tumpu peralatan dan memberikan efek menggeser pada posisi tegak bit

sehingga menimbulkan pembesaran sudut kemiringan.

b. Lock Up Bottom Hole Assembly

Pada bagian ini sangat sukar menentukan tangent assembly yang dapat

sekaligus mengatur atau mempertahankan sudut kemiringan dan arah lubang bor.

Umumnya persoalan terbesar dalam mengontrol sudut arah, sedangkan untuk

mengontrol sudut kemiringan agak lebih mudah. Apabila WOB dan RPM diubah untuk

mempertahankan sudut arah, tetapi bisa mempengaruhi sudut kemiringan atau

sebaliknya, selain itu faktor-faktor formasi juga bisa mempengaruhinya.

- Tangent assembly digunakan pada bagian dari lubang bor dimana sudut arah dan

kemiringan harus dipertahankan tetap, maka rangkaian haruslah sekaku mungkin.

Sangat sukar menemukan tangent assembly yang ideal atau kombinasi yang tepat,

karena harus bisa mengatur penempatan stabilizer sebaik mungkin.

c. Drop Off Bottom Hole Assembly

Beban pada pahat dikurangi untuk membuat efek pendulum maksimun. Dengan

prinsip pendulum, yang menempatkan stabilizer lebih jauh dari bit, maka gaya gravitasi
28

cenderung menarik bit ke arah sumbu vertikal lubang. Efek ini akan menurunkan sudut

kemiringan lubang. Jarak dan ukuran stabilizer berguna untuk mengatur penurunan

sudut kemiringan lubang bor.

3.3.2 Peralatan Bottom Hole Assembly

Pada operasi pemboran digunakan alat – alat di bawah ini dan merupakan

peranan penting dalam proses pemboran sebagai Bottom Hole Assembly. Peralatan-

peralatan lubang bawah yang khusus adalah peralatan yang digunakan dalam

pemasangan dasar lubang (Bottom Hole Assembly) dari batang bor. Bottom Hole

Assembly merupakan istilah secara umum untuk menyatakan gabungan dari drill

collar dan berbagai macam alat penggesek dan alat-alat khusus pada 37 meter bagian

bawah batang bor. Alat-alat ini digunakan untuk mengatur kelakuan-kelakuan mata bor

selama operasi pengeboran.

3.3.2.1 Drill Collar

Drill Collar pada dasarnya sama dengan drill pipe, hanya saja drill collar lebih

berat, lebih tebal dan mempunyai sambungan yang lebih kuat. Berikut ini adalah fungsi

dari drill colar :

- Sebagai beban pada pahat bor

- Sebagai pipa aliran fluida pemboran

- Menjaga ketegangan rangkaian

Jenis Drill Collar yang dapat dipilih untuk suatu operasi pemboran diantaranya:
29

a. Articulated Drill Collar (ADC)

Drill Collar jenis ini dilengkapi dengan sistem fleksibel joint yang biasa digunakan

pada pemboran short radius

b. Non Magnetic Drill Collar (NMDC)

Terbuat dari stainless steel, drill collar ini digunakan agar tidak mengganggu

pembacaan logging dan untuk menempatkan rangkaian peralatan survey dan sering

disebut sebagai monel collar.

3.3.2.2 Heavy Weight Drill Pipe (HWDP)

Heavy Weight Drill Pipe adalah sejenis dengan drill pipe, tetapi memiliki berat

yang lebih besar dan memiliki body yang membesar dibagian tool joint yang berfungsi

untuk menahan beban tegangan (stress load) dan beban puntiran (torsional load).

HWDP juga berfungsi sebagai menambah beban pada pahat (WOB), dan pada

pemboran berarah atau horizontal, HWDP sering digunakan karena melihat

ketahanannya terhadap beban kompresi.

Heavy Weight Drill Pipe adalah jenis dari Drill Pipe yang memiliki bentuk

sama tetapi memiliki fungsi seperti Drill Collar, yaitu sebagai pemberi beban pada

pahat (WOB) dan penyeimbang Drillstring.

Fungsi utama HWDP adalah sebagai pengganti DC, pada operasi pemboran

berarah dan pemboran horizontal. Alasannya adalah, penggunaan DC yang memiliki

diameter yang besar akan menaikkan beban torsi dan drag pada Drillstring, sehingga
30

dapat menghambat proses pemboran dan meningkatkan kemungkinan terjadinya

masalah pemboran seperti terjepitnya rangkaian.

