Anda di halaman 1dari 93

LAPORAN AKHIR

(FINAL REPORT)

PRAKTIKUM ANALISA LUMPUR PEMBORAN


(DRILLING MUD ANALYSIS COURSE)

TKP-43031

OLEH:
(BY)

FATRIO ADAM 173210124


GRISY FRISCHA P S 173210404
LARAS SEKAR AYU 173210672
MESSY PERMAI S 173210415
WIDYA YUNASA 173210573

LABORATORIUM TEKNIK PERMINYAKAN


(LABORATORY OF PETROLEUM ENGINEERING)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


(STUDY PROGRAM OF PETROLEUM ENGINEERING)

FAKULTAS TEKNIK
(ENGINEERING FACULTY)
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2019
LEMBAR PENGESAHAN
(APPROVING SHEET)

LAPORAN AKHIR
(FINAL REPORT)

PRAKTIKUM ANALISA LUMPUR PEMBORAN


(DRILLING MUD ANALYSIS COURSE)

DISETUJUI UNTUK
(AGREED FOR)

LABORATORIUM TEKNIK PERMINYAKAN


(LABORATORY OF PETROLEUM ENGINEERING)

PROGRAM STUDI TEKNIK PERMINYAKAN


(STUDY PROGRAM OF PETROLEUM ENGINEERING)

FAKULTAS TEKNIK
(ENGINEERING FACULTY)

UNIVERSITAS ISLAM RIAU

PEKANBARU

DISETUJUI OLEH
(APPROVED BY)

(Idham Khalid, S.T., M.T.)


Dosen Pengasuh
i

DAFTAR ISI
(CONTENTS)

Halaman

i
KATA PENGANTAR

( PREFACE )

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,


Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat-Nya kepada
penulis untuk bisa menyelesaikan laporan akhir praktikum Analisa Lumpur
Pemboran ini dengan penuh kemudahan dan tepat pada waktu yang telah
ditentukan. Dengan rahmat Allah SWT, penulis dapat menyelesaikan penulisan dan
penyusunan laporan yang diberi judul “LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM
ANALISA LUMPUR PEMBORAN” di Program Studi Teknik Perminyakan
Universitas Islam Riau ini. Tentu bukan sepenuhnya tugas ini dapat diselesaikan
dengan baik, namun berkat bantuan dari berbagai pihak akhirnya laporan ini dapat
juga diselesaikan.
Tulisan ini merupakan hasil dari semua pengamatan yang penulis dapat setelah
melakukan rangkaian praktikum sejak bulan Oktober 2018, dan diajukan sebagai
salah satu syarat untuk kelulusan dari mata kuliah “Praktikum Analisa Lumpur
Pemboran”.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam penulisan
laporan ini untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun. Penulis berharap, laporan ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Akhirnya penulis mengucapkan terima kasih.
Wassalamualiakum Warrahmatullahi Wabarakatuh

Pekanbaru, 31 Desember 2019

Penulis

ii
UCAPAN TERIMA KASIH

(GRATITUDE)
Dengan segala kerendahan hati penulisan ingin mengucapkan banyak
penghargaan dan terima kasih kepada :

1. Dr. Eng Muslim, MT. sebagai ketua jurusan program studi Teknik
Perminyakan.
2. Bapak Idham Khalid, S.T., M.T. sebagai dosen pengasuh mata kuliah Teknik
Pemboran beserta dosen pengasuh dari Praktikum Analisa Lumpur Pemboran
yang selau memberikan arahan materi untuk mata kuliah ini beserta
memberikan motivasi kepada kami semua.
3. Ibu Eka Kusuma Dewi, S.T. sebagai Instruktur Laboratorium yang telah
banyak membimbing dan memberikan saran-saran yang membangun.
4. Asisten-asisten laboratorium, yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga
dan pikirannya untuk membimbing praktikan (penulis), dalam praktikum
Analisa Lumpur Pemboran ini :
a. M. Ridho Efras (153210461) dan Ravy Charli Putra (153210678) :
percobaan “Pengukuran Densitas, Sand Content dan Resistivitas pada
Lumpur Pemboran” .
b. Mia Paramita (143210190) dan Rita Susanti (143210598) : percobaan
“ Pengukuran Viskositas dan Gel Strength”.
c. Rendi Septian (143210598) dan Mulyadi (153210145) : percobaan
“Penentuan Volume Filtrasi, Mud Cake dan Kadar Minyak dalam
Lumpur”.
d. Rizki Triwulanda (153210216) dan Muspita (153210578) : percobaan
“Analisa Kimia Lumpur Bor”.
e. Chalidah Pratiwi Siregar (153210216) dan Atika Irfiana (153210229):
percobaan “Kontaminasi Lumpur Pemboran”.

iii
5. Untuk teman teman praktikan kelompok 3 Analisa Lumpur Pemboran, angkatan
2016 terima kasih atas kebersamaannya dalam membuat laporan akhir Analisa
Lumpur Pemboran. Semangat terus kuliah dan jangan pernah menyerah.
6. Selain itu , penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang
mungkin terlewat atau tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan resmi ini. Dukungan dan doa
kalian tetap penulis butuhkan.

iv
DAFTAR TABEL
(LIST OF TABLE)

Tabel
Halaman
1.1 Skala Resistivitas pada Beberapa Jenis Batuan .............. 7
1.2 Skala Resistivitas pada Beberapa Jenis Batuan………...
13
2.1 Pengukuran Viskositas dan Gel Strength Menggunakan
Marsh funnell .................................................................. 30
2.2 Pengukurann Shear Rate dan Gel Strength dengan Fann
VG Meter......................................................................... 30
2.3 Perhitungan Shear Rate dan Shear Stress pada Lumpur
Standar…………………………………………………. 31
2.4 Perhitungan Shear Rate dan Shear Stress pada Lumpur
Standar + additive……………………………………… 31
3.1 Hasil Pengamatan Percobaan Penentuan Filtrasi untuk
Mud Cake dan Kadar Minyak dalam Lumpur…………. 46
4.1 Hasil Pengamatan Analisa Kimia Lumpur……………..
5.1 Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran…………… 74

v
PENDAHULUAN

(INTRODUCTION)
Analisa Lumpur Pemboran adalah salah satu bagian dari berbagai analisis yang
dilakukan dalam operasi pemboran putar. Suatu pengeboran, sepertinya hal yang mudah
yaitu membuat lubang sumur yang menembus lapisan yang kaya akan minyak. Namun, itu
tidak semudah yang kita bayangkan sebab pengeboran suatu sumur minyak dilakukan
melalui operasi yang khusus dan rumit yang diperoleh setelah melakukan studi di
bidangnya, melakukan eksperimen–eksperimen dan menerapkan dalam praktek di
lapangan.

Untuk analisis ini akan diperkenalkan dasar-dasar operasi pemboran yang


dilakukan dalam mengebor suatu sumur, yang di antaranya tinjauan terhadap sejumlah
perumusan dasar mengenai sifat-sifat fisik dan kimia lumpur dalam suatu pemboran,
penyebab dan masalah yang ditimbulkannya. Komposisi dan sifat fisik lumpur sangat
berpengaruh terhadap suatu operasi pemboran sebab berhasil dan tidaknya suatu pemboran
adalah tergantung pada lumpur pemboran. Lumpur pemboran merupakan faktor yang
penting dalam operasi pemboran minyak, gas dan panas bumi. Kecepatan pemboran,
efisiensi, keselamatan, dan biaya pemboran sangat tergantung dari lumpur pemboran yang
dipakai.

Secara umum lumpur pemboran mempunyai tiga komponen atau fasa :

a. Komponen Cair (Air atau Minyak).


b. Komponen Padatan
Kompenen Padatan dibagi atas dua macam, komponen yang reaktif dan
komponen yang inert.
c. Additive.
Pada dasarnya lumpur pemboran mempunyai beberapa fungsi yang antara lain
adalah :

1. Mengangkat serbuk bor ke permukaan


2. Mengontrol tekanan formasi
3. Mendinginkan serta melumasi pahat dan drillstring
4. Membersihkan dasar lubang bor
5. Membantu dalam evaluasi formasi

1
2

6. Melindungi formasi produktif


7. Membantu stabilitas formasi
Fungsi utama lumpur pemboran diatas tersebut ditentukan oleh komposisi
kimia dan sifat fisik lumpur. Kesalahan dalam mengontrol sifat fisik lumpur akan
menyebabkan kegagalan dari fungsi lumpur yang pada gilirannya dapat
menimbulkan hambatan pemboran dan akhirnya menimbulkan kerugian besar.
Karena lumpur pemboran menjadi salah satu pertimbangan dalam
mengoptimasikan operasi pemboran, oleh karena itu untuk memelihara dan
mengontrol sifat–sifat fisik lumpur pemboran agar sesuai dengan yang diinginkan,
Sehingga Perlulah Mahasiswa dan Mahasiswi Teknik Perminyakan untuk
mengadakan percobaan–percobaan yang nantinya akan digunakan di lapangan,
dalam hal ini “Laboratorium Analisa Lumpur Pemboran Jurusan Teknik
Perminyakan” memberikan beberapa percobaan dasar mengenai lumpur pemboran
yang meliputi beberapa praktikum, antara lain:
1. Pengukuran Densitas dan Sand Content, dan Resistivity Lumpur Pemboran
2. Pengukuran Viskositas dan Gel Strength
3. Penentuan Volume Filtrasi, Mud Cake, dan Kadar Minyak Dalam Lumpur
4. Analisa Kimia Lumpur Bor
5. Kontaminasi Lumpur Pemboran
PERCOBAAN I

(EXPERIMENT I)

PENGUKURAN DENSITAS, SAND CONTENT, DAN


RESISTIVITY LUMPUR PEMBORANPADA LUMPUR
PEMBORAN

(MEASURING OF DENSITY, SAND CONTENT AND


RESISTIVITY IN DRILLING MUD)

1.1 Tujuan Percobaan


1. Mengenal material pembentuk lumpur pemboran serta fungsi-fungsi
utamanya.
2. Menentukan densitas lumpur pemboran dengan menggunakan alat Mud
Balance.
3. Menentukan kandungan pasir dalam lumpur pemboran.
4. Mengetahui besarnya kadar pasir (%) yang terkandung dalam lumpur
bor.

1.2 Teori Dasar


1.2.1 Densitas lumpur
Lumpur sangat besar peranannya dalam menentukan berhasil
tidaknya suatu operasi pemboran, sehingga perlu diperhatikan sifat-sifat
dari lumpur tersebut, seperti densitas, viscositas, Gel Strength atau
Filtration Loss. Dalam percobaan ini akan dibahas salah satu sifat saja yaitu
densitas.
Densitas lumpur bor merupakan salah satu sifat lumpur yang sangat
penting, karena peranannya berhubungan langsung dengan fungsi lumpur
bor sebagai penahan tekanan formasi.Adanya densitas lumpur bor yang
terlalu besar akan menyebabkan lumpur hilang ke formasi (Lost
Circulation), sedang apabila terlalu kecil akan menyebabkan “Kick”

3
4

(masuknya fluida formasi ke lubang sumur). Maka densitas lumpur


harus disesuaikan dengan keadaan formasi yang akan dibor.
Densitas lumpur dapat menggambarkan gradient hidrostatik dari
lumpur bor dalam psi/ft tetapi dilapangan biasanya dipakai satuan ppg
(Poundper gallon)
Asumsi-asumsi:
Volume setiap material adalah additif:
Vs + Vml = Vmb ........................................................................................(1)
Jumlah berat adalah additif, maka:
dsx Vs + dml x Vml = dmbx Vmb ...............................................................(2)

Keterangan :
Vs = Volume solid, bbl
Vml = Volume lumpur lama, bbl
Vmb = Volume lumpur baru, bbl
ds = berat jenis solid, ppg
dml = berat jenis lumpur lama, ppg
dmb = berat jenis lumpur baru, ppg

Dari persamaan (1) dan (2) didapat :


d ml - d mb  x Vml
Vs ..................................................................(3)
d s - d mb 
Karena zat pemberat (solid) beratnya adalah:
Ws = Vsx ds
Bila dimasukkan kedalam persamaan (3):
d mb - d ml 
Ws = x d x V  .....................................................(4)
d s - d mb  s ml
% Volume solid:
Vs d - d 
x 100 = mb ml x 100 % ........................................................(5)
Vmb d s - d ml 
% Berat solid :
5

d s x Vs
x 100 % .............................................................................(6)
d mb x Vmb

Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barit dengan SG = 4,3,
untuk menaikkan densitas dari lumpur lama seberat dml ke lumpur baru
sebesar dmb setiap bbl lumpur lama memerlukan berat solid, Ws sebanyak:
d mb - d ml 
Ws = 684 x …..........................................................................(7)
35.8 - d mb 
Keterangan :
Ws = berat solid atau zat pemberat, kg barit/bbl lumpur. Sedangkan jika yang
digunakan sebagai zat pemberat adalah Bentonit dengan SG = 2,5, maka
untuk tiap barrel lumpur diperlukan:
d mb - d ml 
Ws = 684 x …...........................................................................(8)
20.8 - d mb 
Dimana Ws = kg bentonite/bbl lumpur.

1.2.2 Sand Content


Tercampurnya serpihan-serpihan formasi (cutting) kedalam pemboran
akan membawa pengaruh pada operasi pemboran. Serpihan-serpihan
pemboran yang biasanya berupa pasir akan dapat memengaruhi karakteristik
lumpur yang disirkulasikan, dalam hal ini akan menambah densitas lumpur
yang telah mengalami sirkulasi. Bertambahnya densitas lumpur yang
tersirkulasi ke permukaan akan menambah beban pompa sirkulasi lumpur.
Oleh karena itu setalah lumpur disirkulasikan harus mengalami proses
pembersihan terutama menghilangkan partikel-partikel yang masuk ke dalam
lumpur selama sirkulasi, Alat-alat ini, yang biasanya disebut “Conditioning
Equitment “, adalah :
 Shale Shaker
Fungsinya menbersihkan lumpur dari serpihan-serpihan atau Cutting yang
berukuran besar.
 Degasser
6

Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari gas yang mungkin masuk ke


lumpur pemboran.
 Desander
Fungsinya untuk membersihkan lumpur dari partikel-partikel padatan yang
berukuran kecil yang bisa lolos dari shale shaker.
 Desiliter
Fungsinya sama dengan desander, tetapi desiliter dapat membersihkan
lumpur dari partikel-partikel yand berukuran lebih kecil.
Penggambaran Sand Content dari lumpur pemboran adalah
merupakan prosen volume dari partikel-partikel yang diameternya lebih
besar dari 74 mikron.Hal ini dilakukan melalui pengukuran dengan saringan
tertentu. Jadi rumus untuk menentukan kandungan pasir (Sand Content)
pada lumpur pemboran adalah :
Vs
n= x 100 ..........................................................................................(9)
Vm

dimana :
n = kandungan pasir
Vs = volume pasir dalam lumpur
Vm = volume lumpur

1.2.3 Resistivity Meter


Resistivity log adalah metode untuk mengukur sifat batuan dan
fluida pori (baca: minyak, gas, dan air) disepanjang lubang bor dengan
mengukur sifat tahanan listrik kelistrikannya. Besaran resistivtas batuan
dideskripsikan dengan Ohm meter, dan biasanya dibuat dalam skala
logarithmic dengan nilai antara 0,2 sampai dengan 2000 meter Ohm meter.
Metode resistivity log ini dilakukan karena pada hakekatnya batuan,
fluida dan hidrokarbon di dalam bumi memiliki nilai resistivitas tertentu.
Berikut contohnya:
7

Tabel 1.1 Skala Resistivitas pada Beberapa Jenis Batuan


Material Resistivitas (Ohm Meter)

Limestones 50 - 107

Sandstones 1 - 108

Shales 20 – 2 x 103

Dolomite 100 – 10.000

Sand 1 – 1000

Clay 1 – 100

Sea Water 0.2

Pada tabel di atas terlihat adanya ‘irisan’ nilai resistivitas antara jenis
batuan sedimen. Hal ini mengakibatkan interpretasi batuan berdasarkan
nilai log resistivitas merupakan pekerjaan yang sangat sulit.
Akan tetapi nilai resistivitas air garam dapat dibedakan dengan baik
dari minyak dan gas. Karena air garam memiliki nilai resistivitas yang
sangat rendah, sedangkan hidrokarbon (minyak-gas) memiliki nilai
resistivitas yang sangat tinggi. Log resistivitas banyak sekali membantu
pekerjaan evaluasi formasi khususnya untuk menganalisis apakah suatu
reservoir mengandung air garam (wet) atau mengandung hidrokarbon,
sehingga log ini digunakan untk menganalisis Hidrocarbon Water Contact.
Di dalam pengukuran resistivity log, biasanya terdapat tiga jenis
‘penetrasi’ resistivity, yakni shallow (borehole). Medium (invided zone) dan
deep (virgin) penetration. Perbedaan kedalaman penetrasi ini dimaksudkan
untuk menghindari salah tafsir pada pembacaaan resistivity log karena mud
invation (efek lumpur pengeboran) dan bahkan dapat mempelajari sifat
mobilitas minyak.
8

Sebagaimana yang kita ketahui untuk mengantisipasi pressure (e.g.


pore pressure), saat pengeboran biasanya dipompa oil based mud atau water
based mud. Sebagai contoh, jika kita menggunakan water based mud
(resistivity rendah) sebagai lumpur pemboran, kemudian lumpur tersebut
meng-invasi reservoir yang mengandung minyak, maka kita akan
mendapatkan profit deep penetration resistivity lebih tinggi daripada
shallow-medium penetration resistivity.
Additive dapat bereaksi dan mempengaruhi lingkungan sistem
lumpur tersebut, misalnya dengan menetralisir muatan-muatan listrik clay,
menyebabkan dispertion. Zat additive merupakan bagian dari sistem yang
digunakan untuk mengontrol sifat-sifat lumpur misalnya menyebabkan
partikel-partikel clay (diserpertion), mengumpalkan partikel-partikel clay
(flocculation) yang akan berefek pada pengkoloidan partikel clay itu sendiri.
Banyak sekali zat kimia yang dapat digunakan untuk menurunkan
kekentalan, mengurangi water loss, mengontrol fasa koloid yang disebut
dengan surface active agent.

