(FINAL REPORT)
TKP-43031
OLEH:
(BY)
FAKULTAS TEKNIK
(ENGINEERING FACULTY)
UNIVERSITAS ISLAM RIAU
PEKANBARU
2019
LEMBAR PENGESAHAN
(APPROVING SHEET)
LAPORAN AKHIR
(FINAL REPORT)
DISETUJUI UNTUK
(AGREED FOR)
FAKULTAS TEKNIK
(ENGINEERING FACULTY)
PEKANBARU
DISETUJUI OLEH
(APPROVED BY)
DAFTAR ISI
(CONTENTS)
Halaman
i
KATA PENGANTAR
( PREFACE )
Penulis
ii
UCAPAN TERIMA KASIH
(GRATITUDE)
Dengan segala kerendahan hati penulisan ingin mengucapkan banyak
penghargaan dan terima kasih kepada :
1. Dr. Eng Muslim, MT. sebagai ketua jurusan program studi Teknik
Perminyakan.
2. Bapak Idham Khalid, S.T., M.T. sebagai dosen pengasuh mata kuliah Teknik
Pemboran beserta dosen pengasuh dari Praktikum Analisa Lumpur Pemboran
yang selau memberikan arahan materi untuk mata kuliah ini beserta
memberikan motivasi kepada kami semua.
3. Ibu Eka Kusuma Dewi, S.T. sebagai Instruktur Laboratorium yang telah
banyak membimbing dan memberikan saran-saran yang membangun.
4. Asisten-asisten laboratorium, yang telah meluangkan banyak waktu, tenaga
dan pikirannya untuk membimbing praktikan (penulis), dalam praktikum
Analisa Lumpur Pemboran ini :
a. M. Ridho Efras (153210461) dan Ravy Charli Putra (153210678) :
percobaan “Pengukuran Densitas, Sand Content dan Resistivitas pada
Lumpur Pemboran” .
b. Mia Paramita (143210190) dan Rita Susanti (143210598) : percobaan
“ Pengukuran Viskositas dan Gel Strength”.
c. Rendi Septian (143210598) dan Mulyadi (153210145) : percobaan
“Penentuan Volume Filtrasi, Mud Cake dan Kadar Minyak dalam
Lumpur”.
d. Rizki Triwulanda (153210216) dan Muspita (153210578) : percobaan
“Analisa Kimia Lumpur Bor”.
e. Chalidah Pratiwi Siregar (153210216) dan Atika Irfiana (153210229):
percobaan “Kontaminasi Lumpur Pemboran”.
iii
5. Untuk teman teman praktikan kelompok 3 Analisa Lumpur Pemboran, angkatan
2016 terima kasih atas kebersamaannya dalam membuat laporan akhir Analisa
Lumpur Pemboran. Semangat terus kuliah dan jangan pernah menyerah.
6. Selain itu , penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihak pihak yang
mungkin terlewat atau tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah
membantu penulis dalam menyelesaikan laporan resmi ini. Dukungan dan doa
kalian tetap penulis butuhkan.
iv
DAFTAR TABEL
(LIST OF TABLE)
Tabel
Halaman
1.1 Skala Resistivitas pada Beberapa Jenis Batuan .............. 7
1.2 Skala Resistivitas pada Beberapa Jenis Batuan………...
13
2.1 Pengukuran Viskositas dan Gel Strength Menggunakan
Marsh funnell .................................................................. 30
2.2 Pengukurann Shear Rate dan Gel Strength dengan Fann
VG Meter......................................................................... 30
2.3 Perhitungan Shear Rate dan Shear Stress pada Lumpur
Standar…………………………………………………. 31
2.4 Perhitungan Shear Rate dan Shear Stress pada Lumpur
Standar + additive……………………………………… 31
3.1 Hasil Pengamatan Percobaan Penentuan Filtrasi untuk
Mud Cake dan Kadar Minyak dalam Lumpur…………. 46
4.1 Hasil Pengamatan Analisa Kimia Lumpur……………..
5.1 Percobaan Kontaminasi Lumpur Pemboran…………… 74
v
PENDAHULUAN
(INTRODUCTION)
Analisa Lumpur Pemboran adalah salah satu bagian dari berbagai analisis yang
dilakukan dalam operasi pemboran putar. Suatu pengeboran, sepertinya hal yang mudah
yaitu membuat lubang sumur yang menembus lapisan yang kaya akan minyak. Namun, itu
tidak semudah yang kita bayangkan sebab pengeboran suatu sumur minyak dilakukan
melalui operasi yang khusus dan rumit yang diperoleh setelah melakukan studi di
bidangnya, melakukan eksperimen–eksperimen dan menerapkan dalam praktek di
lapangan.
1
2
(EXPERIMENT I)
3
4
Keterangan :
Vs = Volume solid, bbl
Vml = Volume lumpur lama, bbl
Vmb = Volume lumpur baru, bbl
ds = berat jenis solid, ppg
dml = berat jenis lumpur lama, ppg
dmb = berat jenis lumpur baru, ppg
d s x Vs
x 100 % .............................................................................(6)
d mb x Vmb
Maka bila yang digunakan sebagai solid adalah barit dengan SG = 4,3,
untuk menaikkan densitas dari lumpur lama seberat dml ke lumpur baru
sebesar dmb setiap bbl lumpur lama memerlukan berat solid, Ws sebanyak:
d mb - d ml
Ws = 684 x …..........................................................................(7)
35.8 - d mb
Keterangan :
Ws = berat solid atau zat pemberat, kg barit/bbl lumpur. Sedangkan jika yang
digunakan sebagai zat pemberat adalah Bentonit dengan SG = 2,5, maka
untuk tiap barrel lumpur diperlukan:
d mb - d ml
Ws = 684 x …...........................................................................(8)
20.8 - d mb
Dimana Ws = kg bentonite/bbl lumpur.
dimana :
n = kandungan pasir
Vs = volume pasir dalam lumpur
Vm = volume lumpur
Limestones 50 - 107
Sandstones 1 - 108
Shales 20 – 2 x 103
Sand 1 – 1000
Clay 1 – 100
Pada tabel di atas terlihat adanya ‘irisan’ nilai resistivitas antara jenis
batuan sedimen. Hal ini mengakibatkan interpretasi batuan berdasarkan
nilai log resistivitas merupakan pekerjaan yang sangat sulit.
Akan tetapi nilai resistivitas air garam dapat dibedakan dengan baik
dari minyak dan gas. Karena air garam memiliki nilai resistivitas yang
sangat rendah, sedangkan hidrokarbon (minyak-gas) memiliki nilai
resistivitas yang sangat tinggi. Log resistivitas banyak sekali membantu
pekerjaan evaluasi formasi khususnya untuk menganalisis apakah suatu
reservoir mengandung air garam (wet) atau mengandung hidrokarbon,
sehingga log ini digunakan untk menganalisis Hidrocarbon Water Contact.
Di dalam pengukuran resistivity log, biasanya terdapat tiga jenis
‘penetrasi’ resistivity, yakni shallow (borehole). Medium (invided zone) dan
deep (virgin) penetration. Perbedaan kedalaman penetrasi ini dimaksudkan
untuk menghindari salah tafsir pada pembacaaan resistivity log karena mud
invation (efek lumpur pengeboran) dan bahkan dapat mempelajari sifat
mobilitas minyak.