HWDP umumnya dibagi menjadi dua jenis berdasarkan bentuknya, yaitu

Standard dan Spiraled.

Pada Gambar 3.7 dibawah ini akan diperlihatkan mengenai Heavy Weight Drill

Pipe.

Gambar 3.7

Heavy Weight Drill Pipe5

3.3.2.3 Stabilizer

Stabilizer merupakan suatu pipa yang dipasang di atas pahat. Penggunaan lebih

jauh dari stabilizer yaitu untuk mengatur arah pemboran. Efek – efek pemboran seperti

stabilisasi, pendulum, dan fulcrum dapat diatur dengan menempatkan beberapa

stabilizer pada jarak tertentu. Fungsi dari stabilizer adalah:

- Untuk meningkatkan penetrasi


31

- Mengurangi tegangan pada sambungan drill collar

- Menghindari wall sticking / menjaga drill collar tidak menempel ke dinding sumur

- Mencegah perubahan sudut pemboran secara tiba – tiba

- Membuat lubang sumur tetap vertikal dan menjaga drill collar tetap di tengah

lubang

3.3.2.4 Drilling Jar

Drilling jar merupakan alat yang dipasang di Bottom Hole Assembly (BHA),

yang biasa digunakan pada pemboran formasi yang biasa terjadi pipa terjepit (stuck

pipe). Drilling jar digunakan untuk membebaskan drill string yang terjepit dengan

memberikan hentakan kuat ke arah bawah dan atas.

3.3.2.5 Sub Shock

Sub shock adalah alat yang dipasang di antara pahat dan drill collar berfungsi

untuk mengurangi getaran yang disebabkan oleh putaran dan penekanan pahat pada

formasi. Sub shock dipasang sekitar 30 ft sampai 60 ft di atas pahat.

3.3.2.6 Down Hole Drilling Motor (DHDM)

Dalam situasi tertentu pekerjaan pemboran membutuhkan downhole motor

untuk memutar bit. Down hole motor adalah salah satu cara yang efektif untuk

melakukan pemboran dengan deviasi, dengan bending yang terdapat pada motor akan

memudahkan untuk mengarahkan motor untuk membuat sudut sumur dan arahnya.

Tekanan dari drilling mud akan mengaktifkan mud motor, mud akan memutar shaft

spiral yang biasa disebut rotor dan di dalam housing rotornya yang disebut stator. Rotor
32

dan stator tersebut mempunyai offset berbentuk helikal sehingga tekanan dari mud akan

membuat rotor berputar. Dari putaran ini akan di teruskan ke sebuah shaft fleksibel

yang nantinya akan memutar bit.

Pada Gambar 3.8 diperlihatkan mengenai Downhole Drilling Motor sebagai

salah satu alat pemboran.

Gambar 3.8

Downhole Drilling Motor5

Motor menghasilkan putaran bit, sedangkan di permukaan pipa sendiri dapat

diputar dengan top drive, besarnya putaran di mud motor dipengaruhi oleh aliran yang

mengalir ke mud motor. Mud motor digunakan untuk melakukan pemboran yang

berdeviasi, karena mud motor akan menjadi acuan kearah mana motor diarahkan untuk

memperoleh arah pemboran yang diinginkan,

3.3.2.7 Bent Sub

Bent sub adalah alat pembelok utama yang ditempatkan diatas motor dan turbin

pada rotary assembly. Alat ini dapat membuat belokan pada lubang sumur jika
33

peralatan motor dan rangkaian pipa pemboran disambungkan dibawahnya. Bent sub

dapat dibedakan berdasarkan sudut refleksinya yang berkisar antara 1,50 sampai 30 per

100 ft.

