PENDAHULUAN
Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas konstruksi sumur adalah sejauh
mana kualitas semen yang digunakan. Untuk itu perlu dilakukan studi
laboratorium untuk mengetahui komposisi dan sifat fisik semen. Diharapkan
dengan kualitas semen yang baik konstruksi sumur dapat bertahan lebih dari 20
tahun.
Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk :
1. Melekatkan casing pada dinding lubang sumur.
2. Melindungi casing dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi pemboran
(seperti getaran).
3. Melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosi.
4. Memisahkan zona yang satu terhadap zona lainnya dibelakang casing.
Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua yaitu Primary
Cementing dan Secondary atau Remedial Cementing (penyemenan kedua atau
penyemenan perbaikan).
Primary Cementing adalah penyemenan yang pertama kali dilakukan setelah
casing diturunkan ke dalam sumur. Pada Primary Cementing, penyemenan casing
pada dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen.
Sedangkan Secondary Cementing adalah penyemenan ulang untuk
menyempurnakan primary cementing atau untuk memperbaiki penyemenan yang
rusak. Setelah operasi khusus semen dilakukan, seperti Cement Bond Logging
(CBL) dan Variable Density Logging (VDL), kemudian didapati kurang
sempurnanya atau ada kerusakan pada primary cementing maka dilakukan
secondary cementing.
Standar minimum yang harus dimiliki dari perencanaan sifat-sifat semen
didasarkan pada Brookhaven National Laboratory dan API Spec 10
Specification for Material and Testing for Well Cementing.
Menurut alasan dan tujuannya penyemenan dibagi menjadi dua :
1
1. Primary Cementing
Adalah suatu penyemenan dimana langsung dilakukan setelah pemasangan
casing, kegunaan primary cementing diantaranya :
a. Melekatkan casing ke formasi
b. Melindung pipa dari tekanan – tekanan formasi
c. Menutup zona lost circulation
d. Membuat pemisah zona dibelakang casing
Penyemanan conductor casing bertujuan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi fluida pemboran dengan formasi. Pada surface casing bertujuan
melindungi air tanah agar tidak tercemar dari fluida pemboran, memperkuat
kedudukan surface casing sebagai tempat dipasangnya alat BOP, untuk
menahan beban casing yang berada dibawahnya, dan untuk mencegah
terjadinya aliran fluida pemboran atau fluida formasi yang akan melalui
surface casing.
Penyemenen intermediate casing bertujuan untuk menutupi tekanan
formasi abnormal atau untuk mengisolasi daerah lost circulation.
Penyemenen production casing bertujuan untuk mencegah terjadinya
aliran antar formasi ataupun aliran fluida formasi yang tidak diinginkan, yang
akan memasuki sumur, untuk mengisolasi zona produktif yang akan
diproduksikan fluida formasi, dan juga untuk mencegah terjadinya korosi pada
casing yang disebabkan oleh material–material korosif.
2. Secondary Cementing
Adalah suatu cara dimana cemen slurry ditekan masuk kesuatu formasi
atau tidak disumur, gunanya antara lain :
Memperbaiki Primary Cementing yang tidak sempurna.
Mengurangi gas oil, water oil atau water gas ratio.
Memperbaiki casing yang patah.
Menutup zona lost circulation.
Membantu pada primary cementing bila fill up ( pengisian kolom
yang harus disemen ) tidak cukup.
2
Secondary cementing dapat dibagi menjadi 3 bagian :
a. Squezze Cementing, bertujuan untuk :
Mengurangi WOR, WGR, GOR.
Menutup formasi yang tidak lagi produktif.
Menutup zona lost circulation.
Memperbaiki kebocoran pada casing.
b. Re–Cementing
Dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang gagal dan
untuk memperluas perlindungan casing diatas top Cement.
c. Plug Back Cementing, dilakukan untuk :
Menutup dan meninggalkan sumur.
Melakukan directional drilling sebagai landasan Whip Stock yang
dikarenakan adanya perbedaan Compressive Stregh antara semen dan
formasi maka akan mengakibtakan bit berubah arahnya.
Menutup zona air dibawah zona minyak agar WOR berkurang
pada open hole completion.
Sedangkan densitas suspensi semen sangat tinggi dan gunakan bila tekanan
formasi cukup besar. Untuk memperbesar densitas dapat ditambahkan pasir atau
material –material pemberat ke dalam suspensi semen, seperti barite dan
bentonite.
3
Pengukuran densitas di laboratorium berdasarkan dari data berat volume tiap
komponen yang ada dalam suspensi semen,sedangkan di lapangan dengan
menggunakan alat Pressurized mud balance.
Secara garis besar percobaan laboratorium analisa semen pemboran dapat
dibagi dalam beberapa kelompok kecil, yaitu :
1. Pembuatan suspensi semen dan cetakan sampel
2. Uji Rheologi suspensi semen
3. Uji sifat-sifat suspensi semen
4. Uji sifat-sifat batuan semen.
Uji sifat-sifat batuan semen pemboran sedikit berbeda dengan uji yang
lainnya, karena batuan semen yang terjadi merupakan fungsi waktu. Dengan
demikian sifat-sifat tersebut akan berbeda tergantung dari waktu
pengkondisiannya baik terhadap temperatur ataupun waktunya.
Perkins System
Perkins system sering juga disebut dengan penyemenan system plug atau
penyemenan sistem sumbat, karena didalam penyemenan ini menggunakan plug.
Terdapat dua plug, yaitu bottom plug dan top plug. Bottom plug memisahkan
Lumpur yang ada dalam casing dengan bubur semen sedangkan top plug
memisahkan bubur semen dengan Lumpur pendorong.
Peralatan yang digunakan pada penyemenan system perkns adalah sebagai
berikut:
1. Peralatan yang terletak di bawah permukaan adalah antara lain :
Casing Shoe
Casing shoe terletak di ujung rangkaian casing. Fungsi dari casing
shoe adalah untuk menuntut casing diwaktu penurunannya agar tidak
tersangkut. Casing shoe yang berfungsi hanya sebagai penuntut casing
diwaktu penurunannya disebut guide shoe. Casing yang diperlengkapi
dengan elap penahan tekanan balik disebut dengan float shoe.
Shoe Track
4
Shoe track adalah satu atau dua batang casing yang ditempatkan diatas
casing shoe. Shoe track berfungsi untuk menampung bubur semen yang
terkontaminasi oleh Lumpur pendorong. Kalau bubur semen yang
terkontaminasi oleh Lumpur pendorong masuk ke anulus maka ikatan
semen di annulus tidak baik.
Casing Collar
Salah satu alat downhole yang digunakan untuk mengkonfirmasi atau
mengkorelasi kedalaman menggunakan titik referensi yang diketahui pada
casing string.
Scratcher
Scratcher bertugas untuk mengikis mud cake. Bila mud cake tidak
terkikis maka ikatan semen dengan dinding lobang tidak baik, ini akan
membentuk channeling pada semen.
Stracher terdiri dari 2 macam, yaitu:
a) Rotating scratcher yang berfungsi untuk mengikis mud cake dengan
jalan memutar casing.
b) Reciprocating scratcher yang berfunfsi untuk mengikis mud cake
dengan jalan menaik – turunkan rangkaian casing.
Centralizer
Centralizer berfungsi membuat casing berada ditengah – tengah
lobang, kalau casing tidak berada ditengah – tengah lobang bor, maka
semen tidak rata tebalnya di sekeliling casing malahan ada annulus casing
yang tidak tersemen, kalau hal ini terjadi maka casing tidak akan ada yang
menahan dari serangan cairan korosif. Sehingga casing akan cepat bocor
atau terbentuk channeling dalam semen.
5
container dimana didalam plug container bisa dipasang langsung bottom
plug dan top plug, masing – masng plug akan ditahan oleh pin penahan.
Selain dari itu cementing head jenis dilengkapi dengan 3 buah saluran
yaitu :
a) Saluran Lumpur, saluran ini untuk sirculasi Lumpur untuk
membersikkan lubang bor
b) Saluran bubur semen, saluran ini dipakai diwaktu memompakan
bubur semen kedalam casing.
c) Saluran Lumpur pendorong, saluran ini digunakan mendorong sampai
top plug berimpit dengan bottom plug di casing collar.
Cementing line
Cementing pump
Pompa semen bertugas mengisap bubur semen yang telah dibuat dan
memompakan bubur semen ke cementing head melalui cementing line.