8
6. Pasir
1.6 Perhitungan
Lumpur standar (air dan bentonite) atau lumpur satu
Diketahui :
Vair : 350 ml
𝑃 air : 1 gr/ml
M bentonite : 22,5 gr
𝑃 bentonite : 2,5 gr/ml
Ditaya :
a. 𝑃 lumpur
b. Sand content
Jawab :
𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒
𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 =
𝑃 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒
22,5 𝑔𝑟
=
2,5 𝑔𝑟/𝑚𝑙
= 9 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑖𝑟 = 𝑃 𝑎𝑖𝑟 × 𝑉𝑎𝑖𝑟
= 1 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 350𝑚𝑙
= 350 𝑔𝑟
𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑎𝑖𝑟
𝑃 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 =
𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑎𝑖𝑟
22,5 𝑔𝑟 + 350 𝑔𝑟
=
9 𝑚𝑙 + 35𝑚𝑙
= 8,645 𝑝𝑝𝑔
𝑉𝑠
𝑠𝑎𝑛𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 = × 100%
𝑉𝑚
0
= × 100%
359
15
= 0%
𝑀 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
𝑉pasir =
𝑃 𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
9𝑔𝑟
=
2,64 𝑔𝑟/𝑚𝑙
= 3,405 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑖𝑟 + 𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
𝑃 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 =
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
350 𝑔𝑟 + 22,5 𝑔𝑟 + 9 𝑔𝑟
=
350𝑚𝑙 + 9 𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙
381,5𝑔𝑟
=
362,4053𝑚𝑙
= 8,769 𝑝𝑝𝑔
𝑉𝑠
𝑠𝑎𝑛𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 = × 100%
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟
3,405𝑚𝑙
= × 100%
350𝑚𝑙 + 9𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙
16
= 0,9395%
Lumpur 3 ( air, bentonite, pasie, CaCO3)
Diketahui :
M air : 350 ml
Vair : 350 ml
M bentonite : 22,5 gr
M pasir : 9 gr/ml
Vbentonite : 9 gr
𝑃 CaCO3 : 2,64 gr/ml
M CaCO3 : 10 gr
Ditaya :
a. 𝑃 lumpur
b. Sand content
Jawab:
𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝑉pasir =
𝑃 𝐶𝑎𝐶𝑂3
10𝑔𝑟
=
2,7 𝑔𝑟/𝑚𝑙
= 3,7 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑖𝑟 + 𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑀 𝐶𝑎𝐶𝑂3
𝑃 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 =
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑉 𝐶𝑎𝐶𝑂3
350 𝑔𝑟 + 22,5 𝑔𝑟 + 9 𝑔𝑟 + 10𝑔𝑟
=
350𝑚𝑙 + 9 𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙 + 3,7𝑚𝑙
391,5𝑔𝑟
=
366,1053𝑚𝑙
= 8,904 𝑝𝑝𝑔
𝑉𝑠
𝑠𝑎𝑛𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 = × 100%
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝐶𝑎𝐶𝑂3
3,405𝑚𝑙
= × 100%
350𝑚𝑙 + 9𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙 + 3,7𝑚𝑙
17
= 0,9300%
Lumpur 4 ( air, bentonite, pasir, barite)
Diketahui :
M air : 350 ml
Vair : 350 ml
M bentonite : 22,5 gr
M pasir : 9 gr/ml
V pasir : 9 gr
Vbentonite : 22,5 gr
𝑃 barite : 4,25 gr/ml
M barite : 10gr
Ditaya :
c. 𝑃 lumpur
d. Sand content
Jawab:
𝑀 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
𝑉pasir =
𝑃 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
10𝑔𝑟
=
4,25 𝑔𝑟/𝑚𝑙
= 2,353 𝑚𝑙
𝑀𝑎𝑖𝑟 + 𝑀 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑀𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑀 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
𝑃 𝑙𝑢𝑚𝑝𝑢𝑟 =
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
350 𝑔𝑟 + 22,5 𝑔𝑟 + 9 𝑔𝑟 + 10𝑔𝑟
=
350𝑚𝑙 + 9 𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙 + 2,353𝑚𝑙
= 1,073 𝑔𝑟/𝑚𝑙 × 8,33𝑝𝑝𝑔/(1 𝑔𝑟/𝑚𝑙)
= 8,940 𝑝𝑝𝑔
𝑉𝑠
𝑠𝑎𝑛𝑑 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑒𝑛𝑡 = × 100%
𝑉𝑎𝑖𝑟 + 𝑉 𝑏𝑒𝑛𝑡𝑜𝑛𝑖𝑡𝑒 + 𝑉𝑝𝑎𝑠𝑖𝑟 + 𝑉𝑏𝑎𝑟𝑖𝑡𝑒
3,405𝑚𝑙
= × 100%
350𝑚𝑙 + 9𝑚𝑙 + 3,405𝑚𝑙 + 2,353𝑚𝑙
= 0,9334%
18
1.7 Pembahasan
Rabu 23 oktober 2019, kami telah melakukan percobaan 1 dengan judul (
pengukuran ) dimana pada percobaan ini kami tertebih dahulu diberi arahan oleh
asistent laboratotium seperti pemberian teori dan langkah - langkah pengerjaan
Selama pratikum. Pada percobaan ini kami menggunakan / membuat empat Sampel
lumpur dengan masing- masing komposisi berbeda yaitu pada lumpur 1 merupakan
lumpur Standart korena mengandung hanya Air Sebanyar 350 ml dan ditambah
Bentonite 22,5 gr, Pada lumpur 2 mengandung air sebanya 350 ml + Bentonite 22.5
gr + Pasir 9 gr, Pada lurmpur 3 mengandung air 350 ml + bentonite 22.5 gr + pasir
9 gr dan ditambah + caco3 10 gr, dan pada lumpur 4 mengandung air 350 ml +
Bentonite 22.5 gr + Pasir 9 gr dan ditambah Campuran Barite 10 gr.
perhitungan teori atau pun pembacaan Skala pada alat terlihat bahwa densitas
lumpur 4 ( +pasir + barite) adalah angka tertinggi.
Procedure ke tiga yaitu pengukuran resistivitas, pada percobaan ini kami tidak
melakukan pengujian karena alat yang berada di laboratorium pemboran dalam
keadaan tidak bisa digunkan ( rusak ) sehingga kami tidak mendapatkan nilai
resistivitas. Hanya saja asistent lab menjelaskan secara teori agar kamu dapat
mengetahui tujuan pengujian resistivitas ini yaitu untuk mengetahui ketahanan
lumpur pemboran untuk dialiri listrik.
1.7 Discussion
Wednesday, October 23, 2019, we have conducted 1 trial with the title
(measurement) where in this experiment we were told that the first time was given
direction by the an asistent, such as the giving of theory and working steps during
Pratikum. In this experiment we use/make four samples of mud with each
20
composition is different from the mud 1 is a standard mud Korena contains only
water Sebanyar 350 ml plus Bentonite 22.5 gr, in mud 2 contains water of 350 ml
+ Bentonite 22.5 gr + Sand 9 gr, in the Strimpur 3 contains water 350 ml +
Bentonite 22.5 gr + Sand 9 gr and plus + CaCO3 10 gr, and in the mud 4 contains
water 350 ml + Bentonite 22.5 gr + Sand 9 gr and plus mixture Barite 10 gr.
