Anda di halaman 1dari 36

BAB III

TEORI DASAR

Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk melekatkan casing pada

dinding lubang sumur, melindungi casing dari masalah-masalah mekanis ketika

operasi pemboran, melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosif dan

untuk memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain di belakang casing.

3.1 Prinsip Penyemenan

Penyemenan pada sumur pemboran adalah suatu proses pencampuran

(mixing) dan pendesakan (displacement) bubur semen (slury) melalui casing

sehingga mengalir ke atas melewati annulus di belakang casing sehingga casing

terikat dengan formasi. Cementing atau penyemenan adalah proses pendorongan

bubur semen ke dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai

semen tersebut mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing

maupun formasi. Proses penyemenan dilakukan pada sekeliling outside diameter

casing yang telah dimasukkan kedalam lubang sumur. Pada dasarnya diameter

lubang sumur bor lebih besar daripada diameter casing, karena itu untuk memperkuat

posisi casing maka perlu dilakukan penyemenan.

Penyemenan merupakan faktor yang paling penting dalam operasi pemboran

sehingga dapat mereduksi kemungkinan-kemungkinan permasalahan secara mekanis

ketika melakukan pemboran pada trayek selanjutnya.

11
12

Berdasarkan tujuannya proses penyemenan dapat dibagi menjadi 2 bagian, yaitu :

1. Penyemenan Awal (Primary Cementing)

2. Penyemenan Kedua atau Perbaikan (Secondary atau Remedial Cementing).

3.1.1 Primary Cementing

Primary cementing adalah penyemenan pertama kali yang dilakukan setelah

casing ke dalam sumur, primary cementing dilakukan dari pemasangan conductor

casing sampai dengan production casing / liner production. Penyemenan casing pada

dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen, antara lain :

- Penyemenan conductor casing bertujuan untuk mencegah terjadinya

kontaminasi fluida pemboran terhadap lapisan tanah permukaan.

- Penyemenan surface casing bertujuan untuk melindungi air tanah agar tidak

tercemar dari fluida pemboran, memperkuat dudukan surface casing sebagai

tempat dipasangnya alat BOP (Blow Out Preventer), untuk menahan beban

casing yang ada di bawahnya dan untuk mencegah terjadinya aliran fluida

pemboran atau fluida formasi yang akan melalui casing ini.

- Penyemenan intermediate casing bertujuan untuk menutup tekanan formasi

abnormal atau untuk mengisolasi daerah lost circulation.

- Penyemenan production casing bertujuan untuk mencegah terjadinya aliran

antar formasi ataupun aliran fluida formasi yang tidak diinginkan yang akan

memasuki sumur. Selain itu, penyemenan production casing bertujuan untuk

mengisolasi zona produktif yang akan diproduksikan fluida formasi dan juga
13

untuk mencegah terjadinya korosi pada casing yang disebabkan oleh material-

material korosif.

Adapun kegunaan dari Primary cementing adalah :

1. Melindungi casing terhadap tekanan formasi.

2. Meletakkan casing pada formasi.

3. Memisahkan zone antara lapisan permeable dan dinding lubang bor.

4. Melindungi daerah produksi dari water bearing sands.

5. Mencegah casing berkarat, karena masuk cairan formasi.

6. Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke

formasi yang lain.

3.1.2 Secondary/Remedial Cementing

Secondary cementing secara umum dapat diartikan sebagai suatu proses

pekerjaan penyemenan kedua setelah pekerjaan penyemenan pertama telah dilakukan

sebelumnya, bertujuan sebagai perbaikan penyemenan yang pertama, secondary

cementing dapat dilakukan pada saat pengeboran, penyelesaian sumur, dan kerja

ulang.

Kegunaan dari penyemenan ini adalah :

- Memperbaiki semen yang tidak sempurna

- Memperbaiki casing yang bocor

- Menutup lubang perforasi yang salah


14

- Menutup lubang yang sudah tidak berproduktif

Secondary cementing dibagi menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Squeeze Cementing

b. Plugback Cementing

c. Re-Cementing

Pada tugas akhir ini metode dari secondary cementing yang akan dibahas

adalah squeeze cementing.

a. Squeeze Cementing

Squeeze cementing adalah proses bubur semen (slurry) yang diberi tekanan

hingga terdorong kebawah sampai pada titik tertentu didalam sumur untuk maksud

perbaikan sumur tersebut. Juga mempunyai tujuan untuk :

-Mengurangi water-oil ratio, water gas ratio atau gas-oil ratio

-Menutup formasi yang tidak lagi produktif

-Menutup lubang perforasi

-Menutup zona lost circulation

-Memperbaiki kebocoran yang terdapat pada casing

-Memperbaiki primary cementing yang kurang memuaskan.

3.2 Klasifikasi Semen

API telah melakukan pengklasifikasian semen ke dalam beberapa kelas guna

mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan digunakan.