3.3.2.8 Bit (Mata Bor)

Bit adalah alat untuk memotong formasi atau menggerus formasi batuan dalam

lobang. Bit terdiri dari beberapa tipe dan ukuran serta konfigurasinya, menyesuaikan

dengan kebutuhan dari pekerjannya. Bit didisain untuk mengebor lubang dengan

diameter tertentu dan untuk jenis formasi yang telah ditentukan

Bit dapat digolongkan kedalam dua golongan besar yaitu :

- Roller Cone Bit

Spesifikasi dari bit ini adalah memiliki bearing untuk pergerakan cone-nya dan

dengan adanya bearing ini, ada lifetime bearing yang membatasi umur pemakaian

bit ini. Prinsip kerja bit Roller Cone ini adalah pahat yang menghancurkan batuan

dengan gigi – gigi putaran cone

- Fixed Cutter But (Draged Bit)

Untuk Roller Cone Bit cutter yang tersedia dapat berupa steel tooth atau bisa juga

tugsteen carbite insert. Untuk fixed bit, cutter dapat berupa steel blade, natural

diamond atau syntetic polycrystalline diamond compact atau biasa dikenal dengan

PDC bit.
34

3.4 Dasar Perencanaan Sumur

Untuk menentukan rencana lintasan ada beberapa hal yang harus diperhatikan,

antara lain:

a. Lokasi. Pertama-tama yang harus dilakukan adalah menetukan sistem koordinat

lokal yang dimulai pada acuan titik struktur.

b. Ukuran Target. Pelaksanaan pemboran lintasan yang telah direncanakan tidaklah

selalu berjalan dengan mulus, dimana terkadang harus dilakukan pemboran di luar

jalur perencanaan pemboran (side tracking) akibat differential sticking. Dalam

kaitannya dengan posisi dan ukuran target, usaha didukung dengan adanya

penggambaran letak dari posisi target secara akurat.

c. Harga dan Keakuratan. Harga berbanding keakuratan adalah kunci pertimbangan

disini. Kebanyakan operator mangadopsi suatu toleransi radius, terutama dalam

merancang multi-well. Lintasan lubang sumur untuk mencapai target harus

berdasarkan kondisi geologi sumur. Umumnya perubahan lintasan lubang sumur

dilakukan jika menjumpai suatu kondisi yang kritis seperti patahan.

d. Informasi yang bagus antar department terkait (geologi dan eksplorasi) sebelum

memulai pemboran suatu sumur dapat membantu mencegah terjadinya suatu

kesalahan.

e. Pola lintasan (trajectory). Dengan mengetahui struktur geologi dapat ditentukan

pola lintasan yang akan dipilih.


35

f. Profil Lubang Sumur. Dengan mengetahui posisi titik lokasi pemboran, titik lokasi

target yang diberikan dan kedalaman sangat membantu untuk menentukan profil

geometri sumur yang terbaik dari permukaan sampai target di dasar sumur. Jenis

profil sumur yang dipilih akan bergantung pada mekanisme produksi dan alasan

yang berhubungan dengan geologi. Jika profil telah terpilih, lintasan sumur dapat

direncanakan.

3.4.1 Penentuan Posisi dan Kordinat

Posisi koordinat permukaan/target biasanya diberikan dalam bentuk feet/meter,

North/South, dan East/West. Sudut arah lntasan pemboran (azimuth) dan jarak lintasan

(Departure) dapat dihitung dengan menggunakan koordinat yang diperoleh.

Azimuth dari koordinat tersebut dan jarak (departure) dari titik lokasi di

permukaan ke titik lokasi target dapat diketahui dengan persamaan berikut:

Arah (α) = tan-1((E/W Coord)/(N/S Coord))..................................... (3.1)

Departure = (E/W)2+(N/S)2................................................................. (3.2)

3.4.2 Penentuan Kick Off Point

Kick off point adalah titik atau kedalaman lintasan dimana sumur mulai

dibelokkan menjauh dari sumbu vertikal kearah target sampai mencapai sudut

kemiringan yang diinginkan. Penentuan kick off point dilakukan dengan


36

mempertimbangkan jalur geometri sumur dan karakteristik geologinya dan dibatasi

oleh:

a. Kedalaman target yang harus dicapai.

b. Kemampuan peralatan dalam membentuk bagian pertambahan sudut.

c. Kondisi formasi yang harus dipilih sebagai lokasi KOP. Jenis formasi seperti sand

atau pada lapisan lain yang memiliki kekrasan yang cukup dengan indikasi laju

penembusan (ROP) lambat. KOP tidak terletak pada zona lunak, zona rekah,

formasi berkemiringan tinggi, zona perubahan lithologi dan kekerasan, zona lost,

zona gas, zona pembesaran lubang, dan zona swelling agar tidak menyulitkan

dalam pembentukan sudut arah dan kemiringan. KOP suatu sumur tidak terlalu

dekat dengan sumur lain agar tidak terjadi gangguan logam terhadap hasil survey

sumur baru.

