D E N GA N M E N G E NA L KO M P O S IS I L UM P U R , M A S A L A H YA N G TIMBUL T E N TA N G
L U M P U R D A PAT D I K ETA H U I D A N D I ATA S I D E N G A N M U D A H.
“ SO L ID S” (PA D ATA N ) M E R U PA K A N E L E M E N Y A NG S A NG AT P E N TI N G DA LA M
M E N G E N D A L I K A N S I F AT – S I F AT L U M P U R .
A L AT P E N G E ND A L I “ SO L ID S” (“ S C E” ) M EM IL IK I P E R A N V I TA L YA N G T E RK A I T D E N G A N
B I A YA L U M P U R .
D E N GA N M EM P EL A J A R I “ R H EO L O G Y ” L UM P U R , D A PAT D IK E TA H U I B ES A R A N D A R I
D AY A A N GK AT K E ATA S L U M P U R Y A N G D IG U N A K A N U N T UK M EM B E RS IHK A N L UB A N G
BO R.
D AL AM P E M BO RA N HO R IZ O N TA L , P E N GG U N A A N B E N TO NI T E DA N BA R I T E
D I T IA D A K A N, D I GA N T I D E N GA N C A L C I UM C A R BO N AT E , BE R F U NG S I S E BA G A I
“ B R I D G I N G A G E N T ” S E K A L IG U S P E M B E R AT D A N B E R S I FAT “ A C I D TA B L E ”.
BAB I
FUNGSI,
KOMPOSISI
DAN
SIFAT – SIFAT LUMPUR
A. FUNGSI
Beberapa fungsi yang dimiliki Lumpur pemboran :
Mengangkat serbuk bor dari dasar lubang ke permukaan
Menahan tekanan formasi
Mendinginkan dan melumasi pahat serta rangkaian Pipa Bor ( “Drill String”
)
Melapisi dinding lubang bor dengan “Mud Cake”
Mencegah turunnya serbuk bor dan material pemberat selama sirkulasi
dihentikan
Menahan sebagian berat Pipa Bor dan selubung
Melepas pasir dan serbuk bor di permukaan
Sebagai media “Electric – Logging’’ dan informasi tentang lapisan yang di
bor
B. KOMPOSISI
Ada tiga bentuk dasar yang berhubungan dengan “Rheology” dari Lumpur
pemboran :
C.2.1. Plastik Viskositas (PV)
Ukuran besarnya tahanan internal dari cairan untuk mengalir.
C.2.2. “Yield Point” (YP)
Harga minimum dari “Shear–Stress” yang harus dilampaui sebelum
cairan bergerak dan Yield Point merupakan sifat dinamis, sangat
penting perannya dalam mengangkat serbuk bor ke permukaan.
Selama Operasi Pemboran, air akan lepas secara berlanjut dari Lumpur bor menuju
formasi yang permeable/porous. Sebuah formasi yang “Permeable” berfungsi sebagai
tapisan dan menahan padatan setelah membiarkan air masuk ke dalam ruang pori–
pori. Air yang lepas disebut “Filtrate Loss” sedangkan padatan yang tinggal di
permukaan formasi disebut “Filter Cake”.
Permeabilitas “Filter Cake” dari Lumpur yang baik mestinya rendah sekali. Pengetesan
filtrasi statis dan dinamis keduanya memberikan pandangan berapa fluida yang mungkin
hilang selama proses pemboran. Pengetesan ini hanya merupakan petunjuk untuk
menilai pengaruh relatif dari Lumpur bor, aditif, suhu, tekanan karena filtrasi di dalam
lubang bor yang sesungguhnya akan bervariasi terhadap gerakan pahat dan variasi sifat
batuan formasi.
BAB II
ISTILAH
DAN
DASAR PERHITUNGAN
LUMPUR BOR
A. “PUMP OUT PUT”
F. “ANNULAR VELOCITY”
Kecepatan ke atas dari Lumpur di dalam annulus (ruang
lingkar) mengangkat serbuk bor ke permukaan. Kecepatan
annulus biasanya dinyatakan dalam “Feet per minute”.
H. “CARRYING CAPACITY”
H.1. SLIP VELOCITY “CUTTING” ft / sec
53.5 ( Wc – W ) D2 V
RUMUS : VS =
6.65 YP ( dh – dp ) + PV V
dimana : Wc = Density Cutting, ppg
W = Density Mud, ppg
D = Diameter Cutting, inch
18
16
Plastic Viscosity, cp
14
12
10
4
Example: PV 10, YP 8
2 “n” Factor is 0.64
200
160
120
LIQUID VELOCITY – FT./MIN.