15

Pengklafikasian ini didasari atas kondisi sumur dan sifat-sifat semen yang

disesuaikan dengan kondisi sumur dan sifat-sifat semen yang disesuaikan dengan

kondisi. Kondisi sumur tersebut meliputi kedalaman sumur, temperatur, tekanan dan

kandungan yang terdapat pada fluida formasi (seperti sulfate dan sebagainya) semen

dapat diklasifikasikan atau dikelompokan menjadi beberapa tipe menurut API, yaitu :

1. Semen kelas A

Digunakan untuk penyemenan pada kedalaman 0-6000 ft dan apabila sifat–

sifat khusus dari formasi tidak disyarat.

2. Semen kelas B

Digunakan untuk sumur pada kedalaman 0-6000 ft, dan tersedia dalam jenis

yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan kandungan sulfat tinggi.

3. Semen kelas C

Digunakan untuk sumur pada kedalaman 0-6000 ft dan mempunyai sifat high-

early strength (proses pengerasannya cepat). Semen ini tersedia dalam jenis biasa dan

jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan sulfat tinggi.

4. Semen kelas D

Digunakan untuk sumur pada kedalaman 6000-12000 ft dengan kondisi suhu

dan tekanan sedang. Semen ini tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan

sulfat menengah dan dalam kandungan sulfat tinggi.

5. Semen kelas E
16

Digunakan untuk sumur pada kedalaman 6000-14000 ft dengan kondisi suhu

dan tekanan tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan

sulfat menengah dan kandungan sulfat tinggi.

6. Semen kelas F

Digunakan untuk sumur pada kedalaman 10000-16000 ft dengan kondisi suhu

dan tekanan tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan

sulfat menengah dan kandungan sulfat tinggi.

7. Semen kelas G

Digunakan sebagai semen pemboran mulai surface casing pada kedalaman 0-

8000 ft, akan tetapi dengan penambahan akselerator dan retarder untuk memperoleh

batasan dan jangkauan yang luas. Dapat digunakan untuk semua range pemakaian

mulai dari kelas A sampai kelas E, jenisnya moderate dan high sulfat resistance.

8. Semen kelas H

Digunakan sebagai pemboran dasar untuk kedalaman 0-8000 ft dan dapat

digunakan dengan penambahan akselarator dan retarder untuk memperoleh batas

jangkauan suhu dan kedalaman sumur yang lebih luas. Semen ini tersedia dalam jenis

yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan kandungan sulfat tinggi.

9. Semen kelas J

Digunakan untuk semen dasar pemboran untuk kedalaman 12.000-16.000 ft

pada kondisi suhu dan tekanan yang amat tinggi atau dapat digunakan dengan
17

penambahan akselarator dan retarder untuk memperoleh batasan jangkauan sumur

dan suhu yang lebih besar.

3.3 Sifat Dasar Semen

Adapun beberapa yang menjadi sifat dasar semen dan merupakan bagian yang

penting untuk sebuah proses penyemenan yaitu :

-Kekuatan semen (Strength)

-Perbandingan jumlah air dan semen yang dicampurkan (Water Cement Ratio)

-Densitas (Density)

-Waktu pemompaan (Thickening time)

-Viskositas (Viscosity)

-Sifat filtrasi (Water loss)

-Permeabilitas (Permeability)

-Waktu pengerasan semen (Waiting on cement)

3.3.1 Kekuatan Semen (Strength)

Kekuatan pada cement dapat dibagi menjadi dua, yaitu compressive strength

dan shear strength.

-Compressive strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam menahan

tekanan-tekanan horizontal atau tekanan yang berasal dari formasi maupun

casing.

-Shear strength didefiniskan sebagai kemampuan semen untuk menahan

tekanan/beban dari arah vertical. Oleh karena itu, strength minimum yang
18

diperlukan haruslah dapat menahan pipa di lubang bor, mengisolasi zona

permeable, menahan getaran pada saat dilakukan pemboran, perforasi, dan

lain-lain.

Beberapa faktor untuk menentukan lamanya pengerasan yang berkaitan

dengan kekuatan semen yaitu menentukan nilai strength semen yang diperlukan agar

pemboran selanjutnya dapat dilakukan dan dapat mengetahui bagaimana karakteristik

peningkatan strength semen yang digunakan.

Pengujian besarnya strength semen dapat dilakukan di laboratorium dengan

menggunakan alat Curing Chamber dan Hydraulic Mortar. Masing–masing alat

tersebut mempunyai kegunaan yaitu Curing Chamber berfungsi sebagai alat simulasi

kondisi lingkungan yang akan dilakukan penyemenan dimana temperatur dan tekanan

dapat disesuaikan dengan kondisi formasi. Untuk Hydraulic Mortar berfungsi

sebagai alat pemecah semen yang telah mengeras dalam Curing Chamber.

3.3.2 Water Cement Ratio (WCR)

Water Cement Ratio ialah perbandingan air yang dicampur dengan bubuk

semen sewaktu suspensi semen dibuat untuk mendapatkan komposisi bubur semen

yang pas dan sesuai dengan karakteristik sumur. Jumlah air yang dicampurkan tidak

boleh lebih atau kurang, karena akan mempengaruhi baik buruknya ikatan semen

nantinya.

Batasan jumlah kadar air dalam slurry cement didefinisikan sebagai kadar

minimum dan kadar maksimum. Kadar minimum air adalah batasan kandungan air
19

minimum agar tidak terjadi gesekan (friksi) yang besar di anulus. Kadar maksimum

air adalah batasan maksimum kandungan air supaya tidak membentuk pori, karena

dapat membuat permeabilitas semen jadi besar.