Slurry pan
Hopper dan mixer
Hopper adalah corong untuk memasukan bubuk semen dan additif, air
disalurankan dengan tekanan tiinggi dari bagian belakang mixer. Air
dengan bubuk semen dan additif diaduk hingga rata oleh mixer.
Tangki air
Poorboys System
Metode poorboys system ini disebut juga dengan penyemenan sistem tubing
atau tubing sistem. Dikatakan tubing system sering digunakan untuk penyemenan
casing berukuran 16 inch ke atas. Alasan dari penggunaan sistem poorboys
adalah:
1) Waktu
Waktu yang diperlukan untuk melakukan penyemenan dengan poorboys
system lebih singkat dibanding bila menyemen dengan sistem perkins.
6
Hubungan diameter casing besar waktu untuk pendorongan akan lebih
panjang.
Proses kerjanya adalah sebagai berikut. Casing yang akan disemen disambung
ujungnya dengan duplex float shoe. Shoe ini berfungsi menuntun casing agar
tidak tersangkutdalam penurunannya. Karna mempunyai float system, shoe dapat
menahan tekanan balik bubur semen dari annulus. Selain itu duplex float shoe
dilengkapi juga stinger socket. Pada bagian luar casing dilengkapi dengan
centralizer dan scratcher, yang bertugas agar casing tetap berada ditengah lubang
7
dan membersikan mud cake. di annulus drill pipe dengan casing juga dipasang
sebuah centralizer agar pemasangan stinger dengan stinger socket bisa tepat,
tubing dan drill pipe digunakan sebagai saluran bubur semen dan Lumpur
pendorong.
Penyemenan Bertingkat
Penyemenan bertingkat lebih populer disebut dengan stage cementing,
penyemenan ini dilakukan secara bertingkat atau secara bertahap. Tingkat pertama
dilakukan untuk menyemen casing bagian bawah sepanjang kolam semen tertentu,
kemudian dilanjutkan lagi untuk menyemen lagi casing yang lebih atas.
Penyemenan dengan cara ini bisa dlakukan untuk menyemen seluruh annulus
casing dari dari dasar lubang atau tidak seluruhnya. Mungkin beberapa ribu feat
dari dasr lubang. dan ada beberapa ribu atau ratus featpula dari permukaan, hal ini
tergantung kepada tujuan penyemenan itu dan kondisi dari formasi yang akan
disemen.
Alasan – alasan dilakukannya penyemenan bertingkat sebagai berikut :
1) Tekanan rekah formasi
Bila formasi didasar lubang mempunyai tekanan rekahan yang kecil tinggi
kolam semen tidak dapat terlalu besar, sebab dasar lubang tidak sanggup
menahan tekanan yang besar kita tahu bahwa berat jenis bubur semen adalah
cukup besar dan akan menyebabkan tekanan yang lebih besar, yang akan
menghancurkan formasi dari tekanan tersebut. Ha ini berlaku pula pada sumue
dalam
2) Menghemat pemakaian semen.
Bagian dari lubang bar tidak perlu seluruhnya disemen, bila formasi
lubang cukup keras dan kompak, tidak perlu disemen. Jadi dengan tidak
seluruhnya disemen maka akan menghemat semen.
3) Formasi lost
Formasi yang sangat lemah yang mana merupakan yaqng tidak tahan
terhadap tekanan, tidak perlu disemen bila formasi tersebut tidak
menibulkan bahaya yang lain cukup disemen bagian atas dan bawahnya saja.
8
Teknik penyemenan bertingkat ada beberapa cara, yaitu:
Regular two stage cementing.
Continuous tripping two stage cementing.
Continuous two stage cementing
9
BAB II
Gbk+ Gw+Ga
Dbs=
Vbk+Vw +Va
Dimana :
Dbs = Densitas suspensi semen
Gbk = Berat bubuk semen
Gw = Berat air
Ga = Berat additif
9
Vbk = Volume bubuk semen,gallon
Vw = Volume air,gallon
Va = Volume additive,gallon
Wet Process
Material-material mentah dicampur dengan air, lalu dimasukkan ke
tempat penggilingan (grinding mill). Campuran ini kemudian
dipompa melalui vibrating screen. Material-material yang kasar
dikembalikan ke penggilingan, sementara campuran yang lolos
yang berupa susupensi ditampung pada suatu tempat berbentuk
kolom-kolom. Di tempat ini, suspensi mengalami proses rotasi dan
pemampatan sehingga didapat campuran yang homogen. Di tempat
ini pula komposisi kimia suspensi diubah-ubah untuk didapatkan
komposisi yang diinginkan sebelum dibawa ke klin.
Gambar 2.2. Proses Pembuatan Semen Melalui Wet Process
2. Proses Pembakaran
Proses pembakaran (lihat Gambar 2.3. dilakukan setelah melalui salah satu
proses peleburan di atas (dry process atau wet process), campuran masuk
ke dalam “rotary klin” Di klin, campuran ini berputar-putar kemudian
dipanaskan perlahan-lahan melalui beberapa proses temperatur seperti
berikut (API Spec. 10, Material and Testing for Well Cement) :
100 oC = pembebasan air bebas.
200 oC = dehidroksilasi mineral-mineral clay.
900 oC = kritalisasi mineral-mineral clay yang mengalami
dehidroksilasi dan dekomposisi CaCO3.
900 – 1200 oC = reaksi antara CaCO3 atau CaO dengan aluminosilicates.
1250 – 1280 oC = mulai terbentuk fasa liquid.
> 1280 oC = fasa liquid terus terbentuk dan komponen-komponen
semen terjadi.
3. Proses Pendinginan
Setelah pembakaran dilakukan proses pendinginan kualitas
“klinker”, produk yang dihasilkan dari rotary klin sangat tergantung
dari kecepatan dan metode pada proses pendinginan. Bila laju
pendinginan lambat, akan dihasilkan produk yang baik dimana akan
terjadi proses kristalisasi dari klinker akan meningkatkan kekuatan
semen. Sedangkan bila laju pendinginan cepat akan dihasilkan produk
seperti gelas yang dapat mempersukar klinker digiling, ini dapat
mengakibatkan kekuatan semen cepat naik tetapi tidak lama.
Proses pendinginan sebenarnya telah dimulai ketika temperatur
mulai menurun dari clinkering temperature. Kualitas clinker dan
selesainya pembuatan semen sangat tergantung dari laju pendinginan-
perlahan sekitar 4-5 oC (7-8 oC) sampai suhu 1250 oC, kemudian cepat
sekitar 18-20 oC (32-36 oF) permenit.
4. Proses Penggilingan
Pada tabung penggiling ada bola-bola baja, yang dapat
mengakibatkan sekitar 97-99 % energi yang masuk diubah menjadi
panas. Selama proses penggilingan ini biasanya ditambahkan gypsum
sekitar 3 – 5 % yang berguna untuk mengontrol pembebasan CaO dan
untuk menghindari flash setting. Oleh karena itu diperlukan
pendinginan, karena jika terlalu panas akan banyak gypsum ynag
menghidrasi menjadi kalsium sulfat hemidrat (CSH2). atau larutan
anhidrit (CS). Akhirnya dari proses penggilingan didapat bubuk semen
yang diinginkan. Bubuk semen yang dihasilkan kemudian ditempatkan
di silo-silo dan dipak.
Gambar 2.4. Proses Penggilingan
2.3.1. Peralatan
1. Mixer
2. Stop Watch
3. Mud Balance
2.3.2. Bahan
1. Semen
2. Additive ( Bentonite dan Barite )
3. Air
2.5 Pembahasan
2.6 Kesimpulan
W s +W add +W air
ρ semen=
V s+ V add +V air
30
Sedangkan densitas suspensi semen yang tinggi digunakan bila
tekanan formasi cukup besar atau formasi sloughing (tanggal), dimana
densitas maksimum dapat dicapai dengan semen murni menggunakan
water content minimum yang diinginkan antara 17,5 – 19 lb/gal. Water
content rendah akan memudahkan pencampuran sampai 19 lb/gal dengan
bantuan dispersant, tetapi jarang digunakan dalam primary cementing.
