Anda di halaman 1dari 89

LAPORAN AKHIR

(FINAL REPORT)

PRAKTIKUM ANALISA SEMEN PEMBORAN


(DRILLING CEMENTING ANALYSIS)
TP - 53039

OLEH :
(BY)

DICKY TARUNA 173210584


EGA YULIANTI 173210134
RIFFA ELFIA 173210346
RIO RAMADHAN 173210083
WULAN TRISA 173210712

LABORATORIUM TEKNIK PERMINYAKAN


(LABORATORY OF PETROLEUM ENGINEERING)

JURUSAN TEKNIK PERMINYAKAN


(DEPARTMENT OF PETROLEUM ENGINEERING)

FAKULTAS TEKNIK
(ENGINEERING FACULTY)

UNIVERSITAS ISLAM RIAU


PEKANBARU
2020
LEMBAR PENGESAHAN
(APPROVING SHEET)

LAPORAN AKHIR
(FINAL REPORT)

PRAKTIKUM ANALISA SEMEN PEMBORAN


(DRILLING CEMENTING ANALYSIS COURSE)

DISETUJUI UNTUK
(AGREED FOR)

LABORATORIUM TEKNIK PERMINYAKAN


(LABORATORY OF PETROLEUM ENGINEERING)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


(STUDY PROGRAM OF PETROLEUM ENGINEERING)

FAKULTAS TEKNIK
(ENGINEERING FACULTY)

UNIVERSITAS ISLAM RIAU


PEKANBARU

DISETUJUI OLEH
(APPROVED BY)

( Idham Khalid ST.MT )


Ka. Lab Pengeboran /
Dosen Pengampu

i
UCAPAN TERIMA KASIH
(GRATITUDE)

Dengan segala kerendahan hati penulisan ingin mengucapkan banyak


penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Novia Rita S.T, M.T sebagai ketua Program Studi Teknik Perminyakan
Fakultas Teknik Universitas Islam Riau
2. Idham Khalid S.T, M.T sebagai dosen pengasuh mata kuliah Pratikum
Analisa Lumpur Pemboran dan Kepala Laboratorium Reservoir Teknik
Perminyakan Universitas Islam Riau, yang telah banyak membimbing dan
selalu berinovasi demi kemajuan laboratorium, serta tidak perna lelah
memberi semangat, motivasi dan bimbingan kepada penulis.
3. Eka Kusuma Dewi, ST sebagai Instruktur Laboratorium yang telah banyak
membimbing dan memberikan saran-saran yang membangun.
4. Asisten-asisten laboratorium, yang telah meluangkan banyak waktu,
tenaga dan pikirannya untuk membimbing praktikan (penulis), dalam
praktikum Mekanika Reservoir ini :
a. Ichsan Al-Saleh Lukman (163210033) dan Tri Indah Sari Siagian
(163210: percobaan “Pembuatan Suspensi Semen, Cetakan Sampel dan
Pengujian Densitas Suspensi Semen (Preparation of Cements
Suspension, Sample and Examination of Cement Suspension Density)”.
b. Intan Puja Permata Sari (163210356): percobaan “Pengujian Rheologi
Suspensi Semen (Examination of Cements Suspension Rheology)”.
c. Najib Amien Husein (163210091) dan Abdul Rahman Eriandi
(163210749) : percobaan “Pengujian Thickening Time, Initial & Final
Setting Time Suspensi Semen (Examination of Cements Suspension
Thickening Time, Initial & Final Setting Time)”.
d. Yessi Ratna Sari (163210593): percobaan “Pengujian Free Water
(Examination of Free Water)”.
e. Mahmud Hakim (163210102): percobaan “Pengujian Filtration Loss
(Examination of Filtration Loss)”.

ii
f. Fadilul Fadly (163210308) : percobaan “Pengujian Compressive
Strength dan Shear Bond Strength Suspensi Semen (Examination of
Cements Suspension Compressive Strength and Shear Bond Strength)”.
5. Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta, terima kasih atas kasih sayang dan
segala dukungan berupa moril maupun materil, yang selalu memberi
motivasi kepada anakmu tersayang.
6. Dan untuk semua praktikan Analisa Semen Pemboran angkatan 2017,
tetap semangat untuk menyelesaikan kuliah, terus maju dan berjuang
untuk menjadi mahasiswa-mahasiswi terbaik di masa depan, amin.

Selain itu penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang
mungkin terlewatkan dan tidak dapat penulis tuliskan satu persatu, yang telah
membantu penulis dalam menyelsaikan laporan akhir ini. Dukungan dan doa tetap
penulis butuhkan dan kesuksesan buat kita semua.

iii
KATA PENGANTAR
( PREFACE )

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukur kehadirat ALLAH SWT yang telah memberikan rahmat-Nya
kepada penulis untuk bisa menyelesaikan Laporan Akhir Praktikum Analisa
Semen Pemboran ini dengan penuh kemudahan dan tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Dengan rahmat ALLAH SWT, penulis dapat menyelesaikan penulisan
dan penyusunan laporan yang diberi judul “LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ANALISA SEMEN PEMBORAN” di Program Studi Teknik Perminyakan
Universitas Islam Riau ini. Tentu bukan sepenuhnya tugas ini dapat diselesaikan
dengan baik, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya laporan ini dapat
juga diselesaikan.
Tulisan ini merupakan hasil dari semua pengamatan yang penulis dapat
setelah melakukan rangkaian praktikum sejak bulan Maret 2020, dan diajukan
sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dari mata kuliah “Analisa Semen
Pemboran Lab”.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
laporan ini, untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Penulis berharap, laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih.
Wassalamualiakum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, Juli 2020

Penulis

iv
DAFTAR ISI
(CONTENTS)

v
DAFTAR GAMBAR
(LIST OF FIGURE)

vi
DAFTAR TABEL
(LIST OF TABLE)

vii
PENDAHULUAN
(INTRODUCTION)
PENDAHULUAN
(INTRODUCTION)

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas konstruksi lubang sumur


adalah sejauh mana kualitas semen yang digunakan. Maka untuk kepentingan
tersebut perlu dilakukan studi laboratorium untuk mengetahui komposisi dan sifat
fisik semen. Diharapkan dengan kualitas semen yang baik, konstruksi sumur dapat
bertahan lebih dari 20 tahun. Adapun fungsi-fungsi dari semen dalam operasi
pemboran minyak dan gas adalah sebagai berikut :
1. Melekatkan casing pada dinding lubang sumur.
2. Melindungi casing dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi
pemboran seperti getaran.
3. Melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosi.
4. Memisahkan zona yang satu terhadap zona yang lain dibelakang casing.

Secara umum dan sesuai dengan tujuannya, operasi penyemenan dapat


dibagi menjadi dua, yaitu :
1.1 Primary Cementing
Adalah penyemenan yang dilakukan setelah pertama kali casing
diturunkan. Penyemenan pada konduktor Casing dimaksudkan untuk
mencegah terjadinya kontaminasi fluida formasi dengan pemboran.
Penyemenan pada Surface Casing bertujuan untuk melindungi air tanah
agar tidak tercemar oleh fluida pemboran. Sedangkan penyemenan pada
Intermediet Casing adalah untuk menutup tekanan formasi abnormal dan
mengisolasi daerah lost circulation. Dan penyemenan pada Production
Casing bertujuan mencegah aliran formasi yang tidak diinginkan.
1.2 Secondary Cementing
Adalah penyemenan ulang untuk menyempurnakan Primary Cementing
yang tidak sempurna. Adapun yang termasuk dalam Secondary Cementing
adalah Squeeze Cementing yaitu untuk mengurangi water-oil ratio, water-
gas ratio atau gas-oil ratio, memperbaiki Primary Comenting untuk

1
2

memperluas perlindungan casing diatas top semen. Plug-Back Cementing


bertujuan untuk menutup sumur, menutup zona air dibawah zone minyak
dan sebagai landasan whipstock pada directional driling.
Banyak faktor yang mempengaruhi kualitas dari penyemenan. Untuk
itulah perlu dilakukan studi laboratorium untuk megetahui komposisi dan sifat
fisik semen. Diharapkan dengan kualitas semen yang baik konstruksi sumur dapat
bertahan lebih dari 20 tahun atau sesuai dengan perencanaan produksi.
Standar minimum yang harus dimiliki dari perencanaan sifat-sifat semen
didasarkan pada Brookhaven National Laboratory dan API Spec 10 “Specification
for Material and Testing for Well Comenting”.
Percobaan yang dilakukan dalam pratikum ini adalah:
a. Pembuatan suspensi semen dan cetakan sampel
b. Pengujian densitas suspensi semen.
c. Pengujian rheologi suspensi semen.
d. Pengujian thickening time.
e. Pengujian free water.
f. Pengujian filtration loss.
g. Pengujian compressive strength.
h. Pengujian shear bond strength.
i. Pengujian intial dan final seting time.
Uji sifat-sifat fisik batuan semen pemboran sedikit berbeda dengan uji
yang lainnya, karena batuan yang terjadi merupakan fungsi waktu. Dengan
demikian sifat-sifat tersebut akan berbeda tergantung dari waktu
pengkondisiannya baik terhadap temperatur ataupun waktunya.
PERCOBAAN I
(EXPERIMENT I)
PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN, CETAKAN SAMPEL DAN
PENGUJIAN DENSITAS SUSPENSI SEMEN
(PREPARATION OF CEMENTS SUSPENSION, SAMPLE AND
CEMENT SUSPENSION DENSITY)
PERCOBAAN I
(EXPERIMENT I)
PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN, CETAKAN SAMPEL DAN
PENGUJIAN DENSITAS SUSPENSI SEMEN
(PREPARATION OF CEMENTS SUSPENSION, SAMPLE AND
EXAMINATION OF CEMENTS SUSPENSION DENSITY)

1.1 Tujuan Percobaan


1. Untuk mengetahui cara pembuatan suspensi semen pemboran dan
komposisi semen pemboran.
1. Untuk menbuat cetakan sampel dalam pengujian Compressive Strength
dan Shear Bond Strength
2. Mengetahui densitas suspensi semen dengan menggunakan alat mud
balance
3. Mengetahui efek penambahan zat additif terhadap densitas suspensi
semen

1.2 Teori Dasar


Pembuatan suspensi semen dimulai dengan persiapan peralatan dan
material semen, baik berupa semen portland, air dan additive.
Semen portland merupakan semen yang banyak digunakan dalam
industri perminyakan karena semen ini termasuk semen hidrolis dalam arti
akan mengeras bila bertemu atau bercampur dengan air. Semen portland
memiliki 4 komponen mineral utama, yaitu C3S, C2S,C3A, dan C4AF.
C3S atau Tricalcium Silicate merupakan komponen terbanyak dari
semen portland komponen ini memberi strength yang terbesar pada awal
pengerasan. C2S atau Dicalcium silicate , komponen ini sangat penting dalam
memberikan final strength semen. C3A atau Tricalcium Alluminate walaupun
kadarnya kecil dari komponen silicate namun berpengaruh pada rheologi
suspensi semen dan mebantu proses pengerasan awal pada semen. C4AF atau
Tetra Calcium Alluminaferite, Komponen ini hanya sedikit pengaruhnya pada
strength semen.

3
4

API (American Petroleum Institute) telah melakukan klarifikasi semen


kedalam gelas guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang
akan digunakan. Pengklarifikasi ini didasari atas kondisi sumur dan sifat –
sifat semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi sumur
tersebut meliputi kedalaman sumur. Temperatur, tekanan, dan kandungan
yang terdapat pada fluida formasi (seperti sulfat dan sebagainya). Klasifikasi
semen yang dilakukan API terdiri dari :
a. Kelas A
Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan)
sampai 6000 ft. Semen terdapat dalam tipe biasa (ordinary type)
saja.
b. Kelas B
Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan
tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat
menengah dan tinggi (moderate dan high sulfate resistant)
c. Kelas c
Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan
mempunyai sifat high-early strength (proses pengerasan cepat).
Semen ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfate resistant.
d. Kelas D
Semen kelas D digunakan untuk kedalaman 6000 ft sampai 12000
ft dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan
temperatur tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis Moderate dan
high sulfate resistant.
e. Kelas E
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 6000 ft sampai
14000 ft, dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan
temperatur tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis Moderate dan
high sulfate resistant.
f. Kelas F
5

Semen kelas F digunakan dari kedalaman 10000 ft sampai 16000


ft dan untuk kondisi sumur yang mempunyai tekanan dan
temperatur tinggi. Semen ini tersedia dalam jenis high sulfate
resistant
g. Kelas G
Semen kelas G digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan
merupakam semen dasar. Bila ditambahkan retarder semen ini
dapat dipakai untuk sumur dalam dan range temperatur yang
cukup besar. Semen ini tersedia dalam jenis Moderate dan high
sulfate resistant.
h. Kelas H
Semen kelas H digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan
merupakan pula semen dasar. Dengan penambahan accelerator dan
retarder, semen ini dapat digunakan pada range kedalaman dan
temperatur yang besar. Semen ini hanya tersedia dalam jenis
moderate sulfat resistant.
Untuk mengkondisikan suspensi semen pada saat penyemenan pada
lubang bor, semen juga dapat diberi beberapa zat tambahan atau additif yang
memiliki fungsi bermacam – macam agar pekerjaan penyemenan dapat
memperoleh hasil yang sesuai dengan apa yang telah direncanakan. Sampai
saat ini lebih dari 100 additif telah dikenal, additif – additif tersebut
dikelompokkan dalam 8 katagori yaitu :
1. Accelerator
Yaitu Additive yang dapat mempercepat proses pengerasan
suspensi semen.
2. Retarder
Yaitu additive yang dapat memperlambat proses pengerasan
suspensi semen.
3. Extender
Yaitu additive yang digunakan untuk mengurangi densitas dari
suspensi semen.
6