3.4.3 Penentuan Build Up Rate

Pertambahan sudut maksimum yang dapat dilakukan merupakan suatu fungsi

dari pertambahan sudut maksimum dan lokasi dari target.

Besarnya radius lengkungan suatu lintasan dapat dihitung dengan

menggunakan persamaan sebagai beikut:

5730
𝑅= ................................................................................................ (3.3)
𝐵𝑈𝑅

Dimana : R = Radius lengkungan lintasan, ft


37

BUR = Build-up rate, 0/100 ft

Pertambahan sudut maksimum yang ditentukan oleh faktor-faktor berikut:

a. Kedalaman vertikal target.

b. Batas maksimum torsi dan drag. Dogleg severity yang tinggi buil-up section akan

menghasilkan torsi dan drag yang tinggi. Ini merupakan faktor yang membatasi

pemboran sumur-sumur yang lebih dalam.

c. Jenis formasi yang dilewati. Pertambahan sudut yang besar tidak memungkinkan

pada formasi yang lunak.

d. Faktor batas mekanis rangkaian pemboran atau casing.

e. Faktor batas mekanis peralatan logging dan rangkaian peralatan produksi.

Besarnya pertambahan sudut maksimum pada sumur berarah nilainya sangat

bervariasi, tergantung pada target yang ingin dicapai. Ketika pertambahan sudut yang

diinginkan telah ditentukan, kick off point dapat ditentukan.

3.4.4 Perhitungan Lintasan Lubang Sumur

Metode survey yang biasa digunakan diantaranya single shot, multishot, surface

readout gyro, dan measurement while drilling. Metode tersebut menghasilkan tiga

buah informasi yang diperlukan untuk untuk penggambaran bentuk lintasan lubang bor

yang merupakan hasil survey, yaitu:

a. Kedalaman yang diukur survey (Survey Measured Depth)

b. Kemiringan lubang bor (inklinasi)


38

c. Azimuth lubang bor (yang dikoreksi terhadap sumbu utara yang relevan)

Untuk memastikan posisi akhir dari dasar sumur, perlu diperhatikan

perhitungan survey dengan menggunakan ketiga input data tersebut. Kemudian setelah

itu barulah didapat koordinat akhir dari bottom-hole dan dapat digambarkan sebagai

plot true vertical depth vs N/S atau W/E.

Sejumlah metode kalkulasi survey telah digunakan dalam pemboran

directional, metode tersebut adalah:

a. Tangential

b. Balanced Tangential

c. Average Angle

d. Radius of Curvature

e. Minimum of Curvature

f. Mercury

Dari semua metode tersebut, hanya empat yang digunakan secara luas, yaitu:

Tangential, Average Angle, Radius of Curvature dan Minimum of Curvature. Metode

Minimum of Curvature.

Metode minimum of curvature merupakan metode yang paling akurat dan

banyak digunakan sebagai metode perhitungan lintasan. Kesederhanaan dari

perhitungan metode merupakan faktor ketidakakuratan perhitungan lintasan dari

metode tersebut.
39

Persamaan yang digunakan untuk perhitungan hasil survey dengan

menggunakan metode minimum of curvature adalah sebagai berikut:

𝐷𝐿 = 𝑐𝑜𝑠 −1 [𝑐𝑜𝑠(𝐼1 − 𝐼2 ) − 𝑠𝑖𝑛𝐼1 𝑠𝑖𝑛𝐼2 (1 − 𝑐𝑜𝑠(𝐴2 − 𝐴1 ))]........................... (3.4)

360 𝐷𝐿
𝑅𝐹 = 𝐷𝐿×𝜋 𝑡𝑎𝑛 2
............................................................................................... (3.5)

∆𝑀𝐷
∆𝑇𝑉𝐷 = (𝑐𝑜𝑠𝐼1 − 𝑐𝑜𝑠𝐼2 ) × 𝑅𝐹........................................................ (3.6)
2

∆𝑀𝐷
∆𝑁 = (𝑠𝑖𝑛𝐼1 𝑐𝑜𝑠𝐴1 + 𝑠𝑖𝑛𝐼2 𝑐𝑜𝑠𝐴2 ) × 𝑅𝐹......................................... (3.7)
2