Untuk menurunkan densitas dapat dilakukan dengan menambahkan clay
atau zat-zat kimia silikat jenis extender atau menambahkan bahan-bahan
yang dapat memperbesar volume suspensi semen seperti pozzolan,
ceramic microsphere atau nytrogen. Heavy sluries (suspensi semen berat)
digunakan pada penyemenan primer, dimana selalu pemberatnya adalah
material densitas tinggi, diukuti dengan normal atau sedikit dikurangi
prosentase airnya.
densitas suspensi semen yang tinggi digunakan bila tekanan formasi
cukup besar. Untuk menaikkan densitas dapat ditambahkan pasir atau
material-material pemberat ke dalam suspensi semen, seperti barite.
Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan tekanan
hidrostatis suspensi semen di dalam lubang sumur.bila formasi tidak
sanggup menahan tekanan suspensi semen, maka formasi akan pecah dan
terjadi loss circulation.
Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap PH suspensi
semen didalam lubang sumur, misalnya formasi akan pecah dan terjadi
loss circulation apabila formasi sudah tidak mampu menahan formasi.
Oleh karena itu untuk menjaga densitas semen ada beberapa hal yang
perlu dilakukan yaitu apabila densitas cukup tinggi maka dapat diturunkan
dengan menambahkan clay atau zat-zat kimia silikat jenis extender.Selain
itu dapat pula dilakukan pembesaran volume suspensi semen dengan
menambahkan bahan tertentu. Sebaliknya apabila densitas suspensi semen
sangat rendah maka dapat ditambahkan pasir atau material-material
pemberat ke dalam suspensi semen.
Pengukuran densitas di laboratorium berdasarkan dari data berat dan
volume tiap komponen yang ada dalam suspensi semen, sedangkan di
lapangan dengan menggunakan Pressurized Mud Balance. Densitas
suspensi semen diukur dengan pressurized Mud Balance. Untuk
menentukan besarnya densitas, kita perlu mengetahui jenis formasi, tipe
penyemenan, kemampuan pompa, permeabilitas batuan semennya itu
sendiri. Batasan densitas ini ditentukan oleh API.
3.3.2. Bahan
1. Semen
2. Additive (Barite/Bentonite)
3. Air
W s +W add +W air
ρ semen=
V s+ V add +V air
Dimana :
ρ = Massa jenis suspensi semen
Ws = Berat bubuk semen
Wad = Berat additive
Wair = Berat air
Vs = Volume bubuk semen
Vad = Volume Additif
Vair = Volume Air
Contoh Perhitungan :
W air : 276 gr
W semen : 600 gr
W additive : 0 gr
276 gr
m/V = =276 cc
V air : gr
1
cc
600 gr
m/V = =191,083 cc
V semen : gr
3,14
cc
Tabel 3.1.
Hasil Pengujian Densitas Suspensi Semen
Additif Massa Berat
Jenis Jenis
Semen Air Barite Bentonite
suspensi suspensi
(gr) (ml) Volume Volume
Gr Gr semen semen
additive additive (gr/ml) (ppg)
600 276 0 0 1.8754 15.623
600 276 0.75 0.173 1.8773 15.63
600 276 1.5 0.346 1.8791 15.638
600 276 2.25 0.52 1.8809 15.645
600 276 3 0.693 1.8827 15.653
600 276 0 0 1.8754 15.623
600 276 0.75 0.283 1.8764 15.627
600 276 1.5 0.566 1.8773 15.63
600 276 2.25 0.85 1.8782 15.634
600 276 3 0.132 1.8792 15.638
600 276 3.75 0.415 1.8801 15.642
600 276 4.5 0.698 1.881 15.646
600 276 5.25 1.981 1.882 15.65
600 276 6 2.264 1.8829 15.654
600 276 6.75 2.247 1.8838 15.658
600 276 7.5 2.83 1.8848 15.662
Grafik 3.1
Hubungan Barite Vs SG Semen
15.61
15.6
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Barite (gram)
Grafik 3.2
Hubungan Bentonite Vs SG Semen
15.66 15.66
15.66
15.65
15.65 15.65
15.65
SG Semen (ppg)
15.64 15.64
15.64
15.63 Bentonite
15.63 15.63
15.63
15.62
15.62
15.61
15.6
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Bentonite (gram)
Grafik 3.3
Grafik Penambahan Additive Vs SG Semen (ppg)
15.66 15.66
15.66
15.65
15.65 15.65
15.65
SG Semen (ppg)
15.64 15.64
15.64 barite
15.63
15.63 15.63 bentonite
15.63
15.62
15.62
15.61
15.6
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Additive (gram)
Grafik 3.4
Grafik Penambahan Additive Vs SG Semen (gr/ml)
1.88 1.88
1.88
1.88 barite
1.88
1.88 bentonite
1.88 1.88
1.88
1.87
1.87
1.87
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Additive (gram)
3.6. Pembahasan
3.7. Kesimpulan
1. Pembuatan suspensi semen tidak terlepas dari proses dispersi dan
penambahan additive untuk memaksimalkan kualitas dari semen
tersebut.
2. Dari percobaan diketahui bahwa penambahan additive berupa Barite
dan Bentonite akan memperbesar harga densitas dari semen tersebut.
3. Hubungannya berbanding lurus karena semakin besar massa additive
yang ditambakan maka semakin besar pula massa jenis suspensi
semen tersebut.
4. Penambahan addirive barite akan lebih cepat menaikkan densitas
suspensi semen dari pada penambahan bentonite..
5. Densitas dari suspensi semen sangat perlu diperhatikan karena sangat
berpengaruh dalam proses penyemenan.
BAB IV
40
2. Fluida Non Newtonian
Yang dimaksud dengan fluida Non Newtonian adalah fluida yang
mempunyai viscositas tidak konstan, bergantung pada besarnya
geseran (shear rate) yang terjadi. Fluida Non Newtonian
memperlihatkan suatu yield stress suatu jumlah tertentu dari tahanan
dalam yang harus diberikan agar fluida dapat mengalir seluruhnya.
Fluida non Newtonian terdiri dari: Bingham Plastic, Power Law,
Power Law dan Yield Stress.
Fluida non Newtonian terdiri dari:
1. Bingham Plastic adalah suatu model pendekatan fluida Non-
Newtonian dimana viscositasnya akan sangat tergantung pada
shear stress dari fluida tersebut,dimana semakn lama viscositasnya
akan menjadi konstan.
2. Power Law
3. Yield Stress merupakan batas kemampuan maksimum material u/
mengalami pertambahan panjang (melar) sebelum material tsb
mengalami fracture (patah) mengikuti hukum Hooke
μ p=C600 −C 300
Y pv =C300 −μ p
Dimana :
µp = Plastic Viscosity, Cp
2
Yp = Yield point, lb/100ft
C600 = Dial reading pada 600 rpm
C300 = Dial reading pada 300 rpm
4.3.1. Peralatan
1. Fann VG Meter
2. Gelas Ukur
3. Mixer
4. Timbangan
5. Stop Watch
4.3.2. Bahan
1. Isi bejana dengan suspensi semen yang telah disiapkan sampai batas
yang telah ditentukan.
2. Letakan bejana pada tempatnya, skala atur kedudukannya sedemikian
rupa sehingga rotor dan bab tercelup ke dalam semen menurut batas
yang telah ditentukan.
3. Gerakkan rotor pada posisi high dan tempatkan kecepatan rotor pada
kedudukan 600 rpm. Pemutaran terus dilakukan sehingga kedudukan
skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat harga yang ditunjukkan
skala sebagai pembacaan 600 rpm.
4. Tentukan kecepatan menjadi 300 rpm dan catat skala sebagai pembaca
300 rpm.
5. Hitung besarnya Plastic Viscosity dan Yield Point dengan
menggunakan persaman :
µp = C600 – C300
Yp = C600 - µp
Dimana : µp = Plastic Viscosity
Yp = Yield Point, lb/ 100 ft2
C300 = Dial Reading pada 300 rpm
C600 = Dial Reading pada 600 rpm
Contoh Perhitungan :
Semen kelas A
WCR = 46 %
Plastic Viscosity (μp) = C600 – C300
= 154 – 136
= 18 Cp
Yield Point (Yp) = C300 – μp
= 136 – 18
= 118 lb/100 ft2
Tabel 4.1.