1.3 Alat dan Bahan


1.3.1 Alat
1. Mud Balance
2. Mud Mixer
3. Sand Content Set
4. Resistivity Meter Set
5. Gelas ukur 500cc
6. Timbangan digital
1.3.2 Bahan
1. Barite
2. Bentonite
3.Air tawar (Aquadest)
4. CaCO3
5. CMC
9

6. Pasir

Mud Balance Mud Mixer

Sand Content Set Timbangan Digital

Gelas Ukur 500 cc Resistivity Meter


Gambar 1.1 Alat Percobaan Pengukuran Densitas Dan Sand
ContentPada Lumpur Pemboran
10

1.4 Prosedur Percobaan


1.4.1 Densitas Lumpur
1. Mengkalibrasi peralatan Mud Balance sebagai berikut:
a. Membersihkan peralatan Mud Balance.
b. Mengisi cup dengan air hingga penuh, lalu menutup dan
membersihkan bagian luarnya. Mengeringkan dengan kertas
tissue.
c. Meletakkan kembali Mud Balance pada kedudukannya
semula.
d. Menempatkan Rider pada skala 8,33 ppg.
e. Mencek pada level glass, bila tidak seimbang, atur Calibration
Srewsampai seimbang.
2. Menimbang beberapa zat yang digunakan, sesuai petunjuk asisten.
3. Menakar air 350 cc dan mencampur dengan 22,5 gr betonite.
Caranya memasukkan air ke dalam benjana, lalu memasang pada
Mud Mixer dan memasukkan bentonite sedikit demi sedikit setelah
Mud Mixer dijalankan, selang beberapa menit setelah
mencampurkan, mengambil benjana dan mengisi cupMud Balance
dengan lumpur yang telah dibuat.
4. Menutup cup dan lumpur yang melekat pada dinding bagian luar
dan menutup cup membersihkan sampai bersih.
5. Meletakkan balance arm pada kedudukannya semula, lalu
mengatur rider hingga seimbang. Membaca densitas yang
ditunjukkan oleh skala.
6. Mengulangi Langkah 5 untuk komposisi campuran yang diberikan
oleh asisten.
1.4.2 Sand Content
1. Mengisi tabung gelas ukur dengan lumpur pemboran dan tandai.
Menambahkan air pada batas berikutnya. Menutup mulut tabung
dan kocok dengan kuat.
11

2. Menuangkan campuran tersebut ke saringan. Membiarkan cairan


mengalir keluar melalui saringan. Mengulangi hingga tabung
menjadi bersih. Mencuci pasir yang tersaring pada saringan untuk
melepaskan dari sisa-sisa lumpur yang melekat.
3. Memasang funnel tersebut pada sisi atas dari sieve. Dengan
perlahan-lahan membalik rangkaian peralatan tersebut dan
memasukkan ujung funnel ke dalam gelas ukur. Menghanyutkan
pasir ke dalam tabung dengan menyemprotkan air melalui
saringan hinnga semua pasir tertampung dalam gelas ukur.
Membiarkan pasir mengendap. Dari skala yang ada pada tabung,
membaca prosen volume dari pasir yang mengendap.
4. Mencatat Sand Content dari lumpur dalam persen volume.

1.4.3 Resistivity meter


1. Mempersiapkan peralatan Resistivity meter dan memeriksa
kembali tabung resistivity agar tidak ada air yang masih menempel
di dalam tabung. Jika masih ada air dapat dibersihkan dengan
menggunakan kawat pembersih resistivity meter yang ada di
dalam box resistivity meter.
2. Setelah lumpur selesai di mixer, ambil pipet tetes.
3. Sedot lumpur menggunakan pipet tetes dan dimasukkan ke dalam
karet penampung lumpur (red ball), lalu tutup lubang yang vertikal
dari resistivity meter dan tempelkan ball di ujung lubang yang
horizontal dengan posisi ball berada di bawah.
4. Lubang tegakkan kembali ball-nya, pencetball secara perlahan
sambil lubang vertikal dibuka dan ditutup dengan jari secara
perlahan hingga interval ohm meter terisi oleh lumpur.
5. Letakkan resistivity meter ke meter pengukur, lalu tekan kedua
tombol yang ada di meter pengukur dengan serempak.
6. Baca skala di meter pengukur.
12

7. Setelah itu cabut kembali resistivity meter, cabut ball lalu


bersihkan lubang interval ohm meter-nya.
13

1.5 Hasil Pengamatan


Tabel 1.2 Pengukuran Densitas, Sand Content dan Resistivity pada Lumpur Pemboran

Massa Massa Massa Masa Massa Densitas Sand Resistivity


Bentonite Barite CMC CaCo3 Pasir Lumpur Content
NO NAMA Volume (gram) (gram) (Ω atau
SAMPEL (gram) (gram) (gram) (ppg) (%) Ωm)
Air (ml)

1 Sampel 1 350 22,5 - - - - 8,6 - -

2 Sampel 2 350 22,5 - - - 9 8,7 - -

3 Sampel 3 350 22,5 - - 10 9 8,8 1 -

3 Sampel 4 350 22,5 10 - - 9 8,6 1.2 -


14

1.6 Perhitungan
 Lumpur standar (air dan bentonite) atau lumpur satu
Diketahui :
Vair : 350 ml
𝑃 air : 1 gr/ml
M bentonite : 22,5 gr
𝑃 bentonite : 2,5 gr/ml
Ditaya :
a. 𝑃 lumpur
b. Sand content
Jawab :
𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒
𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 =
𝑃 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒
22,5 𝑔𝑟
=
2,5 𝑔𝑟/𝑚𝑙
= 9 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑖𝑟 = 𝑃 𝑎𝑖𝑟 × 𝑉𝑎𝑖𝑟
= 1 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 350𝑚𝑙
= 350 𝑔𝑟

𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑎𝑖𝑟
𝑃 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 =
𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑎𝑖𝑟
22,5 𝑔𝑟 + 350 𝑔𝑟
=
9 𝑚𝑙 + 35𝑚𝑙

= 1,0376 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 8,33𝑝𝑝𝑔/(1 𝑔𝑟/𝑚𝑙)

= 8,645 𝑝𝑝𝑔

𝑉𝑠
𝑠𝑎𝑛𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 = × 100%
𝑉𝑚

0
= × 100%
359
15

= 0%

 Lumpur 2 ( air, bentonite, dan pasir)


Diketahui :
M air : 350 ml
Vair : 350 ml
M bentonite : 22,5 gr
M pasir : 9 gr/ml
Vbentonite : 22,5 gr
𝑃 pasir : 2,64 gr/ml
Ditaya :
a. 𝑃 lumpur
b. Sand content
Jawab:

𝑀 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
𝑉pasir =
𝑃 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
9𝑔𝑟
=
2,64 𝑔𝑟/𝑚𝑙
= 3,405 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑖𝑟 + 𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
𝑃 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 =
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
350 𝑔𝑟 + 22,5 𝑔𝑟 + 9 𝑔𝑟
=
350𝑚𝑙 + 9 𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙
381,5𝑔𝑟
=
362,4053𝑚𝑙

= 1,053 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 8,33𝑝𝑝𝑔/(1 𝑔𝑟/𝑚𝑙)

= 8,769 𝑝𝑝𝑔

𝑉𝑠
𝑠𝑎𝑛𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 = × 100%
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
3,405𝑚𝑙
= × 100%
350𝑚𝑙 + 9𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙
16

= 0,9395%
 Lumpur 3 ( air, bentonite, pasie, CaCO3)
Diketahui :
M air : 350 ml
Vair : 350 ml
M bentonite : 22,5 gr
M pasir : 9 gr/ml
Vbentonite : 9 gr
𝑃 CaCO3 : 2,64 gr/ml
M CaCO3 : 10 gr
Ditaya :
a. 𝑃 lumpur
b. Sand content
Jawab:

𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝑉pasir =
𝑃 𝐶𝑎𝐶𝑂3
10𝑔𝑟
=
2,7 𝑔𝑟/𝑚𝑙
= 3,7 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑖𝑟 + 𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝑃 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 =
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑉 𝐶𝑎𝐶𝑂3
350 𝑔𝑟 + 22,5 𝑔𝑟 + 9 𝑔𝑟 + 10𝑔𝑟
=
350𝑚𝑙 + 9 𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙 + 3,7𝑚𝑙
391,5𝑔𝑟
=
366,1053𝑚𝑙

= 1,069 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 8,33𝑝𝑝𝑔/(1 𝑔𝑟/𝑚𝑙)

= 8,904 𝑝𝑝𝑔

𝑉𝑠
𝑠𝑎𝑛𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 = × 100%
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝐶𝑎𝐶𝑂3
3,405𝑚𝑙
= × 100%
350𝑚𝑙 + 9𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙 + 3,7𝑚𝑙
17

= 0,9300%
 Lumpur 4 ( air, bentonite, pasir, barite)
Diketahui :
M air : 350 ml
Vair : 350 ml
M bentonite : 22,5 gr
M pasir : 9 gr/ml
V pasir : 9 gr
Vbentonite : 22,5 gr
𝑃 barite : 4,25 gr/ml
M barite : 10gr
Ditaya :
c. 𝑃 lumpur
d. Sand content
Jawab:

𝑀 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
𝑉pasir =
𝑃 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
10𝑔𝑟
=
4,25 𝑔𝑟/𝑚𝑙
= 2,353 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑖𝑟 + 𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑀 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
𝑃 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 =
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
350 𝑔𝑟 + 22,5 𝑔𝑟 + 9 𝑔𝑟 + 10𝑔𝑟
=
350𝑚𝑙 + 9 𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙 + 2,353𝑚𝑙
= 1,073 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 8,33𝑝𝑝𝑔/(1 𝑔𝑟/𝑚𝑙)

= 8,940 𝑝𝑝𝑔

𝑉𝑠
𝑠𝑎𝑛𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 = × 100%
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑉𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
3,405𝑚𝑙
= × 100%
350𝑚𝑙 + 9𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙 + 2,353𝑚𝑙
= 0,9334%
18

1.7 Pembahasan
Rabu 23 oktober 2019, kami telah melakukan percobaan 1 dengan judul (
pengukuran ) dimana pada percobaan ini kami tertebih dahulu diberi arahan oleh
asistent laboratotium seperti pemberian teori dan langkah - langkah pengerjaan
Selama pratikum. Pada percobaan ini kami menggunakan / membuat empat Sampel
lumpur dengan masing- masing komposisi berbeda yaitu pada lumpur 1 merupakan
lumpur Standart korena mengandung hanya Air Sebanyar 350 ml dan ditambah
Bentonite 22,5 gr, Pada lumpur 2 mengandung air sebanya 350 ml + Bentonite 22.5
gr + Pasir 9 gr, Pada lurmpur 3 mengandung air 350 ml + bentonite 22.5 gr + pasir
9 gr dan ditambah + caco3 10 gr, dan pada lumpur 4 mengandung air 350 ml +
Bentonite 22.5 gr + Pasir 9 gr dan ditambah Campuran Barite 10 gr.

Pada percobaan 1 ini langkah pertama yang kami lakukan adalah


mempersiapkan alat alat dan bahan yang akan digunakan selama pratikum, setelah
semua tersedia mulai pembuatan lumpur standart (air + bentonite) dengan cara
mengambil air 350 ml menggunakan gelas ukur kemudian memasukkan air tersebut
kedalam bejana, setelah itu hidupkan alat mud mixer bersamaan dengan meletakkan
bejana pada alat mud mixer dan stopwatch juga di setting 30 detik , setelah 30 detik
kecepatan ditambah hingga kecepatan 2 dan secara perlahan masukan bentonite
sedikit demi sedkit hingga 22.5 gr dan naikkan kecepatan hingga maxsimal 3 dan
tinggu hingga 1 menit 30 detik. Setelah tercampur angakat bejana dan setela itu
masukan pada mud balance hingga penuh , kemudian tutup dan bersihkan bagian
luar alat menggunakan tisu kemudian atur alat mud balance hingga dalam keadaan
seimbang dan didapat hasil 8.6. pada lumpur 2 , 3, dan 4 dilakukan langkah langkah
yang sama dengan komposisi masing masing lumpur yang telah ditentukan, dalam
percobaan ini kami melakukan perhitungan dengan teori dan langsung pembacaan
pada alat. Namun yang dapat kami paparkan adalah pembacaan pada alat karena
kami melakukan dengan Cara uji laboratoritum. Pada alat diperoleh skala densitas
lumpur yang didapat Pada lumpur Standart adalah 8.6 Ppg, densitas pada lumpur 2
( + pasir) yatu 8,7 ppg, denstas yang didapat Lumpur 3 (+ pasir +Caco3) yatu 8,904
PPg dan densitas lumpur 4 (+pasir+Barite) yatu 8,940 PPg . berdasarkan hasil
19

perhitungan teori atau pun pembacaan Skala pada alat terlihat bahwa densitas
lumpur 4 ( +pasir + barite) adalah angka tertinggi.

Berdasarkan uji laboratorium yang telah dilakukan lumpur tersebut adalah


sebuah material yang memiliki peran penting dalam pemboran karena lumpur dapat
membersihkan dan mengangkat serpih bor ke permukaan serta proses pengeboran
dapat berjalan lancar, karena lumpur dapat berfungsi sebagai pengangkatan cutting,
juga mengontrol dari tekanan (formasi) . pada percobaan ini ditambahakannya zat
zat kimia campuran lainnya dikarenakan untuk menaikkan nilai densitas untuk
mengangkat cutting keatas, jadi nilai densitas haru lenih besar dari nilai cutting.

Procedure selanjutnya yaitu dengan sand content (penentuan kadar pasir)


pada lumpur pemboran. Pada pengujian ini kami juga menguji 4 sampel yang sama
dengan pengujian densitas dan juga menggunakan perhitungan teori dan uji
laboratorium (skala). Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan sand content
pada lumpur standart (yaitu 0%), sand content pada lumpur 2 (+ pasir) yaitu
0.9395%, lumpur 3 (+pasir +caco3) yaitu 0.9300 % , dan pada lumpur 4
(+pasir+barite ) yaitu 0.9334 %. Pada hasil hasil sand content yang telah didapatkan
penentuan kandungan pasir pada lumpur pemboran adalah untuk mencegah
penebalan mud cake dan drill pipe sickig.