In this 1st experiment the first step we did was prepare the tool tools and
materials to be used during Pratikum, after all available start manufacturing
standart mud (water + bentonite) by taking water 350 ml using a measuring cup
Then insert the water into the vessel, after that turn on the tool mud mixer along
with placing the vessel on the tool mud mixer and stopwatch also in the setting 30
seconds, after 30 seconds of speed plus up to 2 speeds and slowly input Bentonite
bit for a up to 22.5 gr and increase the speed to Max 3 and high up to 1 minute 30
seconds. Once mixed with the vessel and after that the input in the mud balance
until full, then close and clean the outside of the appliance using the tissue then set
the mud Balance tool until the state is balanced and obtained the result 8.6. In the
Mud 2, 3, and 4 were carried out the same steps as the composition of each of the
mud that has been determined, in this experiment we do calculations with the theory
and direct readings on the appliance. But what we can display is the reading on the
tool because we are doing it with a laboratory test. In the instrument obtained the
density of mud obtained in the standard mud is 8.6 ppg, density in the mud 2 (+
sand) Bonat 8.7 ppg, Denstas obtained mud 3 (+ sand + Caco3) namely 8.904 ppg
and density mud 4 (sand + barite) ie 8.940 ppg. Based on the theory of calculation
results or the reading of scale on the tool appears that the density of mud 4 (+ sand
+ barite) is the highest number.
Based on the laboratory test that has been done the mud is a material that
has an important role in the drilling because the mud can clean and lift shale drill
to the surface and the drilling process can run smoothly, because The mud can
serve as a cutting removal, also control of the pressure (formation). In this
experiment is added by other mixed chemical substances because of increasing the
21
value of the density to lift the cutting upwards, so the value of the density of the
large level of cutting.
Based on the laboratory test that has been done the mud is a material that
has an important role in the drilling because the mud can clean and lift shale drill
to the surface and the drilling process can run smoothly, because The mud can
serve as a cutting removal, also control of the pressure (formation). In this
experiment is added by other mixed chemical substances because of increasing the
value of the density to lift the cutting upwards, so the value of the density of the
large level of cutting.
1.8 Kesimpulan
Dari pratikum percobaan 1 yang telah dilakukan dapat disimpulkan
disimpulkan beberapa hal sebagai berikut:
1.9 Tugas
1. Jelaskan pengertian fluida pemboran dan lumpur pemboran
Jawab:
fasa cairan adalah komponen utama lumpur pemboran fungsi dari fasa
ini adalah sebagai fasa dasar yang dapat menyebabkan lumpur dapat
mengatur dan bila bereaksi dengan reaktif solid akan membentuk koloid
yang viscositasnya tertentu sehingga lumpur dapat mengangkat serpih bor.
Fasa cair yang biasa di gunakan ialah air tawar, air garam, minyak dan
emulsi antara kinyak dan air.
Ialah padatan yang tidak bereaksi dengan air dan komponen lainnya
dalam lumpur. Fungsi utamanya berkaitan erat dengan densitas lumpur
untuk menambah berat jenis lumpur. Materialnya seperti Barite, Oxida
- Fasa Kimia
Zat kimia merupakan bagian dari sistem yang digunakan untuk
mengontrol sifat –sifat lumpur. Ada banyak zat kimia yang dapat
digunakan untuk menurunkan kekentalan mengurangi water loss,
mengontol fasa . kolid yang disebut surface Active Agent
-gas, udara
-busa detergent, tergantung dari keadaan formasi yang sedang di tembus
bit pemboran
Cara mengatasi :
(EXPERIMENT II)
26
27
Gambar di bawah ini adalah suatu plot pada kertas koordinat rectangular
dari viskositas vs Shear Rate untuk fluida ini. Pada setiap Shear Rate tertentu fluida
mempunyai viskositas yang disebut Apparent Viscosity dari fluida pada Shear Rate
tersebut.
Berbeda dengan fluida newtonian yang mempunyai viskositas konstan,
fluida Non-Newtonian memperlihatkan suatu Shear Stress suatu jumlah tertentu
dari tahanan dalam yang harus diberikan agar fluida mengalir seluruhnya.
Dalam percobaan ini pengukuran viskositas yang sederhana dilakukan
dengan menggunakan alat mars funnel. Viskositas ini adalah jumlah detik yang
dibutuhkan lumpur sebanyak 0,9463 liter untuk mengalir keluar dari corong Marsh
funnel. Bertambahnya viskositas ini direfleksikan dalam bertambahnya Apparent
Viscosity. Untuk fluida Non-Newtonian, informasi yang didapatkan dengan marsh
funnel memberikan suatu gambaran Rheology fluida yang tidak lengkap sehingga
biasa digunakan untuk membandingkan fluida yang baru (awal) dengan kondisi
sekarang.
Yield Point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik-
menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh muatan-muatan pada
permukaan partikel yang didispersi dalam fasa fluida. Gel Strength dan Yield Point
keduanya merupakan ukuran dari gaya tarik menarik antar partikel. Gaya tarik
menarik dalam suatu sistem lumpur. Bedanya, Gel Strength merupakan ukuran
gaya tarik menarik yang statis sedangkan Yield Point merupakan ukuran gaya tarik
menarik yang dinamis.
Di mana :
= Shear Stress, dyne/cm2
= Shear Rate, detik-1
C = Dial reading, derajat.
RPM = Revolution per minute dari rotor.
Tabel 2.2 Pengukuran Shear Rate dan Gel Strength dengan FannVGMeter
Skala
22 3 13 17 2 9
c
21 6 13 17 6 10
Simpangan Max
Pengukuran
10 detik 10 menit
3 28
Gel strength
3 19
2.6 Perhitungan
2.6.1 Shear Rate dan Shear Stress
Ditanya : 𝛾(Shear rate)
Jawab :
Tabel 2.3 Perhitungan Shear Rate dan Shear Stress pada Lumpur
Standar
High Low
Komponen
600 6 200 300 3 100
C 22 3 13 17 2 9
𝑥 22 𝑥3 𝑥 13 𝑥 17 𝑥2 𝑥9
τ
=111,69 =15,23 =66,00 =86,30 =10,15 =45,69
= 5,077 x C 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒 𝑑𝑦𝑛𝑒
9
𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2 𝑐𝑚2
Tabel 2.4 Perhitungan Shear Rate dan Shear Stress pada Lumpur
Standar + additive
Komponen High Low
34
C 21 6 13 17 6 10
Jawab :
= 22 – 17 = 21 – 17
= 5 cp = 4 Cp
35
= 17 – 5 = 17 – 4
Jawab :
Gambar 2.2 Grafik perbandingan antara shear stress dan shear rate
2.7 Pembahasan
Pada praktikum percobaan II ini yang bertujuan dalam pengukuran viskositas
dan gel strength. Viskositas pada lumpur pemboran berpengaruh pada proses
pengangkatan cutting. Viskositas dan gel strength yang rendah akan memberikan
persen berat yang besar dengan waktu sirkulasi yang sama, sehingga partikel akan
cenderung mengendap kembali ke bottom hole. Sehingga viskositas dan gel
36
Untuk shear stress, shear rate, viskositas nyata, viskositas plastic dan yield
point dapat ditentukan dengan alat fann VG meter. Cara kerja alat ini adalah dengan
menghitung dial reading dari lumpur pada 600 RPM, 300 RPM, 200 RPM, 100
RPM, 6 RPM, dan 3 RPM. Skala penunjuk pada fann VG meter akan berbanding
lurus dengan kecepatan putarannya. Semakin kuat putaran dari fann VG meter maka
skalanya juga akan semakin besar. Untuk simpangannya Semakin lama waktu yang
ditentukan dalam menentukan simpangan, maka skala simpangan maksimumnya
juga akan semakin besar.