4. Weighting Agent
Yaitu additive yang dapat menambah densitas dari suspensi semen
5. Dispersant
Yaitu additive yang dapat mengurangi viscositas suspensi semen
6. Fluid Loss Control Agent
Yaitu digunakan untuk mencegah hilangnya fas liquid suspensi
semen kedalam formasi sehingga terjaga kandungan cairan pada
suspensi semen.
7. Loss Circulation Control Agent
Yaitu additive yang mengontrol hilangnya suspensi semen
kedalam formasi yang lemah atau berguna.
8. Specially Additive
Yaitu additive khusus yang digunakan untuk suatu tujuan tertentu.
Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai perbandingan antara
jumlah berat bubuk semen, air pencampur, dan additive terhadap volume
bubuk semen, air pencampur dan additif.
Dirumuskan sebagai berikut :
Ws+Wadd+Wair
SGS = Vs+Vadd+Vair

Dimana :
SGS = densitas suspensi semen
Ws = berat bubuk semen
Wadd = berat additive
Wair = berat air
Vs = volume bubuk semen
Vadd = volume additif
Vair = volume air
Densitas supensi semen sanagat berpengaruh terhadap tekanan
hidrostatik supensi semen didalm lubang sumur. Apabila formasi tidak
sanggup menahan tekanan suspensi semen, maka akan menyebabkan formasi
pecah sehingga akan terjadi loss cicculation.
7

Ada dua jenis additif yang berhubungan dengan control density, yaitu
Extender dan Weighting Agent. Extender adalah additif yang digunakan
dalam suspensi semen untuk mengurangi densitas susoensi semen dan juga
berfungsi untuk menambah yied slurry. Extender yang berupa clay juga dapat
berfungsi mengurangi air bebas (free water) dalam suspensi semen, selain itu
dapat juga berupa gas yang dilarutkan dalam suspensi semen seperti nitrogen/
udara yang hasilnya memberikan compressive strength yang cukup.
Weighting Agen adalah additif yang digunakan untuk menambah
densitas suspensi semen, berupa material dengan densitas lebih berat dari
densitas suspensi semen yang harus memenuhi persyartaan sebagai berikut :
• Disribusi ukuran partikel dari material additif harus cocok (compatible)
dengan ukuran partikel semen. Ukuran partikel additif yang lebih besar
dari partikel semen akan cenderung mengendap sedangkan partikel
berukuran lebih kecil memiliki kecenderungan menambah viscositas
suspensi semen
• Kadar air yang terkandung dalam material additif tidak banyak
(unhidrous)
• Material additif harus sukar bereaksi (inert) dengan semen, baik pada saat
pencampuran dalam suspensi semen maupun saat proses hidrasi semen
dan juga compatible dengan additif lain yang mengkin dicampurkan dalam
semen.
Densitas suspensi semen yang rendah sering digunakan dalam operasi
primary cementing dan remedial cementing guna menghindari terjadinya
fracture pada formasi yang lemah. Untuk menurunkan densitas dapat
dilakukan dengan menambahkan clay atau zat – zat kimia silikat jenis
extender atau menambahkan bahan – bahan yang dapat memperbesar volume
suspensi semen, seperti pozzolan.
Sedangkan densitas suspensi semen yang tinggi digunakan bila
tekanan formasi cukup besar. Untuk memperbesar densitas dapat
ditambahkan pasir ataupun material – material pemberat kedalam suspensi
semen, seperti barite.
8

Pengukuran densitas dilaboratorium berdasarkan dari data berat dan


volume tiap komponen yang ada dalam suspensi, sedangkan dilapangan
menggunakan alat pressurized mud balance.

1.3 Alat dan Bahan


1.3.1. Alat
1. Cement Mixer
2. Timbangan digital
3. Plastik Transparan
4. Tali plastik
5. Gelas ukur
6. Cetakan sampel kubik dan silinder
7. Stop watch
8. Mud Balance

1.3.2. Bahan
1. Air
2. Semen portland
3. Bentonite
4. Grease

Cement Mixer Timbangan digital


9

Mud balance Stop watch

Gambar 1.1 Alat Percobaan Pembuatan Suspensi Semen, Cetakan Sampel dan
Pengujian Densitas Suspensi Semen.

1.4 Prosedur Percobaan


A. Pembuatan Suspensi Semen Dan Cetakan Sampel
1. Menimbang bubuk semen sebanyak 350 gram dengan timbangan
digital.
2. Mengukur air dengan WCR (Water Cement Ratio) yang
diinginkan. Harga WCR tidak boleh melebihi kadar air maksimum
maupun kurang dari kadar air minimum.
3. Menimbang additive bentonite sebanyak 6 gram
4. Mencampur bubuk semen dengan additive bentonite pada kondisi
kering
5. Memasukkan air sebanyak 213 ml ke dalam blender, kemudian
menjalankan mixer pada kecepatan 4000 rpm dan memasukkan
campuran semen dan additive bentonite kedalamnya tidak lebih dari 15
detik, lanjutkan pengadukan pada kecepatan tinggi 1200 rpm selama 35
detik
6. Mengoleskan grease ke dalam cetakan kubik sedangkan untuk
cetakan silinder casing tidak diolesi grease
7. Menuangkan sampel suspensi semen dari mixer kedalam cetakan
yang telah tersedia untuk kemudian digunakan dalam pengujian
compressive strength dan shear bond strength
8. Membungkus cetakan sampel dengan plastik transparan , memberi
label lalu merendamnya dalam ember.
B. Pengujian Densitas Suspensi Semen
1. Mengkalibrasi peralatan pressurized mud balance dengan langkah-
langkah sebagai berikut:
• Membersihkan peralatan mud balance
10

• Mengisi cup dengan air hingga penuh lalu ditutup dan


membersihkan bagian luarnya
• Meletakkan kembali mud balance pada kedudukan semula
• Menempatkan rider pada posisi skala 8,33 ppg (densitas air)
• Meneliti nuvo glass, bila tidak seimbang mengkalibrasikan screw
sampai seimbang.
2. Menyiapkan suspensi semen yang telah dibuat dari komposisi 350
gram semen portland, 5 gram bentonite dan 204 ml air kemudian
mengukur densitas suspensi semen dangan menggunakan rumus :

Ws+Wadd+Wair
SGS = Vs+Vadd+Vair

Dimana :
SGS = densitas suspensi semen
Ws = berat bubuk semen
Wadd = berat additive
Wair = berat air
Vs = volume bubuk semen
Vadd = volume additif
3. Memasukkan suspensi semen kedalam cup mud balance, kemudian
cup ditutup dan semen yang melekat pada dinding bagian luar
dibersihkan sampai bersih
4. Meletakkan balance arm pada kedudukan semula, kemudian atur
rider hingga seimbang
5. Membaca skala sebagai densitas suspensi semen pengukuran

1.5 Hasil Pengamatan

Tabel 1.1 Hasil Pengujian Densitas Suspensi Semen

Massa ρadd ρpercobaan ρteoritis Wcr


Bahan
(gr) (gr/ml) (PPG) (PPG) (100%)
Semen standar 563 - 11,87 14,47 60,857
Semen standar 569 2,5 13,27 14,517 55,831
11

+ bentonite

1.6 Perhitungan
Diketahui :
• W semen = 350 gr
• Wadd bentonite = 6 gr
• W air = 213 ml
• V air = 213 ml
• 𝜌 air = 1,0 gr / ml
• 𝜌 bentonite = 2,5 gr / ml
• 𝜌 semen = 3,15 gr / ml

Ditanya :

a) Massa air
b) Volume semen
c) Volume bentonite
d) ρ semen
e) ρ semen + bentonite
f) WCR semen
g) WCR semen + bentonite

Jawab :
a) Massa air =𝜌 ×𝑉
gr
= 1 ⁄ml × 213 ml
= 213 gr
𝑊 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛
b) Volume semen = 𝜌 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛
350 gr
= gr
3,15 ⁄ml

= 111,11 ml
12

𝑊 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒
c) Volume bentonite = 𝜌 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒
6 𝑔𝑟
= 𝑔𝑟
2,5 ⁄𝑚𝑙

= 2,4 ml
𝑊𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛+𝑊𝑎𝑖𝑟
d) ρ semen standar = × 8,33 𝑝𝑝𝑔
𝑉𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛+𝑉𝑎𝑖𝑟
350 𝑔𝑟+213 𝑔𝑟
= 111,111 𝑚𝐿+213 𝑚𝐿 × 8,33 𝑝𝑝𝑔

= 14,47 ppg
• jika menggunakan mud balance 11,87
ppg
𝑊𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛+𝑊𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒+𝑊𝑎𝑖𝑟
e) ρ semen + bentonite = × 8,33 𝑝𝑝𝑔
𝑉𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛+𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒+𝑉𝑎𝑖𝑟
350 𝑔𝑟+6 𝑔𝑟+213 𝑔𝑟
= 111,111 𝑚𝐿+2,4 𝑚𝐿+213 𝑚𝐿 × 8,33 𝑝𝑝𝑔

= 14,517 ppg
• jika menggunakan mud balance 13,27
ppg

𝑀𝑎𝑖𝑟
f) WCR semen = 𝑀𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 × 100%
213 𝑔𝑟
= 350 𝑔𝑟 × 100%

= 60,857 %
𝑀𝑎𝑖𝑟
g) WCR semen + bentonite = 𝑀𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛+𝑀𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 × 100%
213 𝑔𝑟
= 350 𝑔𝑟+6 𝑔𝑟 × 100%

= 59,831 %

1.7 Pembahasan
Pada percobaan kali ini dilakukan untuk mengetahui cara pembuatan
suspense semen dan membuat cetakan sampel untuk digunakan dalam
pengujian compressive strength dan shear bond strength pada percobaan 6,
serta untuk pengujian densitas pada sampel. Sampel dibuat dengan cara
13

menambahkan komposisi 350 gr semen + 213 mL air + 6 gram bentonite,


campurkan terlebih dahulu 350 gram semen + 213 mL air dengan
mengaduknya dengan alat mixer, setelah beberapa saat kemudian tambahkan
additif kedalamnya. Setelah sampel suspense semen dibuat kemudian
gunakan sampel suspense semen sebagian untuk dimasukan kedalam cetakan
kubik dan silinder, setelah dituangkan kedalam alat bungkus alat yang terisi
sampel semen dengan aluminium foil dan plastic kemudian masukan ke
dalam water bath. Kemudian tutup dan set temperature 60°C dan gunakan
sebagian sampel untuk pengujian densitas dengan menggunakan alat mud
balance dengan cara mengkalibrasi alat terlebih dahulu dengan menggunakan
air, setelah melakukan kalibrasi lalu tuangkan sampel semen kedalam cup
mud balance dan membersihkannya lalu melakukan pengukuran dari hasil
pengukuran densitas suspense diperoleh densitas sebesar 14,1 untuk sampel
air + semen + additive
Densitas suspense semen di definisikan sebagai perbandingan antar
jumlah berat bubuk semen, air pencampur, dan additif terhadap jumlah
volume bubuk semen, air pencampur, dan additif. Additif yang digunakan
pada percobaan kali ini adalah bentonite. Bentonite adalah additif yang
termasuk kedalam jenis additif extender, extender merupakan additif untuk
menaikan volume dari bubuk semen (Makalah sementing, Oky Bhimasto,
dkk) atau dengan kata lain bentonite berfungsi untuk menurunkan densitas
suspense semen, namun melihat dari hasil percobaan yang dilakukan densitas
justru mengalami kenaikan dari 13,85 ppg untuk densitas air + semen,
menjadi 14,517 untuk air + semen + additif , dengan kata lain percobaan yang
dilakukan gagal, kemungkinan kegagalan yang terjadi disebabkan
kontaminasi pada saat pembuatan sampel semen.
Pada aplikasi lapangan pada percobaan kali ini adalah karena
hubungan densitas dengan viskositas adalah berbanding lurus diharapkan
seorang engineer dapat mendesign lumpur yang ideal karena apabila densitas
semen terlalu besar maka akan mengakibatkan semen sulit untuk diinjekiskan
karena semen terlalu viskos (kental). Metode penyemenan ada beberapa
14

metode, metode penyemenan tanpa menggunakan paker salah satunya adalah


penyemenan liner, penyemenan liner dilakukan dengan cara mendorong
semen dengan lumpur. (vol dorong = vol down plug + vol. liner sampai LC)

1.7 Discussion
This experiment was conducted to find out how to make cement
suspense and make sample molds for use in testing compressive strength and
shear bond strength in experiment 6, as well as for testing the density of the
sample. The sample is made by adding a composition of 350 grams of cement
+ 213 mL of water + 6 grams of bentonite, first mixing 350 grams of cement
+ 213 mL of water by stirring it with a mixer, after a while then adding
additives to it. After the cement suspense sample is made then use a partial
cement suspense sample to be inserted into the cubic and cylindrical molds,
after being poured into a tool wrap that is filled with cement samples with
aluminium foil and plastic and then put into the water bath. Then cover and
set a temperature of 60 ° C and use some samples for testing density by using
the mud balance tool by calibrating the tool first using water, after
calibrating then pour the cement sample into the mud balance cup and clean
it then make measurements from the measurement results of the density
suspense obtained density of 14.51 for water samples + cement + additives.
The density of cement suspense is defined as the ratio between the
amount of weight of cement powder, mixing water, and additive to the volume
volume of cement powder, mixing water, and additives. The additive used in
this experiment is bentonite. Bentonite is an additive that is included in the
type of additive extender, the extender is an additive to increase the volume of
cement powder (Papers as important, Oky Bhimasto, et al) or in other words
bentonite serves to reduce the density of cement suspense, but seeing the
results of experiments increase from 13.85 ppg for water + cement density, to
14.51 for water + cement + additive, in other words the experiment failed,
the possibility of failure caused by contamination when making cement
samples.
15

In the field application in this experiment, because the relationship of


density with viscosity is directly proportional, it is expected that an engineer
can design a mud that is ideal because if the cement density is too large it will
cause cement to be difficult to inject because the cement is too viscous. The
cementing method has several methods, the cementing method without using
a packing one of which is cementing the liner, cementing the liner is done by
pushing the cement with mud. (vol push = vol down plug + vol. liner to LC)