τ =mγn
80
n = 1.0
n = 0.667
n = 0.5
40
n = 0.25
n = 0.125
0
3 4 5 6
RADIUS - IN
BAB III
Reologi adalah ilmu yang mempelajari aliran (“flow”) dari gas dan cairan.
NEWTONION FLUIDS
Disebut juga “True Fluids”, menunjukan sebuah hubungan langsung
dan proporsional antara shear stress dan shear rate. Shear Stress
dinyatakan oleh tekanan pompa, Shear Rate adalah kecepatan
(velocity) dari cairan di dalam pipa. Jadi, cairan segera mulai bergerak
ketika tekanan pompa digunakan (pompa mulai bergerak).
NON NEWTONION FLUIDS
Penambahan dari macam – macam “Solids” dan “Fluids” ke dalam
“Newtonion Fluids” menyebabkan adanya perubahan dalam kelakuan
aliran dan menghasilkan sebuah cairan yang disebut “Non Newtonion
Fluids”. “Non Newtonion Fluids” menunjukan dua hubungan antara
“Shear Stress” dan “Shear Rate” yang proporsional dan tidak pro
porsional dalam aliran laminar.
500
LAMINAR FLOW
REGIME TURBULENT
SHEAR
400 FLOW REGIME
STRESS
PUMP 300
Proportional
(psi) Relatiionship Non Proportional
200 Relatiionship
0 1 2 3 4 5
SHEAR RATE (Velocity, ft/sec)
The Rheological Behavior of Newtonion fluids
LAMINAR FLOW
REGIME
TURBULENT FLOW
REGIME
Non Proportional
SHEAR Relatiionship
STRESS Proportional
Viscosity Varies
Viscosity
(lbs/100sq.ft)
Constant
Non Proportional
Relatiionship
Critical
Viscosity Varies
velocity
1. Bersifat Abrasif
2. Merusak komponen pada Pompa Lumpur
3. Bila terlalu banyak akan mengendap disekitar Pipa
bila sirkulasi berhenti
2. SOLUSI
a. Langkah pertama, mencari volume dan density dari sal. Gunakan grafik
B.25 masukan salinity 250.000 mg/l pada grafik, baca NaCl (% by volume )
= 9%. Koreksi % solid yaitu 19% - 9% = 10%. Gunakan grafik B.26, baca
dimana berat Lumpur 12.0 ppg dan 10% solids (by volume) jatuh pada
garis “minimum Practicable” % solids.
b. Pada grafik B.25, masukan pada grafik angka 250.000 mg/l didapat density
= 1.16 sp.g (gr/cc)
c. Dalam 1 liter solution di dapat 250.000 mg salt. Berarti di dalam 100 cc
solution terdapat 25 gram salt, berat solution 100 cc = 100 X 1.16 gr/cc = 116
gr. Berat volume air = 116 gram – 25 gram = 91 gram. Karena s.g air = 1,
volume NaCl = 100 cc – 91 cc = 9 cc (ml).
d. Density (s.g) salt di dalam “ Solution” : 25 gr / 9 cc = 2.78 gr/cc.