Viskositas memiliki kaitan erat dengan shear stress dimana Semakin besar
shear stress maka semakin besar pula viskositasnya, begitu juga sebaliknya. Jika
gel strength terlalu besar makan akan menyebabkan formasi pecah dan apabila
terlalu kecil maka cutting tidak dapat terangkat ke permukaan. Dalam aplikasi
lapangan, gel strength sangat diperlukan saat rount trip sehingga dapat mencegah
pengendapan cutting di dasar sumur yang dapat menyebabkan kesulitan pemboran
cmc dibandingkan waktu menurun jika semakin besar cmc makan waktu yang
dibutuhkan untuk melewati marsh funnel akan bertambah. Dengan kata lain
viskositas kinematik naik akan menaikkan viskositas plastiknya.
37
Pada lumpur standar memiliki waktu alir yang lebih lama sebesar 20 s
dibandingkan lumpur standar + CaCO3 sebesar 16,3 s, alat yang digunakan adalah
marsh funnel. Aplikasi lapangan pada pengujian ini cukup banyak, mengingat dari
fungsi lumpur pemboran itu sendiri. Pada proses pemboran, lumpur bisa berfungsi
sebagai pelumas untuk bit, tekanan hidrostatis, mengangkat cutting, media logging,
dan mengetahui zona-zona pada proses pemboran, apakah telah memasuki zona
hidrokarbon atau tidak. Oleh karena itu, lumpur yang disirkulasikan harus memiliki
komposisi yang tepat. Karen ajika lumpur tidak baik, maka akan menimbulkan
permasalahan pada proses pemboran.
2.7 Discussion
In this second experiment practicum which aims to measure viscosity and gel
strength. Viscosity in drilling mud affects the lifting process of cutting. Low
viscosity and gel strength will provide a large percent weight of the partake with
the same circulation time, so the particles will tend to settle back to the bottom hole.
So the viscosity and gel strength need to be increased to prevent re-precipitation by
the particles. Physically, rising temperatures will reduce the viscosity of the liquid
phase of the drilling mud. Viscosity is a measure of the viscosity of a fluid to flow
while gel strength is the force of attraction between particles in a static state.
In this practicum, an experiment is carried out on the sludge with the additive
CaCO3 added, and testing for standard sludge, after adding the additive the sludge
is ready to be tested. The tests include viscosity, yield point, and gel strength. In
38
this experiment some tools are needed, but the ones who have an important role in
this test are marsh funnel and fann VG meter, because this tool will be able to get
the main data to be calculated.
For shear stress, shear rate, real viscosity, plastic viscosity and yield point
can be determined by means of a FG VG meter. The way this tool works is by
calculating dial reading from mud at 600 RPM, 300 RPM, 200 RPM, 100 RPM, 6
RPM, and 3 RPM. The scale of the pointer on the VG meter will be directly
proportional to the rotational speed. The stronger the rotation of the fann VG meter,
the greater the scale will be. For deviations The longer the time determined in
determining deviations, the maximum deviation scale will also be greater.
Viscosity is closely related to shear stress where the greater the shear stress,
the greater the viscosity, and vice versa. If the gel strength is too large, it will cause
the formation to break and if it is too small, the cutting cannot be raised to the
surface. In field applications, gel strength is very much needed during a rount trip
so as to prevent deposition of cutting at the bottom of the well which can cause cmc
drilling difficulties compared to the downward time if the cmc gets bigger, then the
time needed to pass through the marsh funnel will increase. In other words, the
increased kinematic viscosity will increase the plastic viscosity.
The standard sludge has a longer flow time of 20 s compared to the standard
sludge + CaCO3 of 16.3 s, the tool used is the marsh funnel. Field applications in
this test are quite a lot, given the function of the drilling mud itself. In the drilling
process, sludge can function as a lubricant for beets, hydrostatic pressure, lift
39
cutting, logging media, and find out the zones in the drilling process, whether or
not it has entered the hydrocarbon zone. Therefore, the circulated mud must have
the right composition. Because if mud is not good, it will cause problems in the
drilling process.
2.8. Kesimpulan
Dari percobaan yang telah di lakukan dapat diambil kesimpulan sebagai
berikut:
2.9. Tugas
1. Diketahui dari sebuah pengukuran yang dilakukan di laboratorium
didapatkan dial reading pada 300 RPM dan 600 RPM adalah 1X dan 2X
yang didapatkan dari pengukuran menggunakan alat Fann VG Meter.
Tentukan besar nilai viskositas nyata dari lumpur pemboran tersebut!
(di mana X = NPM terakhir)
Jawab:
14 24
𝜇𝑝 = 300 × 300 𝜇𝑝 = 600 × 600
= 14 Cp = 24 Cp
40
Jawab:
(EXPERIMENT III)
42
43
dalam evaluasi formasi dan tahap produksi. Mud cake yang tipis akan merupakan
bantalan yang baik antara pipa pemboran dan permukaan lubang bor. Mud cake
yang tebal akan terjepit pipa pemboran sehingga sulit diangkat dan diputar,
sedangkan filtratnya akan menyusup ke formasi dan dapat menimbulkan damage
pada formasi.
Dalam percobaan ini akan dilakukan pengukuran volume filtration loss dan
tebal mud cake untuk static filtration. Standar prosedur yang digunakan adalah
APIRP 13B untuk LPLT (low pressure low temperature). Lumpur ditempatkan
dalam silinder standar yang bagian dasarnya dilengkapi kertas saring dan diberi
tekanan sebesar 100 psi dengan lama waktu pengukuran 30 menit. Volume Filtrate
ditampung dengan gelas ukur dengan cubic centimeter (cc).
Persamaan untuk volume Filtrate yang dihasilkan dapat diturunkan dari
persamaan Darcy, persamaannya adalah sebagai berikut:
i
Cc 2
2k Cm 1
Vf = A Pt ....................................................................(1)
Dimana:
A : Filtration Area.
K : Permeabilitas Cake.
Cc : Volume fraksi solid dalam mud cake.
Cm : Volume fraksi solid dalam lumpur.
P : Tekanan filtrasi.
t : waktu filtrasi = viskositas filtrat.
Pembentukan mud cake dan filtration loss adalah dua kejadian dalam
pemboran yang berhubungan erat, baik waktu, kejadiannya maupun sebab dan
akibatnya. Oleh sebab itu maka pengukurannya dilakukan secara bersamaan.
Persamaan yang umum digunakan untuk static filtration loss adalah:
44
0,5
t
Q2 = Q1 x 2 ……………………………………(2)
t1
Dimana :
Q1 : Fluid loss pada waktu t1.
Q2 : Fluid loss pada waktu t2.
