PENDAHULUAN
a. Squeeze cementing
Squeeze cementing bertujuan:
b. Re-cementing
Re-cementing dilakukan untuk menyampurkan primary
cementingyang gagal dan untuk memperluas perlindungan casing diatas
top semen.
c. Plug-back cementing
Plug-back cementing dilakukan untuk:
1. Penkins System
Penkins system sering juga disebut dengan penyemenan sistem
plug atau penyemenan sistem sumbat, karenan didalam penyemenan ini
menggunakan plug. Terdapat dua plug, yaitu bottom plug dan top plug.
Bottom plug memisahakan lumpur yang ada dalam casing dengan bubur
semen sedangkan top plug memisahkan bubur semen dengan lumpur
pendorong.
2. Poorboys System
Metode poorboys system ini disebut juga dengan penyemenan
sistem tubing atau tubing system. Dikatakan tubing system sering
digunakan untuk penyemenan casing berukuran 16 inc keatas. Alasan dari
penggunaan poorboys system adalah:
a. Waktu
Waktu yang diperlukan untuk melakukan penyemenan
dengan poorboys system lebih singkat dibanding bila menyemen
dengan perkins system. Hubungan diameter casing besar waktu
untuk pendorongan akan lebih panjang.
b. Peralatan yang tersedia
Bila casing besar, top plug yang mempunyai ukuran yang
besar tidak ada dipasaran. Kalau dipesan pada pabrik tentu harus
segera khusus, sehingga hargnya mahal, dan bila ditinjau dari segi
biaya tidak ekonomis.
c. Bubur semen
Bila menggunakan perkins system, tentu untuk casing yang
besar akan mempunyai shoe track yang mempunyai volume yang
besar pula. Di dalam shoe track nantinya setelah selesai
penyemenan teris oleh semen, yang banyak sekali, dan semen yang
tertinggal di dalam shoe track akn terbuang saja. Tentu ini
merupakan kerugian dari bubuk semen, sehingga perkins system
juga tidak ekonomis untuk menyemen casing yang berdiameter
besar.
d. Lumpur pendorong
Lumpur pendorong ysng digunakan tentu akan banyak sekali
bila menggunakan penyemenan dengan sistem sumbat, volume
lumpur pendorong mulai dari permukaan sampai ke casing collar
adalah sangat besar volumenya untuk casing yang besar
diameternya.
e. Pompa lumpur pendorong
Pompa lumpur pendorong mungkin tidak ada sanggup
mendorong lumpur pemboran yang besar volumenya.
Proses kerjanya adalah sebagai berikut. Casing yang akan
disemen disambung ujungnya dengan duplex float shoe. Shoe ini
berfungsi menuntun casing agar tidak tersangkut dalam
penurunannya. Karena mempunyai float system, shoe dapat
menahan tekanan balik bubur semen dari annulus. Selain itu duplex
float shoe di lengkapi juga stinger socket. Pada bagian luar casing
dilengkapi dengan centralizer dan scratcher, yang bertugas agar
casing tetap berada di tengah lubang dan membersihkan mud cake.
Di annulus drill pipe dengan casing juga dipasang sebuah
centralizer agar pemasangan stinger dengan stinger socket bisa
tepat, tubing dan drill pipe digunakan sebagai saluran bubur semen
dan lumpur pendorong.
3. Penyemenan bertingkat
Penyemenan bertingkat lebih populer disebut dengan stage
cementing, penyemenan ini dilakukan secara bertingkat atau secara
bertahap. Tingkat pertama dilakukan untuk menyemen lagi casing bagian
bawah sepanjang kolam semen tertentu, kemudian dilanjutkan lagi untuk
menyemen lagi casing yang lebih atas. Penyemenan dengan cara ini bisa
dilakukan untuk menyemen seluruh annulus casing dari dsar lubang atau
tidak seluruhnya. Mungkin beberapa ribu feat dari dasar lubang, dan ada
beberapa ribu atau ratus feet dari permukaan, hal ini tergantung kepada
tujuan penyemenan itu dan kondisi dari formasi yang akan disemen.
