TEORI DASAR
operasi pemboran, melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosif dan
untuk memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain di belakang casing.
bubur semen ke dalam casing dan naik ke annulus yang kemudian didiamkan sampai
semen tersebut mengeras hingga mempunyai sifat melekat baik terhadap casing
casing yang telah dimasukkan kedalam lubang sumur. Pada dasarnya diameter
lubang sumur bor lebih besar daripada diameter casing, karena itu untuk memperkuat
11
12
casing sampai dengan production casing / liner production. Penyemenan casing pada
dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen, antara lain :
- Penyemenan surface casing bertujuan untuk melindungi air tanah agar tidak
tempat dipasangnya alat BOP (Blow Out Preventer), untuk menahan beban
casing yang ada di bawahnya dan untuk mencegah terjadinya aliran fluida
antar formasi ataupun aliran fluida formasi yang tidak diinginkan yang akan
mengisolasi zona produktif yang akan diproduksikan fluida formasi dan juga
13
untuk mencegah terjadinya korosi pada casing yang disebabkan oleh material-
material korosif.
6. Mencegah adanya migrasi fluida yang tidak diinginkan dari satu formasi ke
cementing dapat dilakukan pada saat pengeboran, penyelesaian sumur, dan kerja
ulang.
a. Squeeze Cementing
b. Plugback Cementing
c. Re-Cementing
Pada tugas akhir ini metode dari secondary cementing yang akan dibahas
a. Squeeze Cementing
Squeeze cementing adalah proses bubur semen (slurry) yang diberi tekanan
hingga terdorong kebawah sampai pada titik tertentu didalam sumur untuk maksud
Pengklafikasian ini didasari atas kondisi sumur dan sifat-sifat semen yang
disesuaikan dengan kondisi sumur dan sifat-sifat semen yang disesuaikan dengan
kondisi. Kondisi sumur tersebut meliputi kedalaman sumur, temperatur, tekanan dan
kandungan yang terdapat pada fluida formasi (seperti sulfate dan sebagainya) semen
dapat diklasifikasikan atau dikelompokan menjadi beberapa tipe menurut API, yaitu :
1. Semen kelas A
2. Semen kelas B
Digunakan untuk sumur pada kedalaman 0-6000 ft, dan tersedia dalam jenis
yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan kandungan sulfat tinggi.
3. Semen kelas C
Digunakan untuk sumur pada kedalaman 0-6000 ft dan mempunyai sifat high-
early strength (proses pengerasannya cepat). Semen ini tersedia dalam jenis biasa dan
jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan sulfat tinggi.
4. Semen kelas D
dan tekanan sedang. Semen ini tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan
5. Semen kelas E
16
dan tekanan tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan
6. Semen kelas F
dan tekanan tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan
7. Semen kelas G
8000 ft, akan tetapi dengan penambahan akselerator dan retarder untuk memperoleh
batasan dan jangkauan yang luas. Dapat digunakan untuk semua range pemakaian
mulai dari kelas A sampai kelas E, jenisnya moderate dan high sulfat resistance.
8. Semen kelas H
jangkauan suhu dan kedalaman sumur yang lebih luas. Semen ini tersedia dalam jenis
yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah dan kandungan sulfat tinggi.
9. Semen kelas J
pada kondisi suhu dan tekanan yang amat tinggi atau dapat digunakan dengan
17
Adapun beberapa yang menjadi sifat dasar semen dan merupakan bagian yang
-Perbandingan jumlah air dan semen yang dicampurkan (Water Cement Ratio)
-Densitas (Density)
-Viskositas (Viscosity)
-Permeabilitas (Permeability)
Kekuatan pada cement dapat dibagi menjadi dua, yaitu compressive strength
casing.
tekanan/beban dari arah vertical. Oleh karena itu, strength minimum yang
18
lain-lain.
dengan kekuatan semen yaitu menentukan nilai strength semen yang diperlukan agar
tersebut mempunyai kegunaan yaitu Curing Chamber berfungsi sebagai alat simulasi
kondisi lingkungan yang akan dilakukan penyemenan dimana temperatur dan tekanan
sebagai alat pemecah semen yang telah mengeras dalam Curing Chamber.