3.3.2 Bahan
1. Bentonite
2. Barite
3. Aquades
4. Berbagai jenis fluid loss control agen (conditional)
5. Berbagai jenis bahan bakar liquid (conditional)
45
Gelas ukur
Gambar 3.1 Alat Percobaan Penentuan Filtrasi untuk Mud Cake dan Kadar
Minyak dalam Lumpur
Tabel 3.1 Hasil Pengamatan Percobaan Penentuan Filtrasi untuk Mud Cake dan
Kadar Minyak dalam Lumpur
3.6 Pembahasan
Lumpur bor dapat didefinisikan sebagai semua jenis fluida (cairan, cairan
berbusa, gas bertekanan) yang dipergunakan untuk membantu operasi pemboran
dengan membersihkan dasar lubang dari serpih bor dan mengangkatnya ke
permuikaan, dengan demikian pemboran dapat berjalan dengan lancar. Filtration
loss adalah kehilangan sebagian fasa cair (filtrate) lumpur yang masuk ke dalam
formasi permeable. Filtration loss yang terlalu besar berpengaruh jelek terhadap
formasi maupun terhadap lumpurnya sendiri, karena dapat menyebabkan terjadinya
formation damage (pengurangan permeabilitas efektif terhadap minyak/gas) dan
lumpur akan kehilangan banyak cairan. Mud cake sebaiknya tipis agar tidak
memperkecil lubang bor.
Lumpur memegang peranan penting dalam operasi pemboran terutama dalam
proses pembersihan cutting di dasar sumur dan pengangkatan cutting kepermukaan.
Pengontrolan densitas lumpur sangat penting dalam suatu operasi pengeboran.
Pengontrolan ini bertujuan untuk mengendalikan loss circulation dan pembentukan
mud cake yang berlebihan. Jika fluida lumpur terlalu banyak hilang ke formasi
maka hal pertama yang akan terjadi adalah pembentukan mud cake yang terlalu
tebal sehingga membuat lubang bor menjadi sempit dan akhirnya pipa bor susah
untuk diputar.
Pada percobaan ini kami melakukan percobaan tentang pembentukan mud cake
dan terjadinya filtrasi dengan menggunakan alat filter press, alat filter press yang
digunakan yaitu LPLT atau low pressure low temperature yang bertekanan 100 psi,
Pertama kali kami menyiapkan bahan-bahan yang akan digunakan sebagai sebagai
percobaan dan ditimbang menggunakan timbangan digital, bahan yang digunakan
yaitu bentonite 25 gram, serta air 350 ml yang ditaruh kedalam gelas ukur. Air
sebanyak 350 ml akan diaduk menggunakan mud mixer selama 35 detik,
selanjutnya cmc dan bentonite akan ditambahkan ke dalam air pada detik ke 10 dan
15. Hasil dari campuran ini terdapat gumpalan dan endapan, hal ini
mengindikasikan bahwa cmc yang kami gunakan kurang bagus. Selanjutnya, kami
menyiapkan alat filter press, 2 filter paper digunakan untuk menyaring diletakkan
dibagian dasar tabung filter press, pengujian pada alat ini dilakukan selama 30
49
menit dengan tekanan sebesar 100 psi, setelah itu kami menghitung volume filtrat
yang tertampung selama selang 10 menit. Hasil yang didapatkan yaitu terbentuknya
mud cake dengan ketebalan 3.0 mm pada filter paper. Mud cake yang terbentuk
tidak sempurna dan tipis dikarenakan lama pengujian selama 30 menit.
Aplikasi lapangan dari percobaan ini yaitu khususnya untuk seorang mud
engineer, karena seorang mud engineer akan bertanggung jawab dengan proses
pembuatan lumpur pemboran. Komposisi lumpur yang tepat akan memudahkan
jalannya proses pemboran, dikarenakan fungsi vital dari lumpur yaitu untuk
menjaga tekanan formasi dan sirkulasi.
3.6 Discussion
Drilling mud can be defined as any type of fluid (liquid, foamy liquid,
pressurized gas) that is used to assist drilling operations by cleaning the bottom of
the hole from the drill shale and lifting it to the surface, so the drilling can run
smoothly. Filtration loss is the loss of part of the liquid phase (filtrate) sludge that
enters the permeable formation. Filtration loss that is too large has a bad effect on
the formation and the mud itself, because it can cause formation damage (reduction
of effective permeability to oil / gas) and mud will lose a lot of liquid. Mud cake
should be thin so as not to minimize the drill hole.
Sludge plays an important role in drilling operations, especially in the process
of cleaning cuts at the bottom of wells and removal of surface cuts. Controlling
sludge density is very important in a drilling operation. This control aims to control
loss circulation and the formation of excessive mud cake. If too much mud fluid
disappears into the formation, the first thing that will happen is the formation of a
mud cake that is too thick, making the drill hole narrow and finally the drill pipe is
difficult to rotate.
In this experiment, we conducted an experiment about the formation of mud
cake and the occurrence of filtration using a filter press, the filter press tool used
is LPLT or low pressure low temperature which is pressurized 100 psi. The first
time we prepared materials to be used as an experiment weighed using a digital
scale, the material used is 25 gram bentonite, and 350 ml of water placed into a
50
measuring cup. 350 ml of water will be stirred using a mud mixer for 35 seconds,
then cmc and bentonite will be added to the water at 10 and 15 seconds. The results
of this mixture are lumps and deposits, this indicates that the cmc that we use is not
good. Next, we prepared a filter press, 2 filter paper used to filter was placed at the
bottom of the filter press tube, testing on this tool was carried out for 30 minutes
with a pressure of 100 psi, after that we calculated the volume of the filtrate that
was accommodated for an interval of 10 minutes. The results obtained are the
formation of mud cake with a thickness of 3.0 mm on the filter paper. Mud cake that
is formed is imperfect and thin due to the length of testing for 30 minutes.
The field application of this experiment is specifically for a mud engineer,
because a mud engineer will be responsible for the process of making drilling mud.
Proper mud composition will facilitate the drilling process, because the vital
function of the mud is to maintain formation and circulation pressure.
3.8 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka percobaan ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
1. Komposisi lumpur harus dikontrol karena jika tidak dikontrol akan
berpengaruh terhadap filtration loss dimana sebagian cairan lumpur akan
masuk ke formasi dan hal ini akan menyebabkan rusaknya formasi,
sedangkan mud cake yang terlalu tebal akan menyebabkan penyempitan
lubang bor.
2. Prinsip kerja dari alat filter press yaitu lumpur yang ditempatkan didalam
silinder dan dibagian bawahnya dilengkapi kertas saringan akan diberikan
tekanan sebesar 100 psi hingga volume filtrat lumpur keluar.
3. Apabila filtrat terlalu banyak hilang kedalam formasi maka akan merusak
formasi dan menyebabkan clay swelling dimana permeabilitas dari
formasi akan berkurang, sedangkan mud cake yang terlalu tebal akan
menyebabkan penyempitan lubang bor sehingga pipa akan sulit diangkat
dan diputar.
