Anda di halaman 1dari 120

1

BAB I
PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas konstruksi sumur adalah sejauh
mana kualitas semen yang digunakan. Untuk itu perlu dilakukan studi
laboratorium untuk mengetahui komposisi dan sifat fisik semen. Diharapkan
dengan kualitas semen yang baik konstruksi sumur dapat bertahan lebih dari 20
tahun.
Pada umumnya operasi penyemenan bertujuan untuk :
1. Melekatkan casing pada dinding lubang sumur.
2. Melindungi casing dari masalah-masalah mekanis sewaktu operasi pemboran
(seperti getaran).
3. Melindungi casing dari fluida formasi yang bersifat korosi.
4. Memisahkan zona yang satu terhadap zona lainnya dibelakang casing.
Menurut alasan dan tujuannya, penyemenan dapat dibagi dua yaitu Primary
Cementing dan Secondary atau Remedial Cementing (penyemenan kedua atau
penyemenan perbaikan).
Primary Cementing adalah penyemenan yang pertama kali dilakukan setelah
casing diturunkan ke dalam sumur. Pada Primary Cementing, penyemenan casing
pada dinding lubang sumur dipengaruhi oleh jenis casing yang akan disemen.
Sedangkan Secondary Cementing adalah penyemenan ulang untuk
menyempurnakan primary cementing atau untuk memperbaiki penyemenan yang
rusak. Setelah operasi khusus semen dilakukan, seperti Cement Bond Logging
(CBL) dan Variable Density Logging (VDL), kemudian didapati kurang
sempurnanya atau ada kerusakan pada primary cementing maka dilakukan
secondary cementing.
Standar minimum yang harus dimiliki dari perencanaan sifat-sifat semen
didasarkan pada Brookhaven National Laboratory dan API Spec 10 Specification
for Material and Testing for Well Cementing.
Menurut alasan dan tujuannya penyemenan dibagi menjadi dua :
2

1. Primary Cementing
Adalah suatu penyemenan dimana langsung dilakukan setelah pemasangan
casing, kegunaan primary cementing diantaranya :
a. Melekatkan casing ke formasi
b. Melindung pipa dari tekanan – tekanan formasi
c. Menutup zona lost circulation
d. Membuat pemisah zona dibelakang casing
Penyemanan conductor casing bertujuan untuk mencegah terjadinya
kontaminasi fluida pemboran dengan formasi. Pada surface casing bertujuan
melindungi air tanah agar tidak tercemar dari fluida pemboran, memperkuat
kedudukan surface casing sebagai tempat dipasangnya alat BOP, untuk
menahan beban casing yang berada dibawahnya, dan untuk mencegah
terjadinya aliran fluida pemboran atau fluida formasi yang akan melalui
surface casing.
Penyemenen intermediate casing bertujuan untuk menutupi tekanan
formasi abnormal atau untuk mengisolasi daerah lost circulation.
Penyemenen production casing bertujuan untuk mencegah terjadinya
aliran antar formasi ataupun aliran fluida formasi yang tidak diinginkan, yang
akan memasuki sumur, untuk mengisolasi zona produktif yang akan
diproduksikan fluida formasi, dan juga untuk mencegah terjadinya korosi pada
casing yang disebabkan oleh material–material korosif.

2. Secondary Cementing
Adalah suatu cara dimana cemen slurry ditekan masuk kesuatu formasi
atau tidak disumur, gunanya antara lain :
 Memperbaiki Primary Cementing yang tidak sempurna.
 Mengurangi gas oil, water oil atau water gas ratio.
 Memperbaiki casing yang patah.
 Menutup zona lost circulation.
 Membantu pada primary cementing bila fill up ( pengisian kolom yang
harus disemen ) tidak cukup.
3

Secondary cementing dapat dibagi menjadi 3 bagian :


a. Squezze Cementing, bertujuan untuk :
 Mengurangi WOR, WGR, GOR.
 Menutup formasi yang tidak lagi produktif.
 Menutup zona lost circulation.
 Memperbaiki kebocoran pada casing.
b. Re–Cementing
Dilakukan untuk menyempurnakan primary cementing yang gagal dan
untuk memperluas perlindungan casing diatas top Cement.
c. Plug Back Cementing, dilakukan untuk :
 Menutup dan meninggalkan sumur.
 Melakukan directional drilling sebagai landasan Whip Stock yang
dikarenakan adanya perbedaan Compressive Stregh antara semen dan
formasi maka akan mengakibtakan bit berubah arahnya.
 Menutup zona air dibawah zona minyak agar WOR berkurang pada
open hole completion.

Densitas suspensi semen yang rendah sering digunakan dalam operasi primary
cementing,guna untuk untuk menghindari terjadinya fracture pada formasi yang
lemah. Untuk menurunkan densitas dapat dilakukan dengan hal-hal berikut :
1. Menambahkan clay atau zat –zat kimia silikat jenis extender
2. Menambahakan bahan –bahan yang dapat memperbesar volume suspensi
semen, seperti pozzolan

Sedangkan densitas suspensi semen sangat tinggi dan gunakan bila tekanan
formasi cukup besar. Untuk memperbesar densitas dapat ditambahkan pasir atau
material –material pemberat ke dalam suspensi semen, seperti barite dan
bentonite.
Pengukuran densitas di laboratorium berdasarkan dari data berat volume tiap
komponen yang ada dalam suspensi semen,sedangkan di lapangan dengan
menggunakan alat Pressurized mud balance.
4

Secara garis besar percobaan laboratorium analisa semen pemboran dapat


dibagi dalam beberapa kelompok kecil, yaitu :
1. Pembuatan suspensi semen dan cetakan sampel
2. Uji Rheologi suspensi semen
3. Uji sifat-sifat suspensi semen
4. Uji sifat-sifat batuan semen.
Uji sifat-sifat batuan semen pemboran sedikit berbeda dengan uji yang
lainnya, karena batuan semen yang terjadi merupakan fungsi waktu. Dengan
demikian sifat-sifat tersebut akan berbeda tergantung dari waktu
pengkondisiannya baik terhadap temperatur ataupun waktunya.

Perkins System
Perkins system sering juga disebut dengan penyemenan system plug atau
penyemenan sistem sumbat, karena didalam penyemenan ini menggunakan plug.
Terdapat dua plug, yaitu bottom plug dan top plug. Bottom plug memisahkan
Lumpur yang ada dalam casing dengan bubur semen sedangkan top plug
memisahkan bubur semen dengan Lumpur pendorong.
Peralatan yang digunakan pada penyemenan system perkns adalah sebagai
berikut:
1. Peralatan yang terletak di bawah permukaan adalah antara lain :
 Casing Shoe
Casing shoe terletak di ujung rangkaian casing. Fungsi dari casing
shoe adalah untuk menuntut casing diwaktu penurunannya agar tidak
tersangkut. Casing shoe yang berfungsi hanya sebagai penuntut casing
diwaktu penurunannya disebut guide shoe. Casing yang diperlengkapi
dengan elap penahan tekanan balik disebut dengan float shoe.
 Shoe Track
Shoe track adalah satu atau dua batang casing yang ditempatkan diatas
casing shoe. Shoe track berfungsi untuk menampung bubur semen yang
terkontaminasi oleh Lumpur pendorong. Kalau bubur semen yang
5

terkontaminasi oleh Lumpur pendorong masuk ke anulus maka ikatan


semen di annulus tidak baik.
 Casing Collar
Salah satu alat downhole yang digunakan untuk mengkonfirmasi atau
mengkorelasi kedalaman menggunakan titik referensi yang diketahui pada
casing string.
 Scratcher
Scratcher bertugas untuk mengikis mud cake. Bila mud cake tidak
terkikis maka ikatan semen dengan dinding lobang tidak baik, ini akan
membentuk channeling pada semen.
Stracher terdiri dari 2 macam, yaitu:
a) Rotating scratcher yang berfungsi untuk mengikis mud cake dengan
jalan memutar casing.
b) Reciprocating scratcher yang berfunfsi untuk mengikis mud cake
dengan jalan menaik – turunkan rangkaian casing.
 Centralizer
Centralizer berfungsi membuat casing berada ditengah – tengah
lobang, kalau casing tidak berada ditengah – tengah lobang bor, maka
semen tidak rata tebalnya di sekeliling casing malahan ada annulus casing
yang tidak tersemen, kalau hal ini terjadi maka casing tidak akan ada yang
menahan dari serangan cairan korosif. Sehingga casing akan cepat bocor
atau terbentuk channeling dalam semen.

2. Peralatan yang terletak di atas permukaan adalah antara lain :


 Cementing head
Cementing head adalah peralatan penyemenan yang dipasang diujung
casing teratas. Cementing head yang modern sekarang adalah plug
container dimana didalam plug container bisa dipasang langsung bottom
plug dan top plug, masing – masng plug akan ditahan oleh pin penahan.
6

Selain dari itu cementing head jenis dilengkapi dengan 3 buah saluran
yaitu :
a) Saluran Lumpur, saluran ini untuk sirculasi Lumpur untuk
membersikkan lubang bor
b) Saluran bubur semen, saluran ini dipakai diwaktu memompakan
bubur semen kedalam casing.
c) Saluran Lumpur pendorong, saluran ini digunakan mendorong sampai
top plug berimpit dengan bottom plug di casing collar.
 Cementing line
 Cementing pump
Pompa semen bertugas mengisap bubur semen yang telah dibuat dan
memompakan bubur semen ke cementing head melalui cementing line.
 Slurry pan
 Hopper dan mixer
Hopper adalah corong untuk memasukan bubuk semen dan additif, air
disalurankan dengan tekanan tiinggi dari bagian belakang mixer. Air
dengan bubuk semen dan additif diaduk hingga rata oleh mixer.
 Tangki air

Poorboys System
Metode poorboys system ini disebut juga dengan penyemenan sistem tubing
atau tubing sistem. Dikatakan tubing system sering digunakan untuk penyemenan
casing berukuran 16 inch ke atas. Alasan dari penggunaan sistem poorboys
adalah:
1) Waktu
Waktu yang diperlukan untuk melakukan penyemenan dengan poorboys
system lebih singkat dibanding bila menyemen dengan sistem perkins.
Hubungan diameter casing besar waktu untuk pendorongan akan lebih
panjang.
7

2) Peralatan yang tersedia.


Bila casing besar, top plug yang mempunyai ukuran yang besar tidak ada
dipasaran. Kalau di pesan pada pabrik tentu harus segera khusus, sehingga
harganya mahal, dan bila ditinjau dari segi biaya tidak ekonomis.
3) Bubur semen
Bila menggunakan system perkins, tentu untuk casing yang besar akan
mempunyai shoetrack yang mempunyai volume yang besar pula. Di dalam
shoetrack nantinya setelah selesai penyemenan teris oleh semen, yang banyak
sekali, dan semen yang tertinggal di dalam shoetrack akan terbuang saja.
Tentu ini merupakan kerugian dari bubuk semen, sehingga system perkins
juga tidak ekonomis untuk menyemen casing yang berdiameter besar.
4) Lumpur pendorong
Lumpur pendorong yang digunakan tentu akan banyak sekali bla
menggunakan penyemenan dengan sistem sumbat, volume Lumpur pendorong
mulai dari permukaan sampai ke casing collar adalah sangat besar volumenya
untuk casing yang besar diameternya.
5) Pompa Lumpur pendorong.
Pompa Lumpur pendorong mungkin takkan sanggup mendorong Lumpur
pemboran yang besar volumenya.

Proses kerjanya adalah sebagai berikut. Casing yang akan disemen disambung
ujungnya dengan duplex float shoe. Shoe ini berfungsi menuntun casing agar
tidak tersangkutdalam penurunannya. Karna mempunyai float system, shoe dapat
menahan tekanan balik bubur semen dari annulus. Selain itu duplex float shoe
dilengkapi juga stinger socket. Pada bagian luar casing dilengkapi dengan
centralizer dan scratcher, yang bertugas agar casing tetap berada ditengah lubang
dan membersikan mud cake. di annulus drill pipe dengan casing juga dipasang
sebuah centralizer agar pemasangan stinger dengan stinger socket bisa tepat,
tubing dan drill pipe digunakan sebagai saluran bubur semen dan Lumpur
pendorong.
8

Penyemenan Bertingkat
Penyemenan bertingkat lebih populer disebut dengan stage cementing,
penyemenan ini dilakukan secara bertingkat atau secara bertahap. Tingkat pertama
dilakukan untuk menyemen casing bagian bawah sepanjang kolam semen tertentu,
kemudian dilanjutkan lagi untuk menyemen lagi casing yang lebih atas.
Penyemenan dengan cara ini bisa dlakukan untuk menyemen seluruh annulus
casing dari dari dasar lubang atau tidak seluruhnya. Mungkin beberapa ribu feat
dari dasr lubang. dan ada beberapa ribu atau ratus featpula dari permukaan, hal ini
tergantung kepada tujuan penyemenan itu dan kondisi dari formasi yang akan
disemen.
Alasan – alasan dilakukannya penyemenan bertingkat sebagai berikut :
1) Tekanan rekah formasi
Bila formasi didasar lubang mempunyai tekanan rekahan yang kecil tinggi
kolam semen tidak dapat terlalu besar, sebab dasar lubang tidak sanggup
menahan tekanan yang besar kita tahu bahwa berat jenis bubur semen adalah
cukup besar dan akan menyebabkan tekanan yang lebih besar, yang akan
menghancurkan formasi dari tekanan tersebut. Ha ini berlaku pula pada sumue
dalam
2) Menghemat pemakaian semen.
Bagian dari lubang bar tidak perlu seluruhnya disemen, bila formasi
lubang cukup keras dan kompak, tidak perlu disemen. Jadi dengan tidak
seluruhnya disemen maka akan menghemat semen.
3) Formasi lost
Formasi yang sangat lemah yang mana merupakan yaqng tidak tahan
terhadap tekanan, tidak perlu disemen bila formasi tersebut tidak
menibulkan bahaya yang lain cukup disemen bagian atas dan bawahnya saja.

Teknik penyemenan bertingkat ada beberapa cara, yaitu:


 Regular two stage cementing.
 Continuous tripping two stage cementing.
 Continuous two stage cementing
9

BAB II

PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN DAN CETAKAN SAMPEL

2.1. Tujuan Percobaan


1. Mengetahui dan memahami cara pembuatan suspensi semen
pemboran
2. Mengetahui cara pembuatan cetakan semen / sampel
3. Mengetahui pengkondisian suspensi semen.
4. Mengetahui Pengaruh suspense dan cetakan semen pada nilai SBS
5. Mengetahui Pengaruh cetakan semen terhadap porous semen

2.2. Teori Dasar


Pada umumnya penyemenan bertujuan untuk melekatkan casing pada
dinding lubang sumur, melindungi casing dari masalah–masalah mekanis
sewaktu operasi pemboran (seperti getaran). Melindung casing dari fluida
formasi yang bersifat korosif, dan untuk memisahkan zona–zona yang satu
terhadap zona yang lain dibelakang casing.
Densitas suspensi semen didefenisikan sebagai perbandingan antara
jumlah berat bubuk semen,air pencampur dan addditif terhadap jumlah
volume bubuk semen,air pencampur dan additif.
Dirumuskan sebagai berikut :

𝑮𝒃𝒌 + 𝑮𝒘 + 𝑮𝒂
𝑫𝒃𝒔 =
𝑽𝒃𝒌 + 𝑽𝒘 + 𝑽𝒂

Dimana :
Dbs = Densitas suspensi semen
Gbk = Berat bubuk semen
Gw = Berat air
Ga = Berat additif
10

Vbk = Volume bubuk semen,gallon


Vw = Volume air,gallon
Va = Volume additive,gallon

Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan


hidrostatis suspensi semen didalam lubang sumur. Bila formasi tidak
sanggup menahan tekanan suspensi semen,maka akan menyebabkan
formasi pecah,sehingga terjadi lost cirulation.
Semen yang biasa digunakan dalam industri perminyakan adalah
semen Portland, dikembangkan oleh Joseph Aspdin tahun1842. Disebut
Portland karena mula-mula bahannya didapat dari pulau Portland Inggris.
Semen Portland ini termasuk semen hidrolis dalam arti akan mengeras bila
bertemu atau bercampur dengan air.
Semen portland mempunyai 4 komponen mineral utama, yaitu :
1. Tricalcium Cilicate
Tricalcium cilicate (3CaO.SiO2) dinotasikan sebagai C3S, yang
dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2. Komponen ini merupakan
yang terbanyak dalam semen Portland, sekitar 40-45 % untuk semen
yang lambat proses pengerasannya dan sekitar 60-65 % untuk semen
yang cepat proses pengerasannya (high-early strength cement).
Komponen C3S pada semen memberikan strength yang terbesar pada
awal pengerasan.
2. Dicalcium Cilicate
Dicalcium cilicate (2CaO.SiO2) dinotasikan sebagai C2S yang juga
dihasilkan dari kombinasi CaO dan SiO2. Komponen ini sangat
penting dalam memberikan final strength seemn. Karena C2S ini
menghidarasinya lambat maka tidak berpengaruh dalam setting time
semen, akan tetapi sangat menentukan dalam kekuatan semen lanjut.
Kadar C2S dalam semen tidak lebih dari 20 %.
11

3. Tricalcium Aluminate
Tricalcium Aluminate (3CaO.Al2O3) dinotasikan sebagai C3A,
yang terbentuk dari reaki antara CaO dengan Al2O3.
Walaupunkadarnya lebih kecil dari komponen silikat (sekitar 15 %
untuk high-early strength cement dan sekitar 3% untuk semen yang
tahan terhadap sulfat), namun berpengaru terhadap rheology suspensi
semen dan membantu proses pengerasan awal pada semen.
4. Tetracalcium Aluminoferrite
Tetracalcium Aluminoferrite (4CaO.Al2O3.Fe2O3) dinotasikan
sebagai C4AF, yang terbentuk dari reaki antara CaO dengan Al2O3 dan
Fe2O3. Komponen ini hanya sedikit berpengaruh pada strength semen.
API menjelaskan bahwa kadar C4AF ditambah dengan 3 kali kadar
C3A tidak boleh lebih dari 24 % untuk semen yang tahan terhadap
kandungan sulfat yang tinggi. Penambahan kadar besi yang berlebihan
akan menaikkan kadar C3A dan berfungsi menurunkan panas hasil
reaksi/hidrasi C3A dan C2S.