Water Cement Ratio ialah perbandingan air yang dicampur dengan bubuk
semen sewaktu suspensi semen dibuat untuk mendapatkan komposisi bubur semen
yang pas dan sesuai dengan karakteristik sumur. Jumlah air yang dicampurkan tidak
boleh lebih atau kurang, karena akan mempengaruhi baik buruknya ikatan semen
nantinya.
Batasan jumlah kadar air dalam slurry cement didefinisikan sebagai kadar
minimum dan kadar maksimum. Kadar minimum air adalah batasan kandungan air
19
minimum agar tidak terjadi gesekan (friksi) yang besar di anulus. Kadar maksimum
air adalah batasan maksimum kandungan air supaya tidak membentuk pori, karena
3.3.3 Densitas
Densitas dari cement slurry ditentukan oleh perbandingan campuran air dan
bubuk semen, di mana makin tinggi kadar air maka makin kecil harga kerapatan
hidrostatik cement slurry di dalam sumur. Bila formasi tidak sanggup menahan
tekanan cement slurry, maka akan menyebabkan formasi pecah sehingga terjadi lost
circulation. Densitas semen yang rendah digunakan untuk menghindari fracture pada
formasi yang lemah, sedangkan densitas semen yang tinggi digunakan bila tekanan
sebesar 100 UC merupakan batasan bagi suspensi semen masih dapat dipompa lagi.
Waktu yang biasa dilakukan dalam pemompaan bubur semen biasanya ialah
3–3,5 jam pada kedalaman 6.000–18.000 ft. Pada waktu tersebut sudah dapat
dilakukan pembuatan bubur semen hingga penempatan semen di belakang casing dan
harga safety factor, namun pada kondisi yang berbeda yaitu tekanan dan temperatur
biasa digunakan untuk hal tersebut ialah Lignin Retaders, Calcium Lignosulfonate
Waktu pemompaan harus lebih kecil dari thickening time, karena apabila hal tersebut
tidak dilakukan maka suspensi semen akan mengeras lebih cepat sebelum seluruh
diperpanjang. Hal yang perlu dilakukan yaitu dengan penambahan retarder ke dalam
suspensi semen. Sedangkan untuk sumur yang dangkal diperlukan thickening time
yang singkat, karena selain target yang tidak terlalu panjang, juga untuk
semen.
3.3.5 Viskositas
ikat yang baik maka bubur semen harus memiliki consistency yang cukup.
baik maka harus seimbang antara jumlah air dengan komposisi semen.
- Minimum
Jumlah air yang dicampurkan hingga memberi viskositas bubur semen sama
- Optimum
μc.
- Maksimum
Jumlah air yang dicampurkan pada semen dimana akan memberikan volume
set sama dengan volume bubur semen dengan tidak lebih dari 1,5% air yang
dipisahkan.
Viskositas optimum dari bubur semen ialah antara 5–11 μc, apabila lebih
kecil dari nilai optimum maka lebih dari 1% air dibebaskan serta adanya pemisahan
partikel–partikel yang berat. Apabila viskositas berada diatas nilai optimum maka
Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dan suspensi semen ke dalam
formasi permeabel yang dilaluinya. Cairan ini disebut dengan filtrat, kehilangan filtrat
ini tidak boleh terlalu banyak, karena akan menyebabkan suspensi semen kekurangan
air. Kejadian ini disebut dengan flash set. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi
filtrasi dari cement slurry adalah waktu, tekanan, suhu dan permeabilitas. Pada
22
primary cementing, filtration loss yang diijinkan sekitar 150-250 cc yang diukur
selama 30 menit dengan menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan pada
tekanan 1.000 psi. Sedangkan pada squeeze cementing, filtration loss yang diijinkan
Waiting On Cement adalah waktu pengerasan semen dan waktu yang dihitung
dari saat wiper plug diturunkan kemudian plug dibor kembali untuk operasi
selanjutnya. WOC ditentukan oleh berbagai faktor seperti tekanan dan temperatur
sumur, water cement ratio (wcr), compressive strength dan aditif- aditif yang
dicampur ke dalam suspensi semen yang pada umumnya WOC berkisar antara 4-12
jam.