Tabulasi Pengujian Rheologi Suspensi Semen
Additif (gr)
Semen Air γp
Barit C300 C600 μp (cp)
(gr) (ml) Bentonite (lb/100ft²)
e
600 276 0 136 154 18 118
Grafik 4.1
Grafik Penambahan additive Vs Plastic Viscosity
50 48
43 45 barite
40
Bentonite
30
20 18
10
0
0 1 2 3 4 5 6 7
addtive (gram)
Grafik 4.2
Grafik Penambahan additive Vs Yield Point
100 100
94
86 barite
80
bentonite
60
40
20
0
0 1 2 3 4 5 6 7
additive (gram)
4.6. Pembahasan
4.7. Kesimpulan
50
Semen yang dipakai pada teknik pemboran gas dan panas bumi
merupakan suspensi dari serbuk semen dengan jumlah air banyak dan
mempunyai viskositas yang relatif rendah.Thickening time semen ini
sangatlah penting , waktu pemompaan harus lebih kecil dari thickening
time, karena bila tidak akan menyebabkansuspensi semen mengeras lebih
dahulu. Sebelum sesudah suspense semen mencapai target yang
diinginkan dan bila mengeras didalam casing merupakan kejadian yang
sangat fatal dalam oprasi pemboran selanjutnya.
Untuk sumur-sumur yang dalam dan untuk kolam penyemenannya
yang panjang, diperluakn waktu pemompaan yang lama sehingga
Thickening time harus diperpanjang, untuk memeperpanjang atau
memperlambat Thickening time perlu ditambah retarder kedalam suspensi
semen, seperti kalsium lignosulfat, carboxymenthyl hydroxyethyl
cellulose dan senyawa-senyawa organik.
Pada sumur-sumur yang dangkal maka diperlukan thickening time
yang tidak lama, karena selain target yang akan dicapai tidak terlalu
panjang, juga untuk mempersingkat waktu. Untuk mempersingkat
thickening time, dapat ditambah accelerator kedalam suspensi semen.
Yang termasuk accelerator adalah kalsium klorida, sodium klorida,
gypsum, sodium silikat, air laut dan additif yang tergolong dalam
dispersant.
Perencanaan besarnya thickening time bergantung kepada kedalamen
sumur dan waktu untuk mencapai daerah target yang akan disemen
dilaboratorium, pengukuran thickening time menggunakan alat high
pressure high temperature consistometer (HPHT). Disimulasikan pada
kondisi temperature dan tekanan sirkulasi. Thickening time suspense
semen dibaca bila pada alat diatas telah menunjukkan 100 Uc untuk
setandar API. Namun ada perusahaan lainyang menggunakan angka 70 Uc
(seperti pada hudbay) dengan pertimbangan factor keselamatan,
kemudiaan dieksrapolasi ke 100 uc.
Grafik 5.2.1. Thickening Time vs Tekanan Pengkondisian5
T −78,2
Bc=
20,02
Dimana :
Bc = Konsistensi suspense semen
T = Pembacaan harga torsi,g-cm
Peralatan yang digunakan untuk mengukur thickening time suspensi
semen adalah Atmospheric Consistometer digunakan untuk kondisi
tekanan atmosphere dan temperature sampai 220oF, sedangkan HPHT
Consistometer umumnya digunakan pada tekanan sampai 2500 psi dan
BHCT 500oF
5.3. Peralatan dan Bahan
5.3.1. Peralatan
1. Atmospheric Consistometer
2. Stop Watch
3. Mixer
4. Timbangan
5.3.2. Bahan
1. Bubuk semen
2. NaCl
3. CMC
4. Air
Tabel 5.1
Pengujian Thickening Time
600 276 0 16
600 276 1 18
600 276 2 24
600 276 3 25
600 276 0 17
600 276 1 16
600 276 2 12
600 276 3 10
Grafik 5.1
Grafik Penambahan Additive Vs Thickening Time
25 25
24
20
Thickening time (uc)
18
17
16 16 NaCl
15
CMC
12
10 10
0
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 3.5
Additive (gram)
5.6. Pembahasan
Free water adalah air bebas yang terpisah dari suspensi semen. Apabila
harga free water ini terlalu besar melebihi batas air maksimum, maka akan
terjadi pori-pori pada semen. Ini akan mengakibatkan semen mempunyai
permeabilitas yang besar.
Tabel 6.1
API Class Cement
Dalam penentuan harga free water ini, hal yang perlu diperhatikan adalah
WCR (Water Cemen Ratio, yaitu perbandingan air yang dicampur
terhadap bubuk semen sewaktu suspensi dibuat). Jumlah air yang
dicampurkan tidak boleh lebih dari kadar air maksimum atau kurang dari
batas air minimum karena akan mempengaruhi baik buruk ikatan
59
sementingnya. Pertimbangan yang dipakai dalam kita menentukan angka
WCR adalah kehalusan butiran bubuk semen, karakteristik aliran slurry
saat dipompakan, kekuatan pompa, densitas bubur semen, permeabilitas
batuan semen.
Pada umumnya perbandingan berat air dengan semen berkisar antara
0,4 sampai 0,6 untuk membuat suspensi konvensional. Striebel dan
Czernin dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa WCR sebesar 0,25
sampai 0,26 adalah merupakan kebutuhan minimum suspensi semen untuk
melakukan hidrasi komplit dari jenis semen portland, dengan istilah
chemically-bund-water. Karena secara hukum fisika, air mempunyai dua
kutub elektron maka dibutuhkan air sebanyak 0,15 untuk memberikan
peluang pada elektron-elektron untuk mengarahkan dirinya sesuai dengan
kebutuhan. Sehingga air minimum total sebanyak 0,4. Dimana ini
bertujuan untuk memberi efek pada suspensi semen untuk tetap dapat
dipompakan (viskositasnya rendah) sehingga konsekuensinya batuan
semen yang terbentuk akan mempunyai porositas dan permeabilitas yang
relatif besar.
6.3.2. Bahan
1. Semen kelas A
2. Air
3. Bentonite
4. Barite
Gambar 6.1. Mixer
Semen kelas A
WCR = 46 %
Tabel 6.2
Hasil Percobaan terhadap Free Water @ 2 hours
Grafik 6.1
Penambahan Additive Vs Free Water @ 2 Hours
Bentonite
0.4
Barite
0.3
0.25
0.2
0.1 0.1
0 0 0 0 0 0 0 0 0
0 1 2 3 4 5 6 7 8
Additife (gram)
6.6. Pembahasan
6.7. Kesimpulan
1. Harga free water tidak boleh lebih besar dari kadar maksimum karena
dapat mengakibatkan semen yang kurang baik untuk menyekat lubang
dari fluida formasi. Dan harga free water tidak boleh lebih kecil dari
kadar minimum karena akan berpengaruh pada ikatan semen.
2. Free water adalah air bebas yang terlepas dari suspensi semen,
sedangkan free water level adalah zona dimana hanya terdapat air
saja, tidak ada lagi minyak yang bercampur didalamnya.
3. WCR adalah perbandingan air yang dicampur dengan bubuk semen
pada saat suspensi akan dibuat.
4. Peralatan yang digunakan yaitu: mixer, timbangan, dan gelas ukur.
5. Apabila free water lebih dari batas maksimum maka akan terjadi
ekspansi pada suspensi semen yang memperbesar pori-pori semen
sehingga mengakibatkan nilai permeabilitas semen besar pula.
BAB VII
67
Pengontrolan fluid loss merupakan bagian yang penting selama
squeezing. Hal ini untuk menghindari dehidrasi suspensi semen yang
terlalu cepat dalam pipa dan untuk memberikan distribusi suspensi semen
yang seragam ke dalam semua lubang perforasi. Tentu saja sejumlah water
lost diinginkan jika suspensi semen membentuk filter cake yang
diinginkan untuk menyumbat lubang perforasi.
Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter press.
Pada kondisi temperature sirkulasi dengan tekanan 1000 psi. Namun filter
loss mempunyai kelemahan yaitu temperatur maksimm yang bisa
digunakan hanya sampai 28 oC (180oF). Filtration loss diketahuidari
volume filtrat yang ditampung dalam sebuah tabung atau gelas ukur
selama 30 menit masa pengujian.