2.2.1. Klasifikasi Semen


API telah melakukan pengklasifikasian semen kedalam beberapa kelas
guna mempermudah pemilihan dan penggolongan semen yang akan
digunakan. Pengklasifikasian ini didasrkan atas kondisi sumur dan sifat-
sifat semen yang disesuaikan dengan kondisi sumur tersebut. Kondisi
sumur tersebut meliputi kedalaman sumur, temperatur, tekanan dan
kandungan yang terdapat pada fluida formasi (seperti sulfat dan
sebagainya).
1. Kelas A
Semen kelas A ini digunakan dari kedalaman 0 (permukaan)
sampai 6000 ft. Semen ini terdapat dalam tipe biasa (ordinary type)
saja dan mirip dengan semen ASTM C-150 tipe I.
12

2. Kelas B
Semen kelas B digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan
tersedia dalam jenis yang tahan terhadap kandungan sulfat menengah
dan tinggih (moderate and high sulfat resistant).
3. Kelas C
Semen kelas C digunakan dari kedalaman 0 sampai 6000 ft dan
mempunyai sifat high-early strength (proses pengerasan cepat). Semen
ini tersedia dalam jenis moderate dan high sulfat resistant.
4. Kelas D
Semen kelas D digunakan untuk kedalaman dari 6000 ft sampai
12000 ft dan untuk kondisi sumur yang memiliki tekanan dan
temperatur tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate and
high sulfat resistant.
5. Kelas E
Semen kelas E digunakan untuk kedalaman dari 6000 ft sampai
14000 ft dan untuk kondisi sumur yang memiliki tekanan dan
temperatur tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis moderate and
high sulfat resistant.
6. Kelas F
Semen kelas F digunakan untuk kedalaman dari 10000 ft sampai
16000 ft dan untuk kondisi sumur yang memiliki tekanan dan
temperatur tinggi. Semen ini tersedia juga dalam jenis high sulfat
resistant.
7. Kelas G
Semen kelas G digunakan untuk kedalaman 0 sampai 8000 ft dan
merupakan semen dasar. Bila ditambahkan retarder, semen ini dapat
dipakai untuk sumur yang dalam dan range temperatur yang cukup
besar. Semen ini tersedia dalam jenis moderate and high sulfat
resistant.
13

8. Kelas H
Semen kelas H digunakan dari kedalaman 0 sampai 8000 ft dan
merupakan semen dasar pula. Dengan penambahan acclerator dan
retarder, semen ini dapat digunakan pada range temperatur dan
kedalaman yang besar. Semen ini hanya tersedia dalam jenis moderate
sulfate resistant.
9. Kelas J
Semen kelas J untuk kedalaman 0 sampai 8000 ft dan merupakan
semen dasar pula seperti Kelas G dan H. Semen ini hanya tersedia
dalam jenis moderate sulfate resistant. Didalam dunia perminyakan
semen ini jarang digunakan.

2.2.2. Pembuatan Semen


Suspensi semen yang digunakan pada suatu operasi penyemenan
sumur pemboran terdiri dari komponen dasar berupa semen Portland, air
dan additive sebagai zat penambah. Semen portland tersusun atas bahan-
bahan dasar tertentu yang sangat berpengaruh terhadap karakteristik semen
yang diinginkan. Ada dua macam bahan dasar yang dibutuhkan dalam
menghasilkan semen Portland, yaitu material calcareous (limestone, chalk,
marl yang mengandung CaCO3 dan CaO) dan material argillaceous (clay,
shale, slate, ash yang mengandung SiO2, Al2O3 dan Fe2O3). Pembuatan
semen portland dibedakan dalam dua proses, yaitu dry process dan wet
process, dibedakan berdasarkan proses peleburan material-material
dasarnya. Setelah melewati salah satu proses di atas, material-material
tersebut akan melalui proses pembakaran, proses pendinginan dan proses
penggilingan untuk kemudian dicetak
Pembuatan semen portland melalui beberapa tahap berikut :
1. Proses Peleburan
Dalam bagian ini ada 2 cara yang umum digunakan, yaitu :
14

 Dry Process
Pada awal proses ini, clay dan limestone sama-sama dihancurkan,
lalu dikeringkan di rotary dries. Hasilnya dibawa ke tempat
penggilingan untuk dileburkan. Kemudian hasil peleburan ini
masuk ketempat penyaringan dan partikel-partikel yang kasar
dibuang dengan system sentrifugal. Hasil saringan ini ditempatkan
di beberapa silo (tempat berbentuk tabung yang tertutup) dan
setelah didapat komposisi kimia yang diinginkan kemudian akan
melalui proses pembakaran di klin. Campuran ini biasanya
berukuran 100 – 200 mesh agar kontak antar partikel-partikel yang
terjadi dapat maksimal. Proses pembuatan semen melalui Dry
Process dapat dilihat pada Gambar dibawah ini.

 Wet Process
Material-material mentah dicampur dengan air, lalu dimasukkan ke
tempat penggilingan (grinding mill). Campuran ini kemudian
dipompa melalui vibrating screen. Material-material yang kasar
dikembalikan ke penggilingan, sementara campuran yang lolos
yang berupa susupensi ditampung pada suatu tempat berbentuk
kolom-kolom. Di tempat ini, suspensi mengalami proses rotasi dan
pemampatan sehingga didapat campuran yang homogen. Di tempat
ini pula komposisi kimia suspensi diubah-ubah untuk didapatkan
komposisi yang diinginkan sebelum dibawa ke klin.
15

2. Proses Pembakaran
Proses pembakaran (lihat Gambar 2.3. dilakukan setelah melalui salah satu
proses peleburan di atas (dry process atau wet process), campuran masuk
ke dalam “rotary klin” Di klin, campuran ini berputar-putar kemudian
dipanaskan perlahan-lahan melalui beberapa proses temperatur seperti
berikut (API Spec. 10, Material and Testing for Well Cement) :
100 oC = pembebasan air bebas.
200 oC = dehidroksilasi mineral-mineral clay.
900 oC = kritalisasi mineral-mineral clay yang mengalami
dehidroksilasi dan dekomposisi CaCO3.
900 – 1200 oC = reaksi antara CaCO3 atau CaO dengan aluminosilicates.
1250 – 1280 oC = mulai terbentuk fasa liquid.
> 1280 oC = fasa liquid terus terbentuk dan komponen-komponen
semen terjadi.

3. Proses Pendinginan
Setelah pembakaran dilakukan proses pendinginan kualitas
“klinker”, produk yang dihasilkan dari rotary klin sangat tergantung
dari kecepatan dan metode pada proses pendinginan. Bila laju
pendinginan lambat, akan dihasilkan produk yang baik dimana akan
terjadi proses kristalisasi dari klinker akan meningkatkan kekuatan
semen. Sedangkan bila laju pendinginan cepat akan dihasilkan produk
seperti gelas yang dapat mempersukar klinker digiling, ini dapat
mengakibatkan kekuatan semen cepat naik tetapi tidak lama.
Proses pendinginan sebenarnya telah dimulai ketika temperatur
mulai menurun dari clinkering temperature. Kualitas clinker dan
selesainya pembuatan semen sangat tergantung dari laju pendinginan-
perlahan sekitar 4-5 oC (7-8 oC) sampai suhu 1250 oC, kemudian cepat
sekitar 18-20 oC (32-36 oF) permenit.
16

4. Proses Penggilingan
Pada tabung penggiling ada bola-bola baja, yang dapat
mengakibatkan sekitar 97-99 % energi yang masuk diubah menjadi
panas. Selama proses penggilingan ini biasanya ditambahkan gypsum
sekitar 3 – 5 % yang berguna untuk mengontrol pembebasan CaO dan
untuk menghindari flash setting. Oleh karena itu diperlukan
pendinginan, karena jika terlalu panas akan banyak gypsum ynag
menghidrasi menjadi kalsium sulfat hemidrat (CSH2). atau larutan
anhidrit (CS). Akhirnya dari proses penggilingan didapat bubuk semen
yang diinginkan. Bubuk semen yang dihasilkan kemudian ditempatkan
di silo-silo dan dipakai.

Selain komponen dasar, ada juga komponen tambahan


dalam pembuatan semen pemboran. Komponen tambahan semen
merupakan macam-macam additive yang digunakan dalam operasi
penyemenan untuk memperoleh sifat khusus atau kinerja yang
dibutuhkan. Additive yang umum digunakan untuk bahan campuran
pada suspensi semen/slurry antara lain :
A. Retarder
adalah additive berfungsi untuk memperlambatkan atau
memperpanjang thickening time. Hal ini diperlukan untuk menyemen
surat bertemperatur tinggi, atau untuk sumur yang dalam atau kolom
penyemenan yang panjang. Atau bila air banyak terisap oleh
penambahan additive lain sehingga thickening time berkurang.
Sebagaimana telah disebut diatas bahwa bila thickening time lebih
kecil dari waktu pemompaan bubur semen maka bubur semen akan
mengeras sebelum sampai ke tempat yang diinginkan.
17

Bahan-bahan yang bertindak sebagai retarder adalah sebagai berikut :


1. Calcium ligno sulfonate
Pengaruh calcium ligno sulfonate terhadap thickening dapat
terjadi Dimana bentonite adalah 12% untuk kedalaman tertentu.
Kalau secara normal thickening time akan berkurang untuk
pertambahan temperatur. Temperatur akan naik dengan
bertambahnya kedalaman lobang.

Modified lignin adalah retarder untuk temperatur yang tinggi.


Dan juga dapat sebagai additive untuk menurunkan viskositas dari
bubuk semen.
Bahan ini terutama digunakan untuk :
 Pozzolan lime
 Semen kelas D dan E
Modified lignin tidak perlu menambahkan air yang banyak. Bahan
ini dianjurkan untuk kedalaman 12.000 ft keatas atau untuk
temperatur 2600F lebih. Pada tabel berikut ini diperlihatkan
modified lignin sebagai retarder untuk kadalaman 12.000 ft sampai
18.000 ft. Untuk penyemenan casing dan squeeze cementing dalam
keadaan statis maupun saat dinamis, untuk semen kelas D atau F.
Dengan kenaikan kedalaman sumur dan penambahan berbagai
harga modified lignin didapatkan thickening time bubur semen
antara 3 – 4 jam.
2. CMHEC
CMHEC adalah singkatan dari Carboxy Methyl Hidroxy Etyl
Cellulose. Bahan ini digunakan untuk temperatur yang ekstrim.
CMHEC memerlukan banyak air dalam pencampurannya.
3. Garam NaCl
Konsentrasi NaCl yang dicampurkan harus lebih besar dari
lima persen (5%). Kalau 1.5 sampai 3% NaCl mempercepat
thickening time. NaCl berguna juga untuk memperbaiki ikatan
18

semen untuk menyemen formasi garam. Untuk formasi shale


digunakan juga air garam formasi shale tidak mengisap air dari
bubuk semen. Sebab formasi shale menghisap air tawar.
Additive ini dapat pula menaikkan berat jenis bubur semen.
Umumnya digunakan 3.1 lb untuk setiap gallon air.

B. Accelerator
Adalah additive untuk mempercepat thickening time. Pada
umumnya accelerator ditambahkan bbila menyemen sumur yang
dangkal. Kalau tidak ditambahkan accelerator terlalu lama menunggu
bubur semen menjadi keras.
Bahan-bahan yang bertindak sebagai accelerator adalah :
1. Calcium chlorida (CaCl2)
2% CaCl2 dapat melipat duakan compressive strength semen
dalam tempo 24 jam, pada temperatur 1200F. Umumnya calcium
chloride yang ditambahkan berkisar antara 2% sampai 4%.
2. Natrium chlorida (NaCl)
Natrium chlorida atau garam dapur, dapat bertindak sebagai
retarder dan dapat juga sebagai accelerator. Hal ini tergantung
kepada konsentrasi garamnya.
Penambahan NaCl akan menurunkan thickening time prosentase
penambahan NaCl 2 dan 4%.
3. Densified cement
Densified cement maksudnya bubur semen yang dikurangi
WCR-nya. Dengan mengurangi air yang dicampurkan dalam
membuat bubur semen, maka dihasilkan semen yang padat.
Dengan demikian akan didapatkan berat jenis bubur semen
yang lebih besar dan thickening bubur semen yang lebih kecil.
19

Pengurangan air yang dicampurkan dalam membuat bubur


semen boleh dilakukan kalau sudah memakai friction loss reducer.
Kalau tidak akan menyebabkan friksi diannulus besar. Jadi dengan
kata lain bila mengurangi air yang dicampurkan dalam membuat
bubuk semen harus diiringi oleh penambahan friction reducer.
Agar tidak banyak gesekan diannulus. Tabel berikut ini
memperlihatkan penambahan friction reducer bila air yang
dicampurkan dikurangi dan memperlihatkan berat jenis bubuk
semen yang dihasilkan dan juga yield bubur semen.
C. Weighting Agent,
Digunakan untuk menambah densitas suspensi semen. Weight
material ditambahkan dalam bubur semen bila akan menyemen
formasi bertekanan tinggi. Untuk menaikkan berat jenis bubur semen
ditambahkan dalam pembuatan semen antara lain:
1. Ilmenite merupakan bahan yang tertarik sebagai weight material.
Material ini adalah inert solid dan tidak memberikan pengaruh
terhadap thickening time. Rumus kimia dari ilmenite adalah
FeTiO3, mempunyai SG 4.7. Distribusi ilmenite dalam bubur
semen dapat merata atau uniform. Berat jenis bubur semen yang
terjadi dapat mencapai 22 ppg.
2. Barite merupakan bahan yang paling umum digunakan menaikkan
berat jenis bubur semen, maupun lumpur pemboran. SG dari barite
adalah 4.3 dan dapat menaikkan berat jenis bubur semen menjadi
18 ppg. Kata lain untuk barite adalah barium sulfate. Dalam
penambahan barite, perlu diiringi dengan penambahan air untuk
membasahi partikelnya, karena barite mempunyai surface area
yang besar. Air ini dapat juga melarutkan retarder dari bubuk
semen. Sehingga thickening timenya jadi singkat. Penambahan air
yang banyak dapat menurunkan compressive strength dari semen.
3. Pasir yang digunakan untuk menaikkan berat jenis bubur semen
umumnya adalah pasir ottawa (ottawa sand). Berat jenis yang
20

terjadi dapat mencapai 18 ppg. Biasanya digunakan untuk


penyemenan lobang untuk pemasangan whipstock dan untuk plug
job yang lain. SG dari ottawa sand adalah 2.6 sehingga untuk
menaikkan berat jenis bubur semen diperlukan pasir yang banyak.
4. Densified cement
Bubur semen yang dikurangi air dalam pembuatannya akan
memberikan berat jenis bubur semen yang lebih tinggi. Dalam
pembuatannya harus diiringi dengan menambahkan friction
reducer, 0.75 sampai 1 % berat bubuk semen.
5. Sodium chlorida
Untuk menaikkan berat jenis bubur semen yang kecil saja, dapat
ditambahkan natrium chlorida. Kenaikan yang diperoleh 0.5 ppg
sampai 1 ppg.

D. Ekstender,
adalah additive untuk menaikkan volume dari bubuk semen. Pada
umumnya penambahan extender diiringi dengan penambahan air.
Kenaikan volume tidak seimbang dengan kenaikan berat bubur semen.
Sehingga akan cepat penurunan berat jenis bubur semen.
Bahan-bahan yang termasuk sebagai extender adalah :
1. Bentonite
Bentonite merupakan bermineral clay. Sifat utamanya adalah
dapat mengisap air dengan banyak, sehingga volume bubur semen
yang terjadi bisa naik sampai 10 kali. Akibatnya berat jenis bubur
semen dapat turun lebih besar. Penambahan bentonite harus
diiringi dengan penambahan air. Untuk 2% bentonite kira-kira
penambahan air adalah 1.3 gallon per sack.
Pengaruh lain akibat penambahan bentonite adalah :
 Yield semen naik
 Biaya lebih murah
 Perforating qualities baik
21

 Compressive strength semen naik


 Permeabilitas semen naik
 Viskositas bubur semen naik
Untuk temperatur 2300F ke atas penambahan bentonite sangat
drastis menurunkan strength semen dan menaikkan permeabilitas
semen. Pada tabel berikut terlihat pengaruh penambahan bentonite
terhadap compressive strength.

2. Pozzolan
Pozzolan merupakan extender yang tidak terlalu banyak
menurunkan compressive strength semen. Sedangkan pengaruh
penambahan pozzolan terhadap bubur semen adalah sama dengan
penambahan bentonite. Umumnya campuran bubuk semen dengan
pozzolan adalah 50% berbanding 50% dan biasanya bentonite 2%.
Semen yang dibuat dari campuran bubuk semen dan pozzolan
disebut dengan pozzolan cement.
3. Diatomaceous earth
Bahan ini berasal dari silika suatu sedimen. Diatomaceous
earth mempunyai surface area yang besar, sehingga memerlukan
banyak air dalam pembuatan bubur semen.
Umumnya dicampurkan antara 10% sampai 40%, dari berat bubuk
semen. Dipasaran sering disebut dengan :
 Diacel D, buatan philips pet.co
 Letepoz 2, buatan Dowell sclumberger.
4. Gilsonite
Gilsonit tidak memerlukan banyak air. Sehingga menurunkan
compressive strength semen akan lebih kecil dibandingkan dengan
extender yang lain, untuk pengurangan berat jenis yang sama.
Penambahan air 2 gal per 50 lb, gilsonite.
5. Expanded perlite
22

Expanded merupakan extender yang berasal dari vulkanik.


Umumnya ditambahkan juga bentonite 2% sampai dengan 6%
untuk mencegah pemisahan air.
Pada umumnya juga penambahan perlu penambahan air yang
banyak, dibawah tekanan expended perlite bertindak sebagai
spons. Sehingga bubur semen akan mempunyai berat jenis yang
lebih besar dan volume yang lebih kecil untuk kondisi bertekanan
dibandingkan dengan kondisi permukaan.

E. Dispersant, digunakan untuk menurunkan viskositas suspensi semen.


F. Fluid Loss Control Agent, digunakan untuk mengurangi filtrat (air
bebas).
G. Lost Circulation Control Agent, digunakan untuk mengurangi
kehilangan suspensi semen ke formasi.
H. Special Additive, digunakan untuk keperluan khusus dalam
menanggulangi kasus tertentu.