Procedure ke tiga yaitu pengukuran resistivitas, pada percobaan ini kami tidak
melakukan pengujian karena alat yang berada di laboratorium pemboran dalam
keadaan tidak bisa digunkan ( rusak ) sehingga kami tidak mendapatkan nilai
resistivitas. Hanya saja asistent lab menjelaskan secara teori agar kamu dapat
mengetahui tujuan pengujian resistivitas ini yaitu untuk mengetahui ketahanan
lumpur pemboran untuk dialiri listrik.

1.7 Discussion

Wednesday, October 23, 2019, we have conducted 1 trial with the title
(measurement) where in this experiment we were told that the first time was given
direction by the an asistent, such as the giving of theory and working steps during
Pratikum. In this experiment we use/make four samples of mud with each
20

composition is different from the mud 1 is a standard mud Korena contains only
water Sebanyar 350 ml plus Bentonite 22.5 gr, in mud 2 contains water of 350 ml
+ Bentonite 22.5 gr + Sand 9 gr, in the Strimpur 3 contains water 350 ml +
Bentonite 22.5 gr + Sand 9 gr and plus + CaCO3 10 gr, and in the mud 4 contains
water 350 ml + Bentonite 22.5 gr + Sand 9 gr and plus mixture Barite 10 gr.

In this 1st experiment the first step we did was prepare the tool tools and
materials to be used during Pratikum, after all available start manufacturing
standart mud (water + bentonite) by taking water 350 ml using a measuring cup
Then insert the water into the vessel, after that turn on the tool mud mixer along
with placing the vessel on the tool mud mixer and stopwatch also in the setting 30
seconds, after 30 seconds of speed plus up to 2 speeds and slowly input Bentonite
bit for a up to 22.5 gr and increase the speed to Max 3 and high up to 1 minute 30
seconds. Once mixed with the vessel and after that the input in the mud balance
until full, then close and clean the outside of the appliance using the tissue then set
the mud Balance tool until the state is balanced and obtained the result 8.6. In the
Mud 2, 3, and 4 were carried out the same steps as the composition of each of the
mud that has been determined, in this experiment we do calculations with the theory
and direct readings on the appliance. But what we can display is the reading on the
tool because we are doing it with a laboratory test. In the instrument obtained the
density of mud obtained in the standard mud is 8.6 ppg, density in the mud 2 (+
sand) Bonat 8.7 ppg, Denstas obtained mud 3 (+ sand + Caco3) namely 8.904 ppg
and density mud 4 (sand + barite) ie 8.940 ppg. Based on the theory of calculation
results or the reading of scale on the tool appears that the density of mud 4 (+ sand
+ barite) is the highest number.

Based on the laboratory test that has been done the mud is a material that
has an important role in the drilling because the mud can clean and lift shale drill
to the surface and the drilling process can run smoothly, because The mud can
serve as a cutting removal, also control of the pressure (formation). In this
experiment is added by other mixed chemical substances because of increasing the
21

value of the density to lift the cutting upwards, so the value of the density of the
large level of cutting.

Based on the laboratory test that has been done the mud is a material that
has an important role in the drilling because the mud can clean and lift shale drill
to the surface and the drilling process can run smoothly, because The mud can
serve as a cutting removal, also control of the pressure (formation). In this
experiment is added by other mixed chemical substances because of increasing the
value of the density to lift the cutting upwards, so the value of the density of the
large level of cutting.

The third Procedure is resistivity measurement, in this experiment we did


not test because the tool in the drilling laboratory is not able to be used (damaged)
so we do not get resistivity value. It's just that the Asistent lab explains in theory so
that you can know the purpose of this resistivity test is to know the durability of the
drilling mud for electricity.

1.8 Kesimpulan
Dari pratikum percobaan 1 yang telah dilakukan dapat disimpulkan
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:

a. Material pembentuk lumpur pemboran yaitu air atau minyak Reaktive


solid ( tanah liat/clay), inert solids, dan fasa kimia
b. Densitas yang telah dilakukan didapat dari sample 1 (lumpur standart)
yaitu 8.645 ppg, lumpur 2 (air,bentonite,pasir) yaitu 8.769 ppg, lumpur ke
3 (air bentonite,pasir,CaCo3) yaitu 8.904 ppg, dan pada lumpur ke 4
(air,bentonite,pasir&barite) yaitu 8.940 ppg.
c. Terdapat kandungan pasir pada sampel atau lumpur ke dua, tiga, empat,
dikarenakan adanya komposisi dari pasir. Pada lumpur 1 tidak ditemukan
pasir/ tidak mengandung pasir dikarenakan pada komposisinya hanya air
dan bentonite.
d. Sand content pada lumpur 2 yaitu = 0.9395 %, pada lumpur 3 yaitu
0.9300% dan pada lumpur 4 yaitu 0.9334 %
22

e. Resistivity lumpur tidak dapat di uji dikarenakan alat pada laboratorium


rusak.

1.9 Tugas
1. Jelaskan pengertian fluida pemboran dan lumpur pemboran

b. Sebutkan lalu jelaskan fluida – fluida pembentuk lumpur pemboran

Jawab:

a) - fluida pemboran merupakan cairan pengeboran yang di gunakan untuk


membantu dasar pembuatan lubang ke dalam perut bumi
- lumpur pemboran merupakan jenis fluida yang digunakan untuk
serpihan – serpihan (cutting) dan mengangkatnya kepermukaan untuk
melancarkan proses pemboran

b) – Air atau minyak

fasa cairan adalah komponen utama lumpur pemboran fungsi dari fasa
ini adalah sebagai fasa dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat
mengatur dan bila bereaksi dengan reaktif solid akan membentuk koloid
yang viscositasnya tertentu sehingga lumpur dapat mengangkat serpih bor.
Fasa cair yang biasa di gunakan ialah air tawar, air garam, minyak dan
emulsi antara kinyak dan air.

- Reactive solids (tanah liat / clay)


Padatan ini berekasi dengan sekelilingnya untuk membentuk koloidal.
Dalam hal ini, clay air tawar seperti bentonite mengisap (absorp) air
tawar dan membentuk lumpur pemboran. Bentonite merupakan
gabungan lempung/clay yaitu kumpulan mineral – mineral dan bahan
bahan
- Inert Solids
23

Ialah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan komponen lainnya
dalam lumpur. Fungsi utamanya berkaitan erat dengan densitas lumpur
untuk menambah berat jenis lumpur. Materialnya seperti Barite, Oxida
- Fasa Kimia
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk
mengontrol sifat –sifat lumpur. Ada banyak zat kimia yang dapat
digunakan untuk menurunkan kekentalan mengurangi water loss,
mengontol fasa . kolid yang disebut surface Active Agent
-gas, udara
-busa detergent, tergantung dari keadaan formasi yang sedang di tembus
bit pemboran

2. Jelaskan bagaimana cara mengontrol densistas dan mengapa pengontrolan


densitas pada lumpur perlu di lakukan?
Jawab :
Cara mengontrol densitas berkaitan dengan tekanan Hidrostatis untuk
mengatasi densitas yang terlalu kecil makan dapat diatasi dengan cara
penambahan zat –zat Adiktif seperti barite, CaCo3, dan CMC. Sementara
untuk mengatasi densistas yang terlalu besar dapat diatasi dengan cara
penambahan fluida air ke dalam lumpur,
Pengontrolan densitas perlu dilakukan karena semakin besar densitas
maka tekanan hidrostatis yang diberikan juga akan besar. Hal ini
memungkinkan terjadinya kick sebagai indikasi dari Blow Out.

3. Jelaskan pengaruh serpih – serpih sand pada operasi pemboran lalu


bagaimana cara mengatasinya?
Jawab:
Kontaminasi pasir akan menyebabkan
- Nilai densitas lumpur bertambah yang nantinya dapat menyebabkan lost
circulation
- Merusak peralatan sirkulasi karena bersifat Abrasit (mengikis)
24

- Bor/pompa alan berat dalam bekerja

Cara mengatasi :

Setelah lumpur di sirkulasikan harus mengalami proses pembersihan


terutama menghilangkan partikel –partikel yang masuk ke dalam lumpur

Semua sirkulasi dengan menggunakan alat alat sbb :

- Shale shaser membersihkan lumpur dari serpihan (cutting) yang


berukuran besar
- Densidor membersihakn lumpur dari partikel –partikel padatan yang
berukuran kecil yang bisa lolos dari shale shaker
- Densilter fungsinya sama dengan densider tetapi desilter dapat
membersihkan lumpur dari partikel –partikel yang berukuran lebih kecil

4. Apakah yang di maksud dengan densitas, resistivity , dan sand kontent?


Jawab :
-Densitas adalah kerapatan massa benda yang dinyatakan dalam berat benda
persatuan volume benda tersebut
- Resistivity ialah ketahanan suatu materi terhadap arus listrik
- Sand Content merupakan kandungan pasir yang digunakan untuk
menetukan partikel % pasir. Volume dalam lumpur hal ini digunakan untuk
membuat penyesuaian dalam perlalatan kontrol padatan

5. Bagaimana cara mengontrol densitas dari lumpur pemboran?


Jawab :
Cara mengontrol densitas berkaitan dengan tekanan hidrostatis untuk
mengatasi densitas yang terlalu kecil makan dapat diatasi dengan cara
penambahan zat adiktif sebagai Barite, CaCo3, CMC. Sementara mengatasi
densitas yang terlalu besar dapat diatasi dengan cara penambahan fluida air
kedalam lumpur.
25

6. Jelaskan aplikasi lapangan dari percobaan penetuan densitas resistivity, dan


sand content!
Jawab :
Dengan mengetahui nilai densitas dari lumpur pemboran, kita nantiknya
dapat pula menjaga tekanan hidrostatis sehingga tidak terjadi hal-hal yang
tidak dinginkan pada sumur bor kita. Seperti terjadinya kick ataupun
terjadinya bit circulation. Jika hal ini terjadi, akan menambah cost/biaya.
Begitu pula dengan mengetahui sand content dari lumpur pemboran, kita
dapat mencegah alat kita rusak karena adanya kontaminasi pasir ini. Begitu
pula dengan resistivitas yang terlalu besar akan membuat alat kita kesulitan
dalam bekerja/ menambah data.
PERCOBAAN II

(EXPERIMENT II)

PENGUKURAN VISKOSITAS DAN GEL STRENGT

(MEASURING OF VISCOSITY AND GEL STRENGTH)

2.1 Tujuan Percobaan


1. Menentukan viskositas relatif lumpur pemboran dengan Marsh funnel.
2. Menentukan viskositas nyata (apparent viscosity), Plastic Viscosity,
Yield Point dan Gel strength lumpur pemboran dengan menggunakan
Fann VG Meter.
3. Memahami rheology lumpur pemboran.
4. Mengetahui efek penambahan thinner dan thickener pada lumpur
pemboran.

2.2 Teori Dasar


Viskositas dan Gel strength merupakan bagian yang pokok dalam sifat-sifat
rheology fluida pemboran. Pengukuran sifat-sifat rheology fluida pemboran
penting mengingat efektivitas pengangkatan cutting merupakan fungsi langsung
dari viskositas. Sifat gel pada lumpur juga penting pada saat round trip sehingga
dapat mencegah cutting mengendap di dasar sumur yang dapat menyebabkan
kesukaran pengeboran selanjutnya. Viskositas dan Gel Strength merupakan
sebagian dari indikator baik tidaknya suatu lumpur.
Fluida pemboran dalam percobaan ini adalah lumpur pemboran. Lumpur
pemboran ini mengikuti model-model rheology Bingham Plastic, Power Law. Di
antara keriga model ini, Bingham Plastic merupakan model yang sederhana untuk
fluida Non-Newtonian.
Yang dimaksud fluida non-Newtonian adalah fluida yang mempunyai harga
viskositas tidak konstan, bergantung pada besarnya geseran (Shear Rate) yang
terjadi.

26
27

Gambar di bawah ini adalah suatu plot pada kertas koordinat rectangular
dari viskositas vs Shear Rate untuk fluida ini. Pada setiap Shear Rate tertentu fluida
mempunyai viskositas yang disebut Apparent Viscosity dari fluida pada Shear Rate
tersebut.
Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viskositas konstan,
fluida Non-Newtonian memperlihatkan suatu Shear Stress suatu jumlah tertentu
dari tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir seluruhnya.
Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana dilakukan
dengan menggunakan alat mars funnel. Viskositas ini adalah jumlah detik yang
dibutuhkan lumpur sebanyak 0,9463 liter untuk mengalir keluar dari corong Marsh
funnel. Bertambahnya viskositas ini direfleksikan dalam bertambahnya Apparent
Viscosity. Untuk fluida Non-Newtonian, informasi yang didapatkan dengan marsh
funnel memberikan suatu gambaran Rheology fluida yang tidak lengkap sehingga
biasa digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi
sekarang.
Yield Point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-
menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan pada
permukaan partikel yang didispersi dalam fasa fluida. Gel Strength dan Yield Point
keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik
menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya, Gel Strength merupakan ukuran
gaya tarik menarik yang statis sedangkan Yield Point merupakan ukuran gaya tarik
menarik yang dinamis.

2.2.1 Penentuan Harga Shear Stress dan Shear Rate


Harga Shear Stress dan Shear Rate yang masing-masing dinyatakan
dalam bentuk penyimpangan skala penunjuk (dial reading) dan RPM motor,
harus diubah menjadi harga Shear Stress dan Shear Rate dalam satuan
dyne/cm2 dan detik-1 agar diperoleh harga viskositas dalam satuan cp
(centipoise). Adapun persamaan tersebut sebagai berikut :
 = 5,077 x C ..........................................................................................(1)
 = 1,704 x RPM .....................................................................................(2)
28

Di mana :
 = Shear Stress, dyne/cm2
 = Shear Rate, detik-1
C = Dial reading, derajat.
RPM = Revolution per minute dari rotor.

2.2.2 Penentuan Harga Viskositas Nyata (Apparent Viscosity)


Viskositas nyata (a) untuk setiap harga Shear Rate dihitung
berdasarkan hubungan:
a = /x 100...............................................(3)
a =(300 x C )/RPM ..............................................(4)

2.2.3 Penentuan Plastic Viscosity dan Yield Point


Untuk menentukan Plastic Viscosity (p) dan Yield Point (Yp) dalam
field unit digunakan persamaan Bingham plastic berikut :

p = (600 - 300)/(600 - 300) .............................................................(5)


Dengan memasukkan persamaan (1) dan (2) ke dalam persamaan (5)
didapat:
p = C600–C300 ...................................................................................(6)
Yb = C300–p.........................................................................................(7)
Di mana:
p = Plastic Viscosity, cp.
Yp = Yield Point Bingham, lb/100 ft2
C600 = dial reading pada 600 RPM, derajat.
C300 = dial reading pada 300 RPM, derajat.

2.2.4 Penentuan Harga Gel Strength


Harga Gel Strength dalam 100 lb/ft2 diperoleh secara langsung dari
pengukuran dengan alat Fann VG Meter. Simpangan skala penunjuk akibat
digerakkannya rotor pada kecepatan 3 RPM, langsung menunjukkan harga
Gel Strength 10 detik atau 10 menit dalam 100 lb/ft2.
29

2.3 Alat dan Bahan


2.3.1 Alat
1. Marsh funnel.
2. Timbangan.
3. Gelas Ukur 500 ml.
4. Fann VG Meter.
5. Mud Mixer.
6. Cup Mud Funnel.
2.3.2 Bahan
1. Bentonite.
2. Aquadest.
3. Bahan-bahan pengencer (thinner).

Mud Mixer and Cup Fann VG Meter

Timbangan Digital Marsh funnel


30

Gelas Ukur 500 cc


Gambar 2.1 Peralatan Percobaan Pengukuran Viskositas dan Gel Strength

2.4 Prosedur Percobaan


2.4.1 Membuat Lumpur
Prosedur pembuatan lumpur sama dengan prosedur pembuatan
lumpur pada percobaan 1. Komposisi lumpur yang akan dibuat ditentukan
oleh asisten.