e. Gunakan “Material Balance Equition” Untuk ASG dari “Undissolved Solids”
didalam Lumpur (drilled Solids dan Barite). V3 = 1.9 -0.9 – 1.0 ml “insoluble
Solids” dari 10 ml (cc) Lumpur yang di “Retorted”
V1 = 7.8 ml (% water) W 3 = X (sp.g solids)
W 1 = 1.0 sp.g V4 = 0.9 (%salt)
V2 = 0.3 ml (% oil) W4 = 2.78 (sp.g salt)
W 3 = 0.84 (sp.g oil) Vf = 10 (total %)
V3 = 1.0 ml (% solids) Wf = 1.44 (sp.g mud = 12 ppg)
Persamaan “Material-Balance” :
V1 W1 + V2 W2 + V3 W3 + V4 W4 = Vf Wf
7.8 (1) + 0.3 (.84) + 1.0 (W 3) + 0.9 (2.78) = 10 (1.44)
W3 = 3.86
f. AS dari “ Mud Solids” dapat dinyatakan sebagai lbs/ bbl, “Low Gravity
Solids” (hampir semua “ Drilled Solids”) dan Barite. Bila sp.g Drilled Solids =
2.5 dan 4.2 untuk Barite, konsentrasi dari “ Drilled Solids” dan Barite
(lbs/bbl) didalam Lumpur dihitung seperti berikut:
▪ Hitung lbs/ bbl total solids dengan gram solids / 10 ml mud X 35
▪ Bila : X = bbl Low Gravity Solids 4.2 = sp.g Barite
S = bbl Solids / bbl mud 2.5 = sp.g clay dan Drilled Solids
A = Average sp.g Solids
▪ Persamaan Material Balance : X (2.5) + (S – X)(4.2) = SA
X = (4.2 – 4) x 875
1.7
g. SOLUSI
Density
300 Dissolved NaCl % by Volume
200
solution
100
2 4 6 8 10 12
0
1.0 1.06 1.1 1.16 1.20
Density, g/cm3 0
MAXIMUM REASONABLE %
SOLIDS
25
MINIMUM PRACTICABLE %
20
11 12 13 14 15 16 17 18
BAB V
B.2. DESANDER
Alat ini membuang padatan yang berukuran “Sand” dari
Lumpur dengan tenaga “Centrifugal”. Tekanan operasinya
minimal 30 psi dan aliran padatan berada pada dasar
“Cone” dengan bentuk “Spray”.
B.3. DESILTER
Alat ini bertugas memisahkan partikel padatan berukuran
“Silt” dari Lumpur dengan tenaga “Centrifugal”. Tekanan
operasi minimal 35 psi dengan aliran padatan berada pada
dasar “Cone” dengan bentuk “Spray”.
B.4. MUD CLEANER
Merupakan kombinasi dari “Desilter Cone” dan “Vibrating
Screen” seperti pada “Shale Shaker”. Setelah tenaga
“Centrifugal” memisahkan partikel padatan dari Lumpur
melalui dasar “Cone”, “Wet Solids” akan jatuh pada “Screen”
yang bergetar. Partikel padatan yang tidak diperlukan akan
dibuang melalui saringan yang bergetar (“Vibrating Screen”).
B.5. CENTRIFUGE
Alat ini ada dua macam, pengambil “Low Gravity Solids”
dan “Hight Gravity Solids”.
C. URUTAN TUGAS UNTUK MENGATASI
MASALAH “SOLIDS” DENGAN “SCE”
1. Analisa hasil Retort
2. Periksa kondisi “SCE”
3. Periksa letak urutan dari alat
4. Periksa kapasitas dari alat
5. Perlu / tidaknya tambahan alat terkait dengan
kurangnya kapasitas
6. Tentukan biaya untuk penambahan alat
7. Tentukan biaya dari pengenceran (“Dilution”)
8. Bandingkan biaya butir 6 dan butir 7
9. Bila butir 8 menghasilkan penambahan alat
sarankan ke “Customer”
10.Evaluasi efektivitas dari alat tambahan
D. URUTAN LETAK ALAT (“IN – SERIES”)
Agar supaya proses pengontrolan padatan dari Lumpur
maksimal, “Solids Control Equipment” harus diletakan dan di
operasikan dengan urutan yang tepat (“Proper Sequence”).
Karena setiap jenis “SCE” bisa memindahkan/mengontrol
partikel padatan dengan ukuran tertentu, maka tidak benar
bila dua jenis “SCE” berbeda mengontrol padatan Lumpur
dari tangki yang sama. Untuk mengetahui hal tersebut di
sajikan “Chart” tentang pengertian “In – Sereis” dan
Operasinya.
FLOW CHART 1
WELL
BORE
SHALE
SHAKER A DESANDER B DESILTER C CENTRIFUGE D
Reserve PIT
FLOW CHART 2
WELL
BORE
Pump
SHALE
SHAKER A DESANDER DESILTER B C
Pump
Reserve PIT
FLOW CHART 3
WELL
BORE
Pump
SHALE
SHAKER A DESANDER DESILTER B C
Pump
Reserve PIT
FLOW CHART 4
WELL
BORE
Pump
SHALE
SHAKER A DESANDER B DESILTER C CENTRIFUGE D
Pump Pump
Reserve PIT
FLOW CHART 5
WELL
BORE
C CENTRIFUGE D
Pump
Reserve PIT
BAB VI
Selain itu PHPA merupakan Polymer yang paling efisien yang ada saat ini
untuk mengatasi clay reaktif dengan cara “Coating”. Kombinasi
kemampuan KCL, dan PHPA untuk melindungi/mencegah formasi yang
labil, diharapkan dapat membantu masalah pemboran di lapangan.