2.3. Peralatan dan Bahan


2.3.1. Peralatan
1. Timbangan
2. Cetakan Sampel
3. Kantong Plastic
4. Mixer
5. Stop Watch
6. Mud Balance

2.3.2. Bahan
1. Semen
2. Additive ( Bentonite dan Barite )
3. Air
23

Gambar 2.1. Mixer

Gambar 2.2. Timbangan

Gambar 2.3. Mud Balance


24

Gambar 2.4. Stopwatch

Biasanya sampel suspensi semen yang dipersiapkan sebanyak


600 ml. Mixer dioperasikan pada kecepatan 4000 rpm untuk 15 detik
(dimana seluruh padatan semen dicampurkan ke dalam campuran
air) dilanjutkan dengan putaran 12000 rpm selama 35 detik. Karena
bubur semen sangat abrasif pengamatan dengan seksama terhadap
pisau mixer sangat penting.

2.4. Prosedur Percobaan


2.4.1. Prosedur Pembuatan Sampel
1. Timbang bubuk semen x gram, dengan timbangan.
2. Ukur air dengan WCR (Water Cement Ratio) yang diinginkan, harga
WCR tersebut tidak boleh melebihi batas air maksimum atau kurang
dari batas air minimum. Kadar air maksimum adalah air yang
dicampurkan ke dalam semen tanpa menyebabkan terjadinya
25

pemisahan lebih dari 3.5 ml, dalam 250 ml suspensi semen jika
didiamkan selama 2 jam pada temperatur kamar. Sedang kadar air
minimum adalah jumlah air yang dapat dicampurkan ke dalam semen
untuk memperoleh konsistensi maksimum sebesar 30 cc.
3. Jika menggunakan additif, lakukan prosedur sebagai berikut :
a. Jika additive berupa padatan, timbang berdasarkan % berat yang
dibutuhkan. Sebagai contoh penambahan tepung silica dalam %
BWOC, dengan berat total semen dan silica seberat 349 gram
adalah :
10
Slika 10 % BWOC dengan berat = 100 × 349 𝑔𝑟 = 34.9 𝑔𝑟

Bubuk semen + Silika =(349 − 34.9) 𝑔𝑟 = 314.1 𝑔𝑟


b. Jika additive berupa cairan, % penambahan dilakukan dengan
mengukur volume additive berbanding dengan volume air yang
diperlukan. Sebagai contoh 1.5 % HR-13-L, dengan volume total
air sebesar 1000 ml, adalah :
1.6
Volume HR-a3-L yang diperlukan = 100 × 1000 𝑚𝑙 = 15 𝑚𝑙

4. Campur bubuk semen dengan additive padatan pada kondisi kering,


kemudian air dan additif larutan masukkan ke dalam mixing container
dan jalankan mixer mixer pada kecepatan rendah 4000 RPM dan
masukkan campuran semen dan additif padatan kedalamannya tidak
lebih dari 15 detik, kemudian tutup mixing container dan lanjutkan
pengadukan pada kecepatan tinggi 12000 RPM selama 35 detik.

2.4.2. Cetakan Sampel


Untuk kebutuhan pengujian digunakan tiga buah bentuk cetakan
sampel sebagai berikut :
1. Cetakan Pertama
26

Berupa kubik berukuran 2 x 2 in, cetakan sampel ini digunakan untuk


pengukuran compressive strength standar API.
2. Cetakan Kedua
Berupa silinder casing berukuran tinggi 2 in, dan diameter dalamnya 1
in. Cetakan sampel ini digunakan untuk pengukuran shear bond
strength antara casing dan semen, serta pengukuran permeabilitas
dengan casing.
3. Cetakan Ketiga
Berupa core silinder berukuran tinggi 1 – ½ in dan diameter luarnya 1
in. Cetakan sampel ini digunakan untuk pengukuran permeabilitas
semen dengan casing dan pengukuran compressive strength.

2.4.3. Pengkondisian Suspensi Semen


Pengkondisi suspensi semen dimaksudkan untuk mensimulatorkan
kondisi tekanan dan temperatur yang diinginkan. Pengkondisian dapat
dilakukan dengan tekanan atmosphere dan temperatur sampai 90⁰ C
dengan menggunakan water bath. Pengkondisian pada tekanan dan
temperatur operasi dapat dilakukan dengan alat Pressure Curing Chamber.
27

2.5. Data Hasil Percobaan dan Analisa


2.5.1 Data
Table 2.1
Data percobaan pembuatan suspensi semen dan cetakan sampel
Wsemen Wbentonite Wbarite
Plug/Kelompok WCR (%) Vair (ml)
(gr) (gr) (gr)
I/A1 350 44 5 0 154
I/A2 350 44 4 0 154
I/A3 350 44 3,5 0 154
I/A4 350 44 3 0 154
II/B1 350 44 2,5 0 154
II/B2 350 44 2 0 154
II/B3 350 44 2,5 0 154
II/B4 350 44 0 1 154
III/C1 350 44 0 1,5 154
III/C2 350 44 0 2 154
III/C3 350 44 0 2,5 154
III/C4 350 44 0 3 154

2.5.2 Data Perhitungan dan Analisa


- Berat semen : 350 gr
- Volume air : 154 ml
- Bentonite : 3,5 gr
- P bentonite : 0,593
- P semen : 3,15
(𝑊𝑠+𝑊𝑎𝑑𝑑+𝑊𝑎𝑖𝑟)
- SGS = (𝑉𝑠+𝑉𝑎𝑑𝑑+𝑉𝑎𝑖𝑟)
(350+154+504)
=
(154+111,11+265,11)

= 1,90 gram/cc 15,587 lb/gal


(𝑊𝑠+𝑊𝑎𝑑𝑑+𝑊𝑎𝑖𝑟)
- SGS = (𝑉𝑠+𝑉𝑎𝑑𝑑+𝑉𝑎𝑖𝑟)
(350+154+3,5)
= (154+111,11+5,90)

= 15,577 lb/gal
- 8,34 free water kalibrasi
28

- Hasil yang ditentukan dengan additive 6,5

2.6. Pembahasan
Dalam pelaksanaan percobaan diatas kita pembuatan suspense semen
dari pengujian densitas semen,additive yang digunakan adalah
bentonite.pada percobaan menggunakan semen dengan berat 350 gram,
additive bentonite 3,5 gram,dan air 154 ml.pada hasil perhitungan densitas
suspensi semen secara teori diperoleh besar densitas 15,577 lb/gal, nilai
tersebut merupakan suspense semen yang ditambahkan additive.
Sementara besar densitas suspense semen tanpa penambhan additive
sebesar 15,857 lb/gal. dari dua data tersebut dapat dilihat perbedaan
densitaas dimana nilai densitas dengan menggunakan additive. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa additibe bentonite dapat menurunkan harga
densitas supensi semen.

2.7. Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Didapatkan densitas pada suspensi semen tanpa ditambahkan additive
yaitu 15,857 lb/gal.
2. Didapatkan densitas pada suspense semen dengan ditambahakan additive
yaitu 15,577 lb/gal.
3. Additive bentonite adalah additive yang dapat menurunkan harga densitas
suspense semen.
30

BAB III
PENGUJIAN DENSITAS SUSPENSI SEMEN

3.1. Tujuan Percobaan


1. Memahami cara pembuatan suspensi semen.
2. Mengetahui pengaruh penambahan additive terhadap densitas semen.
3. Mengetahui hubungan penambahan massa additif terhadap massa jenis
suspensi semen.
4. Mengetahui perbedaan penambahan additif barite dan bentonite pada
pembuatan suspensi semen.
5. Mengetahui pengaruh densitas semen terhadap proses penyemenan.

3.2. Teori Dasar


Densitas suspensi semen didefinisikan sebagai perbandingan antara
jumlah berat bubuk semen, air pencampur dan additif terhadap jumlah
volume bubuk semen, air pencampur dan additif.
Persamaannya sebagai berikut :

𝑾𝒔 + 𝑾𝒂𝒅𝒅 + 𝑾𝒂𝒊𝒓
𝝆 𝒔𝒆𝒎𝒆𝒏 =
𝑽𝒔 + 𝑽𝒂𝒅𝒅 + 𝑽𝒂𝒊𝒓

Densitas suspensi semen yang rendah sering digunakan dalam operasi


prymary cementing dan remedial cementing, guna menghindari terjadinya
fracture pada formasi yang lemah. Untuk menurunkan densitas dapat
dilakukan dengan hal-hal berikut :
1. Menambahkan clay atau zat-zat kimia silikat jenis extender.
2. Menambahkan bahan-bahan yang dapat memperbesar volume suspensi
semen, seperti pozzolan.
31

Sedangkan densitas suspensi semen yang tinggi digunakan bila


tekanan formasi cukup besar atau formasi sloughing (tanggal), dimana
densitas maksimum dapat dicapai dengan semen murni menggunakan
water content minimum yang diinginkan antara 17,5 – 19 lb/gal. Water
content rendah akan memudahkan pencampuran sampai 19 lb/gal dengan
bantuan dispersant, tetapi jarang digunakan dalam primary cementing.
Untuk menurunkan densitas dapat dilakukan dengan menambahkan clay
atau zat-zat kimia silikat jenis extender atau menambahkan bahan-bahan
yang dapat memperbesar volume suspensi semen seperti pozzolan,
ceramic microsphere atau nytrogen. Heavy sluries (suspensi semen berat)
digunakan pada penyemenan primer, dimana selalu pemberatnya adalah
material densitas tinggi, diukuti dengan normal atau sedikit dikurangi
prosentase airnya.
densitas suspensi semen yang tinggi digunakan bila tekanan formasi
cukup besar. Untuk menaikkan densitas dapat ditambahkan pasir atau
material-material pemberat ke dalam suspensi semen, seperti barite.
Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap tekanan tekanan
hidrostatis suspensi semen di dalam lubang sumur.bila formasi tidak
sanggup menahan tekanan suspensi semen, maka formasi akan pecah dan
terjadi loss circulation.
Densitas suspensi semen sangat berpengaruh terhadap PH suspensi
semen didalam lubang sumur, misalnya formasi akan pecah dan terjadi
loss circulation apabila formasi sudah tidak mampu menahan formasi.
Oleh karena itu untuk menjaga densitas semen ada beberapa hal yang
perlu dilakukan yaitu apabila densitas cukup tinggi maka dapat diturunkan
dengan menambahkan clay atau zat-zat kimia silikat jenis extender.Selain
itu dapat pula dilakukan pembesaran volume suspensi semen dengan
menambahkan bahan tertentu. Sebaliknya apabila densitas suspensi semen
sangat rendah maka dapat ditambahkan pasir atau material-material
pemberat ke dalam suspensi semen.
32

Pengukuran densitas di laboratorium berdasarkan dari data berat dan


volume tiap komponen yang ada dalam suspensi semen, sedangkan di
lapangan dengan menggunakan Pressurized Mud Balance. Densitas
suspensi semen diukur dengan pressurized Mud Balance. Untuk
menentukan besarnya densitas, kita perlu mengetahui jenis formasi, tipe
penyemenan, kemampuan pompa, permeabilitas batuan semennya itu
sendiri. Batasan densitas ini ditentukan oleh API.

3.3. Peralatan dan Bahan


3.3.1. Peralatan
1. Timbangan
2. Mixer
3. Mud Balance

3.3.2. Bahan
1. Semen
2. Additive (Barite/Bentonite)
3. Air

Gambar 3.1. Mud Balance


33

Gambar 3.2. Timbangan Digital

Gambar 3.3. Multi Mixer

Gambar 3.4. Semen


34

3.4. Prosedur Percobaan


Prosedur percobaan yang dilakukan adalah :
1. Mengkalibrasi peralatan pressured mud balanced sebagai berikut :
a. Membersihkan peralatan mud balanced
b. Mengisi cup dengan air hingga penuh lalu ditutup dan dibersihkan
bagian luarnya
c. Meletakkan kembali mud balanced pada kedudukan semula
d. Rider ditempatkan pada skala 8,33 ppg
e. Meneliti nuvo glass, bila tidak seimbang kalibrasikan screw sampai
seimbang.
2. Mempersiapkan suspensi semen yang diukur dan density suspensi
semen dapat menggunakan rumus :

𝑾𝒔 + 𝑾𝒂𝒅𝒅 + 𝑾𝒂𝒊𝒓
𝝆 𝒔𝒆𝒎𝒆𝒏 =
𝑽𝒔 + 𝑽𝒂𝒅𝒅 + 𝑽𝒂𝒊𝒓

Dimana :
ρ = Massa jenis suspensi semen
Ws = Berat bubuk semen
Wad = Berat additive
Wair = Berat air
Vs = Volume bubuk semen
Vad = Volume Additif
Vair = Volume Air

3. Masukkan suspensi semen kedalam cup balanced, kemudian cup


ditutup dan semen yang melekat pada dinding bagian luar dibersihkan
sampai bersih.
4. Letakkan balance arm pada kedudukan semula, kemudian atur rider
hingga seimbang, baca harga skala sebagai densitas suspensi semen.
35

3.5. Data hasil percobaan dan Perhitungan


3.5.1 Data Perhitungan dan Analisa
- Berat semen : 350 gr
- Volume air : 154 ml
- Bentonite : 3,5 gr
- P bentonite : 0,593
- P semen : 3,15
(𝑊𝑠+𝑊𝑎𝑑𝑑+𝑊𝑎𝑖𝑟)
- SGS = (𝑉𝑠+𝑉𝑎𝑑𝑑+𝑉𝑎𝑖𝑟)
(350+154+504)
= (154+111,11+265,11)

= 1,90 gram/cc 15,587 lb/gal


(𝑊𝑠+𝑊𝑎𝑑𝑑+𝑊𝑎𝑖𝑟)
- SGS = (𝑉𝑠+𝑉𝑎𝑑𝑑+𝑉𝑎𝑖𝑟)
(350+154+3,5)
= (154+111,11+5,90)

= 15,577 lb/gal
- 8,34 free water kalibrasi
- Hasil yang ditentukan dengan additive 6,5

Tabel 3.1.
Hasil Pengujian Densitas Suspensi Semen
Densitas (ppg)
Wsemen Wbentonite Wbarite
Plug/Kel Vair (ml) Mud
(gr) (gr) (gr) Rumus
Balance
I/A1 350 154 5 0 15,83 15,5
I/A2 350 154 4 0 15,57 15,6
I/A3 350 154 3,5 0 15,85 16,5
I/A4 350 154 3 0 15,63 16,2
II/B1 350 154 2,5 0 15,67 14,7
II/B2 350 154 2 0 15,69 16,3
II/B3 350 154 2,5 0 15,63 16,2
II/B4 350 154 0 1 15,85 16,1
III/C1 350 154 0 1,5 15,86 16,1
III/C2 350 154 0 2 15,87 15,5
III/C3 350 154 0 2,5 15,87 15,7
III/C4 350 154 0 3 15,88 16,6
36

Grafik 3.1
Hubungan additive Vs semen

Berat Additives vs Densitas (Perhitungan)


15.9
15.85
15.8
Densitas, ppg

15.75
15.7
15.65
15.6
15.55
0 1 2 3 4 5 6
Berat additive, gr

Barite Bentonite

Grafik 3.2
Grafik Penambahan Additive Vs SG Semen (mud balance)

Berat Additives vs Densitas (Mud Balence)


17

16.5
Densitas, ppg

16

15.5

15

14.5
0 1 2 3 4 5 6
Berat additive, gr

Barite Bentonite
37

3.6. Pembahasan
Dalam pelaksanaan percobaan diatas kita pembuatan suspense semen
dari pengujian densitas semen,additive yang digunakan adalah
bentonite.pada percobaan menggunakan semen dengan berat 350 gram,
additive bentonite 3,5 gram,dan air 154 ml.pada hasil perhitungan densitas
suspensi semen secara teori diperoleh besar densitas 15,577 lb/gal, nilai
tersebut merupakan suspense semen yang ditambahkan additive.
Sementara besar densitas suspense semen tanpa penambhan additive
sebesar 15,857 lb/gal. dari dua data tersebut dapat dilihat perbedaan
densitaas dimana nilai densitas dengan menggunakan additive. Sehingga
dapat disimpulkan bahwa additibe bentonite dapat menurunkan harga
densitas supensi semen.

3.7 Kesimpulan
Dari hasil pembahasan di atas dapat disimpulkan sebagai berikut :
1. Didapatkan densitas pada suspensi semen tanpa ditambahkan additive
yaitu 15,857 lb/gal.
2. Didapatkan densitas pada suspense semen dengan ditambahakan additive
yaitu 15,577 lb/gal.
3. Additive bentonite adalah additive yang dapat menurunkan harga densitas
suspense semen.
38

BAB IV
PENGUJIAN RHEOLOGI SUSPENSI SEMEN

4.1. Tujuan Percobaan


1. Mengetahui perbedaan penambahan additif barite dan bentonite dalam
suspense semen.
2. Mengetahui harga plastic viscosity dan yield point dari suspense
semen.
3. Menentukan additif yang digunakan untuk.pengujian rheologi
suspense semen.
4. Memahami tentang rheologi semen pemboran.
5. Mengetahui tipe alat yang digunakan dalam pengukuran rheologi.

4.2. Teori Dasar


Pengujian rheologi suspensi semen dilakukan untuk menghitung
hidrolika operasi penyemenan. Penggunaan dari hubungan yang tepat pada
perkiraan kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat-sifat aliran, suspensi
semen sangat tergantung dari besaran pengukuran parameter rheologi di
laboratorium. Dimana salah satu sifat penting dari hidrolika pemboran
adalah rheologi fluida pemboran yang meliputi sifat sifat aliran.
Ada dua tipe dasar alat yang di gunakan untuk pengukuran rheologi
dewasa ini, yaitu : Capillary Pipe Rheometers dan Coaxial Cylinder
Rotational Viscometer, yang di gunakan pada pengukuran rheologi di
laboratorium adalah Rotational Viscometer yang lebih di kenal dengan
Rheometer atau Fann VG meter dapat di lihat pada gambar 3
Jenis–jenis fluida pemboran dapat dibagi menjadi dua kelas, yaitu:
1. Fluida Newtonian
39

Adalah fluida yang viscositasnya tidak dipengaruhi oleh


temperatur dan tekanan, dengan kata lain adalah fluida yang
viscositasnya konstan. Misalnya air, gas, dan minyak yang encer.
2. Fluida Non Newtonian
Yang dimaksud dengan fluida Non Newtonian adalah fluida yang
mempunyai viscositas tidak konstan, bergantung pada besarnya
geseran (shear rate) yang terjadi. Fluida Non Newtonian
memperlihatkan suatu yield stress suatu jumlah tertentu dari tahanan
dalam yang harus diberikan agar fluida dapat mengalir seluruhnya.
Fluida non Newtonian terdiri dari: Bingham Plastic, Power Law,
Power Law dan Yield Stress.
Fluida non Newtonian terdiri dari:
1. Bingham Plastic adalah suatu model pendekatan fluida Non-
Newtonian dimana viscositasnya akan sangat tergantung pada
shear stress dari fluida tersebut,dimana semakn lama viscositasnya
akan menjadi konstan.
2. Power Law
3. Yield Stress merupakan batas kemampuan maksimum material u/
mengalami pertambahan panjang (melar) sebelum material tsb
mengalami fracture (patah) mengikuti hukum Hooke

Berikut ini adalah beberapa istilah yang selalu diperhatikan dalam


penentuan rheologi suatu semen pemboran :
1. Viscositas plastic (plastic viscosity) seringkali digambarkan sebagai
bagian dari resistensi untuk mengalir yang disebabkan oleh friksi
mekanik.
2. Yield point adalah bagian dari resistensi untuk mengalir oleh gaya tarik
menarik antar partikel. Gaya tarik menarik ini disebabkan oleh
muatan–muatan pada permukaan partikel yang didispersi dalam fasa
fluida.
40

3. Gel Strength adalah pembentukan padatan karena gaya tarik–menarik


antara plat–plat clay jika didiamkan, dalam keadaan statis dimana clay
dapat mengatur diri. Oleh karena itu, dengan bertambahnya waktu
(yang terbatas) maka harga gel strength akan bertambah. Gel strength
juga disebut gaya tarik–menarik yang statis.