1.8 Kesimpulan
1. dari hasil pengujian densitas pada percobaan kali ini diperoleh densitas
dari air + semen + additif sebesar 14,517 ppg
2. additif yang digunakan pada percobaan kali ini adalah bentonite
3. bentonite termasuk golongan additif extender
4. additif extender merupakan additif yang berfungsi untuk menurunkan
densitas
PERCOBAAN II
(EXPERIMENT II)
PENGUJIAN RHEOLOGI SUSPENSI SEMEN
(EXAMINATION OF CEMENTS SUSPENSION RHEOLOGY)
PERCOBAAN II
(EXPERIMENT II)
PENGUJIAN RHEOLOGI SUSPENSI SEMEN
(EXAMINATION OF CEMENTS SUSPENSION RHEOLOGY)

2.1 Tujuan Percobaan


1. Menentukan plastic viscosity dan yield point semen pemboran dengan
menggunakan Fann VG Meter.
2. Memahami rheologi semen pemboran
3. Mengetahui efek penambahan zat additive terhadap rheologi suspensi
semen

2.2 Teori Dasar


Pengujian rheologi suspensi semen dilakukan untuk menghitung
hidrolika operasi penyemenan. Penggunaan dari hubungan yang tepat pada
perkiraan kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat-sifat aliran suspensi
semen sangat tergantung dari besaran pengukuran parameter rheologi di
laboratorium.
Ada dua tipe alat yang digunakan pada pengukuran rheologi suspensi
semen, yaitu Capillary Pipe Rheometers dan Coaxial Cylinder Rotational
Viscometer. Yang sering digunakan pada pengukuran rheologi
dilaboratorium adalah Rotational Viscometer atau yang lebih dikenal dengan
Rheometer/Fann VG meter.
Viskositas dan gel strength merupakan bagian pokok dalam sifat –sifat
rheologi fluida pemboran. Yang dimaksud dengan fluida non-newtonian
adalah fluida yang mempunyai viskositas tidak konstan, karena tergantung
dari besaran geseran (shear rate) yang terjadi. Berbeda dengan fluida
newtonian yang mempunyai viskositas konstan, fluida non-newtonian
memperlihatkan suatu yield stress dengan jumlah tertentu dari tahanan
dalam yang harus diberikan agar fluida dapat mengalir seluruhnya.

16
17

Viskositas plastik (plastic viscosity) seringkali digambar sebagai


bagian dari resistansi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi mekanik.
Yield point adalah bagian dari resistansi untuk mengalir yang
dipengaruhi oleh gaya tarik-menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini
disebabkan oleh muatan-muatan pada permukaab partikel yang dispersi
dalam fasa fluida.
Gel strength dan yield point keduanya merupakan ukuran gaya tarik-
menarik. Bedanya gel strength merupakan ukuran gaya tarik-menarik yang
statis sedangkan yield point merupakan gaya tarik-menarik yang dinamis.
Dalam operasi penyemenan sebenarnya yang dimaksud dengan
konsistensi (consistency) adalah viskositas, hanya dalam pengukuran
terdapat sedikit perbedaan prinsip. Sehingga penggunaan konsistensi ini
dapat dipakai untuk membedakan viskositas pada operasi pemboran (lumpur
pemboran).
Viskositas adalah tahanan fluida terhadap aliran atau gerakan.
Viskositas semen diukur dengan fann vg meter (multi speed rotational).
Seperti pada Stormer, pada alat ini digunakan dua silinder, tetapi putaran
silinder tersebut dilakukan oleh mesin synchonous yang dapat diatur jumlah
putaran permenitnya (rpm) yaitu 3, 6, 300 dan 600 rpm dan torque yang
perlu untuk putaran tersebut dapat dibaca pada dial. Dengan alat ini (yang
telah distandardisasi ukurannya), maka hasil pengurangan torque antara
ukuran 600 rpm dan 300 rpm merupakan plastic viscosity semen dalam
satuam cp (centipoise) sedangkan hasil pembacaan torque pada 300 rpm
dikurangi dengan plastic viscosity merupakan yield point semen dalam
satuan lb/100 ft2 . Metode pengukuran viskositas dan yield point dengan alat
ini disebut metode ‘2 titik’.
(μp) = C600 – C300
(Yp) = C300 – μp

dimana :
μp = plastic viscosity, cp
18

Yp = yield point, lb/100 ft2


C600 = dial reading pada 600 rpm
C300 = dial reading pada 300 rpm
Viskositas yang terlalu tinggi akan menyebabkan :
a. Penetration rate turun.
b. Pressure lost tinggi karena terlalu banyaknya gesekan.
c. Pressure surge yang berhubungan dengan lost circulation dan
swabbing berhubungan dengan terjadinya blow out.
d. Sukar melepaskan gas dan cutting dari lumpur saat dipermukaan
Sedangkan viskositas yang terlalu rendah menyebabkan :
1) Pengangkatan cutting tidak maksimal
2) Material –material pemberat lumpur terendapkan
Gel strength adalah pembentukan padatan karena gaya tarik – menarik
antara plat-plat clay jika didiamkan dan ini bukan sifat dalam aliran tetapi
dalam keadaan statis dimana clay dapat mengatur diri. Maka dengan
bertambahnya waktu (yang terbatas) maka akan bertambah pula gel
strength. Gel strength jangan dikacaukan dengan yield point (minimum
shear stress yang harus dilampaui sebelum ada geseran) walaupun yield
point yang tinggi berhubungan dengan gel strength yang tinggi . Sifat yield
point adalah dinamis (ada aliran atau gerak) sedang sifat gel strength adalah
statis (tak ada gerakan atau diam). Seperti apa yang telah dapat diduga
sebelumnya, pada umumnya viskositas yang tinggi berhubungan dengan
strength yang tinggi pula, hal ini dikarenakan oleh sifat viskositas maupun
gel strength yang berhubungan dengan sifat tarik- menarik antar plat – plat
pada clay.

2.3 Alat dan Bahan

2.3.1 Alat
1. Timbangan
2. Mixer
3. Fann VG Meter
19

4. Gelas ukur
5. Stop watch
2.3.2 Bahan
1. Semen portland
2. Air
3. Barite
4. Bentonite

Timbangan Digital Stopwacth

Gelas Ukur Multi Mixer

Fann VG Meter
20

Gambar 2.1 Peralatan Percobaan Pengujian Rheologi Suspensi Semen


2.4 Prosedur Percobaan
1. Mengisi bejana dengan suspensi semen yang telah disiapkan sampai
batas yang telah ditentukan.
2. Meletakkan bejana pada tempatnya, mengatur skala kedudukan
sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup kedalam semen
menurut batas yang telah ditentukan.
3. Menggerakkan rotor pada posisi high dan menempatkan kecepatan rotor
pada kedudukan 600 rpm. Pemutaran terus dilakukan sehingga
kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Mencatat harga yang
telah ditunjukkan skala sebagai pembacaan 600 rpm
4. Menurunkan kecepatan menjadi 300 rpm dan mencatat skala sebagai
pembacaan 300 rpm
5. Menghitung besarnya plastic viscosity dan yield point dengan
menggunakan persamaan:
(μp) = C600 – C300
(YP) = C300 – μp
Dimana :
μp = plastic viscosity, cp
Yp = yield point, lb/100 ft2
C600 = dial reading pada 600 rpm
C300 = dial reading 300 rpm

2.5 Hasil Pengamatan

Tabel 2.1 Hasil Pengamatan Pengujian Rheologi Suspensi Semen

Bahan C600 C300 μp ( cp ) Yp


Semen Standar 42 30 12 18
Semen Standar + Barite 56 37 19 18
21

2.6 Perhitungan

1. Menghitung plastic viscosity dan yield point Semen + Bentonite


Diketahui : C600 = 42
C300 = 30
Ditanya :
a. μp ?
b. Yp ?

Jawab :
a. μp = C600 – C300
= 42 – 30
= 12 cp
b. Yp = C300 – μp
= 30 – 12
= 18 lb/100 ft2

2. Menghitung Plastic viscosity dan Yield point Semen + Viscosifier


Diketahui : C600 = 56
C300 = 37
Ditanya :
a. μp ?
b. Yp ?

Jawab :
a. μp = C600 – C300
= 56 – 37
= 19 cp

b. Yp = C300 – μp
= 37 – 19
= 18 lb/100 ft2
22

2.7 Pembahasan
Percobaan Penentuaan Reologi suspense semen. Pada percobaan ini
bertujuan untuk menntukan nilai plastic viscosity dan yield point dari
suspense semen, menurut (Huda, Hamid, & Sulistyanto, 2018) Rheology
merupakan parameter aliran fluida (bubur semen) dalam proses sirkulasinya.
Dengan mengeahui Reologi nya, akan menunjukan hubungan antara laju
alirana rata rata (share rate) dengan tekanan aliran (share stress) yang
menyebabkan mengetahui reologi suspense semen tersebut kita dapat
mengetahui pengaplikasiaan dilapangan sebagai berikut:
a. Jika suspense pergerakan tersebut. Dan juga dengan sement dengan
volume berlebihan di cirkulasikan ke atas melalui annulus ,mungkin
akan di perlukan waktu tambahan dimana kemungkinan semen akan
mengeras.
b. sedangkan jika suspensi semen dengan volume berlebih tersebut
Circulasinya dikembalikan melalui pipa bor , tekanan hidrostatik dan
fraksi pada dudukan pipa selubung akan menyebapakan terjadinya lost
circulation.
Dalam pengujian rheologi suspensi semen pemboran, kita
menggunakan wadah semen yang akan diaduk atau diputar dan lens dial.
Pada lens dial terdapat alat Fann VG Meter. Fann VG Meter ini terdiri dari
speed control switch sebagai pengatur kecepatan pemutaran, motor slave
sebagai pengaduk suspensi semen, gelas ukur sebagai skala. Nilai
keseimbangan skala didapat dari memperhatikan lens dial tersebut.
Pada prosedur percobaan sampel suspense semen yang telah dibuat di
operasikan pada fann VG meter dengan kecepatan motor sebesar 600 rpm,
dikondisi ini posisi speed control adalah high. Ketika rotor berputar, yang
perlu diperhatikan adalah jarum pada lens dial. Apabila jarum/skala telah
seimbang maka catat nilai keseimbangannya. Nilai keseimbangan ini
disebut dengan dial reading. Nilai ini adalah salah satu parameter yang
diperlukan untuk mengetahui nilai plastic viscosity suspensi semen
pemboran kita. Setelah ini, kita menurunkan kecepatan putaran menjadi 300
23

rpm, dan seperti yang dilakukan tadi dial reading juga dicatat pada
kecepatan 300 rpm ini, setelah kedua parameter lengkap barulah nilai plastic
viscosity suspensi semen kita dapatkan, tentunya dengan menggunakan
rumus yang telah ditentukan. Setelah nilai plastic viscosity didapat maka
dengan persamaan selanjutnya akan kita dapat nilai yield point semen
tersebut.
Perhitungan dalam menentukan Viskositas plastik dan yield point
sangat penting dalam proses cementing yaitu dalam menghitung hidroulika
operasi penyemenan. Viskositas plastik merupakan bagian dari resistensi
untuk mengalir yang disebabkan oleh fraksi mekanik. Sedangkan Yield
Point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir yang dipengaruhi oleh
gaya tarik menarik antara partikel.
Pada hasil perhitungan, didapatkan nilai plastic viscosity dan yield
point (sampel standar) sebesar 12 cp dan 18 lb/100ft2, sedangkan hasil
perhitungan nilai plastic viscosity dan yield point (sampel standar+additive
barite) didapatkan sebesar 19 cp dan 18 lb/100ft2.
Untuk pengujian rheologi suspense semen, semakin besar densitas
semen maka plastic viscosity nya semakin besar sedangkan yield point nya
kecil (Herianto, 2013) Dapat dianalisa bahwa dari hasil perhitungan tersebut
untuk sampel standar nilai plastic viscosity nya kecil sedangkan yield point
nya besar maka densitas nya kecil, sedangkan untuk sampel standar +
additive barite nilai plastic viscosity nya besar sedangkan yield point nya
kecil maka densitas nya besar, hal ini dikarenakan addtif yang digunakan
berupa barite, yang mana barite tergolong sebagai weigting Agent yaitu h
additive yang berfungsi menaikkan densitas bubur semen. Umumnya
weighting agent digunakan pada sumur-sumur yang mempunyai tekana
formasi yang tinggi. Agar penggunaannya efektif, maka zat ini harus
mempunyai ukuran partikel yang sesuai dengan ukuran butiran semen dan
tidak banyak meresap air.
Dalam kasus ini, Suspensi semen dianggap sebagai fluida (non-
Newtonian), oleh karena ini fluida tersebut perlu diketahui tingkat
24

viscositas. Namun perlu diketahui dalam operasi cementing, viscositas lebih


sering disebut dengan konsistensi (consistency). Antara viskositas dan
konsistensi dalam pengukurannya terdapat sedikit perbedaan prinsip.
Sehingga pada operasi cementing dengan viscositas pada operasi pemboran
(lumpur pemboran). Dalam hal ini sangat penting mengetahui kondisi aliran
dan viscositas semen untuk kelancaran proses cementing.
2.7 Disscussion
Experiments on the determination of cement suspension rheology. In
this experiment the aim is to determine the value of plastic viscosity and
yield point of cement suspension, according to (Huda, Hamid, &
Sulistyanto, 2018) Rheology is a parameter of fluid flow (cement slurry) in
the circulation process. By knowing the rheology, it will show the
relationship between the average flow rate (share rate) with the flow
pressure (share stress) which causes knowing the cement suspension
rheology we can find out the application in the field as follows:
a. If the movement suspense. And also with cement with excessive volume
circulated up through the annulus, it may take extra time where the
possibility of cement will harden.
b. whereas if the suspension of cement with excess volume is returned
through the drill pipe, the hydrostatic pressure and the fraction on the
sheath pipe holder will cause lost circulation.
In rheological testing of cement drilling suspense, we use a cement
container that will be stirred or rotated and the lens dial. On the lens dial
there is a Fann VG Meter tool. The Fann VG Meter consists of a speed
control switch as a regulator of rotational speed, a slave motor as a cement
suspension mixer, a measuring cup as a scale. The value of the scale
balance is obtained by observing the lens dial.