3.3.3 Densitas

Densitas dari cement slurry ditentukan oleh perbandingan campuran air dan

bubuk semen, di mana makin tinggi kadar air maka makin kecil harga kerapatan

cement slurry. Densitas cement slurry sangat berpengaruh terhadap tekanan

hidrostatik cement slurry di dalam sumur. Bila formasi tidak sanggup menahan

tekanan cement slurry, maka akan menyebabkan formasi pecah sehingga terjadi lost

circulation. Densitas semen yang rendah digunakan untuk menghindari fracture pada

formasi yang lemah, sedangkan densitas semen yang tinggi digunakan bila tekanan

formasi cukup besar.

3.3.4 Thickening Time

Thikening time didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan suspensi semen

untuk mencapai konsistensi sebesar 100 UC (Unit of Consistency). Konsistensi

sebesar 100 UC merupakan batasan bagi suspensi semen masih dapat dipompa lagi.

Waktu yang biasa dilakukan dalam pemompaan bubur semen biasanya ialah

3–3,5 jam pada kedalaman 6.000–18.000 ft. Pada waktu tersebut sudah dapat

dilakukan pembuatan bubur semen hingga penempatan semen di belakang casing dan

harga safety factor, namun pada kondisi yang berbeda yaitu tekanan dan temperatur

tinggi maka diperlukan additive untuk memperlambat pengerasan. Additive yang


20

biasa digunakan untuk hal tersebut ialah Lignin Retaders, Calcium Lignosulfonate

(organic acid), carboxymethil hydroxyeth cellulose (CMHEC), saturated salt water,

borax, dan lain-lain.

Thickening Time sangat penting pengaruhnya terhadap waktu pemompaan.

Waktu pemompaan harus lebih kecil dari thickening time, karena apabila hal tersebut

tidak dilakukan maka suspensi semen akan mengeras lebih cepat sebelum seluruh

suspensi semen mencapai target yang diinginkan.

Sumur yang mempunyai kedalaman dan kolom penyemenan yang panjang

diperlukan waktu pemompaan yang lama, sehingga thickening time harus

diperpanjang. Hal yang perlu dilakukan yaitu dengan penambahan retarder ke dalam

suspensi semen. Sedangkan untuk sumur yang dangkal diperlukan thickening time

yang singkat, karena selain target yang tidak terlalu panjang, juga untuk

mempersingkat waktu. Maka dapat ditambahkan accelerator ke dalam suspensi

semen.

3.3.5 Viskositas

Hubungan viskositas dengan penyemenan adalah untuk mendapatkan daya

ikat yang baik maka bubur semen harus memiliki consistency yang cukup.

Consistency sendiri berfungsi untuk membedakan viskositas bubur semen karena

bubur semen merupakan fluida non-Newtonian. Untuk mendapatkan consistency yang

baik maka harus seimbang antara jumlah air dengan komposisi semen.

Jumlah air sendiri dapat dibagi menjadi 3, yaitu :


21

- Minimum

Jumlah air yang dicampurkan hingga memberi viskositas bubur semen sama

dengan 30 μc setelah 20 menit pencampuran.

- Optimum

Jumlah air yang dicampurkan hingga consistency bubur semen mencapai 11

μc.

- Maksimum

Jumlah air yang dicampurkan pada semen dimana akan memberikan volume

set sama dengan volume bubur semen dengan tidak lebih dari 1,5% air yang

dipisahkan.

Viskositas optimum dari bubur semen ialah antara 5–11 μc, apabila lebih

kecil dari nilai optimum maka lebih dari 1% air dibebaskan serta adanya pemisahan

partikel–partikel yang berat. Apabila viskositas berada diatas nilai optimum maka

sukar dipompakan sehingga memerlukan tekanan pemompaan yang besar akibat

adanya gesekan yang besar.

3.3.6 Sifat Filtrasi

Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dan suspensi semen ke dalam

formasi permeabel yang dilaluinya. Cairan ini disebut dengan filtrat, kehilangan filtrat

ini tidak boleh terlalu banyak, karena akan menyebabkan suspensi semen kekurangan

air. Kejadian ini disebut dengan flash set. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi

filtrasi dari cement slurry adalah waktu, tekanan, suhu dan permeabilitas. Pada
22

primary cementing, filtration loss yang diijinkan sekitar 150-250 cc yang diukur

selama 30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan pada

tekanan 1.000 psi. Sedangkan pada squeeze cementing, filtration loss yang diijinkan

sekitar 55-65 cc selama 30 menit.

3.3.7 Waitng On Cement (WOC)

Waiting On Cement adalah waktu pengerasan semen dan waktu yang dihitung

dari saat wiper plug diturunkan kemudian plug dibor kembali untuk operasi

selanjutnya. WOC ditentukan oleh berbagai faktor seperti tekanan dan temperatur

sumur, water cement ratio (wcr), compressive strength dan aditif- aditif yang

dicampur ke dalam suspensi semen yang pada umumnya WOC berkisar antara 4-12

jam.