Pada primary cementing, filtration loss yang diikinkan sekitar 150 –
250 cc yang diukur selam 30 menit dengan menggunakan saringan
berukuran 325 mesh dan tekanan 1000 psi. sedangkan pada squeeze
cementing, filtration loss yang diijinkan sekitar 55 – 65 cc selama 30
menit. Namun filter loss mempunyai kelemahan yaitu temperatur
maksimum yang bisa digunakan hanya sampai 82 º C ( 180º F ).Filtration
loss diketahui dari volume filtrat yang ditampung dalam sebuah tabung
atau gelas ukur selama 30 menit,masa pengujian. Bila waktu pengujian
tidak sampai 30 menit,maka besarnya filtrion loss dapat diketahui dengan
rumus :
F 30=Ft ( 5,477 / √ t )
dimana :
F30 = filtrat pada 30 menit ,ml
Ft = filtrat pada t menit , ml
t = waktu pengukuran
7.3.2. Bahan
1. Semen
2. Bentonite
3. Kerosine
4. Air
F 30=Ft ( 5,477 / √ t )
dimana :
F30 = filtrat pada 30 menit ,ml
Ft = filtrat pada t menit , ml
t = waktu pengukuran
5. Hentikan penekanan udara atau gas N2, buang tekanan udara dalam
silinder dan sisa suspense semen yang di dalam silinder tuangkan
kembali ke dalam breaker.
Semen + 1 gr Bentonite:
Filtration loss @ 30 menit percobaan = 198 ml
Filtration loss @ 30 perhitungan
5,677 5,677
F 30=FLpercobaan x =1 98 ml x =205.230 ml
√t √ 30
Tabel 7.1
Hasil Pengujian Filtration Loss
Filtration Filtration
Additive loss @ 30 loss @ 30
Semen Air
menit menit
(gr) (ml)
Bentonit Percobaan Perhitungan
Kerosine (ml) (ml)
e
600 276 0 91 94,322
600 276 1 198 205,230
600 276 2 92 95, 359
600 276 3 113,5 117,644
600 276 4 82.5 85,512
600 276 5 127 131,637
600 276 6 198 205,230
600 276 7 87 90,167
600 276 0 141.5 146,667
600 276 2 58.5 60,636
600 276 4 137.5 142,521
600 276 6 108.15 112,099
600 276 8 109.5 113,498
600 276 10 110.15 114,172
600 276 12 111 115,053
600 276 1 106.5 110,388
Grafik 7.1
Grrafik Penambahan Additive Vs Filtration Loss @ 30 percobaan
150 bentonite
141.5 137.5
127 kerosine
113.5 108.15 109.5 110.15 111 106.5
100 92
91 82.5 87
50 58.5
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
additive(gram)
Grafik 7.2
Grrafik Penambahan Additive Vs Filtration Loss @ 30 perhitungan
0
0 2 4 6 8 10 12 14 16
additive(gram)
7.6. Pembahasan
Pada percobaan ini menggunakan semen 600 gr, air 276 ml, dan pada
contoh perhitungan pada additif bentonite 1 gr didapat nilai FL 30 menit
percobaan 198 ml dan nilai perhitungannya 205,230 ml.
Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dari suspensi semen
ke dalam formasi permeable yang dilaluinya. Cairan yang hilang ini
disebut filtrat dimana jumlah filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak
karena akan menyebabkan suspensi semen akan kekurangan air. Peristiwa
ini disebut flash set. Bila suspensi semen ini mengalami flash set maka
akan menyebabkan friksi di annulus dan juga dapat mengakibatkan
pecahnya formasi.
Penambahan bentonite pada dasarnya akan menurunkan jumlah
filtration loss. Hal ini dapat terjadi karena bentonite bersifat menghisap air
sehingga kandungan air dalam suspensi semen tetap terjaga. Akan tetapi
penambahan bentonite ini perlu diperhitungkan secara tepat untuk
memperoleh hasil yang diharapkan.Aplikasinya di lapangan, bila filtration
loss terlalu besar, maka akan dapat menyebabkan pecah formasi karena
banyak cairan atau filtrate suspensi semen yang hilang ke formasi, hal
tersebut bisa mengakibatkan terjadinya lost circulation.
7.7. Kesimpulan
1. Akibat filtration loss pada semen adalah pengerasan semen kurang
kompak karena kurang air sehingga semen terlalu kental.
2. Salah satu fungsi dari cementing adalah mencegah filtration loss agar
tidak ada filtrat yang hilang ke formasi.
3. Filtration loss dipengaruhi oleh adanya water loss.
4. Penambahan bentonite serta kerosene dapat mempengaruhi besar-
kecilnya Filtration loss.
5. Filtrat yang terlalu banyak hilang akan menyebabkan suspensi semen
kekurangan air sehingga terjadi flash set.
BAB VIII
77
direkomendasikan oleh API untuk dapat melanjutkan operasi pemboran
adalah 6,7 Mpa (1000 psi).
Untuk mencapai hasil penyemenan yang diinginkan maka strength semen
harus :
Melindungi dan menyokong casing.
Menahan tekanan hidrolik yang tinggi tanpa terjadi perekahan.
Menahan goncangan selama operasi pemboran dan produksi.
Menyekat lubang dari fluida formasi yang korosif.
Menyekat antar lapisan yang permeabel.
Ikatan semen yang baik adalah tujuan utama dari penyemenan primer.
Bearden dan Lane (1961) merancang percobaan sederhana untuk
menentukan shear bond strength semen pada pipa. Mereka menyimpulkan
bahwa shear bond strength sangat tergantung dari berbagai faktor.
Kenaikkan tensile strength menaikkan shear bond strength (walaupun
keduanya tidak mempunyai hubungan khusus, (Farris)) yang mana
bergantung pada komposisi semen, temperatur dan tekanan pengkondisian
serta waktunya. Selain itu juga kekasaran permukaan casing dan hadirnya
pengotor lumpur atau minyak.
8.3.1. Peralatan
1. Hidraulic pump
2. Motor
3. Bearing Block Machine Hydraulic Mortar
4. Monometer pengukur tekanan
8.3.2. Bahan
1. Semen
2. Bentonite
3. NaCl
4. Air
Gambar 8.1. Hydraulic Pump
1. Bersihkan permukaan sampel dari tetesan air dan pasir atau gerusan
butiran agar tidak menempel pada bearing blok mesin penguji.
2. Periksa permukaan sampel apakah sudah benar-benar rata, apabila
belum ratakan dengan menggunakan gerinda.
3. Letakkan sampel semen dalam blok bearing dan atur supaya tepat
ditengah-tengah permukaan blok beraing di atasnya dan blok beraing
di bawahnya, sampel semen harus berdiri vertikal.
4. Perkiraan tekanan maksimum retak (pecah), apabila lebih dari 3000 psi
(skala manometer) beri pembebanan awal setengah tekanan
maksimum, bila kurang dari 3000 psi pembebanan awal tidak
diperlukan.
5. Perkiraan laju pembebanan sampai maksimum tidak kurang dari 20
detik dan lebih dari 80 detik.
6. Hidupkan motor penggerak pompa dan jangan lakukan pngaturan
(pembetulan) pada kontrol testing selama pembebanan sampai
didapatkan pembebanan maksimum ketika batuan pecah.
7. Catat harga pembebanan maksimum tersebut.
8. Lakukan perhitungan compressive strength semen, dengan
menggunakan rumus :
CS = k x P (A1 / A2)
Dimana :
CS = Compressive Strength semen, psi
P = Pembebanan maksimum, psi
A1 = Luas penampang block bearing dari hydraulic mortar, in2
A2 = Luas permukaan sampel semen, in2
K = Konstanta koreksi, funsi dari perbandingan tinggi (t) terhadap
diameter (D)
Tabel 8.1
Perbandingan t / D terhadap koefisien faktor
1,5
0,98 K 0,96
1,75−1,681 0,98−K
=
1,75−1,5 0,98−0,96
0,069 0,98−K
=
0,25 0,02
0,0138=0,245−0,25 K
0,25 K ¿ 0,254−0,0138
0,24362
¿
0,25
K=0,974
Koefisien Faktor
Menggunakan Interpolasi :
1,75
1,598
1,5
0,98 K 0,96
1,75−1,598 0,98−K
=
1,75−1,5 0,98−0,96
0,152 0,98−K
=
0,25 0,02
0,00304=0,245−0,25 K
0,25 K ¿ 0,254−0,00304
0,24196
¿
0,25
K=0,968
8000 7852.83
6922.71
6210.53 6206.89 bentonite
6000 5931.53 5643.49
5529.7
5384.36 5447.97
5377.73 5444.6 NaCl
5101.7 5078.93
4000
2000
0
0 1 2 3 4 5 6 7
Additve(gram)
8.6. Pembahasan
8.7. Kesimpulan
9.3.1. Peralatan
1. Pompa Hydraulik
2. Motor
3. Bearing block hydraulic mortar
4. Manometer
5. Mold Silinder
6. Batang Pendorong
9.3.2. Bahan
1. Semen
2. Bentonite
3. NaCl
4. Air
1. Bersihkan permukaan sampel dan permukaan mold dari tetesan air dan
pasir atau gerusan butiran semen agar tidak menempel pada bering
block mesin penguji.