51
3.9 Tugas
1. Definisikan istilah berikut dengan jelas:
a. Mud Cake
b. Filtratin Loss
c. Fluid Loss
Jawab:
a. Mud cake adalah padatan yang menempel pada dinding lubang bor
yang terbentuk akibat adanya filtrasi terhadap lumpur yang
disirkulasikan oleh batuan berporous.
b. Filtration loss adalah kehilangan sebagian fasa cair (filtrat) lumpur
kedalam formasi permeable atau kedalam formasi poros.
c. fluid loss adalah suatu campuran padat-cair seperti lumpur berada
dalam kontak dengan media poros seperti dinding lubang bor dengan
adanya tekanan yang bekerja padanya maka akan terjadi perembesan
zat cair kedalam media poros tersebut atau bahasa singkatnya
kehilangan kemampuan mengalir dan berubah bentuk.
Jawab:
a. Low gravity solid adalah tipe padatan fluida pemboran yang memiliki
densitas lebih rendah dari barite atau hematite yang digunakan untuk
memberatkan fluida pemboran.
52
Jawab:
Jawab:
dan sulitnya dalam melakukan logging dikarenakan banyaknya media yang hilang,
sedangkan jika filtration rendah akan membentuk mud cake yang tipis dan kurang
baik untuk bantalan drill pipe. Cara menanggulangi masalah ini yaitu dengan
mengganti jenis lumpur yang digunakan atau menmbahka additif.
Jawab:
Low gravity solid yang tidak terlarut dalam fluida pemboran akan
menimbulkan bahaya untuk fluida pemboran karena akan merubah properties atau
sifat dari lumpur pemboran. Biasanya densitas ideal dari fluida pemboran adalah
3.8 atau lebih, namun keberadaan low gravity solid yang berlebihan akan membuat
densitas lumpur turun dibawah 3.8. Beberapa cara untuk meontrol low gravity solid
yaitu dengan cara :
(EXPERIMENT IV)
54
55
4.3.2 Bahan
1. NaHCO3
2. NaOH
3. CaCO3
4. Serbuk MgO
5. Kalium Khromat
6. Bentonite
7. Gypsum
8. Aquadest
9. Larutan H2SO4 0,02 N
10. Larutan AgNO3
56
Labu Buret
Perhitungan:
1. Total Alkalinity =
M Normalitas H 2 SO4 1000
epm Total Alkalinity
ml Filtrate
2. CO3-2 Alkalinity =
58
(M P) NH 2 SO4 1000
ppm CO32 = BMCO32
ml Filtrate
P NH 2 SO4 1000
ppm CO32 = BMCO32
ml Filtrate
3. OH- Alkalinity =
(2P M ) NH 2 SO4 1000
ppm OH = BMOH
ml Filtrate
4. HCO3-1 Alkalinity =
(M 2P) NH 2 SO4 1000
ppm HCO 3 = BMHCO 3
ml Filtrate
Perhitungan:
𝑚𝑙 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 𝑀 𝐸𝐷𝑇𝐴 𝑥 1000
Kesadahan total = = epm (Ca+2 + Mg+2)
𝑚𝑙 𝑓𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
P = 17 ml
1.
M = 11 ml
pH = 11
60
2. Volume filtrate = 3 ml
pH = 10
pH = 10
4.6 Perhitungan
4.6.1 Analisa Kimia Alkalinitas
Diketahui : M = 11 ml
P = 17 ml
Normalitas H2SO4 = 0.02
Volume filtrat = 3 ml
Berat Molekul CO32- = 60 gr
Berat Molekul HCO3- = 61 gr
2P = 2 × 17 𝑚𝑙
= 34 𝑚𝑙
= 11 𝑚𝑙 × 30.02
𝑚𝑙
× 1000
= 73,33 ppm
= - 2400 ppm
c. OH- Alkalinitas
(2𝑃−𝑀) 𝑥 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐻₂𝑆𝑂₄ 𝑥 1000
= 𝑥 𝐵𝑀𝑂𝐻¯
𝑚𝑙 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
= 2606,67 ppm
= 56,67 ppm
4.6.3 Kandungan Klorida
Diketahui :
Volume AgNO3 = 11 ml
Normalitas AgNO3 = 0.01
Volume Filtrat = 2 ml
BACl- = 35.55
Ditanya : Kandungan Klorida
Jawab :
Kandungan Klorida
11 𝑚𝑙 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 𝑁𝑜𝑟𝑚𝑎𝑙𝑖𝑡𝑎𝑠 𝐴𝑔𝑁𝑂3 𝑥 1000
= 𝑥 𝐵𝐴 𝐶𝑙 −
𝑚𝑙 𝐹𝑖𝑙𝑡𝑟𝑎𝑡
11 𝑚𝑙 𝑥 0.01 𝑥 1000
= 𝑥 35.5
2 𝑚𝑙
= 1952.5 ppm
4.7 Pembahasan
Dalam pelaksaan suatu pengeboran menembus zona-zona tertentu
diperlukan pengetahuan khusus mengenai kondisi reservoirnya, apakah zona
tersebut memiliki tingkat keasaman yang tinggi atau tidak dan bagaimana
kandungan ion Cl- ataupun kondisi lapisan limestone dengan kandungan
gypsumnya. Hal ini perlu dianalisa mengingat sifat kimia dari lapisan-lapisan
ataupun formasi reservoir tersebut yang dapat mempengaruhi proses pengeboran.
Data-data yang diperlukan meliputi tingkat alkalinitas, kesadahan total, kandungan
ion klor, ion kalsium, ion besi, serta pH lumpur bor (dalam hal ini filtratnya). Dalam
hal ini kita hanya menganalisa filtrat dari lumpur pemboran karena dengan
demikian kita bisa menginterpretasikan kondisi reservoir yang sebenarnya dengan
kondisi zat additive tertentu.
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi
dengan asam. Dari analisa alkalinitas kita bisa mengetahui konsentrasi hidroksil,
bikarbonat, karbonat. Pengetahuan tentang konsentrasi ion-ion ini diperlukan
63
misalnya untuk mengetahui kelarutan batu kapur yang masuk ke dalam sistem
lumpur pada waktu pemboran menembus formasi limestone.
Pada praktikum percobaan IV analisa kimia lumpur pemboran langkah
pertama yang dilakukan yaitu menguji Ph dari lumpur. Pada analisa kimia
alkalinitas diperoleh pH 11, pada analisa kesadahan total diperoleh pH 10 dan
kandungan klorida diperoleh pH 10. Berdasarkan teori dasar bahwa lumpur tersebut
tergolong bagus untuk lumpur pemboran, karena untuk pemboran memiliki pH 8,5-
12.
Pada analisa kimia alkalinitas, pengujian ini menggunakan indikator tetes
penolphlein dan metil jingga masing-masing sebanyak 2 tetes lalu dititrasi
menggunakan H2SO4 0,02 N. Nilai P = 17 ml, M = 11 sehingga 2P = 34 ml dimana
2P . M yang menunjukkan adanya gugus ion OH- dan CO3-2. Total alkalinitas =
73,33 ppm, CO3-2 alkalinitas = - 2400 ppm, OH- alkalinitas 2606,67 ppm.
Alkalinitas berkaitan dengan kemampuan suatu larutan untuk bereaksi dengan
asam, semakin besar kandungannya maka menyebabkan korosif pada pemboran.