3.3.8 Permeabilitas
mengalirkan fluida. Semakin besar permeabilitas semen akan semakin banyak fluida
yang melalui semen tersebut dan apabila permeabilitas semen kecil maka sedikit
fluida yang dapat mengalir pada semen tersebut. Menurut rekomendasi dari API
permeabilitas batuan semen adalah tidak boleh lebih dari 0,01 mD.
sedimentasi dan terjadinya degradasi densitas suspensi semen dari bagian atas dan
bawahnya serta adanya air bebas dibagian atas suspensi semen. Sedimentasi atau
Apabila ada free water dipermukaan semen, maka akan memperburuk hasil
diinginkan perlu ditambahkan zat-zat kimia untuk net cement. Zat kimia tersebut
dikenal dengan nama aditif. Berbagai jenis aditif telah banyak digunakan dalam
sumur seperti kedalaman, temperatur, dan tekanan. Berikut adalah kategori aditif
-Accelerator
suspensi semen. Selain itu dapat juga mempercepat naiknya strength cement dan
mengimbangi aditif lain agar tidak tertunda proses pengerasan suspensi semennya.
Contoh aditifnya adalah kalsium klorida, sodium klorida, gipsum, sodium silikat
- Retarder
semen, sehingga semen mempunyai waktu yang cukup untuk mencapai kedalaman
target yang diinginkan. Aditif ini biasa digunakan untuk sumur yang dalam,
-Extender
Aditif jenis ini adalah aditif yang berfungsi untuk menaikkan volume suspensi
semen, yang berhubungan dengan mengurangi densitas suspensi semen tersebut. Pada
umumnya penambahan aditif ini diikuti dengan penambahan air. Adapun yang
termasuk extender antara lain bentonite, attapulgite, sodium silikat, pozzolan, perlite
dan gilsonit.
kalinya. Selain itu pengaruh lainnya ialah yield semen naik, kualitas perforasi lebih
-Weighting Agents
Contoh dari aditif ini adalah hematite, ilmenite, barite dan pasir.
-Dispersant
25
membuat turbulensi aliran cement slurry pada laju pemompaan yang rendah. Aditif
- Fluid-Loss Control
dalam formasi yang lemah atau bergoa. Biasanya material lost circulation yang
dipakai pada lumpur pemboran digunakan pula dalam cement slurry. Contoh aditif
ini adalah gilsonite, cellophane flakes, gypsum, bentonite, dan nut shells.
1. Peralatan Permukaan
disebut Cementing Unit, yang merupakan suatu kesatuan alat yang digunakan
membuat bubur semen dapat dipompakan kedalam lubang bor. Fungsi dari
Cementing Unit ialah alat untuk membuat bubur semen, memompakan bubur semen
dalam lubang bor, tempat pengendalian operasi penyemenan dan untuk pressure test.
Peralatan permukaan terdiri dari Mixer, pompa semen, dan Casing cementing head.
a. Mixer
kecepatan yang sangat tinggi (sistem jet) melalui suatu venturi sehingga timbul aliran
Gambar 3.1
Mixer
27
b. Pompa Semen
Pompa yang biasa dipakai adalah pompa duplex double acting piston atau single
acting triplex plunger pump. Digunakan untuk memompakan bubur semen dan fluida
pendorong ke dalam sumur. Sehingga bubur semen dapat mengisi lubang perforasi
atau menutup sumur. Penyebab kegagalan proses penyemenan terkadang berasal dari
Gambar 3.3 berikut menunjukan bentuk dari pompa semen yang digunakan
Gambar 3.2
Pompa semen
28
Cementing head berfungsi untuk mengatur aliran bubur semen yang masuk ke
dalam sumur. Dengan adanya alat ini maka semen dapat disirkulasikan sampai ke
dasar casing.