2. Letakkan mold silinder yang berisi sampel semen pada holder silinder
penyangga yang yang didudukkan pada bearing block hydraulik bagian
bawah. Posisi sampel harus berdiri vertikal.
3. Dudukan pendorong pada permukaan sampel semen dan turunkan
posisi bearing block hydraulik bagian atas dengan memutar tangki
pengontrol spiral.
4. Perkirakan laju pembebanan sampai maksimum taidak kurang dari 20
detik dan tidak lebih dari 80 detik. Jangan lakukan pengaturan
(pembetulan) pada kontrol testing motor selama pembebanan sampai
jadi pergeseran sampal semen dari casing sampal.
5. Catat harga pembebanan gesr maksimum, kemudian shear bond
strength dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :
Dimana :
SBS = Shear bond strength, psi
A1 = Luas Bearing Block Hydraulik Mortar, in2
D = Diameter dalam casing sample (semen), in
h = Tinggi sample semen,in
p = Pembebanan maksimum, psi
k = Konstanta koreksi, fungsi dari perbandingan tinggi
(t) terhadap diameter (D)
Penentuan nilai Konstanta koreksi dapat menggunakan tabel 8.1
Perbandingan t / D terhadap Koefisien faktor.
Tabel 9.1
Perbandingan t / D terhadap koefisien faktor
Contoh Perhitungan :
1. Diameter Bearing = 6,5 in
Jari-jari Bearing (r1) = 3,25 in.
a. Semen + 0,5 gr Bentonite
Tinggi (t) = 4,1 cm
= ( 4,1 x 0,39937 ) in = 1,614 in
Diameter (d) = 1,01 in.
t/d = 1,61417 in / 1,01 in = 1,598
Pembebanan )P) = 248 Psi.
A1 = 3,14 x ( r1 )2 = 3,14 x ( 3,25 in )2
= 33,166 in2
Koefisien Faktor
Menggunakan Interpolasi :
1,75
1,598
1,5
0,98 K 0,96
1,75−1,598 0,98−K
=
1,75−1,5 0,98−0,96
0,153 0,98−K
=
0,25 0,02
0,00304=0,245−0,25 K
0,25 K ¿ 0,254−0,00304
0,24196
¿
0,25
K=0,968
Koefisien Faktor
Menggunakan Interpolasi :
1,5
1,333
1,25
0,96 K 0,93
1,5−1,333 0,96−K
=
1,5−1,25 0,96−0,93
0,167 0,96−K
=
0,25 0,03
0,00501=0,24−0,25 K
0,25 K ¿ 0,24−0,00501
0,23499
¿
0,25
K=0,939
1000 1000.22
861.03 Bentonite
800 785.8
NaCl
671.85
620.72
600
500.5522.64
474.98
400 416.2 417.99
360.48 389.4362.51 318.01
303.2
200
0
0 1 2 3 4 5 6 7
additive(gram)
9.6. Pembahasan
100
dalam pengujiannya semen bubur semen yang digunakan ditambah dengan
additive bentonite dan barite. Strength pada semen terbagi dua yaitu
compressive strength dan shear bond strength. Compressive strength
adalah kekuatan semen dalam menahan tekanan yang berasal dari arah
horizontal. Sedangkan shear bond srength adalah kekuatan semen dalam
menahan tekanan-tekanan dari arah vertikal.
Semen yang baik adalah semen yang mempunyai harga shear bond
strength tinggi karena semen mempunyai kekuatan untuk mampu menahan
tekanan-tekanan yang berasal dari berat casing yang ditimbulkan atau
tekanan – tekanan dalam arah yang vertikal. Dari hasil percobaan dapat
dilihat bahwa penambahan bentonite dan NaCl dapat menurunkan harga
shear bond strength.
Pada percobaan ini digunakan additif bentonite dan NaCl data pada
Shear Bond Strength sama dengan data pada Compressive strength tetapi
pada percobaan ini diketahui nilai h pada contoh perhitungan pada
bentonite 0,5 gram yaitu sebesar 2,51 in dan nilai k = 0.968 sehingga
didapat nilai dari Shear Bond strength yaitu sebesar 1.000,219 psi.
9.7. Kesimpulan
101
BAB X
23,2 x √ ϕ3 x √ t
Ops=
ρ s x (1−ϕ ) x √ μ
Dimana :
= Porositas semen
t = Waktu pengukuran dengan Blaine Permeameter
s = Densitas semen
= Viscositas udara
10.3.1. Peralatan
1. Blaine Permeameter
2. Pignometer
3. Timbangan
4. Toluen
10.3.2. Bahan
1. Semen
103
Gambar 10.2. Pignometer
104
Gambar 10.5. Toluene
Φ 468 Rn = 0,55648
Φ 500 Rn = 0,58233
105
1. Densitas Semen (ρs) = 1,377 gr/cc
√ t = √ 30 = 5,477
( T u −T 80 ) x ( μ100 −μ 80)
¿ + μ80
( T 100−T 80 )
lb
(80,6−80)o F x(0,04594−0,04467)
ft . h lb
¿ +0,04467
(100−80) F o
ft . h
lb
¿ 0,0447081
ft . h
106
23,2 x √(0,615)3 x √ 30 s
¿
gr ( lb
1,377
cc √
x 1−0,615 ) x 0,0447081
ft . h
cm 2
¿ 346,708
gram
Grafik 10.1
Grafik Viscositas Vs Temperature
Viscositas Vs Temperature
0.05
0.05 0.05
Viscositas (lb/ft.h)
0.05
Viscositas Vs Temperature
0.05
0.04
0.04
0.04
75 80 85 90 95 100 105
Temperatur (oF)
Grafik 10.2
Grafik Porositas (Φ) Vs Temperature
107
Φ Vs Temperature
0.59
0.58
0.58
0.58
0.57
Porositas (Φ)
0.57
Φ Vs Temperature
0.56
0.56 0.56
0.55
0.55
0.54
465 470 475 480 485 490 495 500 505
Temperature (Rn)
10.6. Pembahasan
108
Pengujian dilakukan karena suatu padatan mempunya i densitas
yang lebih besar daripada liquid sehingga mengakibatkan adanya
perbedaan sifat fisik setelah ditambahkan dengan liquid dimana salah satu
sifat fisik padatan adalah ukuran butiran, semakin halus ukuran butiran
maka semakin luas permukaan butiran sehingga pertukaran ionnya
semakin tinggi sedangkan apabila suatu butiran mempunyai ukuran butiran
yang kasar maka semakin sempit luas permukaan sehingga mempunyai
pertukaran ionnya semakin rendah.
Dari percobaan yang telah dilakukan diperoleh besarnya luas
permukaan bubuk semen sebesar 546,708 cm2 /gr. Dan grafik viskositas
vs temperature menunjukkan bahwa ketika tempetratur yang makin besar,
garis linear atau viscositas menurun secara konstan, sedangkan pada grafik
porositas vs temperature, memperlihatkan kenaikan porositas yang konstan
tapi tidak terlalu drastic dan diperlihatkan dengan kenaikan garis yang
linear. Selain itu faktor yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini
adalah waktu pengukuran dengan blaine permeameter sebab waktu
tersebut digunakan dalam perhitungan untuk menghitung besarnya
permeabilitas dari sampel semen. Dimana waktu pembacaan pada baline
permeameter harus lebih besar dari 20 detik, jika kurang dari 20 detik daya
ikat semen kurang baik. Daya ikat semen dikatakan baik jika waktu
pembacaan pada blaine permeamater antara 20–30 detik.
10.7. Kesimpulan
109
tersebut akan berpengaruh pula terhadap nilai porositas serta
permeabilitas dari semen tersebut.