2.4.2 Cara bekerja dengan Marsh Funnel


1. Menutup bagian bawah Marsh funnel dengan jari tangan.
Menuangkan lumpur bor melalui saringan sampai menyinggung
bagian bawah saringan (1,5 liter).
2. Setelah menyediakan bejana yang telah tertentu isinya (1 quart = 946
ml) pengukuran dimulai dengan membuka jari tadi sehingga lumpur
mengalir dan menampung dalam bejana tadi.
3. Mencatat waktu yang diperlukan (detik) lumpur untuk mengisi
bejana yang tertentu isinya tadi.
2.4.3 Mengukur Shear Stress Dengan Fann VG
1. Mengisi bejana dengan lumpur sampai batas yang ditentukan.
2. Meletakkan bejana pada tempatnya, serta mengatur kedudukannya
sedemikian rupa sehingga rotor dan bob tercelup ke dalam lumpur
menurut batas yang telah ditentukan.
3. Menggerakkan rotor pada posisi High dan menempatkan kecepatan
putar rotor pada kedudukan 600 RPM. Pemutaran terus dilakukan
sehingga kedudukan skala (dial) mencapai keseimbangan. Mencatat
harga yang ditunjukkan oleh skala.
31

4. Pencatatan harga yang ditunjukkan oleh skala penunjuk setelah


mencapai keseimbangan dilanjutkan untuk kecepatan 300, 200, 100,
6 dan 3 RPM dengan cara yang sama seperti di atas.

2.4.4 Mengukur Gel Strength Dengan Fann VG


1. Setelah selesai pengukuran Shear Stress, mengaduk lumpur dengan
Fann VG pada kecepatan 600 RPM selama 10 detik.
2. Mematikan Fann VG, kemudian diamkan lumpur selama 10 detik.
3. Setelah 10 detik menggerakkan rotor pada kecepatan 3 RPM.
Membaca simpangan maksimum pada skala penunjuk.
4. Mengaduk kembali lumpur dengan Fann VG pada kecepatan rotor
600 RPM selama 10 detik.
5. Mengulangi kerja diatas untuk Gel Strength 10 menit. (untuk Gel
Strength 10 menit, lama pendiaman lumpur 10 menit).
32

2.5 Hasil Pengamatan


Tabel 2.1 Pengukuran Viskositas dan Gel Strength Menggunakan Marsh
funnell
sample Bahan Waktu Volume (ml)
(s)

1 Air + Bentonite 20 350 ml + 22.5 gr

Air + Bentonite 16.33 350 ml + 22.5 gr


2 + 10 gr
+CaCO3

Tabel 2.2 Pengukuran Shear Rate dan Gel Strength dengan FannVGMeter
Skala

Pengukuran High (RPM) Low (RPM)

600 6 200 300 3 100

22 3 13 17 2 9
c
21 6 13 17 6 10

111.694 155.231 66.001 86.309 10.154 45.693


𝜏
106.617 30.462 66.001 86.309 30.462 50.77

1022.4 10.224 340.8 511.2 5.112 170.4


𝛾
1022.4 10.224 340.8 511.2 5.112 170.4

Simpangan Max
Pengukuran
10 detik 10 menit

3 28
Gel strength
3 19

Pengukuran Plastik Viscosity, Yield Point, dan Gel Strength

1. Plastik Viscosity = 5 cp dan 1 cp


2. Yield point = 12 lb /100 ft2 dan 13 lb/100 ft2
33

3. Gel Strenght = 0.107 lb/ft2 dan 0.15 lb/ft2

2.6 Perhitungan
2.6.1 Shear Rate dan Shear Stress
Ditanya : 𝛾(Shear rate)
Jawab :
Tabel 2.3 Perhitungan Shear Rate dan Shear Stress pada Lumpur
Standar
High Low
Komponen
600 6 200 300 3 100

C 22 3 13 17 2 9

1,704 1,704 1,704 1,704 1,704 1,704

𝑥 600 𝑥6 𝑥 200 𝑥 200 𝑥3 𝑥 100


γ
=1,704 x RPM =1022,4 =10,224 =340,8 =511,2 =5,112 =170,4
𝑠 −1 𝑠 −1 𝑠 −1 𝑠 −1 𝑠 −1 𝑠 −1

5,077 5,077 5,077 5,077 5,077 5,077

𝑥 22 𝑥3 𝑥 13 𝑥 17 𝑥2 𝑥9
τ
=111,69 =15,23 =66,00 =86,30 =10,15 =45,69
= 5,077 x C 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒
9
𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2

Tabel 2.4 Perhitungan Shear Rate dan Shear Stress pada Lumpur
Standar + additive
Komponen High Low
34

600 6 200 300 3 100

C 21 6 13 17 6 10

1,704 1,704 1,704 1,704 1,704 1,704

γ 𝑥 600 𝑥6 𝑥 200 𝑥 200 𝑥3 𝑥 100

=1,704 x =1022,4 =10,224 =340,8 =511,2 =5,112 =170,4


RPM 𝑠 −1 𝑠 −1 𝑠 −1 𝑠 −1 𝑠 −1 𝑠 −1

5,077 5,077 5,077 5,077 5,077 5,077

𝑥21 𝑥6 𝑥13 𝑥17 𝑥6 𝑥10


τ
=106,61 =30,46 =66,00 =86,30 =30,46 =50,77
= 5,077 x C 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒
𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2

2.6.2 Viskositas Plastik dan Yield Point


Diketahui : C600 = 3
C300 = 2

Ditanya : 𝜇𝑝 LS dan 𝜇𝑝 LS+A


𝑌𝑝 LS dan 𝑌𝑝 LS+A

Jawab :

𝜇𝑝 LS = C600 – C300 𝜇𝑝 LS+A = C600 – C300

= 22 – 17 = 21 – 17

= 5 cp = 4 Cp
35

𝑌𝑝 LS = C300 - 𝜇𝑝 LS 𝑌𝑝 LS+A = C300 - 𝜇𝑝 LS+A

= 17 – 5 = 17 – 4

= 12 lb/100ft2 = 13 lb/100 ft2

2.6.3 Gel Strength


Diketahui : Simpangan maksimum 10 detik (𝑉 ′′ ) = 1
Simpangan maksimum 10 menit (𝑉 ′ ) = 1
Ditanya : Gel strength LS dan Gel strength LS+A

Jawab :

Gel Strength = V”/V’ Gel Strength = V”/V’


LS LS+A
= 3/3 = 3/2

= 1 lb/ft2 = 1,5 lb/ft2

Gambar 2.2 Grafik perbandingan antara shear stress dan shear rate

2.7 Pembahasan
Pada praktikum percobaan II ini yang bertujuan dalam pengukuran viskositas
dan gel strength. Viskositas pada lumpur pemboran berpengaruh pada proses
pengangkatan cutting. Viskositas dan gel strength yang rendah akan memberikan
persen berat yang besar dengan waktu sirkulasi yang sama, sehingga partikel akan
cenderung mengendap kembali ke bottom hole. Sehingga viskositas dan gel
36

strength perlu dinaikkan untuk mencegah pengendapan kembali oleh partikel.


Secara fisik, naiknya temperatur akan menurunkan viskositas fasa cair lumpur
pemboran. Viskositas merupakan ukuran kekentalan fluida untuk mengalir
sedangkan gel strength adalah gaya tarik menarik antar partikel dalam keadaan
statis.

Pada praktikum ini, dilakukan percobaan terhadap lumpur yang ditambahkan


additive CaCO3, dan pengujian untuk lumpur standar, setelah ditambahkan additive
maka lumpur siap untuk diuji. Adapun pengujian meliputi viskositas, yield point,
dan gel strength. Pada percobaan ini diperlukan beberapa alat, namun yang
memiliki peran penting pada pengujian ini yaitu marsh funnel dan fann VG meter,
karena dengan alat ini akan bisa mendapatkan data utama yang akan
diperhitungkan.

Untuk shear stress, shear rate, viskositas nyata, viskositas plastic dan yield
point dapat ditentukan dengan alat fann VG meter. Cara kerja alat ini adalah dengan
menghitung dial reading dari lumpur pada 600 RPM, 300 RPM, 200 RPM, 100
RPM, 6 RPM, dan 3 RPM. Skala penunjuk pada fann VG meter akan berbanding
lurus dengan kecepatan putarannya. Semakin kuat putaran dari fann VG meter maka
skalanya juga akan semakin besar. Untuk simpangannya Semakin lama waktu yang
ditentukan dalam menentukan simpangan, maka skala simpangan maksimumnya
juga akan semakin besar.

Viskositas memiliki kaitan erat dengan shear stress dimana Semakin besar
shear stress maka semakin besar pula viskositasnya, begitu juga sebaliknya. Jika
gel strength terlalu besar makan akan menyebabkan formasi pecah dan apabila
terlalu kecil maka cutting tidak dapat terangkat ke permukaan. Dalam aplikasi
lapangan, gel strength sangat diperlukan saat rount trip sehingga dapat mencegah
pengendapan cutting di dasar sumur yang dapat menyebabkan kesulitan pemboran
cmc dibandingkan waktu menurun jika semakin besar cmc makan waktu yang
dibutuhkan untuk melewati marsh funnel akan bertambah. Dengan kata lain
viskositas kinematik naik akan menaikkan viskositas plastiknya.
37

Viskositas berbanding lurus dengan densitas. Apabila viskositas tinggi,


densitas juga tinggi. Apabila densitas dari lumpur pemboran kita terlalu tinggi maka
akan menyebabkan loss circulation atau hilangnya lumpur pemboran kedalam
formasi. Sehingga kita harus membuat baru lagi. Loss circulation terbagi dua yaitu
partial loss dan total loss. Partial loss yaitu hilangnya sebagian lumpur saat
sirkulasi masuk ke formasi, masih ada aliran lumpur yang keluar flow line. Total
loss yaitu hilangnya semua lumpur saat disirkulasi masuk ke formasi, tidak ada
aliran lumpur keluar saat sirkulasi. Apabila densitas lumpur terlalu rendah maka
dapat menyebabkan kick.

Pada lumpur standar memiliki waktu alir yang lebih lama sebesar 20 s
dibandingkan lumpur standar + CaCO3 sebesar 16,3 s, alat yang digunakan adalah
marsh funnel. Aplikasi lapangan pada pengujian ini cukup banyak, mengingat dari
fungsi lumpur pemboran itu sendiri. Pada proses pemboran, lumpur bisa berfungsi
sebagai pelumas untuk bit, tekanan hidrostatis, mengangkat cutting, media logging,
dan mengetahui zona-zona pada proses pemboran, apakah telah memasuki zona
hidrokarbon atau tidak. Oleh karena itu, lumpur yang disirkulasikan harus memiliki
komposisi yang tepat. Karen ajika lumpur tidak baik, maka akan menimbulkan
permasalahan pada proses pemboran.

2.7 Discussion
In this second experiment practicum which aims to measure viscosity and gel
strength. Viscosity in drilling mud affects the lifting process of cutting. Low
viscosity and gel strength will provide a large percent weight of the partake with
the same circulation time, so the particles will tend to settle back to the bottom hole.
So the viscosity and gel strength need to be increased to prevent re-precipitation by
the particles. Physically, rising temperatures will reduce the viscosity of the liquid
phase of the drilling mud. Viscosity is a measure of the viscosity of a fluid to flow
while gel strength is the force of attraction between particles in a static state.

In this practicum, an experiment is carried out on the sludge with the additive
CaCO3 added, and testing for standard sludge, after adding the additive the sludge
is ready to be tested. The tests include viscosity, yield point, and gel strength. In
38

this experiment some tools are needed, but the ones who have an important role in
this test are marsh funnel and fann VG meter, because this tool will be able to get
the main data to be calculated.

For shear stress, shear rate, real viscosity, plastic viscosity and yield point
can be determined by means of a FG VG meter. The way this tool works is by
calculating dial reading from mud at 600 RPM, 300 RPM, 200 RPM, 100 RPM, 6
RPM, and 3 RPM. The scale of the pointer on the VG meter will be directly
proportional to the rotational speed. The stronger the rotation of the fann VG meter,
the greater the scale will be. For deviations The longer the time determined in
determining deviations, the maximum deviation scale will also be greater.

Viscosity is closely related to shear stress where the greater the shear stress,
the greater the viscosity, and vice versa. If the gel strength is too large, it will cause
the formation to break and if it is too small, the cutting cannot be raised to the
surface. In field applications, gel strength is very much needed during a rount trip
so as to prevent deposition of cutting at the bottom of the well which can cause cmc
drilling difficulties compared to the downward time if the cmc gets bigger, then the
time needed to pass through the marsh funnel will increase. In other words, the
increased kinematic viscosity will increase the plastic viscosity.

Viscosity is directly proportional to density. If the viscosity is high, the density


is also high. If the density of our drilling mud is too high, it will cause loss of
circulation or loss of drilling mud into the formation. So we have to make new
again. Circulation loss is divided into two namely partial loss and total loss. Partial
loss is the loss of part of the mud when the circulation enters the formation, there
is still mud flowing out of the flow line. Total loss is the loss of all the mud when it
is circulated into the formation, there is no flow of mud out during circulation. If
the mud density is too low, it can cause kicks.

The standard sludge has a longer flow time of 20 s compared to the standard
sludge + CaCO3 of 16.3 s, the tool used is the marsh funnel. Field applications in
this test are quite a lot, given the function of the drilling mud itself. In the drilling
process, sludge can function as a lubricant for beets, hydrostatic pressure, lift
39

cutting, logging media, and find out the zones in the drilling process, whether or
not it has entered the hydrocarbon zone. Therefore, the circulated mud must have
the right composition. Because if mud is not good, it will cause problems in the
drilling process.

2.8. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah di lakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:

1. Berdasarkan pengukuran dengan marsh funnel, maka lumpur standar dapat


mengalir selama 20 detik. Sedangkan lumpur standar + aditif dengan
volume yang sama mengalir selama 16,33 detik
2. Pengukuran alat Fann VG Meter, didasarkan pada pembacaan alat
penunjuknya. Berdasarkan hasil yang didapatkan, maka nilai plastic
viscosity, yield point dan gel strength dari lumpur standar lebih rendah dari
lumpur standar+aditif.
3. Rheology pada lumpur standar tidak lebih baik dari lumpur + additive,
karena komposisi lumpur standar tidak lebih baik untuk meningkatkan
Viskositas, Yield point dan Gel strength pada lumpur pemboran..
4. Penambahan thinner pada lumpur, akan menurunkan viskositas,
sedangkan penambahan thinner dapat meningkatkan viskositas.

2.9. Tugas
1. Diketahui dari sebuah pengukuran yang dilakukan di laboratorium
didapatkan dial reading pada 300 RPM dan 600 RPM adalah 1X dan 2X
yang didapatkan dari pengukuran menggunakan alat Fann VG Meter.
Tentukan besar nilai viskositas nyata dari lumpur pemboran tersebut!
(di mana X = NPM terakhir)
Jawab:
14 24
𝜇𝑝 = 300 × 300 𝜇𝑝 = 600 × 600

= 14 Cp = 24 Cp
40

2. Gel strength merupakan salah satu rheology lumpur pemboran yang


sangat berpengaruh terhadap kualitas lumpur pemboran. Gel strength
memiliki sifat “Thixotopic”. Apa yang dimaksud dengan “Thixotopic”?
Jawab :
Thixotopic merupakan salah satu sifat dari fluida (viskositas) di mana
apabila fluida tersebut didiamkan maka viskositas dari fluida tersebut
akan meningkat, sifat ini dibutuhkan dalam proses pengangkatan cutting
ke permukaan.

3. Jelaskan hubungan antara viskositas dan gel strength pada lumpur


pemboran!
Jawab:
Viskositas dan gel strength yang kecil akan memberikan persentase
berat partikel yang besar dengan waktu sirkulasi yang sama, hal ini
menyebabkan partikel akan kembali mengendap menuju bottom hole,
pencegahan hal tersebut adalah dengan memperbesar harga viskositas
dan gel strength nya.