3.3.8 Permeabilitas

Permeabilitas diukur pada semen yang mengeras, maksudnya sama dengan

permeabilitas batuan formasi yang berarti kemampuan suatu media untuk

mengalirkan fluida. Semakin besar permeabilitas semen akan semakin banyak fluida

yang melalui semen tersebut dan apabila permeabilitas semen kecil maka sedikit

fluida yang dapat mengalir pada semen tersebut. Menurut rekomendasi dari API

permeabilitas batuan semen adalah tidak boleh lebih dari 0,01 mD.

3.3.9 Pengendapan Partikel dan Air Bebas


23

Penambahan dispersant mempunyai efek samping dimana akan terjadinya

sedimentasi dan terjadinya degradasi densitas suspensi semen dari bagian atas dan

bawahnya serta adanya air bebas dibagian atas suspensi semen. Sedimentasi atau

pengendapan partikel akan menyebabkan terbentuknya semen berongga yaitu semen

yang memiliki permeabilitas yang cukup besar.

Apabila ada free water dipermukaan semen, maka akan memperburuk hasil

penyemenan. Terutama penyemenan sumur directional yang cukup panjang terutama

dibagian atas dari suspensi semen.

3.4 Aditif Cement

Dalam pembuatan cement slurry agar dicapai hasil penyemenan yang

diinginkan perlu ditambahkan zat-zat kimia untuk net cement. Zat kimia tersebut

dikenal dengan nama aditif. Berbagai jenis aditif telah banyak digunakan dalam

penyemenan sumur-sumur minyak dan gas dengan mempertimbangkan kondisi

sumur seperti kedalaman, temperatur, dan tekanan. Berikut adalah kategori aditif

yang umum digunakan :

-Accelerator

Accelerator adalah aditif yang dapat mempercepat proses pengerasan

suspensi semen. Selain itu dapat juga mempercepat naiknya strength cement dan

mengimbangi aditif lain agar tidak tertunda proses pengerasan suspensi semennya.

Contoh aditifnya adalah kalsium klorida, sodium klorida, gipsum, sodium silikat

dan air laut.


24

- Retarder

Fungsi dari aditif ini adalah memperlambat proses pengerasan suspensi

semen, sehingga semen mempunyai waktu yang cukup untuk mencapai kedalaman

target yang diinginkan. Aditif ini biasa digunakan untuk sumur yang dalam,

bertemperatur tinggi dan kolom penyemenan yang panjang. Contoh aditifnya

adalah lignosulfonat dan senyawa asam organic.

-Extender

Aditif jenis ini adalah aditif yang berfungsi untuk menaikkan volume suspensi

semen, yang berhubungan dengan mengurangi densitas suspensi semen tersebut. Pada

umumnya penambahan aditif ini diikuti dengan penambahan air. Adapun yang

termasuk extender antara lain bentonite, attapulgite, sodium silikat, pozzolan, perlite

dan gilsonit.

Bentonite bersifat menyerap air sehingga volume semen bisa menjadi 10

kalinya. Selain itu pengaruh lainnya ialah yield semen naik, kualitas perforasi lebih

baik, permeablitas naik, viskositas naik dan biaya lebih murah.

-Weighting Agents

Weighting Agents adalah yang berfungsi menaikkan densitas suspensi

semen. Umumnya digunakan pada sumur yang formasinya bertekanan tinggi.

Contoh dari aditif ini adalah hematite, ilmenite, barite dan pasir.

-Dispersant
25

Aditif ini berfungsi untuk mengurangi kekentalan slurry cement, serta

membuat turbulensi aliran cement slurry pada laju pemompaan yang rendah. Aditif

yang termasuk adalah polymelamine sulfonate dan polynaphtalene sulfonate.

- Fluid-Loss Control

Fluid-Loss Control adalah aditif yang berfungsi mencegah hilangnya fasa

liquid cement ke dalam formasi, sehingga terjaga kandungan cairan suspensinya.

Contoh dari aditif ini adalah polymer, dan latex.

-Lost Circulation Control Agent

Aditif jenis ini digunakan untuk mengontrol hilangnya suspensi semen ke

dalam formasi yang lemah atau bergoa. Biasanya material lost circulation yang

dipakai pada lumpur pemboran digunakan pula dalam cement slurry. Contoh aditif

ini adalah gilsonite, cellophane flakes, gypsum, bentonite, dan nut shells.

3.5 Peralatan dan Teknik Penyemenan

Peralatan penyemenan merupakan suatu rangkaian peralatan yang harus

tersedia untuk dapat melakukan operasi penyemenan pada operasi pemboran,

peralatan penyemenan dapat dibedakan atas :

1. Peralatan Permukaan

2. Peralatan Bawah Permukaan

3.5.1 Peralatan Permukaan


26

Peralatan penyemenan yang digunakan diatas permukaan tanah biasanya

disebut Cementing Unit, yang merupakan suatu kesatuan alat yang digunakan

membuat bubur semen dapat dipompakan kedalam lubang bor. Fungsi dari

Cementing Unit ialah alat untuk membuat bubur semen, memompakan bubur semen

dalam lubang bor, tempat pengendalian operasi penyemenan dan untuk pressure test.