∆𝑀𝐷
∆𝐸 = (𝑠𝑖𝑛𝐼1 𝑠𝑖𝑛𝐴1 + 𝑠𝑖𝑛𝐼2 𝑐𝑜𝑠𝐴2 ) × 𝑅𝐹.......................................... (3.8)
2

Dimana:

DL = Dog-leg severity

RF = Ratio Factor

∆TVD = Pertambahan TVD

∆MD = Pertambahan measured depth

∆N = Pertambahan koordinat arah utara

∆E = pertambahan koordinat arah timur

3.5 Peralatan Survey

Peralatan survey adalah peralatan yang digunakan untuk mengukur sudut

kemiringan dan arah pada lubang yang telah dihasilkan. Selama operasi pemboran
40

berarah, setiap telah dicapai titik-titik di kedalaman tertentu kita mengukur sudut

kemiringan dan sudut arah lubang bor (melakukan survey). Dari penguuran ini dapat

diketahui penyimpangan sudut dari sasaran yang direncanakan sehingga dari setiap

titik pengukuran ini kita dapat mengoreksi penyimpangan bila arah dan kemiringan

telah menyimpang dan mengarahkan kembali kesasaran semula.

Tujuan dilakukan survey pada directional drilling adalah:

a. Untuk memonitor lintasan sumur sehingga dapat dibandingkan dengan lintasan

yang direncanakan.

b. Untuk mencegah collision dengan existing well di sekitarnya.

c. Untuk menentukan orientasi yang diperlukan untuk menempatkan alat

pembelok (deflection tool) pada arah yang tepat.

d. Untuk menentukan lokasi yang tepat dari dasar sumur (koordinat dasar sumur).

e. Untuk menghitung dog-leg severity.

Peralatan yang digunakan terbagi atas tiga macam yaitu, Single Shot, Multi

Shot, dan Measurement While Drilling (MWD). Single Shot dan Multi Shot adalah

peralatan survey yang bekerja dengan prinsip pemotretan, dimana sebuah kompas unit

pencatat sudut yang berbentuk cakram dipotret bersama-sama oleh sebuah kamera,

pemotretan ini menghasilkan gambar penyimpangan dari arah vertikal. Single Shot

hanya dapat melakukan pengukuran sekali saja, sedangkan Multi Shot dapat melakukan

pengukuran berkali-kali. Single Shot dan Multi Shot dapat digunakan pada pemboran

tipe short radius pada saat awal pembuatan sudut.


41

MWD (Measurement While Drilling) adalah adalah suatu teknik pencatatan

variasi pengukuran dalam lubang bor dan hasil pengukuran tersebut kemudian

ditransmisikan ke permukaan melalui media lumpur pada saat pemboran berlangsung.

Alat survey MWD (Measurement While Drilling) dapat digunakan untuk mengontrol

kemiringan sudut (inklinasi) dan sudut arah (azimuth), untuk mendeteksi zona

bertekanan abnormal, korelasi logging dan memonitoring WOB, serta torsi di pahat.

3.6 Parameter Yang Mempengaruhi Beban

Salah satu parameter yang harus diperhatikan dalam perencanaan suatu

lintasan pemboran pada sumur berarah adalah besarnya beban yang diterima oleh

rangkaian selama proses pemboran berlangsung. Beban yang diderita oleh rangkaian

dapat terjadi ketika proses pencabutan maupun penurunan rangkaian, dan besarnya

beban tersebut dapat dipengaruhi oleh perubahan sudut kemiringan, gesekan yang

terjadi antara drill string dengan lubang bor, dan stress yang terjadi pada pipa.

3.6.1 Perubahan Sudut Kemiringan

Berbeda dengan pemboran pada sumur vertikal, perubahan sudut kemiringan

lubang bor pada fase pembentukan sudut dan fase tangensial menyebabkan naiknya

harga drag dan torsi yang lebih besar, akibatnya stress yang terjadi juga lebih besar,

begitupun kemungkinan terjadinya hole problem akan menjadi lebih besar, hingga

berdampak pada cost pemboran yang lebih besar. Selain itu, perubahan sudut

kemiringan yang terjadi karena besarnya laju pembentukan sudut (build up rate) juga

menyebabkan terjadinya kelelahan (fatigue) pada rangkaian menjadi lebih besar.