4. Diketahui dari sebuah pengukuran di laboratorium didapatkan besarnya


nilai yield point yaitu sebesar 1X lb/100 ft2, dan juga alat Fann FG Meter
didapatkan dial reading pada kondisi 300 RPM dan 600 RPM sebesar
28 dan 25. Dari data berikut temukanlah viskositas plastik dari lumpur
pemboran tersebut! (di mana X = NPM terakhir)
Jawab:
Yp = 14 lb / 100 ft2
C300 = 25
C600 = 28
µp = C600 – C300
= 28 – 25
= 3 cp
41

5. Jelaskan perbedaan mendasar dari istilah dibawah ini!


a. Gel Strength dengan Yeild Point
b. Shear Stress dengan Shear Rate
c. Viskositas Nyata dan Viskositas Plastik

Jawab:

a. Gel Strength vs Yeild Point


Keduanya merupakan ukuran gaya tarik menarik antara partikel
lumpur pemboran perbedaan keduanya terletak pada mekanisme
mereka, gel strength gaya tarik menarik yang statis sedangkan yeild
point gaya tarik menarik yang dinamis.
b. Shear Stress vs Shear Rate
Shear stress adalah tegangan fluida yang bergeser dilubang bor
sedangkan shear rate adalah laju fluida yang bergeser dilubang
bor.
c. Viskositas Nyata vs Viskositas Plastik
Viskositas Nyata adalah viskositas yang tidak dapat dipengaruhi
oleh material lain, sedangkan viskositas plastik adalah viskositas
yang dapat di pengaruhi oleh material lain.
PERCOBAAN III

(EXPERIMENT III)

PENENTUAN VOLUME FILTRASI, MUD CAKE, DAN KADAR


MINYAK DALAM LUMPUR

(DETERMINING OF FILTRATION VOLUME, MUD CAKE, AND OIL


CONTENT IN MUD)

3.1 Tujuan Percobaan


1. Mempelajari pengaruh komposisi lumpur bor terhadap filtration loss dan
mud cake.
2. Mengenal dan memahami alat-alat dan prinsip kerja Filter Press.
3. Memahami pengaruh filtrate terhadap formation damage dan pengaruh
mud cake terhadap proses pemboran.
4. Menentukan kadar minyak dan padatan yang terdapat dalam lumpur
pemboran ( emulsi ).

3.2 Teori Dasar


Ketika terjadi kontak antara lumpur pemboran dengan batuan poros, batuan
tersebut akan bertindak sebagai saringan yang memungkinkan fluida dan partikel-
partikel kecil melewatinya. Fluida yang hilang kedalam batuan disebut “Filtrate”,
sedangkan lapisan partikel-partikel besar tertahan dipermukaan batuan disebut
“filter cake”. Proses filtrasi diatas hanya terjadi apabila terdapat perbedaan tekanan
positif kearah batuan. Pada dasarnya ada dua jenis filtration yang terjadi selama
operasi pemboran, yaitu static filtration dan dynamic filtration. Static filtration
terjadi jika lumpur berada dalam keadaan diam dan dynamic filtration terjadi ketika
lumpur disirkulasikan.
Apabila filtration loss dan pembentukan mud cake, tidak dikontrol, maka ia
akan menimbulkan berbagai masalah, baik selama operasi pemboran maupun

42
43

dalam evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud cake yang tipis akan merupakan
bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake
yang tebal akan terjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar,
sedangkan filtratnya akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage
pada formasi.
Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volume filtration loss dan
tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang digunakan adalah
APIRP 13B untuk LPLT (low pressure low temperature). Lumpur ditempatkan
dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi
tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran 30 menit. Volume Filtrate
ditampung dengan gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).
Persamaan untuk volume Filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan dari
persamaan Darcy, persamaannya adalah sebagai berikut:

i
  Cc   2
 2k  Cm  1 
Vf = A    Pt  ....................................................................(1)
  
 
 
Dimana:
A : Filtration Area.
K : Permeabilitas Cake.
Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake.
Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur.
P : Tekanan filtrasi.
t : waktu filtrasi = viskositas filtrat.

Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat, baik waktu, kejadiannya maupun sebab dan
akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration loss adalah:
44

0,5
t 
Q2 = Q1 x  2  ……………………………………(2)
 t1 
Dimana :
Q1 : Fluid loss pada waktu t1.
Q2 : Fluid loss pada waktu t2.

3.3 Alat dan Bahan


3.3.1 Alat
1. Filter Press
2. Mud mixer
3. Timbangan digial
4. Stop Watch
5. Gelas ukur 50 cc
6. Filter Paper
7. Retort Kit
8. Wetting Agent

3.3.2 Bahan
1. Bentonite
2. Barite
3. Aquades
4. Berbagai jenis fluid loss control agen (conditional)
5. Berbagai jenis bahan bakar liquid (conditional)
45

Mud Mixer Retor kit

Stopwatch Filter Paper

Gelas ukur
Gambar 3.1 Alat Percobaan Penentuan Filtrasi untuk Mud Cake dan Kadar
Minyak dalam Lumpur

3.4 Prosedur Percobaan


3.4.1 Filtrasi dan Mud cake
1. Pembuatan Lumpur :
Membuat lumpur dasar
350 cc aquadest + 22,5 gr bentonite
Lumpur Dasar I : LD (Tidak menggunakan PAC-L)
Lumpur Dasar II : 1gr Spercene + LD
46

2. Mempersiapkan alat Filter Press dan segera memasang filter paper


serapat mungkin dan meletakan gelas ukur dibawah silinder untuk
menampung fluid Filtrate.
3. Menuangkan campuran lumpur ke dalam silinder dan segera
menutup rapat.
4. Kemudian mengalirkan udara dengan tekanan 100 psi.
5. Mencatat juga volume Filtrate sebagai fungsi dari waktu dengan
stopwatch. Dengan catatan waktu akhir saat filtrate tidak menetes
lagi ke dalam gelas ukur.
6. Menghentikan penekanan udara, membuang tekanan udara dalam
silinder (bleed off), dan sisa lumpur dalam silinder dituangkan
kembali kedalam mixercup.
7. Menenentukan tebal mud cake dengan menggunakan jangka sorong.

3.4.2 Penentuan Kadar Minyak dalam Lumpur


1. Mengambil himpunan retort keluar dari insulator block,
mengeluarkan mud chamber dari retort.
2. Mengisi upper chamber dengan steel wall.
3. Mengisi mud chamber dengan lumpur dan menempatkan kembali
tutupnya, membersihkan lelehan lumpurnya.
4. Menghubungkan mud chamber dengan upper chamber, kemudian
menempatkan kembali ke dalam insulator.
5. Menambahkan setetes wetting agent pada gelas ukur dan
menempatkan dibawah kondensator.
6. Memanaskan lumpur sampai tak terjadi kondensasi lagi yang
ditandai dengan matinya lampu indikator.

Hal-hal yang perlu dicatat selama pengujian berlangsung, adalah :


1. % volume minyak = ml minyak x 10.
2. % volume air = ml air x 10.
3. % volume padatan = 100 – (ml minyak + ml air) x 10.
47

4. gram minyak = ml minyak x 0,8.


5. gram lumpur = lb/gall lumpur x 1,2.
6. gram padatan = gram lumpur – (gram minyak + gram air).
7. ml padatan = 10 – (ml minyak + ml air) x 100%.
8. SG padatan rata-rata = gram padatan /ml padatan.
9. %berat padatan = (gram padatan/gram lumpur) x 100 %.
10. Konversi temperatur

3.5 Hasil pengamatan

Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Percobaan Penentuan Filtrasi untuk Mud Cake dan
Kadar Minyak dalam Lumpur

No. Kegiatan Hasil Pengamatan

 Sumber tekanan LPLT = 100


psi

Penentuan Filtrasi  Temperatur = 29 C


1
1. Sampel Lumpur Standar
Volume Filtrat = 18 ml
2. Sampel LS + Additive
Volume Filtrat = 60 ml
1. Sampel Lumpur Standar
Tebal Mud Cake = 3.0 mm

2 Penentuan Mud cake pH Lumpur = 10


2. Sampel LS + Additive
Tebal Mud Cake = 12.0 mm
pH Lumpur = 13
48

3.6 Pembahasan
Lumpur bor dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan, cairan
berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran
dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya ke
permuikaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Filtration
loss adalah kehilangan sebagian fasa cair (filtrate) lumpur yang masuk ke dalam
formasi permeable. Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh jelek terhadap
formasi maupun terhadap lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan terjadinya
formation damage (pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak/gas) dan
lumpur akan kehilangan banyak cairan. Mud cake sebaiknya tipis agar tidak
memperkecil lubang bor.
Lumpur memegang peranan penting dalam operasi pemboran terutama dalam
proses pembersihan cutting di dasar sumur dan pengangkatan cutting kepermukaan.
Pengontrolan densitas lumpur sangat penting dalam suatu operasi pengeboran.
Pengontrolan ini bertujuan untuk mengendalikan loss circulation dan pembentukan
mud cake yang berlebihan. Jika fluida lumpur terlalu banyak hilang ke formasi
maka hal pertama yang akan terjadi adalah pembentukan mud cake yang terlalu
tebal sehingga membuat lubang bor menjadi sempit dan akhirnya pipa bor susah
untuk diputar.
Pada percobaan ini kami melakukan percobaan tentang pembentukan mud cake
dan terjadinya filtrasi dengan menggunakan alat filter press, alat filter press yang
digunakan yaitu LPLT atau low pressure low temperature yang bertekanan 100 psi,
Pertama kali kami menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan sebagai sebagai
percobaan dan ditimbang menggunakan timbangan digital, bahan yang digunakan
yaitu bentonite 25 gram, serta air 350 ml yang ditaruh kedalam gelas ukur. Air
sebanyak 350 ml akan diaduk menggunakan mud mixer selama 35 detik,
selanjutnya cmc dan bentonite akan ditambahkan ke dalam air pada detik ke 10 dan
15. Hasil dari campuran ini terdapat gumpalan dan endapan, hal ini
mengindikasikan bahwa cmc yang kami gunakan kurang bagus. Selanjutnya, kami
menyiapkan alat filter press, 2 filter paper digunakan untuk menyaring diletakkan
dibagian dasar tabung filter press, pengujian pada alat ini dilakukan selama 30
49

menit dengan tekanan sebesar 100 psi, setelah itu kami menghitung volume filtrat
yang tertampung selama selang 10 menit. Hasil yang didapatkan yaitu terbentuknya
mud cake dengan ketebalan 3.0 mm pada filter paper. Mud cake yang terbentuk
tidak sempurna dan tipis dikarenakan lama pengujian selama 30 menit.
Aplikasi lapangan dari percobaan ini yaitu khususnya untuk seorang mud
engineer, karena seorang mud engineer akan bertanggung jawab dengan proses
pembuatan lumpur pemboran. Komposisi lumpur yang tepat akan memudahkan
jalannya proses pemboran, dikarenakan fungsi vital dari lumpur yaitu untuk
menjaga tekanan formasi dan sirkulasi.

3.6 Discussion
Drilling mud can be defined as any type of fluid (liquid, foamy liquid,
pressurized gas) that is used to assist drilling operations by cleaning the bottom of
the hole from the drill shale and lifting it to the surface, so the drilling can run
smoothly. Filtration loss is the loss of part of the liquid phase (filtrate) sludge that
enters the permeable formation. Filtration loss that is too large has a bad effect on
the formation and the mud itself, because it can cause formation damage (reduction
of effective permeability to oil / gas) and mud will lose a lot of liquid. Mud cake
should be thin so as not to minimize the drill hole.
Sludge plays an important role in drilling operations, especially in the process
of cleaning cuts at the bottom of wells and removal of surface cuts. Controlling
sludge density is very important in a drilling operation. This control aims to control
loss circulation and the formation of excessive mud cake. If too much mud fluid
disappears into the formation, the first thing that will happen is the formation of a
mud cake that is too thick, making the drill hole narrow and finally the drill pipe is
difficult to rotate.
In this experiment, we conducted an experiment about the formation of mud
cake and the occurrence of filtration using a filter press, the filter press tool used
is LPLT or low pressure low temperature which is pressurized 100 psi. The first
time we prepared materials to be used as an experiment weighed using a digital
scale, the material used is 25 gram bentonite, and 350 ml of water placed into a
50

measuring cup. 350 ml of water will be stirred using a mud mixer for 35 seconds,
then cmc and bentonite will be added to the water at 10 and 15 seconds. The results
of this mixture are lumps and deposits, this indicates that the cmc that we use is not
good. Next, we prepared a filter press, 2 filter paper used to filter was placed at the
bottom of the filter press tube, testing on this tool was carried out for 30 minutes
with a pressure of 100 psi, after that we calculated the volume of the filtrate that
was accommodated for an interval of 10 minutes. The results obtained are the
formation of mud cake with a thickness of 3.0 mm on the filter paper. Mud cake that
is formed is imperfect and thin due to the length of testing for 30 minutes.
The field application of this experiment is specifically for a mud engineer,
because a mud engineer will be responsible for the process of making drilling mud.
Proper mud composition will facilitate the drilling process, because the vital
function of the mud is to maintain formation and circulation pressure.

3.8 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka percobaan ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Komposisi lumpur harus dikontrol karena jika tidak dikontrol akan
berpengaruh terhadap filtration loss dimana sebagian cairan lumpur akan
masuk ke formasi dan hal ini akan menyebabkan rusaknya formasi,
sedangkan mud cake yang terlalu tebal akan menyebabkan penyempitan
lubang bor.
2. Prinsip kerja dari alat filter press yaitu lumpur yang ditempatkan didalam
silinder dan dibagian bawahnya dilengkapi kertas saringan akan diberikan
tekanan sebesar 100 psi hingga volume filtrat lumpur keluar.
3. Apabila filtrat terlalu banyak hilang kedalam formasi maka akan merusak
formasi dan menyebabkan clay swelling dimana permeabilitas dari
formasi akan berkurang, sedangkan mud cake yang terlalu tebal akan
menyebabkan penyempitan lubang bor sehingga pipa akan sulit diangkat
dan diputar.
51

4. Cara menentukan kadar minyak dan padatan lumpur yaitu dengan


menggunakan alat retort kit.

3.9 Tugas
1. Definisikan istilah berikut dengan jelas:
a. Mud Cake
b. Filtratin Loss
c. Fluid Loss

Jawab:

a. Mud cake adalah padatan yang menempel pada dinding lubang bor
yang terbentuk akibat adanya filtrasi terhadap lumpur yang
disirkulasikan oleh batuan berporous.
b. Filtration loss adalah kehilangan sebagian fasa cair (filtrat) lumpur
kedalam formasi permeable atau kedalam formasi poros.
c. fluid loss adalah suatu campuran padat-cair seperti lumpur berada
dalam kontak dengan media poros seperti dinding lubang bor dengan
adanya tekanan yang bekerja padanya maka akan terjadi perembesan
zat cair kedalam media poros tersebut atau bahasa singkatnya
kehilangan kemampuan mengalir dan berubah bentuk.

2. Sebutkan dan jelaskan contoh dari:


a. Low gravity solid
b. Hight gravity solid

Jawab:

a. Low gravity solid adalah tipe padatan fluida pemboran yang memiliki
densitas lebih rendah dari barite atau hematite yang digunakan untuk
memberatkan fluida pemboran.
52

b. Hight gravity solid adalah padatan yang ditambahkan kedalam lumpur


untuk menambah densitas lumpur/ biasanya disebut sebagai material
pemberat. Contoh dari high gravity solid yaitu barite/hematite.

3. Jelaskan bagaimana mekanisme pembentukan mud cake pada dinding


lubang sumur pemboran!

Jawab:

Pada saat proses sirkulasi lumpur menembus lapisan sekitar zona


formasi produksi yang banyak terdapat bahan berporous,maka lumpur
tersebut akan disaring oleh batuan-batuan tersebut,sehingga akan
mengasilkan padatan-padatan,padatan-padatan terbentuk akibat adanya
tekanan hidrostatistik lumpur dan tekanan dari reservoir,padatan-padatan
tersebut akan menempel di dinding yang sering disebut mud cake.

Gambar 3.1 Mekanisme terbentuknya mud cake

4. Jelaskan dampak dari filtration loss yang tinggi ataupun rendah!jelaskan


bagaimana menanggulanginya bila anda seorang mud engineer

Jawab:

Dampak dari filtration loss yang tinggi akan menyebabkan banyaknya


fluida yng hilang (filtrat). Sehingga menyebabkan rusaknya formasi, clay swelling
53

dan sulitnya dalam melakukan logging dikarenakan banyaknya media yang hilang,
sedangkan jika filtration rendah akan membentuk mud cake yang tipis dan kurang
baik untuk bantalan drill pipe. Cara menanggulangi masalah ini yaitu dengan
mengganti jenis lumpur yang digunakan atau menmbahka additif.