In the experimental procedure the cement suspension samples that


have been made are operated on a VG meter with a motor speed of 600
rpm, in this condition the position of the speed control is high. When the
25

rotor rotates, what needs to be considered is the needle on the lens dial. If
the needle / scale is balanced then note the balance value. This balance
value is called dial reading. This value is one of the parameters needed to
determine the value of the plastic viscosity of our drilling cement
suspension. After this, we reduce the rotation speed to 300 rpm, and as was
done earlier dial reading is also recorded at this 300 rpm speed, after the
two parameters are complete then the value of the plastic viscosity of the
cement suspension we get, of course using the predetermined formula. After
the plastic viscosity value is obtained, then with the next equation we will
get the cement yield point value.
Calculations in determining the plastic viscosity and yield point are
very important in the most important process, namely in calculating
cementing hydraulic operations. Plastic viscosity is part of the resistance to
flow caused by mechanical fraction. Whereas the Yield Point is part of the
resistance to flow which is influenced by the attractive force between
particles.
In the calculation results, obtained the value of plastic viscosity and
yield point (standard sample) of 12 cp and 18 lb / 100ft2, while the results
of the calculation of the value of plastic viscosity and yield point (standard
sample + additive barite) were obtained at 19 cp and 18 lb / 100ft2
For cement suspense rheology testing, the greater the density of
cement, the greater the plastic viscosity while the yield point is small
(Herianto, 2013). It can be analyzed that from the calculation results for the
standard sample the value of plastic viscosity is small while the yield point
is large, the density is small Meanwhile, for the standard sample + additive
barite, the value of plastic viscosity is large while the yield point is small,
the density is large, this is because the additives used are barite, which is
classified as a weigting agent, namely h additive which has the function of
increasing the density of the cement slurry. Generally weighting agents are
used in wells which have high formation pressures. For its use to be
26

effective, this substance must have a particle size that matches the size of the
cement granules and does not absorb much water.
In this case, the suspension of cement is considered a fluid (non-
Newtonian), because of this the fluid needs to know the level of viscosity.
But keep in mind in the cementing operation, viscosity is more often called
consistency. Between viscosity and consistency in measurement there are
slight differences in principle. So that the cementing operation with viscosity
in the drilling operation (drilling mud). In this case it is very important to
know the condition of the flow and viscosity of the cement for the smooth
process of cementing.
2.8 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah kami lakukan, dapat disimpulkan
bahwa:
1. Dari hasil perhitungan nilai plastic viscosity dan yield point untuk
sampel standar yaitu sebesar 12 cp dan 18 lb/100 ft2. Sedangkan untuk
sampell standar + additive barite nilai viscosity dan yieldpoint sebesar
19 cp dan 18 lb/100 ft2.
2. Pengujian rheology perlu diperhatikan agar kita mengetahui bagaimana
kondisi aliran dan tingkat viscosity dari semen yang akan disirkulasikan.
Adapun sifat rheology fluida pemboran seperti plastic viscosity, yield
point, viskositas.
3. Efek dari penambahan zat additive berupa barite,dapat menaikan
densitas, hal ini dikarenakan barite tergolong sebagai weighting agent.
PERCOBAAN III
(EXPERIMENT III)

PENGUJIAN THICKENING TIME, INITIAL & FINAL


SETTING TIME SUSPENSI SEMEN
(EXAMINATION OF CEMENTS SUSPENSION THICKENING
TIME, INITIAL & FINAL SETTING TIME)
PERCOBAAN III
(EXPERIMENT III)

PENGUJIAN THICKENING TIME, INITIAL & FINAL


SETTING TIME SUSPENSI SEMEN
(EXAMINATION OF CEMENTS SUSPENSION THICKENING
TIME, INITIAL & FINAL SETTING TIME)

3.1 Tujuan Percobaan


1. Menentukan thickening time dari suatu suspensi semen dengan
menggunakan alat atmospheric consistometer.
2. Mengetahui efek penambahan additif terhadap thickening time suatu
suspensi semen.
3. Menentukan initial dan final setting time dengan menggunakan alat vicat
apparatus.

3.2 Teori Dasar


Thickening time didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan suspensi
semen untuk mencapai konsistensi sebesar 100 UC (Unit of Consistency).
Konsistensi sebesar 100 UC merupakan batasan bagi suspensi semen agar masih
dapat dipompa, sebab bila lebih dari itu semen akan berbentuk “corn” sehingga
sulit untuk dipompa dan bila dipaksakan maka akan merusak pompa semen.
Dalam penyemenan yang dimaksud konsistensi adalah viskositas, hanya dalam
pengukurannya ada sedikit perbedaan prinsip. Sehingga penggunaan konsistensi
dapat dipakai untuk membedakan viskositas pada operasi penyemenan dengan
operasi pemboran (lumpur pemboran).
Thickening time suspensi semen sangat penting untuk diketahui. Karena
waktu pemompaan yang akan dilakukan harus lebih kecil dari thickening time,
sebab bila lebih besar dari thickening time maka suspensi semen akan mengeras
telebih dahulu sebelum seluruh suspensi semen mencapai target yang telah
ditentukan. Dan apabila suspensi semen mengeras didalam casing, hal ini

27
28

merupakan kejadian yang sangat fatal dalam operasi penyemenan. Pengerasan


juga tergantung pada temperatur kedalaman sumur yang akan dilakukan
penyemenan.
Untuk sumur yang dalam dan kolom yang panjang diperlukan waktu
pemompaan yang lama, sehingga thickening time harus lebih lama. Untuk
memperpanjang atau memperlambat thickening time perlu ditambahkan retarder
kedalam suspensi semen seperti Calcium Lignosulfonat, Carboxymethyl
Hydroxyethyl Cellulose dan senyawa-senyawa asam organik.
Pada sumur-sumur yang dangkal diperlukan thickening time yang tidak
terlalu lama, karena selain target yang akan dicapai tidak terlalu jauh juga untuk
mempersingkat waktu. Untuk mempersingkat thickening time dapat ditambahkan
accelerator kedalam suspensi semen. Yang termasuk kedalam accelerator adalah
Calcium Chlorida, Sodium Chlorida, gypsum, Sodium Silikat, air laut dan additif
yang tergolong dispersant.
Berikut ini adalah beberapa macam dari additif yang berpengaruh terhadap
thickening time :
a. Accelerator adalah additif yang dapat mempercepat proses thickening
time. Contoh additif, antara lain :
• Calcium Chlorida, umumnya penambahan additif ini antara 2 – 4%
kedalam suspensi semen, pengaruhnya dapat mempercepat
thickening time dan menaikkan compressive strength.
• Sodium Chlorida dan NaCl, dengan kadar sampai 10% BWOMW
berlaku sebagai accelerator.
• Gypsum
• Silika
• Air Laut
b. Retarder adalah additif yang dapat memperlambat proses pengerasan
suspensi semen, sehingga suspensi semen mempunyai waktu yang
cukup untuk mencapai kedalaman yang diinginkan. Contoh additif
antara lain.
29

• Lignosulfonat, efektif dicampurkan kedlam suspensi semen dengan


kadar 0,1 – 0,15% BWOC. Lignosulfonat tetap efektif sampai
temperatur 121 ℃ dan bila ditambahkan Sodium Barite maka akan
dapat bertahan sebagai retarder hingga temperatur 315 ℃.
• CMHEC (Carboxymethyl Hydroxymethyl Cellulose), merupakan
polisakarida yang terbentuk dari kayu dan tetap stabil hingga
temperatur 121 ℃ juga bila terdapat alkali pada suspensi semen.
Perencanaan besarnya thickening time tergantung pada kedalaman sumur
dan waktu untuk mencapai daerah target yang akan disemen. Dilaboratorium,
pengukuran thickening time menggunakan alat High Pressure High Temperature
(HPHT) disimulasikan pada kondisi temperatur sampai 220 ℉, BHT 500 ℉ dan
tekanan sirkulasi 2500 psi. Thickening time suspensi semen dibaca apabila pada
alat tes telah menunjukan 100 UC untuk standar API, namun ada perusahaan lain
yang menggunakan angka 70 UC (seperti Hudbay) dengan pertimbangan faktor
keselamatan, kemudian diekstrapolasi ke 100 UC.
Perhitungan konsistensi suspensi semen dilaboratorium ini dilakukan
dengan mengisi sampel kedalam silinder, lalu diputar konstan pada 150 rpm
kemudian dibaca harga torsinya. Dan harga konsistensi suspensi semen dapat
T−78,2
dihitung dengan menggunakan rumus BC = 20,02

3.3 Alat Dan Bahan


3.3.1 Alat
1. Timbangan
2. Cement Mixer
3. Atmospheric consistometer
4. Gelas ukur
5. Stopwatch
6. Water bath
7. Vicat apparatus
30

3.3.2 Bahan
1. Semen portland
2. Air
3. CMC
4. Grease

Timbangan Digital Cement Mixer

Atmospheric Consistometer Gelas Ukur

Water Bath Vicat Apparatus


31

Gambar 3.1 Alat Percobaan Pengujian Thickening Time, Initial & Final Setting
Time Suspensi Semen
3.4 Prosedur Percobaan
3.4.1 Pengujian Thickening Time
1. Membuat suspensi semen dengan komposisi yang telah ditentukan
yaitu 600 gram semen portland, 276 ml air dan 5 gram NaCl.
2. Menyiapkan peralatan dan stopwatch, sebelum dilakukan pengujian
mengkalibrasi terlebih dahulu peralatan yang akan digunakan.
3. Menghidupkan switch master dan set temperatur pada skala yang
diinginkan.
4. Menuangkan suspensi semen kedalam slurry container sampai
ketinggian yang ditunjukkan oleh garis batas.
5. Paddel yang telah dilapisi grease dipasang pada lid, kemudian
memasang lid yang telah terpasang paddel pada slurry container
dan dimasukkan kedalam atmospheric consistometer.
6. Menghidupkan motor dan stopwatch dan baca skala penunjuk
dalam 5 menit selama 50 menit, mencatat skala pada 50 menit.

3.4.2 Pengujian Initial dan Final Setting Time


1. Membuat suspensi semen dengan komposisi yang telah ditentukan
yaitu 600 gram semen portland, 276 ml air dan 5 gram NaCl.
2. Menyiapkan Vicat apparatus dan stopwatch sebelum melakukan
pengujian.
3. Oleskan grease pada dinding bagian dalam ring mould.
4. Pada bagian bawah ring mould diletakkan kaca sebagai alas agar
slurry tidak tumpah.
5. Isi ring mould dengan slurry dan tutup.
6. Masukkan kedalam water bath sesuai dengan temperatur reservoir
dari lapangan.
7. Setelah mendekati waktu thickening time, ambil slurry dari water
bath.
32

8. Letakkan alat (Base dan ring mould) pada vicat apparatus. Jarak
antara jarum dengan dinding ring mould = 1cm.
9. Jika jarum sudah tertancap hingga 5 mm, berarti sudah diperoleh
initial setting time, catat waktu perolehan tersebut.
10. Balikkan posisi ring mould pada vicat apparatus.
11. Jatuhkan kembali jarum pada vicat apparatus, jika sudah tertancap
1 mm, final setting time telah berhasil.

3.5 Hasil Pengamatan


a. Pengujian Thickening Time
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Percobaan Pengujian Thickening Time
Semen Additive Thickening time
Waktu
Dasar menggunakan NaCl
(menit)
(UC)
Semen NaCl 7 gr 5 1
Portland Air 276 ml 10 4
15 3
20 3.5
25 3
30 3
35 3.5
40 4
45 4.5
50 4.5

b. Pengujian initial & final setting time selama 1 jam 0 menit didapat data
sebagai berikut:
initial setting time : 4 mm
final setting time : 4 mm
33

3.6 Perhitungan
a. Konversi suhu 84°C
Diketahui :
T = 84° C
Ditanya :
Konversi suhu ke : °R, °F , K, rankine ?
Jawab :

Konversi temperatue :
9
➢ °F = (5 × ° C ) + 32
9
= (5 × 84 ) + 32

= 183,2 °F

4
➢ °R = 5 ×°C
4
= 5 × 84

= 67,2 °R

➢ K = °C + 273
= 84 + 273
= 357 K

➢ Ra = °F + 460
= 183,2 + 460
= 643,2 Ra
b. Konversi suhu 44°C
Diketahui : T = 44° C
Ditanya : Konversi suhu ke : °R, °F , K, rankine ?

Jawab :
Konversi temperatue :
34

9
➢ °F = (5 × ° C ) + 32
9
= (5 × 44 ) + 32

= 111,2 °F

4
➢ °R = 5 ×°C
4
= 5 × 44

= 35,2 °R

➢ K = °C + 273
= 44 + 273
= 317 K

➢ Ra = °F + 460
= 111,2 + 460
= 571,2 Ra

3.7 Pembahasan
Pada percobaan ketiga ini memiliki 3 tujuan, yaitu: menentukan teckening
time dari suatu suspense semen dengan menggunakan alat atsmospheric
consistometer, mengetahui efek penambahan additive terhadap thickening time
suatu suspense semen dan menentukan initial dan final setting time dengan
menggunakan alat vicat apparatus. Pertama mencari nilai tickening time terlebih
dahulu, membuat suspense semen dengan menggunakan komposisi sebagai
berikut: 600 gram semen Portland, 276 ml air dan ditambah dengan 5 gram CMC.
Setelah suspense semen jadi, mengkalibrasi terlebih dahulu alat yang akan
digunakan, menghidupkan switch dan mengatur temperaturenya pada skala yang
telah ditenukan yaitu 140 C sama dengan 284 F. setelah mengatur semuanya
masukkan suspense semen kedalam slurry container sampai garis batas. Oleskan
grease pada paddle yang akan dipasangkan pada lid, setelah itu pasang lid pada
35

slurry container dan masukkan kedalam atsmospheric consistometer hidupkan


motor dan stopwatch bersamaan baca dan catat skala setiap 5 menit selama 50
menit dan mendapatkan nilai secara berturut-turut yaitu: 1; 2; 2,5; 3; 3; 4; 4,5; 4,5;
5; 5 dalam satuan UC (Unit of Consistency).