Peralatan permukaan terdiri dari Mixer, pompa semen, dan Casing cementing head.

a. Mixer

Pada prinsipnya adalah mempertemukan cement slurry dan air dengan

kecepatan yang sangat tinggi (sistem jet) melalui suatu venturi sehingga timbul aliran

turbulensi yang menjadikan proses pencampuran menjadi sempurna.

Gambar 3.2 berikut menunjukan bentuk dari cementing mixer yang

digunakan pada operasi penyemenan.

Gambar 3.1

Mixer
27

b. Pompa Semen

Pompa semen dipakai untuk pemompaan bubur semen ke dalam sumur.

Pompa yang biasa dipakai adalah pompa duplex double acting piston atau single

acting triplex plunger pump. Digunakan untuk memompakan bubur semen dan fluida

pendorong ke dalam sumur. Sehingga bubur semen dapat mengisi lubang perforasi

atau menutup sumur. Penyebab kegagalan proses penyemenan terkadang berasal dari

kinerja pompa semen yang buruk.

Gambar 3.3 berikut menunjukan bentuk dari pompa semen yang digunakan

pada operasi penyemenan .

Gambar 3.2

Pompa semen
28

c. Casing Cementing Head

Cementing head berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk ke

dalam sumur. Dengan adanya alat ini maka semen dapat disirkulasikan sampai ke

dasar casing.

Gambar 3.4 berikut menunjukan bentuk dari Casing Cementing Head yang

digunakan pada operasi penyemenan.

Gambar 3.3

Casing Cementing Head

3.5.2 Peralatan Bawah Permukaan

Peralatan–peralatan ini diturunkan bersama casing dan tinggal tersemen

bersama casing. Peralatan bawah permukaan sangat mempengaruhi keberhasilan

kegiatan penyemenan karena alat–alat di bawah permukaan merupakan alat yang


29

menyalurkan dari bubur semen (slurry) dari permukaan hingga sampai pada target

penyemenan. Peralatan penyemenan di bawah permukaan terdiri dari beberapa jenis,

yaitu :

a. Scratchers

Adalah alat pembersih dinding lubang sumur dari mud cake sehingga semen

dapat melekat langsung pada dinding formasi dan dapat menghindarkan channeling

(lubang saluran diantara semen dan formasi). Cara pemakaian alat ini ada beberapa

macam yaitu dengan cara diputar atau dengan menaik turunkan.

Scratcher yang mengikis dengan cara menaik turunkan rangkaian casing

disebut dengan reciprocating scratcher. Scratcher yang mengikis dengan cara

memutar rangkaian casing disebut dengan rotating scratcher. Gambaran dari

Scratcher dapat dilihat pada gambar 3.5 dibawah ini. Merupakan reciprocating

scratcher dan rotating scratcher yang dipakai sebagai alat untuk membersihkan

dinding lubang sumur dari mud cake.


30

Gambar 3.4

Rotating Scratcher dan Reciprocating Scratcher

b. Wiper Plug

Wiper Plug adalah plug yang dipakai untuk membersihkan dinding dalam

casing dari lumpur pemboran. Plug ini dibagi menjadi dua yaitu top plug dan bottom

plug. Bottom plug berfungsi untuk mendorong lumpur dalam casing sedangkan top

plug dipakai untuk mendesak kolom semen dalam casing agar semen dapat ke tempat

lokasi penyemenan. Dibawah ini adalah gambar 3.6 wiper plug yang dipakai sebagai

alat untuk membersihkan dinding dalam casing dari lumpur pemboran.

Gambar 3.5
31

Wiper Plug

c. Centralizer

Centralizer adalah alat untuk menempatkan casing tepat di tengah– tengah

lubang sumur agar diperoleh jarak yang sama antara casing dengan dinding lubang

sumur. Pemasangan alat ini pada casing biasanya dengan cara di las (welding) atau di

pasang pada body casing/ coupling. Centralizer sangat dibutuhkan pada operasi

penyemenan karena akan berpengaruh pada hasil dari operasi penyemenan tersebut

nantinya.

Fungsi dari centralizer menurut (Rudi Rubiandini, 2001) sebagai berikut :

a) Menempatkan casing di tengah-tengah lubang

b) Menyekrap mud cake

c) Mencegah terjadinya differntial sticking

Centralizer dibuat dari bahan baja, sehingga mampu mendorong casing di tengah-

tengah lubang. Dibawah ini adalah gambar 3.7 centralizer.


32

Gambar 3.6

Centralizer

3.6 Teknik Squeeze Cementing

Squeeze cementing secara umum dapat dikatakan sebagai suatu proses dimana

cement slurry didorong menggunakan tekanan yang besarnya di bawah tekanan rekah

formasi sampai semen menutup rongga yang ada pada annulus untuk maksud -

maksud perbaikan. Untuk menyelesaikan tujuan dilakukannya squeeze cementing di

atas hanya dibutuhkan volume semen yang relatif kecil, tetapi harus ditempatkan

pada titik yang tepat di dalam sumur. Terkadang kesulitan utama adalah membatasi

semen terhadap lubang bor. Untuk itu diperlukan perencanaan yang baik terutama

perencanaan bubur semen dan pemilihan tekanan dan penggunaan metode yang

digunakan untuk berhasilnya pekerjaan. Salah satu persoalan yang paling utama pada

sumur minyak atau gas adalah mengisolasi air di bawah lubang sumur. Proses

squeeze cementing telah digunakan secara luas untuk maksud - maksud sebagai

berikut :

1. Menyempurnakan primary cementing ataupun untuk perbaikan

terhadap hasil penyemenan yang rusak.