5. Bila anda seorang mud engineer bagaimanakah cara anda menanggulangi


adanya low gravity solid yang merusak properties dari lumpur yang kita
gunakan?

Jawab:

Low gravity solid yang tidak terlarut dalam fluida pemboran akan
menimbulkan bahaya untuk fluida pemboran karena akan merubah properties atau
sifat dari lumpur pemboran. Biasanya densitas ideal dari fluida pemboran adalah
3.8 atau lebih, namun keberadaan low gravity solid yang berlebihan akan membuat
densitas lumpur turun dibawah 3.8. Beberapa cara untuk meontrol low gravity solid
yaitu dengan cara :

a. Mechanical treatment, menggunkan shale shakers,


desilter,desander,mud cleaners dan centrifuge secara mekanik.
b. Dillution of whole mud (pengenceran), yaitu dengan menambahkan
cairan (air atau minyak) sehingga akan lebih encer.
c. Jetting of whole mud, yaitu dengan cara membuang sejumlah lumpur
yang melebihi volume.
PERCOBAAN IV

(EXPERIMENT IV)

ANALISA KIMIA LUMPUR PEMBORAN

(CHEMICAL ANALYSIS OF DRILLING MUD)

4.1 Tujuan Percobaan


1. Memahami prinsip-prinsip dalam analisa kimia dan penerapannya di
lapangan.
2. Mengetahui alat dan bahan yang diperlukan dalam analisa kimia.
3. Menentukan pH, alkalinitas, kesadahan total, dan kandungan ion-ion

yang terdapat dalam lumpur.

4.2 Teori Dasar


Dalam operasi pemboran pengontrolan kualitas lumpur pemboran harus
terus menerus dilakukan sehingga lumpur bor tetap berfungsi dengan kondisi yang
ada.
Perubahan kandungan ion-ion tertentu dalam lumpur pemboran akan
berpengaruh terhadap sifat-sifat fisis lumpur pemboran, oleh karena itu kita perlu
melakukan analisa kimia untuk mengontrol kandungan ion-ion tersebut kemudian
dilakukan tindakan-tindakan yang perlu dalam penanggulannya.
Dalam percobaan ini, akan dilakukan analisis kimia lumpur bor dan
filtratnya, yaitu : analisis kimia alkalinitas, analisis kesadahan total, analisis
kandungan ion klor, ion kalsium, ion besi, serta pH lumpur bor (dalam hal ini
filtratnya).
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi
dengan suatu asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi
hidroksil, bikarbonat dan karbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion ini
diperlukan misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke dalam
sistem lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.

54
55

Analisa kandungan ion klor (Cl  ) diperlukan untuk mengetahui


kontaminasi garam yang masuk ke dalam sistem lumpur pada waktu pemboran
menembus formasi garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi.
Metode utama yang digunakan dalam analisa kimia lumpur pemboran
adalah titrasi. Titrasi meliputi reaksi sample yang diketahui volumenya dengan
sejumlah volume suatu larutan standart yang diketahui konsentrasinya. Konsentrasi
dari ion yang kita analisa dapat ditentukan dari pengetahuan tentang reaksi yang
terjadi pada saat titrasi. Analisa kandungan ion besi diperlukan untuk pegontrolan
terjadinya korosi pada peralatan pemboran. Air yang mengandung sejumlah besar
ion-ion Ca 2 dan Mg 2 dikenal sebagai air sadah atau “Hard Water”. Ion-ion ini
bisa berasal dari lumpur pada waktu membor formasi gypsum (CaSo4. 2 H 2 O) .

4.3 Alat dan Bahan


4.3.1 Alat
1. Labu titrasi 250 ml dan 100 ml.
2. Buret mikro.
3. Pengaduk.
4. Pipet.
5. pH meter.

4.3.2 Bahan
1. NaHCO3
2. NaOH
3. CaCO3
4. Serbuk MgO
5. Kalium Khromat
6. Bentonite
7. Gypsum
8. Aquadest
9. Larutan H2SO4 0,02 N
10. Larutan AgNO3
56

11. Larutan KMnO4 0,1 N


12. Penolphalein
13. Methyl Jingga
14. Indicator EBT
15. Larutan EDTA

Mud Mixer pH Meter

Labu Buret

Gambar 4.1 Alat Percobaan Analisa Kimia Lumpur Pemboran.

4.4 Prosedur Percobaan


4.4.1 Analisa Kimia Alkalinitas
Membuat lumpur dengan komposisi sebagai berikut :
350 ml Aquadest + 22,5 gram Bentonite + 0,4 gram NaHCO3 +

0,4 gram NaOH + 0,2 gram CaCO3 .


57

1. Mengambil 3 ml filtrat tersebut, memasukkan dalam labu titrasi


250 ml, kemudian menambahkan 20 ml Aquadest.
2. Menambahkan 2 tetes indicator penolphalein dan menitrasikan
dengan H 2 SO4 standart sampai warna merah tepat hilang, reaksi
terjadi :
OH   H   H 2 O
2 
CO3  H   HCO3
3. Mencatat volume pemakaian H 2 SO4 (P ml).
4. Kemudian pada larutan hasil titrasi, menambahkan 2 tetes
indicator methyl jingga, melanjutkan titrasi dengan H 2 SO4
standart sampai terbentuk warna jingga tua, reaksi yang terjadi :

HCO3  H   H 2 O  CO2
5. Mencatat pemakaian H 2 SO4 total (M ml).
Catatan:
Jika,
2
- 2P > M menunjukkan adanya gugus ion OH  dan CO3

- 2P = M menunjukkan adanya CO  saja.


 
- 2P < M menunjukkan adanya CO3 dan HCO3 .

- P = 0 menunjukkan adanya HCO3 saja.

- P = M menunjukkan adanya OH  saja.

Perhitungan:
1. Total Alkalinity =
M  Normalitas H 2 SO4  1000
 epm Total Alkalinity
ml Filtrate

2. CO3-2 Alkalinity =
58

Jika ada OH-:

(M  P)  NH 2 SO4  1000
ppm CO32 =  BMCO32
ml Filtrate

Jika tidak ada OH-

P  NH 2 SO4  1000
ppm CO32 =  BMCO32
ml Filtrate

3. OH- Alkalinity =
(2P  M )  NH 2 SO4  1000
ppm OH  =  BMOH 
ml Filtrate

4. HCO3-1 Alkalinity =
(M  2P)  NH 2 SO4  1000
ppm HCO 3 =  BMHCO 3
ml Filtrate

4.4.2 Analisa Kesadahan Total


Buat lumpur dengan komposisi sebagai berikut:
350 ml aquadest + 22.5 gram bentonite + 6 ml larutan Ca+2 +
6 ml larutan Mg+2
1. Ambil 3 ml filtrate lumpur ersebut, masukkan ke dalam labu
titrasi 250 ml.
2. Tambahkan 25 ml aquadest, 5 ml larutan buffer pH 10 dan 3
tetes indicator EBT.
3. Titrasi dengan EDTA standar sampai terjadi warna biru tua.
4. Catat volume pemakaian EDTA
Reaksi yang terjadi:
Ca+2 + H2Y-2 CaY-2 + 2 H-
Mg+2 + H2Y-2 MgY-2 + 2 H-
59

Perhitungan:
𝑚𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑀 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 1000
Kesadahan total = = epm (Ca+2 + Mg+2)
𝑚𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡

4.4.3 Menentukan Kandungan Klorida


Membuat lumpur dengan komposisi:
350 ml Aquadest + 22,5 gram Bentonite + 0,4 gram NaCl
1. Mengambil 2 ml filtrat lumpur tersebut, memasukkan ke dalam
labu titrasi 250 ml.
2. Menambahkan 25 ml aquadest, sedikit serbuk MgO dan 3 tetes
larutan K 2 CrO4 .

3. Menitrasikan dengan AgNO3 standart sampai terbentuk


warna endapan jingga.
4. mencatat volume pemakaian AgNO3 .
𝐶𝑙 − + 𝐴𝑔+ → 𝐴𝑔𝐶𝑙 − (Putih)

CrO4  Ag   Ag 2 CrO4 ( s) (Merah)
ml AgNO3  N AgNO3  1000
 BACl 
ppm Cl- = ml Filtrate

4.5 Hasil Pengamatan


Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Analisa Kimia Lumpur
NO. Kegiatan Hasil Pengamatan

Analisa Kimia Alkalinitas Normalitas H2SO4 = 0.02 ml

P = 17 ml
1.
M = 11 ml

pH = 11
60

Analisa Kesadahan Volume EDTA = 17 ml


Total
M = 0.01 ml

2. Volume filtrate = 3 ml

Kesadahan total = 56,67

pH = 10

Penentuan Kandungan Normalitas AgNO3 = 0.01 ml


Klorida
3. Volume AgNO3 = 11 ml

pH = 10

4.6 Perhitungan
4.6.1 Analisa Kimia Alkalinitas
Diketahui : M = 11 ml
P = 17 ml
Normalitas H2SO4 = 0.02
Volume filtrat = 3 ml
Berat Molekul CO32- = 60 gr
Berat Molekul HCO3- = 61 gr
2P = 2 × 17 𝑚𝑙
= 34 𝑚𝑙

Ditanya : a. Total Alkalinitas


b. CO32- Alkalinitas
c. OH- Alkalinitas

Jawab : a.Total Alkalinitas


61

= 𝑀 × 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻₂𝑆𝑂₄ ×1000


𝑚𝑙 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡

= 11 𝑚𝑙 × 30.02
𝑚𝑙
× 1000

= 73,33 ppm

b. CO32- Alkalinitas (Jika ada OH-)


(𝑀−𝑃)×𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻₂𝑆𝑂₄ ×1000
× 𝐵𝑀𝐶𝑂₃¯²
𝑚𝑙 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
(11−17)×0,02 ×1000
= × 60
3 𝑚𝑙

= - 2400 ppm

c. OH- Alkalinitas
(2𝑃−𝑀) 𝑥 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻₂𝑆𝑂₄ 𝑥 1000
= 𝑥 𝐵𝑀𝑂𝐻¯
𝑚𝑙 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡

(34−11) 𝑚𝑙 𝑥 0.02 𝑥 1000


= 𝑥 17
3 𝑚𝑙

= 2606,67 ppm

4.6.2 Analisa Kesadahan Total


Diketahui : Volume EDTA = 17 ml
Molar EDTA = 0.01
Volume Filtrat = 3 ml
pH = 10
Ditanya : Kesadahan Total
Jawab :
Kesadahan total
𝑚𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑀 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 1000
= = epm(𝐶𝑎⁺² + 𝑀𝑔⁺²)
𝑚𝑙 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
17 𝑚𝑙 𝑥 0.01 𝑥 1000
=
3 𝑚𝑙
62

= 56,67 ppm
4.6.3 Kandungan Klorida
Diketahui :
Volume AgNO3 = 11 ml
Normalitas AgNO3 = 0.01
Volume Filtrat = 2 ml
BACl- = 35.55
Ditanya : Kandungan Klorida
Jawab :
Kandungan Klorida
11 𝑚𝑙 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 1000
= 𝑥 𝐵𝐴 𝐶𝑙 −
𝑚𝑙 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡

11 𝑚𝑙 𝑥 0.01 𝑥 1000
= 𝑥 35.5
2 𝑚𝑙

= 1952.5 ppm

4.7 Pembahasan
Dalam pelaksaan suatu pengeboran menembus zona-zona tertentu
diperlukan pengetahuan khusus mengenai kondisi reservoirnya, apakah zona
tersebut memiliki tingkat keasaman yang tinggi atau tidak dan bagaimana
kandungan ion Cl- ataupun kondisi lapisan limestone dengan kandungan
gypsumnya. Hal ini perlu dianalisa mengingat sifat kimia dari lapisan-lapisan
ataupun formasi reservoir tersebut yang dapat mempengaruhi proses pengeboran.
Data-data yang diperlukan meliputi tingkat alkalinitas, kesadahan total, kandungan
ion klor, ion kalsium, ion besi, serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya). Dalam
hal ini kita hanya menganalisa filtrat dari lumpur pemboran karena dengan
demikian kita bisa menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan
kondisi zat additive tertentu.
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi
dengan asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi hidroksil,
bikarbonat, karbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion ini diperlukan
63

misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke dalam sistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
Pada praktikum percobaan IV analisa kimia lumpur pemboran langkah
pertama yang dilakukan yaitu menguji Ph dari lumpur. Pada analisa kimia
alkalinitas diperoleh pH 11, pada analisa kesadahan total diperoleh pH 10 dan
kandungan klorida diperoleh pH 10. Berdasarkan teori dasar bahwa lumpur tersebut
tergolong bagus untuk lumpur pemboran, karena untuk pemboran memiliki pH 8,5-
12.
Pada analisa kimia alkalinitas, pengujian ini menggunakan indikator tetes
penolphlein dan metil jingga masing-masing sebanyak 2 tetes lalu dititrasi
menggunakan H2SO4 0,02 N. Nilai P = 17 ml, M = 11 sehingga 2P = 34 ml dimana
2P . M yang menunjukkan adanya gugus ion OH- dan CO3-2. Total alkalinitas =
73,33 ppm, CO3-2 alkalinitas = - 2400 ppm, OH- alkalinitas 2606,67 ppm.
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi dengan
asam, semakin besar kandungannya maka menyebabkan korosif pada pemboran.
Pada analisa uji kesadahan total, pengujian ini menggunakan indikator tetes
EDTA (Ethylen Diamin Tetra Asetat) dan EBT (Ericrom Black T), dan larutan
buffer yang berfungsi untuk mempertahankan pH. Volume EDTA = 17 ml, M
EDTA = 0,01 dan ml filtrat = 3 ml sehingga diperoleh kesadahan total = 56,67 ppm.
Kesadahan total bisa berasal dari air formasi yang mengandung banyak kalsium dan
magnesium, kandungan Ca+2 dan Mg+2 yang berikatan dengan CO3-2 menjadi
CaCO3 dan MgCO3 dapat membentuk scale sehingga sirkulasi lumpur dapat
terlambat karena penyempitan oleh scale.
Pada analisa menentukan kandungan klorida, indicator yang digunakan
adalah kalium kromat dan dititrasi dengan AgNO3. Volume AgNO3 = 11 ml, N
AgNO3 = 0,01 dan ml filtrat = 2 sehingga kandungan klorida yang diperoleh =
1952,5 ppm. Uji klorida ini sangat penting, dengan mengetahui kandungan formasi
garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi. Kandungan Cl-
akan berikatan dengan Na+ membentuk NaCl- yang merupakan salah satu jenis
garam. Apabila kandungan klorida berlebih pada lumpur pemboran akan
menyebabkan kenaikan viscositas, yield point, gel strength, dan penurunan pH
64

sehingga dapat menimbulkan gangguan pada pemboran. Aplikasi lapangan pada


percobaan ini yaitu dilapangan sangat diperlukan pengontrolan pH lumpur selama
operasi pemboran berlangsung karena apabila lumpur terlalu asam maka akan
menyebabkan cutting atau serbuk bor menjadi hancur sehingga menyebabkan
kerusakan dalam pemisahan antara lumpur pemboran dan cutting di suface
facilities. Asam juga menyebabkan korosif pada peralatan dan jika lumpur terlalu
basa akan menyebabkan peningkatan harga viskositas dan gel strength yang dapat
mengakibatkan lumpur semakin.