42

3.6.2 Gesekan Antara Drill String Dengan Lubang Sumur

Pengaruh dari perubahan sudut kemiringan lubang bor adalah meningkatnya

gesekan yang terjadi antara drill string dengan dinding sumur, yang berakibat pada

naiknya harga beban torsi dan drag, serta menurunnya laju penembusan (rate of

penetration) selama berlangsungnya proses pemboran. Nilai friksi dapat ditekan

dengan cara mengoptimalkan sifat lubrikasi lumpur pemboran.

3.6.3 Stress Pada Pipa

Secara teori, stress atau tegangan yang terjadi pada pipa didefinisikan

sebagai fungsi gaya yang bekerja tegak lurus terhadap penampang lateral pipa itu

sendiri. Dalam aplikasinya pada bidang pemboran, stress pada pipa dapat ditimbulkan

oleh axial tension dan compression, serta torsi akibat gaya puntiran. Stress yang

terkonsentrasi pada bagian pipa pipa dapat menyebabkan kelelahan atau fatigue pada

drill string, sehingga dapat menjadi penyebab timbulnya masalah-masalah yang

mungkin terjadi selama operasi pemboran.

3.7 Penentuan Beban Pada Rangkaian Pemboran

Beberapa jenis beban yang diderita oleh rangkaian ketika berlangsungnya operasi

pemboran umumnya berasal dari berat rangkaian pemboran yang menggantung,

tekanan pada pipa, serta gesekan antara rangkaian dengan dinding formasi. Besarnya

beban tersebut sangat dipengaruhi oleh bentuk lintasan pemboran, diameter peralatan

bor yang digunakan, karakteristik batuan formasi, serta keefektifan dari daya apung

dan sifat lubrikasi lumpur pemboran. Umumnya beban tersebut dikategorikan menjadi
43

dua, yaitu beban akibat puntiran atau torsi, serta beban akibat gesekan antara rangkaian

dengan lubang bor atau drag.

3.7.1 Beban Torsi

Beban torsi adalah beban yang terjadi ketika rangkaian diputar dan terjadi

kontak antara mata pahat dengan batuan formasi, sehingga menimbulkan gaya gesek

yang arahnya berlawanan dengan arah putar rangkaian. Selain itu, beban torsi juga

ditimbulkan karena adanya kontak antara rangkaian yang sedang diputar dengan

dinding lubang bor.

Beban torsi yang berlebihan akan membatasi panjang bagian lubang yang dapat

ditembus. Torsi yang mampu memutar bit dalam pemboran menggunakan metode

rotary dibatasi oleh :

a. Torsi maksimal yang dapat dilakukan oleh rotary table / top drive

b. Kekuatan torsi pada sambungan

c. Kekuatan torsi pada bagian pipa yang tipis

Ketika proses pemboran berlangsung, beban maksimal yang terjadi akibat torsi

dibatasi oleh daya putar rotary table atau top drive di permukaan, yang fungsinya

memutar seluruh rangkaian pemboran. Semakin besar beban torsi yang terjadi, semakin

besar pula daya yang diperlukan untuk memutar rangkaian. Selain itu, toleransi beban

torsi yang dapat diderita oleh rangkaian juga dibatasi oleh kekuatan pipa atau disebut

juga torsional yield strength dari drill pipe.

Apabila beban torsi yang terjadi melebihi batas dari maximum torsional
44

strength, maka akan terjadi stress yang begitu tinggi sehingga menyebabkan kelelahan

pada pipa (fatigue), yang juga akan menimbulkan masalah lain seperti tertekuknya pipa

(buckling) dan/atau terpuntirnya rangkaian (bending).

Harga beban torsi yang terbesar diderita pada sambungan antar pipa (tool joint),

pada bagian pipa yang tipis, serta pada alat pemutar (rotary table atau top drive) yang

terletak di permukaan.

Pada Gambar 3.9 dibawah ini diperlihatkan mengenai tentang Ilustrasi Torsi

Pada Drillstring.

Gambar 3.9

Ilustrasi Torsi Pada Drillstring6

Selain itu, beban torsi juga akan semakin kritis pada beberapa fase pemboran

tertentu, seperti pada fase pertambahan dan/atau pengurangan sudut kemiringan lubang

(build-up section dan/atau drip-off section), fase mempertahankan sudut (tangential

section), dan yang terbesar pada fase horizontal (horizontal section). Berdasarkan
45

bentuk lintasan, penentuan beban torsi dibedakan menjadi dua, yaitu pada lubang

melengkung dan lubang lurus, baik pada lubang miring ataupun lubang horizontal.