2. Untuk memperbaiki kerusakan casing

3. Menutup kembali zona produksi yang diperforasi apabila pemboran

mengalami kegagalan dalam mendapatkan minyak atau gas.


33

4. Menutup zona yang sudah tidak produktif lagi.

Pada pekerjaan squeeze cementing biasanya hanya dibutuhkan volume cement

yang relatif kecil, tetapi harus ditempatkan pada titik yang tepat di dalam sumur.

Terkadang terdapat kesulitan dalam membatasi cement terhadap lubang bor. Untuk

itu diperlukan perencanaan yang baik terutama perencanaan slurry cement, pemilihan

tekanan, teknik pemompaan dan penggunaan metode yang sesuai digunakan.

3.6.1 Tekanan yang Dipompakan

Tekanan yang dipompakan untuk penyelesaian penyemenan perbaikan

adalah sebagai berikut :

a. High Pressure Squeeze

Penempatan semen dengan teknik ini dilakukan dengan tekanan

melebihi tekanan rekah formasi. Teknik ini biasanya digunakan pada formasi

dengan permeabilitas rendah. Semen akan medorong lumpur ke rekahan

formasi dan kemudian semen akan menutup perforasi dengan sempurna

sehingga akan mencegah terjadinya channeling pada lubang perforasi.

Masalah dari teknik ini adalah banyaknya volume cement yang dibutuhkan

dan kemungkinan timbulnya rekahan pada zona air.

b. Low Pressure Squeeze

Tekanan yang digunakan pada teknik ini dipertahankan agar tetap di

bawah tekanan rekah formasi. Semen akan dibiarkan mengeras ketika slurry

cement telah masuk ke dalam lubang perforasi dan ke dalam annulus. Setelah
34

itu disirkulasi balik untuk mengeluarkan sisa – sisa cement dari dalam sumur.

Tekanan yang rendah juga relatif mengurangi kerusakan pada formasi dan

dapat mengurangi penggunaan semen dibanding dengan high pressure

squeeze

3.6.2 Metode Squeeze Cementing

Setelah dibagi oleh pemompaan dan tekanannya, squeeze cementing juga

dibagi dua teknik penempatan yaitu :

a. Metode Bradenhead (Open Ended Tubing)

Dalam metode ini semen dipompakan ke dalam casing melalui tubing

atau drillpipe dengan tidak memakai packer, mendesak fluida sumur masuk

ke annulus. Metode ini dipakai secara luas pada squeezing sumur-sumur

dangkal, untuk penyumbatan sumur dan kadang-kadang dipakai pula dalam

menutup zona loss selama operasi pemboran. Metode ini biasanya

diaplikasikan untuk kondisi :

- Jika ada beberapa interval squeeze yang letaknya berjauhan dan akan

disemen sekaligus.

- Masalah kepasiran pada sumur yang berpotensi menutup interval

squeeze dan menghalangi semen.

Pada metode ini tubing diturunkan hingga berada tepat di depan

perforasi atau zona yang akan mendapatkan squeeze off. Kemudian cement
35

ditempatkan guna menutupi zona tersebut. Tubing diangkat sampai di atas

top of cement agar tidak tersemen. Annulus ram lalu ditutup sebelum

memberi tekanan squeeze terhadap perforasi tersebut. Setelah itu sisa-sisa

semen yang menempel di dalam tubing disirkulasikan balik (reverse out) ke

atas dari anulus melalui tubing.

Gambar 3.8 menunjukan Metode Bradenhead pada kegiatan squeeze

cementing :
36

Gambar 3.7

Bradenhead Method

Pada metode ini ketika semen mulai dipompakan, tekanan maksimum yang

dipompakan ke dalam sumur dibatasi dengan burst strenght dari casing tersebut agar

casing tidak rusak. Metoda Bradenhead dapat digunakan pada kedalaman dangkal

dan pada trayek casing yang panjang. Penggunaan metode ini dapat mengurangi

biaya dan sisa-sisa semen di dalam annulus bisa disirkulasikan balik ke permukaan.

b. Metode Bullhead

Pada metode bullhead ini menggunakan packer dalam pengaplikasiannya.

Pada metode ini retriveable packer diturunkan hingga berada tepat di atas zona yang

akan ditutup untuk mencegah semen naik ke atas bridge plug ditempatkan di zona

bawahnya atau bisa juga menggunakan cement retairner. Jika volume total semen

telah di squeeze off, maka semen yang masih tersisa di dalam annulus harus

dikeluarkan agar tidak menyemen pipa bor atau tubing.