4.7 Discussion
In carrying out a drilling through certain zones, special knowledge is needed
regarding the condition of the reservoir, whether the zone has a high acidity level
or not and how the content of Cl-ions or limestone layer conditions with gypsum
content. This needs to be analyzed given the chemical nature of the reservoir layers
or formations that can affect the drilling process. The data required includes the
level of alkalinity, total hardness, the content of chlorine ions, calcium ions, iron
ions, and the pH of the drilling mud (in this case the filtrate). In this case, we only
analyze the filtrate from the drilling mud because we can then interpret the actual
reservoir conditions with the conditions of certain additives.
Alkalinity is related to the ability of a solution to react with acids. From the
analysis of alkalinity we can find out the concentrations of hydroxyl, bicarbonate,
carbonate. Knowledge of the concentration of these ions is needed for example to
determine the solubility of limestone that enters the mud system at the time of
drilling through the limestone formation.
In the fourth experiment practicum, the chemical analysis of drilling mud is
the first step carried out by testing the pH of the mud. In the chemical analysis of
alkalinity obtained pH 11, the analysis of total hardness obtained pH 10 and the
chloride content obtained pH 10. Based on the basic theory that the sludge is good
for drilling mud, because drilling has a pH of 8.5-12.
In the chemical analysis of alkalinity, this test uses a drop indicator of
penolphlein and methyl orange each of 2 drops and then titrated using H2SO4 0.02
65

N. P value = 17 ml, M = 11 so that 2P = 34 ml where 2P. M which indicates the


presence of OH- and CO3-2 ion groups. Total alkalinity = 73.33 ppm, CO3-2
alkalinity = - 2400 ppm, OH- alkalinity 2606.67 ppm. Alkalinity related to the
ability of a solution to react with acids, the greater the content it causes corrosive
to drilling.
In the analysis of the total hardness test, this test uses EDTA (Ethylene
Diamin Tetra Acetate) and EBT (Ericrom Black T) drops, and a buffer solution that
serves to maintain pH. EDTA volume = 17 ml, M EDTA = 0.01 and ml filtrate = 3
ml to obtain total hardness = 56.67 ppm. Total hardness can come from formation
water that contains a lot of calcium and magnesium, the content of Ca+ 2 and Mg
+2
which binds to CO3-2 to CaCO3 and MgCO3 can form a scale so that the
circulation of sludge can be delayed due to narrowing by the scale.
In analyzing the chloride content, the indicator used is potassium chromate
and titrated with AgNO3. AgNO3 volume = 11 ml, N AgNO3 = 0.01 and ml filtrate
= 2 so that the chloride content obtained = 1952.5 ppm. Chloride test is very
important, by knowing the content of salt formations or salt contamination that
comes from formation water. The content of Cl - will bind with Na + to form NaCl -
which is a type of salt. If the excess chloride content in the drilling mud will cause
an increase in viscosity, yield point, gel strength, and a decrease in pH so that it
can cause interference with drilling. Field application in this experiment is that it
is necessary to control the pH of the sludge during the drilling operation, because
if the sludge is too acidic it will cause the cutting or drill cuttings to be destroyed,
causing damage in the separation between the drilling mud and cutting in the suface
facilities. Acid also causes corrosive to the equipment and if the sludge is too
alkaline it will cause an increase in the price of viscosity and gel strength which
can result in more sludge.

4.8 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka percobaan ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
66

1. Analisis kimia yang diuji adalah alkalinitas, kesadahan total, dan


kandungan klorida.
2. Lumpur atau filtrate yang digunakan tergolong baik, dengan pH 11.
3. Warna akhir dari pengujian:
 Alkalinitas : Jingga tua
 Kesadaha total : biru tua
 Klorida : Jingga.
4. Lumpur pengujian alkalinitas mengandung ion CO32- dan HCO3-
5. Uji kesadahan untuk menentukan kada Ca2+ dan Mg2+.
6. Lumpur yang bersifat asam akan menyebabkan korosif, lumpur yang
bersifat basa akan menyebabkan terbentuknya scale
4.9 Tugas
1. Jelaskan kegunaan penentuan alkalinitas, kandungan klorida dan
kesadahan total!
Jawab:
Kegunaan penentuan alkalinitas, kandungan klorida, dan kesadahan total
adalah untuk menjaga sifat fisik lumpur pemboran sehingga baik untuk
disirkulasikan

2. Mengapa analisa kimia pada lumpur pemboran penting dilakukan?


(Jelaskan secara singkat)
Jawab:
Analisa kimia sangat perlu dilakukan, karena harus memperhatikan
komponen kimia yang masuk dalam lumpur saat disirkulasikan,
komponen kimia dapat mengganggu sifat fisik lumpur tersebut.

3. Jelaskan pengaruh pH pada lumpur pemboran dan berapakah pH lumpur


yang diinginkan dalam operasi pemboran!
Jawab:
Pengaruh pH terhadao lumpur sangat berpengaruh dikerenakan pH yang
bernilai 1-6 maka bersifat asam maka akan dapat menyebatkan korosif.
67

Sedangkan pH yang bernilai 8-16 bersifat basa, dalam pemboran, lumpur


dibor dalam keadaan basa, tetapi jika pH basa terlalu tinggi bisa
menyebabkan scale. Maka dari itu pH yang baik memiliki nilai 8.5-12.

4. Indikasi apa yang terjadi pada lumpur pemboran, jika terdapat kandungan
ion besi yang cukup tinggi ?
Jawab:
Indikasi yang terjadi pada lumpur pemboran, bisa komponen kimia yang
bersifat asam ataupun basa yang terlalu tinggim dang mengganggu sifat
lumpur lainnya seperti densitas, viskositas, gel strength, yield point. Jika
terdapat kandungan ion besi pada lumpur. Maka akan bersifat asam dan
mengalami korosif.

5. Jelaskan sifat kimia apa saja yang terdapat pada lumpur!


Jawab:
Sifat kimia lumpur seperti:
a. Alkalinitas
Mengetahui kandungan ion OH-, HCO3-, dan CO3-
b. Kesadahan Total
Mengetahui kandungan kalsium beserta magnesium.
c. Kandungan Klorida
Mengetahui formasi yang mengandung garam.
PERCOBAAN V

(EXPERIMENT V)

KONTAMINASI LUMPUR PEMBORAN

(DRILLING MUD CONTAMINANT)


5.1 Tujuan Percobaan
1. Mempelajari sifat-sifat fisik lumpur akibat Kontaminasi Garam, Gypsum
dan Semen.
2. Memahami cara penanggulangan kontaminasi lumpur.

5.2 Teori Dasar


Sejak digunakan teknik rotasi drilling dalam operasi pemboran lapangan

minyak, lumpur pemboran menjadi faktor penting. Bahkan lumpur pemboran

menjadi salah satu pertimbangan dalam mengoptimalkan operasi pemboran. Oleh

sebab itu mutlaklah untuk memelihara atau mengontrol sifat - sifat fisik lumpur

pemboran agar sesuai dengan yang diharapkan.

Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur adalah adanya material-

material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk ke dalam lumpur pada

saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah

sebagai berikut:

1. Kontaminasi Sodium Clorida


Kontaminasi ini sering terjadi saat pemboran menembus kubah garam (salt
dome), lapisan garam, lapisan batuan yang mengandung konsentrasi garam
cukup tinggi atau akibat air formasi yang berkadar garam tinggi dan masuk ke
dalam sistem lumpur. Akibat adanya kontaminasi ini, akan mengakibatkan
berubahnya sifat lumpur seperti viskositas, yield point, Gel strength dan

68
filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan
dengan kehadiran garam pada sistem lumpur.
2. Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk ke dalam lumpur pada saat pemboran menembus
formasi Gypsum, lapisan Gypsum yang terdapat pada formasi shale atau
limestone. Akibat adanya Gypsum dalam jumlah yang cukup banyak dalam
lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat lumpur tersebut seperti
Plastic Viscosity, Yield Point, Gel Strength dan Fluid Loss.
3. Kontaminasi Semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemenan yang kurang
sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, floatcollar dan
casing shoe. Kontaminasi semen akan merubah Plastic Viscosity, Gel strength,
Fluid Loss dan pH lumpur.
Selain dari ketiga kontaminasi di atas , bentuk kontaminasi lain yang dapat
terjadi selama operasi pemboran adalah :
a. Kontaminasi “Hard Water” atau kontaminasi oleh air yang mengandung
ion kalsium dan magnesium cukup tinggi.
b. Kontaminasi Carbon Diokside.
c. Kontaminasi Hydrogen Sulfide.
d. Kontaminasi Oxigen.
Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat akibat kontaminasi
yang sering terjadi sekaligus cara penanggulangannya.

5.3 Alat dan Bahan


5.3.1 Alat
1. Fann VG meter.
2. Mud mixer.
3. Stopwatch.
4. Gelas ukur.
5. Timbangan digital

84
85

5.3.2 Bahan
1. Aquadest.
2. NaCl.
3. Gypsum.
4. Semen.
5. Bentonite.
6. NaOH
7. Caustic Soda
8. Monosodium phosphate.

Mud Mixer Fann VG Meter

Stopwatch Timbangan Digital


Gambar 5.1. Alat Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran

5.4 Prosedur Percobaan


5.4.1 Kontaminasi NaCl
Prosedur kerja untuk kontaminasi NaCl adalah :
86

1. Membuat lumpur standar dengan komposisi 10 gr bentonite + 350


cc aquadest. Mengukur pH, Viskositas, Gel strength dan Yield Pint
2. Menambahkan NaCl sebanyak 1 gr kedalam lumpur standar.
Mengukur pH, Viskositas, Gel strength dan Yield Point.
3. Melakukan langkah 2 dengan penambahan NaCl masing masing 3,5
gr, 7,5 gr dan 17,5 gr. Mengukur pH ,Viskositas, Gel strength dan
Yield Point.
4. Membuat lunpur baru dengan komposisi : Lumpur standar + 7,5 gr
NaCl + 0,5 gr NaOH . Mengukur pH, Viskositas, Gel strength dan
Yield Point.
5. Melakukan langkah 4 dengan penambahan 1 gr NaOH. Ukur pH,
Viskositas, Gel strength dan Yield Point.

5.4.2 Kontaminasi Gypsum


1. Membuat Lumpur standar kemudian mengukur pH, Viskositas, Gel
strength dan Yield Point.
2. Membuat Lumpur baru dengan komposisi: Lumpur standard +
0,225 gr Gypsum. Kemudian mengukur pH, Viskositas, Gel
strength dan Yield Point.
3. Melakukan langkah 2 dengan penambahan masing-masing 0,5 gr,
1 gr, 1,5 gr Gypsum. Kemudian mengukur pH, Viskositas, Gel
strength dan Yield Point.
4. Membuat Lumpur baru dengan komposisi: Lumpur standar + 1,5 gr
Gypsum, + 0,2 gr caustic soda. Kemudian mengukur pH, Viskositas,
Gel strength dan Yield Point.
5. Melakukan langkah 4 dengan penambahan 1 gr caustic soda.

5.4.3 Kontaminasi Semen


1. Membuat lumpur standar Ukur pH, Viskositas, Gel strength dan
Yield Point.
87

2. Membuat lumpur baru dengan komposisi : lumpur standar + 0,225


gr semen. Ukur pH, Viskositas, Gel strength dan Yield Point.
3. Melakukan langkah 2 dengan penambahan masing masing 0,5 gr,
1,0 gr dan 1,5 gr semen. Ukur pH, Viskositas, Gel strength dan Yield
Point.
4. Membuat lumpur baru dengan komposisi: lumpu standar + 1,5 gr
semen + 0,2 gr Monosodium Phosphate. Ukur pH, Viskositas, Gel
strength dan Yield Point.
5. Melakukan langkah 4 dengan penambahan 1,0 gr Monosodium
Phosphate.
88

5.5 Hasil Pengamatan


Tabel 5.1 Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran

Lumpur
No Parameter L.S + NaCl
Standar

1 C600 20

2 C300 16

3 Yield Point (Yp) 12

4 Plastic viscosity (µp) 4

5 pH meter 9

Simpangan maksimum 10
6 4
detik (V”)

Simpangan maksimum 10
7 3
menit (V’)

8 Gel strength 1,33

Lumpur
No Parameter L.S + Gypsum
Standar

1 C600 20 5

2 C300 16 4

3 Yield Point (Yp) 12 3

4 Plastic viscosity (µp) 4 1

5 pH meter 9 9

Simpangan maksimum 10
6 4 1
detik (V”)

Simpangan maksimum 10
7 3 1
menit (V’)

8 Gel strength 1,33 1


89

5.6 Perhitungan
5.6.1 Lumpur Standar (10 gr bentonite + 350 ml aquadest)
Dik: C600 = 20
C300 = 16
Simpangan Maksimum 10 detik = 4
Simpangan Maksimum 10 menit = 3
PH = 9
Dit: a. Plastic Viscosity (μp ) ?
b. Yield Point (Yp) ?
c. 𝐺𝑒𝑙 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ ?
Jawab:
a. μp = C600 − C300 = 20 − 16 = 4 cp
b. Yp = C300 − μp = 16 − 4 = 12 lb⁄100ft 2
Simpangan maksimum 10 detik 4
c. Gel Strength = = 3 = 1,33
simpangan maksimum 10 menit

5.6.2 Lumpur Standar + Gypsum 1 gr


Dik: C600 = 5
C300 = 4
Simpangan Maksimum 10 detik = 1
Simpangan Maksimum 10 menit = 1
PH = 9
Dit: a. Plastic Viscosity (μp ) ?
b. Yield Point (Yp) ?
c. 𝐺𝑒𝑙 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ ?
Jawab:
a. μp = C600 − C300 = 5 − 4 = 1 cp
b. Yp = C300 − μp = 4 − 1 = 3 lb⁄100ft 2
Simpangan maksimum 10 detik 1
c. Gel Strength = =1=1
simpangan maksimum 10 menit
90

5.6.3 Lumpur Standar + Semen 1 gr


Dik: C600 = 4
C300 = 3
Simpangan Maksimum 10 detik = 2
Simpangan Maksimum 10 menit = 2
PH = 8
Dit: a. Plastic Viscosity (μp ) ?
b. Yield Point (Yp) ?
c. 𝐺𝑒𝑙 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ ?
Jawab:
a. μp = C600 − C300 = 4 − 3 = 1 cp
b. Yp = C300 − μp = 3 − 1 = 2 lb⁄100ft 2
Simpangan maksimum 10 detik 2
c. Gel Strength = =2=1
simpangan maksimum 10 menit

5.7 Pembahasan

Pada pembahasan kali ini yaitu mengenai kontaminasi lumpur pemboran.