Tickening time itu sendiri adalah waktu yang dibutuhkan bubur semen
untuk mencapai konsistensi 100 Bc. Harga 100 Bc ini merupakan batas bubur
semen masih dapat dipompakan lagi sehingga thickening time sering juga disebut
dengan pumpability. Dalam hidrasinya semakin lama semen mengeras maka
viskositasnya semakin meningkat. Viskositas pada semen disebut konsistensi
karena semen merupakan fluida yang nonnewtonian. Besarnya thickening time
yang diperlukan adalah tergantung dari kedalaman penyemenan, volume bubur
semen yang akan dipompakan serta jenis penyemenan. Umumnya thickening time
adalah 3–3,5 jam untuk penyemenan dengan kedalaman 6.000 – 18.000 ft. Waktu
tersebut termasuk waktu pembuatan bubur semen sampai penempatan semen di
belakang casing, sedangkan pada penyemenan yang lebih dalam dimana tekanan
dan temperature tinggi sehingga diperlukan additive untuk memperlambat
pengerasan (thickening time) ( (Huda, Hamid, & Sulistyanto, 2018).

Nah dalam percobaan ini menggunakan zat additive yaitu CMC yang
dimana CMC ini adalah polimer anionik yang larut dalam air yang berasal dari
selulosa dan mempertahankan fungsi dan sifat berikut:

• Bertindak sebagai pengental, pengikat, penstabil, koloid pelindung, zat


pensuspensi, dan zat pengontrol aliran.
• Membentuk film yang tahan terhadap minyak, minyak, dan pelarut organik.
• Mudah larut dalam air dingin atau panas.
• Ini adalah polielektrolit anionic (Roshan & Asef, 2019).

Dan juga CMC ini termasuk kategori retarder, yang dimana retarder ini
merupakan additive yang dapat memperlambat proses pengerasan bubur semen
sehingga bubur semen mempunyai waktu yang cukup untuk mencapai kedalam an
target yang diinginkan atau dengan kata lain thickening timenya lebih panjang.
36

Retarder sering digunakan dalam penyemenan casing pada sumur-sumur yang


dalam, sumur-sumur yang bertemperatur tinggi atau untuk kolom penyemenan
yang Panjang (Samura, Ainurridha , & Zabidi, 2017).

Kedua melakukan pengujian initial dan final setting time yang dimana
suspense semennya sama dengan pengujian tickening time sebelumnya. Disini
menggunakan alat Vicat Apparatus, pertama oleskan terlebih dahulu ring mould
nya dengan grease, setelah itu letakan kaca dibawah ring mould agar slurry tidak
tumpah. Masukan slurry kedalam rig mould dan letakan kedalam wate bath yang
sudah diatur dengan temperature dari lapangan. Pengujian initial dan final setting
time selama 1 jam 30 menit setelah itu ambil slurry dan dan letakan ring mould
pada vicat apparatus, jarak antara jarum dengan bibir ring mould nya itu 1 cm
sama denga 10 mm. bila jarum sudah tertancap berarti sudah mendapatkan nilai
untuk initial setting time nya yaitu 3 mm. Balik ring mould dan letakan kembalik
jarum bila sudah tertancap maka dapat lah nilai untuk final setting time nya yaitu
2 mm.

Aplikasi lapangannya adalah dalam pemboran itu memiliki berbagai


casing ada konduktor, surface, intermedian dan produksi nah disetiap casing pasti
memerlukan semen yang beradditive berbeda-beda maka dari itu perlu melakukan
pengujian teckening time untuk mengetahui addive apa yang haru s digunakan
pada casing tersebut.

3.7 Discussion
In this third experiment, it has three objectives, namely: determining the
teckening time of a cement suspense by using an atsmospheric consistometer,
knowing the effect of adding additives to the thickening time of a cement suspense
and determining the initial and final setting time using the vicat apparatus. First
look for the value of the tickening time first, make a cement suspension using the
following composition: 600 grams of Portland cement, 276 ml of water and added
with 5 grams of CMC. After the cement suspension is finished, first calibrate the
37

tool to be used, turn on the switch and adjust the temperature on a predetermined
scale that is 140 C is equal to 284 F. After setting everything, put the cement
suspension into the slurry container to the boundary line. Apply grease to the
paddle that will be attached to the lid, after that put the lid on the slurry container
and put it into the atsmospheric consistometer turn on the motor and stopwatch at
the same time read and note the scale every 5 minutes for 50 minutes and get
values in succession, namely: 1; 2; 2.5; 3; 3; 4; 4,5; 4,5; 5; 5 in units of UC (Unit
of Consistency).
Tickening time itself is the time it takes for the cement slurry to reach 100
Bc consistency. The price of 100 BC is the limit of cement slurry which can still be
pumped again so thickening time is often also referred to as pumpability. In
hydration the longer the cement hardens the viscosity increases. Viscosity in
cement is called consistency because cement is a non-non -tonous fluid. The
amount of thickening time needed depends on the depth of cementing, the volume
of cement slurry to be pumped and the type of cementing. Generally thickening
time is 3 - 3.5 hours for cementing with a depth of 6,000 - 18,000 ft. This time
includes the time of making cement slurry to place cement behind the casing,
while in deeper cementing where the pressure and temperature are high so
additives are needed to slow the hardening (thickening time) ((Huda, Hamid, &
Sulistyanto, 2018).
Now in this experiment using additive substances namely CMC in which
CMC is a water-soluble anionic polymer derived from cellulose and maintains the
following functions and properties:
• Acts as a thickener, binder, stabilizer, protective colloid, suspending agent,
and flow control agent.
• Form a film that is resistant to oils, oils, and organic solvents.
• Easily soluble in cold or hot water.
• These are anionic polyelectrolytes (Roshan & Asef, 2019).
And also this CMC belongs to the category of retarder, which is an additive
which can slow the hardening process of cement slurry so that the cement slurry
has enough time to reach the desired target or in other words the thickening
38

timeline is longer. Retarders are often used in cementing casings in deep wells,
high temperature wells or for long cementing columns (Samura, Ainurridha, &
Zabidi, 2017).
Second, do initial testing and final setting time where the cement suspension
is the same as the previous tickening time test. Here, using the Vicat Apparatus,
first apply the mold ring with grease, then place the glass under the ring mold so
that the slurry does not spill. Insert the slurry into the mold rig and place it in the
wate bath which is set with the temperature from the field. Initial test and final
setting time for 1 hour 30 minutes after that take the slurry and put the ring mold
on the vicat apparatus, the distance between the needle and the lip of the mold
ring is 1 cm equal to 10 mm. if the needle is stuck, it means that the value for the
initial setting time is 3 mm. Turn over the mold ring and put the needle back when
it is embedded then the value for the final setting time is 2 mm.
Field application is that in drilling it has a variety of casings there are
conductors, surfaces, intermedian and production. Each casing definitely requires
a different set of cement, so it is necessary to do a teckening time test to find out
what additives should be used on the casing.

3.8 Kesimpulan
Dari percobaan ini dapat kita simpulkan bahwa :
1. Thickening time adalah waktu yang di butuhkan suspensi semen untuk
mengeras atau tidak dapat dialirkan melalui pompa. Penambahan additive
NaCl akan mempercepat proses pengerasan suspensi semen karena NaCl
termasuk kedalam Accelerator.
2. Pada pengujian initial dan final setting time ini hampir sama dengan
thickening time, yaitu : waktu yang diperlukan suspensi untuk mengeras,
hanya saja disini ada faktor temperatur yang menentukan.
PERCOBAAN IV
(EXPERIMENT IV)

PENGUJIAN FREE WATER


(EXAMINATION OF FREE WATER)
PERCOBAAN IV
(EXPERIMENT IV)
PENGUJIAN FREE WATER
(EXAMINATION OF FREE WATER)

4.1 Tujuan Percobaan


1. Mengetahui kandungan harga Free water dari suspensi semen.
2. Mengetahui fungsi additive Bentonite dan Barite dalam hubungannya
dengan Free water pada supensi semen.

4.2 Teori Dasar


Free water adalah air bebas yang terpisah dari suspensi semen. Kadar air
minimum adalah jumlah air yang dicampurkan tanpa menyebabkan konsistensi
semen lebih dari 30 UC. Bila air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar air
minimumnya, maka akan terjadi gesekan-gesekan (friksi) yang cukup besar di
annulus sewaktu suspensi semen dipompakan dan juga akan menaikkan tekanan
di annulus.
Kadar air maksimum adalah jumlah air yang dicampurkan sehingga bila
kita ambil suspensi semen sebanyak 250 ml dan didiamkan selama 2 jam sehingga
terjadi air bebas pada bagian atas tabung. Air bebas tersebu ttidak boleh lebih dari
3.5 ml, karena bila lebih akan terjadi pori-pori pada semen dan ini mengakibatkan
semen memiliki permeabilitas yang besar sehingga kontak antara formasi dan
fliuda didalamnya dengan casing yang disemen dapat terjadi. Apabila fluida
formasi berupa air asin akan menyebabkan terjadinya korosi.
Dalam hal penyemenan permeabilitas yang terbentuk diusahakan sekecil
mungkin. Karena jika permeabilitas semen besar akan menyebabkan terjadinya
kontak fluida antara formasi dengan annulus.
Bertambahnya permeabilitas semen dapat disebabkan karena air
pencampur terlalu banyak, karena kelebihan aditif atau temperature formasi yang
terlalutinggi. Kandungan air normal dalam suspensi semen yang
direkomendasikan oleh API dapat dilihat pada tabel berikut:

39
40

Tabel 4.1 Kandungan Air Normal API


API Class Water (%) By Water Water
Cement Weigth of Cement (Gal per Sack) (Liter per Sack)
A dan B 46 5.19 19.6
C 56 6.32 23.9
D,E,F, dan H 38 4.29 16.2
G 44 4.97 18.8
J (Centative) - - -

4.3 Alat dan Bahan


4.3.1 Alat
1. Cement mixer
2. GelasUkur
3. Timbangan
4. Stopwatch
4.3.2 Bahan
1. Semen Portland
2. NaCl
3. Air

Timbangan Digital Stopwatch


41

Cement Cement mixer Gelas Ukur

Gambar 4.1Peralatan Percobaan Pengujian Free water

4.4 Prosedur Percobaan


1. Menggunakan tabung ukur, kemudian mengisi tabung tersebut dengan
suspensi semen yang akan diukur kadar airnya sebanyak 250 ml.
2. Mendiamkan selama 2 jam sehingga terjadi air bebas pada bagian atas
tabung, catat harga air bebas yang terbentuk.
3. Air bebas yang terjadi tidak boleh lebih dari 3.5 ml.

4.5 Hasil Pengamatan


Tabel 4.2 Hasil Pengamatan Pengujian Free water
NO Komposisi Semen Vfree % Free
Semen Additive V Suspensi Water Water (%)
(gr) (ml) (ml) (ml)
1 350 CMC (6) CMC 6 gr 3,6 1,44
2 350 Barite (6) Bentonite 6 gr 4 1,6

4.6 Perhitungan
4.4.1 Menghitung free water % sampel (350 gr semen Portland + 250 ml
air + 6 gram CMC)
42

Diketahui :
Volume free water : 3,6 ml
Volume Suspensi semen : 250 ml

Ditanya : % Free Water ?

Penyelesaian :
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐹𝑟𝑒𝑒 𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟
% Free Water = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑠𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 × 100%
3,6 𝑚𝑙
= 250 𝑚𝑙 × 100%
= 1,44 %

4.4.2 Menghitung free Water (%) sampel (350 gr semen Portland + 250 ml
air + 6 gram Barite )

Diketahui :
Volume Free Water : 4 ml
Volume Suspensi Semen : 350 ml

Ditanya : % Free Water ?