Umumnya teknik squeeze cementing yang lebih sering diterapkan adalah

metode Bradenhead karena prinsip pengerjaanya yang lebih simpel dan praktis. Pada

metode ini penempatan posisi packer harus diperhatikan dengan baik, karena dapat

menentukan keberhasilan dari proses squeeze cementing yang dilakukan, hal ini

dikarenakan apabila posisi packer tidak pas maka nantinya Top of Cement (TOC)

tidak sesuai dengan perencanaan sehingga menyebabkan pekerjaan menjadi kurang

sempurna.
37

Gambar 3.9 menunjukan prinsip pengerjaan squeeze cementing dengan

menggunakan metode Bullhead :

Gambar 3.8
38

Bullhead Method

3.6.3 Teknik Pemompaan

Teknik pemompaan pada squeeze job terbagi menjadi dua yaitu teknik hesitasi

dan teknik running squeeze.

1. Teknik Hesitasi

Prinsipnya pada metode ini adalah dengan mengubah-ubah tekanan

pemompaan semen (hesitasi). Semen dipompakan secara intermitten (pump

on &pump off) dalam interval waktu tertentu sampai mencapai tekanan yang

diinginkan. Setelah itu tekanan ditahan selama beberapa saat lalu tekanan di

bleed off. Tekanan pompa akan naik secara perlahan, kondisi ini menunjukkan

bahwa semen telah menutupi lubang perforasi secara bertahap dan akhirnya

lubang perforasi tertutup seutuhnya.

2. Teknik Running Squeeze

Selama dilakukan running squeeze, cement slurry dipompakan secara

kontinyu sampai tercapai tekanan squeeze yang diinginkan (bisa di bawah

atau di atas tekanan rekah) tercapai. Sesudah pemompaan dihentikan, tekanan

dimonitor, jika tekanan masih di bawah yang dikehendaki maka perlu

dipompakan lagi cement slurry untuk menaikan tekanan.

3.7 Prosedur dan Evaluasi Squeeze Cementing


39

Sebelum dilakukan beberapa prosedur squeeze cementing perlu dilakukan test

injeksi dengan alasan :

- Untuk memastikan bahwa perforasi telah terbuka dan siap untuk dimasuki

fluida. Untuk mendapatkan perkiraan rate injeksi cement slurry.

- Untuk mendapatkan perkiraan rate injeksi cement slurry.

- Untuk memperkirakan tekanan ketika dilakukanya squeeze cementing.

- Memperkirakan banyaknya slurry yang digunakan.

Tes injeksi ini dilakukan dengan cara memompakan fluida (air atau mud flush)

kedalam sumur. Asam harus diinjeksikan jika terdapat matriks. Setelah tes injeksi

dilakukan maka dapat dilanjutkan pada prosedur pelaksanaan squeeze cementing.

3.7.1 Prosedur Squeeze Cementing

Prosedur pelaksanaan squeeze cementing yang umum dilakukan adalah

sebagai berikut :

1. Zone yang akan disemen diisolasi dengan menggunakan retrievable packer

atau dengan drillable bridge plug.

2. Perforasi dibersihkan dengan menggunakan perlengkapan pencuci perforasi,

atau dibuka kembali dengan teknik “back surging”.

3. Peralatan pencuci perforasi diangkat dan jika metode drillable squeeze packer

dipilih maka di pasang perlatan circulating valve.

4. Menempatkan peralatan ke dalam sumur sampai pada kedalaman yang

diinginkan.
40

5. Semua pipa atau casing di test dan formation breakdown ditentukan.

6. Dengan membiarkan circulationg valve terbuka diatas retainer, fluida spacer

dimasukkan kedalam pipa yang diikuti oleh slurry kemudian spaccer yang

kedua, dan akhirnya oleh lumpur yang cukup untuk memasukkan setengah

dari fluida spacer yang pertama ke dalam annulus.

7. Circulating valve ditutup dan formasi di squeeze.

8. Bila tekanan squeeze telah dicapai, maka tekanan tetap ditahan beberapa

menit. Bila formasi tidak pecah atau valve tidak bocor, tekanan dapat

dihentikan, circulating valve dibuka dan kelebihan slurry dikeluarkan.

9. Jika kelebihan slurry tidak dapat dikeluarkan, maka semua peralatan

sebaiknya dicabut keluar.

3.7.2 Evaluasi Squeeze Cementing

Setelah dilakukan squeeze cementing maka pekerjaan selanjutnya adalah

melakukan pengujian terhadap operasi penyemenan tersebut. Dasar untuk

mengevaluasi hasil penyemenan adalah dengan melakukan dua pengujian atau tes

yaitu:

1. Tes Positif

2. Tes Negatif

1. Tes Positif
41

Pengujian dengan cara tes positif tersebut dilakukan setelah proses squeeze

selesai dikerjakan atau setelah menunggu semen kering (wait on cement) selama 24

jam dengan memompakan fluida kedalam tubing hingga penuh kemudian dilakukan

tekanan setelah itu didiamkan selama kurang lebih 15 menit untuk mengetahui ada

tidaknya perubahan tekanan. Apabila selama dilakukan tes positif terjadi perubahan

tekanan, hal tersebut mengindikasikan bahwa penyemenan tidak berhasil. Besarnya

tekanan yang biasa dioperasikan di lapangan tidak melebihi collapse dari tubing.

2. Tes Negatif

Setelah pengujian dengan tes positif selesai dilakukan maka hasil tersebut

dikorelasi dengan pengujian yang kedua, yaitu dengan melakukan tes negatif.