MATERIAL DAN FUNGSI
1. POTASSIUM CHLORIDE (KCL)
KCL dengan konsentrasi 5 % (17.5 ppb) dinilai cukup untuk
pertukaran dengan ion – ion Na+ agar inhibisi optimum. Belum ada
petunjuk tentang penggunaan konsentrasi KCL yang tepat, dengan
mengamati serbuk bor yang naik (keras) ion K+ dinyatakan cukup.
Untuk stabilitas yang memadai dari shale reaktif, dibutuhkan
konsentrasi KCL sampai 13 % (± 50 ppb).
Selama membor lapisan shale/clay reaktif ion K+ akan terus
berkurang sehingga secara teratur penambahan KCL untuk
mempertahankan kandungan ion K+ sangat signifikan. Jumlah ion
K+ sebelum Lumpur digunakan membor adalah 1.1 kali ion Cl-,
meskipun demikian selama membor lapisan reaktif mengandalkan
uji terhadap Cl- tidak dibenarkan.
2. POTASSIUM HYDROXIDE (KOH)
Ion K+ dari KOH bertugas membantu menjaga stabilitas lapisan
shale, sedangkan ion OH- dibutuhkan untuk mengatur pH dimana
untuk Sistim KCL – PHPA disarankan antara 8.5 – 9.0.
3. PARTIALLY HYDROLIZED POLY ACRYLAMIDE (PHPA)
Polymer yang paling efisien untuk mencegah disperse shale
dengan cara “Coating” serbuk bor adalah PHPA. Mekanisme
“Coating” diperkirakan merupakan hasil hidrasi Polymer oleh air
dan permukaan shale dengan proses adsorpsi, suatu fenomena
yang agak rumit.
5. XCD POLYMER
Bersama dengan Bentonite dibutuhkan untuk mengontrol Yield
Point serta memberikan nilai “N” yang rendah sehingga
“Carrying Capacity” meningkat.
pH
Hydrasi PHPA oleh air di pengaruhi diantaranya oleh pH larutan.
Untuk “performance” yang maksimum, dianjurkan agar pH
terjaga antara 8.5 – 9.5. pH yang terlalu tinggi akan
menyebabkan hydrolisa PHPA sehingga sifat adsorpsi serta
kapasitas enkapsulasi hilang. Kalau pH melonjak karena
kebanyakan KOH atau kontaminasi semen, maka terjadilah
hydrolisa itu, yang menimbulkan bau amoniak. KOH hendaknya
dilarutkan lebih dulu kedalam air sebelum ditambahkan ke dalam
Lumpur.
SOLIDS CONTENT
TOTAL HARDNESS
Kelebihan ion–ion multivalent (Ca++, Mg++) dapat menyebabkan PHPA
mengendap dari larutan terutama bila pH terlalu tinggi. Oleh karena itu
kesadahan total sebaiknya dijaga kurang dari 200 ppm, terutama dengan
“Pre-treatment” air pencampur dengan Soda Ash.
BAB VIII
MATERIAL LUMPUR
(“MUD PRODUCTS”)
I. Material Lumpur akan disebut dengan nama aslinya, tidak disebut
nama “BRAND”/merek dari perusahaannya.
PENGENDALIAN TEKANAN
(“WELL – CONTROL”)
I. PENDAHULUAN
Pemahaman mengenai arti kata “TEKANAN” adalah sangat
penting dalam pekerjaan PENGENDALIAN SUMUR. Berikut
akan diuraikan singkat tentang arti TEKANAN.
A. “PRIMARY INDICATOR”
1. Kecepatan aliran Lumpur meningkat dengan kecepatan
pompa yang tetap (“MUD LOGGER” bisa melihat di
“FLOW – SENSOR”)
2. Kenaikan volume PIT aktif, Lumpur bertambah (“MUD
LOGGER” melihat “VOLUME SENSOR” )
3. Sumur tetap mengalir meskipun pompa dimatikan
B. “SECONDARY INDICATOR”
1. Perubahan tekanan pompa (naik) karena masuknya fluida
formasi ke lubang bor menyebabkan Lumpur menggumpal,
tekanan pompa naik. Bila INFLUX terus membesar densitas
Lumpur turun, tekanan pompa berangsur–angsur akan
turun.