Penyelesaian :
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐹𝑟𝑒𝑒 𝑊𝑎𝑡𝑒𝑟
% Free Water = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑆𝑢𝑠𝑝𝑒𝑛𝑠𝑖 𝑆𝑒𝑚𝑒𝑛 × 100 %
4 𝑚𝑙
= 250 𝑚𝑙 × 100%
= 1,6 %

4.7 Pembahasan
Semen Merupakan salah satu parameter penting dalam proses pemboran.
Parameter keberhasilan Penyemenan sumur migas salah satunya adalah Free
Water. Pada percobaan mengenai pengujian Free Water, kita diminta untuk
meperhatikan dan menghitung kandungan Free Water dari suspense semen
pemboran (sampel). Menurut Furqon Satria,dkk(1) pengujian Free Water
merupakan suatu pengujian tentang air bebas yang terpisah dari suspensi
semen,dimana bertujuan untuk mengetahui kandungan harga Free water dari
suspense semen dan untuk mengetahui fungsi dari additive dalam hubunganya
43

dengan Free Water pada suspensi semen. Dimana Free Water memiliki kadar air
minimum dan maksimum. Kadar air minimum adalah jumlah air yang
dicampurkan tanpa menyebabkan konsistensi semen lebih dari 30 uc.
Menurut Novrianti,dkk(39) dalam pengujian free Water diperlukanya
Water Cement Ratio(WCR) adalah perbandingan antara volume air dan semen
yang dicampurkan untuk mendapatkan sifat-sifat bubur semen yang diinginkan.
Dalam percobaan ini menggunakan 2 sampel yang berbeda yaitu dengan dua
sampel additive yang berbeda yaitu CMC dan Barite.
Dari hasil uji lab untuk kedua sampel didapatkan volume Free Water
yaitu untuk sampel 1 sebesar 3,6 ml sedangkan sampel 2 sebesar 4 ml. Jika dilihat
dari hasil volume free water yang didapatkan menunjukkan bahwasanya nilai free
water lebih dari 3,5 ml. Menurut Novrianti (21) nilai API free water maksimal 3,5
ml.Hal ini dikarenakan bila lebih akan terjadi pori-pori pada semen dan ini
mengakibatkan semen memiliki permeabilitas yang besar sehingga kontak antara
formasi dan fluida didalamnya dengan casing yang disemen dapat terjadi.
Dari hasil perhitungan yang didapatkan nilai (% Free Water) untuk sampel
1 yaitu 1,44% sedangkan untuk sampel 2 sebesar 1,6 %. Dan dari penggunaan
additive untuk kedua sampel tersebut menggunakan additive yang berbeda yaitu
CMC dan barite. Menurut ( Muhammad Reza M.Y. Agam (2015:312-313)
Additive CMC termasuk kedalam additive retarder, yaitu additive yang berfungsi
memperlambat densitas suspense semen. Sedangkan Barite termasuk additive
Weighting Agent berfungsi untuk menaikkann densitas suspense semen.
Aplikasi lapangan dari pengujian Free Water adalah kita dapat mengetahui
batas kadar air maksimum yang diizinkan dari suspense semen.

4.7 Discussion
Cement is one of the important parameters in the drilling process. One of the
parameters of success in cementing oil and gas wells is Free Water. In the
experiments regarding the Free Water test, we were asked to pay attention and
calculate the Free Water content of the drilling cement suspense (sample).
According to Furqon Satria, et al (1) the Free Water test is a test of free water
44

that is separate from the cement suspension, which aims to determine the price of
free water from cement suspense and to determine the function of additives in
their connections with Free Water on cement suspension. Where Free Water has a
minimum and maximum water content. The minimum water content is the amount
of water mixed without causing cement consistency of more than 30 uc.
According to Novrianti, et al (39) in the free water test required Water Cement
Ratio (WCR) is a comparison between the volume of water and cement mixed to
get the desired properties of the cement slurry. In this experiment using 2 different
samples, namely with two different additive samples, namely CMC and Barite.
From the lab test results for both samples, the volume of Free Water was
obtained, for sample 1 was 3.6 ml while sample 2 was 4 ml. When viewed from the
results of the volume of free water obtained shows that the value of free water is
more than 3.5 ml. According to Novrianti (21) the maximum free water API value
is 3.5 ml. This is because if more pores occur in the cement and this results in the
cement having a large permeability so that contact between the formation and the
fluid inside with the cemented casing can occur.
From the calculation results obtained value (% Free Water) for sample 1 is
1.44% while for sample 2 is 1.6%. And from the use of additives for the two
samples using different additives namely CMC and barite. According to
(Muhammad Reza M.Y. Agam (2015: 312-313) CMC additives are included in the
additive retarder, which is an additive that functions to slow the density of cement
suspension.
Field application of the Free Water test is that we can find out the maximum
permissible water content limit of cement suspense.
45

4.8 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan free water diatas dapat diambil kesimpulan :
1. Dari hasil perhitungan nilai free water CMC yaitu sebesar 1,44%
sesangkan untuk barite yaitu 1,6%. Tapi dari hasil lab volume free
water dari CMC yaitu 3,6 ml dan barite sebesar 4 ml.
2. Fungsi additive CMC dan Barite yaitu adalah untuk CMC dapat
memperlambar proses pengerasan semen,sedangkan barite dapat
menaikkan densitas suspense semen.
PERCOBAAN V
(EXPERIMENT V)
PENGUJIAN FILTRATION LOSS
(EXAMINATION OF FILTRATION LOSS)
PERCOBAAN V
(EXPERIMENT V)
PENGUJIAN FILTRATION LOSS
(EXAMINATION OF FILTRATION LOSS)

5.1 Tujuan Percobaan

1. Mengukur harga filtration loss pada 30 menit dalam suspensi semen


menggunakan alat filter press.
2. Mengetahui fungsi additive bentonite dan NaCl dalam hubungannya
dengan filtration loss pada suspensi semen.

5.2 Teori Dasar

Peristiwa filtration loss selain kita temukan pada saat sirkulasi lumpur
pemboran, pada operasi penyemenan juga kita sering menemukan kejadian
ini. Hal ini mungkin saja terjadi karena misalnya tekanan hidrostatik dari
semen (Ph) lebih besar dari tekanan formasi (Pf). Filtration loss dalam hal ini
volume filtratnya harus dikontrol sedemikian rupa. Seperti halnya telah
disebutkan diatas bahwa tekanan hidrostatik yang lebih besar dari pada
tekanan formasi menyebabkan filtration yang besar. Untuk itu maka cara
yang dapat ditempuh untuk mengatasinya adalah mengontrol besarnya
densitas semen.
Pengontrolan densitas semen dapat dilakukan dengan menambahkan
additive seperti bentonite untuk mengurangi densitas atau menggunakan
barite untuk menaikkan densitas semen.
Volume filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak, karena apabila
volume filtrat yang hilang dalam peristiwa filtration loss ini terlalu besar
maka akan menyebabkan suspensi semen kekurangan air. Peristiwa dimana
suspensi semen kekurangan air akibat banyaknya volume filtrat yang hilang
disebut “flash set”.

46
47

Pada pengujian filtration loss di laboratorium biasanya menggunakan


alat disebut filter press, pada temperatur sirkulasi dengan tekanan 1000 psi.
Meskipun demikian filter press ini juga mempunyai kelemahan yaitu
temperatur maksimum yang bisa digunakan hanya sampai 82⁰C (180⁰F).
Besarnya atau terjadinya filtration loss diketahui dari volume filtrat yang
ditampung dalam sebuah tabung atau gelas ukur selama 30 menit masa
pengujian. Apabila waktu pengujian tidak sampai 30 menit, maka besarnya
filtration loss dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
5.477
F30 = Ft ×
√𝑡
Dimana :
F30 = filtrat pada 30 menit, ml
Ft = filtrat pada t menit, ml
t = waktu pengukuran
Pada primary cementing, filtration loss yang diizinkan adalah sekitar
150-250 cc yang diukur selema 30 menit dengan menggunakan saringan
berukuran 325 mesh pada tekanan 1000 Psi. Sedangkan pada squeeze
cementing, filtration loss yang diizinkan sekitar 55-64 cc selama 30 menit.

5.3 Alat dan Bahan

5.3.1 Alat
1. Gelas Ukur
2. Timbangan Digital
3. Multi Mixer
4. Stopwatch
5. Filter Press Set

5.7.1.Bahan
1. Semen Portland
2. Additif CMC
3. Air
48

4. Solar

Stopwatch Timbangan Digital

Gelas Ukur Multi Mixer

Filter Press Set

Gambar 5.1 Peralatan Percobaan Pengujian Filtration Loss


49

5.4 Prosedur Percobaan

1. Membuat suspensi semen dari 600 gr semen portland, 276 ml air dan 4
gr CMC dengan menggunakan mixer.
2. Mempersiapkan peralatan filter press dan segera memesang filter paper
secepat mungkin dan meletakkan gelas ukur dibawah silinder untuk
menampung fluida filtrat.
3. Menuangkan suspensi semen kedalam silinder dan segera menutup rapat.
Kemudian mengalirkan udara atau gas N2 dengan tekanan 1000 psi.
4. Mencatat volume filtrate sebagai fungsi waktu dengan stopwach, interval
pengamatan setiap 2 menit pada 10 menit pertama, kemudian setiap 5
menit untuk 20 menit selanjutnya. Mencatat volume pada menit ke-25.
5. Harga filtration loss diketahui dari volume filtrat yang ditampung dalam
gelas ukur selama 30 menit masa pengujian. Bila waktu pengujian tadak
sampai 30 menit,maka besarnya filtration loss dapat diketahui dengan
rumus :
5.477
F30 = Ft ×
√𝑡
Dimana :
F30 = filtrat pada 30 menit, ml
Ft = filtrat pada t menit, ml
t = waktu pengukuran
6. Menghentikan penekanan udara atau gas N2, membuang tekanan udara
dalam silinder dan menuangkan sisa suspensi semen yang di dalam
silinder kedalam breaker.
50

5.5 Hasil Pengamatan

Tabel 5.1 Hasil Pengamatan Pengujian Filtration Loss


No Bahan Additive Volume 50iltrate (ml) Waktu (menit)
Suspensi
1. semen + air + NaCl 153 20
Nacl
Suspensi
2. semen + air + CMC 124 20
CMC

5.6 Perhitungan

1. Menghitung filtration loss untuk sampel I (Suspensi semen + air + Nacl)

Diketahui: Semen = 350 gr

Air = 213 ml

NaCl = 4 gr

Interval waktu = 20 menit

Volume 50iltrate = 153 ml

Ditanya:

a. Filtrat pada 30 menit?

b. % kesalahan

Penyelesaian:

5.477
a. F30 NaCl = Ft ×
√𝑡
5.677
= 153 ml ×
√5,45

= 194,22 𝑚𝑙

𝐹30 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 −𝐹30 𝑃𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛


b. % kesalahan = 𝐹30 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠
× 100%
51

194,22−153
= × 100%
194,22

= 21,22 %

2. Menghitung filtration loss untuk sampel I (Suspensi semen + air + CMC)

Diketahui: Semen = 350 gr

Air = 213 ml

CMC = 4 gr

Interval waktu = 20 menit

Volume 51iltrate = 124 ml

Ditanya:

a. Filtrat pada 30 menit?

b. % kesalahan

Penyelesaian:

5.477
a. F30 CMC = Ft ×
√𝑡
5.677
= 124 ml ×
√5,45

= 157,41 𝑚𝑙

𝐹30 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠 −𝐹30 𝑃𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛


b. % kesalahan = × 100%
𝐹30 𝑇𝑒𝑜𝑟𝑖𝑡𝑖𝑠

157,41−124
= × 100%
157,41

= 21,22 %
52

5.7 Pembahasan

Filtration loss adalah kejadian dimana suspensi semen masuk ke dalam


struktur porous yang dilewatinya. Volume kehilangan filtrat tidak boleh terlalu
banyak, akibatnya suspensi semen akan kekurangan air (Santoso, Setiati, &
Hamid, 2019). Hilangnya fluida tersebut di akibatkan karena tekanan hidrostatik
lebih besar dari pada tekanan formasi. Apabila tekanan tersebut melebihi dari
tekanan formasi maka akan menyebabkan filtration yang besar. Sehingga untuk
mencegah terjadinya filtration yang terlalu besar maka perlu dilakukan pengujian
filtration loss.

Dalam pengukuran filtration loss hal-hal yang perlu di perhatikan adalah


densitas dan tekanan. Densitas bubur semen adalah perbandingan total berat
bubuk semen, air pencampur, dan additive yang digunakan, terhadap total volume
bubuk semen, air pencampur, dan additive (Huda, Hamid, & Sulistyanto, 2018).
Densitas bubur semen sangat berpengaruh terhadap tekanan hidrostatis bubur
semen di dalam lubang sumur. Bila formasi tidak sanggup menahan tekanan
bubur semen, maka akan menyebabkan formasi pecah, sehingga terjadi lost
circulation. Densitas bubur semen yang rendah sering digunakan dalam operasi
primary cementing dan squeeze cementing guna menghindari terjadinya fracture
pada formasi yang lemah. Untuk menurunkan densitas dapat dilakukan sebagai
berikut:
1. Menambah clay atau zat-zat kimia silikat jenis extender.
2. Menambah bahan-bahan yang dapat memperbesar volume bubur semen, seperti
pozzolan (Martha, Zabidi, & Satiawati, 2015).
Additive – additive yang dapat mempengaruhi terjadinya Filtration Loss
adalah additive yang termasuk Extender adalah additive yang berfungsi untuk
menaikkan volume bubur semen, yang berhubungan dengan mengurangi densitas
bubur tersebut. Pada umumnya penambahan extender ke dalam bubur semen akan
diikuti dengan penambahan air. Penurunan densitas bubur semen akan
mengurangi tekanan hidrostatis selama penyemenan. Adapun yang termasuk
extender antara lain adalah bentonite, sodium silikat, dan pozzolan.
53

• Bentonite merupakan extender yang umum digunakan dan bersifat


banyak menghisap air, sehingga volume bubur semen bisa menjadi
10 kalinya.
• Sodium silikat dengan kadar 0,2 – 3 % BWOC dapat menurunkan
densitas bubur semen dari 14,5 ppg menjadi 11 ppg. Dan umumnya
dengan bertambahnya kadar sodium silikat tersebut maka
compressive strength semen akan turun.
• Pozzolan terbentuk dari material-material seperti aluminium dan
silika yang bereaksi dengan kalsium hidroksida. Ada dua jenis
pozzolan yaitu pozzolan alam seperti diatomaceous earth dan
pozzolan buatan seperti fly ashes. Diatomaceous earth sebagai
extender tidak memperbesar viskositas bubur semen, sedangkan fly
ashes dapat menaikan compressive strength. (Huda, Hamid, &
Sulistyanto, 2018).

Dalam percobaan ii menggunakan dua macam sampel yang pertama


suspense semen dengan tambahan additive NaCl yang mendapatkan nilai volume
filtrat 153 ml dan untuk volume filtrat teoritis dalam 20 menit mendapatkan nilai
194,22 ml setelah itu mendapatkan % kesalahan sebesar 21,22%. NaCl termasuk
additive accelerator yang dimana additive ini dapat mempercepat proses
pengerasan semen. Artinya NaCl mengikat molekul-molekul air yang terbebaskan
yang belom berikatan dengan semen sehingga air yang tertinggal didalam
kandungan semen berkurang oleh karena itu proses pengerasan semen lebih cepat.
Sampel kedua yaitu semen standar dengan tambahan additive CMC mendapatkan
volume filtrat sebanyak 124 ml, untuk volume filtrat teoritis sebesar 157,41 ml
dan untuk % kesalahan sama dengan sebelumnya yaitu 21,22%. Nah CMC ini
termasuk adalah polimer anionik yang larut dalam air yang berasal dari selulosa
dan mempertahankan fungsi dan sifat berikut:

• Bertindak sebagai pengental, pengikat, penstabil, koloid pelindung, zat


pensuspensi, dan zat pengontrol aliran.
54

• Membentuk film yang tahan terhadap minyak, minyak, dan pelarut


organik.
• Mudah larut dalam air dingin atau panas.
• Ini adalah polielektrolit anionic (Roshan & Asef, 2019). Dan juga CMC
ini termasuk kategori retarder,

hal-hal yang mempengaruhi filtration loss yang pertama apabila tekanan


hidrostatik lebih besar daripada tekanan formasi maka akan menyebabkan
terjadinya filtration loss, maka dari itu tekanan hidrostatik harus sama besar
dengan tekanan formasi. Dan yang kedua apabila adanya rongga didalam formasi
maka akan terjadinya filtration loss. Untuk aplikasi lapangannya yaitu untuk
mengetahui besarnya volume filtration loss yang terjadi dari suspense semen dan
efek penambahan additive terhadap suspense semen.

5.7 Discussion

Filtration loss is an event where a cement suspension enters the porous


structure through which it is passed. The volume of filtrate loss must not be too
much, as a result the cement suspension will lack water (Santoso, Setiati, &
Hamid, 2019). The loss of fluid is caused because the hydrostatic pressure is
greater than the formation pressure. If the pressure exceeds the formation
pressure it will cause a large filtration. So as to prevent the occurrence of
filtration that is too large it is necessary to do a filtration loss test.

In measuring filtration loss, the things that need to be considered are


density and pressure. The density of cement slurry is the ratio of total weight of
cement powder, mixing water, and additives used, to the total volume of cement
powder, mixing water, and additives (Huda, Hamid, & Sulistyanto, 2018). The
density of the slurry is very influential on the hydrostatic pressure of the slurry in
the wellbore. If the formation is unable to withstand the pressure of the cement
slurry, it will cause the formation to break, resulting in lost circulation. Low
density of cement slurry is often used in primary cementing and squeeze
55

cementing operations to avoid the occurrence of fractures in weak formations. To


reduce density can be done as follows:

1. Adding clay or extender silicate type chemicals.

2. Adding materials that can increase the volume of cement slurry, such as
pozzolan (Martha, Zabidi, & Satiawati, 2015).

Additives - additives that can affect the occurrence of Filtration Loss are
additives that include Extender are additives that function to increase the volume
of cement slurry, which is associated with reducing the density of the slurry. In
general, the addition of an extender to a cement slurry will be followed by the
addition of water. Decreasing density of cement slurry will reduce hydrostatic
pressure during cementing. Extenders include bentonite, sodium silicate, and
pozzolan.

• Bentonite is a extender that is commonly used and is a lot of sucking water,


so the volume of cement slurry can be 10 times.
• Sodium silicate with a content of 0.2 - 3% BWOC can reduce the density of
cement slurries from 14.5 ppg to 11 ppg. And generally with increasing
levels of sodium silicate, the compressive strength of cement will decrease.
• Pozzolan is formed from materials such as aluminum and silica that react
with calcium hydroxide. There are two types of pozzolan namely natural
pozzolan such as diatomaceous earth and artificial pozzolan such as fly
ashes. Diatomaceous earth as an extender does not increase the viscosity of
cement slurries, while fly ashes can increase compressive strength. (Huda,
Hamid, & Sulistyanto, 2018).

In experiment ii used two kinds of samples, the first is cement suspense with
additive NaCl which obtained a volume value of 153 ml filtrate and for theoretical
filtrate volume in 20 minutes obtained a value of 194.22 ml after that it obtained
a% error of 21.22%. NaCl is an additive accelerator which can accelerate the
cement hardening process. This means that NaCl binds to the released water
molecules that have not been bound to cement so that the water left behind in the
56

cement content is reduced and therefore the cement hardening process is faster.
The second sample is standard cement with additive CMC to get 124 ml of filtrate
volume, for theoretical filtrate volume of 157.41 ml and for error% is the same as
before which is 21.22%. Well, this CMC is an anionic polymer that is soluble in
water derived from cellulose and maintains the following functions and
properties:

• Acts as a thickener, binder, stabilizer, protective colloid, suspending agent,


and flow control agent.
• Form a film that is resistant to oils, oils, and organic solvents.
• Easily soluble in cold or hot water.
• These are anionic polyelectrolytes (Roshan & Asef, 2019). And also this
CMC belongs to the category of retarders,

the things that affect the first filtration loss if the hydrostatic pressure is
greater than the formation pressure then it will cause a filtration loss, therefore
the hydrostatic pressure must be equal to the formation pressure. And secondly, if
there is a cavity in the formation, filtration loss will occur. The field application is
to find out the volume of filtration loss that occurs from the cement suspension
and the effect of adding additives to the cement suspension.

5.8 Kesimpulan
Dari hasil percobaan yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa :
1. suspense semen dengan tambahan additive NaCl yang mendapatkan nilai
volume filtrat 153 ml dan untuk volume filtrat teoritis dalam 20 menit
mendapatkan nilai 194,22 ml setelah itu mendapatkan % kesalahan sebesar
21,22%. Sampel kedua yaitu semen standar dengan tambahan additive
CMC mendapatkan volume filtrat sebanyak 124 ml, untuk volume filtrat
teoritis sebesar 157,41 ml dan untuk % kesalahan sama dengan
sebelumnya yaitu 21,22%.
2. NaCl termasuk additive accelerator yang dimana additive ini dapat
mempercepat proses pengerasan semen. Nah CMC ini termasuk adalah
57

polimer anionik yang larut dalam air yang berasal dari selulosa dan
mempertahankan fungsi dan sifat berikut:
• Bertindak sebagai pengental, pengikat, penstabil, koloid pelindung, zat
pensuspensi, dan zat pengontrol aliran.
• Membentuk film yang tahan terhadap minyak, minyak, dan pelarut
organik.
• Mudah larut dalam air dingin atau panas.
• Ini adalah polielektrolit anionic. Dan juga CMC ini termasuk kategori
retarder.
PERCOBAAN VI
(EXPERIMENT VI)
PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH DAN SHEAR BOND
STRENGTH SUSPENSI SEMEN
(EXAMINATION OF CEMENTS SUSPENSION COMPRESSIVE
STRENGTH AND SHEAR BOND STRENGTH)
PERCOBAAN VI
(EXPERIMENT VI)
PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH DAN SHEAR BOND
STRENGTH SUSPENSI SEMEN
(EXAMINATION OF CEMENTS SUSPENSION COMPRESSIVE
STRENGTH AND SHEAR BOND STRENGTH)

6.1. Tujuan Percobaan


1. Menentukan besarnya compressive strength dan shear bond strength dari
suspensi semen.
2. Mengetahui efek dari penambahan additive terhadap compressive
strength dan shear bond strength.
3. Mengetahui cara kerja alat hydroulic press.

6.2. Teori Dasar


Dalam operasi penyemenan, yang perlu diperhatikan salah satunya
adalah strength. Strength semen dapat dibagi menjadi dua, yaitu
compressive strength dan shear bond strength. Adapun comperssive strength
didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam menahan tekanan-tekanan yang
berasal dari formasi maupun casing. Jadi, compressive strength merupakan
kekuatan untuk menahan tekanan-tekanan dalam arah horizontal.
Seperti halnya pada sifat-sifat suspensi semen yang lain, compressive
strength dipengaruhi juga oleh adanya zat additive. Adapun zat additive
dapat berfungsi untuk menaikkan compressive strength ataupun untuk
menurunkan compressive strength. Additive untuk menaikkan compressive
strength diantaranya adalah calcium cholida, pozzolan dan barite.
Sedangkan additive untuk menurunkan compressive strength antaranya
bentonite dan sodium silikat. Dalam mengukur compressive strength
digunakan alat hydroulic press dan curing chamber.
Untuk mencapai hasil penyemenan yang diinginkan, maka
compressive strength semen harus dapat :

58
59

• Melindungi dan menyokong casing


• Menahan tekanan hidrolik tinggi tanpa terjadi perekahan
• Menahan goncangan selama operasi pemboran dan perforasi
berlangsung.
• Menyakat lubang sumur dari fluida yang korosif
• Menyakat antara lapisan yang permeabel
Shear bond strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam
menahan tekanan yang berasal dari berat casing maupun menahan tekanan-
tekanan lainnya dalam arah vertikal.
Dalam lubang pemboran, kekuatan semen sangat dipengaruhi oleh
pembebanan trixial yang kompleks dan failure stress merupakan
pembebanan utama dari penelitian untuk standar compressive strength
(Neville,1981). Lagi pula pengujian compressive strength tidak
menunjukkan harga shear bond strength dari ikatan antara semen dengan
casing ataupun semen dengan formasi batuan. Untuk itulah dilakukan
pengukuran shear bond strength semen.
Penilaian penyemanan biasanya berdasarkan compressive strength
atau tensile strength dari batuan semen, dengan asumsi bahwa materialnya
memenuhi syarat untuk pembentukan strength yang baik serta menghasilkan
suatu ikatan yang kuat. Pada kenyataan dilapangan bahwa asumsi diatas
tidak terlalu benar. Untuk itulah diperlukan suatu pengujian dilaboratorium
terhadap kualitas semen.
Shear bond strength terukur antara semen dengan dinding formasi dan
semen dengan dinding casing. Kekuatan ikat semen terhadap dinding casing
sangat dipengaruhi oleh dinding casing seperti kekasaran dan pengaruh mud
cake yang menempel, demikian juga pengaruhnya terhadap kekuatan ikatan
dengan formasi.
Pengukuran shear bond strength dilaboratorium dilakukan dengan
hydroulic press. Besarnya shear bond strength dapat diketahui dengan
melihat harga tekanan pada saat terjadi pergeseran dari sampel yang diuji
dimana harga pembebanan diatur tergantung pada antisipasi harga strength
60

dari sampel semen yang kemudian dimasukkan kedalam rumus untuk


menghitung shear bond strength.

6.3. Alat dan Bahan


6.3.1 Alat
1. Hydraulic press
2. Bearing block machine hydraulic mortar
3. Manometer
4. Jangka sorong
5. Gerinda
6. Mold silinder
7. Batang pendorong
6.3.2 Bahan
• Semen yang telah dibuat dalam cetakan sampel dengan komposisi
350 gr semen, 6 gr bentonite dan 213 ml air

Hydraulic Press Mould Silinder


61

Water Bath Cetakan Sampel Kubik

Gambar 6.1 Alat Percobaan Pengujian Compresive Strength dan Shear Bond
Strength Suspensi Semen

6.4. Prosedur Percobaan


6.4.1 Pengujian Compressive Strength
1. Membuka plastik pembungkus kemudian melepaskan semen dari
cetakan sampel kubik
2. Membersihakaan permukaan sampel dari tetesan air dan pasir
maupun gerusan butiran semen agar tidak menempel pada bearing
blok mesin penguji
3. Memeriksa permukaan sampel apakah benar-benar rata, apabila
belum rata maka ratakan dengan menggunakan gerinda
4. Meletakkan sampel semen dalam blok bearing dan atur supayatepat
ditengah-tengah permukaan blok bearing diatasnya dan blok
bearing dibawahnya, sampel semen harus berdiri vertikal
5. Memperkirakan tekanan maksimum retak (pecah), apabila lebih
dari 3000 psi (skala manometer) memberi pembebanan awal tidak
diperlukan
6. Memperkirakan laju pembebanan sampai maksimum tidak kurang
dari 20 detik dan tidak lebih dari 80 detik
7. Menghidupkan motor penggerak pompa dan jangan melakukan
pengaturan (pembetulan) pada katrol testing selama pembebanan
maksimum ketika batuan pecah
8. Mencatat hasil pembebanan maksimum tersebut
9. Melakukan perhitungan compressive strength semen, dengan
menggunakan rumus :
62

CS = K × P × 𝐴1⁄𝐴2

Dimana :
CS = Compressive stength semen, psi
k = Konstanta koreksi, fungsi dari perbandingan tinggi (h)
terhadap diameter (d)
P = Pembebanan maksimum, psi
A1 = Luas penampang blok bearing dari hydroulic mortar, inch2
A2 = Luas permukaan sampel semen, inch2
Tabel 6.1 Perbandingan ℎ⁄𝑑 terhadap koefisien faktor
𝒉⁄ Koefisien Faktor
𝒅
1,75 0,98
1,5 0,96
1,25 0,93
1 0,87

6.4.2 Pengujian Shear Bond Strength


1. Membuka plastik pembungkus untuk kemudian mengambil cetakan
silinder casing yang berisi semen
2. Membersihkan permukaan sampel dan permukaan mold dari tetesan
air pasir maupun gerusan butiran semen agar tidak menempel pada
bearing block mesin penguji
3. Meletakkan mold silinder yang berisi sampel semen pada holder
silinder penyangga yang didudukan pada bearing block hydroulic
bagian bawah. Posisi sampel harus berdiri vertikal
4. Mendudukan batang pendorong pada permukaan sampel semen dan
menurunkan posisi bearing block hydroulic bagian atas dengan
memutar tangkai pengontrol spiral
5. Memperkirakan laju pembebanan sampai maksimum tidak kurang
dari 20 detik dan tidak lebih dari 80 detik. Jangan melakukan
63

pengaturan pada kontrol testing motor selama pembebanan sampai


terjadi pergeseran sampel semen dari casing sampel. Pada saat
terjadi pergeseran merupakan harga pembebanan yang maksimum
6. Mencatat harga pembebanan geser maksimum, kemudian shear
bond stength dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