Disini kami hanya melakukan pengujian terhadap lumpur pemboran yang
terkontaminasi oleh gypsum dan semen. Kontaminasi lumpur pemboran adalah
suatu kejadian yang terjadi pada saat proses pemboran berlangsung dimana lumpur
akan terkontaminasi pada saat pemboran melewati lapisan-lapisan tertentu.
Penyebab berubahnya sifat fisik lumpur pemboran adalah adanya material-material
yang tidak diinginkan yang masuk kedalam lumpur pada saat operasi sedang
berjalan, (Adrian Syahpyutra, dkk 2016).
Dalam kontaminasi lumpur pemboran ini, didapatkan data dari lumpur
standar yakni C600 = 20, C300 = 16, Yp = 12, µp = 4, pH = 9, simpangan maksimum
10 detik = 4 dan simpangan 10 menit = 3, terakhir gel strength = 1,33. Selanjutnya
kami melakukan pengujian untuk kontaminasi LS + Gypsum. Pertama, kita siapkan
semua alat dan bahan yang akan digunakan, kemudian timbang bahan seperti
bentonite & gypsum. Bentonite yaitu sebanyak 22,5 gr dan gypsum sebanyak 1 gr.
91

Semua bahan di mix sehingga terbentuk lumpur, kemudian ukur pH, dan didapat
harga pH = 9. Setelah ukur pH, lanjut ketahap menentukan C600, C300, simpangan
max 10 detik & 10 menit yakni menggunakan alat Fann VG Meter. Didapatlah hasil
yakni C600 = 5, C300 = 4, Yp = 3, µp = 1, simpangan maksimum 10 detik = 1 dan
simpangan 10 menit = 1, terakhir gel strength = 1. Kemudian pengujian untuk
kontaminasi LS + Semen. Prosedur/langkah sama dengan gypsum. Dapatlah nilai
C600 = 4, C300 = 3, Yp = 2, µp = 1, pH = 8, simpangan maksimum 10 detik = 2 dan
simpangan 10 menit = 2, terakhir gel strength = 1.
Kontaminasi yang sering terjadi adalah kontaminasi sodium chlorida,
gypsum, dan semen. Kontaminasi sodium chlorida terjadi pada saat pemboran
menembus formasi garam. Karena lapisan garam adalah lapisan batuan yang
mengandung konsentrasi garam cukup tinggi. Akibatnya adanya kontaminasi ini,
akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscositas, yield point, gel
strength, dan filtration loss. Terkadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan
dengan kehadiran garam pada sistem lumpur. Kontaminasi gypsum terjadi pada saat
pemboran menemus formasi gypsum yang terdapat pada lapisan shale dan
limestone. Akibat adanya gypsum yang cukup banyak dalam lumpur, maka akan
merubah sifat fisik lumpur. Kontaminasi semen terjadi akibat operasi penyemenan
yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, float
collar, dan casing shoe. Kontaminasi ini juga dapat merubah sifat fisik lumpur.
Selain kontaminasi itu, ada juga kontaminasi yang dapat terjadi selama operasi
pemboran yaitu: kontaminasi hard water, kontaminasi carbon dioxide, dan
kontaminasi hydrogen sulfide, (Adrian Syahpyutra, dkk 2016).
Cara menanggulangi kontaminasi yang terjadi yaitu dengan penambahan
zat additive kedalam lumpur pemboran, seperti untuk kontaminasi gypsum itu
ditambahkan caustic soda yang digunakan untuk meningkatkan daya pemecah
gumpalan terhadap lempung, dapat mencegah terlarutnya ion OH serta dapat
mengontrol pH lumpur/menaikkan pH lumpur serta dapat merubah sifat aliran yang
mengakibatkan ketidakstabilan dilubang bor. Sedangkan untuk semen itu dengan
menambahkan sodium bikarbonat dan untuk NaCl ditambahkan dengan kalium
khlorida. Selain 3 zat tersebut, masih ada cara lain yaitu dengan penambahan
92

Biopolimer dan bisa juga dengan penambahan Bentonite Extender. Kedua jenis ini
berguna untuk mengontrol atau menaikkan voskositas, µp, Yp, dan gel strength
(Bayu, 2018).
pH yang bagus adalah 8-12, apabila pH<8 maka bersifat asam yakni mampu
menyebabkan korosif atau kerusakan pada alat pemboran. Jika nilai pH>12 maka
bersifat basa dan akan menyebabkan terbentuknya scale yang akan menyebabkan
penyempitan pada pipa pemboran.
Aplikasi lapangan pada percobaan ini adalah setelah kita mengetahui
senyawa apa yang terkontaminasi pada lumpur, maka kita dapat memilih dan
menyesuaikan additive apa yang cocok untuk menanggulanginya. Kemudian
dengan melakukan pengujian ini, kita jadi bisa mengetahui di zona apa saja yang
sudah terlewati.

5.7 Discussion

The discussion this time is about drilling mud contamination. Here we only
test drilling mud which is contaminated with gypsum and cement. Drilling mud
contamination is an event that occurs during the drilling process where the mud
will be contaminated when drilling passes through certain layers. The cause of
changes in the physical properties of drilling mud is the presence of unwanted
materials that enter the mud while the operation is running, (Adrian Syahpyutra, et
al 2016).

In this drilling mud contamination, obtained data from standard sludge


namely C600 = 20, C300 = 16, Yp = 12, µp = 4, pH = 9, maximum deviation of 10
seconds = 4 and deviation of 10 minutes = 3, finally gel strength = 1 , 33. Next we
carried out tests for LS + Gypsum contamination. First, we prepare all the tools
and materials to be used, then weigh the materials such as bentonite & gypsum.
Bentonite is 22.5 grams and gypsum is 1 gram. All ingredients are mixed to form
sludge, then measure pH, and the pH value is obtained = 9. After measuring pH,
continue to determine C600, C300, deviation of max 10 seconds & 10 minutes using
the Fann VG Meter. The results obtained are C600 = 5, C300 = 4, Yp = 3, µp = 1,
93

maximum deviation of 10 seconds = 1 and deviation of 10 minutes = 1, finally gel


strength = 1. Then test for LS + Cement contamination. The procedure / step is the
same as gypsum. Can be the value of C600 = 4, C300 = 3, Yp = 2, µp = 1, pH = 8,
maximum deviation of 10 seconds = 2 and deviation of 10 minutes = 2, finally gel
strength = 1.

Contamination that often occurs is contamination of sodium chloride,


gypsum, and cement. Sodium chloride contamination occurs when drilling
penetrates salt formations. Because the salt layer is a layer of rock that contains a
high enough salt concentration. As a result of this contamination, will cause
changes in the nature of the sludge such as viscosity, yield point, gel strength, and
filtration loss. Sometimes a decrease in pH can also occur together with the
presence of salt in the sludge system. Gypsum contamination occurs when drilling
menemus gypsum formation contained in the shale and limestone layers. Due to the
presence of a lot of gypsum in the mud, it will change the physical properties of the
mud. Cement contamination occurs due to imperfect cementing operations or after
drilling a layer of cement in the casing, float collar and casing shoe. This
contamination can also change the physical properties of sludge. In addition to the
contamination, there are also contaminations that can occur during drilling
operations, namely: hard water contamination, carbon dioxide contamination, and
hydrogen sulfide contamination, (Adrian Syahpyutra, et al 2016).

How to cope with contamination that occurs is by adding additives into the
drilling mud, such as for gypsum contamination, caustic soda is added which is
used to increase the breaking ability of clots to the clay, can prevent the dissolution
of OH ions and can control the pH of the mud / increase the pH of the mud and can
change the properties flow that results in instability in the drill hole. As for the
cement, sodium bicarbonate is added and NaCl is added with potassium chloride.
In addition to these 3 substances, there are still other ways, namely the addition of
Biopolymers and also with the addition of Bentonite Extender. Both types are useful
for controlling or increasing vososity, µp, Yp, and gel strength (Bayu, 2018).
94

A good pH is 8-12, if the pH <8 is acidic that is able to cause corrosive or


damage to the drilling tool. If the pH value> 12 is alkaline and will cause the
formation of a scale that will cause narrowing in the drilling pipe.

Field application in this experiment is after we know what compounds are


contaminated with mud, then we can choose and adjust what additives are suitable
to overcome them. Then by doing this test, we can find out what zones have been
passed.

5.8 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan serta pembahasan, dapat ditarik kesimpulan,
diantaranya:
1. Kontaminasi yang terdapat pada lumpur berpengaruh terhadap sifat fisik
lumpur, seperti perubahan viskositas, yield point dan gel strength.
2. Kontaminasi Gypsum menaikan vikositas plastik, yield point dan gel
strength sama halnya dengan kontaminasi semen. Sehingga perlu
ditambahkan zat additive agar sifat fisik lumpur tidak berubah dan dapat
terkontrol. Seperti pada kontaminasi Gypsum perlu ditambahkan caustic
soda, begitupun dengan semen yaitu dengan penambahan sodium
bikarbonat.

5.9 Tugas
1. Jelaskan pengertian kontaminasi pengeboran dan hubungannya dengan
proses pengeboran itu?
Jawab:
Kontaminasi pemboran yaitu masuknya zat lain ke dalam lumpur
pengeboran. Hubungannya dengan pemboran yaitu apabila terjadi
kontaminasi maka sifat lumpur pemboran dapat berubah, hal ini tentu saja
akan mengganggu proses pemboran yang di lakukan sebab itu di
lakukannya penanggulangan untuk menetralkan kembali yang
terkontaminasi.
95

2. Apa hubungan peningkatan atau penurunan nilai pH pada kontaminasi


lumpur pemboran?
Jawab:
Nilai pH standar umumnya berkisar antara 8-12. Jika nilai pH<8, maka
bersifat asam yakni mampu menyebabkan korosif/kerusakan pada alat
pemboran. Sedangkan jika nilai pH>12, maka bersifat basa yakni dapat
menyebabkan scale (penggumpalan lumpur). Hubungan lainnya juga
dapat mentebabkan meningkatnya viskositas dan gel strength yang
membuat lumpur semakin kental.
3. Sebagai seorang mud enggineer, apa yang harus dilakukan untuk
mencegah lumpur pemboran agar tidak terkontaminasi, dan apa yang
harus dilakukan untuk menanggulangi lumpur pemboran yang sudah
terkontaminasi? Jelaskan!
Jawab:
Cara mencegah lumpur pemboran agar tidak terkontaminasi hal yang
dilakukan adalah mempelajari lapisan-lapisan apa saja yang akan di bor,
sehingga dapat diantisipasi karakteristik lumpur. Kemudian apabila sudah
terjadi kontaminasi hal yang harus dilakukan dengan penanggulangan
menambahkan beberapa zat additive yang dapat mengubah sifat fisik
lumpur tersebut
4. Apa yang terjadi jika lumpur pemboran terkontaminasi dengan gas? Dan
penanggulangan apa yang harus dilakukan terhadap proses tersebut ?
Jawab:
Jika lumpur terkontaminasi gas, maka akan mengakibatkan korosi pada
alat pemboran dan turunnya nilai gel strength dan plastic viscosity serta
densitaspun juga ikut turun. Penanggulangannya yaitu oksigen
dikeluarkan lewat mud gas separator.
5. Selain kontaminasi pada semen, garam, dan gypsum apakah ada
kontaminasi lain ? Bagaimana penanggulangan nya?
Jawab:
 Kontaminasi oksigen
96

Adalah kontaminasi oksigen di mana oksigen terdapat pada air


tercampur pada saat pembuatan lumpur. Sehingga oksigen akan
mengakibatkan korosi, pada perkatan produksi, gel strength, pH
dan densitas menurun sehingga oksigen harus dikeluarkan melalui
mud separator.
 Kontaminasi karbon dioksida
Kontaminasi yang disebabkan oleh karbon dioksida (CO2) yang
terlarut dengan Ph rendah dalam air bersama dengan asam karbon
pada lumpur, ditanggulangi dengan menggunakan caustic soda.
 Kontaminasi hard water
Kontaminasi akibat magnesium dan kalsium, sehingga menaikkan
viskositas lumpur. Dapat ditanggulangi dengan menambahkan zat
addictive penurun viskositas
 Kontaminasi hidrogen sulfide
Kontaminasi yang mengandung sour gas, sehingga pengendapan
pada permukaan pipa. Ditanggulangi dengan menaikkan pH atau
mengendapkan sulfida.

6. Apa pengaruh tekanan dan temperatur pada rheologi pada lumpur


pemboran yang sudah terkontaminasi?
Jawab:
Pengaruhnya adalah apabila semakin tinggi tekanan dan temperatur maka
viskositasnya semakin kecil sehingga semakin ringan dan encer maka
akan semakin besar laju penembusnya. Dan jika tekanan lumpur naik,
maka berat jenis juga akan naik, dan naiknya temperatur dapat
mengurangi efektivitas additive yang ditambahkan kedalam lumpur
sebagai pembentuk sifat lumpur. Sedangkan apabila semakin rendah
tekanan dan temperaturnya, maka viskositasnya semakin besar sehingga
semakin susah untuk mngontrol kondisi dibawah permukaan seperti
masuknya fluida formasi ketebalan tinggi yang dikenal dengan “kick”.
97

7. Jelaskan karakteristik additive yang digunakan dalam pratikum


kontaminasi lumpur pemboran?
Jawab :
a. Bentonite: mengandung ion Na relatif banyak dibanding Ca++ dan
Mg++. Na2O > 2%. Pengembangan besar bila ditambahkan air
membentuk suspensi yang baik. pH = 8,5- 9,8. Na bentonite sering
dipakai sebagai bahan tambahan cat, tinta cetak, pencegah
kebocoran pada dam, lumpur pemboran.
b. NaCl: mempunyai rasa asin, dapat menghantarkan arus listrik,
mempunyai pH netral sekitar 7, senyawa yang terdiri dari unsur
logam dan nonlogam.
c. NaOH: berwarna putih, sangat basa dan mudah terionisasi, keras dan
menunjukkan pecahan hablur, massa molar 39,9971 gr/mol, densitas
2,1 gr/cm3.
d. Gypsum: berwarna putih/kelabu, berat jenis gypsum: 2,31 – 2,35,
kelarutan dalam air 1,8 gr/L pada 0°C.
e. Caustic soda: bersifat basa, tidak berbau, tidak berwarna, korosif
dan reaktif.
f. Monosodium phosphate: kelarutan dalam air 9,90 gr/ml, dan dapat
menurunkan pH dari kontaminasi semen.
98

KESIMPULAN
(CONCLUSION)

1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan satu sampai percobaan lima maka didapat
kesimpulan secara umum yaitu:
A. Pengukuran Densitas, Sand Content dan Resistivity Lumpur Pemboran
1) Mengetahui densitas dari lumpur berguna untuk penahan tekanan formasi.
2) Mengetahui adanya sand content untuk menjaga sifat dari lumpur, jika
adanya sand content pada lumpur maka akan membuat viskositasnya
menjadi lebih besar.
3) Resistivity lumpur ini berfungsi pada saat logging, sehingga mengetahui
berbagai macam formasi.

B. Pengukuran Viskositas dan Gel Strength


1) Viskositas lumpur berhubungan pada saat pengangkatan cutting ke
permukaan, semakin viskos suatu lumpur maka mudah untuk mengangkat
cutting dan tenaga pompa yang digunakan juga besar.
2) Gel strength suatu kemampuan lumpur untuk menahan cutting pada saat
berhentinya sirkulasi, maka dari itu nilai gel strength yang diinginkan adalah
tinggi, agar kuat menahan gaya tarik antar lumpur dan cutting.

C. Penentuan Volume Filtrasi, Mud Cake, dan Kadar Minyak dalam Lumpur.
1) Volume filtrasi ini adalah filtrate yaitu air yang terkandung dalam lumpur
akan masuk ke formasi sehingga filtrate ini menyebabkan mud cake.
Terjadiny filtrate ini menyebabkan kandungan air terhadap lumpur akan
sedikit dan mengganggu sifat dari lumpur.
2) Mud cake terbentuk adanya filtrate, mud cake adalah padatan yang berada
pada dinding formasi. Kriteria mud cake yang diinginkan adalah tidak
terlalu tipis ataupun terlalu tebal. Jika tebal menyebabkan stuck pipe dan
99

terlalu tipis menyebabkan kerusakan pada drillstring dikarenakan gesekan


secara langsung pada lubang bor.
3) Adanya kandungan minyak pada lumpur menandakan berada pada zona
minyak.

D. Analisa Kimia Lumpur Pemboran


1) Prinsip-prinsip yang digunakan dalam analisa kimia adalah melakukan
pentitrasian pada lumpur.
2) Analisis kimia ini berguna untuk mengetahui komponen kimia pada lumpur
pemboran.
3) Beberapa komponen kimia seperti alkalinitas, kesadahan total, beserta
kandungan klorida dapat mengganggu sifat lumpur, seperti menyebabkan
korosif dan scale sehingga dapat merusak drilling equipment.

E. Kontaminasi Lumpur Pemboran


1) Lumpur pemboran pada saat sirkulasi bisa terjadinya kontaminasi pada saat
menembus beberapa formasi sehingga merusak sifat dari lumpur tersebut.
2) Terjadinya kontaminasi menyebabkan sifat reologinya berubah dan
merusak pH dari lumpur.
3) Apabila terjadinya kontaminasi maka dapat ditanggulangi, seperti,
kontaminasi gypsum dapat ditanggulangi dengan menambahkan caustic
soda dan kontaminasi semen dapat ditanggulangi dengan monosodium
phosphate.
100

2. Saran
Beberapa saran yang ingin disampaikan penulis pada saat dilakukan
pratikum analisa lumpur pemboran yaitu:

a. Pratikum sebaiknya tidak dibatasi oleh waktu, karena pada saat menjalani
praktikum diperlukan banyak waktu agar prosedur praktikum bisa diikuti
dengan baik.
b. Alat beserta bahan pada saat praktikum sebaiknya diperbarui atau
tindaklanjuti, disebabkan ada beberapa alat yang rusak.
69

DAFTAR PUSTAKA
(REFERENCES)

Diktat Praktikum . 2018 Analisa Lumpur Pemboran. Pekanbaru: Program

Studi Teknik Perminyakan, Universitas Islam Riau

Anda mungkin juga menyukai