3.7.1.1 Analisa Torsi untuk Lubang Tegak Atau Miring

Prinsip dasar untuk menentukan torsi yang terjadi pada lubang lurus adalah sebagai

berikut:
𝜇 . 𝐿 . 𝑂𝐷 . 𝐹𝑐
𝑇= …………...……………….………………………… (3.9)
24

𝐹𝑐 = 𝑊𝑚 sin 𝜃……………………………………………………… (3.10)

Dimana :

𝜃 = Sudut kemiringan/inklinasi, deg

𝜇 = Koefisien gesekan

T = Torsi pada lubang lurus, lb-ft

L = Panjang rangkaian yang bersinggungan, ft

OD = Outside diameter drill pipe, inch

Fc = Gaya kontak lateral, lb/ft

Wm = Berat rangkaian dalam lumpur, lb/ft

3.7.1.2 Analisa Torsi untuk Lubang Melengkung

Penentuan harga torsi pada bagian melengkung atau pertambahan sudut

dilakukan dengan menggunakan rumus yang dikembangkan oleh Rudi Rubiandini –

Dodi Lesmana , dan dapat digunakan dengan batasan-batasan sebagai berikut:

 Jika Fo/ (WR) < 0.3


46

𝑇𝐵 = 𝜇 (𝐴𝜃 2 + 𝐵𝜃 + 𝐶)(𝜇 𝑂𝐷 𝑊 𝑅)……...……………….…… (3.11)

 Jika Fo/(WR) ≥ 0.3

𝑇𝐵 = 0.888 (𝐴𝜃 2 + 𝐵𝜃 + 𝐶)(𝜇. 𝑂𝐷 𝑊 𝑅)……………......……. (3.12)

Dimana :

𝜃 = Sudut Kemiringan / Inklinasi, deg

𝜇 = Koefisien gesekan

TB = Torsi pada lubang melengkung, lb-ft

OD = Outside diameter drill pipe, inch

Fo = WOB, lb

W = Berat rangkaian dalam lumpur, lb/ft

R = Jari-jari bagian pertambahan sudut, ft

Keterangan mengenai nilai A, B, dan C dari persamaan Rudi Rubiandini – Dodi

Lesmana dapat dilihat dibagian Lampiran C dari Tugas Akhir ini.

3.7.1.3 Beban Drag

Beban drag didefinisikan sebagai beban yang ditimbulkan oleh gaya gesek

yang terjadi akibat adanya kontak antara rangkaian dengan lubang bor ketika proses

penurunan rangkaian (RIH), maupun pencabutan rangkaian (POOH). Drag yang terjadi

ketika RIH sering disebut juga sebagai Compressive Drag dan drag yang terjadi ketika

POOH sering disebut juga sebagai Tensile Drag.

Beban drag yang terjadi ketika RIH ataupun POOH dibatasi oleh kekuatan

hookload kapasitas rig untuk menyeimbangkan beban tersebut. Selain itu, beban drag
47

juga dibatasi oleh kekuatan dan ketahanan tool joint serta grade dari drillpipe untuk

menahan gaya tekanan (compressive) ataupun tarikan (tensile). Masing-masing jenis

dan grade dari drillpipe memiliki ketahanan yang berbeda-beda terhadap tensile

strength, atau kekuatan tarikan maksimum yang sanggup diderita oleh drillpipe.

Semakin besar beban drag yang terjadi, baik ketika proses penurunan rangkaian (run

in hole) dan ketika penurunan rangkaian (pull out of hole), maka semakin besar pula

kekuatan hookload kapasitas rig yang dibutuhkan, serta dibutuhkan grade yang lebih

tinggi dari drillpipe yang akan digunakan.

Pada Gambar 3.10 dibawah ini diperlihatkan tentang Ilustrasi Drag Pada

Drillstring.