Alasan-alasan dilakukannya penyemenan bertingkat sebagai berikut:
a. Tekanan rekah formasi
Bila formasi didasar lubang mempunyi tekanan rekahan yang
kecil tinggi kolam semen tidak dapat terlalu besar, sebab dasar
lubang tidak sanggup menahan tekanan yang besar kita tahu bahwa
berat jenis bubur semen adalah cukup besar dan akan menyebabkan
tekanan yang lebih besar, yang akan menghancurkanformasi dari
tekanan tersebut. Hal ini berlaku pula pada sumur dalam.
b. Menghemat pemakaian semen
Bagian dari lubang bor tidak perlu seluruhnya di semen,
bila formasi lubang cukup keras dan kompak, tidak perlu disemen.
Jadi dengan tidak seluruhnya disemen makan akan menghemat
semen.
c. Lost formation
Formasi yang sangat lemah yng mana merupakan yang
tidak tahan terhadap tekanan, tidak perlu disemen bila formasi
tersebut tidak menimbulkan bahaya yang lain cukup dsemen
bagian atas dan bawahnya saja.
Teknik penyemenan bertingkat ada beberapa cara, yaitu:
BAB II
DASAR TEORI
1. Tricalcium silicate
Tricalcium silicate (3CaO.SiO2) dinotasikan
sebagai C3S, yang dihasilkan dari kombinasi CaO
dan SiO2. Komponn ini merupakan yang terbanyak
dalam semen portland, sekitar 40-45% untuk semen
yang lambat proses pengerasannya dan sekitar 60-
65% untuk semen yang cepat prose pengerasannya
(high-early strength cement). Komponen C3S pada
semen memberikan strength yang terbesar pada
awal pengerasan.
2. Dicalsium Silicate
Dicalsium silicate (2CaO.SiO2) dinotasikan
sebagai C2S, yang juga dihasilkan dari kombinasi
CaO dan SiO2. Komponen ini sangat penting dalam
memberikan final strength semen. Karena C2S ini
menghidrasinya lambat maka tidak berpengaruh
dalam setting time semen, akan tetapi sangat
menentukan dalam kekuatan semen lanjut. Kadar
C2S dalam semen tidak lebih dari 20%.
3. Tricalsium Aluminate
Tricalsium Aluminate (3CaO.A12O3)
dinotasikan sebagai C3A, yang terbentuk dari reaksi
antara CaO dengan A12O3. Walaupun kadarnya
lebih kecil dari komponen silikat (sekitar 15% untuk
high-early strength cement dan sekitar 3% untuk
semen yang tahan terhadap sufat), namun
berpengaruh pada rheologi suspensi semen dan
membantu proses pengerasan awal pada semen.
4. Tetracalcium Aluminoferrite
Tetracalcium Aluminoferrite
(12CaO.A12O3.Fe2O3) dinotasikan sebagai C4AF,
yang terbentuk dari reaksi CaO,A12O3, dan Fe2O3.
Komponen ini hanya sedikit pengaruhnya pada
strength semen. API menjelaskan bahwa kadar
C4AF ditambah dengan dua kali kadar C3A tidak
boleh dari 24% untuk smen yang tahan terhadap
kandungan sulfat yang tinggi. Penambahan oksida
besi yang berlebihan akan menaikkan kadar C4AF
dan menurunkan kadar C3A, dan berfungsi
menurunkan panas hasil reaksi / hidrasi C3S dan
C2S.
Selain komponen dasar, ada juga komponen tambahan
dalam pembuatan semen pemboran. Komponen tambahan semen
merupakan macam-macam additive yang digunakan dalam operasi
penyemenan untuk memperoleh sifat khusus atau kinerja yang
dibutuhkan. Additive yang umum digunakan untuk bahan
campuran pada suspensi semen / slurry antara lain :
1. material calcareous
material ini berisi kalsium karbonat dan kalsium
oksida yang terdiri dari limestone dan batuan
semen.