Pada analisa uji kesadahan total, pengujian ini menggunakan indikator tetes
EDTA (Ethylen Diamin Tetra Asetat) dan EBT (Ericrom Black T), dan larutan
buffer yang berfungsi untuk mempertahankan pH. Volume EDTA = 17 ml, M
EDTA = 0,01 dan ml filtrat = 3 ml sehingga diperoleh kesadahan total = 56,67 ppm.
Kesadahan total bisa berasal dari air formasi yang mengandung banyak kalsium dan
magnesium, kandungan Ca+2 dan Mg+2 yang berikatan dengan CO3-2 menjadi
CaCO3 dan MgCO3 dapat membentuk scale sehingga sirkulasi lumpur dapat
terlambat karena penyempitan oleh scale.
Pada analisa menentukan kandungan klorida, indicator yang digunakan
adalah kalium kromat dan dititrasi dengan AgNO3. Volume AgNO3 = 11 ml, N
AgNO3 = 0,01 dan ml filtrat = 2 sehingga kandungan klorida yang diperoleh =
1952,5 ppm. Uji klorida ini sangat penting, dengan mengetahui kandungan formasi
garam ataupun kontaminasi garam yang berasal dari air formasi. Kandungan Cl-
akan berikatan dengan Na+ membentuk NaCl- yang merupakan salah satu jenis
garam. Apabila kandungan klorida berlebih pada lumpur pemboran akan
menyebabkan kenaikan viscositas, yield point, gel strength, dan penurunan pH
64
4.7 Discussion
In carrying out a drilling through certain zones, special knowledge is needed
regarding the condition of the reservoir, whether the zone has a high acidity level
or not and how the content of Cl-ions or limestone layer conditions with gypsum
content. This needs to be analyzed given the chemical nature of the reservoir layers
or formations that can affect the drilling process. The data required includes the
level of alkalinity, total hardness, the content of chlorine ions, calcium ions, iron
ions, and the pH of the drilling mud (in this case the filtrate). In this case, we only
analyze the filtrate from the drilling mud because we can then interpret the actual
reservoir conditions with the conditions of certain additives.
Alkalinity is related to the ability of a solution to react with acids. From the
analysis of alkalinity we can find out the concentrations of hydroxyl, bicarbonate,
carbonate. Knowledge of the concentration of these ions is needed for example to
determine the solubility of limestone that enters the mud system at the time of
drilling through the limestone formation.
In the fourth experiment practicum, the chemical analysis of drilling mud is
the first step carried out by testing the pH of the mud. In the chemical analysis of
alkalinity obtained pH 11, the analysis of total hardness obtained pH 10 and the
chloride content obtained pH 10. Based on the basic theory that the sludge is good
for drilling mud, because drilling has a pH of 8.5-12.
In the chemical analysis of alkalinity, this test uses a drop indicator of
penolphlein and methyl orange each of 2 drops and then titrated using H2SO4 0.02
65
4.8 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas maka percobaan ini dapat disimpulkan
sebagai berikut:
66
4. Indikasi apa yang terjadi pada lumpur pemboran, jika terdapat kandungan
ion besi yang cukup tinggi ?
Jawab:
Indikasi yang terjadi pada lumpur pemboran, bisa komponen kimia yang
bersifat asam ataupun basa yang terlalu tinggim dang mengganggu sifat
lumpur lainnya seperti densitas, viskositas, gel strength, yield point. Jika
terdapat kandungan ion besi pada lumpur. Maka akan bersifat asam dan
mengalami korosif.
(EXPERIMENT V)
sebab itu mutlaklah untuk memelihara atau mengontrol sifat - sifat fisik lumpur
Salah satu penyebab berubahnya sifat fisik lumpur adalah adanya material-
material yang tidak diinginkan (kontaminan) yang masuk ke dalam lumpur pada
saat operasi pemboran sedang berjalan. Kontaminasi yang sering terjadi adalah
sebagai berikut:
68
filtration loss. Kadang-kadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan
dengan kehadiran garam pada sistem lumpur.
2. Kontaminasi Gypsum
Gypsum dapat masuk ke dalam lumpur pada saat pemboran menembus
formasi Gypsum, lapisan Gypsum yang terdapat pada formasi shale atau
limestone. Akibat adanya Gypsum dalam jumlah yang cukup banyak dalam
lumpur pemboran, maka akan merubah sifat-sifat lumpur tersebut seperti
Plastic Viscosity, Yield Point, Gel Strength dan Fluid Loss.
3. Kontaminasi Semen
Kontaminasi semen dapat terjadi akibat operasi penyemenan yang kurang
sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, floatcollar dan
casing shoe. Kontaminasi semen akan merubah Plastic Viscosity, Gel strength,
Fluid Loss dan pH lumpur.
Selain dari ketiga kontaminasi di atas , bentuk kontaminasi lain yang dapat
terjadi selama operasi pemboran adalah :
a. Kontaminasi “Hard Water” atau kontaminasi oleh air yang mengandung
ion kalsium dan magnesium cukup tinggi.
b. Kontaminasi Carbon Diokside.
c. Kontaminasi Hydrogen Sulfide.
d. Kontaminasi Oxigen.
Dalam praktikum ini akan dipelajari perubahan sifat akibat kontaminasi
yang sering terjadi sekaligus cara penanggulangannya.
84
85
5.3.2 Bahan
1. Aquadest.
2. NaCl.
3. Gypsum.
4. Semen.
5. Bentonite.
6. NaOH
7. Caustic Soda
8. Monosodium phosphate.
Lumpur
No Parameter L.S + NaCl
Standar
1 C600 20
2 C300 16
5 pH meter 9
Simpangan maksimum 10
6 4
detik (V”)
Simpangan maksimum 10
7 3
menit (V’)
Lumpur
No Parameter L.S + Gypsum
Standar
1 C600 20 5
2 C300 16 4
5 pH meter 9 9
Simpangan maksimum 10
6 4 1
detik (V”)
Simpangan maksimum 10
7 3 1
menit (V’)
5.6 Perhitungan
5.6.1 Lumpur Standar (10 gr bentonite + 350 ml aquadest)
Dik: C600 = 20
C300 = 16
Simpangan Maksimum 10 detik = 4
Simpangan Maksimum 10 menit = 3
PH = 9
Dit: a. Plastic Viscosity (μp ) ?
b. Yield Point (Yp) ?
c. 𝐺𝑒𝑙 𝑆𝑡𝑟𝑒𝑛𝑔𝑡ℎ ?
Jawab:
a. μp = C600 − C300 = 20 − 16 = 4 cp
b. Yp = C300 − μp = 16 − 4 = 12 lb⁄100ft 2
Simpangan maksimum 10 detik 4
c. Gel Strength = = 3 = 1,33
simpangan maksimum 10 menit
5.7 Pembahasan
Semua bahan di mix sehingga terbentuk lumpur, kemudian ukur pH, dan didapat
harga pH = 9. Setelah ukur pH, lanjut ketahap menentukan C600, C300, simpangan
max 10 detik & 10 menit yakni menggunakan alat Fann VG Meter. Didapatlah hasil
yakni C600 = 5, C300 = 4, Yp = 3, µp = 1, simpangan maksimum 10 detik = 1 dan
simpangan 10 menit = 1, terakhir gel strength = 1. Kemudian pengujian untuk
kontaminasi LS + Semen. Prosedur/langkah sama dengan gypsum. Dapatlah nilai
C600 = 4, C300 = 3, Yp = 2, µp = 1, pH = 8, simpangan maksimum 10 detik = 2 dan
simpangan 10 menit = 2, terakhir gel strength = 1.