Alat yang digunakan untuk mengetahui sifat rheology adalah Fann VG


Vicometer yang dilengkapi cup heater untuk menaikkan temperatur
suspensi semen. Suspensi semen yang akan dites ditempatkan sedemikian
rupa sehingga mengisi ruang antar bob dan rotor sleeve. Pada saat rotor
berputar, maka suspensi semen akan menghasilkan torque pada bob
sebanding dengan viscositas suspensi semen. Untuk menentukan plastic
viscosity (µp) dan yield point (Yp) dalam satuan lapangan digunakan
persamaan Bingham Plastic :

𝜇𝑝 = 𝐶600 − 𝐶300
Y𝑝𝑣 = 𝐶300 − 𝜇𝑝

Dimana :
µp = Plastic Viscosity, Cp
2
Yp = Yield point, lb/100ft
C600 = Dial reading pada 600 rpm
C300 = Dial reading pada 300 rpm

4.3. Peralatan dan Bahan


4.3.1. Peralatan
1. Fann VG Meter
2. Gelas Ukur
3. Mixer
4. Timbangan
41

5. Stop Watch

4.3.2. Bahan
1. Bubuk Semen kelas A
2. Air
3. Bentonite
4. Barite

Gambar 4.1. Fann VG Meter

Gambar 4.2. Gelas Ukur


42

Gambar 4.3. Mixer

Gambar 4.4. Timbangan

Gambar 4.5. Stopwatch


43

Gambar 4.6. Bentonite

4.4. Prosedur Percobaan


1. Isi bejana dengan suspensi semen yang telah disiapkan sampai batas
yang telah ditentukan.
2. Letakan bejana pada tempatnya, skala atur kedudukannya sedemikian
rupa sehingga rotor dan bab tercelup ke dalam semen menurut batas
yang telah ditentukan.
3. Gerakkan rotor pada posisi high dan tempatkan kecepatan rotor pada
kedudukan 600 rpm. Pemutaran terus dilakukan sehingga kedudukan
skala (dial) mencapai keseimbangan. Catat harga yang ditunjukkan
skala sebagai pembacaan 600 rpm.
4. Tentukan kecepatan menjadi 300 rpm dan catat skala sebagai pembaca
300 rpm.
5. Hitung besarnya Plastic Viscosity dan Yield Point dengan
menggunakan persaman :
µp = C600 – C300
Yp = C600 - µp
Dimana : µp = Plastic Viscosity
Yp = Yield Point, lb/ 100 ft2
C300 = Dial Reading pada 300 rpm
C600 = Dial Reading pada 600 rpm
44

4.5. Data percobaan dan Perhitungan


Contoh Perhitungan :
Semen kelas A
WCR = 44 %
Plastic Viscosity (μp) = C600 – C300
= 5º – 4º
= 1º
Yield Point (Yp) = C300 – μp
= 4º – 1 cp
= 3º

Tabel 4.1.
Tabulasi Pengujian Rheologi Suspensi Semen
Yb
Wsemen Wbentonite WNaCl WCMC μp
Plug/Kel Vair (ml) (lb/100
(gr) (gr) (gr) (gr) (cp)
ft2)
I/A1 350 154 3,5 0 0 -10 55
I/A2 350 154 3,5 0 0 20 145
I/A3 350 154 3 0 0 1 3
I/A4 350 154 2,5 0 0 50 40
II/B1 350 154 0 2 0 150 0
II/B2 350 154 0 3 0 60 -5
II/B3 350 154 0 3,5 0 10 20
II/B4 350 154 0 2,5 0 34 4
III/C1 350 154 0 0 3,5 -77 289
III/C2 350 154 0 0 2,5 70 45
III/C3 350 154 0 0 2 20 55
III/C4 350 154 0 0 3 190 -120
45

Grafik 4.1
Grafik Penambahan additive Vs Plastic Viscosity

Berat Additive vs μp
250
200
Viskositas Plastik, cp

150
100
50
0
-50
-100
1.5 2 2.5 3 3.5 4
Berat additive, gr

Bentonite NaCl CMC

Grafik 4.2
Grafik Penambahan additive Vs Yield Point

Berat Additive vs Yb
350
300
Yield Point, lb/100 ft2

250
200
150
100
50
0
-50
-100
-150
1.5 2 2.5 3 3.5 4
Berat additive, gr

Bentonite NaCl CMC


46

4.6. Pembahasan
Pada pengujian rheologi suspensi semen ini digunakan komposisi
semen 350 gram, bentonite 3 gram dan air 154 mL. Suspensi semen yang
sudah jadi lalu dimasukkan ke dalam bejana pada alat Fann VG Meter
untuk diukur Plastic Viscosity dan Yield Pointnya. Dari percobaan dengan
3 gr bentoite didapat dial reading pada 600 rpm dan 300 rpm yaitu 5 rpm
dan 4 rpm. Kemudian dilakukan perhitungan, diperoleh Plastic Viscosity
sebesar 1 Cp (pengurangan C600 dengan C300) serta Yield Point 3 lb/100
ft2 (pengurangan C300 dengan µp).
Terlihat pada tabel bahwa penambahan barite menyebabkan kenaikan
plastic viscosity, sedangkan bentonite menyebabkan plastic viscosity
menurun, sedangkan penambahan barite menyebabkan yield point
cenderung naik dan dengan penambahan bentonite cenderung turun
Dari grafik penambahan additive vs plastic viscosity menunjukkan
adanya fluktuasi. Dimana pada grafik Bentonite menunjukkan
kecenderungan untuk relative menurun. Secara teoritis dengan
bertambahnya bentonite maka viscositasnya semakin besar (µp naik).
Sedangkan pada penambahan barite menunjukkan kenaikan.
Grafik penambahan yield point vs bentonite menunjukkan
kecenderungan menurun, sesuai dengan teori, bahwa penambahan
bentonite menyebabkan penurunan yield point. Sedangkan pada grafik
penambahan yield point vs barite menunjukkan kecenderungan kenaikan.
Aplikasi di lapangan untuk pengujian rheologi semen ini adalah untuk
menghitung hidrolika operasi penyemenan yang sangat menentukan dalam
operasi pemboran. Dalam hal ini, rheologi semen berhubungan dengan
perkiraan kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat–sifat aliran dalam
penyemenan. Untuk memperoleh keberhasilan dalam penyemenan, harus
disesuaikan dengan keadaan formasi.
47

4.7. Kesimpulan
1. Sifat fisik fluida sangat berpengaruh dalam proses sirkulasi semen,
penambahan barite akan memperbesar harga plastic viscosity dan
yield point, sedangkan penambahan bentonite akan memperkecil
harga plastic viscosity dan yield point.
2. Dari perhitungan diperoleh harga Plastic Viscosity (μp) =1 Cp dan
Yield Point (Yp) =3 lb/100 ft2 .
3. Umumnya additif yang digunakan untuk pengujian rheology semen
yaitu barite dan bentonite karena additif ini dapat berpengaruh
terhadap sifat-sifat rheologi semen serta kualitas dari suspensi semen
tersebut.
4. Rheologi suspensi semen merupakan parameter yang digunakan untuk
menentukan hidrolika operasi penyemenan serta hubungan dari
perkiraan kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat-sifat aliran yaitu
viskositas dan yield point.
5. Ada 2 tipe dasar alat yang digunakan yaitu Capillary Pipe Rheometers
dan Coaxial Cylinder Rotational Viscosity
48

BAB V
PENGUJIAN THICKENING TIME

5.1. Tujuan Percobaan


1. Mengukur thickening time suatu suspensi semen.
2. Mengetahui alat yang digunakan untuk mengukur thickening time.
3. Mengetahui pengaruh penambahan additif NaCl dan CMC terhadap
thickening time.
4. Memahami definisi thickening time.
5. Mengetahui pentingnya thickening time dalam proses penyemenan.

5.2. Teori Dasar


Thickening time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan
suspensi semen untuk mencapai konsistensi sebesar 100 UC (Unit of
Consistency). Konsistensi sebesar 100 UC merupakan batasan bagi
suspense semen masih dapat dipompa lagi. Thickening time suspensi
semen dirancang untuk melampaui waktu pemompaan dan waktu kerja
sesuai dengan kebutuhan operasional, Sehingga thickening time sering
juga disebut dengan pumpability. Dilapangan periode ini umumnya
bermacam-macam dari satu jam hingga 50% lebih dari waktu operasi
penyemenan. Dalam penyemenan yang di maksud dengan konsistensi
adalah viskositas, namun dalam pengukurannya ada sedikit perbedaan
prinsip .sehingga penggunaan konsistensi ini dapat dipakai untuk
membedakan viskositas pada operasi penyemenan dengan viskositas
pada operasi pemboran (lumpur pemboran).
Sifat bubur semen ini sangat perlu, karena waktu pemompaan
bubur semen harus selalu lebih kecil dari thickening time. Kalau tidak
bubur semen tidak akan sampai ke tempat penempatannya, dan akan
mengeras di dalam casing. Hal ini merupakan kejadian yang sangat fatal,
dan tidak boleh terjadi.
49

Semen yang dipakai pada teknik pemboran gas dan panas bumi
merupakan suspensi dari serbuk semen dengan jumlah air banyak dan
mempunyai viskositas yang relatif rendah.Thickening time semen ini
sangatlah penting , waktu pemompaan harus lebih kecil dari thickening
time, karena bila tidak akan menyebabkansuspensi semen mengeras lebih
dahulu. Sebelum sesudah suspense semen mencapai target yang
diinginkan dan bila mengeras didalam casing merupakan kejadian yang
sangat fatal dalam oprasi pemboran selanjutnya.
Untuk sumur-sumur yang dalam dan untuk kolam penyemenannya
yang panjang, diperluakn waktu pemompaan yang lama sehingga
Thickening time harus diperpanjang, untuk memeperpanjang atau
memperlambat Thickening time perlu ditambah retarder kedalam suspensi
semen, seperti kalsium lignosulfat, carboxymenthyl hydroxyethyl
cellulose dan senyawa-senyawa organik.
Pada sumur-sumur yang dangkal maka diperlukan thickening time
yang tidak lama, karena selain target yang akan dicapai tidak terlalu
panjang, juga untuk mempersingkat waktu. Untuk mempersingkat
thickening time, dapat ditambah accelerator kedalam suspensi semen.
Yang termasuk accelerator adalah kalsium klorida, sodium klorida,
gypsum, sodium silikat, air laut dan additif yang tergolong dalam
dispersant.
Perencanaan besarnya thickening time bergantung kepada kedalamen
sumur dan waktu untuk mencapai daerah target yang akan disemen
dilaboratorium, pengukuran thickening time menggunakan alat high
pressure high temperature consistometer (HPHT). Disimulasikan pada
kondisi temperature dan tekanan sirkulasi. Thickening time suspense
semen dibaca bila pada alat diatas telah menunjukkan 100 Uc untuk
setandar API. Namun ada perusahaan lainyang menggunakan angka 70 Uc
(seperti pada hudbay) dengan pertimbangan factor keselamatan,
kemudiaan dieksrapolasi ke 100 uc.
50

Grafik 5.2.1. Thickening Time vs Tekanan Pengkondisian5

Grafik 5.2.2. Thickening Time vs Temperatur Pengkondisian5

Perhitungan konsistensi suspensi semen dilaboratorium ini dilakukan


dengan mengisi sampel kedalam silinder, lalu diputar konstan pada 150
rpm kemudiaan dibaca harga torsinya. Dan harga konsistensi suspensi
semen dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

𝑻 − 𝟕𝟖, 𝟐
𝑩𝒄 =
𝟐𝟎, 𝟎𝟐

Dimana :
Bc = Konsistensi suspense semen
T = Pembacaan harga torsi,g-cm
51

Peralatan yang digunakan untuk mengukur thickening time suspensi


semen adalah Atmospheric Consistometer digunakan untuk kondisi
tekanan atmosphere dan temperature sampai 220oF, sedangkan HPHT
Consistometer umumnya digunakan pada tekanan sampai 2500 psi dan
BHCT 500oF

5.3. Peralatan dan Bahan


5.3.1. Peralatan
1. Atmospheric Consistometer
2. Stop Watch
3. Mixer
4. Timbangan

5.3.2. Bahan
1. Bubuk semen
2. NaCl
3. CMC
4. Air

Gambar 5.1. Atmospheric Consistometer


52

Gambar 5.2. Stopwatch

Gambar 5.3. Mixer

Gambar 5.4. Timbangan


53

Gambar 5.5. NaCl

Gambar 5.6. Semen Portland

5.4. Prosedur Percobaan


Pengujian dengan Atsmospheric Consistometer :
1. Siapkan peralatan dan stop watch, sebelum dilakukan pengujian
kalibrasi peralatan yang akan digunakan. Kalibrasi dan pengujiannya
sebagai berikut :
2. Hidupkan switch master dan set temperature pada skala yang
diinginkan.
3. Tuangkan suspensi semen kedalam slurry container sampai ketinggian
yang ditunjukkan oleh batas garis.
54

4. Paddel yang teah dilapisi grease dipasang pada lid yang telah terpasang
paddel pada slurry container dan masukkan kedalam atmospheric
consistometer.
5. Hidupkan motor dan stop watch dan skala petunjuk dalam selang
waktu tertentu sampai jarum torsi menunjukkan angka 70 BC.

5.5. Data percobaan dan Perhitungan

Tabel 5.1
Pengujian Thickening Time
No Waktu (s) Thickening time
1 0 20
2 5 27
3 10 28
4 20 29
5 30 31
6 40 32
7 50 34
8 55 32
9 57 29
10 59 26
11 62 4
12 65 3
13 68 1
14 70 0
55

Thickening time
40
35
30
thickening time

25
20
15
10
5
0
0 10 20 30 40 50 60 70 80
waktu (s)

Grafik 5.1
Grafik Penambahan Additive Vs Thickening Time

5.6. Pembahasan
Pada percobaan thickening time ini dilakukan dengan contoh
perhitungan yang didapatkan dari asisten pratikum. Thickening time
adalah awaktu yang diperlukan suspense semen mencapai konsistensi 100
uc ( unit of consistency ).pada waktu 0 sekon sampai dengan 50 sekon
mengalami kenaikan thickening time dari 20 sampai 34.
Pada saat pemompaan pada waktu 55 sekon sampai dengan 70 sekon
mengalami penurunan thickening time dari 32 sampai 0.jadi pada suspensi
semen tidak mengalami pengerasan dikarenakan terlalu banyak air atu
additive retarder.untuk mencapai suspense semen dengan konsistensi 100
uc diutamakan waktu pemompaan harus lebih kecil dari thickening time
karena bila tidak akan menyebabkan suspense tersebut mengeras terlebih
dahulu sebelum suspense semen mencapai target yang diinginkan.
56

5.7. Kesimpulan
1. Thickening time didefinisikan sebagai waktu yang dibutuhkan suspensi
semen untuk mencapai konsistensi 100 uc yang merupakan batasan
suspensi semen yang masih dapat dipompa kembali.
2. Thickening time sangat penting karena dapat mengetahui waktu
pemompaan yang harus lebih kecil karena bila tidak suspensi akan
mengeras lebih dahulu.
3. Pada waktu 0 sampai 50 sekon thickening time mengalmi kenaikan
dari 20 sampai 34.
4. Pada waktu 55 sampai 70 sekon thickening time mengalami penurunan
dari 32 sampai 0.
57

BAB VI
PENGUJIAN FREE WATER

6.1. Tujuan Percobaan


1. Mengetahui harga free water pada 2 fasa dalam suspensi semen.
2. Mengetahui definisi free water dan free water level.
3. Mengetahui tentang WCR (Water Cemen Ratio).
4. Mengetahui alat yang digunakan dalam percobaan.
5. Mengetahui dampak yang timbul bila free water melebihi batas air
maksimum.

6.2. Teori Dasar


Free water adalah air bebas yang terpisah dari suspensi semen. Apabila
harga free water ini terlalu besar melebihi batas air maksimum, maka akan
terjadi pori-pori pada semen. Ini akan mengakibatkan semen mempunyai
permeabilitas yang besar.
Tabel 6.1
API Class Cement
API Class Water ( % ) by Water
Cement Weight of Gal per Sack Liter per Sack
Cement
A dan B 46 5.19 19.6
C 56 6.32 23.9
D, E, F dan H 38 4.29 16.2
G 44 4.97 18.8
J (Centative) - - -

Dalam penentuan harga free water ini, hal yang perlu diperhatikan adalah
WCR (Water Cemen Ratio, yaitu perbandingan air yang dicampur
terhadap bubuk semen sewaktu suspensi dibuat). Jumlah air yang
dicampurkan tidak boleh lebih dari kadar air maksimum atau kurang dari
batas air minimum karena akan mempengaruhi baik buruk ikatan
58

sementingnya. Pertimbangan yang dipakai dalam kita menentukan angka


WCR adalah kehalusan butiran bubuk semen, karakteristik aliran slurry
saat dipompakan, kekuatan pompa, densitas bubur semen, permeabilitas
batuan semen.
Pada umumnya perbandingan berat air dengan semen berkisar antara
0,4 sampai 0,6 untuk membuat suspensi konvensional. Striebel dan
Czernin dalam hasil penelitiannya menunjukkan bahwa WCR sebesar 0,25
sampai 0,26 adalah merupakan kebutuhan minimum suspensi semen untuk
melakukan hidrasi komplit dari jenis semen portland, dengan istilah
chemically-bund-water. Karena secara hukum fisika, air mempunyai dua
kutub elektron maka dibutuhkan air sebanyak 0,15 untuk memberikan
peluang pada elektron-elektron untuk mengarahkan dirinya sesuai dengan
kebutuhan. Sehingga air minimum total sebanyak 0,4. Dimana ini
bertujuan untuk memberi efek pada suspensi semen untuk tetap dapat
dipompakan (viskositasnya rendah) sehingga konsekuensinya batuan
semen yang terbentuk akan mempunyai porositas dan permeabilitas yang
relatif besar.