SBS = k × P × 𝐴1⁄𝜋 × 𝐷 × ℎ

Dimana :
SBS = Shear bond strength semen, psi
k = Konstanta koreksi, fungsi dari perbandingan tinggi (h)
terhadap diameter (d)
P = Pembebanan maksimum, psi
A1 = Luas penampang block bearing hydroulic mortar,
inch2
D = Diameter dalam casing sampel (semen), inch
h = Tinggi sampel semen, inch

6.5. Hasil Pengamatan


Tabel 6.1 Pengujian Compressive Strength dan Shear Bond Strength

Ukuran Nilai
No Jenis Sampel Pembebanan
Tinggi Diameter Panjang Lebar
64

(in) (in) (in) (in)


1 Kubik 1 1,62 - 1,98 2,09 2149,51 lb
2 Kubik 2 1,62 - 2,09 2,21 2149,51 lb
3 Silinder

CS SBS
No Jenis sampel
(psi) (psi)
1 Kubik 1 1166,45 -
2 Kubik 2 1107,70 -
3 Silinder - 16650,38

6.6. Perhitungan

6.6.1 Pengujian Compresive Strength


Diketahui :
Semen Kubik I
Tinggi = 41.25 mm = 1.62 inch
Lebar = 50.35 mm = 1.98 inch
Panjang = 53.15 mm = 2.09 inch
Pembebanan max = 0.975 ton = 2149.51 lb
Semen Kubik II
Tinggi = 41.37 mm = 1.62 inch
Lebar = 50.25 mm = 2.09 inch
Panjang = 51.35 mm = 2.071 inch
Pembebanan Max = 0.975 ton = 2149.51 lib
Ditanya : Compresive Strength pada kubik I dan kubik II
Jawab :

a. Semen Kubik1
A1 = Block Bearing
A2 = Sampel Kubik = 11.36 inch
𝐴1 = 𝜋𝑟 2
= 3.14 1.872
= 10.98 inch
𝐴2 = 𝑃 𝑥 𝐿
= 2.09 x 1.98
= 4.14 inch
𝑡 1.62
𝐾 = 𝐿 = 1.98 = 0.81
65

Perbandingan t/L terhadap Koefisien Factor

H/D KF
1.75 0.98
1.5 0.96
1.29 0.93
0.81 ?

𝑋 − 𝑋1 𝑦 − 𝑦1
=
𝑋2 − 𝑋1 𝑦2 − 𝑦1
0.81−1.75 𝑦− 0.98
= =0.842 (K)
1−1.75 0.87−0.98

𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑥 2149.51


Nilai P = 𝐴2
= 4.13

= 520.46 lb/inch
Maka Cs = k x p x A1/A2
= 0.843 x 520.46 x 10.98 inch/4.13 lb
= 1166.45 psi

b. Sampel Kubik II
A1 = Bearing Block
𝐴 = 𝜋𝑟 2
= 3.14 x 1.822
= 10.98 inch
A2 = PxL
4.223
K = t/L = 1.62/2.09 = 0.72
Perbandingan t/L terhadap Koefisien Factor

H/D KF
1.75 0.98
1 0.87
0.77 ?

𝑋 − 𝑋1 𝑦 − 𝑦1
=
𝑋2 − 𝑋1 𝑦2 − 𝑦1
0.77−1.75 𝑦− 0.98
= =0.837 (K)
1−1.75 0.87−0.98

𝑃𝑒𝑚𝑏𝑒𝑏𝑎𝑛𝑎𝑛 𝑀𝑎𝑥 2149.51


Nilai P = =
𝐴2 4.223 𝑖𝑛𝑐ℎ
66

= 509.0007 lb/inch
Maka Cs = k x p x A1/A2
= 0.837 x 509.0007 x 10.98 inch/4.223 lb
= 1107.70 psi

6.4.2 Pengujian Shear Bond Strength


Diketahui
P = 10.10 cm = 3.97 inch
L = 4.84 cm = 1.90 inch
Diameter Silinder = 25.45 mm = 0.99 inch
Tinggi Silinder = 41.25 mm = 1.62 inch
Pembebanan = 4.387 ton = 8775 lb

Ditanya : Shear Bond Strength Silinder


𝐴1
SBS = k x P 𝜋𝑥𝐷𝑥 ℎ
K = h/D
= 1.62 inch/0.99 inch = 1.63

H/D KF
1.75 0.98
1.63 x
1.5 0.96

1.63−1.75 𝑦− 0.98
= =0.9704 (k)
1.5−1.75 0.96−0.98

8775 𝑙𝑏 𝑙𝑏
P = Pm/A2 = 3.14𝑥0.4952 = 11410.92 𝑖𝑛𝑐ℎ

3.97 𝑖𝑛𝑐ℎ 𝑥 1.90 𝑖𝑛𝑐ℎ


SBS =0.9704 x 11410.92 lb/inch x 3.14 𝑥 0.99 𝑥 1.62𝑖𝑛𝑐ℎ
= 16650.38 Psi

6.7. Pembahasan
Pada pratikum kali ini melakukan percobaan sesupensi semen
untuk mendapatkan nilai Compresive Strength dan Shear Bond Strength
dimana kami menggunakan dua sampel kubik dan sebuah selinder.
“Compresive Strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam
menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi maupun dari casing,
67

sedangkan Shear bond Strength didefinisikan sebagai kekuatan semen


dalam menahan berat casing”.(Afdhal, 2018). Compresive Strength
minimum yang telah direkomendasikan oleh API unuk dapat melanjutkan
operasi pemboran adalah 1000 psi. Nilai tersebut dipengarhui oleh
temperatur, tekanan, dan kadar air semen, serta kehalusan butiran semen
dan lamanya waktu pengkondisian.
Pada pratikum kalli ini pengujian Compresive Strength di lab
dengan menggunakan alat Hydraulic Press dimana sempel semen yang
telah dibuat dilakukan pengujian pembebanan maksimum dalam casing
chamber. Untuk nilai Shear bond yang baik tidak kurang dari 100 psi
sehingga casing dapat terikat dengan kokoh agar pemboran dapat
dilanjutkan. Untuk menambah Strength pada suatu suspensi semen dapat
menggunakan berbagai additive, salah satunya adalah Bentonite yang
berfungsi dalam mengunrangi kekuatan suspensi semen, dimana fungsi
adalah extender yang digunakan untuk menghisap air.
Bila ditambahkan kedalam suspensisemen akan membentuk Filter
cake yang bertindak sebagai film dalam menutupi permukaan formasi
yang poros dan permeabel. API merekomendasikan bahwa setiap
penambahan 1% bentonite ditambahkan pula 5.3% air (BWOC) untuk
setiap kelas semen. Untuk temperatur diatas 110℃, penambahan bentonite
akan menurunkan Compresive Strength dan menaikan permeabilitas
semen. Sedangkan material almunium dan silika yang bereaksi dengan
kalsium hidroksida pada pozzolan, dimana pozzolan tersebut memiliki dua
tipe yaitu diatomaceous oearth dan flyashers yang merupakan pozolan
buatan yang mampu menurunkan Compresive Strength.

Pada pratikum kali ini, nilai CS pada kubik I dan II sebear


1166.45psi dn 1167.70 psi dimana nilai tersebut diatas standar API yaitu
1000 psi, sedangkan nilai Shear Bond pada mold silinder sebear 16650.38
psi dimana nilai tersebut diatas ketetapan API yaitu 100 psi. Sehingga
dapat melakukan proses pemboran.
68

6.7. Discussion
In this practice, a cement cement experiment is conducted to get
the Compressive Strength and Shear Bond Strength values where we use
two cubic samples and a cylinder. "Compressive Strength is defined as the
strength of cement in resisting pressures originating from the formation or
from the casing, while Shear bond Strength is defined as the strength of
cement in holding the weight of the casing" (Afdhal, 2018). The minimum
Compressive Strength recommended by the API to be able to continue
drilling operations is 1000 psi. This value is influenced by the
temperature, pressure, and moisture content of the cement, as well as the
fineness of the cement granules and the length of the conditioning time.
In this practice, testing Compresive Strength in the lab using a
Hydraulic Press where the cement that has been made is tested for
maximum loading in the casing chamber. For a good Shear bond value of
not less than 100 psi so that the casing can be bonded firmly so that
drilling can continue. To add strength to a cement suspension can use
various additives, one of which is Bentonite which functions to reduce the
strength of the suspension of cement, where the function is the extender
used to suck water. When added to the suspension, it will form a Filter
cake which acts as a film to cover the surface of the formation that is
porous and permeable. API recommends that each addition of 1%
bentonite 5.3% water (BWOC) be added for each class of cement. For
temperatures above 110 ℃, adding bentonite will reduce Compressive
Strength and increase the permeability of cement. While aluminum and
silica materials react with calcium hydroxide in pozzolan, where the
pozzolan has two types, diatomaceous oearth and flyashers, which are
artificial poisons capable of reducing Compressive Strength.
In this practice, the CS values in cubic I and II are 1166.45psi and
1167.70 psi where the value is above the API standard which is 1000 psi,
while the Shear Bond value of 16650.38 psi cylindrical molds where the
69

value above API is 100 psi. So that it can do the drilling process.nt it to
parrist drensure on casing.

6.8. Kesimpulan
1. Semen akan hancur atau retak bila mendapatkan tekanan yang lebih
dari kemampuanya.
2. Zat additive extender dapat mengurangi permeabilitas semen sehingga
nilai CS menjadi lebih besar. Sedangkan pozzolan yang termasuk
dalam extender addtivite dapat menaikan Compresive Strength.
3. Agar dapat melanjutkan proses pemboaran, nilai CS dan SBS harus
diatas nilai API yang telah ditentukan yiatu 1000 psi dan 100 psi.
4. Nilai CS dan SBS pada percobaan kali ini diatas nilai API standar
sehingga pemboran dapat dilanjutkan.
KESIMPULAN
(CONCLUSION)
DAFTAR PUSTAKA
(REFERENCES)

Satiyawira, B., & Imanurdana, G. (2018). EVALUASI PENYEBAB HILANG


SIRKULASI LUMPUR DAN PENANGGULANGANNYA PADA PEMBORAN
SUMUR-SUMUR LAPANGAN MINYAK “X.” VII(4).

Koesnaryo, S. (n.d.). Pemanfaatan Arang Cangkang Kelapa Sawit Sebagai Light


Weight Additive Semen Pemboran.

Huda, A., & Hamid, A. (2018). PENGARUH PENAMBAHAN “ BARITE ”, “


HEMATITE ”, DAN “ MECOMAX ” TERHADAP THICKENING TIME ,
COMPRESSIVE STRENGTH , DAN RHEOLOGI BUBURR SEMEN PADA
VARIASI TEMPERATUR ( BHCT ) DI LABORATORIUM PEMBORAN DAN
PRODUKSI. VII(2), 47–58.

Satiyawira, B. (2018). PENGARUH TEMPERATUR TERHADAP SIFAT FISIK


SISTEM LOW SOLID MUD DENGAN PENAMBAHAN ADITIF
BIOPOLIMER DAN BENTONITE EXTENDER. VII(4), 144–151.

Santoso, A., Setiati, R., & Hamid, A. (2019). STUDI LABORATORIUM UJI
POROSITAS DAN COMPRESSIVE STRENGTHCORE SAMPLE FOAM
CEMENT. 1–5.

Liu, X., Nair, S. D., Cowan, M., & Van Oort, E. (2015). A novel method to
evaluate cement-shale bond strength. Proceedings - SPE International
Symposium on Oilfield Chemistry, 2(April), 1282–1301.
https://doi.org/10.2118/173802-ms

Jadhav, R., Rao Palla, V. G., Datta, A., & Dumbre, M. (2017). Effect of casing
coating materials on shear-bond strength. Society of Petroleum Engineers -
SPE/IATMI Asia Pacific Oil and Gas Conference and Exhibition 2017, 2017-
Janua(October), 17–19. https://doi.org/10.2118/186441-ms

Charles E.Banister,D.D.D. (1978). Evaluation of cement fluid Loss behavior


under dynamic conditions
Lockyear, C.F., Ryan, D.F., Gunningham, M. M (1990). Cement channelling.
How to predic and prevent.SPE Drilling Enggineering,(3),201-208
https://doi.org/10.2118/19866-PA
Matson,R.P.,Rogers,M.J., Boncam,V.C.G, Gandy,R.G (1991). Effects of
temperature, pressure, and angle of deviation on free water and cement slurry
stability. Proceddings-SPE Annual Tednical ceference and
Exhibition,Delta,169-179.https://doi.org/10-2523/22551-Ms

70
71

Roshan, H.,Asef,M.R(2010) .Characteristic of oilwell cement slurry using


cmc.SPE drilling and completion,25(3), 325-335
https://doi.org/10/2018/114246-PA
Faisal E.Yasid, Abdul Hamid. Amanda Nurul Afifah(2015).Evaluasi penyemenan
casing linear 7" pada sumur x-1 danY-1 Blok LMG
Afdha Huda,Abdul Hamid,Djoko Sulistyanto(2018).Pengaruh penambahan
addutife "Barite" dan "Mecomax" terhadap thickening time,Compressive
strength,dan Rheologi bubur semen pada variasi temperatur(BHCT)
dilaboraturium pemboran dan produksi(55)
Lisa samura,Kemas Akhamad Ainurridha,Lilik Zabidi(2017) Pengujian
Compressive strenght dan thickening time pada semen pemboran kelas G
dengan penambahan additive retarder(50)
LAMPIRAN
(ATTACHMENTS)
Laporan akhir ini telah diperiksa dan disetujui oleh asisten laboratorium

Analisa Semen Pemboran

Pekanbaru, Juli 2020

Diperiksa oleh

(Najib Amien Husein)


(163210091)

Anda mungkin juga menyukai