Gambar 3.4 berikut menunjukan bentuk dari Casing Cementing Head yang
Gambar 3.3
menyalurkan dari bubur semen (slurry) dari permukaan hingga sampai pada target
yaitu :
a. Scratchers
Adalah alat pembersih dinding lubang sumur dari mud cake sehingga semen
dapat melekat langsung pada dinding formasi dan dapat menghindarkan channeling
(lubang saluran diantara semen dan formasi). Cara pemakaian alat ini ada beberapa
Scratcher dapat dilihat pada gambar 3.5 dibawah ini. Merupakan reciprocating
scratcher dan rotating scratcher yang dipakai sebagai alat untuk membersihkan
Gambar 3.4
b. Wiper Plug
Wiper Plug adalah plug yang dipakai untuk membersihkan dinding dalam
casing dari lumpur pemboran. Plug ini dibagi menjadi dua yaitu top plug dan bottom
plug. Bottom plug berfungsi untuk mendorong lumpur dalam casing sedangkan top
plug dipakai untuk mendesak kolom semen dalam casing agar semen dapat ke tempat
lokasi penyemenan. Dibawah ini adalah gambar 3.6 wiper plug yang dipakai sebagai
Gambar 3.5
31
Wiper Plug
c. Centralizer
lubang sumur agar diperoleh jarak yang sama antara casing dengan dinding lubang
sumur. Pemasangan alat ini pada casing biasanya dengan cara di las (welding) atau di
pasang pada body casing/ coupling. Centralizer sangat dibutuhkan pada operasi
penyemenan karena akan berpengaruh pada hasil dari operasi penyemenan tersebut
nantinya.
Centralizer dibuat dari bahan baja, sehingga mampu mendorong casing di tengah-
Gambar 3.6
Centralizer
Squeeze cementing secara umum dapat dikatakan sebagai suatu proses dimana
cement slurry didorong menggunakan tekanan yang besarnya di bawah tekanan rekah
formasi sampai semen menutup rongga yang ada pada annulus untuk maksud -
atas hanya dibutuhkan volume semen yang relatif kecil, tetapi harus ditempatkan
pada titik yang tepat di dalam sumur. Terkadang kesulitan utama adalah membatasi
semen terhadap lubang bor. Untuk itu diperlukan perencanaan yang baik terutama
perencanaan bubur semen dan pemilihan tekanan dan penggunaan metode yang
digunakan untuk berhasilnya pekerjaan. Salah satu persoalan yang paling utama pada
sumur minyak atau gas adalah mengisolasi air di bawah lubang sumur. Proses
squeeze cementing telah digunakan secara luas untuk maksud - maksud sebagai
berikut :
yang relatif kecil, tetapi harus ditempatkan pada titik yang tepat di dalam sumur.
Terkadang terdapat kesulitan dalam membatasi cement terhadap lubang bor. Untuk
itu diperlukan perencanaan yang baik terutama perencanaan slurry cement, pemilihan
melebihi tekanan rekah formasi. Teknik ini biasanya digunakan pada formasi
Masalah dari teknik ini adalah banyaknya volume cement yang dibutuhkan
bawah tekanan rekah formasi. Semen akan dibiarkan mengeras ketika slurry
cement telah masuk ke dalam lubang perforasi dan ke dalam annulus. Setelah
34
itu disirkulasi balik untuk mengeluarkan sisa – sisa cement dari dalam sumur.
Tekanan yang rendah juga relatif mengurangi kerusakan pada formasi dan
squeeze
atau drillpipe dengan tidak memakai packer, mendesak fluida sumur masuk
- Jika ada beberapa interval squeeze yang letaknya berjauhan dan akan
disemen sekaligus.
perforasi atau zona yang akan mendapatkan squeeze off. Kemudian cement
35
top of cement agar tidak tersemen. Annulus ram lalu ditutup sebelum
cementing :
36
Gambar 3.7
Bradenhead Method
Pada metode ini ketika semen mulai dipompakan, tekanan maksimum yang
dipompakan ke dalam sumur dibatasi dengan burst strenght dari casing tersebut agar
casing tidak rusak. Metoda Bradenhead dapat digunakan pada kedalaman dangkal
dan pada trayek casing yang panjang. Penggunaan metode ini dapat mengurangi
biaya dan sisa-sisa semen di dalam annulus bisa disirkulasikan balik ke permukaan.
b. Metode Bullhead
Pada metode ini retriveable packer diturunkan hingga berada tepat di atas zona yang
akan ditutup untuk mencegah semen naik ke atas bridge plug ditempatkan di zona
bawahnya atau bisa juga menggunakan cement retairner. Jika volume total semen
telah di squeeze off, maka semen yang masih tersisa di dalam annulus harus
metode Bradenhead karena prinsip pengerjaanya yang lebih simpel dan praktis. Pada
metode ini penempatan posisi packer harus diperhatikan dengan baik, karena dapat
menentukan keberhasilan dari proses squeeze cementing yang dilakukan, hal ini
dikarenakan apabila posisi packer tidak pas maka nantinya Top of Cement (TOC)
sempurna.