Batasan air dalam suspensi didefinisikan sebagai kadar minimum dan


Kadar maksimum air.
1. Kadar Minimum Air
Kadar air minimum adalah jumlah air yang dicampurkan tanpa
menyebabkan konsistensi suspensi semen lebih dari 30 UC selama 20
o o
menit pertama pada temperatur 80 F (27 C). Bila air yang
ditambahkan lebih kecil dari kadar minimumnya, maka akan terjadi
gesekan (friksi) yang cukup besar di annulus sewaktu suspensi semen
dipompakan dan juga akan menaikkan tekanan di annulus. Kadar air
yang normal adalah bila konsistensi semen menunjukkan angka sekitar
11 Bc.
59

2. Kadar Maksimum Air.


Adalah batas air yang dicampurkan ke dalam campuran suspensi semen
tanpa menyebabkan pemisahan lebih dari 3.5 mL dalam 250 mL suspensi
semen, bila didiamkan selama 2 jam pada temperature kamar. Kadar
maksimum air yang diberikan setiap kelas semen adalah sebanding
dengan jumlah sisa partikel semen dalam suspensi hingga initial set
terjadi. Laju pengendapan untuk kelas-kelas semen sebagian besar
tergantung pada luas permukaan, komposisi kimia dan WCR.

Grafik 6.2.1 Water Cement Ratio Terhadap Densitas

6.3. Peralatan dan Bahan


6.3.1. Peralatan
1. Mixer
2. Timbangan
3. Gelas Ukur

6.3.2. Bahan
1. Semen kelas A
2. Air
3. Bentonite
4. Barite
60

Gambar 6.1. Mixer

Gambar 6.2. Timbangan

Gambar 6.3. Gelas Ukur


61

Gambar 6.4. Semen

Gambar 6.5. Bentonit

Gambar 6.6. Barite


62

6.4. Prosedur Percobaan


1. Gunakan tabung ukur, kemudian isi tabung tersebut dengan suspensi
semen yang akan diukur kadar airnya sebanyak 250 ml
2. Diamkan selama 2 jam sehingga terjadi air bebas pada atas tabung,
catat harga air bebas yang terbentuk.
3. Air bebas yang terjadi tidak boleh lebih dari 3,5 ml

6.5. Data percobaan dan Perhitungan


Semen kelas A
- M semen : 350 gram
- WCR : 44 %
- M barite : 3,6 gram
- Air : 154 cc

Tabel 6.2
Hasil Percobaan terhadap Free Water @ 2 hours
Wsemen Wbentonite Wbarite Free Water
Plug/Kel Vair (ml)
(gr) (gr) (gr) (ml)
I/A1 350 154 0 5 4,4
I/A2 350 154 0 4,2 4,3
I/A3 350 154 0 3,6 2,8
I/A4 350 154 0 3,3 2,5
II/B1 350 154 2 0 2,2
II/B2 350 154 2,5 0 4
II/B3 350 154 0 3,1 4
II/B4 350 154 3 0 4
III/C1 350 154 3,5 0 3,9
III/C2 350 154 4 0 3
III/C3 350 154 0 2,5 3,2
III/C4 350 154 5 0 3,5
63

Grafik 6.1
Penambahan Additive Vs Free Water @ 2 Hours

Berat Additive vs Free Water


Bentonite Barite

4
Free Water, ml

0
1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5 5 5.5
Berat additive, gr

6.6. Pembahasan
Pada percobaan free water ini kita menggunakan contoh perhitungan
350 gram semen, 154 ml air dan 3,6 gram barite. Setelah 30 menit free
water diamati dengan membaca kandungan air dari skala gelas ukur.
Diperoleh free water sebanyak 2,8 ml pada barite dalam waktu 30 menit.
Dari grafik penambahan bentonite vs free water menunjukkan adanya
fluktuasi. Dimana pada awal grafik meningkat, kemudian menurun. Secara
teoritis, bentonite berfungsi sebagai penghisap/pengabsorb air, sehingga
kadar free water akan berkurang bila bentonite yang ditambahkan semakin
banyak. Namun bila free water terlalu sedikit, menyebabkan semen
memiliki friksi yang besar terhadap lubang bor, akibatnya formasi bisa
retak atau pecah. Jumlah air yang terlalu sedikit akan menyulitkan
pemompaan, sedangkan bila terlalu banyak akan menurunkan kekuatan
semen karena naiknya permeabilitas semen. Jadi kadar air yang terdapat
dalam suspensi semen harus berada antara kadar minimum dan kadar
maksimum.
64

Grafik penambahan Barite vs Free water menunjukkan kecenderung


kenakan di awal, dan di akhir dengan datar. Secara teori, Barite dapat
menurunkan free water. Sehingga, bila Barite yang ditambahkan semakin
banyak, maka free water yang diperoleh semakin sedikit. Free water yang
terlalu besar dapat menghasilkan pori–pori pada semen yang berarti bahwa
permeabilitasnya besar akibatnya semen kurang kokoh.

6.7. Kesimpulan
1. Harga free water tidak boleh lebih besar dari kadar maksimum karena
dapat mengakibatkan semen yang kurang baik untuk menyekat lubang
dari fluida formasi. Dan harga free water tidak boleh lebih kecil dari
kadar minimum karena akan berpengaruh pada ikatan semen.
2. Free water adalah air bebas yang terlepas dari suspensi semen,
sedangkan free water level adalah zona dimana hanya terdapat air
saja, tidak ada lagi minyak yang bercampur didalamnya.
3. WCR adalah perbandingan air yang dicampur dengan bubuk semen
pada saat suspensi akan dibuat.
4. Didapatkan free water pada percobaan yang di tambahkan additive
barite 2,8 ml.
5. Apabila free water lebih dari batas maksimum maka akan terjadi
ekspansi pada suspensi semen yang memperbesar pori-pori semen
sehingga mengakibatkan nilai permeabilitas semen besar pula.
65

BAB VII
PENGUJIAN FILTRATION LOSS

7.1. Tujuan Percobaan


1. Mengetahui alibat dari filtration loss terhadap semen pemboran.
2. Mengetahui salah satu fungsi semen yang berkaitan dengan filtration
loss.
3. Mengetahui faktor yang mempengaruhi filtration loss.
4. Mengetahui additif yang digunakan dalam pengujian filtration loss.
5. Mengetahui akibat yang terjadi ketika filtrat hilang/masuk ke formasi.

7.2. Teori Dasar


Bervariasinya water content yang diberikan ke dalam suspensi semen
akan mempengaruhi sifat-sifat suspensi semen seperti thickening time,
rheologi compressive strength dan lain-lain. Dengan demikian, pada media
permeabel jika diberikan suspensi semen murni akan mengalami
kehilangan air akibat filtrasi, sampai hanya tertinggal intertitial water saja.
Sehingga suspensi semen akan mengering dan sulit dipompakan. Dari
penjelasan diatas maka dapat dikatakan bahwa Filtration Loss adalah
peristiwa hilangnya cairan dalam suspense semen kedalam formasi
permeable yang dilaluinya. Cairan ini sering disebut dengan filtrate,
filtrate yang hilang tidak boleh terlalu banyak, karena akan menyebabkan
suspense semen kekurangan air. Kejadian ini disebut dengan flash set.
Bila suspensi semen mengalami flash set maka akan mengakibatkan
naiknya viskositas suspensi dan pembentukkan filtrat cake dengan cepat.
Hal ini akan menimbulkan friksi di annulus, menurunnya final strength
semen dan juga dapat mengakibatkan pecahnya formasi dan lost
circulation.
66

Pengontrolan fluid loss merupakan bagian yang penting selama


squeezing. Hal ini untuk menghindari dehidrasi suspensi semen yang
terlalu cepat dalam pipa dan untuk memberikan distribusi suspensi semen
yang seragam ke dalam semua lubang perforasi. Tentu saja sejumlah water
lost diinginkan jika suspensi semen membentuk filter cake yang
diinginkan untuk menyumbat lubang perforasi.
Pengujian filtration loss di laboratorium menggunakan alat filter press.
Pada kondisi temperature sirkulasi dengan tekanan 1000 psi. Namun filter
loss mempunyai kelemahan yaitu temperatur maksimm yang bisa
digunakan hanya sampai 28 oC (180oF). Filtration loss diketahuidari
volume filtrat yang ditampung dalam sebuah tabung atau gelas ukur
selama 30 menit masa pengujian.
Pada primary cementing, filtration loss yang diikinkan sekitar 150 –
250 cc yang diukur selam 30 menit dengan menggunakan saringan
berukuran 325 mesh dan tekanan 1000 psi. sedangkan pada squeeze
cementing, filtration loss yang diijinkan sekitar 55 – 65 cc selama 30
menit. Namun filter loss mempunyai kelemahan yaitu temperatur
maksimum yang bisa digunakan hanya sampai 82 º C ( 180º F ).Filtration
loss diketahui dari volume filtrat yang ditampung dalam sebuah tabung
atau gelas ukur selama 30 menit,masa pengujian. Bila waktu pengujian
tidak sampai 30 menit,maka besarnya filtrion loss dapat diketahui dengan
rumus :

𝑭𝟑𝟎 = 𝑭𝒕 (𝟓, 𝟒𝟕𝟕⁄√𝒕)

dimana :
F30 = filtrat pada 30 menit ,ml
Ft = filtrat pada t menit , ml
t = waktu pengukuran

Pada primary cementing, filtration loss yang diikinkan sekitar 150 –


250 cc yang diukur selam 30 menit dengan menggunakan saringan
67

berukuran 325 mesh dan tekanan 1000 psi. sedangkan pada squeeze
cementing, filtration loss yang diijinkan sekitar 55 – 65 cc selama 30
menit. Jadi dapat disimpulkan bila formasi yang akan di lalui oleh
bubur semen merupakan formasi yang porous dan permeable, maka perlu
penambahan additive yang sesuai sebalum bubursemen dipompakan, atau
dengan kata lain sebelum dilakukan penyemena.
Untuk mengontrol besar kecilnya filtration loss dapat digunakan :
1. Fluid Loss Control Agents.
Yaitu additif-additif yang berfungsi mencegah hilangnya fasa
liquid semen ke dalam formasi sehingga terjaga kandungan cairan
dalam suspensi semen. Additive – additive yang termasuk kedalam
fluid loss control agents diantaranya polymer, CMHEC, dan latex.
2. Lost Circulation Control Agents.
Yaitu additive yang berguna mengontrol hilangnya suspensi semen
ke dalam formasi yang lemah atau bergua. Biasanya Material loss
circulation yang dipakai pada pemboran digunakan pula dalam
suspensi semen. Additive yang termasuk dalam lost circulation control
agents diantaranya gilsonite, cellophane flakes, gipsum, bentonite, dan
nut shells.

7.3. Peralatan dan Bahan


7.3.1. Peralatan
1. Mixer
2. Timbangan
3. Gelas Ukur
4. Stop Watch
5. Filter Press

7.3.2. Bahan
1. Semen
2. Bentonite
68

3. Kerosine
4. Air

Gambar 7.1. Stop Watch

Gambar 7.2. Gelas Ukur

Gambar 7.3. Filter Press


69

Gambar 7.4. Timbangan

Gambar 7.5. Mixer

Gambar 7.6. Semen


70

Gambar 7.7. Bentonite

Gambar 7.8. Barite

7.4. Prosedur Percobaan


1. Persiapkan alat filter proses dan segera pasang filter paper secepat
mungkin dan letakkan gelas ukur dibawah silinder untuk menampung
fluid filtrate.
2. Tuangkan suspense semen ke dalam silinder dan segera tutup rapat.
Kemudian alirkan udara atau gas N2 dengan tekanan 1000 psi.
3. Catat volume filtrate sebagai fungsi waktu dengan stop watch, interval
pengamatan setiap 2 menit pada 10 menit pertama, kemudian setiap 5
menit untuk 20 menit selanjutnya. Catat volume filtrate pada menit ke-
25.
71

4. Harga filtration loss diketahui dari volume filtrate yang ditampung


dalam gelas ukur selama 30 menit massa pengujian. Bila waktu
pengujian tidak sampai 30 menit, maka besarnya filtration loss dapat
diketahui dengan rumus :

𝑭𝟑𝟎 = 𝑭𝒕 (𝟓, 𝟒𝟕𝟕⁄√𝒕)

dimana :
F30 = filtrat pada 30 menit ,ml
Ft = filtrat pada t menit , ml
t = waktu pengukuran

5. Hentikan penekanan udara atau gas N2, buang tekanan udara dalam
silinder dan sisa suspense semen yang di dalam silinder tuangkan
kembali ke dalam breaker.

7.5. Data Percobaan dan Perhitungan


Contoh Perhitungan :
- Semen : 350 gram
- Nacl : 2,5 gram
- Air : 154 ml
5,677 5,677
𝐹30 = 𝐹𝐿𝑝𝑒𝑟𝑐𝑜𝑏𝑎𝑎𝑛 x = 32,4 𝑚𝑙 x = 𝟑𝟐, 𝟑𝟏 𝐦𝐥
√𝑡 √32,4
72

Tabel 7.1
Hasil Pengujian Filtration Loss
Mud
Wsemen Vair Wbarite WNaCl W F10 F30
Plug/Kel Cake
(gr) (ml) (gr) (gr) bentonite (ml) (ml)
(mm)
I/A1 350 154 1,9 35,8 64,18 0,02
I/A2 350 154 3 41,8 75,09 0,30
I/A3 350 154 2,5 32,4 58,17 0,80
I/A4 350 154 2,5 18,5 34,00 1,00
II/B1 350 154 3,5 34,8 62,52 0,30
II/B2 350 154 2,5 33,2 59,60 0,20
II/B3 350 154 2 35,8 64,08 0,15
II/B4 350 154 2 17,0 30,52 0,22
III/C1 350 154 2,4 31,0 55,69 0,18
III/C2 350 154 2,1 36,0 64,62 0,10
III/C3 350 154 3 44,8 86,20 0,15
III/C4 350 154 1,8 39,5 70,96 0,10

Grafik 7.1
Grrafik Penambahan Additive Vs Filtration Loss @ 3n perhitungan

BERAT ADDITIVE VS F(30)


Barite NaCl Bentonite

100

80
F(30), ML

60

40

20

0
1.3 1.8 2.3 2.8 3.3 3.8
BERAT ADDITIVE, GR
73

7.6. Pembahasan
Pada percobaan ini menggunakan komposisi semen 350 gr, air 154 ml,
dan pada contoh perhitungan pada additif Nacl 2,5 gram. didapat nilai FL
sebesar 32,34 ml dalam waktu percobaan selama 10 menit.dengan
menggunakan rumus dapat diperoleh harga filtration loss sebesar 32,31 ml
dalam waktu 30 menit.
Filtration loss adalah peristiwa hilangnya cairan dari suspensi semen
ke dalam formasi permeable yang dilaluinya. Cairan yang hilang ini
disebut filtrat dimana jumlah filtrat yang hilang tidak boleh terlalu banyak
karena akan menyebabkan suspensi semen akan kekurangan air. Peristiwa
ini disebut flash set. Bila suspensi semen ini mengalami flash set maka
akan menyebabkan friksi di annulus dan juga dapat mengakibatkan
pecahnya formasi. Nacl befpungsi untuk mempecepat proses pengerasan
suspensi semen(accelerator).

7.7. Kesimpulan
1. Akibat filtration loss pada semen adalah pengerasan semen kurang
kompak karena kurang air sehingga semen terlalu kental.
2. Salah satu fungsi dari cementing adalah mencegah filtration loss agar
tidak ada filtrat yang hilang ke formasi.
3. Penambahan Nacl berfungsi sebagai accelerator.
4. Dari data contoh percobaan filtration loss ,filtrate yang di peroleh
selama 10 menit adalah 32,41 ml.
5. Dari data contoh percobaan pada perhitunga filtration loss ,filtrate
yang di peroleh selama 30 menit adalah 32,31 ml
74

BAB VIII
PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH

8.1. Tujuan Percobaan


1. Mengetahui cara perhitungan compressive strength suspense semen.
2. Mengetahui pengaruh yang ditimbulkan dari penambahan additive
terhadap Compressive Strength.
3. Mengetahui definisi Compressive Strength.
4. Mengetahui pengaruh hubungan compressive strength terhadap
suspense semen.
5. Mengetahui alat yang digunakan dalam percobaan.

8.2. Teori Dasar


Strength pada semen terbagi dua, yaitu Compressive Strength dan
Shear Strength. Compressive Strength didefinisikan sebagai kekuatan
semen dalam menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi maupun
dari casing. Sedangkan Shear Strength didefinisikan sebagai kekuatan
semen dalam menahan berat casing. Jadi compressive strength menahan
tekanan-tekanan dalam arah horizontal dan shear strength semen menahan
tekanan-tekanan dari arah vertical.
Comperssive strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam
menahan tekanan – tekanan yang berasal dari formasi maupun dari casing..
Umumnya compressive strenth mempunyai harga 8 – 10 kali lebih dari
harga shear strength. Penggujian compressive strength di laboratorium
menggunakan alat Curring Chamber dan Hydraulic Mortar.
Curing chamber dapat mensimulasikan kondisi lingkungan semen
untuk tempertur dan tekanan tinggi sesuai dengan temperatur dan tekanan
formasi. Hydrualic mortar merupakan mesin pemecah semen yang sudah
mengeras dalam curing chamber. Strength minimum yang
75

direkomendasikan oleh API untuk dapat melanjutkan operasi pemboran


adalah 6,7 Mpa (1000 psi).
Untuk mencapai hasil penyemenan yang diinginkan maka strength semen
harus :
 Melindungi dan menyokong casing.
 Menahan tekanan hidrolik yang tinggi tanpa terjadi perekahan.
 Menahan goncangan selama operasi pemboran dan produksi.
 Menyekat lubang dari fluida formasi yang korosif.
 Menyekat antar lapisan yang permeabel.
Ikatan semen yang baik adalah tujuan utama dari penyemenan primer.
Bearden dan Lane (1961) merancang percobaan sederhana untuk
menentukan shear bond strength semen pada pipa. Mereka menyimpulkan
bahwa shear bond strength sangat tergantung dari berbagai faktor.
Kenaikkan tensile strength menaikkan shear bond strength (walaupun
keduanya tidak mempunyai hubungan khusus, (Farris)) yang mana
bergantung pada komposisi semen, temperatur dan tekanan pengkondisian
serta waktunya. Selain itu juga kekasaran permukaan casing dan hadirnya
pengotor lumpur atau minyak.