Gambar 3.10

Ilustrasi Drag Pada Drillstring6

Seperti halnya beban torsi, harga beban drag akan semakin kritis pada lubang

bor yang miring, baik pada build-up section, drop-off section, maupun tangential

section, dan mencapai puncaknya pada saat mencapai horizontal section, dimana

seluruh bagian bawah dari rangkaian pada fase tersebut mengalami kontak dengan
48

lubang bor, yang disebabkan oleh efek gravitasi. Berdasarkan proses yang sedang

berlangsung, penentuan beban drag dibedakan menjadi dua, yaitu ketika penurunan

rangkaian (run in hole) dan ketika penurunan rangkaian (pull out of hole). Selain itu,

berdasarkan bentuk lintasan pemboran yang ditempuh, penentuan beban drag

dibedakan menjadi dua, yaitu pada lubang melengkung dan lubang lurus, baik pada

lubang miring maupun lubang horizontal.

Toleransi maksimum drag dalam pemboran ditentukan oleh strength dari

dinding drillpipe, tool joint dan peralatan penyambung lainnya. Kekuatan strength pipa

dapat dilihat pada API RP 7G. Faktor-faktor yang menyebabkan drag pada

pipa adalah sebagai berikut :

a. Dog leg tidak hanya meningkatkan drag tapi dapat menurunkan kekuatan

strenght dari drillpipe akibat gaya/beban bending yang disebabkan tingginya

gaya kontak antara lubang bor dengan drillstring.

b. Komponen-komponen peralatan yang mempunyai ujung yang tajam.

c. Lapisan cutting yang mengendap pada dinding lubang bor.

d. Penumpukan cutting di satu tempat.

e. Belokan yang mendadak/tajam, khususnya tanpa dog leg yang mulus (smooth).

f. Lumpur kurang lubrisitas.

g. Lapisan cutting yang mengendap pada dinding lubang bor.

h. Terjadinya swelling.

Tujuan penentuan atau mengetahui besar beban drag adalah untuk mempersiapkan

kekuatan rig serta kemampuan prime mover untuk menurunkan, menahan dan menarik
49

string serta untuk mengatur distribusi WOB akibat adanya beban drag.

3.7.1.3 Analisis Drag untuk Lubang Tegak Atau Miring

Persamaan yang digunakan untuk menentukan beban drag pada lubang lurus, baik

ketika tangential section maupun horizontal section adalah:

𝐷 = 𝜇 𝑊𝑚 𝐿 sin 𝜃…………………………………………………… (3.13)

Dimana :

θ = Sudut kemiringan/inklinasi, deg

μ = Koefisien gesekan

D = Drag pada lubang tegak/miring, lb

L = Panjang rangkaian yang bersinggungan, ft

Wm = Berat rangkaian dalam lumpur, lb

3.7.1.4 Analisis Drag untuk Lubang Melengkung

Penentuan harga drag pada bagian melengkung atau pertambahan/penurunan

sudut dibedakan menjadi dua, yaitu ketika proses penurunan rangkaian dan proses

penarikan rangkaian. Persamaan yang digunakaan adalah rumus yang dikembangkan

oleh Rudi Rubiandini – Dodi Lesmana :

a. Proses Penurunan Rangkaian (Run In Hole)

𝐷𝑐 = 9.19 𝑓 ( 𝐴𝜃 2 + 𝐵𝜃 + 𝐶)(𝑊 𝑅)………....……….. (3.14)

b. Proses Penarikan Rangkaian (Pull Out Of Hole)

 Jika Fo/WR ≤ 1
50

𝜇
𝐷𝑡 = ( 𝐴𝜃 2 + 𝐵𝜃 + 𝐶)(𝑊𝑅)………................................. (3.15)
0.1

 Jika Fo/WR > 1

𝐷𝑡 = (𝐴𝜃 2 + 𝐵𝜃 + 𝐶)(𝑊𝑅)…………….……………………. (3.16)

Dimana :

𝜇 = Koefisien gesek

𝜃 = Sudut kemiringan/inklinasi ,°

Dc = Drag ketika penarikan (Compressive),lb

Dt = Drag ketika penurunan (Tensile), lb

Fo = WOB, lbs

W = Berat rangkaian dalam lumpur, lb/ft

R = Jari-jari bagian pertambahan sudut, ft

Keterangan mengenai nilai A, B, dan C dari persamaan Rudi Rubiandini – Dodi

Lesmana dapat dilihat dibagian Lampiran C dari Tugas Akhir ini.

Anda mungkin juga menyukai