4. Porositas berbanding lurus terhadap nilai Ops.
5. Pengukuran di laboratorium menggunakan alat Blaine Permeameter
110
BAB XI
PEMBAHASAN UMUM
Dalam Suatu operasi pemboran penyemenan salah satu unsur yang sangat
diperhatikan karena baik buruknya suatu penyemenan akan berdampak pula pada
keadaan formasi dan casing sebagai pelindung lubang bor. Suspensi semen
memiliki sifat-sifat tertentu dimana sifat dari suspensi semen akan mempengaruhi
proses penyemenan maupun hasil dari penyemenan yang kita lakukan. Sifat-sifat
dari suspensi semen diantaranya adalah densitas, thickening time, filtration loss,
free water, compressive strength, dan shear bond strength.
Dalam pelaksanaan percobaan diatas kita menggunakan semen dalam x gram
yang ditimbang, harga WCR yang diinginkan tidak boleh melebihi batas air
maksimum tau kurang dari batas air minum. Kadar maksimum yang dimasud
yaitu apabila air yang dicampurkan kedalam semen tanpa menyebabkan
pemisahan lebih dari 3.5 ml, dalam 250 ml suspensi semen jika didiamkan
selama2 jam pada temperatur kamar. Sedangkan kadar air minimum jumlah air
yang dapat dicampurkan kedalam semen untuk memperoleh konsisten maksimum
sebesar 30 cc. Prosedur yang digunakan jika ingin menggunakan additif berupa
padatan, timbang % berat yang dibutuhkan. Jika menggunakan additif cairan, %
penambahan dilakukan dengan mengukur volume additif berbanding dengan
volume air yang diperlukan. Setelah bubuk semen dengan additif dicampur
kemudian air dan additif dimasukan kedalam mixing container dan dijalankan
dengan kecepatan 4000 RPM. Kemudian tutup mixing container dengan
pengadukan pada kecepatan tinggi 1200 RPM selama 35 detik.
Dari data percobaan ini dapat dilihat bahwa semakin besar penambahan massa
additive semakin besar pula nilai densitas suspensi semen yang didapat. Dan jika
dilihat dari grafik penambahan barite nilai desitas suspensi semennya lebih besar
peninkatannya dibanding nilai dari additive bentonite.
Pada pengujian thickening time dilakukan pengukuran seberapa besar
consistensi dari suspensi semen yang kita buat dengan melakukan penambahan
additive NaCl dan CMC pada suspensi semen. Pengukuran dilakukan selama 50
menit untuk mendapat gambaran conistensi suspensi semen. Jika diketahui
besarnya consistensi semen kita dapat merancang pemompaan dan waktu kerja
sesuai dengan kebutuhan operasional dimana waktu pemompaan harus lebih kecil
dari thickening timenya agar semen tidak mengeras sebelum mencapai target. Dari
grafik penambahan NaCl vs thickening time menunjukkan fluktuasi yang tidak
terlalu besar (cenderung datar). Secara teori, semakin banyak NaCl yang
ditambahkan, maka thickening time akan meningkat (naik), karena sifatnya
sebagai pengencer. Suspensi semen yang encer viscositasnya kecil sehingga
waktu pengerasan semakin cepat.
Pengujian free water dilakukan untuk mengetahui batas harga WCR yang
tidak boleh melebihi kadar air maksimum yaitu 3,5 ml jika lebih dari kadar air
maksimum akan menyebabkan terjadinya ruang pori pada suspensi semen yang
menyebabkan permeabilitas besar. Jika permeabilitas besar maka akan terjadi
kontak fluida antar formasi dengan annulus juga strength semen berkurang.
Dalam pengujian ini digunakan additive bentonite dan NaCl. Dari grafik
penambahan bentonite vs free water menunjukkan adanya fluktuasi. Dimana
pada awal grafik meningkat, kemudian menurun. Secara teoritis, bentonite
berfungsi sebagai penghisap / pengabsorb air, sehingga kadar free water akan
berkurang bila bentonite yang ditambahkan semakin banyak. Namun bila free
water terlalu sedikit, menyebabkan semen memiliki friksi yang besar terhadap
lubang bor, akibatnya formasi bisa retak atau pecah.
Filtration Loss adalah peristiwa hilangnya cairan suspensi semen kedalam
formasi permeable yang dilaluinya. Maka dalam pengujian filtration loss dihitung
besarnya filtrat yang keluar dari filterpress, filtrat merupakan fluida dari suspensi
semen yang masuk kedalam formasi. Jika terlalu banyak filtrat keluar maka
suspensi semen kekurangan cairan sehingga menyebabkan friksi di annulus dan
berakibat pecahnya formasi. Penggunaan additive mempengaruhi banyak
sedikitnya filtrat, dalam percobaan digunakan Bentonite dan NaCl, bentonite
memiliki sifat mengikat air sehingga semakin banyak digunakan semakin sedikit
filtrat yang keluar dari filterpress sedangkan NaCl dapat memperbesar filtration
112
loss. Penambahan bentonite pada dasarnya akan menurunkan jumlah filtration
loss. Hal ini dapat terjadi karena bentonite bersifat menghisap air sehingga
kandungan air dalam suspensi semen tetap terjaga. Akan tetapi penambahan
bentonite ini perlu diperhitungkan secara tepat untuk memperoleh hasil yang
diharapkan.
Pengujian Compressive strength dilakukan untuk mengetahui kekuatan dari
semen padat untuk menahan tekanan horizontal yang berasal dari formasi ataupun
casing, dalam pembuatan sample semen bubur semen ditambah dengan additive
bentonite dan barite. Menurut teori, penambahan bentonite akan menyebabkan
penurunan strength semen. Sedangkan penambahan barite dapat menaikkan
strength semen. Dalam mengukur strength semen, sering kali yang diukur adalah
compressive strength. Umumnya compressive strengrh mempunyai harga 8-10
kali lebih dari harga shear strength. Strength minimum yang direkomendasikan
API untuk dapat melanjutkan operasi pemboran adalah 6,7 MPa (1000psi). Untuk
mencapai hasil penyemenan yang diinginkan maka strength semen harus mampu
melindungi dan menyokong casing, menahan goncangan selama operasi
pemboran, menyekat lubang dari fluida formasi yang korosif serta menyekat antar
lapisan yang permeable.
Shear Bond strength merupakan kemampuan semen menahan tekanan secara
vertical yang digunakan untuk menahan tekanan karena berat casing dalam
pengujiannya semen bubur semen yang digunakan ditambah dengan additive
bentonite dan barite. Semen yang baik adalah semen yang mempunyai harga
shear bond strength tinggi karena semen mempunyai kekuatan untuk mampu
menahan tekanan-tekanan yang berasal dari berat casing yang ditimbulkan atau
tekanan – tekanan dalam arah yang vertikal.Berdasarkan teori, fungsi dari
penambahan barite dapat meningkatkan harga shear bond strength, tetapi pada
percobaan yang dilakukan ada sedikit ketidakcocokkan dengan teori yang ada.
Luas permukaan bubuk semen dapat dihitung dan dijadikan sebagai acuan
dalam pemilihan semen yang baik. karena semakin besar luas permukaan bubuk
semen berarti butiran semen semekin kecil dan ikatan antar ionnya pun semakin
erat dengan demikian padatan semen yang akan dihasilkan akan memiliki
113
permeabilitas yang kecil, jika semen berpermeabilitas kecil akan mencegah
adanya fluida formasi yang mungkin bisa masuk melewati pori semen yang
terbentuk dan dapat menyebabkan terjadinya korosi pada casing. Pengujian luas
permukaan butir padatan dilakukan karena suatu padatan mempunyai densitas
yang lebih besar daripada liquid sehingga mengakibatkan adanya perbedaan sifat
fisik setelah ditambahkan dengan liquid dimana salah satu sifat fisik padatan
adalah ukuran butiran, semakin halus ukuran butiran maka semakin luas
permukaan butiran sehingga pertukaran ionnya semakin tinggi sedangkan apabila
suatu butiran mempunyai ukuran butiran yang kasar maka semakin sempit luas
permukaan sehingga mempunyai pertukaran ionnya semakin rendah.
114
BAB XII
KESIMPULAN UMUM
116
pada tahap awal yaitu sebesar 0.5 ml dan setelah itu mengalami penuruanan
yang menunjam dan setelah itu mengalami kenaikan lagi pada massa 5 gr
dengan nilai free water 0.75 ml. pada barite tahap awal mengalami kenaikan
yaitu dengan nilai free water 0.25 ml dan setelah itu mengalami penurunan
pada penambahan 1 gram kemudian mendatar dalam perhitungan waktu 2
jam.
17. Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan suspensi semen yang masuk
ke dalam formasi permeable yang dilaluinya. Bila filtration loss terlalu besar,
maka akan dapat menyebabkan pecah formasi karena banyak cairan atau
filtrate suspensi semen yang hilang ke formasi, hal tersebut bisa
mengakibatkan terjadinya lost circulation.
18. Bentonite merupakan lost Circulation Control Agent merupakan additive
yang digunakan untuk mengontrol hilangnya suspensi semen ke dalam
formasi yang lemah.
19. Compressive strength adalah kekuatan semen dalam menahan tekanan–
tekanan yang berasal dari formasi maupun casing dalam arah horizontal.
Penambahan Bentonite dan NaCl akan memperkecil harga Compressive
Strength.
20. Pada additif bentonite harga Compressive Strength yang didapat semakin
besar nilai/massa yang ada maka semakin kecil nilai Compressive Strength
yang didapat begitu juga dengan additif NaCl pada suatu suspensi semen.
Tetapi dengan menggunakan penambahan yang sama, harga Compressive
Strength lebih besar jika menggunakan bentonite dibandingkan NaCl.
21. Nilai Compressive Strength dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
penambahan additive, pembebanan, ukuran penampang semen, ukuran
bearing dan koefisien faktor. Nilai Compresive Strength sangat berpengaruh
terhadap ketahanan dari semen untuk melindungi casing dari zona formasi
(horizontal)
22. Shear Bond Strength adalah kekuatan suspensi semen untuk menahan berat
dari casing dalam arah vertical. Semen yang baik adalah semen yang
mempunyai harga shear bond strength tinggi. Pengujian Shear Bond Strength
117
untuk mengetahui kekuatan suspensi semen untuk menahan berat dari casing
dalam arah vertikal. Pada additive bentonite semakin besar massa yang ada
maka semakin kecil nilai Shear Bond Strength yang didapat, begitu juga
dengan additive NaCl pada suatu sampel semen.
23. Nilai Shear Bond Strength dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :
penambahan additive, pembebanan, diameter dalam casing sampel (semen),
luas bearing block hydraulic mortar, tinggi sampel semen dan koefisien
faktor. Nilai Shear Bond Strength sangat berpengaruh terhadap ketahanan
dari semen tuk menahan semen secara vertikal.
24. Percobaan pengujian luas permukaan bubuk semen dilakukan untuk
mengetahui daya ikat semen terhadap casing.dan penentuan kekuatan semen.
Dari percobaan pengujian luas permukaan bubuk semen dapat diperoleh luas
permukaan bubuk semen sebesar 359,036 cm2/gram sehingga sampel semen
tersebut memiliki ukuran butir yang cukup halus dan memiliki kekuatan yang
cukup baik.
25. Luas permukaan dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :
Densitas semen yaitu semakin besar nilai densitas semen maka semakin
kecil nilai ops.
Temperatur ruang yaitu semakin tinggi nilai temperatur maka akan
mempengaruhi naiknya nilai porositas dan viskositas udara.
Viscositas udara yaitu semakin tinggi nilai viscositas udara maka akan
semakin kecil nila ops.
Porositas yaitu semakin tinggi nilai ops juga akan semakin berbanding
besar.
Semakin lama pengukuran dengan blaine parameter maka ops juga akan
naik.
118
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................1
BAB II PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN DAN CETAKAN SAMPEL.....9
2.1. Tujuan Percobaan.............................................................................9
2.2 Teori Dasar.......................................................................................9
2.2.1. Klasifikasi Semen................................................................11
2.2.2. Pembuatan Semen................................................................13
2.3. Peralatan dan Bahan........................................................................23
2.3.1. Peralatan...............................................................................23
2.3.2. Bahan...................................................................................23
2.4. Prosedur Percobaan.........................................................................24
2.4.1. Prosedur Pembuatan Sampel................................................24
2.4.2. Cetakan Sampel....................................................................25
2.4.3. Pengkondisian Suspensi Semen...........................................26
2.5 Pembahasan.....................................................................................26
2.6 Kesimpulan.....................................................................................27
BAB III PENGUJIAN DENSITAS SUSPENSI SEMEN...............................30
3.1. Tujuan Percobaan...........................................................................30
3.2. Teori Dasar.....................................................................................30
3.3. Peralatan dan Bahan........................................................................32
3.3.1. Peralatan...............................................................................32
3.3.2. Bahan...................................................................................32
3.4 Prosedur Percobaan.........................................................................34
3.5 Data dan Perhitungan......................................................................35
3.6. Pembahasan....................................................................................38
3.7. Kesimpulan.....................................................................................39
BAB IV PENGUJIAN RHEOLOGI SUSPENSI SEMEN..............................40
4.1. Tujuan Percobaan............................................................................40
119
4.2. Teori Dasar......................................................................................40
4.3. Peralatan dan Bahan........................................................................42
4.3.1. Peralatan...............................................................................42
4.3.2. Bahan...................................................................................42
4.4. Prosedur Percobaan.........................................................................45
4.5. Data dan Perhitungan......................................................................45
4.6. Pembahasan.....................................................................................48
4.7. Kesimpulan.....................................................................................49
BAB V PENGUJIAN THICKENING TIME.................................................50
5.1. Tujuan Percobaan............................................................................50
5.2. Teori Dasar......................................................................................50
5.3. Peralatan dan Bahan........................................................................53
5.3.1. Peralatan...............................................................................53
5.3.2. Bahan...................................................................................53
5.4. Prosedur Percobaan.........................................................................55
5.5. Data dan Perhitungan......................................................................56
5.6. Pembahasan....................................................................................57
5.7. Kesimpulan.....................................................................................58
BAB VI PENGUJIAN FREE WATER.............................................................59
6.1. Tujuan Percobaan............................................................................59
6.2. Teori Dasar.....................................................................................59
6.3. Peralatan dan Bahan........................................................................61
6.3.1. Peralatan...............................................................................61
6.3.2. Bahan...................................................................................61
6.4. Prosedur Percobaan........................................................................64
6.5. Data dan Perhitungan......................................................................64
6.6. Pembahasan....................................................................................65
6.7. Kesimpulan.....................................................................................66
BAB VII PENGUJIAN FILTRATION LOSS...................................................67
7.1. Tujuan Percobaan............................................................................67
7.2. Teori Dasar......................................................................................67
120
7.3. Peralatan dan Bahan........................................................................69
7.3.1. Peralatan...............................................................................69
7.3.2. Bahan...................................................................................69
7.4. Prosedur Percobaan.........................................................................73
7.5. Data dan Perhitungan......................................................................73
7.6. Pembahasan....................................................................................76
7.7. Kesimpulan.....................................................................................76
BAB VIII PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH.................................77
8.1. Tujuan Percobaan...........................................................................77
8.2. Teori Dasar.....................................................................................77
8.3. Peralatan dan Bahan........................................................................80
8.3.1. Peralatan...............................................................................80
8.3.2. Bahan...................................................................................80
8.4. Prosedur Percobaan.........................................................................82
8.5. Data dan Perhitungan......................................................................83
8.6. Pembahasan....................................................................................87
8.7. Kesimpulan.....................................................................................88
BAB IX PENGUJIAN SHEAR BOND STRENGTH......................................90
9.1.Tujuan Percobaan.............................................................................90
9.2.Teori Dasar.......................................................................................90
9.3.Peralatan dan Bahan.........................................................................92
9.3.1. Peralatan...............................................................................92
9.3.2. Bahan...................................................................................92
9.4.Prosedur Percobaan..........................................................................94
9.5.Data dan Perhitungan.......................................................................95
9.6. Pembahasan.....................................................................................99
9.7. Kesimpulan...................................................................................100
BAB X PENGUJIAN LUAS PERMUKAAN BUBUK SEMEN..................101
10.1.Tujuan Percobaan ........................................................................101
10.2.Teori Dasar ..................................................................................101
10.3.Peralatan dan Bahan ....................................................................102
121
10.3.1. Peralatan...........................................................................102
10.3.2. Bahan...............................................................................102
10.4. Prosedur Percobaan ..................................................................104
10.5. Data dan Perhitungan..................................................................104
10.6. Pembahasan.................................................................................107
10.7. Kesimpulan.................................................................................108
BAB XI PEMBAHASAN UMUM...................................................................109
BAB XII KESIMPULAN UMUM....................................................................113
122