Becker dan Peterson, 1963 menyatakan bahwa shear bond Strength


dipengaruhi oleh gaya adhesi (sifat kebasahan permukaan), derajat hidrasi
semen. Berlaku secara umum bahwa kuat tarik semen besarnya sekitar
1/12 dari compressive strength. Mengikuti anggapan ini, Farris
menyimpulkan bahwa compresive strength yang paling rendah (100 psi)
diperlukan untuk mendukung casing.
Nilai compressive sangat dipengaruhi oleh temperatur pengkondisian,
tekanan pengkondisian, lama waktu pengerasan, kadar air semen (WCR),
kehalusan butiran semen dan merupakan fungsi langsung dari
permeabilitas batuan semen. Pada temperatur tinggi, harga compressive
strength semen dipengaruhi oleh kehalusan bubuk silika yang
ditambahkan. Sebagai gambaran pengaruh temperatur dan tekanan untuk
76

lama waktu 24 jam terhadap compressive strength dapat dilihat pada grafik
8.2.1
Grafik 8.2.1.Compressive Strength Terhadap Tekanan5

Dari grafik 8.2.1 dapat dilihat bahwa tekanan pengkondisian di atas


2000 psi sudah tidak memberikan kenaikkan compressive strength yang
berarti, jadi untuk tujuan praktis pengkondisian suatu percobaan, dapat
dipergunakan tekanan kurang lebih 1000 psi sebagai simulasi kondisi
bawah sumur.
Semen/casing menerima beban compressive strength dan tensile yang
sangat tinggi dari batuan di sekitarnya. Setelah pemboran, kondisi batuan
tidaklah stabil. Batuan mempunyai yield di bawah kondisi strain tektonis
dan ini diterimakan kepada semen dan casing. Pada kondisi ini semen dan
casing tidak lebih daripada lapisan yang menyelubungi suatu lubang yang
menerima beban dari dua arah, luar dan dalam. Menurut Cheatam, semen
dalam annulus di antara lapisan garam dan casing menerima kompresi oleh
tekanan lapisan garam. Hal ini akan mengurangi pemancaran stress ke
casing. Pengurangan ini besarnya sekitar 5 % untuk casing 8 5/8 in di
lubang 12 in
Setelah batuan semen dilepas dari cetakan, kemudian ditempatkan
pada alat hydraulik press dimana diisi sampel akan ditekan secara axial
sampai batuan pecah. Compressive strength dapat ditentukan dengan
melihat harga pada saat terjadi peretakan (pecah) menyilang dari sampel
yang diuji.
77

Pada saat sampel ditempatkan pada hydraulik press untuk pengukuran


strength semen, harga pembebanan diatur tergantung pada antisipasi harga
strength dari sampel semen. Pengukuran compressive strength semen
dirancang untuk mendapatkan beberapa indikasi mengenai
kemampuan semen untuk mengisolasi lapisan batuan dan untuk
melindungi serta menyokong casing.Dalam lubang pemboran, kekuatan
semen sangat dipengaruhi oleh pembebanan triaxial yang complex dan
failure stress merupakan pembebanan utama dari penilaian untuk standard
compressive strength ( Neville, 1981 )
Seperti sifat-sifat suspensi semen yang lain, compressive strength
dipengaruhi juga oleh additive. Adapun additive itu berfungsi untuk
menaikkan compressive strength dan juga untuk menurunkan compressive
strength. Additive untuk menaikkan compressive strength diantaranya
adalah kalsium klorida, pozzolan, barite, sedangkan additive untuk
menurunkan compressive strength adalah bentonite, sodium silikat. Dalam
percobaan kali ini digunakan bentonite dan NaCl sebagai zat additive.
Dalam mengukur compressive strength digunakan alat hidraulic press.

8.3. Peralatan dan Bahan


8.3.1. Peralatan
1. Hidraulic pump
2. Motor
3. Bearing Block Machine Hydraulic Mortar
4. Monometer pengukur tekanan

8.3.2. Bahan
1. Semen
2. Bentonite
3. NaCl
4. Air
78

Gambar 8.1. Hydraulic Pump

Gambar 8.2. Semen

Gambar 8.3. Bentonite


79

Gambar 8.4. NaCl

8.4. Prosedur Percobaan


1. Bersihkan permukaan sampel dari tetesan air dan pasir atau gerusan
butiran agar tidak menempel pada bearing blok mesin penguji.
2. Periksa permukaan sampel apakah sudah benar-benar rata, apabila
belum ratakan dengan menggunakan gerinda.
3. Letakkan sampel semen dalam blok bearing dan atur supaya tepat
ditengah-tengah permukaan blok beraing di atasnya dan blok beraing
di bawahnya, sampel semen harus berdiri vertikal.
4. Perkiraan tekanan maksimum retak (pecah), apabila lebih dari 3000 psi
(skala manometer) beri pembebanan awal setengah tekanan
maksimum, bila kurang dari 3000 psi pembebanan awal tidak
diperlukan.
5. Perkiraan laju pembebanan sampai maksimum tidak kurang dari 20
detik dan lebih dari 80 detik.
6. Hidupkan motor penggerak pompa dan jangan lakukan pngaturan
(pembetulan) pada kontrol testing selama pembebanan sampai
didapatkan pembebanan maksimum ketika batuan pecah.
7. Catat harga pembebanan maksimum tersebut.
8. Lakukan perhitungan compressive strength semen, dengan
menggunakan rumus :
CS = k x P (A1 / A2)
80

Dimana :
CS = Compressive Strength semen, psi
P = Pembebanan maksimum, psi
A1 = Luas penampang block bearing dari hydraulic mortar, in2
A2 = Luas permukaan sampel semen, in2
K = Konstanta koreksi, funsi dari perbandingan tinggi (t) terhadap
diameter (D)
Tabel 8.1
Perbandingan t / D terhadap koefisien faktor

t/d Koefisien Faktor


1.75 0.98
1.5 0.96
1.25 0.93
1 0.87

8.5. Data percobaan dan Perhitungan


Contoh Perhitungan :
- V air : 183,5 ml
- Berat semen : 350 gram
- M barite : 2,3 gram
- t : 4,75 s
- D : 3,8 inch
- r1 : 4,2 inch
- r2 : 0,4 inch
- p : 5,3 inch
perhitungan
- A1 = Πr2
= 3,14 × (4,2)2
= 55,28
- A2 = Πr2
= 3,14 × (0,4)2
81

= 0,50
4,75
- t/d = 3,8

= 1,25 (dari tabel mendapat


0,93)
𝐴1
- Cs = k x p x (𝐴2)
55,28
= 0,93 x 5,4 x ( )
3,8

= 507.720 psia

Tabel 8.2
Hasil Pengujian Compressive Strength
Wsemen Vair Wbarite Wbentonite Pmax Compressive
Plug/Kel
(gr) (ml) (gr) (gr) (psia) Strength (psi)
I/A1 350 161,5 3,5 56 1786,67
I/A2 350 180,5 3 54,5 3400,26
I/A3 350 183,5 2,3 53 507,72
I/A4 350 181,5 2 51 36,99
II/B1 350 161,7 3,5 54,5 1628,00
II/B2 350 174,5 2,5 61 1122,22
II/B3 350 176 1,8 53 2037,65
II/B4 350 182 2 52 1375,56
III/C1 350 162,6 2,2 47,5 2568,37
III/C2 350 184,3 2 56 1571,00
III/C3 350 165,5 2,8 48,5 1040,68
III/C4 350 175 1,8 49 1131,28
82

Grafik 8.1
Grafik Penambahan Additive Vs Compressive Strength

Berat additive vs Compressive Stength


4000
Compressive Stength, psi

3000

2000

1000

0
1.5 2 2.5 3 3.5 4
Berat additive, gr

Barite Bentonite

8.6. Pembahasan
Pengujian compressive strength merupakan pengujian yang dilakukan
untuk mengetahui kekuatan semen dalam menahan tekanan-tekanan yang
berasal dari formasi maupun dari casing atau dapat disebut menahan
tekanan dalam arah horizontal.
Dari hasil percobaan dapat lihat bahwa setiap penambahan additive
Bentonite , nilai compressive strength menurun secara signifikan dan
cukup drastis, sedangkan pada penambahan NaCl, perubahan compressive
strength lebih stabil tetapi juga menurun, hal ini disebabkan pada
penambahan bentonite, nilai compressive strength yang dihasilkan
mempunyai selisih yang cukup besar, sedangkan pada penambahan NaCl
nilai compressive strength yang dihasilkan mempunyai selisih yang tidak
terlalu besar.
Dari hasil contoh percobaan dapat dilihat bahwa setiap penambahan
additive bentonite, nilai comperesive strength menurun secara signifikan
dan cukup drastis . dari hasil percobaan diketahui pada semen dasar harga
comperesive strength adalah 507,720 psia.yang berarti seuspensi semen
tersebut dapat menahan tekanan sebesar 507,720 psia.
83

8.7. Kesimpulan
1. Rumus yang digunakan untuk menghitung compressive strength
adalah K x P x ( A1 / A2)
2. Penambahan additif bentonite dan NaCl akan memperkecil
compressive strength, namun dengan menggunakan penambahan yang
sama. harga CS lebih besar dengan bentonite dibanding NaCl.
Apabila luas permukaan sampel kecil makan CS semakin besar
begitupun sebaliknya. Penambahan additif bentonite berbanding
terbalik terhadap compressive strength.
3. Compressive strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam
menahan tekanan-tekanan yang berasal dari formasi maupun beban
casing, tekanan tersebut berarah horizontal.
4. Nilai compressive strength sangat berpengaruh terhadap ketahanan
semen untuk melindungi casing di zona formasi.
5. Dari hasil percobaan didapatkan hasil kompresive strength adalah
507,720 psia.
84

BAB IX
PENGUJIAN SHEAR BOND STRENGTH

9.1. Tujuan Percobaan


1. Mengetahui pengaruh penambahan additif terhadap shear bond
strength
2. Mengetahui definisi dari shear bond strength
3. Mengetahui peengaruh nilai diameter terhadap shear bond strength
4. Memahami mengenai pengukuran shear bond strength
5. Mengukur shear bond strength pada suatu sampel suspensi semen.

9.2. Teori Dasar


Shear bond strength didefinisikan sebagai kekuatan semen dalam
menahan tekanan–tekanan yang berasal dari berat casing atau menahan
tekanan – tekanan dalam arah yang vertikal..Sedangkan Compressive
strength adalah kekuatan semen dalam menahan tekanan yang berasal dari
arah horizontal.
Dengan lubang pemboran,semen sangat dipengaruhi oleh pembebanan
trixial yang kompleks dan failure stress merupakan pembebanan utama
dari penelitian untuk stndard compressive streght dari ikatan antara
semendengan casing atau semen dengan formasi batuan . untuk itulah
dilakukan pengukura shear bpnd sterght semen.
Pengukuran shear bond strength ini dilakukan karena pada saat
pengukuran compressive strength tidak menunjukkan harga shear strength
dari ikatan antara semen dengan casing atau semen dengan formasi batuan.
Pengukuran shear bond strength di laboratorium dilakukan dengan
menggunakan Hydraulic Press. Pengukuran shear bond strength dapat
diketahui dengan melihat harga tekanan pada saat terjadi peretakan (pecah)
menyilang dari sampel yang diuji dimana harga pembebanan diatur
85

tergantung pada antisipasi harga strength dari sampel semen.


Untuk mencapai hasil penyemenan yang diinginkan maka strength semen
harus mampu untuk :
a. Menahan tekanan hidrolik tinggi tanpa terjadi perekahan.
b. Melindungi dan menyokong casing.
c. Menahan goncangan selama operasi pemboran dan perforasi .
d. Menyekat lubang dari fluida formasi yang korosif.
e. Menyekat antar lapisan yang permeabel.

Penilaian penyemenan biasanya berdasarkan compressive strength atau


tensile strength dari batuan semen, dengan assumsi bahwa materialnya
memenuhi syarat untuk pembentukan strength yang baik serta
menghasilkan suatu ikatan yang kuat. Pada kenyataan dilapangan bahwa
assumsi diatas tidak selalu benar. Untuk itulah diperlukan suatu pengujian
di laboratorium terhadap kualitas semen .
Untuk mencapai hasil penyemenan yang diinginkan maka strength
semen harus mampu untuk, melindungi dan menyokong casing, menahan
tekanan hidrolik tinggi tanpa terjadi perekahan, menahan goncangan
selama operasi pemboran dan perforasi, menyekat lubang dari fluida
formasi yang korosif, menyekat antar lapisan yang permeabel.Shear bond
strength terukur antara semen dengan dinding formasi dan semen
dengan diding casing. Kekuatan ikat semen terhadap dinding casing sangat
dipengaruhi oleh dinding casing seperti k Pengukuran shear bond strength
ini dilakukan karena pada saat pengukuran compressive strength tidak
menunjukkan harga shear strength dari ikatan antara semen dengan casing
atau semen dengan formasi batuan.
Pengukuran shear bond strength di laboratorium dilakukan dengan
menggunakan Hydraulik Press. Pengukuran shear bond strength dapat
diketahui dengan melihat harga tekanan pada saat terjadi peretakan (pecah)
menyilang dari sampel yang diuji dimana harga pembebanan diatur
tergantung pada antisipasi harga strength dari sampel semen.
86

9.3. Peralatan dan Bahan


9.3.1. Peralatan
1. Pompa Hydraulik
2. Motor
3. Bearing block hydraulic mortar
4. Manometer
5. Mold Silinder
6. Batang Pendorong

9.3.2. Bahan
1. Semen
2. Bentonite
3. NaCl
4. Air

Gambar 9.1. Hydraulic Pump


87

Gambar 9.2. Semen

Gambar 9.3. Bentonite

Gambar 9.4. NaCl


88

9.4. Prosedur Percobaan


1. Bersihkan permukaan sampel dan permukaan mold dari tetesan air dan
pasir atau gerusan butiran semen agar tidak menempel pada bering
block mesin penguji.
2. Letakkan mold silinder yang berisi sampel semen pada holder silinder
penyangga yang yang didudukkan pada bearing block hydraulik bagian
bawah. Posisi sampel harus berdiri vertikal.
3. Dudukan pendorong pada permukaan sampel semen dan turunkan
posisi bearing block hydraulik bagian atas dengan memutar tangki
pengontrol spiral.
4. Perkirakan laju pembebanan sampai maksimum taidak kurang dari 20
detik dan tidak lebih dari 80 detik. Jangan lakukan pengaturan
(pembetulan) pada kontrol testing motor selama pembebanan sampai
jadi pergeseran sampal semen dari casing sampal.
5. Catat harga pembebanan gesr maksimum, kemudian shear bond
strength dapat dihitung dengan menggunakan persamaan :

SBS = k x p [A1 / (π D h)]

Dimana :
SBS = Shear bond strength, psi
A1 = Luas Bearing Block Hydraulik Mortar, in2
D = Diameter dalam casing sample (semen), in
h = Tinggi sample semen,in
p = Pembebanan maksimum, psi
k = Konstanta koreksi, fungsi dari perbandingan tinggi
(t) terhadap diameter (D)
89

Penentuan nilai Konstanta koreksi dapat menggunakan tabel 8.1


Perbandingan t / D terhadap Koefisien faktor.

Tabel 9.1
Perbandingan t / D terhadap koefisien faktor

t/d Koefisien Faktor


1.75 0.98
1.5 0.96
1.25 0.93
1 0.87

9.5. Data Percobaan dan Perhitungan


Data percobaan
- W semen : 350 gram
- V air : 177 ml
- t : 1,35 inch
- D : 0,77 inch
- r : 3,35 inch
- h : 1,67 inch
- M bentonite : 1,5 gram
- P maks : 51 psia

Perhitungan
- Mencari A = Πr2
= 3,14 x (3,35)
= 35,23
- Mencari k dari t/d = 1,35/0,77
= 1,75
Jadi nilai K adalah 0,98
90

𝐴1
- Menghitung SBS = K x P x (𝛱𝐷ℎ)
35,23
= 0,98 x 51 x (3,12𝑥 0,77𝑥1,67)

= 436,085 psia
Tabel 9.2
Hasil Pengujian Shear Bond Stremgth

Wsemen Vair Wbentonite Wbarite Pmax Shear Bond


Plug/Kel
(gr) (ml) (gr) (gr) (psia) Strength (psi)
I/A1 350 175 2,5 54 327,81
I/A2 350 183,1 3 61 240,03
I/A3 350 177 1,5 51 436,08
I/A4 350 178 2 53 223,02
II/B1 350 180 2,3 52 204,08
II/B2 350 183,2 4 50 184,61
II/B3 350 154 2 61 348,03
II/B4 350 174 4 54 184,74
III/C1 350 181,4 3,2 63 245,32
III/C2 350 176,3 3,6 55 403,00
III/C3 350 180,9 2,8 52 273,45
III/C4 350 185 1,5 52 342,90
91

Grafik 9.1
Grafik Penambahan Additive Vs Shear Bond Strength

Berat additive vs Shear Bond Stength


500
Shear Bond Stength, psi

400
300
200
100
0
1 1.5 2 2.5 3 3.5 4 4.5
Berat additive, gr

Bentonite Barite

9.6. Pembahasan
Percobaan ini dimulai dengan membersihkan permukaan sampel dan
permukaan mold dari tetesan air dan pasir atau gerusan butiran semen
agar tidak menempel pada bearing block mesin penguji, kemudian
meletakkan mold silinder yang berisi sampel semen pada holder
silinder penyangga yang didudukkan pada bearing block hy draulic
bagian bawah dimana posisi sampel harus berdiri vertical.
Shear Bond strength merupakan kemampuan semen menahan tekanan
secara vertical yang digunakan untuk menahan tekanan karena berat casing
dalam pengujiannya semen bubur semen yang digunakan ditambah dengan
additive bentonite dan barite. Strength pada semen terbagi dua yaitu
compressive strength dan shear bond strength. Compressive strength
adalah kekuatan semen dalam menahan tekanan yang berasal dari arah
horizontal. Sedangkan shear bond srength adalah kekuatan semen dalam
menahan tekanan-tekanan dari arah vertikal.
Semen yang baik adalah semen yang mempunyai harga shear bond
strength tinggi karena semen mempunyai kekuatan untuk mampu menahan
tekanan-tekanan yang berasal dari berat casing yang ditimbulkan atau
tekanan – tekanan dalam arah yang vertikal. Dari hasil percobaan dapat
92

dilihat bahwa penambahan bentonite dan NaCl dapat menurunkan harga


shear bond strength.
Pada percobaan ini digunakan additif bentonite dan NaCl data pada
Shear Bond Strength sama dengan data pada Compressive strength tetapi
pada percobaan ini diketahui nilai h pada contoh perhitungan pada
bentonite 1,5 gram yaitu sebesar 35,23 in dan nilai k = 0.98 sehingga
didapat nilai dari Shear Bond strength yaitu sebesar 436,085 psi.