37
Gambar 3.8
38
Bullhead Method
Teknik pemompaan pada squeeze job terbagi menjadi dua yaitu teknik hesitasi
1. Teknik Hesitasi
on &pump off) dalam interval waktu tertentu sampai mencapai tekanan yang
diinginkan. Setelah itu tekanan ditahan selama beberapa saat lalu tekanan di
bleed off. Tekanan pompa akan naik secara perlahan, kondisi ini menunjukkan
bahwa semen telah menutupi lubang perforasi secara bertahap dan akhirnya
- Untuk memastikan bahwa perforasi telah terbuka dan siap untuk dimasuki
Tes injeksi ini dilakukan dengan cara memompakan fluida (air atau mud flush)
kedalam sumur. Asam harus diinjeksikan jika terdapat matriks. Setelah tes injeksi
sebagai berikut :
3. Peralatan pencuci perforasi diangkat dan jika metode drillable squeeze packer
diinginkan.
40
dimasukkan kedalam pipa yang diikuti oleh slurry kemudian spaccer yang
kedua, dan akhirnya oleh lumpur yang cukup untuk memasukkan setengah
8. Bila tekanan squeeze telah dicapai, maka tekanan tetap ditahan beberapa
menit. Bila formasi tidak pecah atau valve tidak bocor, tekanan dapat
mengevaluasi hasil penyemenan adalah dengan melakukan dua pengujian atau tes
yaitu:
1. Tes Positif
2. Tes Negatif
1. Tes Positif
41
Pengujian dengan cara tes positif tersebut dilakukan setelah proses squeeze
selesai dikerjakan atau setelah menunggu semen kering (wait on cement) selama 24
jam dengan memompakan fluida kedalam tubing hingga penuh kemudian dilakukan
tekanan setelah itu didiamkan selama kurang lebih 15 menit untuk mengetahui ada
tidaknya perubahan tekanan. Apabila selama dilakukan tes positif terjadi perubahan
tekanan yang biasa dioperasikan di lapangan tidak melebihi collapse dari tubing.
2. Tes Negatif
Setelah pengujian dengan tes positif selesai dilakukan maka hasil tersebut
dikorelasi dengan pengujian yang kedua, yaitu dengan melakukan tes negatif.
Pengujian dengan cara kedua ini adalah dengan swabbing pressure, kemampuan
pompa selain untuk menekan juga bisa digunakan untuk menghisap pada lubang
sumur, jadi setelah tes positif dilakukan dan ternyata semen holding, akan tetapi tidak
menutup kemungkinan semen squeeze hanya menempel pada dinding lubang bor saja,
sehingga jika melakukan swabbing pressure, semen tersebut akan dengan mudah
gagal. Maka dari itu kita perlu memperhatikan beberapa faktor yang dapat
Campuran air dan subtansi yang terlarut dapat menembus pori dan
permeabilitas diatas 100 darcy agar butiran semen menembus matriks batuan pasir.
Apabila tekanan rekah formasi diperbesar dari tekanan rekah formasi yang ada,
akan terjadi kehilangan kontrol dari penempatan slurry, dan slurry akan memasuki
- Plugged Perforations
debris, scale, parrafin, pasir formasi. Squeezing dengan kondisi seperti ini akan
mengakibatkan kegagalan karena fluida formasi dapat mengalir melalui formasi yang
tertutup tadi.
Squeeze packer yang diset tidak lebih dari 75 ft (23 m) diatas perforasi dan
SL = ¿. . . . . . . . . . . . 3.1
dimana :
Vc = SL x Ctubing. . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.2
Exc = 10 % x Vc . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.4
Dv = 3 bbl . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.5
dimana :
Volume
SX = Vctot x . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.7
yield
dimana :
Prekah = Gf x h . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.8
dimana :
Volcement
Lc = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.9
C casing
Lf = h−Lc . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.10
Volcement
Lc = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . .3.14
C tubing
45
Vol WA
LWA = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.15
C tubing
Volume displace
Ldsp = . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 3.16
C tubing
dimana :
casing, ft