Kontaminasi yang sering terjadi adalah kontaminasi sodium chlorida,
gypsum, dan semen. Kontaminasi sodium chlorida terjadi pada saat pemboran
menembus formasi garam. Karena lapisan garam adalah lapisan batuan yang
mengandung konsentrasi garam cukup tinggi. Akibatnya adanya kontaminasi ini,
akan mengakibatkan berubahnya sifat lumpur seperti viscositas, yield point, gel
strength, dan filtration loss. Terkadang penurunan pH dapat pula terjadi bersamaan
dengan kehadiran garam pada sistem lumpur. Kontaminasi gypsum terjadi pada saat
pemboran menemus formasi gypsum yang terdapat pada lapisan shale dan
limestone. Akibat adanya gypsum yang cukup banyak dalam lumpur, maka akan
merubah sifat fisik lumpur. Kontaminasi semen terjadi akibat operasi penyemenan
yang kurang sempurna atau setelah pengeboran lapisan semen dalam casing, float
collar, dan casing shoe. Kontaminasi ini juga dapat merubah sifat fisik lumpur.
Selain kontaminasi itu, ada juga kontaminasi yang dapat terjadi selama operasi
pemboran yaitu: kontaminasi hard water, kontaminasi carbon dioxide, dan
kontaminasi hydrogen sulfide, (Adrian Syahpyutra, dkk 2016).
Cara menanggulangi kontaminasi yang terjadi yaitu dengan penambahan
zat additive kedalam lumpur pemboran, seperti untuk kontaminasi gypsum itu
ditambahkan caustic soda yang digunakan untuk meningkatkan daya pemecah
gumpalan terhadap lempung, dapat mencegah terlarutnya ion OH serta dapat
mengontrol pH lumpur/menaikkan pH lumpur serta dapat merubah sifat aliran yang
mengakibatkan ketidakstabilan dilubang bor. Sedangkan untuk semen itu dengan
menambahkan sodium bikarbonat dan untuk NaCl ditambahkan dengan kalium
khlorida. Selain 3 zat tersebut, masih ada cara lain yaitu dengan penambahan
92
Biopolimer dan bisa juga dengan penambahan Bentonite Extender. Kedua jenis ini
berguna untuk mengontrol atau menaikkan voskositas, µp, Yp, dan gel strength
(Bayu, 2018).
pH yang bagus adalah 8-12, apabila pH<8 maka bersifat asam yakni mampu
menyebabkan korosif atau kerusakan pada alat pemboran. Jika nilai pH>12 maka
bersifat basa dan akan menyebabkan terbentuknya scale yang akan menyebabkan
penyempitan pada pipa pemboran.
Aplikasi lapangan pada percobaan ini adalah setelah kita mengetahui
senyawa apa yang terkontaminasi pada lumpur, maka kita dapat memilih dan
menyesuaikan additive apa yang cocok untuk menanggulanginya. Kemudian
dengan melakukan pengujian ini, kita jadi bisa mengetahui di zona apa saja yang
sudah terlewati.
5.7 Discussion
The discussion this time is about drilling mud contamination. Here we only
test drilling mud which is contaminated with gypsum and cement. Drilling mud
contamination is an event that occurs during the drilling process where the mud
will be contaminated when drilling passes through certain layers. The cause of
changes in the physical properties of drilling mud is the presence of unwanted
materials that enter the mud while the operation is running, (Adrian Syahpyutra, et
al 2016).
How to cope with contamination that occurs is by adding additives into the
drilling mud, such as for gypsum contamination, caustic soda is added which is
used to increase the breaking ability of clots to the clay, can prevent the dissolution
of OH ions and can control the pH of the mud / increase the pH of the mud and can
change the properties flow that results in instability in the drill hole. As for the
cement, sodium bicarbonate is added and NaCl is added with potassium chloride.
In addition to these 3 substances, there are still other ways, namely the addition of
Biopolymers and also with the addition of Bentonite Extender. Both types are useful
for controlling or increasing vososity, µp, Yp, and gel strength (Bayu, 2018).
94
5.8 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan serta pembahasan, dapat ditarik kesimpulan,
diantaranya:
1. Kontaminasi yang terdapat pada lumpur berpengaruh terhadap sifat fisik
lumpur, seperti perubahan viskositas, yield point dan gel strength.
2. Kontaminasi Gypsum menaikan vikositas plastik, yield point dan gel
strength sama halnya dengan kontaminasi semen. Sehingga perlu
ditambahkan zat additive agar sifat fisik lumpur tidak berubah dan dapat
terkontrol. Seperti pada kontaminasi Gypsum perlu ditambahkan caustic
soda, begitupun dengan semen yaitu dengan penambahan sodium
bikarbonat.
5.9 Tugas
1. Jelaskan pengertian kontaminasi pengeboran dan hubungannya dengan
proses pengeboran itu?
Jawab:
Kontaminasi pemboran yaitu masuknya zat lain ke dalam lumpur
pengeboran. Hubungannya dengan pemboran yaitu apabila terjadi
kontaminasi maka sifat lumpur pemboran dapat berubah, hal ini tentu saja
akan mengganggu proses pemboran yang di lakukan sebab itu di
lakukannya penanggulangan untuk menetralkan kembali yang
terkontaminasi.
95
KESIMPULAN
(CONCLUSION)
1. Kesimpulan
Berdasarkan percobaan satu sampai percobaan lima maka didapat
kesimpulan secara umum yaitu:
A. Pengukuran Densitas, Sand Content dan Resistivity Lumpur Pemboran
1) Mengetahui densitas dari lumpur berguna untuk penahan tekanan formasi.
2) Mengetahui adanya sand content untuk menjaga sifat dari lumpur, jika
adanya sand content pada lumpur maka akan membuat viskositasnya
menjadi lebih besar.
3) Resistivity lumpur ini berfungsi pada saat logging, sehingga mengetahui
berbagai macam formasi.
C. Penentuan Volume Filtrasi, Mud Cake, dan Kadar Minyak dalam Lumpur.
1) Volume filtrasi ini adalah filtrate yaitu air yang terkandung dalam lumpur
akan masuk ke formasi sehingga filtrate ini menyebabkan mud cake.
Terjadiny filtrate ini menyebabkan kandungan air terhadap lumpur akan
sedikit dan mengganggu sifat dari lumpur.
2) Mud cake terbentuk adanya filtrate, mud cake adalah padatan yang berada
pada dinding formasi. Kriteria mud cake yang diinginkan adalah tidak
terlalu tipis ataupun terlalu tebal. Jika tebal menyebabkan stuck pipe dan
99
2. Saran
Beberapa saran yang ingin disampaikan penulis pada saat dilakukan
pratikum analisa lumpur pemboran yaitu:
a. Pratikum sebaiknya tidak dibatasi oleh waktu, karena pada saat menjalani
praktikum diperlukan banyak waktu agar prosedur praktikum bisa diikuti
dengan baik.
b. Alat beserta bahan pada saat praktikum sebaiknya diperbarui atau
tindaklanjuti, disebabkan ada beberapa alat yang rusak.
69
DAFTAR PUSTAKA
(REFERENCES)