Pengujian dengan cara kedua ini adalah dengan swabbing pressure, kemampuan

pompa selain untuk menekan juga bisa digunakan untuk menghisap pada lubang

sumur, jadi setelah tes positif dilakukan dan ternyata semen holding, akan tetapi tidak

menutup kemungkinan semen squeeze hanya menempel pada dinding lubang bor saja,

sehingga jika melakukan swabbing pressure, semen tersebut akan dengan mudah

terlepas dari dinding lubang bornya.

3.8 Penyebab Kegagalan Squeeze Cementing

Dalam squeeze cementing terkadang pelaksanaanya berhasil dan bisa juga

gagal. Maka dari itu kita perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat

menyebabkan pelaksanaan squeeze cementing gagal. Beberapa faktor penyebab

kegagalan squeeze cementing yaitu :


42

- Cement Slurry Menembus Pori Batuan

Campuran air dan subtansi yang terlarut dapat menembus pori dan

terakumulasi di permukaan formasi membentuk filter cake. Maka dibutuhkan

permeabilitas diatas 100 darcy agar butiran semen menembus matriks batuan pasir.

- Tekanan Tinggi yang Diperlukan Untuk Mendapatkan Squeeze yang Baik.

Apabila tekanan rekah formasi diperbesar dari tekanan rekah formasi yang ada,

akan terjadi kehilangan kontrol dari penempatan slurry, dan slurry akan memasuki

daerah yang tidak diinginkan serta akan merusak formasi tersebut.

- Plugged Perforations

Penyebab lubang perforasi tertutup dikarenakan terakumulasinya mud cake,

debris, scale, parrafin, pasir formasi. Squeezing dengan kondisi seperti ini akan

mengakibatkan kegagalan karena fluida formasi dapat mengalir melalui formasi yang

tertutup tadi.

- Lokasi Packer yang Tidak Tepat

Squeeze packer yang diset tidak lebih dari 75 ft (23 m) diatas perforasi dan

packer diset diantara 30-60 ft dari peforasi.

- High Final Squeeze Pressure

Tekanan akhir yang tinggi dapat membuat merekahnya formasi sehingga

potensi kehilangan kontrol pada waktu penempatan semen sangat besar.

3.9 Rumus yang digunakan Squeeze Cementing

a. Panjang kolom Squeeze


43

SL = ¿. . . . . . . . . . . . 3.1

dimana :

SL : Panjang maksimum dari semen, ft

htop sand : kedalaman pasir yang akan disqueeze, ft

Gf : Gradien formasi, psi/ft

ρc : Densitas bubur semen, ppg

ρf : Densitas fluida komplesi, ppg

0,052 : faktor konversi, lb/gal ke psi/ft

b. Volume bubur semen

Vc = SL x Ctubing. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.2

Vs = 50 % x volume injectivity . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.3

Exc = 10 % x Vc . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4

Dv = 3 bbl . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.5

VCtot = Vc + Vs + Exc + Dv . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.6

dimana :

Vc : Volume semen, bbl

Cpipa : Kapasitas pipa casing atau tubing, bbl/ft

Vs : Volume squeeze, bbl

Exc : Excces volume, bbl

Dv : Dead volume, bbl

c. Jumlah sak semen


44

Volume
SX = Vctot x . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.7
yield

dimana :

SX : Semen yang dibutuhkan, sak

Yield : Jumlah bubur semen yang dihasilkan oleh 1 sak

semen kering , cuft/sak

d. Tekanan rekah formasi

Prekah = Gf x h . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.8

dimana :

Prekah : Tekanan rekah formasi, psi

h : Interval kedalaman yang akan disqueeze, ft

e. Tekanan pompa maksimum

Digunakan pada bullhead :

Volcement
Lc = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.9
C casing

Lf = h−Lc . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.10

Phc = 0,052 x ρc x Lc . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.11

Phf = 0,052 x ρf x Lf . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.12

Phtot = Phc + Phf . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.13

Digunakan pada squeeze packer :

Volcement
Lc = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.14
C tubing
45

Vol WA
LWA = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.15
C tubing

Volume displace
Ldsp = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.16
C tubing

Phc = 0,052 x ρc x Lc . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.17

PhWA = 0,052 x ρf x LWA . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.18

Phdsp = 0,052 x ρf x Ldsp . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.19

Phperfo = 0,052 x ρf x Lperfo . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.20

Phtot = Phc + PhWA + Phdsp + Phperfo . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.21

Fsp = ( Gf x h ) – Phtot . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.22

dimana :

Lc = Panjang semen dalam tubing atau casing, ft

Lf = Panjang semen fluida komplesi dalam tubing atau

casing, ft

LWA = Panjang water a head dalam tubing atau casing, ft

Ldsp = Panjang displacement dalam tubing, ft

Phc = Tekanan hidrostatik semen, psi

Phf = Tekanan hidrostatik fluida komplesi, psi

PhWA = Tekanan hidrostatik water a head, psi

Phdsp = Tekanan hidrostatik displacement, psi

Phperfo = Tekanan hidrostatik interval perforasi, psi

Phtot = Tekanan hidrostatik total, psi


46

Fsp = Tekanan pompa maksimum, psi

Anda mungkin juga menyukai