9.7. Kesimpulan
1. Penambahan bentonite dan NaCl akan memperkecil SBS, namun
dengan penambahan yang sama, harga SBS lebih besar jika ditambah
NaCl disbanding bentonite.
2. Shear bond strength didefinisikan sebagai kekuatan semen untuk
menahan tekanan berat casing sevara vertical.
3. Apabila diameter dalam casing semakin besar maka nilai SBS semakin
kecil danbegitupun sebaliknya.
4. Pengukuran SBS dapat diketahui dengan melihat harga tekanan saat
terjadi peretakan (pecah)
5. Berdasarkan hasil pengukuran suatu sampel suspense semen diatas,
diperoleh nilai SBS sebesar 436,085 Psi.
93

BAB X
PENGUJIAN LUAS PERMUKAAN BUBUK SEMEN

10.1. Tujuan Percobaan


1. Mengidentifikasi luas permukaan bubuk semen dengan pengaruh
densitas.
2. Mengetahui hubungan antara viskositas dengan luas permukaan
bubuk semen.
3. Mengetahui pengaruh pengujian luas permukaan bubuk semen.
4. Mengetahui hubungan porositas dengan nilai OPS.
5. Mengetahui alat untuk mengukur suspensi semen di laboratorium.

10.2. Teori Dasar


Sifat fisik batuan apabila ditambahkan suatu liquid mempunyai sifat
fisik yang berbeda sebelum ditambahkan dengan liquid tersebut, hal ini
disebabkan karena suatu padatan mempunyai densitas yang lebih besar
dari pada liquid sehingga mengakibatkan adanya perbedaan sifat fisik
setelah ditambahkan dengan liquid, oleh karena itu penting untuk
dilakukannya suatu pengujian luas permukaan butir padatan
Pengujian luas permukaan bubuk semen sangat berpengaruh pada
kekuatan suspensi semen dalam menahan tekanan formasi dan tekanan
casing. Semakin besar luas permukaan bubuk suatu semen, maka ukuran
partikel semen semakin kecil dan semen tersebut semakin kompak.
Dengan demikian semakin besar pula kemampuan semen tersebut untuk
menahan tekanan. Pengukuran suspensi semen di laborarorium
menggunakan alat Blaine Permeameter. Sebelum menentukan luas
permukaan bubuk semen, kita harus menentukan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap luas permukaan bubuk semen.
94

Penentuan luas permukaan butir semen (OSP) dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan ini :

𝟐𝟑, 𝟐 𝒙 √𝝓𝟑 𝒙 √𝒕
𝑶𝒑𝒔 =
𝝆𝒔 𝒙 ( 𝟏 − 𝝓 ) 𝒙 √𝝁

Dimana :
 = Porositas semen
t = Waktu pengukuran dengan Blaine Permeameter
s = Densitas semen
 = Viscositas udara

10.3. Peralatan dan Bahan


10.3.1. Peralatan
1. Blaine Permeameter
2. Pignometer
3. Timbangan
4. Toluen

10.3.2. Bahan
1. Semen

Gambar 10.1. Blaine Permeameter


95

Gambar 10.2. Pignometer

Gambar 10.3. Timbangan

Gambar 10.4. Semen


96

Gambar 10.5. Toluene

10.4. Prosedur Percobaan


Menentukan luas permukaan butir semen (Ops) :
1. Densitas semen (ρs) = X gr/cc
2. Temperatur ruang = 24.5 0C/ 78 0F (misal)
3. T = 24.5 0C/ 78 0F → Viskositas udara = 0.0001828 (dari tabel)
4. √μ = 0.01352
5. μ = 0.01352 → ϕ = 0.354 (dari tabel)
6. Waktu pengukuran dengan blaine permeameter = 35,7 detik (misal)
7. t = 35.7 detik → √t = 5.9749

 
Ops  23.2 x  3 x t / s x1   x  

10.5. Data dan Perhitungan


Data Pengamatan
Berdasarkan pada praktikum yang berjudul “Pengujian Luas Permukaan
Bubuk Semen”, didapatkan data – data sebagai berikut :
- W pignometer (W1) = 41 gram
- W pignometer + fluida (W2) = 83 gram
- W pignometer + semen (W3) = 73,65 gram
- W pignometer+semen+fluida (W5) = 108,3 gram
- V pignometer = 50 ml
97

- t = 37 detik

Perhitungan
Dari data – data hasil percobaan di atas, dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut :
1. Penentuan Densitas Bubuk Semen
a. Berat Pignometer = 41 gram (W1)
b. Berat Pignometer + fluida (toluene) = 83 gram (W2)
c. Densitas fluida (ρf)
W2 − W1 (80 − 41)gr gr
ρf = = = 0,78 ⁄ml
vol. pignometer 50 ml
d. Berat Pignometer + Semen = 73,65 gram (W3)
e. Berat Semen = W3 - W1 = (73,65 - 41) gram = 32,65 gram (W4)
f. Berat Pignometer + Semen + Fluida = 108,3 gram (W5)
g. Densitas Semen (ρsemen )
(𝑊4 𝑥𝜌𝑓 ) (32,65 𝑥 0,78)
𝜌𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 = (𝑊 +𝑊 −𝑊 )
= (80+32,65−106,3 ) = 3,75 𝑔𝑟/𝑐𝑐
2 4 𝑠

2. Penentuan Luas Permukaan Butir Semen (OSP) :


a. ρsemen = 3,75 gr/cc
b. Temperatur Ruang = 24oC (misal)
250 C
c. T = 780 F → Viskositas Udara = 0,0001828 (dari tabel) →

√μ = 0,01352
d. √μ = 0,01352 → ∅ = 0,354 (dari Tabel)
e. Waktu pengukuran dengan blaine permeameter = 37 detik
f. t = 37 detik → √t = 6,0827
g. Menentukan OSP
3⁄
(23,2 𝑥 ∅ 2𝑥 √𝑡)
𝑂𝑆𝑃 =
(𝜌𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑥 [1 − ∅]𝑥√𝜇)
3
[23,2 𝑥 (0,345) ⁄2 𝑥(37)]
=
[3,75 𝑥 (1 − 0,354)𝑥 (0,01352)]
29,64
=
0,28
98

2
= 105,86 𝑐𝑚 ⁄𝑔𝑟

Tabel 10.1. Tabulasi Hasil Pengukuran Densitas dan OSP Semua Kelompok

W1 W2 W3 W4 W5 ρf ρs OSP
Plug/Kel
(gr) (gr) (gr) (gr) (gr) (gr/cc) (gr/cc) (cm2/gr)
I/A1 41 82 74,20 33,20 100,3 0,82 1,92 1862,70
I/A2 41 74 77,32 36,32 101,3 0,66 2,61 1284,20
I/A3 41 83 73,60 32,60 108,3 0,84 3,75 907,40
I/A4 41 80 73,65 32,65 106,3 0,78 4,01 849,23
II/B1 41 78 108,30 31,50 108,3 0,84 5,05 661,81
II/B2 41 80 74,01 33,01 108,3 0,78 5,46 632,34
II/B3 41 77 73,90 32,90 106,3 0,72 6,58 521,21
II/B4 41 62 76,10 35,10 95,3 0,42 8,19 415,50
III/C1 41 69 77,93 36,93 104,0 0,56 10,71 318,50
III/C2 41 75 73,30 32,30 105,3 0,68 10,98 309,84
III/C3 41 75 74,50 33,50 107,5 0,68 18,90 179,27
III/C4 41 66 78,07 37,07 102,3 0,50 24,07 141,36

Grafik 10.1
Grafik Viscositas Vs Temperature

Densitas Semen vs OSP


2000
1800
1600
1400
OSP, cm2/gr

1200
1000
800
600
400
200
0
0.00 5.00 10.00 15.00 20.00 25.00 30.00
Densitas Semen, gr/cc
99

10.6. Pembahasan
Pengujian luas permukaan dilakukan untuk mengetahui besarnya
luas permukaan semen, hal pertama yang harus dilakukan yaitu menentukan
densitas bubuk semen dan kemudian menentukan luas permukaan butir semen.
Semakin luas permukaan butir semen maka semakin kecil ukuran partikel semen
tersebut. Semakin kecil ukuran partikel semen maka semakin padat semen
tersebut dan juga semakin kompak ikatannya. Semakin kompak ikatan semen
berarti semakin besar pula kemampuan semen dalam menahan tekanan –
tekanan yang diberikan padanya. Hal pertama yang harus dilakukan pada
pengujian ini yaitu ditentukan dahulu densitas bubuk semen dan kemudian
setelah itu baru ditentukan luas permukaan butir semen.
Pengujian luas permukaan butir padatan dilakukan karena suatu
padatan mempunyai densitas yang lebih besar daripada liquid sehingga
mengakibatkan adanya perbedaan sifat fisik setelah ditambahkan dengan liquid
dimana salah satu sifat fisik padatan adalah ukuran butiran, semakin halus ukuran
butiran maka semakin luas permukaan butiran sehingga pertukaran ionnya
semakin tinggi sedangkan apabila suatu butiran mempunyai ukuran butiran yang
kasar maka semakin sempit luas permukaan sehingga mempunyai pertukaran
ionnya semakin rendah. Dari hasil percobaan, diuperoleeh nilai densitas bubuk
semen sebesar 4,01 gr/cc. Berdasarkan teori, diketahui bahwa semakin besar
densitas semen maka luas permukaan semen akan semakin kecil sehingga
kekuatan ikat semen semakin buruk. Oleh karena itu, untuk menghasilkan
kekuatan ikat semen yaang lebih baik, maka densitas semen harus kecil. Untuk
menurunkan densitas semen, dapat dilakukan dengan menambahkan zat – zat
kimia silikat jenis extender dan bahan – bahan yang dapat memperbesar volume
semen, seperti Pozzolan. Akan tetapi, penurunan densitas perlu dipertimbangkan
secara tepat dan disesuaikan dengan tekanan formasi untuk memperoleh hasil
yang diharapkan.
Setelah menentukan densitas bubuk semen, langkah selanjutnya
yaitu menentukan luas permukaan bubuk semen (OSP). Untuk menentukan luas
permukaan bubuk semen diperlukan data temperatur, viskositas, porositas dan
100

waktu pengukuran dimana temperatur ruangnya dikondisikan. Setelah data


terkumpul maka perhitungan luas permukaan butir semen dapat dilakukan dengan
menggunakan rumus :
3
(23,2 𝑥 ∅ ⁄2 𝑥 √𝑡)
OSP = (𝜌𝑠𝑒𝑚𝑒𝑛 𝑥 [1−∅]𝑥√𝜇)

Dari hasil percobaan, diperoleh luas permukaan butiran semen (OSP)


sebesar 849,23 cm2/gr. Dalam suatu penyemenan, yang diharapkan yaitu luas
permukaan bubuk semennya tinggi sehingga semakin besar pula bidng yang
saling berhubungan agar dapat menghasilkan kekuatan ikat semen yang lebih
sempurna atau baik.
Selain itu faktor yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini adalah
waktu pengukuran dengan blaine permeameter sebab waktu tersebut digunakan
dalam perhitungan untuk menghitung besarnya permeabilitas dari sampel semen.
Dimana waktu pembacaan pada blaine permeameter harus lebih besar dari 20
detik, jika kurang dari 20 detik daya ikat semen kurang baik. Daya ikat semen
dikatakan baik jika waktu pembacaan pada blaine permeamater antara 20 – 30
detik. Dari grafik densitas semen vs OSP yang diperoleh dari data tabulasi seluruh
kelompok, dapat dilihat bahwa densitas semen tersebut mengalami fluktuasi.
Padahal berdasarkan teori, nilai porositas berbanding lurus dengan nilai OSP.
Semakin tinggi nilai OSP maka semakin tinggi pula nilai porositas, begitu pula
sebaliknya. Adapun titik optimumnya tercapai pada OSP yaitu 849,23 cm2/gr.
Nilai OSP tiap kelompok bias berbeda – beda dikarenakan nilai parameter –
parameter yang dihitung juga berbeda – beda.

10.7. Kesimpulan
1. Densitas semen diperoleh sebesar 4,01 gr/cc
2. Luas permukaan butiran semen (OSP) diperoleh sebesar 849,23
cm2/gr.
3. Semakin besar densitas semen maka luas permukaan butiran semen
semakin kecil.
101

4. Semakin besar atau semakin luas permukaan bubuk semen (ukuran


butiran kecil), maka semakin kuat suspensi semen dalam menahan
tekanan, baik yang disebabkan oleh casing maupun yang diakibatkan
oleh tekanan formasi.
102

BAB XI
PEMBAHASAN UMUM

Pada praktikum yang berjudul “Pembuatan Suspensi Semen dan Cetakan


Sampel”, dilakukan percobaan membuat suspensi semen dan cetakan sampel.
Pembuatan suspensi semen ini dimulai dengan persiapan peralatan dan material
semen, air, dan additive. Semen yang digunakan adalah semen Portland kelas G.
Semen ditimbang sebanyak 350 gram dan additive bentonite sebanyak 3 gram.
Selanjutnya disiapkan air sebanyak 154 ml yang dimasukkan ke dalam Mixer.
Selanjutnya campuran semen dan additive dimasukkan ke dalam mixer dan
dilakukan pengadukan pada kecepatan 12000 RPM selama 35 detik.
Harga WCR (Water Cement Ratio) yang digunakan tidak boleh melebihi
batas air maksimum atau kurang dari batas air minimum. Oleh karena itu, pada
percobaan kali ini digunakan 44% WCR sehingga volume air yang digunakan
sebanyak 154 ml. Untuk berat additive (bentonite), ditimbang berdasarkan %
berat semen yang dibutuhkan. Dalam hal ini, digunakan bentonite seberat 3 gram
atau 0,85% dari total berat semen.
Pada praktikum yang berjudul “Pengujian Densitas Suspensi Semen”,
dilakukan pengujian densitas suspensi semen menggunakan Mud Balance.
Pengukuran ini dilakukan untuk mengetahui besarnya tekanan hidrostatis suspensi
semen di dalam lubang sumur. Apabila densitas semen terlalu besar, maka akan
mengakibatkan formasi pecah, sehingga terjadi lost circulation. Sementara itu,
apabila densitas semen terlalu kecil, dapat mengakibatkan terjadinya “kick”
karena semen tidak dapat menahan besarnya tekanan formasi.
Berdasarkan analisa yang dilakukan, dengan menggunakan alat mud
balance diperoleh densitas sebesar 16,20 ppg. Sedangkan jika dihitung
menggunakan rumus densitasnya sebesar 15,63 ppg. Tingkat ketidaktelitian pada
percobaan ini sebesar 3,5%. Angka ini tergolong kecil sehingga dapat
disimpulkan bahwa percobaan kali ini mendekati nilai pada teori. Faktor yang
menyebabkan perbedaan nilai densitas teori dan percobaan yaitu disebabkan oleh
ketidaktepatan dalam menimbang ataupun membaca skala pada alat mud balance.
103

Nilai densitas yang diperoleh tergolong cukup tinggi. Oleh karena itu, suspensi
semen ini dapat digunakan bila tekanan formasi cukup besar. Adapun
penambahan additive yaitu bentonite pada percobaan kali ini yaitu berdasarkan
teori, bentonite bertindak sebagai extender (additive yang digunakan untuk
mengurangi densitas dari suspensi semen).
Dalam praktikum yang berjudul “Pengujian Rheologi Suspensi Semen”
dilakukan perhitungan hidrolika operasi penyemenan serta menentukan harga
Plastic Viscosity dan Yield Point semen pemboran. Dalam operasi penyemenan,
besar – kecilnya viskositas harus diperhatikan karena viskositas berhungan
langsung dengan kemampuan alir suspensi semen. Besar – kecilnya harga
viskositas ini berhubungan dengan kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat -sifat
aliran suspensi semen, yang berkaitan pula dengan operasi penyemenan itu
sendiri. Besar – kecilnya viskositas dalam operasi penyemenan dapat diatur
dengan menambahkan zat additive. Dalam percobaan ini digunakan additive
berupa CMC.
Hasil pengadukan suspensi semen tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
bejana pada alat Fann VG Meter, sehingga didapat nilai C600 dan C 300. Dari hasil
percobaan, dapat dibaca skala dial reading pada 600 rpm (C600) yaitu sebesar 140ᵒ
dan skala dial reading pada 300 rpm (C300) yaitu sebesar 90ᵒ. Setelah dilakukan
perhitungan, diperoleh nilai Plastic Viscosity (μp) sebesar 50 cp (dari pengurangan
antara C600 dan C300). Adapun nilai Yield Point – nya (Yb) sebesar 40 lb/100ft2
(dari pengurangan antara C300 dan μp). Harga Plastic Viscosity (μp) dan Yield
Point (Yb) biasanya berbeda – beda karena penambahan berat zat additive yang
berbeda – beda pula. Selain itu, perlu diketahui pula bahwa viskositas
berpengaruh pula terhadap thickening time dari suspensi semen.
Aplikasi di lapangan untuk pengujian rheologi semen ini adalah untuk
menghitung hidrolika operasi penyemenan yang sangat menentukan dalam operasi
pemboran. Dalam hal ini, rheologi semen berhubungan dengan perkiraan
kehilangan tekanan akibat friksi dan sifat–sifat aliran dalam penyemenan. Untuk
memperoleh keberhasilan dalam penyemenan, harus disesuaikan dengan keadaan
formasi.
104

Dalam suatu operasi penyemenan, perlu dilakukan pengujian thickening


time suspensi semen. Hal tersebut merupakan bagian penting yang harus
diperhatikan dalam operasi penyemenan, diantaranya adalah kedalaman target
penyemenan dan waktu yang diperlukan suspensi semen untuk mencapai
konsistensi 100 UC (Unit of Consistensy). Dalam proses penyemenan, waktu
pemompaan harus lebih kecil dari thickening time. Jika tidak, akan menyebabkan
suspensi semen mengeras terlebih dahulu sebelum seluruh suspensi semen
mencapai target yang diinginkan. Berdasarkan data tersebut dapat diketahui
bahwa pada 0 – 55 menit mengalami kenaikan thickening time yang artinya
suspensi semen mulai bertambah densitasnya. Bisa jadi, pada menit ke – 0 sampai
55, suspensi semen ditambahkan additive berupa retarder. Retarder adalah
additive yang digunakan untuk memperbesar thickening time. Bahan – bahan
yang bertindak sebagai retarder yaitu calcium ligno sulfonate, CMHEC dan
garam NaCl.
Sedangkan pada menit ke 57 – 70 terjadi penurunan harga thickening time
sampai 0 UC. Artinya pemompaan pada sumur tersebut tidak bisa dilakukan
karena pada dasarnya pemompaan dilakukan ketika harga thickening time
mencapai 100 UC atau dengan kata lain waktu pemompaan harus lebih kecil dari
thickening time. Faktor yang mempengaruhi penurunan harga thickening time
tersebut diantaranya adalah kurangnya additive yang dapat memperbesar densitas,
contohnya barite. Oleh karena itu, apabila thickening time berkurang, untuk
memperbesarnya dapat dengan menambah additive seperti barite dan NaCl.
Aplikasi di lapangan pengujian thickening time adalah untuk menentukan
setting waktu pemompaan, dimana waktu pemompaan harus lebih kecil dari
thickening time. Jika tidak, dapat mengakibatkan suspensi semen akan mengeras
terlebih dahulu sebelum seluruh suspensi semen mencapai target yang diinginkan.
Pada percobaan kali ini, akan dilakukan pengujian kandungan free water
dari suspensi semen. Free water adalah kandungan air bebas yang terpisah dari
suspensi semen. Untuk membuat suspensi semen, diperlukan perbandingan yang
tepat dalam menentukan jumlah air dan bubuk semen. Adapun nilai water cement
105

ratio (WCR) yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebesar 44% (termasuk
semen Portland kelas G). Selanjutnya, dapat dihitung nilai berat air yang dapat
ditambahkan untuk dapat membuat suspensi semen yaitu dengan mengalikan
berat semen dengan water cement ratio (WCR) sehingga diperoleh nilai berat
airnya sebesar 154 gram. Supaya berat tersebut menjadi volume maka harus
dibagi dengan densitas air sebesar 1 gr/cc sehingga volume air yang harus
ditambahkan untuk membuat suspensi semen sebesar 154 cc. Adapun additive
.yang ditambahkan dalam suspensi semen ini yaitu bentonite sebesar 3,3 gram.
Setelah komposisi suspensi semen dan additive terukur (350 gram semen,
154 mL air dan 3,3 gram additive bentonite), selanjutnya dicampur menggunakan
mixing container. Langkah selanjutnya yaitu dengan memasukkan campuran
suspensi dan additive ke dalam gelas ukur sampai volume 250 mL, kemudiab
didiankan selama 45 menit (seharusnya didiamkan selama 2 jam, tetapi karena
waktu tidak mencukupi jadi hanya didiamkan selama 45 menit saja). Dari hasil
percobaan, diperoleh nilai kandungan free water sebesar 2,5 mL. Harga ini
menunjukkan kandungan free water masih normal karena kurang dari 3,5 mL.
Pada dasarnya penambahan additive akan menyebabkan volume suspensi
semen bertambah besar dan permeabilitasnya naik karena zat additive bersifat
mengikat air. Untuk mencegahnya maka jumlah zat additive yang ditambahkan
haruslah tepat. Sedang penambahan air ke dalam suspensi dapat menyebabkan
pori – pori dan permeabilitas semen besar bila jumlah kadar air melebihi kadar
maksimumnya yaitu 3,5 mL.
Percobaan kali ini digunakan komposisi semen sebesar 350 gr dan barite
sebesar 2,5 gram. Untuk membuat suspensi semen, diperlukan perbandingan yang
tepat dalam menentukan jumlah air dan bubuk semen. Adapun nilai water cement
ratio (WCR) yang digunakan dalam percobaan ini yaitu sebesar 44% (termasuk
semen Portland kelas G). Selanjutnya, dapat dihitung nilai berat air yang dapat
ditambahkan untuk dapat membuat suspensi semen yaitu dengan mengalikan
berat semen dengan water cement ratio (WCR) sehingga diperoleh nilai berat
airnya sebesar 154 gram. Supaya berat tersebut menjadi volume maka harus
106

dibagi dengan densitas air sebesar 1 gr/cc sehingga volume air yang harus
ditambahkan untuk membuat suspensi semen sebesar 154 cc.
Setelah komposisi suspensi semen dan additive terukur (350 gram semen,
154 mL air dan 2,5 gram additive barite), selanjutnya dicampur menggunakan
mixing container. Langkah selanjutnya yaitu dengan memasukkan campuran
suspensi semen dan additive ke dalam filter press untuk diukur volume filtratnya
dalam selang waktu tertentu. Dalam percobaan ini, volume filtrat diukur pada
menit ke – 2; 4; 6; 8 dan 10. Berdasarkan hasil percobaan pada menit ke – 2,
volume filtratnya yaitu 2 mL. Pada menit ke – 4, volume filtratnya yaitu 5 mL.
Pada menit ke – 6, volume filtratnya yaitu 4,5 mL. Pada menit ke – 8, volume
filtratnya yaitu 6 mL. pada menit ke – 10, volume filtratnya yaitu 1 mL. Volume
filtrat yang diperoleh pada 10 menit yaitu totalnya 19 mL berguna untuk
menghitung nilai filtration loss pada 30 menit. Nilai 30 menit ini sudah menjadi
tetapan baik dalam primary cementing maupun squeeze cementing. Hal ini
dikarenakan batasan nilai filtration loss yang diijinkan pada primary cementing
yaitu sebesar 150 – 250 cc sedangkan pada squeeze cementing sebesar 55 – 65 cc
dimana nilai filtration loss tersebut ditetapkan selama 30 menit.
Berdasarkan hasil perhitungan didapat nilai filtration loss sebesar 34 mL.
Nilai filtration loss yang terukur semakin kecil karena hal ini berhubungan dengan
additive yang digunakan yaitu barite. Secara teoritis, barite berfungsi sebagai
penghisap (pengabsorb) air, sehingga filtration loss akan berkurang bila barite
yang ditambahkan semakin banyak. Nilai filtration loss pada 30 menit yaitu 97,94
mL merupajab nilai yang diijinkan apabila filtration loss ini terjadi pada primary
cementing. Hal ini dikarenakan pada primary cementing, besarnya filtration loss
yang diijinkan adalah sekitar 150 cc – 250 cc yang diukur selama 30 menit dengan
menggunakan saringan berukuran 325 mesh dan tekanan 1000 psi. Namun,
apabila filtration loss sebesar 34 mL ini terjadi pada squeeze cementing, filtration
loss yang diijinkan sekitar 55 – 65 cc selama 30 menit.
Pengujian compressive strength merupakan pengujian yang dilakukan untuk
mengetahui kekuatan semen dalam menahan tekanan-tekanan yang berasal dari
formasi maupun dari casing atau dapat disebut menahan tekanan dalam arah
107

horizontal. Hal ini tentu berbeda dengan shear strength karena shear strength
dilakukan untuk mengetahui kekuatan semen dalam menahan berat casing atau
dapat disebut menahan tekanan dalam arah vertikal. Percobaan pengujian
comppresive strength bertujuan untuk menentukan besarnya compressive strength
semen, efek dari penambahan additive terhadap semen serta cara kerja alat
hydraulic press.
Dari hasil percobaan diketahui pada semen dasar harga compressive
strength-nya adalah 36,99 psi yang berarti semen tersebut mempunyai
kemampuan untuk menahan tekanan sebesar 36,99 psi yang berasal dari selisih
tekanan formasi dengan tekanan yang berasal dari casing. Apabila kekuatannya
lebih dari itu, maka semen akan pecah. Untuk mengatasi hal ini, maka
compressive strength harus diperbesar caranya dengan menambahkan additive
yang dapat memperbesar nilai densitas, contohnya yaitu barite. Aplikasi
lapangannya yaitu kita dapat mengetahui besarnya strength dari suspensi semen
yang telah mengeras dikarenakan paparan suhu (BHST) yang sangat tinggi
sebagai kemampuan semen untuk dapat menyangga casing (selubung) dan
menyekat cairan antara formasi yang berlainan serta mengisolasi batuan.

Pengujian shear bond strength suspensi semen berfungsi untuk menentukan


besarnya shear bond strength suspensi, efek penambahan additive terhadap shear
bond strength. Sampel semen yang digunakan pada pengujian ini adalah sampel
semen yang telah dibuat terlebih dahulu pada percobaan pembuatan suspensi
semen. Dari hasil perhitungan, didapat nilai shear bond strength (SBS) sebesar
223,02 psi. Berarti, kemampuan semen dalam menahan tekanan secara vertikal
yang disebabkan oleh berat casing yaitu sebesar 223,02 psi. Apabila tekanan
semen lebih dari itu, maka semen bisa pecah. Untuk itu, nilai SBS – nya perlu
ditambah. Caranya yaitu dengan menambahkan zat additive yang dapat
memperbesar harga shear bond strength (SBS) semen, contohnya yaitu additive
yang digunakan dalam percobaan ini yaitu barite.

Secara teoritis, penambahan barite pada suspensi semen akan menaikkan


shear bond strength. Penambahan additive ke dalam suspensi semen
108

menyebabkan perubahan harga shear bon strength tergantung dari additive yang
ditambahkan. Semen yang baik adalah semen yang mempunyai harga shear bond
strength yang tinggi karena semen tersebut mempunyai kekuatan untuk mampu
menahan tekanan yang berasal dari berat casing yang ditimbulkan ataupun
tekanan – tekanan lainnya dari arah vertical. Aplikasi lapangan dari percobaan ini
adalah untuk mengetahui besarnya shear bond strength dari suspensi semen
sebagai kemampuan semen untuk dapat menahan dari berat casing yang
ditimbulkan ataupun tekanan formasi lainnya dari arah vertical.

Pengujian luas permukaan dilakukan untuk mengetahui besarnya luas


permukaan semen, hal pertama yang harus dilakukan yaitu menentukan densitas
bubuk semen dan kemudian menentukan luas permukaan butir semen. Semakin
luas permukaan butir semen maka semakin kecil ukuran partikel semen tersebut.
Semakin kecil ukuran partikel semen maka semakin padat semen tersebut dan
juga semakin kompak ikatannya. Semakin kompak ikatan semen berarti semakin
besar pula kemampuan semen dalam menahan tekanan – tekanan yang diberikan
padanya. Hal pertama yang harus dilakukan pada pengujian ini yaitu ditentukan
dahulu densitas bubuk semen dan kemudian setelah itu baru ditentukan luas
permukaan butir semen.
Dari hasil percobaan, diperoleh luas permukaan butiran semen (OSP)
sebesar 849,23 cm2/gr. Dalam suatu penyemenan, yang diharapkan yaitu luas
permukaan bubuk semennya tinggi sehingga semakin besar pula bidng yang
saling berhubungan agar dapat menghasilkan kekuatan ikat semen yang lebih
sempurna atau baik. Adapun faktor yang perlu diperhatikan dalam percobaan ini
adalah waktu pengukuran dengan blaine permeameter sebab waktu tersebut
digunakan dalam perhitungan untuk menghitung besarnya permeabilitas dari
sampel semen. Dimana waktu pembacaan pada blaine permeameter harus lebih
besar dari 20 detik, jika kurang dari 20 detik daya ikat semen kurang baik. Daya
ikat semen dikatakan baik jika waktu pembacaan pada blaine permeamater antara
20 – 30 detik.
Aplikasi di lapangan dari percobaan pengujian luas permukaan bubuk
semen adalah dapat ditentukan luas permukaan bubuk semen apabila semakin luas
109

permukaan bubuk semen maka padatan tersebut mempunyai ukuran butiran yang
relatif halus dimana semakin halus ukuran butiran yang dihasilkan maka semakin
besar kekuatan dari semen tersebut sehingga dapat disimpulkan sampel semen
tersebut memiliki ukuran butiran yang cukup halus dan memiliki kekuatan yang
cukup baik.
110

BAB XII
KESIMPULAN UMUM

Berdasarkan percobaan yang dilakukan pada praktikum Semen Pemboran


dari awal sampai akhir, diperoleh beberapa kesimpulan umum sebagai berikut:
1. Kandungan semen yang digunakan dalam pembuatan suspensi semen
seberat 350 gram.
2. WCR yang digunakan sebesar 44%, dimana volume air sebanyak 154
ml.
3. Additive (bentonite) yang digunakan seberat 3 gram.
1. Densitas semen dari hasil percobaan sebesar 16,20 ppg, sedangkan dari
hasil perhitungan sebesar 15,63 ppg.
2. Kesalahan relatif dari pengujian densitas sebesar 3,5%.
3. Penambahan additive bentonite akan menurunkan densitas suspensi
semen.
4. Densitas semen yang terlalu besar akan mengakibatkan formasi pecah
sehingga terjadi lost circulation, sedangkan densitas semen yang terlalu
kecil akan menyebabkan terjadinya “kick”.
5. Plastic Viscosity (μp) diperoleh sebesar 50 cp dan Yield Point (Yb)
sebesar 40 lb/100ft2.
6. Dalam percobaan, digunakan additive berupa CMC dimana CMC ini
dapat mengencerkan semen dan memperkecil viskositas.
7. Banyaknya additive yang digunakan berpengaruh terhadap besar
perubahan harga viskositas.
8. Dalam proses penyemenan, waktu pemompaan harus lebih kecil dari
thickening time.
9. Thickening time maksimum (70 menit) diperoleh sebesar 0 UC.
10. Dengan menambahkan additive acceleratorr, dapat memperkecil
thickening time, sedangkan penambahan additive retarder, dapat
memperbesar thickening time.
111

11. Kandungan free water diperoleh sebesar 2,5 mL. Harga ini
menunjukkan kandungan free water masih normal (karena di bawah
3,5 mL kadarnya).
12. Berdasarkan teori, penambahan additive bentonite akan menurunkan
kandungan free water dalam suspensi semen.
13. Jika kadar air yang ditambahkan lebih kecil dari kadar minimum,
akan menyebabkan friksi di annulus dan jika kadar air yang
ditambahkan lebih besar dari kadar maksimum, akan menyebabkan
terjadinya pori – pori dalam semen sehingga permeabilitasnya tinggi
atau naik.
14. Kadar air dalam suspensi semen harus berada di antara kadar
minimum dan kadar maksimum.

15. Filtration loss pada menit ke-30 diperoleh sebesar 34 mL.


16. Secara teori, penambahan additive barite akan menurunkan jumlah
filtration loss.
17. Tebal mud cake yang terbentuk selama 30 menit yaitu 1 mm
18. Filtration loss pada percobaan kali ini yaitu 34 mL merupakan
filtration loss yang diijinkan pada primary cementing dan squeeze
cementing.
19. Dari percobaan dan perhitungan diperoleh Compressive Strength
sebesar 36,99 Psi.
20. Kekuatan semen yang mampu ditahan sebesar 36,99 psi, apabila lebih
dari itu semen akan pecah sehingga harus ditambah additive yang
dapat memperbesar densitas, contohnya barite.
21. Aplikasi di lapangan dari pengujian compressive strength ini adalah
kita bisa mengetahui kekuatan semen. Dimana semen yang baik
adalah semen dangan compressive strength tinggi karena mampu
menahan tekanan yang berasal dari formasi maupun casing.
22. Dari percobaan dan perhitungan diperoleh Shear Bond Strength
sebesar 223,02 Psi.
112

23. Secara teoritis, additive yang digunakan dalam percobaan kali ini
yaitu barite dapat digunakan untuk meningkatkan Shear Bond
Strength.
24. Semen yang baik adalah semen yang mempunyai harga shear bond
strength yang tinggi.
25. Aplikasi lapangan dari percobaan ini adalah untuk mengetahui
besarnya shear bond strength dari suspensi semen sebagai
kemampuan semen untuk dapat menahan dari berat casing yang
ditimbulkan ataupun tekanan formasi lainnya dari arah vertical.
26. Densitas semen diperoleh sebesar 4,01 gr/cc
27. Luas permukaan butiran semen (OSP) diperoleh sebesar 849,23
cm2/gr.
28. Semakin besar densitas semen maka luas permukaan butiran semen
semakin kecil.
29. Semakin besar atau semakin luas permukaan bubuk semen (ukuran
butiran kecil), maka semakin kuat suspensi semen dalam menahan
tekanan, baik yang disebabkan oleh casing maupun yang diakibatkan
oleh t
113

DAFTAR PUSTAKA
1. Bida, Irwan Sulu. 2016. “Laporan Resmi Praktikum Analisa Semen
Pemboran”. Yogyakarta : Universitas Proklamasi 45.

2. Rubiandini, Rudi. 2012. “Teknik Operasi Pemboran”. Bandung : Institut


Teknologi Bandung.

3. . 2014. “Modul Resmi Praktikum Analisa Semen Pemboran”.


Yogyakarta : Universitas Proklamasi 45.
114

LAMPIRAN I
PEMBUATAN SUSPENSI SEMEN
&
PENGUJIAN DENSITAS SUSPENSI SEMEN
115

LAMPIRAN II
PENGUJIAN RHEOLOGY SUSPENSI SEMEN
116

LAMPIRAN III
PENGUJIAN THICKENING TIME
117

LAMPIRAN IV
PENGUJIAN FREE WATER
118

LAMPIRAN V
PENGUJIAN FILTRATION LOSS
119

LAMPIRAN VI
PENGUJIAN COMPRESSIVE STRENGTH
120

LAMPIRAN VII
PENGUJIAN SHEAR BOND STRENGTH
121

LAMPIRAN VIII
PENGUJIAN LUAS PERMUKAAN BUBUK SEMEN

Anda mungkin juga menyukai