2. Adanya “GAS CUT MUD”
3. Drilling Break
Kenaikan laju pemboran (ROP) yang mendadak naik tanpa
adanya perubahan parameter bor harus segera
dikondisikan ulang. Bila parameter bor tidak berubah ROP
meningkat bisa disebabkan oleh :
a. Perubahan lapisan dari “Shale” ke Sandstone yang
lebih “Porous” dan “Permeable”
b. Berkurangnya “Differential Pressure” akibat naiknya
tekanan formasi yang dibor
Pada prinsipnya ada 2 ( dua ) macam PENGENDALIAN SUMUR :
I. “PRIMARY CONTROL”
Mencegah “influx” fluida dari formasi dengan cara menjaga
tekanan hidrostatik yang cukup didalam lubang bor (menjaga
“Over Balance” yang positif)
Ada 2 (dua) penyebab kegagalan “Primary Control”
1. Berat Lumpur terlalu rendah
Berat Lumpur terlalu rendah disebabkan :
a. Pemboran menembus lapisan bertekanan tinggi sehingga
perlu densitas Lumpur cukup
b. Pengukuran densitas lumpur yang kurang teliti akibat alat
ukur tidak dikalibrasi
c. Dilusi Lumpur yang berlebihan
“Over Balance” yang biasa digunakan antara 200 – 300 psi,
karena “Over Balance” yang terlalu besar akan mengakibatkan
rendahnya “ROP”.
2. Ketinggian kolom Lumpur berkurang
Berkurangnya ketinggian kolom lumpur didalam lubang
bor akibat :
1. Kegagalan dalam menjaga lubang bor tetap penuh terisi
lumpur pada saat cabut pahat (lupa mengganti volume yang
ditinggalkan oleh Pipa Bor)
2. “Swabbing Effect”
“Bit Balling” atau “Pipe Balling”. Pada saat membor lapisan “Clay”
dan “Shale” lunak (“Soft”) Lumpur tidak ditambah “DETERGENT”
sehingga waktu cabut pipa Lumpur seperti disedot. Kebalikan dari
“Swabbing” adalah “Surging” pada saat pipa masuk ke lubang.
3. Hilang Lumpur
II. SECONDARY CONTROL
Dengan terjadinya “KICK” berarti “PRIMARY CONTROL” telah gagal. Bila
telah terjadi “KICK”, Sumur harus segera ditutup dengan menutup
“ANNULAR PREVENTER” dari “BOP”. “CHOKE” harus terbuka penuh,
tekanan permukaan pada “Drill Pipe” dan Annulus dimonitor secara tepat.
Didalam “Drill String” terdapat tekanan hidrostatik Lumpur, sedangkan
didalam “annulus” terisi Lumpur dan “INFLUX” fluida.
Dp Pressure = P dp + G m d
dimana : P dp = tekanan tutup Dp, psi
Gm = gradient tekanan Lumpur, psi / ft
D = tinggi vertical kolom Lumpur, ft
Pann = hi Gi + ( d - hi ) Gm = BHP
Figure 18-1: Sample kill sheet. The top half of a kill sheet is a
work sheet for necessary kill calculations.
PRESSURE SCHEDULE
Pressure Pressure
Pump Strokes
Figure 18.2: Sample kill sheet, continued. Using the values derived from the kill sheet
calculations, plan the pressure relief schedule.
BAB X
PERSOALAN/MASALAH ‘SHALE”
(“SHALE – PROBLEM”)
Tidak semua permasalahan dari lapisan shale (“Shale Problem”) berasal dari
cairan pemboran semata. Tidak stabilnya lapisan shale (“Shale Instability”) dapat
berasal dari salah satu atau lebih pengaruh/gaya – gaya berikut :
Keberadaan tekanan tinggi dari pori – pori batuan dengan permeabilitas cukup dapat
menyebabkan adanya semburan liar. Ketidak seimbangan yang berlebihan antara
tekanan formasi batuan dengan tekanan hidrostatik kolom cairan pemboran, dapat
menyebabkan batuan “Shale” ter – iris/gugur dan jatuh ke dalam lubang.
Gaya Tektonik (“Tectonic Force”)
Gaya/tekanan yang membebani badan batuan shale sebagai akibat
adanya :
3.1. Pengangkatan lapisan (“FOLDING”)
3.2. Patahan/sesar (“FAULT”)