2. Material Argillaceous
Material ini berisi clay atau mineral clay
- Clay adalah bahan yang bersifat
plastis bila basah keras bila
dipanaskan. Terdiri dari sebagaian
besar aluminium silikat dan mineral
lainnya.
- Shale adalah batuan fosil yang
berbentuk dari gabungan clay,
lumpur dan salt (endapan lumpur).
- Slate adalah batu tulis adalah batuan
yang padat dan berbutir biak, yang
dihasilkan dari pemampatan clay,
shale, dan batuan lainnya.
- Ash adalah abu merupakan produk
pembakaran batu bara.
2.2. pengujian densitas suspensi semen
Dimana:
Yp = C300 - µp
Dimana :
µp = Plastic Viscosity, Cp
PENGUJIAN
3.1.1 Alat
a. Mixer
b. Stopwatch (Handphone)
c. Gelas Arloji
d. Gelas Ukur
e. Gelas Beaker
f. Spatula Besi
g. Kaca Corong
h. Timbangan Digital
i. Pipa Ukuran 10 cm (1 inch & 2 inch)
j. Penutup Pipa Ukuran 2 inch
Gambar Alat
Gambar 3. 1. 1 Mixer
3.1.2 Bahan
a. Semen Portland
b. Additive (Barite dan Bentonite)
c. Air Aquades
Gambar 3. 1. 12 Bentonite
3.2.1 Alat
a. Mixer
b. Stopwatch
c. Gelas Arloji
d. Gelas Ukur
e. Gelas Beaker
f. Spatula Besi
g. Timbangan Digital
h. Mud Balance
Gambar 3. 2. 1 Mixer
Gambar 3. 2. 2 Stopwatch (Handphone)
a. Semen
b. Barite
c. Bentonite
d. Air Aquades
Gambar 3. 2. 9 Semen
Gambar 3. 2. 10 Barite
Gambar 3. 2. 11 Bentonite
3.3.1 Alat
a. Mixer
b. Stopwatch
c. Gelas Arloji
d. Gelas Ukur
e. Gelas Beaker
f. Spatula Besi
g. Timbangan Digital
h. Rheometer
Gambar 3. 3. 1 Mixer
Gambar 3. 3. 2 Stopwatch (Handphone)
Gambar 3. 3. 8 Rheometer
3.3.2 Bahan
a. Semen
b. Barite
c. Bentonite
d. Air Aquades
Gambar 3. 3. 9 Semen
Gambar 3. 3. 10 Barite
Gambar 3. 3. 11 Bentonite
3.4.1 Alat
a. Mixer
b. Stopwatch
c. Gelas Arloji
d. Gelas Ukur
e. Gelas Beaker
f. Spatula Besi
g. Corong Kaca
h. Timbangan Digital
i. Botol Kaca
Gambar 3. 4. 1 Mixer
a. Semen
b. Barite
c. Bentonite
d. Air Aquades
Gambar 3. 4. 10 Semen
Gambar 3. 4. 11 Barite
Gambar 3. 4. 12 Bentonite
PEMBAHASAN
Oleh karena itu, untuk menjaga densitas semen ada bebrapa hal
yang perlu dilakukan yaitu apabila densitas cukup tinggi maka dapat di
turunkan dengan menambahkan clay atau zat-zat kimia silijat jenis
extender. Selain itu dapat pula dilakukan pembesaran volume suspensi
semen dengan menambahkan bahan tertentu. Sebaliknya apabila densitas
suspensi semen sangat rendah maka dapat ditambahkan pasir atau
material-material pemberat kedalam suspensi semen. Densitas suspensi
semen yang rendah digunakan pada operasi primary cementing dan
remedial. Sedangkan densitas suspensi semen yang tinggi digunakan pada
operasi yang bertekanan tinggi.
BAB V
5.1 Kesimpulan
Pembuatan suspensi semen dan cetakan semen yang baik akan sangat
mendukung nilai dari shear band dan compressive strength yang akan
ditentukan kemudian.
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA